Anda di halaman 1dari 8

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (UAS-THE)


SEMESTER 2021/22.2 (2022.1)

Nama Mahasiswa : Yuditya Arwanto

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 042075516

Tanggal Lahir : 1 Juni 1991

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4405 / Hukum Acara Perdata

Kode/Nama Program Studi : 311 / Ilmu Hukum

Kode/Nama UPBJJ : 23 / Bogor

Hari/Tanggal UAS-THE : Sabtu, 18 Juni 2022

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

SURAT PERNYATAAN MAHASISWA


KEJUJURAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama Mahasiswa : Yuditya Arwanto
NIM : 042075516
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4405 / Hukum Acara Perdata
Fakultas : FHISIP
Program Studi : 311 / Ilmu Hukum
UPBJJ-UT : 23 / Bogor

1. Saya tidak menerima naskah UAS-THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS-THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS-THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS-THE melalui media apapun, serta
tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik
yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.
Bogor, 18 Juni 2021
Yang Membuat Pernyataan

Yuditya Arwanto
HKUM4405 / Hukum Acara Perdata

1. Jawaban Soal THE No. 1


a. Pelaksanaan hukum materiil, khususnya hukum perdata materiil, dapat
berlangsung secara diam – diam diantara para pihak yang bersangkutan tanpa
bantuan pejabata atau instansi resmi, misalnya kita membeli seperangkat alat
rumah tangga, membeli sebuah mobil, menyewa seperangkat alat pesta atau
meminjam sejumlah uang dari tetangga. Namun demikian, sering kali terjadi,
hukum materiil perdata itu dilanggar sehingga ada pihak yang merasa dirugikan,
sehingga terjadilah gangguan keseimbangan kepentingan dalam masyarakat.
Dalam hal demikian ini, hukum materiil perdata yang telah dilanggar itu perlu
dipertahankan atau ditegakkan.
Maka dari itu diperlukan adanya rangkaian peraturan – peraturan hukum lain di
samping hukum materiil perdata itu sendiri. Peraturan hukum ini yang dikenal
dengan hukum formil atau hukum acara perdata. Hukum acara perdata hanya
dipergunakan untuk menjamin agar hukum materiil perdata ditaati. Ketentuan –
ketentuan dalam hukum acara perdata pada umumnya tidaklah membebani hak
dan kewajiban kepada seseorang sebagaimana dijumpai dalam hukum materiil
perdata, akan tetapi melaksanakan serta mempertahankan atau menegakkan
kaidah hukum materiil perdata yang ada. Hukum acara perdata adalah peraturan
hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum
perdata materiil. Lebih konkret lagi dapatlah dikatakan, bahwa hukum acara
perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak,
memeriksa serta memutusnya dan pelaksanaan daripada putusannya. Tuntutan
hak dalam hal ini tidak lain adalah tindakan yang bertujuan memperoleh
perlindungan hukum yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah
“eigenrichting” atau tindakan menghakimi sendiri.
Dalam peraturan Hukum Acara Perdata itu diatur bagaimana cara orang
mengajukan perkaranya kepada hakim (pengadilan), bagaimana caranya pihak
yang terserang itu mempertahankan diri, bagaimana hakim bertindak terhadap
pihak – pihak yang berperkara, bagaimana hakim memeriksa dan memutus
perkara sehingga perkara dapat diselesaikan secara adil, bagaimana cara
melaksanakan putusan hakim dan sebagainya, sehingga hak dan kewajiban orang
sebagaimana telah diatur dalam hukum perdata itu dapat berjalan sebagaimana
mestinya.
Dengan adanya peraturan Hukum Acara Perdata itu orang dapat memulihkan
kembali haknya yang telah dirugikan atau terganggu itu lewat hakim dan akan
berusaha menghindarkan diri dari tindakan main hakim sendiri. Dengan melalui
hakim, orang yang berperkara akan mendapatkan kepastian atas haknya yang
harus dihormati oleh setiap orang, misalnya hak sebagai ahli waris, hak sebagai,
pemilik barang, dan lain – lain. Dengan demikian, diharapkan selalu ada
ketentraman dan suasana damai dalam hidup bermasyarakat.
Soepomo, dalam bukunya yang berjudul “Hukum Acara Perdata Pengadilan
Negeri” meskipun tidak memberikan batasan, akan tetapi dengan menghubungkan
tugas hakim, menjelaskan bahwa “dalam peradilan perdata, tugas hakim ialah
mempertahankan tata hukum perdata (burgerlijke rechts orde), menetapkan apa
yang ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara”.

b. Keadaan Hukum Acara Perdata Pada Zaman Pemerintahan Hindia Belanda


Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda terdapat beberapa lembaga peradilan
yang dibedakan dalam dua macam, yaitu peradilan Gubernemen dan peradilan –
peradilan lain yang berlaku bagi golongan Bumiputera (orang Indonesia asli).
Peradilan Gubernemen sendiri dibedakan menjadi dua lembaga peradilan, yaitu
peradilan bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan dan peradilan yang
berlaku bagi golongan Bumiputera. Untuk peradilan yang berlaku bagi golongan
Eropa dan yang dipersamakan sudah tersedia hukum acara perdata Reglement op
de Burgerlijke Rechtsvordering (B.Rv.), namun untuk lembaga peradilan bagi
golongan Bumiputera belum ada. Peraturan hukum acara perdata yang
dipergunakan saat itu hanyalah beberapa pasal saja yang terdapat di dalam Stb.
1819 – 20. Dalam praktik selanjutnya, Stb. 1819 – 20 ini mengalami perubahan
yang tidak begitu berarti. Sementara itu, di beberapa kota besar di Jawa,
pengadilan Gubernemen yang memeriksa perkara perdata bagi golongan
Bumiputera menggunakan peraturan acara perdata yang berlaku bagi pengadilan
yang diperuntukkan bagi golongan Eropa tanpa berdasarkan perintah undang –
undang. Setelah diperjuangkan keberadaannya, maka lahirlah H.I.R. (Het
Herziene Indonesisch Reglemen) dan R.Bg. (Rechtsreglement voor de
Buitengewesten) yang berlaku bagi lembaga peradilan yang diperuntukkan bagi
golongan Bumiputera.

Keadaan Hukum Acara Perdata Setelah Kemerdekaan Indonesia


Pada dasarnya setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada 17
Agustus 1945, keadaan hukum acara perdata yang telah ada pada zaman
pemerintahan balatentara Dai Nippon diteruskan penerapannya. Hal ini
didasarkan pada ketentuan Aturan Peralihan Pasal II dan IV Undang – Undang
Dasar Republik Indonesia tanggal 18 Agustus 1945 jo Peraturan Pemerintah 1945
– 2 tertanggal 10 Oktober 1945. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
H.I.R. dan R.Bg. masih tetap berlaku sebagai peraturan Hukum Acara di muka
Pengadilan Negeri untuk semua golongan penduduk (semua warga Indonesia).
Dengan diundangkannya Undang – Undang Darurat 1951 – 1 tentang tindakan,
tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan, susunan, dan acara
pengadilan – pengadilan sipil, pada tanggal 14 Januari 1951 dengan Lembaran
Negara 1951 – 9 maka mulailah dirintis jalan menuju kepada azas unifikasi dalam
bidang pengadilan dan peraturan hukum cara, yang sebenarnya sudah dimulai
sejak zaman pemerintahan Balatentara Dai Nippon. Menurut ketentuan undang –
undang ini, untuk semua warga negara Indonesia di seluruh Indonesia hanya ada
tiga macam pengadilan sipil sehari – hari yaitu:
i. Pengadilan Negeri, yang memeriksa dan memutus perkara perdata dan
pidana untuk tingkat pertama.
ii. Pengadilan Tinggi, yang memeriksa dan memutus perkara perdata dan
pidana untuk tingkat kedua atau banding.
iii. Mahkamah Agung, yang memeriksa dan memutus perkara perdata dan
pidana dalam tingkat kasasi.
Menurut ketentuan Pasal 5 Undang – undang darurat 1951 – 1, acara pada
Pengadilan Negeri dilakukan dengan mengindahkan peraturan – peraturan
Republik Indonesia dahulu yang telah ada dan berlaku untuk Pengadilan Negeri.
Adapun yang dimaksud dengan “peraturan – peraturan Republik Indonesia dahulu
yang telah ada dan berlaku” adalah tidak lain daripada H.I.R. untuk Jawa dan
Madura, dan R.Bg. untuk luar jawa dan Madura. Selanjutnya, dalam pasal 6 ayat
1 Undang – Undang Darurat 1951 – 1 ditentukan bahwa H.I.R. seberapa mungkin
harus diambil sebagai pedoman tentang acara perkara perdana sipil. Sedangkan
untuk perkara perdata tidak disinggung – singgung. Ini berarti bahwa untuk
perkara perdata H.I.R. dan R.Bg. bukanlah sebagai pedoman saja, melainkan
sebagai peraturan Hukum Acara Perdata yang harus diikuti dan diindahkan.
Walaupun ada dua peraturan Hukum Acara Perdata untuk Pengadilan Negeri,
yaitu H.I.R. untuk Jawa dan Madura dan R.Bg. untuk luar Jawa dan Madura,
tetapi isinya adalah sama saja, sehingga secara material sudah ada keseragaman
untuk peraturan Hukum Acara Perdata bagi semua Pengadilan Negeri di seluruh
Indonesia.

2. Jawaban Soal THE No. 2


a. Karena Mona baru berusia 15 Tahun maka untuk dapat membuat suatu gugatan
Mona harus diwakilkan oleh walinya. Karena di Indonesia banyak peraturan
mengenai batas umur kedewasaan. Rata – rata batas umur tersebut berkisar antara
15 – 21 tahun. Contohnya dalam Pasal 145 ayat 1 No. 3, 145 ayat 4 HIR, 172 ayat
(1) no. 4 jo 173 RBg, 1912 KUHPerdata menyatakan bahwa untuk menjadi saksi
di muka pengadilan maka seseorang harus berumur 15 Tahun dan 16 Tahun
adalah batas umur untuk dapat dituntut karena melakukan perbuatan pidana.
Setelah itu maka proses pertama yang dilakukan adalah mendaftarkan gugatannya
tersebut ke pengadilan. Menurut pasal 118 ayat (1) HIR pendaftaran gugatan itu
diajukan ke Pengadilan Negeri berdasarkan kompetensi relatifnya. Setelah
pendaftaran gugatan diterima oleh Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri
Setempat, maka berikutnya penggugat wajib membayar biaya perkara. Biaya
perkara yang dibayarkan pada tahap ini disebut panjar biaya perkara, yang
merupakan biaya sementara yang finalnya akan diperhitungkan setelah
diputuskannya putusan pengadilan. Lalu proses berikutnya adalah Registrasi
perkara, yaitu pencatatan gugatan ke dalam Buku Register Perkara untuk
mendapatkan nomor gugatan agar dapat diproses lebih lanjut, dilakukan setelah
melakukan pembayaran panjar biaya perkara. Setelah mendapatkan nomor
perkara berdasarkan nomor urut dalam Buku Register Perkara, maka perkara
tersebut akan dilimpahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Pelimpahan tersebut
harus dilakukan secepat mungkin agar tidak melanggar prinsip-prinsip
penyelesaian perkara secara sederhana, cepat, dan biaya ringan, selambat-
lambatnya 7 hari dari tanggal registrasi. Setelah memeriksa berkas yang
dilimpahkan ke Ketua Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan Negeri akan
menetapkan Majelis Hakim yang akan memeriksa dan memutus perkara
selambat-lambatnya 7 hari setelah berkas diterima. Majelis hakim terdiri dari
sekurang-kurangnya 3 orang Hakim, dengan komposisi satu orang Ketua Majelis
Hakim dan 2 orang Hakim Anggota. Setelah Majelis Hakim yang akan memeriksa
dan mengadili perkara tersebut terpilih, maka Majelis Hakim kemudian
menetapkan hari sidang. Penetapan itu dituangkan dalam surat penetapan
selambat-lambatnya 7 hari setelah Majelis Hakim menerima berkas perkara.
Kemudian Majelis Hakim akan memanggil para pihak (Penggugat dan Tergugat)
untuk hadir pada hari sidang yang telah ditentukan. Kemudian proses persidangan
akan dimulai sesuai dengan Hukum Acara Perdata yang berlaku.

b. Personae Miserabiles adalah seseorang yang dianggap tidak cakap untuk


bertindak secara hukum. Lebih kurang ada lima golongan orang yang dianggap
tidak mampu bertindak sebagai pihak atau tidak mempunyai kemampuan
prosesuil di muka pengadilan yaitu:
i. Mereka yang belum cukup umur
ii. Mereka yang diletakkan di bawa pengampuan
iii. Para pemboros dan pemabuk
iv. Seorang istri yang tunduk pada KUHPerdata
v. Orang yang telah meninggal dunia
Dalam kasus Mona tersebut, karena Mona masih baru berumur 15 Tahun, maka
Mona masuk dalam golongan mereka yang belum cukup umur. Di Indonesia
banyak peraturan mengenai batas umur kedewasaan. Rata – rata batas umur
tersebut berkisar antara 15 – 21 tahun. Batas usia dewasa dalam perkawinan ada
beberapa, misalnya menurut Pasal 29 KUHPerdata bagi laki – laki 18 tahun dan
perempuan 15 tahun. Sedangkan menurut Pasal 7 Undang – Undang No. 1 Tahun
1974 (Tentang Perkawinan) bagi laki – laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun.
Untuk menjadi saksi di muka pengadilan orang harus berumur 15 tahun (Pasal
145 ayat 1 No. 3, 145 ayat 4 HIR, 172 ayat (1) no. 4 jo 173 RBg, 1912
KUHPerdata), 16 tahun adalah batas umur untuk dapat dituntut karena melakukan
perbuatan pidana.

3. Jawaban Soal THE No. 3


a. Menurut analisa saya terhadap putusan hakim di atas sudah benar adanya karena,
berdasarkan Pasal 125 Herzien Indlandsch Reglement (HIR) (S.1941-44) hakim
dapat menjatuhkan putusan verstek. Putusan verstek adalah putusan yang
dijatuhkan apabila tergugat tidak hadir atau tidak juga mewakilkan kepada
kuasanya untuk menghadap meskipun ia sudah dipanggil dengan patut dan tanpa
alasan yang sah pada sidang pertama. Dalam putusan verstek penggugat
dimenangkan, kecuali jika gugatan tidak beralasan atau berdasar hukum, dalam
hal ini Ali memiliki alasan untuk menggugat Badu yang wanprestasi terhadap
janjinya. Setelah itu apabila tergugat lebih dari satu orang dan salah satu tergugat
tidak hadir atau mengirimkan wakilnya maka berdasarkan Pasal 127 ayat (1) HIR
Hakim dapat menunda persidangan, namun dalam kasus di atas tergugat hanya
berjumlah 1 orang yaitu Badu.

b. Berdasarkan ketentuan Pasal 129 ayat (1) HIR, apabila terhadap tergugat
dijatuhkan putusan verstek dan dia keberatan atasnya, maka tergugat dapat
mengajukan perlawanan (verzet), bukan upaya banding. Mengenai hal ini dapat
disimak putusan MA No. 1936 K/Pdt/1984, antara lain ditegaskan bahwa
permohonan banding yang diajukan terhadap putusan verstek tidak dapat diterima,
karena upaya hukum putusan verstek adalah verzet. Maka dari itu upaya yang
dapat dilakukan oleh Badu jika dia tidak menerima putusan verstek tersebut
adalah dengan mengajukan verzet.

4. Jawaban Soal THE no. 4


Menurut pasal 127 Rv, perubahan gugatan diperbolehkan sepanjang pemeriksaan, asal
saja tidak mengubah onderwerp van den eis (petitum, pokok tuntutan). Dalam praktiknya,
pengertian onderwerp van den eis meliputi juga dasar daripada tuntutan, termasuk
peristiwa – peristiwa yang menjadi dasar tuntutan seperti berikut.
a. Semula penggugat menuntut agar perjanjian dipenuhi oleh tergugat, kemudian
diubah menjadi perjanjian diputuskan.
b. Semula penggugat menuntut agar uang yang telah dibayarkan dikembalikan dan
barang dikembalikan karena ada cacat, kemudian diubah menjadi uang
dikembalikan, tetapi barang tetap padanya.
c. Semula penggugat menuntut perceraian berdasar perzinaan, kemudian diubah
sehingga menjadi keretakan yang tak dapat diperbaiki.
Maka dari itu menurut kesimpulan saya dalam kasus antara Minah dan Udin tersebut
tidak dapat dilakukan perubahan gugatan, karena hal yang ingin diubah oleh Minah
sebagai penggugat termasuk dalam pokok tuntutan dimana yang semula tuntutan pada
gugatannya “uangnya dikembalikan dan mobil diserahkan kepada Udin” menjadi “mobil
tersebut tetap ditangannya dan sebagian uang yang sudah dibayar kepada Udin
dikembalikan lagi kepadanya”.

Anda mungkin juga menyukai