Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM PUTUSAN No. 35/PDT/2013/PT-MDN

SEBAGAI PUTUSAN BANDING DARI PUTUSAN No. 35/Pdt.G/2012/PN.Blg

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Hukum Acara Perdata Kelas F

Dosen Pengampu :

Dr. H. Isis Ikhwansyah, S.H., M.H., CN.

Pupung Faisal, S.H., M.H.

Disusun oleh :

Sarimah Yemima Br Girsang - 110110200221

TM. Daffa Wahyuda - 110110200222

Maulidya Ilhami RY - 110110200223

Kevin Raihan - 110110200224

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hakim dan Undang-Undang adalah satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan jika kita

membahas negara Indonesia sebagai negara hukum. Hakim harus mampu memberikan dan

mewujudkan keadilan di mata hukum (equality before the law) bagi seluruh masyarakat

maupun pihak terkait lainnya. Hakim merupakan pejabat peradilan negara yang diberikan

wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili. Hakim dalam menjalankan tugas dan

fungsinya juga wajib menjaga kemandirian peradilan. Selain itu, sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan

kehakiman yang menyatakan bahwa “Peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pasal ini semakin mempertegas bahwa dalam memutus suatu

perkara, hakim dituntut harus bersikap adil demi mencapai apa yang menjadi tujuan dari

hukum tersebut yaitu adanya kemanfaatan, keadilan, dan kepastian hukum.

Mahkamah Agung menegaskan bahwa seluruh badan peradilan yang ada di bawah

Mahkamah Agung perlu untuk menaati asas “peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat,

dan biaya ringan” sesuai yang diatur dalam ketentuan pasal 2 ayat (4) Undang-Undang

Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman tidak memberikan definisi dari sederhana, cepat, dan

biaya ringan. Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman sudah memberikan definisi bahwa “peradilan yang

sederhana, cepat, dan biaya ringan” adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara harus

dilakukan secara efisien dan efektif serta hanya memerlukan biaya yang sedikit, namun

harus tetap mengedepankan aspek ketelitian dalam mencari kebenaran dan keadilan karena
penegakan keadilan sangat berhubungan dengan penegakan hak. 1 Tentu di sini dapat terlihat

bahwa analisis terhadap putusan hakim menjadi penting sebagai sarana check and balances

terhadap kewenangan hakim dalam memutus perkara sesuai yang telah dimandatkan Pasal

2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009.

B. Identifikasi Masalah

a. Bagaimana penerapan asas putusan hakim dalam Putusan No. 335/PDT/2013/PT-

MDN?

b. Bagaimana penggolongan jenis putusan hakim dalam putusan No. 335/PDT/2013/PT-

MDN sebagai putusan banding dari Putusan No. 35/Pdt.G/2012/PN.Blg?

1 Alan Ryan, Justice - Oxford Readings In Politics And Government, Oxford University Press, 1993, hlm. 1-2.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Putusan Hakim

Tujuan dari proses peradilan adalah untuk memperoleh putusan hakim. 2 Putusan

hakim atau putusan peradilan adalah suatu hal yang menjadi final bagi para pihak yang

berperkara guna menyelesaikan sengketa yang terjadi di kedua belah pihak. Hal ini karena

dengan adanya putusan hakim, maka pihak yang bersengketa mendapatkan kepastian

hukum dan keadilan dalam perkara yang mereka hadapi. 3

Hakim adalah pilar utama untuk pencari keadilan dalam proses peradilan. Salah satu

elemen kekuasaan kehakiman adalah menerima, memeriksa, dan memutuskan perkara,

hakim dituntut untuk memberikan keadilan kepada pihak yang bersengketa. Adapun

pemberian kepada hakim untuk memutus putusan dan memerintahkan pelaksanaan lebih

dahulu putusan meskipun belum memperoleh kekuatan tetap diatur dalam Pasal 180 ayat

(1) HIR, Pasal 191 ayat (1) Rbg, dan Pasal 54 Rv. Hal ini karena melalui putusan pengadilan

itu dapatlah diketahui hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang berperkara, namun

hal itu bukan berarti tujuan akhir dari para pihak yang berperkara tersebut telah selesai

terutama bagi pihak yang menang, hal ini disebabkan pihak yang menang tidak

mengharapkan kemenangannya itu hanya di atas kertas belaka tetapi harus ada pelaksanaan

dari putusan tersebut.4

2 M. Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, cet. III, Jakarta : Sinar Grafika Offset. 2003. hlm. 48.

3 Moh. Taufik Makarao. Pokok Pokok Hukum Acara Perdata, cet I. Jakarta : PT Rineka Cipta. 2004. hlm. 124.

4 M. Husni, Ilyas Ismail, dan Muzakkir Abubakar, Putusan Serta Merta dan Pelaksanaannya (Suatu penelitian

Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh),

(http://prodipps.unsyiah.ac.id/Jurnalmih/images/Jurnal/2.2013/2.2.11.2013/4.29.36.muhamm

ad.h usni.pdf , diakses pada tanggal 27 Oktober 2017 pukul 22.24 WIB), hlm. 2
Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo, “putusan hakim adalah suatu pernyataan

yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan di persidangan dan

bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau suatu sengketa antara para

pihak. 5 Disamping itu, menurut Lilik Mulyadi, “jika ditinjau dari visi praktik dan teoritis,

putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara perdata

yang terbuka untuk umum setelah melalui proses dan prosedural hukum acara perdata pada

umumnya dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan mengakhiri suatu perkara.”

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa putusan hakim merupakan suatu

pernyataan yang dibuat dalam bentuk tertulis oleh hakim untuk menyelesaikan atau

mengakhiri perkara yang terjadi guna menegakkan kepastian hukum dan keadilan bagi

pihak yang bersengketa.

B. Asas Putusan Hakim

Pengaturan mengenai asas putusan hakim tertuang dalam Pasal 178 HIR, Pasal 189

RBg, dan beberapa dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman. Adapun asas-asas putusan hakim, yaitu :

1. Memuat Dasar Alasan yang Jelas dan Rinci

Sesuai dengan asas ini, maka setiap putusan yang dijatuhkan oleh hakim harus

berdasarkan pertimbangan yang jelas. Asas ini tertuang dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2004, dimana “Segala putusan pengadilan selain harus memuat

alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-

undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk

mengadili.”

Selain itu, asas ini juga diatur dalam Pasal 178 ayat (1) HIR, yang menyatakan

bahwa, “hakim karena jabatannya atau secara ex officio, wajib mencukupkan segala

5 Mertokusumo, hlm. 158.


alasan hukum yang tidak dikemukakan para pihak yang berperkara”. Dengan demikian,

hakim harus mampu menemukan hukum yang tepat untuk menggenapi segala alasan

dan dasar hukum yang ada dalam pertimbangan putusannya. Dalam hal ini, apabila

pihak yang berperkara tidak mengemukakannya.

2. Wajib Mengadili Seluruh Bagian Gugatannya

Ketentuan mengenai asas ini dituangkan dalam Pasal 178 ayat (2) HIR, Pasal 189

ayat (2) Rbg, dan Pasal 50 Rv. Adapun maksud dari asas ini adalah bahwa dalam setiap

putusannya, hakim harus memeriksa secara menyeluruh bagian dari setiap segi gugatan

yang diajukan. Hakim tidak boleh memeriksa dan memutus hanya sebagian saja.

3. Tidak Boleh Mengabulkan Melebihi Tuntutan

Asas ini diatur dalam Pasal 178 ayat (3) HIR, Pasal 189 ayat (3) Rbg, dan Pasal 50

Rv. Asas ini disebut sebagai Ultra Petitum Partium. Adapun maksud dari asas ini adalah

bahwa suatu putusan yang mengandung ultra petitum harus dinyatakan sebagai cacat

walaupun hal itu dilakukan atas dasar itikad baik hakim. Asas ini berhubungan dengan

fungsi peradilan perdata hanya sebagai sarana penyelesaian sengketa antara kedua belah

pihak untuk melindungi kepentingan pihak yang bersengketa.

4. Diucapkan di Muka Umum

Asas ini tertuang dengan jelas dalam Pasal 20 UU Nomor 4 Tahun 2004, yang

berbunyi, “Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum

apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum”.

C. Jenis Putusan Hakim

Berdasarkan pada Pasal 185 HIR, Pasal 196 RBg, Pasal 46 sampai dengan Pasal 48

Rv, dan juga sesuai dengan Pasal 180 HIR dan Pasal 191 RBg, terdapat beberapa jenis

putusan hakim, yaitu :

1. Putusan Sela
Putusan sela adalah putusan yang bersifat sementara dan bukan merupakan putusan

akhir. Putusan Sela diatur dalam Pasal 185 ayat (1) HIR atau Pasal 48 Rv. Tujuan dari

penjatuhan putusan sela allah untuk mempermudah dan memperlancar kelanjutan

pemeriksaan perkara yang sedang dilakukan. Putusan sela tidak bisa berdiri sendiri

tanpa adanya putusan akhir. Selain itu, putusan sela diucapkan secara terpisah sehingga

jika pihak yang berperkara menginginkan putusan sela, maka hakim dapat memberikan

salinan otentik dan berita acara dengan membayar biayanya.

2. Putusan Preparatoir

Putusan ini adalah salah satu spesifikasi yang tertuang dalam putusan sela.

Putusan ini dijatuhkan oleh hakim untuk mempersiapkan pemeriksaan perkara. Putusan

ini bersifat tidak mempengaruhi pokok perkara.

3. Putusan Interlocutoir

Putusan ini adalah bentuk khusus dari Putusan Sela yang berisi berbagai perintah

yang bersangkutan dengan masalah pembuktian. Putusan ini mempengaruhi putusan

akhir dalam suatu pokok perkara. Adapun jenis-jenis putusan ini adalah :

a. Putusan yang memerintahkan pendengaran keterangan ahli (Pasal 154 HIR)

b. Putusan yang memerintahkan pemeriksaan setempat (Pasal 153 HIR)

c. Putusan yang memerintahkan pengucapan atau pengangkatan sumpah, baik itu

sumpah penentu ataupun sumpah tambahan (Pasal 155 HIR dan Pasal 1929

KUHPer)

d. Putusan yang memerintahkan pemanggilan saksi (Pasal 139 HIR)

e. Putusan yang memerintahkan kepada hakim agar saksi tersebut dipanggil secara

resmi oleh juru sita.

4. Putusan Insidentil

Putusan ini adalah bagian dari Putusan Sela yang berhubungan langsung dengan

adanya insiden. Dalam Rv dijelaskan, insiden yang dimaksud dalam hal ini adalah
peristiwa yang menunda jalannya proses pemeriksaan perkara. Secara umum, putusan

insidentil terdiri atas dua, yaitu :

a. Putusan Insidentil dalam gugatan Interventie

Bentuk gugatan yang interventie yang dapat diajukan pihak ketiga yang

berkepentingan dalam bentuk :

- Voeging

- Tussenkomst

- Vrijwaring

b. Putusan Insidentil dalam Sita Jaminan

Jika hakim bermaksud untuk mengabulkan permohonan sita jaminan, maka

perintah atas pengangkatan sita tersebut harus dituangkan dalam putusan insidentil.

5. Putusan Provisionil

Putusan ini bersifat sementara dan diatur dalam Pasal 180 HIR dan Pasal 191 Rbg.

Putusan ini berisi tindakan sementara menunggu sampai putusan akhir mengenai pokok

perkara dijatuhkan.

6. Putusan Akhir

Menurut H.Ridwan Syahrani, putusan akhir (eindvonnis) adalah putusan yang

mengakhiri perkara perdata pada tingkat pemeriksaan tertentu. Perkara perdata dapat

diperiksa pada 3 (tiga) tingkat pemeriksaan, yaitu pemeriksaan tingkat pertama di

pengadilan negeri, pemeriksaan tingkat banding di pengadilan tinggi, dan pemeriksaan

tingkat kasasi di Mahkamah Agung. 6 Dalam penggolongan putusan akhir, ada beberapa

tinjauan, yaitu :

6 H. Zainuddin Mappong, Eksekusi Putusan Serta Merta (Proses Gugatan Dan Cara Membuat Putusan Serta

Pelaksanaan Eksekusi Dalam Perkara Perdata), Tunggal Mandiri Publishing, Malang, 2010, hlm 34
a. Ditinjau dari Sifat Putusan

- Putusan Declaratoir, yaitu putusan yang dijatuhkan oleh hakim dengan amar

yang menyatakan atau menegaskan tentang suatu keadaan atau kedudukan yang

sah menurut hukum semata. Misalnya, dalam perkara anak sah, kedudukan

sebagai ahli waris, atau pengangkatan anak.

- Putusan Constitutief, yaitu putusan yang dijatuhkan oleh hakim yang amarnya

menciptakan suatu keadaan hukum yang baru, baik itu yang bersifat meniadakan

keadaan hukum ataupun yang menimbulkan hukum yang baru. Misalnya, dalam

perkara perceraian, meniadakan ikatan hukum antara suami dan istri.

- Putusan Condemnatoir, yaitu putusan yang dijatuhkan oleh hakim dengan amar

yang bersifat menghukum. Dalam perkara perdata, hukuman yang diberikan

adalah untuk melaksanakan atau memenuhi prestasi yang dibebankan kepada

pihak yang terhukum. Misalnya, dalam perkara wanprestasi, dihukum untuk

mengganti kerugian.

b. Ditinjau dari Isi Putusan

- Dalam aspek kehadiran para pihak.

Pada dasarnya, setiap sengketa harus diselesaikan dengan kehadiran pihak-

pihak yang bersengketa. Namun, ada beberapa sengketa yang dimana salah

satu pihak tidak hadir. Maka, putusan yang ada yaitu :

● Putusan Gugatan Gugur, hal ini apabila penggugat tidak datang pada hari

sidang yang telah ditentukan dan sudah dipanggil secara patut. Hal ini

diatur dalam Pasal 124 HIR.

● Putusan Verstek, yaitu putusan yang berupa hukuman yang diberikan oleh

undang-undang kepada tergugat atas tindakannya yang tidak menghadiri

persidangan dan sudah dipanggil secara patut. Hal ini diatur dalam Pasal

125 ayat (1) HIR dan Pasal 78 Rv.


● Putusan Contradictoir, yang terdiri atas dua yaitu pada saat putusan

diucapkan para pihak hadir dan pada saat putusan diucapkan salah satu

pihak tidak hadir. Namun, dalam putusan ini yang perlu diperhatikan

adalah dalam putusan ini, ketidakhadiran itu terjadi pada saat putusan

dijatuhkan, berbeda dengan putusan verstek atas ketidakhadiran pada

sidang pertama.

- Dalam menetapkan secara pasti hubungan hukum antara para pihak

Putusan dalam hal ini bertitik tumpu pada penetapan dan penegasan kepastian

hukum, yang diklasifikasi sebagai berikut :

● Menyatakan gugatan tidak dapat diterima, dimana hal ini terjadi karena

adanya cacat formil, dimana pihak yang mengajukan gugatan adalah kuasa

yang tidak didukung oleh surat kuasa khusus yang memenuhi syarat atau

ketentuan yang berlaku

● Gugatan mengandung error in persona

● Gugatan di luar yurisdiksi absolut atau relatif pengadilan

● Gugatan obscuur libel

● Gugatan yang diajukan mengandung unsur nebis in idem

● Gugatan masih prematur

● Gugatan Daluwarsa

● Menolak gugatan penggugat, dimana putusan ini terjadi apabila penggugat

tidak mampu membuktikan dalil gugatan, disebabkan karena alat bukti

yang diajukan tidak memenuhi batas minimal pembuktian atau alat bukti

yang diajukan penggugat sudah dilumpuhkan oleh bukti lawan yang

diajukan oleh tergugat.


● Mengabulkan gugatan penggugat, yaitu putusan dengan mengabulkan

gugatan-gugatan yang dilemparkan oleh penggugat dan menguntungkan

pihaknya. Hal ini juga membebani kewajiban hukum kepada tergugat.


BAB III

CONTOH KASUS

Putusan No. 335/PDT/2013/PT-MDN sebagai putusan banding dari Putusan No.

35/Pdt.G/2012/PN.Blg

a. Para pihak :

Para penggugat : Osman Sibuea, M.Yakub Sitorus, Sabdol Manurung, Nuria

Simangunsong, dan Amir Manurung

Tergugat : PT INTI INDORAYON yang berganti nama menjadi PT Toba Pulp

Lestari Tbk

b. Penyebab sengketa :

Pihak penggugat yang mengklaim bahwa tanah tempat bangunan pihak tergugat berdiri dan

beroperasi adalah hak milik penggugat sehingga penggugat menuntut penggunaan tanah

tersebut yang selama ini dilakukan oleh tergugat

c. Petitum penggugat pada Putusan No. 35/Pdt.G/2012/PN.Blg :

● Menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya

● Menyatakan demi hukum bahwa apa yang dilakukan tergugat adalah Perbuatan

Melawan Hukum

● Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah diletakkan dalam perkara ini

● Menyatakan demi hukum bahwa tanah tersebut adalah hak dan kepunyaan penggugat

- penggugat sepenuhnya dan menyatakan tergugat tidak beritikad baik dalam

menyelesaikan pembayaran ganti rugi atas tanah penggugat - penggugat

● Menghukum tergugat untuk membayar ganti rugi kepada penggugat - penggugat secara

lunas dan seketika.

● Menghukum tergugat untuk segera untuk mengosongkan tanah serta bangunan di atas

tanah satu bulan sejak diputuskan tidak membayar ganti rugi materiil dan immateriil

yang jumlah totalnya sebesar Rp200.00.080.000,00


● Menghukum tergugat untuk membayar uang paksa sebesar Rp. 2000.000,00 setiap

harinya jika tergugat lalai untuk memenuhi isi putusan terhitung sejak putusan perkara

ini berkekuatan hukum yang tetap

● Bahwa karena gugatan penggugat - penggugat didukung oleh bukti yang kuat,

menyatakan dalam putusan perkara ini dapat dijalankan dengan serta merta walaupun

ada perlawanan, banding dan kasasi

● Menghukum tergugat untuk membayar seluruh biaya perkara 7

d. Bunyi Putusan No. 35/Pdt.G/2012/PN.Blg :

● Menyatakan gugatan penggugat - penggugat tidak dapat diterima

● Menghukum penggugat - penggugat untuk membayar biaya perkara

e. Bunyi Putusan No. 335/PDT/2013/PT-MDN :

● Menerima permohonan banding dari penggugat - penggugat/para pembanding tersebut

● Menguatkan putusan No. 35/Pdt.G/2012/PN.Blg yang dimohonkan dalam banding

tersebut dengan alasan bahwa apa yang diajukan oleh penggugat - penggugat/para

pembanding itu ada pengulangan saja dari apa yang telah disampaikan dalam tingkat

pengadilan negeri

● Menghukum penggugat - penggugat/para pembanding itu untuk membayar biaya

perkara8

7http://sipp.pnbalige.go.id/list_perkara/type/Q3BrdU1Venl1c3FZSW9JWnVTSUdqMGlPQXI1Tk8yeWNu

WU5zZDVJb1R3bmJic1BRVGc1Ty9ucC9hRlVpOGZKL1ZmNjRPdFNaSGthc1hTY0hPTFhnclE9PQ=

= , diakses pada 26 April 2022.

8https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/dff892c7dbb50554bdec08d9ac25f5be.html,

diakses pada 26 April 2022.


BAB IV

PEMBAHASAN MASALAH

A. Penerapan asas putusan hakim dalam Putusan No. 335/PDT/2013/PT-MDN

Dalam Kasus Putusan No.35/PDT/2013/PT-MDN yang merupakan hasil

putusan banding No. 35/Pdt.G/2012/PN.Blg terdapat beberapa asas-asas putusan Hakim

yang dapat dijumpai. Pada Putusan Hakim dalam kasus Putusan No.35/Pdt.G/2012/PN.Blg,

dijelaskan bahwasannya seluruh gugatan oleh penggugat tidak dapat diterima dan

memberikan konsekuensi kepada penggugat untuk membayar biaya perkara. Dalam hal ini,

Putusan Hakim mengacu pada asas wajib mengadili seluruh bagian gugatannya berdasarkan

Pasal 178 ayat 2 H.I.R, Pasal 189 ayat 2 RBg., dan Pasal 50 RV. Seluruh Petitum yang

dilayangkan oleh penggugat terhadap tergugat tidak memiliki pembuktian yang kuat bahkan

penggugat pun tidak bisa membuktikan bahwa tanah tersebut memang merupakan hak milik

dirinya sehingga dengan mencermati seluruh petitum yang menitikberatkan tergugat

sebagai pelanggar hukum yang tidak terbukti di pengadilan, maka Hakim tidak menerima

gugatan yang dilayangkan oleh penggugat. Hakim memutuskan untuk menghukum

penggugat dengan membayar biaya perkara namun masih memberikan kesempatan untuk

banding.

Pada kasus Putusan No.335/PDT/2013/PT-MDN, Hakim memberikan putusan

yang sama dengan tidak menerima seluruh gugatan dari pihak penggugat dan menghukum

pihak penggugat untuk kembali membayar biaya perkara dikarenakan poin-poin yang

diungkapkan oleh pihak penggugat hanyalah pengulangan dari kasus di Pengadilan Negeri

sebelumnya dan tidak ada tinjauan lebih lanjut untuk dapat membuktikan bahwa tergugat

memang melakukan pelanggaran hukum dengan melakukan pembangunan di area tanah

pihak penggugat yang tidak masih tidak dapat dibuktikan kejelasan kepemilikannya oleh

pihak penggugat. Pada kasus ini, Putusan Hakim melibatkan asas Memuat Dasar Alasan

yang Jelas dan Rinci sesuai Pasal 25 ayat 1 UU No. 4 Tahun 2004 mengenai kekuasaan
Kehakiman. Menurut Pasal 178 ayat 1 H.I.R, Hakim juga memiliki asas pembenaran dalam

membuat putusan berdasarkan jabatannya atau secara ex-officio.9 Hakim memiliki

kekuasaan dalam mencukupkan segala alasan hukum yang tidak ditemukan di dalam

perkara dan di dalam posisi ini Hakim telah melaksanakan asas tersebut sesuai dengan

jabatannya dengan mengungkapkan tidak ada nya perkembangan poin dari persidangan

sebelum banding yang terjadi di PN Balige. Dalam asas putusan hakim ini, dapat dilihat

hakim sebagai pemegang jabatan yang memiliki judicative power dan judicial power of the

state10 dalam menyelesaikan suatu perkara yang dianggap tidak ada penyelesaian oleh antar

pihak yang beracara dan tidak dapat membuktikan suatu perkara hingga putusan hakim

dapat dilaksanakan dengan mutlak dan bersifat imperatif (memaksa).

B. Penggolongan Jenis Putusan Hakim dalam Putusan No. 335/PDT/2013/PT-MDN

sebagai putusan banding dari Putusan No. 35/Pdt.G/2012/PN.Blg

Berdasarkan pada jenis - jenis putusan hakim di dalam hukum acara perdata dan

dihubungkan dengan Putusan No. 335/PDT/2013/PT-MDN sebagai putusan banding dari

Putusan No. 35/Pdt.G/2012/PN.Blg maka dapat disimpulkan bahwa kedua jenis putusan

hakim ini adalah putusan constitutief (pengaturan). Putusan constitutief (pengaturan)

adalah putusan yang diberikan oleh hakim untuk meniadakan suatu hubungan hukum atau

mengadakan suatu hubungan hukum yang baru antara para pihak. 11

Terhadap Putusan No. 35/Pdt.G/2012/PN.Blg disimpulkan sebagai putusan hakim

dengan jenis constitutief (pengaturan) dengan dasar pertimbangan melihat dari petitum dan

putusan yang diberikan. Dimana pada Putusan No. 35/Pdt.G/2012/PN.Blg, penggugat

menyatakan beberapa tuntutan dalam petitumnya, yaitu :

9 Subekti dan Tjitrosoedibio, op.cit, hal. 43 atau pandu, op.cit, halaman 60.

10 Ibid, halaman 806-807.

11 Sarwono, S.H., M.Hum., Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, 2020, hlm. 212.
a. Menyatakan sah demi hukum bahwa tanah tersebut adalah tanah penggugat dan pihak

tergugat tidak memiliki itikad baik untuk membayar ganti rugi terhadap penggugat atas

bangunan di atas tanah tersebut.

b. Menghukum tergugat untuk membayar ganti rugi secara lunas, mengosongkan tanah

yang saat ini ditempat oleh tergugat, serta membayar uang paksa karena tanah tersebut

adalah hak dari penggugat.

Kemudian dalam putusan hakim dinyatakan bahwa :

a. Gugatan penggugat tidak dapat diterima.

b. Penggugat diwajibkan membayar biaya perkara. Hal ini sesuai dengan Pasal 192 Rbg

dimana pihak yang dikalahkan dalam persidangan wajib untuk membayar biaya

perkara yang besarnya ditentukan melalui putusan hakim. 12

Menurut petitum dan putusan tersebut dapat disimpulkan bahwa putusannya

menyebabkan perubahan kondisi dan menimbulkan suatu hubungan hukum yang baru, baik

antara para pihak maupun antara para pihak dengan objek sengketa. Pada kondisi sebelum

adanya Putusan No. 35/Pdt.G/2012/PN.Blg tanah yang ini masih berstatus sengketa antara

penggugat (yang menyatakan bahwa tanah tersebut adalah miliknya) dan tergugat (yang

menggunakan tanah tersebut) serta hal ini (kehendak penggugat) juga dituangkan dalam

petitum penggugat. Namun, status sengketa ini menjadi jelas dan menimbulkan sebuah

kondisi, serta hubungan hukum baru setelah adanya Putusan No. 35/Pdt.G/2012/PN.Blg

yang menyatakan bahwa petitum penggugat tidak dapat diterima dimana di dalam petitum

tersebut penggugat mencantumkan tuntutan agar tanah tersebut dinyatakan sah demi hukum

menjadi milik penggugat berikut dengan pengaturan tentang penggunaan tergugat terhadap

tanah tersebut selama ini. Penjelasan lebih lanjut mengenai aspek - aspek yang

menimbulkan perubahan kondisi serta hubungan hukum baru ini adalah sebagai berikut :

12 Pascal 192 Recht Reglement voor de Buitengewesten (Rbg)


a. Status tanah yang awalnya dinyatakan oleh penggugat sebagai miliknya adalah tidak

dapat diterima karena klaim tersebut dianggap tidak beralasan atau melawan hak yang

menyebabkan petitumnya tidak dapat diterima oleh hakim. Oleh karena itu, putusan ini

menimbulkan hubungan hukum baru antara penggugat dengan tergugat dan objek

sengketa, dimana penggugat tidak lagi dapat mengklaim tanah tersebut sebagai miliknya

dan penggunaan tanah tersebut oleh tergugat selama ini adalah dianggap sah dan tidak

bertentangan dengan hak penggugat sebagai pemilik sah atas tanah tersebut karena

memang penggugat adalah bukan pemilik tanah tersebut.

b. Permintaan ganti rugi, pembayaran, pengosongan objek sengketa oleh tergugat yang

awalnya dimintakan oleh penggugat juga tidak dapat diterima karena klaim tersebut

juga dianggap tidak beralasan atau melawan hak. Oleh karena itu, tercipta hubungan

hukum yang baru antara penggugat dengan tergugat dan objek sengketa, dimana

tergugat menjadi tidak memiliki kewajiban hukum dan tidak harus melakukan ganti

rugi, pembayaran, dan pengosongan terhadap tanah tersebut karena tidak diperintahkan

oleh hakim atas dasar putusan bahwa penggugat tidak berhak atas tanah tersebut.

Kemudian mengenai Putusan No. 335/PDT/2013/PT-MDN yang merupakan

putusan banding dari Putusan No. 35/Pdt.G/2012/PN.Blg juga tergolong pada jenis putusan

constitutief (pengaturan) karena putusan ini juga turut menciptakan hubungan hukum

baru, baik antara para pihak maupun antara para pihak dengan objek sengketa. Dimana pada

Putusan No. 335/PDT/2013/PT-MDN dinyatakan oleh hakim bahwa :

a. Menerima permohonan banding dari penggugat atau pembanding.

b. Menguatkan Putusan No. 35/Pdt.G/2012/PN.Blg yang sebelumnya telah diputuskan

karena apa yang dijelaskan oleh penggugat dianggap hanya pengulangan dan tidak

menguatkan petitumnya sama sekali.

c. Penggugat harus membayar biaya perkara yang besarnya ditentukan melalui putusan

hakim dan hal ini sesuai dengan Pasal 192 Rbg.


Jadi, dengan adanya Putusan No. 335/PDT/2013/PT-MDN ini menguatkan

hubungan hukum baru yang ditimbulkan akibat adanya Putusan No. 35/Pdt.G/2012/PN.Blg

dan membuat pelaksanaan Putusan No. 35/Pdt.G/2012/PN.Blg dilanjutkan kembali dan

berlaku, serta mengikat bagi para pihak dan objek sengketanya.


BAB V

KESIMPULAN

Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang diucapkan oleh hakim sebagai pejabat

yang diberi wewenang tersebut dan diucapkan di persidangan serta bertujuan mengakhiri atau

menyelesaikan suatu perkara atau suatu sengketa antara para pihak. Putusan hakim biasanya

dibentuk dalam bentuk tertulis untuk menyelesaikan atau mengakhiri perkara yang terjadi guna

menegakkan kepastian hukum dan keadilan bagi pihak yang bersengketa. Beberapa asas

putusan hakim antara lain memuat dasar alasan yang jelas dan rinci, wajib mengadili seluruh

bagian gugatannya tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan, dan diucapkan di muka umum.

Jenis-jenis putusan hakim antara lain adalah putusan sela, putusan preparatoir, putusan

interlocutoir, putusan insidentil, putusan provisionil, dan putusan akhir.

Jika meninjau putusan hakim terkait Putusan No.35/PDT/2013/PT-MDN yang

merupakan hasil putusan banding No. 35/Pdt.G/2012/PN.Blg, dapat ditemukan bahwa putusan

hakim tersebut mengandung asas wajib mengadili seluruh bagian gugatannya berdasarkan pasal

178 ayat 2 HIR, pasal 189 ayat 2 RBg, dan pasal 50 RV. Hal ini ditunjukkan dengan cara hakim

tetap mencermati seluruh petitum yang dilayangkan oleh penggugat. Selain itu, pada kasus

Putusan No.335/PDT/2013/PT-MDN, hakim menunjukkan asas memuat dasar alasan yang

jelas dan rinci sesuai pasal 25 ayat 1 UU No. 4 Tahun 2004 mengenai Kekuasaan Kehakiman.

Hal ini ditunjukkan dengan fakta bahwa hakim mengungkapkan tidak ada nya perkembangan

poin dari persidangan sebelum banding yang terjadi di PN Balige.

Putusan Hakim dalam Putusan No. 335/PDT/2013/PT-MDN sebagai putusan banding

dari Putusan No. 35/Pdt.G/2012/PN.Blg dikategorikan sebagai putusan constitutief

(pengaturan). Putusan constitutief adalah putusan yang diberikan oleh hakim untuk meniadakan

suatu hubungan hukum atau mengadakan suatu hubungan hukum yang baru antara para pihak.

Hal ini didasari dengan alasan bahwa petitum dan putusan tersebut dapat disimpulkan bahwa

putusannya menyebabkan perubahan kondisi dan menimbulkan suatu hubungan hukum yang
baru, baik antara para pihak maupun antara para pihak dengan objek sengketa. Kemdian

mengenai Putusan No. 335/PDT/2013/PT-MDN yang merupakan putusan banding dari Putusan

No. 35/Pdt.G/2012/PN.Blg juga tergolong pada jenis putusan constitutief (pengaturan)

karena putusan ini juga turut menciptakan hubungan hukum baru, baik antara para pihak

maupun antara para pihak dengan objek sengketa.


DAFTAR PUSTAKA

Instrumen Hukum:

Pasal 192 Recht Reglement voor de Buitengewesten (Rbg)

Putusan PT MEDAN Nomor 335/PDT/2013/PT-MDN

Buku:

Sarwono, S.H., M.Hum., Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, 2020.

Moh. Taufik Makarao. Pokok Pokok Hukum Acara Perdata, cet I. Jakarta : PT Rineka Cipta.

2004.

M. Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, cet. III, Jakarta : Sinar Grafika Offset. 2003.

Alan Ryan, Justice - Oxford Readings In Politics And Government, Oxford University Press.

Soebekti dan R. Tjitrosoedibi, Kamus Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita, 1980.

Jurnal:

H. Zainuddin Mappong, Eksekusi Putusan Serta Merta (Proses Gugatan Dan Cara Membuat

Putusan Serta Pelaksanaan Eksekusi Dalam Perkara Perdata), Tunggal Mandiri

Publishing, Malang, 2010

M. Husni, Ilyas Ismail, dan Muzakkir Abubakar, Putusan Serta Merta dan Pelaksanaannya

(Suatu penelitian Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh),

(http://prodipps.unsyiah.ac.id/Jurnalmih/images/Jurnal/2.2013/2.2.11.2013/4.29.36.muhamma

d.h usni.pdf , diakses pada tanggal 27 Oktober 2017 pukul 22.24 WIB),

Anda mungkin juga menyukai