Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL

Tentang:

Dasar Berlakunya Hukum Internasional

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Ainun Mufidah Harahap 2113030041


M. Valdano Akbar 2113030024
Ulhusna 2113030031
Fadila Octavia 2113030004

Geby Pranata 2113030160


Indah Salsabila Maharani 2113030154
Susi Susanti 2113030019

Dosen Pengampu:
Desri Yanri, SH,. MH

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG

2023M/1444H

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kehadiran Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan
tepat waktu. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan. Selain itu juga dapat
menjadi ibadah bagi penulis.

Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah Hukum Internasional
dengan judul “Dasar Berlakunya Hukum Internasional” di Universitas Islam Negeri Imam
Bonjol Padang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Desri Yanri, SH., MH selaku dosen mata
kuliah Hukum Internasinal yang telah membimbing dan memberikan materi kuliah demi
kelancaran pembuatan makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat dan
memberi kontribusi dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun penulis harapkan untuk menyempurnakan kehadiran makalah ini.

Padang, 6 april 2023

penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... 2

DAFTAR ISI.......................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 4

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 4


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 6

A. Status Hukum Hukum Internasional ....................................................................... 6


B. Teori Dasar Kekuatan Mengikat Keberlakuan Hukum Internasional ..................... 7

BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 11

A. Kesimpulan ............................................................................................................ 11
B. Saran ......................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 12

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem hukum adalah salah satu tatanan kehidupan yang diterapkan dalam
masyarakat, jika sistem hukum tersebut dijalankan di suatu lingkup negara, maka
disebut sebagai sistem hukum nasional. Sebaliknya

Pada dasarnya hukum internasional adalah hukum yang mengatur hubungan


antara bangsa-bangsa ("the law of nations") atau hubungan antara negara-negara.
Dengan demikian subjek hukum internasional yang paling pokok adalah negara,
setelah itu baru ada subyek-subyek yang lain seperti organisasi internasional,
pergerakan politik/pemberontakan ("belligerent") ataupun individu. Masalah yang
patut disoroti adalah bagaimana hubungan antara hukum internasional ini dengan
hukum nasional dari masing- masing negara tersebut. Hal ini seringkali menimbulkan
masalah, terutama jika timbul pertentangan kepentingan antara kedua sistem hukum
tersebut.

Sudah sejak lama konsep hubungan antara kedua system ini menimbulkan
pertentangan di antara para sarjana hukum. Kita mengenal dua aliran besar yang
memandang hal tersebut secara berbeda. Masing-masing aliran mengemukakan
pendapat dan alasan-alasan pendukungnya. Kedua aliran ini saling mengemukakan
kelebihannya masing-masing untuk dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat
internasional. Tentunya kedua aliran tersebut tidak terlepas dari kelemahan-kelemaan
yang dapat teridentifikasi dari argumentasi yang mereka kedepankan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Status Hukum Hukum Internasional?
2. Apa Teori Dasar Kekuatan Mengikat Keberlakuan Hukum Internasional?

C. Tujuan Penulisan
1. Memahami Status Hukum Hukum Internasional

4
2. Memahami Teori Dasar Kekuatan Mengikat Keberlakuan Hukum Internasional

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Status Hukum – Hukum Internasional

Berbicara mengenai status hukum dari hukum internasional, pada awal


perkembangannya memang terjadi perdebatan. Ada yang menyatakan bahwa hukum
internasional bukanlah hukum, tetapi sekadar moral internasional positif. Pendapat ini
diungkapkan oleh John Austin. Ungkapan John Austin ini sesuai dengan pandangannya
mengenai hukum. Menurutnya, hukum diartikan sebagai kumpulan ketentuan yang
mengatur tingkah laku orang yang ditetapkan dan dipaksakan oleh penguasa politik yang
berdaulat. Sementara itu hukum internasional tidak demikian adanya. la, tidak ditetapkan
oleh penguasa politik yang berdaulat (badan legislatif), juga berlakunya tidak dapat
dipaksakan, artinya tidak ada mata badan penegak hukum internasional yang dapat
memaksakan berlakunya hukum internasional. Pendapat John Austin tersebut,
sesungguhnya mengandung kelemahan. Kelemahan pertama, jika hukum harus ditetapkan
oleh penguasa politik yang berdaulat, maka ini tidak dapat dikenakan pada kebiasaan
internasional, yang berlaku sebagai hukum, meskipun tidak ditetapkan. Sebagai contoh
misalnya mengenai laut wilayah. Ini dalam proses perkembangannya tidak ditetapkan
oleh penguasa politik yang berdaulat, tetapi hanya merupakan suatu kebiasaan, yang
diawali oleh klaim suatu negara terhadap wilayah laut, yang kemudian klaim itu diikuti
oleh negaranegara lain. Dan kenyataannya hal itu ditaati di dalam pergaulan internasional.
Contoh yang lainnya adalah Hukum Adat. Di Indonesia, yang namanya Hukum Adat ini
tidak pernah ditetapkan oleh penguasa politik yang berdaulat. Tetapi ternyata masyarakat
adat mentaati ketentuan-ketentuan Hukum Adat tersebut. Selain itu mengenai hukum adat
ini juga tidak ada penguasa politik yang dapat memaksakan berlakunya, tetapi
kenyataannya hukum adat juga ditaati.

Kelemahan yang kedua, jika hukum internasional tidak mengikat negara sebagai
hukum, artinya bahwa berlakunya ketentuan-ketentuan hukum internasional tidak dapat
dipaksakan oleh penguasa masyarakat internasional, namun hanya sekadar tergantung
pada hati nurani dan kesadaran masingmasing negara yang bersangkutan (sesuai dengan

6
karakter moral) maka kehendak negara-negara yang kuatlah yang akan menentukan
segala sesuatunya dalam pergaulan masyarakat internasional. Jika ini yang terjadi, maka
yang berlaku hanyalah hukum rimba, artinya siapakah yang kuat, dialah yang menang;
atau dalam istilah lain, yang terjadi adalah perang semua melawan semua (bellum
omnisum contra omnes).

Ketiga, barangkali pendapat John Austin tersebut jika dinyatakan benar, hanyalah
benar dalam masanya saja. Untuk saat sekarang, ternyata hukum internasional itu
ditetapkan oleh penguasa politik yang berdaulat, lewat berbagai konvensi internasional.
Selain itu juga ada alat yang dapat memaksakan berlakunya ketentuan hukum
internasional, antara lain adanya Mahkamah Internasional.1

B. Teori Dasar Kekuatan Mengikat Keberlakuan Hukum Internasional

Pada kenyataannya hukum internasional tidak memiliki lembaga legislatif, eksekutif,


yudisial, maupun kepolisian tetapi pada kenyataannya pula hukum internasional itu
mengikat, maka timbul pertanyaan: mengapa hukum internasional itu mengikat? Apa
yang menjadi dasar mengikatnya hukum internasional? Dalam hubungan ini telah timbul
beberapa teori atau ajaran yang mencoba memberikan landasan pemikiran tentang
mengikatnya hukum internasional, yaitu (1) Mazhab atau Ajaran Hukum Alam; (2)
Mazhab atau Ajaran Hukum Positif; dan (3) Mazhab Perancis.

1) Mazhab/Ajaran Hukum Alam

Penganut teori ini mendalilkan bahwa hukum internasional itu adalah "hukum
alam" yang merupakan hukum ideal karena mempunyai kedudukan tinggi daripada
hukum negara, sehingga negara-negara harus mentaati hukum internasional.
Kelemahan dari teori ini adalah konsep hukum alam itu terlalu abstrak dan cenderung
bersifat subyektif, tergantung dari apa yang diyakini oleh masing-masing pribadi
sebagai ideal.2

konsep hidup bermasyarakat internasional merupakan keharusan yang


diperintahkan oleh akal budi (rasio) manusia, mazhab hukum alam sesungguhnya

1
Drs. Ekram Pawiroputro, M.Pd., Modul Hukum Internasional.
2
Melda Kamil Ariadno, “Kedudukan Hukum Internasional Dalam Sistem Hukum Nasinal”, Jurnal Hukum
Internasional, vol 5, no 4, (2008), hlm. 507.

7
telah meletakkan dasar rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib
dan damai antar bangsa-bangsa di dunia ini walaupun mereka memiliki asal-usul
keturunan, pandangan hidup, dan nilai-nilai yang berbeda-beda.

“that „natural‟ obligations of justice became not those of divine law but essentially
what is necessary for subsistence and self-preservation. Others have focused on
consent as the key to the binding nature of international law. Norms are binding
because state consent that they should be.” (Terjemahan bebas: Kewajiban alami dari
keadilan bukanlah hukum Tuhan tetapi yang penting untuk penghidupan dan
pemeliharaan diri sendiri. Yang lainnya difokuskan pada persetujuan sebagai kunci
daya ikat hukum internasional. Norma-norma mengikat karena persetujuan Negara
memang seharusnya begitu).

2) Mazhab Hukum Positif

Ada beberapa mazhab yang termasuk ke dalam kelompok Mazhab Hukum


Positif, yaitu:

a. Mazhab atau Teori Kehendak Negara atau Teori Kedaulatan Negara;

b. Mazhab atau Teori Kehendak Bersama Negara-negara;

c. Mazhab Wina (Vienna School of Thought).

a. Mazhab/Teori Kehendak Negara.

Mazhab ini bertolak dari teori kedaulatan negara. Bagi mazhab ini, hukum
internasional itu bukanlah sesuatu yang lebih tinggi dari kemauan negara (hukum
nasional) tetapi merupakan bagian dari hukum nasional (c.q. hukum tata negara) yang
mengatur hubungan luar suatu negara (auszeres Staatsrecht). Para pemuka mazhab ini,
antara lain, Georg Jellinek, Zorn, dll.3

Kelemahan teori ini adalah tidak dapat diterimanya logika bahwa jika negara-negara
tidak menghendaki suatu hukum untuk berlaku, maka ketentuan itu bukan lagi suatu
"hukum". Kelemahan yang lain adalah berkenaan dengan penerapannya bagi negara-
negara yang baru lahir (negara- negara bekas jajahan), yang langsung menghadapi

3
I Made Pasek Diantha, Buku Ajar Hukum Internasional, Denpasar, Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2017,
hlm. 56-58.

8
kenyataan adanya "hukum" di masyarakat internasional yang harus ditaati dan
mengikat (seperti hukum kebiasaan internasional).4

b. Mazhab atau Teori Kehendak Bersama Negara-negara.

Mazhab ini berusaha untuk menutup kelemahan Mazhab/Teori Kehendak Negara


sebagaimana telah dikemukan di atas. Menurut mazhab ini, hukum internasional itu
mengikat bukan karena kehendak negara-negara secara sendirisendiri melainkan
karena kehendak bersama negara-negara itu di mana kehendak bersama ini lebih
tinggi derajatnya dibandingkan dengan kehendak negara secara sendiri-sendiri.

Kendatipun telah berusaha menjawab kritik terhadap kelemahan Mazhab/Teori


Kehendak Negara, Mazhab/Teori Kehendak Bersama Negara negara ini tetap saja
mengandung kelemahan, yaitu:

• Pertama, mazhab ini tidak mampu memberikan penjelasan yang memuaskan


terhadap pertanyaan: kalaupun negara-negara tidak dimungkinkan menarik
persetujuan untuk terikat kepada hukum internasional secara sendiri-sendiri,
bagaimana jika negara-negara tersebut secara bersama-sama menarik persetujuannya
untuk tidak terikat pada hukum internasional? Apakah dengan demikian berarti
hukum internasional menjadi tidak ada lagi?

• Kedua, dengan mendasarkan kekuatan mengikat hukum internasional itu pada


kehendak negara, maka (seperti halnya pada Mazhab/Teori Kehendak Negara)
mazhab ini pun sesungguhnya hanya menganggap hukum internasional itu hanya
sebagai hukum perjanjian antar negaranegara.

c. Mazhab Wina

Kelemahan-kelemahan yang melekat pada mazhab-mazhab yang meletakkan


dasar kekuatan mengikat hukum internasional pada kehendak negara (yang kerap juga
disebut sebagai aliran voluntaris) melahirkan pemikiran baru yang tidak lagi
meletakkan dasar mengikat hukum internasional itu pada kehendak negara melainkan
pada adanya norma atau kaidah hukum yang telah ada terlebih dahulu yang terlepas
dari kehendak atau tidak oleh negara-negara (aliran pemikiran ini kerap disebut

4
Melda Kamil Ariadno, loc. Cit., hlm 507.

9
sebagai aliran objektivist). Tokoh terkenal dari aliran ini adalah Hans Kelsen yang
mazhabnya dikenal dengan sebutan Mazhab Wina (Vienna School of Thought).

Kelemahan dari mazhab atau teori ini adalah bahwa memang sepintas tampak
bahwa konstruksi pemikiran mazhab ini tampak logis dalam menerangkan dasar
mengikatnya hukum internasional. Di sisi lain, mazhab ini tidak dapat menerangkan
mengapa kaidah dasar (grundnorm) itu sendiri mengikat? Dengan demikian, seluruh
konstruksi pemikiran yang mulanya tampak logis itu pada akhirnya menjadi sesuatu
yang menggantung di awang-awang.

3) Mazhab prancis

Suatu mazhab yang mencoba menjelaskan dasar mengikatnya hukum


internasional dengan konstruksi pemikiran yang sama sekali berbeda dengan kedua
mazhab sebelumnya (Mazhab Hukum Alam dan Mazhab Hukum Positif) muncul di
Perancis. Karena itu, Mazhab ini dikenal sebagai Mazhab Perancis. Pelopornya,
antara lain, Leon Duguit, Fauchile, dan Schelle.

Dalam garis besarnya, mazhab ini meletakkan dasar mengikatnya hukum


internasional – sebagaimana halnya bidang hukum lainnya – pada faktor-faktor yang
mereka namakan “fakta-fakta kemasyarakatan” (fait social), yaitu berupa faktor-
faktor biologis, sosial, dan sejarah kehidupan manusia. Artinya, dasar mengikatnya
hukum internasional itu dapat dikembalikan kepada sifat alami manusia sebagai
mahluk sosial yang senantiasa memiliki hasrat untuk hidup bergabung dengan
manusia lain dan kebutuhan akan solidaritas. Kebutuhan dan naluri sosial manusia
sebagai individu itu juga dimiliki oleh negara-negara atau bangsa-bangsa (yang
merupakan kumpulan manusia). Dengan kata lain, menurut mazhab ini, dasar
mengikatnya hukum internasional itu, sebagaimana halnya dasar mengikatnya setiap
hukum, terdapat dalam kenyataan sosial yaitu pada kebutuhan manusia untuk hidup
bermasyarakat.5

5
I Made Pasek Diantha, op. cit., hlm. 58-61.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Status hukum dari hukum internasional, pada awal perkembangannya memang


terjadi perdebatan. Ada yang menyatakan bahwa hukum internasional bukanlah
hukum, tetapi sekadar moral internasional positif. Pendapat ini diungkapkan oleh John
Austin. Ungkapan John Austin ini sesuai dengan pandangannya mengenai hukum.
Menurutnya, hukum diartikan sebagai kumpulan ketentuan yang mengatur tingkah
laku orang yang ditetapkan dan dipaksakan oleh penguasa politik yang berdaulat.
Sementara itu hukum internasional tidak demikian adanya.

Pada kenyataannya hukum internasional tidak memiliki lembaga legislatif,


eksekutif, yudisial, maupun kepolisian tetapi pada kenyataannya pula hukum
internasional itu mengikat. Dalam hubungan ini telah timbul beberapa teori atau
ajaran yang mencoba memberikan landasan pemikiran tentang mengikatnya hukum
internasional, yaitu (1) Mazhab atau Ajaran Hukum Alam; (2) Mazhab atau Ajaran
Hukum Positif; dan (3) Mazhab Perancis.

B. Saran
Setelah teman teman membaca makalah ini pemakalah mengharapkan semoga
ilmu pengetahuan kita tentang kekuasaan kehakiman sebelum dan sesudah reformasi
semakin bertambah. Terutamanya dapat memahami isi dari makalah ini dan
pemakalah juga mengharapkan saran yang bersifat membangun demi kemajuan dalam
pembuatan makalah dikemudian hari.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ariadno, Melda Kamil. (2008). “Kedudukan Hukum Internasional Dalam Sistem Hukum
Nasinal”. Jurnal Hukum Internasional, vol 5, no 4.

Diantha, I Made Pasek. (2017). Buku Ajar Hukum Internasional. Denpasar. Fakultas Hukum
Universitas Udayana.

Pawiroputro, Ekram. Modul Hukum Internasional.

12

Anda mungkin juga menyukai