Tentang:
Disusun Oleh:
Kelompok 2
Dosen Pengampu:
Desri Yanri, SH,. MH
FAKULTAS SYARIAH
2023M/1444H
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kehadiran Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan
tepat waktu. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan. Selain itu juga dapat
menjadi ibadah bagi penulis.
Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah Hukum Internasional
dengan judul “Dasar Berlakunya Hukum Internasional” di Universitas Islam Negeri Imam
Bonjol Padang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Desri Yanri, SH., MH selaku dosen mata
kuliah Hukum Internasinal yang telah membimbing dan memberikan materi kuliah demi
kelancaran pembuatan makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat dan
memberi kontribusi dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun penulis harapkan untuk menyempurnakan kehadiran makalah ini.
penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................3
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 11
B. Saran ......................................................................................................................11
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem hukum adalah salah satu tatanan kehidupan yang diterapkan dalam
masyarakat, jika sistem hukum tersebut dijalankan di suatu lingkup negara, maka
disebut sebagai sistem hukum nasional. Sebaliknya
Sudah sejak lama konsep hubungan antara kedua system ini menimbulkan
pertentangan di antara para sarjana hukum. Kita mengenal dua aliran besar yang
memandang hal tersebut secara berbeda. Masing-masing aliran mengemukakan
pendapat dan alasan-alasan pendukungnya. Kedua aliran ini saling mengemukakan
kelebihannya masing-masing untuk dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat
internasional. Tentunya kedua aliran tersebut tidak terlepas dari kelemahan-kelemaan
yang dapat teridentifikasi dari argumentasi yang mereka kedepankan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Status Hukum Hukum Internasional?
2. Apa Teori Dasar Kekuatan Mengikat Keberlakuan Hukum Internasional?
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami Status Hukum Hukum Internasional
4
2. Memahami Teori Dasar Kekuatan Mengikat Keberlakuan Hukum Internasional
5
BAB II
PEMBAHASAN
Kelemahan yang kedua, jika hukum internasional tidak mengikat negara sebagai
hukum, artinya bahwa berlakunya ketentuan-ketentuan hukum internasional tidak dapat
dipaksakan oleh penguasa masyarakat internasional, namun hanya sekadar tergantung
pada hati nurani dan kesadaran masingmasing negara yang bersangkutan (sesuai dengan
6
karakter moral) maka kehendak negara-negara yang kuatlah yang akan menentukan
segala sesuatunya dalam pergaulan masyarakat internasional. Jika ini yang terjadi, maka
yang berlaku hanyalah hukum rimba, artinya siapakah yang kuat, dialah yang menang;
atau dalam istilah lain, yang terjadi adalah perang semua melawan semua (bellum
omnisum contra omnes).
Ketiga, barangkali pendapat John Austin tersebut jika dinyatakan benar, hanyalah
benar dalam masanya saja. Untuk saat sekarang, ternyata hukum internasional itu
ditetapkan oleh penguasa politik yang berdaulat, lewat berbagai konvensi internasional.
Selain itu juga ada alat yang dapat memaksakan berlakunya ketentuan hukum
internasional, antara lain adanya Mahkamah Internasional.1
Penganut teori ini mendalilkan bahwa hukum internasional itu adalah "hukum
alam" yang merupakan hukum ideal karena mempunyai kedudukan tinggi daripada
hukum negara, sehingga negara-negara harus mentaati hukum internasional.
Kelemahan dari teori ini adalah konsep hukum alam itu terlalu abstrak dan cenderung
bersifat subyektif, tergantung dari apa yang diyakini oleh masing-masing pribadi
sebagai ideal.2
1
Drs. Ekram Pawiroputro, M.Pd., Modul Hukum Internasional.
2
Melda Kamil Ariadno, “Kedudukan Hukum Internasional Dalam Sistem Hukum Nasinal”, Jurnal Hukum
Internasional, vol 5, no 4, (2008), hlm. 507.
7
telah meletakkan dasar rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib
dan damai antar bangsa-bangsa di dunia ini walaupun mereka memiliki asal-usul
keturunan, pandangan hidup, dan nilai-nilai yang berbeda-beda.
“that „natural‟ obligations of justice became not those of divine law but essentially
what is necessary for subsistence and self-preservation. Others have focused on
consent as the key to the binding nature of international law. Norms are binding
because state consent that they should be.” (Terjemahan bebas: Kewajiban alami dari
keadilan bukanlah hukum Tuhan tetapi yang penting untuk penghidupan dan
pemeliharaan diri sendiri. Yang lainnya difokuskan pada persetujuan sebagai kunci
daya ikat hukum internasional. Norma-norma mengikat karena persetujuan Negara
memang seharusnya begitu).
Mazhab ini bertolak dari teori kedaulatan negara. Bagi mazhab ini, hukum
internasional itu bukanlah sesuatu yang lebih tinggi dari kemauan negara (hukum
nasional) tetapi merupakan bagian dari hukum nasional (c.q. hukum tata negara) yang
mengatur hubungan luar suatu negara (auszeres Staatsrecht). Para pemuka mazhab ini,
antara lain, Georg Jellinek, Zorn, dll.3
Kelemahan teori ini adalah tidak dapat diterimanya logika bahwa jika negara-negara
tidak menghendaki suatu hukum untuk berlaku, maka ketentuan itu bukan lagi suatu
"hukum". Kelemahan yang lain adalah berkenaan dengan penerapannya bagi negara-
negara yang baru lahir (negara- negara bekas jajahan), yang langsung menghadapi
3
I Made Pasek Diantha, Buku Ajar Hukum Internasional, Denpasar, Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2017,
hlm. 56-58.
8
kenyataan adanya "hukum" di masyarakat internasional yang harus ditaati dan
mengikat (seperti hukum kebiasaan internasional).4
c. Mazhab Wina
4
Melda Kamil Ariadno, loc. Cit., hlm 507.
9
sebagai aliran objektivist). Tokoh terkenal dari aliran ini adalah Hans Kelsen yang
mazhabnya dikenal dengan sebutan Mazhab Wina (Vienna School of Thought).
Kelemahan dari mazhab atau teori ini adalah bahwa memang sepintas tampak
bahwa konstruksi pemikiran mazhab ini tampak logis dalam menerangkan dasar
mengikatnya hukum internasional. Di sisi lain, mazhab ini tidak dapat menerangkan
mengapa kaidah dasar (grundnorm) itu sendiri mengikat? Dengan demikian, seluruh
konstruksi pemikiran yang mulanya tampak logis itu pada akhirnya menjadi sesuatu
yang menggantung di awang-awang.
3) Mazhab prancis
5
I Made Pasek Diantha, op. cit., hlm. 58-61.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Setelah teman teman membaca makalah ini pemakalah mengharapkan semoga
ilmu pengetahuan kita tentang kekuasaan kehakiman sebelum dan sesudah reformasi
semakin bertambah. Terutamanya dapat memahami isi dari makalah ini dan
pemakalah juga mengharapkan saran yang bersifat membangun demi kemajuan dalam
pembuatan makalah dikemudian hari.
11
DAFTAR PUSTAKA
Ariadno, Melda Kamil. (2008). “Kedudukan Hukum Internasional Dalam Sistem Hukum
Nasinal”. Jurnal Hukum Internasional, vol 5, no 4.
Diantha, I Made Pasek. (2017). Buku Ajar Hukum Internasional. Denpasar. Fakultas Hukum
Universitas Udayana.
12