Anda di halaman 1dari 6

A.

Latar Belakang
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang menjamin setiap orang berhak
atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama dihadapan hukum. Demikian diamanatkan dalam Pasal 28D Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).
Salah satu komponen penting dalam penegakan hukum adalah lembaga Kejaksaan
Republik Indonesia, Kejaksaan R.I. adalah lembaga negara yang melaksanakan
kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan. Sebagai badan yang berwenang
dalam penegakan hukum dan keadilan, Kejaksaan R.I. dipimpin oleh Jaksa Agung yang
dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kejaksaan Agung, Kejaksaan
Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara khususnya di bidang
penuntutan, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat
dipisahkan.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
(selanjutnya disebut UUKRI) mengisyaratkan bahwa Lembaga Kejaksaan berada pada
posisi sentral dengan peran strategis dalam pemantapan ketahanan bangsa. Karena
Kejaksaan berada di poros dan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses
pemeriksaan di persidangan serta juga sebagai pelaksana penetapan dan keputusan
pengadilan. Sehingga, Lembaga Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (dominus
litis), karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat
diajukan ke pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut hukum acara
pidana. Perlu ditambahkan, Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana
putusan pidana (executive ambtenaar). Selain berperan dalam perkara pidana, Kejaksaan
juga memiliki peran lain dalam hukum perdata dan tata usaha negara, yaitu dapat
mewakili pemerintah dalam perkara perdata dan tata usaha negara sebagai Jaksa
Pengacara Negara. Jaksa sebagai pelaksana kewenangan tersebut diberi wewenang
sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan, dan wewenang lain
berdasarkan undang undang.
Sekali lagi, Kejaksaan merupakan komponen penting dalam penegakan hukum,
maka perlu diketahui apa saja peranan kejaksaan dalam menegakkan hukum. Oleh
karena itu, dibuat makalah berjudul "Peran Jaksa dalam Penegakan Hukum"

B. Rumusan Masalah

1. Sejauh mana masyarakat mengetahui jaksa dan kejaksaan


2. Bagaimana pelaksanaan kewaenangan dan tugas jaksa dan kejaksaan
3. Hambatan-hambatan apa saja yang dialami kejaksaan
4. Apakah bukti nyata kiprah kejaksaan dalam proses penegakan hukum
C. Pembahasan

a) Sejauh Mana Masyarakat Mengetahui Jaksa dan Kejaksaan


Pada dasarnya, Kejaksaan Republik Indonesia dibagi menjadi tiga. Dimana hal
tersebut tercantum dalam pasal 3 dan 4 UU Nomor 16 Tahun 2004, antara lain :
Kejaksaan Agung, berkedudukan di Ibu kota negara Indonesia dan daerah kekuasaan
hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara. Kejaksaan Tinggi, berkedudukan di ibu
kota provinsi dan daerah kekuasaan hukumnya meliputi wilayah provinsi tersebut.
Kejaksaan Negeri, berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota dan daerah kekuasaan
hukumnya meliputi wilayah kabupaten tersebut.
Ketiganya merupakan satu kesatuan tidak terpisahkan. Kejaksaan sebagai salah satu
lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi
hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia serta
pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Kejaksaan berada di poros dan
menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan serta
sebagai pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan. Kejaksaan juga merupakan satu-
satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Selain berperan dalam
perkara pidana, kejaksaan memiliki peran dalam hukum perdata dan tata usaha negara.
Kejaksaan dapat mewakili pemerintah dalam perkara perdata dan tata usaha negara
sebagai jaksa pengacara negara.
Nyatanya, sebagai warga negara Indonesia, tidak semua masyarakat benar benar
mengerti akan Jaksa dan Kejaksaan. Masyarakat hanya mengetahui jaksa sebagai
penuntut tanpa tahu bagaimana prosedurnya. Seperti pada peristiwa ini

Gambar di atas menunjukan bahwa masyarakat Indonesia masih belum mengerti


bagaimana jaksa bertindak. Kasus di atas, yaitu kasus keuntungan formula E yang
mana laporan keuangannya masih belum diterbitkan. Namun, jaksa tidak bisa lansung
menggugat karena jaksa tetap harus menyelidiki lebih lanjut.

b) Pelaksanaan Kewenangan dan Tugas Jaksa dan Kejaksaan


Berdasarkan Pasal 30 Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia, berikut adalah tugas dan wewenang Kejaksaan.
 Di bidang pidana :
1. melakukan penuntutan
2. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap
3. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan
pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat
4. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang
5. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan penyidik.
 Di bidang perdata dan tata usaha negara :
Kejaksaan dengan kuasa khusus, dapat bertindak baik di dalam maupun di luar
pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
 Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan:
1. peningkatan kesadaran hukum masyarakat
2. pengamanan kebijakan penegakan hukum
3. pengawasan peredaran barang cetakan
4. pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara
5. pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama
6. penelitian dan pengembangan hukum serta statistik criminal
Dari berbagai sumber, ditemukan terlaksananya tugas dan wewenang jaksa dengan
baik seperti pada berita berikut https://www.republika.co.id/berita/rkeitk396/tuntutan-
jaksa-terhadap-bentjok-sejalan-dengan-upaya-memberantas-korupsi. Namun, tetap
ada penyelewengan dalam pengerjaan tugas dari jaksa ini yang mana akan dibahas
lebih lanjut pada poin selanjutnya. Dari respon masyarakat, jaksa-jaksa di Indonesia
pun masih mendapat kepercayaan dari masyarakat.
c) Hambatan-hambatan yang Dialami Jaksa dalam Bertugas
Jaksa tidak lepas dari banyak hal yang dapat menghambat kinerjanya. Melakukan
pertimbangan dalam melakukan penuntutan tidaklah mudah, adapun yang menjadi
hambatan-hambatan maupun kendala bagi seorang Jaksa penuntut umum dalam
melakukan penuntutan dengan melihat peran korban adalah sebagai berikut:
1. Berkas acara penyidikan yang diserahkan oleh Penyidik kepada Jaksa
penuntut umum tidak menguraikan secara lengkap dan jelas mengenai
peranan korban dalam terjadinya tindak pidana.
2. Kurangnya pengetahuan dan kemampuan Jaksa penuntut umum dalam
melakukan penuntutan dengan melihat peran korban dalam terjadinya
tindak pidana.
3. Belum adanya pengaturan secara tegas dan jelas mengenai masalah
peran korban.
4. Kurangnya partisipasi korban maupun saksi dalam proses persidangan.
5. Masalah teknis yuridis yang tidak sesuai dengan undang-undang yang
berlaku.
Selain itu, jaksa juga tidak luput dari ancaman suap menyuap, seperti kasus
jaksa pinangki yang pernah menghebohkan Indonesia. Pinangki Sirna Malasari,
sebelumnya berstatus sebagai Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada
Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Pinangki mulanya ramai dibicarakan setelah fotonya bersama Djoko S Tjandra dan
Anita Kolopaking, yang merupakan pengacara Djoko S Tjandra, viral di media sosial.
Dugaan pertemuan Pinangki dan Djoko S Tjandra tersebut dilaporkan oleh
Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) ke Komisi Kejaksaan. Koordinator
MAKI Boyamin Saiman menduga pertemuan dalam foto terjadi sekitar 2019 di Kuala
Lumpur untuk memuluskan rencana permohonan peninjauan kembali (PK) yang
diajukan oleh Djoko S Tjandra.

Berdasarkan laporan itu, pihak Kejagung kemudian melakukan pemeriksaan


internal kepada pejabatnya yang diduga berkaitan dengan Djoko S Tjandra, terpidana
kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali. Mengutip Harian Kompas, 30 Juli
2020, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono, mengatakan, dari
hasil pemeriksaan internal, terbukti bahwa Pinangki telah melakukan pelanggaran
disiplin.

Penyidikan lebih lanjut oleh Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung


kemudian menetapkan Pinangki sebagai tersangka tindak pidana suap, pencucian
uang, dan pemufakatan jahat dalam perkara terpidana korupsi hak tagih Bank Bali,
Djoko S Tjandra. Pinangki kemudian ditangkap oleh tim penyidik Direktorat
Penyidikan Jampidsus Kejagung pada 11 Agustus 2020 malam.

Pada Februari 2021, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan Pinangki


terbukti bersalah dalam perkara yang disangkakan kepadanya. Majelis kemudian
menjatuhkan vonis hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta kepada
Pinangki. Vonis tersebut lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang
meminta agar Pinangki divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam
bulan kurungan.

Pinangki kemudian melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi


DKI Jakarta. Majelis hakim mengabulkan permohonan banding itu dan memangkas
hukuman Pinangki, dari yang semula 10 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara.
Diberitakan Kompas.com, 14 Juni 2021, terdapat sejumlah pertimbangan majelis
hakim sehingga mengurangi lebih dari separuh masa hukuman Pinangki tersebut.

Pertama, Pinangki dinilai telah mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya


serta telah mengikhlaskan dipecat dari profesi sebagai jaksa. Oleh karena itu ia masih
dapat diharapkan akan berperilaku sebagai warga yang baik. Pertimbangan
selanjutnya, Pinangki merupakan seorang ibu dari anak yang masih balita (berusia
empat tahun) sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih
sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhan. Pertimbangan lain, Pinangki
sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.

Tentu saja walau sudah diringankan hukumannya, pihak hukum harus


berperilaku tegas. Sejumlah pihak telah mendesak jaksa penuntut umum agar
mengajukan upaya hukum kasasi di tingkat Mahkamah Agung. Namun, JPU
memutuskan tidak akan mengajukan kasasi karena menganggap bahwa putusan itu
sudah sesuai dengan tuntutan JPU. Diberitakan Kompas.com, (5/7/2021) peneliti
Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana berpendapat, jika Kejagung
tak mengajukan kasasi, berarti benar bahwa ada upaya untuk melindungi Pinangki.

d) Bukti Nyata Kiprah Kejaksaan dalam Proses Penegakan Hukum

Selama 3 (tiga) tahun belakangan ini, berdasarkan hasil survei berbagai


Lembaga menunjukkan tren positif penegakan hukum terutama pemberantasan
korupsi yang menyebabkan kepercayaan masyarakat kepada Kejaksaan RI semakin
meningkat hari demi hari.

Kasus-kasus besar yang diungkap mulai dari kasus PT. Asuransi Jiwasraya,
PT. ASABRI, PT. Garuda Indonesia, impor tekstil, impor besi atau baja, baja paduan
dan produk turunannya, serta kasus kelangkaan minyak goreng yang menyentuh hajat
hidup orang banyak, dimana sebelumnya tidak terpikir oleh sebagian masyarakat
berani diungkap.

Kejaksaan RI dibawah kepemimpinan Jaksa Agung RI Burhanudin


menekankan kepada jajarannya “yang paling penting dalam Penindakan Tindak
Pidana Korupsi adalah Pengembalian Kerugian Negara” dan penyelamatan keuangan
negara dapat diselamatkan dengan kuncinya ada pada penelusuran aset-aset para
koruptor (asset tracing) sejak dini sehingga pemulihan aset (recovery asset) menjadi
lebih mudah, dimana hasilnya berupa triliunan aset dalam bentuk tanah, kapal,
tambang, saham, uang dan emas dapat diselamatkan. Oleh karenanya seluruh jajaran
tidak kenal lelah, pungkas Burhanudin dalam suatu kesempatan wawancara.
D. Penutup

a) Kesimpulan

Masih perlu diluruskan tentang apa itu jaksa di kalangan masyarakat karena
terlihat minimnya pengetahuan masyarakat mengenai jaksa. Hal itu juga sehubungan
dengan hambatan hambatan jaksa yang beberapa terjadi akibat masyarakat yang
menuntut. Kejaksaan Indonesia juga menjadi salah satu Lembaga yang dapat
mempertahankan kepercayaan masyarakat Indonesia ketika lembaga lain mulai
kehilangan hal ini. Kasus jaksa pinangki yang membuat citra buruk pada jaksa juga
ditindak tegas.

b) Saran

1. Diperlukannya pembelajaran yang matang mengenai jaksa, seperti sosialisasi,


infografis, atau bahkan dapat berupa video tiktok yang sedang sangat digemari
warga Indonesia. Hal ini dapat mencegah hoax dan kesalahpahaman di kalangan
masyarakat.
2. Perlu pengawasan pada jaksa agar tidak ada kasus kasus mengecewakan yang
keluar dari lembaga kejaksaan.
3. Diharapkan para jaksa dapat menjaga kepercayaan masyarakat yang cukup susah
diperoleh pada masa kini.

Anda mungkin juga menyukai