Anda di halaman 1dari 13

ARTIKEL ANTROPOLOGI HUKUM

LATAR BELAKANG DI CIPTAKANNYA HUKUM POSITIF


MENGGUNAKAN METODE NORMATIF EKSPLORATIF

DOSEN PENGAMPU

DR. MUKHLIS R, S.H, M.H.

DISUSUN OLEH

UMMU HANUN 2209114099

RAHMI PUTRI 2209113935

SALSABILA TRISUCI 2209124340

MUHAMMAD ALFAREZY 2209113937

MUHAMMAD HAIKAL 2209113934

RISKY MARDIANSYAH 2209124341

FITRIA YOLANDA SOFNI 2209124329

ANDI HIJRAH USWATOEN KHASANAH 2209113931

ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS RIAU

2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................

BAB 1............................................................................................................................

PENDAHULUAN.........................................................................................................

1.1. Latar Belakang................................................................................................

BAB 2............................................................................................................................

PEMBAHASAN............................................................................................................

2.1. Pengertian Hukum Positif...................................................................................

2.2. Penggunaan Metode Normatif Eksploratif Dalam Pembuatan UUD.................

2.4. Latar Belakang Terbentuknya Undang – Undang Dasar Atau Hukum


Positif Menggunakan Metode Normatif Eksploratif.................................................

2.3. Contoh Penerapan UUD Menggunakan Metode Normatif Eksploratif.............

BAB 3..........................................................................................................................

PENUTUP...................................................................................................................

3.1. Kesimpulan.......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Undang-undang merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan
yang pembentukannya membutuhkan waktu lama dengan prosedur yang panjang
sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Undang-undang merupakan salah
satu jenis peraturan perundang-undangan yang proses pembentukannya dapat
membutuhkan waktu yang lama. Ukuran lama atau tidaknya dilihat dari proses
pembentukan meliputi berbagai tahapan atau prosedur yang harus dilalui Tahap
pembentukan undang-undang dimulai dari tahap perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Pembentukan
peraturan perundang-undangan khususnya undang-undang memang seharusnya
dilaksanakan secara cermat dan hati-hati karena menyangkut kepentingan
bernegara dan orang banyak. Tahapan atau prosedur yang panjang dan
membutuhkan waktu yang lama tersebut juga dikarenakan oleh undang-undang
yang dibentuk bertujuan mengatur kepentingan masyarakat luas dengan segala
karakteristik sehingga harus dilakukan dengan saksama dan tepat sesuai dengan
pedoman pembentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Metode normatif eksploratif adalah salah satu metode penting dalam


pembuatan Undang-Undang Dasar (UUD) atau hukum positif. Metode ini sangat
penting karena melibatkan proses analisis dan interpretasi teks hukum, yang
merupakan bagian penting dari pembuatan UUD atau hukum positif yang efektif
dan dapat diaplikasikan

2
dengan baik. Metode normatif eksploratif melibatkan pendekatan analitis terhadap
hukum yang ada, dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi norma-
norma hukum yang relevan. Metode ini membantu para pembuat kebijakan untuk
memahami kerangka konseptual hukum yang ada dan melihat bagaimana norma-
norma tersebut dapat diadaptasi dan diterapkan dalam konteks hukum yang baru.

Hal itulah yang mendasari penulis dalam menulis artikel ini. Dalam artikel
ini penulis akan membahas lebih rinci mengenai latar belakang pembentukan
UUD / hukum positif menggunakan metode normatif eksploratif.

3
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Hukum Positif


Dalam bahasa Latin hukum positif disebut juga sebagai Ius constitutum.
Hukum positif merupakan hukum yang sedang berlaku pada suatu waktu dan
tempat tertentu. Sederhananya, hukum positif adalah hukum yang diberlakukan
negara ke warganegaranya supaya kehidupan bermasyarakatnya bisa diatur
sedemikian rupa. Adapun tujuan dari hukum positif yaitu untuk mengatur
masyarakat atau warga negaranya dalam suatu negara untuk mencapai tujuan
dalam hal kemakmuran serta kedamaian di negara. hukum positif ini mencakup
aturan perundangan yang berlaku umum ataupun keputusan yang berlaku khusus,
dan untuk mengatur jalannya kebijakan suatu negara oleh Pemimpin suatu negara
yang dilaksankan oleh warga negara, dimana jika tanpa UUD, suatu negara tidak
dapat berdiri dengan moral yang berkualitas.

Menurut hukum positif yang tercantum dalam alienea ke 4 Pembukaan


Undang-Undang Dasar, menyatakan bahwa tujuan hukum positif kita adalah
untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial

Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem hukum


positif dalam hal ini tidak dipungkiri karena Indonesia pada saat itu masih
terpengaruh oleh hukum penjajahan sebelumnya yaitu salah satunya Belanda,
maka dari itu di Indonesia saat ini banyak menyukai hukum warisan kolonial
seperti hukum perdata dan hukum pidana. Adapun salah satu contoh bentuk
hukum positif ini yaitu adanya undang-undang Dasar 1945, peraturan pemerintah,
undang-undang dan lain sebagainya. Hukum positif yang diterapkan di Indonesia

4
tentu mengadopsi dan menyerap nilai-nilai dari semua kepentingan agama Suku
tradisi dan keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia karena dalam hal ini
tidak terlepas disesuaikan dengan kondisi rakyat Indonesia itu sendiri.

2.2. Penggunaan Metode Normatif Eksploratif Dalam Pembuatan UUD


Metode normatif eksploratif dalam antropologi hukum mengacu pada
pendekatan yang digunakan oleh para peneliti untuk mengkaji dan menganalisis
hukum dan praktik hukum dalam sebuah masyarakat dengan memperhatikan
norma-norma hukum yang berlaku. Metode ini melibatkan analisis mendalam
terhadap aturan-aturan hukum dan praktik-praktik hukum yang ada dalam
masyarakat, serta memperhatikan bagaimana aturan-aturan tersebut dipraktikkan
dan diinterpretasikan oleh para aktor sosial di dalamnya. Dalam melakukan
analisis, para peneliti menggunakan data yang berasal dari berbagai sumber
seperti dokumen hukum, catatan peradilan, wawancara dengan para aktor sosial,
dan observasi langsung terhadap praktek-praktek hukum yang terjadi dalam
masyarakat.

Penelitian normatif dimaksudkan untuk memberikan argumentasi hukum


sebagai dasar penentuan apakah suatu peristiwa sudah benar atau salah serta
bagaimana sebaiknya peristiwanya menurut hukum, sehingga untuk memulai
penelitian hukum normatif, akan dimulai dari peristiwa hukum dan selanjutnya
akan dilakukan pencarian rujukan norma hukum seperti peraturan perundang-
undangan, asas-asas hukum, maupun doktrin-doktrin hukum yang diajarkan para
ahli hukum untuk mencari konstruksi hukum maupun hubungan hukum.

Dalam metode normatif eksploratif, para peneliti tidak hanya memeriksa


apa yang seharusnya dilakukan menurut aturan hukum yang berlaku, tetapi juga
memperhatikan bagaimana masyarakat memahami, menginterpretasikan, dan
menerapkan aturan tersebut dalam praktik sehari-hari mereka. Dengan demikian,
metode ini membantu para peneliti memahami hubungan antara hukum formal
dan praktik sosial yang terjadi di dalam sebuah masyarakat. Metode normatif

5
eksploratif sangat penting dalam antropologi hukum karena dapat membantu para
peneliti memahami bagaimana hukum dan praktik hukum dipandang dan
diinterpretasikan oleh masyarakat di berbagai konteks budaya dan sosial. Metode
ini juga dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang bagaimana
hukum dan praktik hukum dapat mempengaruhi dan dibentuk oleh budaya dan
masyarakat di dalamnya.

2.4. Latar Belakang Terbentuknya Undang – Undang Dasar Atau Hukum


Positif Menggunakan Metode Normatif Eksploratif

Latar belakang terbentuknya konstitusi (UUD'45) bermula dari janji


Jepang untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia di kemudian hari.
Janji tersebut antara lain berisi “sejak dari dahulu, sebelum pecahnya peperangan
asia timur raya, Dai Nippon sudah mulai berusaha memerdekakan bangsa
Indonesia dari kekuasaan pemerintah hindia belanda. Tentara Dai Nippon serentak
menggerakkan angkatan perangnya, baik di darat, laut, maupun udara, untuk
mengakhiri kekuatan penjajahan Belanda”.

Sejak saat itu Dai Nippon Teikoku memandang bangsa Indonesia sebagai
saudara muda serta membimbing bangsa Indonesia dengan giat dan tulus ikhlas di
semua bidang, sehingga diharapkan kelak bangsa Indonesia siap berdiri sendiri
sebagai bangsa Asia Timur Raya. Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah
penjajah yang selalu ingin lebih lama menindas dan menguras kekayaan bangsa
Indonesia. Setelah Jepang dipukul mundur oleh sekutu, Jepang tak lagi ingat akan
janjinya. Setelah menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia lebih
bebas dan leluasa berbuat sesuatu dan tidak bergantung pada Jepang sampai saat
kemerdekaan tiba.

Pasca kemerdekaan Republik Indonesia diraih, kebutuhan akan sebuah


konstitusi tampak tak bisa lagi ditawar-tawar dan harus segera diformulasikan,

6
sehingga lengkaplah Indonesia menjadi sebuah negara yang berdaulat, tatkala
UUD 1945 berhasil diresmikan menjadi konstitusi oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI, Dokuritsu Junbi Inkai )

Dalam wacana filsafat hukum, dikenal beberapa mazhab, seperti mazhab


hukum alam, mazhab sejarah, teori teokrasi, kedaulatan rakyat, kedaulatan negara,
kedaulatan hukum. Dari teori-teori tersebut tergambar bahwa pada awalnya yang
berkembang adalah mazbah hukum alam dan hukum dari Tuhan. Akan tetapi,
paham ini lambat laun tergantikan dengan mazhab hukum positif, yang dimualai
dari mazhab sejarah, teori kedaulatan rakyat, kedaulatan negara, dan kedaulatan
hukum. Keempat teori terakhir tersebut mengambil bentuk dalam paham hukum
positif (legal positivism).

Hukum Indonesia atau yang disebut sebagai hukum positif Indonesia


adalah hukum yang berlaku secara sah di Indonesia saat; hukum yang telah dibuat
dan disahkan oleh badan yang berwenang untuk diberlakukan di Indonesia. Istlah
hukum positif ini, merupakan bukti konkret dari konsep positivisme dalam hukum
Indonesia.

Hukum positif Indonesia juga mengadopsi konsep hukum positif dari para
pemikir hukum positif terpapar di atas sehingga hukum positif Indonesia juga
merupakan peraturan tertulis, disahkan oleh kekuasaan yang berdaulat, dan
terpisah dari nilai-nilai moral (baik dan buruk). Secara kelembagaan, di Indonesia
juga terdapat lembaga pengadilan dari tingkat pertama di wilayah Kabupaten
hingga tingkat banding (wilayah propinsi) dan kasasi di tingkat pusat (Mahkamah
Agung). Sistem pengadilan yang bersifat hierarkhi ini juga merupakan salah satu
karakter dari hukum positif.

Hukum Indonesia yang sah adalah peraturan yang telah dilegislasikan


melalui badan legislative, yaitu DPR dan Presiden; dan peraturan ini yang
kemudian disebut dengan undang-undang, yang diberlakukan secara unifikatif dan
menyeluruh untuk seluruh warga negara. Dari sini tampak jelas bahwa paham
positivism sangat mempengaruhi pembangunan hukum di Indonesia ini.

7
2.3. Contoh Penerapan UUD Menggunakan Metode Normatif Eksploratif

1. Penerapan Pasal 23A Undang Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 Menggunakan Metode Eksploratif

Penerapan pajak di Indonesia sendiri tidak sepenuhnya berjalan


sempurna dikarenakan beberapa factor, salah satunya kesadaran masyarakat
yang masih rendah dalam melaksanakan wajib pajak. Pada tanggal 31 Januari
2017, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan bahwa,
kepatuhan pajak di Indonesia masih rendah yakni 63% dan rasio pajak di
Indonesia masih berada pada level 11%. Pada tahun 2013 Surya Manurung
juga berpendapat bahwa Masalah kepatuhan pajak di setiap negara berbeda.
Umumnya di negara-negara maju seperti Amerika Serikat kepatuhan pajaknya
sudah tinggi, yang ada adalah masalah tindakan manipulasi pajak (tax
evasion). Sedangkan di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, masalah
kepatuhan pajak yang rendah dan tindakan manipulasi pajak yang cukup
tinggi.

Masih kurangnya kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak, tidak


terlepas dari faktor pegetahuan dan pemahaman tentang perpajakan itu sendiri.
Menurut Zain (2007), pajak merupakan suatu pengetahuan yang harus dimiliki
oleh setiap wajib pajak maupun aparatur pajak. Bila setiap wajib pajak
mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang peraturan
perpajakan, maka dapat dipastikan wajib pajak secara sadar akan patuh dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar.

Dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya, baik fiskus


pajak maupun wajib pajak berpedoman pada Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana yang telah diatur Undang-Undang, termasuk sanksi
perpajakan. Sanksi ini diperlukan untuk memberikan pelajaran atau efek jera
bagi para pelanggar pajak agar tidak mengulangi kesalahannya dan bertindak

8
sesuai dengan peraturan. Wajib pajak akan mematuhi peraturan perpajakan
bila terdapat sanksi yang tegas bagi para pelanggarnya sehingga akan
meningkatkan kepatuhan pajak (Rajif, 2012).

Selain adanya sanksi perpajakan yang tegas, kualitas pelayanan fiskus


pajak juga turut andil dalam mempengaruhi kepatuhan wajib pajak orang
pribadi dalam membayarkan kewajiban pajaknya. Banyak wajib pajak yang
mempunyai stigma negatif terhadap fiskus pajak, terlebih lagi setelah
terungkapnya kasus penggelapan pajak oleh Gayus Tambunan pada 2011 dan
Dhana Widyatmika pada 2012. Hal ini menyebabkan menurunnya
kepercayaan masyarakat terhadap fiskus karena menilai pajak yang mereka
setorkan ternyata tidak dikelola secara baik dan tepat. Susanto (2013)
menyatakan bahwa kejadian masa lalu yang membentuk persepsi negatif di
masyarakat terhadap instansi perpajakan beserta oknum-oknumnya merupakan
penyebab utama mengapa wajib pajak melakukan penghindaran pajak. Maka
dari itu, pemerintah harus melakukan berbagai macam upaya untuk
meningkatkan kualitas pelayanan pajak yang jujur, professional, dan
bertanggung jawab. Perbaikan kualitas pelayanan aparat pajak (fiskus pajak)
harus senantiasa dilakukan agar dapat meningkatkan kepuasan dan kepatuhan
wajib pajak (Supadmi, 2010).

Padahal manfaat pajak sendiri digunakan untuk membiayai anggaran


yang berkaitan dengan pembangunan dan kepentingan negara. Sebagai sumber
pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran negara. Pajak digunakan untuk menjalankan tugas-tugas rutin
negara dan melaksanakan pembangunan Negara.

2. Implementasi Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

Perkawinan adalah satu cara dari manusia untuk


mengembangkan keturunannya, oleh sebab itu ada peraturan dan aturan
yang harus dipenuhi baik itu berdasarkan hukum positif dan hukum
adat dari para pihak yang akan melangsungkan perkawinan.

9
Negara sebagai badan politik yang tertinggi mengatur syarat-
syarat yang harus dipenuhi agar para pihak yang melangsungkan suatu
perkawinan itu sah menurut hukum.Dalam Undang-undang
Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 1 bahwa perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia yang
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi jika perkawinan
itu hanya mengikuti ketentuan perundang-undangan berarti
perkawinan itu sah menurut undang-undang, perkawinan yang
dilakukan tidak berdasarkan hukum adat maka perkawinan itu tidak sah
menurut adat.

Berbeda pengertiannya dengan perjanjian perkawinan terdapat


dalam KUHPerdata karena perjanjian itu tujuannya adalah tidak
ada harta bersama atau terjadinya pisah harta antara suami dan
istri.Perkawinan itu terdiri atas beberapa makna yaitu religius, yuridis
dan ekonomis artinya perkawinan itu harus dilakukan berdasarkan
agama parapihak dan memenuhi syarat administratif yaitu dengan
didaftarkan diKUA bagi yang Muslim danterdaftar di kantor Catatan
Sipil bagi yang non Muslim dan adanya saling penyerahan sesuatu
diantara kedua kerabat yang mempunyai nilai ekonomis

Berbeda pengertiannya dengan perjanjian perkawinan terdapat dalam


KUHPerdata karena perjanjian itu tujuannya adalah tidak ada
harta bersama atau terjadinya pisah harta antara suami dan
istri.Perkawinan itu terdiri atas beberapa makna yaitu religius, yuridis
dan ekonomis artinya perkawinan itu harus dilakukan berdasarkan
agama parapihak dan memenuhi syarat administratif yaitu dengan
didaftarkan diKUA bagi yang Muslim danterdaftar di kantor Catatan
Sipil bagi yang non Muslim dan adanya saling penyerahan sesuatu
diantara kedua kerabat yang mempunyai nilai ekonomis

10
BAB 3

PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari penjelasan mengemai alasan dan latar belakang terciptanya UUD atau
hukum positif dapat di seimpulkan bahwaMetode normatif eksploratif adalah
salah satu metode penting dalam pembuatan Undang-Undang Dasar (UUD) atau
hukum positif. Metode ini sangat penting karena melibatkan proses analisis dan
interpretasi teks hukum, yang merupakan bagian penting dari pembuatan UUD
atau hukum positif dengan baik. Metode normatif eksploratif melibatkan
pendekatan analitis terhadap hukum yang ada, dengan tujuan untuk
mengidentifikasi dan mengevaluasi norma-norma hukum yang relevan.

Hukum positif adalah hukum yang diberlakukan negara ke


warganegaranya supaya kehidupan bermasyarakatnya bisa diatur sedemikian rupa
dan tujuan dari hukum positif yaitu untuk mengatur masyarakat atau warga
negaranya dalam suatu negara untuk mencapai tujuan dalam hal kemakmuran
serta kedamaian di negara. Penelitian normatif dimaksudkan untuk memberikan
argumentasi hukum sebagai dasar penentuan apakah suatu peristiwa sudah benar
atau salah serta bagaimana sebaiknya peristiwanya menurut hukum.

11
DAFTAR PUSTAKA

Hadikusumah, Hilman, Pengantar Antropologi Hukum, Cetakan Ke-2, Bandung:


PT. Citra Aditya Bakti, 2004.

Benda-Beckhman,F. von, "From The Law of Primitive Man To Social-Legal


Study of Complex Societies, dalam Antropologi Indonesia, Majalah
Antropologi Sosial dan Budaya No. 47 Vol. XIII, FISIP UI, Jakarta, 1989.

Koentjaningrat, "Antropologi Hukum", Antropologi Indonesia, Majalah


Antropologi Sosial dan Budaya No. 47 Vol. XII, FISIF UI, Jakarta, 1989.

Syofyan Hadi, Hukum Positif dan the Living Law, No. 26 Vol. 13, Jakarta, 2017

Najib, D. F. (2013). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang
Pribadi Dalam Membayar Pajak Penghasilan. Skripsi Fakultas Ekonomi. Universitas
Brawijaya, Malang.

12

Anda mungkin juga menyukai