Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu institusi penegak hukum yang mempunyai kedudukan

sentral dan peran strategis adalah Kejaksaan. Kejaksaan menjadi filter

antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan dipersidangan

Keberadaan Penuntut Umum yang mempunyai kewenangan dalam

penuntutan dan Jaksa dalam pelaksanaan putusan pengadilan yang

telah memiliki kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan

undang – undang diharapkan mampu menjalankan tugasnya secara

profesional dan berdedikasi menciptakan keadilan dalam penegakan

hukum.1

Salah satu kasus tindak pidana yang cukup menarik perhatian

penulis adalah kasus tindak pidana persetubuhan terhadap anak yang

diputus oleh Hakim Pengadilan Negeri Kraksaan dalam putusan Nomor

79/ Pid.Sus / 2021 / PN. Krs. Dengan Terdakwa Fadholi bin Toyib.

Dalam putusan tersebut terdakwa didakwa dengan dakwaan 76D jo.

Pasal 81 ayat (1) Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, Undang – Undang 35 Tahun 2014. Pasal 191 ayat

(1) Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana. Dalam hal ini Hakim menyatakan bahwa yang terbukti adalah

Pasal 81 ayat (2) Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang


1
https://www.kejaksaan.go.id/profil_kejaksaan.php?id=1, diakses pada tanggal 14-03-2022,
pukul 18.00 WIB

1
2

Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa Terdakwa telah terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya dan diancam

dengan pidana penjara selama 7 tahun.

Mencermati terhadap tindak pidana yang dibahas diatas, tindak

pidana membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya dan orang

lain merupakan bentuk baru dari kejahatan persetubuhan. Dengan

berlakunya Undang-Undang Perlindungan Anak yakni seseorang yang

belum berusia 18 (delapan belas) tahun mendapat pengaturan lebih

khusus yakni dalam Pasal 81 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak.

Melalui hukum acara pidana ini, maka bagi setiap individu yang

melakukan penyimpangan atau pelanggaran hukum, khususnya hukum

pidana, selanjutnya dapat diproses dalam suatu acara pemeriksaan di

pengadilan, karena menurut hukum acara pidana untuk membuktikan

bersalah atau tidaknya seorang terdakwa haruslah melalui pemeriksaan

didepan sidang pengadilan Untuk membuktikan benar atau tidaknya

terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan diperlukan adanya

suatu pembuktian.

Pembuktian memegang peranan yang sangat penting, pada

hakekatnya pembuktian dimulai sejak diketahui adanya peristiwa

hukum, namun tidak semua peristiwa hukum terdapat unsur-unsur


3

pidana. Apabila terdapat unsur tindak pidana (bukti permulaan telah

terjadi tindak pidana) maka barulah proses tersebut dimulai dengan

mengadakan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, persidangan dan

upaya hukum. Hukum acara pidana menganggap bahwa pembuktian

merupakan bagian yang sangat penting untuk menentukan nasib

seorang terdakwa. Bersalah atau tidaknya sebagaimana didakwakan

dalam surat dakwaan ditentukan dalam proses pembuktian 2.

Pembuktian merupakan hal yang penting dalam proses beracara

dalam persidangan, karena pembuktian memuat ketentuan yang berisi

penggarisan dan pedoman tatacara yang dibenarkan undang-undang

untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.

Apabila dalam beberapa alat bukti yang dihadirkan dalam

persidangan kurang memenuhi persyaratan untuk membuktikan

kesalahan terdakwa, maka untuk memperkuatnya digunakan alat bukti

petunjuk. Biasanya pembuktian dalam perkara persetubuhan adalah

salah satu dari beberapa perkara yang menggunakan alat bukti

petunjuk dalam pembuktiannya. Didalam pembuktian kasus – kasus

persetubuhan, penuntut umum sering mengalami kesulitan karena tidak

ada saksi selain pelaku dan korban persetubuhan itu sendiri. Meskipun

demikian upaya pembuktian oleh penuntut umum berkaitan dengan

korban persetubuhan harus tetap diikuti dengan bukti-bukti terdapatnya

2
https://media.neliti.com/media/publications/26724-ID-pembuktian-dalam-hukum-pidana-indonesia-
terhadapcyber-crime.pdf, diakses pada tanggal 14-03-2022, pukul 18:25 WIB
4

tanda-tanda kekerasan, seperti luka pada bagian tubuh tertentu dari

korban atau justru dari pelaku.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Saja Alat Bukti Yang Digunakan Oleh Jaksa Penuntut Umum

Dalam Proses Peradilan Perkara Tindak Pidana Persetubuhan

Anak Dalam Perkara No PDM 87/Kraks/Eku.2/08/2021.Krs?

2. Apa Yang Menjadi Alasan Jaksa Penuntut Umum Dalam

Menggunakan Alat Bukti Untuk Membuktikan Perkara Tindak

Pidana Persetubuhan Anak Dalam Perkara No.PDM.87/Kraks/Eku.

2/08/2021.Krs?

C. Alasan Pemilihan Judul

Dalam penyusunan Karya Ilmiah ini, penulis sengaja memilih

judul UPAYA PEMBUKTIAN OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM

PADA KASUS TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN ANAK

(Studi Kasus di Kejaksaan Negeri Kraksaan Perkara No PDM

87/Kraks/Eku.2/08/2021.Krs), dengan alasan dan pertimbangan

sebagai berikut :

1) Karena penulis tertarik untuk mengetahui peranan jaksa penuntut

umum dalam pembuktian tindak pidana persetubuhan terhadap

anak.
5

2) Penulis ingin mengetahui lebih lanjut apakah jaksa dalam melakukan

proses pembuktian itu sesuai dengan undang – undang yang berlaku

khususnya Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana, karena

mengingat penulis tertarik akan jaksa dalam melakukan penafsiran

secara psikologis anak.

Ide pengangkatan judul ini juga tercetus setelah penulis menjalani

Pendidikan Praktek Lapangan (PPL) di Kejaksaan Negeri Kabupaten

Probolinggo Tahun 2021.

D. Penjelasan Judul

Sebelum menguraikan skripsi ini lebih lanjut, terlebih dahulu

akan dijelaskan pengertian judul dengan maksud untuk menghindari

kesalah pahaman pengertian. Skripsi ini berjudul : UPAYA

PEMBUKTIAN OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM PADA KASUS

TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN ANAK (Studi Kasus di Kejaksaan

Negeri Kraksaan Perkara No PDM 87/Kraks/Eku.2/08/2021.Krs)

Berikut dibawah ini penjelasan dari judul diatas.

1. Upaya Pembuktian

Upaya pembuktian dalam hal ini merupakan upaya hukum yang

dilakukan guna memberikan kejelasan berkaitan tentang kedudukan

hukum bagi pihak-pihak dengan dilandasi dengan dalil-dalil hukum

yang di utarakan oleh para pihak, Sehingga dapat memberikan

gambaran jelas pada hakim untuk membuat kesimpulan dan

keputusan tentang kebenaran dan kesalahan para pihak-pihak yang


6

berperkara tersebut. Tujuan dari pembuktian adalah untuk

memberikan gambaran berkaitan tentang kebenaran atas suatu

peristiwa, sehingga dari peristiwa tersebut dapat diperoleh

kebenaran yang dapat diterima oleh akal. Pembuktian mengandung

arti bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan

terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga harus

mempertanggung jawabkannya. Pembuktian adalah ketentuan-

ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara

yang dibenarkan oleh undang-undang untuk membuktikan kesalahan

yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan

ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-

undang Hukum Acara Pidana berdasarkan pasal 183 KUHP3

2. Jaksa Penuntut Umum

Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang

ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Penuntut umum menurut Undang – Undang No 16 Tahun 2004

Tentang Kejaksaan Republik Indonesia adalah jaksa yang diberi

wewenang oleh Undang – Undang ini untuk melakukan penuntutan

dan melaksanakan penetapan hakim. 4

3
Ali Imron & Muhamad Iqbal, Hukum Pembuktian, Jilid I, Tanggerang : Unpam Pres 2019, h.50
4
Djoko Prakoso, Eksistensi Jaksa, Jilid I, Jakarta : Balai Aksara, h.64
7

3. Persetubuhan Anak

Menurut kitab Undang – Undang Hukum Pidana menjelaskan bahwa

persetubuhan adalah perbuatan alat kelamin laki – laki dengan alat

kelamin wanita dimana seluruh kelamin laki – laki masuk keliang

senggama dengan mengeluarkan sperma 5. Jadi dalam penelitian ini

penulis membahas mengenai persetubuhan anak yang merupakan

perbuatan asusila yang dilakukan oleh orang dewasa pada anak

yang masih di bawah umur. Yang dikatakan anak menurut Undang –

Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang menjelaskan bahwa yang

dikatakan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun

termasuk anak yang masih dalam kandungan.6

4. Kejaksaan Kabupaten Probolinggo

Disini penulis melakukan penelitian dilembaga pemerintahan yang

melaksanakan kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan.

Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan

keadilan, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan

bertanggung jawab kepada Presiden. Yaitu di Kejaksaan Kabupaten

Probolinggo yaitu Kejaksaan Negeri Kraksaan.

5
Abdul Mun’im & Tjiptomartono,. Penerapan Ilmu Kedokteran Kehakiman Dalam Proses Penyidikan.
Jakarta : PT Karya Unipres . 1981. h. 113.
6
Arif Ishartadi dan Ryan, Kumpulan Undang – Undang Perlindungan Anak, Jilid I, Jogjakarta :
Politika Publishing, 2019, h.8
8

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui penggunaan alat bukti oleh jaksa penuntut

umum dalam proses perkara tindak pidana persetubuhan anak.

2. Untuk mengetahui alasan jaksa penuntut umum menggunakan alat

bukti untuk membuktikan perkara tindak pidana persetubuhan

terhadap anak di bawah umur dalam perkara No. 79/ Pid. Sus

/2021/ PN.Krs

F. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

kepada beberapa pihak berikut ini :

1. Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan, pengalaman, pemahaman, dan juga

pengetahuan mengenai Hukum Pidana khususnya tentang proses

pembuktian tindak pidana persetubuhan terhadap anak.

2. Bagi Masyarakat

Sebagai sarana untuk berbagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang

Hukum Pidana.

3. Bagi Eksistensi Penelitian

Dapat menjadi referensi bagi mahasiswa tingkat akhir dalam

mengerjakan tugas akhir atau pembuatan skripsi dengan judul yang

tidak jauh berbeda / sejenis.


9

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris,

yaitu dengan pendekatan masalah melalui peraturan dan teori yang

ada, kemudian dihubungkan dengan praktek lapangan atau fakta

yang terjadi dilapangan, dan pendekatan penelitian ini juga

menggunakan metode pendekatan kasus (Case Approach).

Pendekatan kasus ini dilakukan dengan cara melakukan telaah

terhadap kasus – kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi

yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum yang tetap 7. Dalam hal ini penulis melakukan

pendekatan kasus terhadap perkara No 79/Pid.Sus/2021/PN.Krs.

2. Lokasi Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian mengenai upaya jaksa penuntut

umum dalam proses pembuktian tindak pidana persetubuhan

terhadap anak. Lokasi Penelitian yang digunakan yaitu Kejaksaan

Negeri Kraksaan.

3. Sumber Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis data Primer dan

Sekunder. Sedangkan untuk memperoleh informasi dan data – data

yang dibutuhkan oleh peneliti, maka akan dibutuhkan informasi yang

7
http://repository.unmuhjember.ac.id/1953/9/BAB%20I.pdf, diakses pada tanggal 10-06-2022, pukul
18:25 WIB
10

ditentukan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling, yaitu

dengan cara pengambilan sampel dengan menetapkan ciri yang

sesuai dengan tujuan.

a. Data Primer

Data Primer menurut Sugiyono menjelaskan bahwa Data Primer

merupakan sumber data yang langsung memberikan data

kepada pengumpul data. Disini peneliti mengumpulkan data

primer yang dibutuhkan dengan cara melalui wawancara. Pada

penelitian ini, peneliti akan mewawancarai beberapa narasumber

yang merupakan Jaksa Penuntut Umum dari kejaksaan Negeri

Kraksaan.

b. Data Sekunder

Data Sekunder menurut Sugiyono menjelaskan bahwa Data

Sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan

data kepada pengumpul data, misalnya lewat dokumen. Pada

penelitian ini peneliti membutuhkan data sekunder yang berupa

berkas perkara tentang tindak pidana persetubuhan terhadap

anak, P48, dan Dokumen petikan putusan.8

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Dokumentasi

Dokumentasi menurut Sugiyono merupakan suatu cara yang

digunakan untuk memperoleh data dan informasi dalam bentuk

8
http://repository.stei.ac.id/2172/4/BAB%20III.pdf, diakses pada tanggal 10-06-2022, pukul 18:00 WIB
11

buku, arsip, dokumen, tulisan angka dan gambar yang berupa

laporan serta keterangan yang dapat mendukung penelitian.

Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data untuk

kemudian ditelaah. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang

sudah berlalu yang dapat berbentuk tulisan, gambar atau karya –

karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk

tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, biografi,

peraturan dan kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar

misalnya foto9.

b. Wawancara

Teknik wawancara menurut Nugrahani, merupakan teknik

penggalian data melalui percakapan yang dilakukan dengan

maksud tertentu, dari dua pihak atau lebih. Pewawancara

(interviewer) adalah orang yang memberikan pertanyaan,

sedangkan orang yang diwawancarai (interviewee) berperan

sebagai narasumber yang akan memberikan jawaban atas

pertanyaan yang disampaikan10. Wawancara dibedakan menjadi

5 jenis, yaitu wawancara mendalam, wawancara dengan

petunjuk umum, wawancara baku terbuka, wawancara

terstruktur, wawancara tidak terstruktur. Sedangkan jenis

wawancara yang digunakan oleh peneliti pada penelitian ini

adalah jenis wawancara terstruktur. Dalam wawancara

9
ibid,
10
http://repository.unika.ac.id/28297/4/16.M1.0010-Glyceria%20Chrisya%20Larasati_BAB%20III_a.pdf,
diakses pada tanggal 10-06-2022, pukul 18:30 WIB
12

terstruktur, peneliti menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan

– pertanyaan yang akan diajukan. Wawancara jenis ini bertujuan

untuk mencari jawaban hipotesis, oleh sebab itu pertanyaan

disusun secara ketat. Wawancara terstruktur pada umumnya

digunakan jika seluruh sampel penelitian dipandang memiliki

kesempatan yang sama untuk menjawab pertanyaan yang

diajukan. Keuntungan wawancara terstruktur ini adalah tidak

dilakukannya pendalaman pertanyaan yang memungkinkan

adanya dusta bagi informan yang akan diwawancarai.

5. Teknik Analisis Data

Proses analisis data yang dilakukan oleh peneliti dilakukan setelah

semua data yang dibutuhkan telah terkumpul yang meliputi Data

berkas perkara tentang tindak pidana persetubuhan terhadap anak,

dan Dokumen petikan putusan. Dari terkumpulnya semua data

tersebut kemudian peneliti menganalisis dan menarik suatu

kesimpulan mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan

H.Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan ini tertuang dalam 4 (empat) bagian

yang tersusun dalam bab – bab, yang mana satu sama lain saling

berkaitan, dan disetiap bab terdiri dari sub-sub bab. Agar dapat

memberikan gambaran mengenai penulisan ini, maka penulis akan

memberikan gambaran sebagai berikut :


13

BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan tentang Latar Belakang, Rumusan

Masalah, Alasan Pemilihan Judul, Penjelasan Judul, Tujuan

Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan

Sitematika Penulisan.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA


Pada bab ini berisi tentang Tinjauan Umum tentang pembuktian

tindak pidana persetubuhan terhadap anak.

BAB III : PEMBAHASAN


Pada bab ini berisi Gambaran Umum Lokasi Penelitian, apa

saja alat bukti yang digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum

dalam proses peradilan perkara tindak pidana persetubuhan

anak, dan alasan Jaksa Penuntut Umum dalam menggunakan

alat bukti untuk membuktikan perkara tindak pidana

persetubuhan anak.

BAB IV : PENUTUP
Pada bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-

saran yang diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak terkait.

Anda mungkin juga menyukai