Anda di halaman 1dari 13

NOTA KEBERATAN (EKSEPSI)

terhadap
Surat Dakwaan Penuntut Umum
No. Reg. Perkara : 560/Pid.Sus/2016/PN.Jkt.Pst
Dalam Perkara Nomor : NO. PDM.77/JKT.PST/03/2016
Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Atas Nama Terdakwa

Nama Lengkap : Nanang Fajri alias Abu Abu


Tempat Lahir : Blitar
Umur/Tanggal : 39 Tahun/15 Maret 1977
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Jalan Kalimantan Nomor 113 Blitar, Jawa
Timur
Agama : Islam
Pekerjaan : Wirausaha
Pendidikan : Strata 1
Ref. No : 239/MAP/L/III/16
Jakarta, 7 Maret 2016

Kepada Yth.

Majelis Hakim

Dalam Perkara Tindak Pidana Terrorisme

No. 560/Pid.Sus/2016/PN.Jkt.Pst

Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

PERIHAL : NOTA KEBERATAN (EKSEPSI) OBSCUURUM LIBELLIM TERHADAP


SURAT DAKWAAN PENUNTUT UMUM NO. REG. PERKARA : PDM-
77/JKT.PST/03/2016

DALAM PERKARA NOMOR : 560/Pid.Sus/2016/PN.Jkt.Pst

Dengan hormat,
Majelis Hakim Yang Mulia,
Penuntut Umum yang
Terhormat,
serta sidang pengadilan yang kami muliakan.

Kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa berdasarkan Surat Kuasa


Khusus No. 077/SK-Pid/MAP/2016 tertanggal 20 Februari 2016,
mengucapkan terima kasih kepada Majelis Hakim atas kesempatan yang
diberikan kepada kami untuk mengajukan Nota Keberatan (Eksepsi)
terhadap Surat Dakwaan Saudara Penuntut Umum.
Nota Keberatan ini kami sampaikan di hadapan Majelis Hakim Yang
Mulia ini, sepenuhnya merupakan sisi lain untuk memandang dan
mengkaji perkara Terdakwa ini secara utuh. Baik Tim Penasihat Hukum
Terdakwa dan Penuntut Umum mempunyai perbedaan pandangan dalam
memahami perkara ini. Namun demikian, kami berharap Majelis Hakim
tetap berada sebagai pihak yang objektif dalam melihat dan
menemukan kebenaran materil perkara ini, sesuai dengan sebuah
adagium judex debet judicare secundum allegata et probata (seorang
hakim harus memberikan penilaian berdasarkan fakta-fakta dan
pernyataan).

Majelis Hakim Yang Mulia,


Penuntut Umum yang kami hormati,
serta sidang pengadilan yang kami muliakan.

Setelah kami mencermati isi Surat Dakwaan Penuntut Umum serta


mempelajari keseluruhan berkas perkara atas nama Terdakwa kami
sebagai Penasihat Hukum Terdakwa perlu meluruskan kekeliruan dalam
Surat Dakwaan yang Obscuurum Libellum ini.
Dalam Pasal 143 Ayat (2) Huruf b KUHAP, suatu Surat Dakwaan
yang disusun oleh Penuntut Umum harus berisi uraian secara cermat,
jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan waktu (tempus delicti) dan tempat (locus delicti) tindak
pidana itu dilakukan. Isi pasal tersebut merupakan syarat materil dari
sebuah Surat Dakwaan yang bila tidak terpenuhi, Surat Dakwaan
tersebut harus batal demi hukum. Hal ikhwal penjelasan secara lebih
rinci mengenai uraian secara cermat, jelas, dan lengkap, didasarkan
pada Surat Edaran Jaksa Agung, Yurisprudensi Mahkamah Agung dan
Pendapat Ahli Hukum.
I. Surat Edaran Jaksa Agung
Berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia
Nomor: SE-004/J.A/11/1993 tanggal 16 November 1993
tentang Pembuatan Surat Dakwaan, yang dimaksud dengan
cermat, jelas, dan lengkap, tidak saja menyebut seluruh
unsur beserta dasar hukum (pasal) dari peraturan
perundang-undangan pidana yang didakwakan, melainkan
juga menyebut secara cermat, jelas, dan lengkap tentang
unsur-unsur tindak pidana pasal yang didakwakan yang
harus jelas pula kaitannya atau hubungannya dengan
peristiwa atau kejadian nyata yang didakwakan.

Pengertian Cermat
Bahwa yang dimaksud dengan cermat adalah ketelitian
dalam merumuskan Surat Dakwaan, sehingga tidak terdapat
adanya kekurangan atau kekeliruan yang dapat
mengakibatkan tidak dapat dibuktikannya dakwaan itu
sendiri.
Pengertian Jelas
Bahwa yang dimaksud dengan jelas adalah kejelasan
mengenai rumusan unsur-unsur dari delik yang didakwakan,
sekaligus dipadukan dengan uraian perbuatan materil/fakta
perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan.

Pengertian Lengkap
Bahwa yang dimaksud dengan lengkap adalah uraian
dari Surat Dakwaan yang mencakup semua unsur-unsur
delik yang dimaksud yang dipadukan dengan uraian
mengenai keadaan, serta peristiwa dalam hubungannya
dengan perbuatan materil yang didakwakan sebagai telah
dilakukan oleh Terdakwa.

AI. Yurisprudensi Mahkamah Agung


Mengenai pengertian cermat, jelas, dan lengkap seperti
tersebut di atas, menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung RI. No.
492 K/Kr/1981 tanggal 8 Januari 1983 dan Putusan Pengadilan
Tinggi Banjarmasin, tanggal 20 April 1981 No. 1881/Pid. S/PT/Bjm,
syarat materil Surat Dakwaan adalah adanya rumusan secara
lengkap, jelas dan tepat/cermat, mengenai perbuatan-perbuatan
yang didakwakan kepada Terdakwa, sesuai dengan rumusan delik
yang mengancam perbuatan-perbu atan itu dengan hukuman
(pidana).

BI. Pendapat Ahli


Terhadap Surat Dakwaan yang tidak memenuhi syarat materiil
berdasarkan pendapat dari Lilik Mulyadi S.H., M.H., dalam
Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat
Dakwaan, Eksepsi dan Putusan Peradilan (Mulyadi, 2007:102)
yang menyatakan bahwa Surat Dakwaan yang tidak cermat, tidak
jelas, dan tidak lengkap dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu:
1. Pertama, apabila ditinjau dari pendapat para Ahli Hukum,
pengertian cermat dimaksudkan Surat Dakwaan dibuat dengan
penuh ketelitian dan ketidaksembarangan serta hati-hati disertai
suatu ketajaman dan ketugahan, kemudian jelas berarti tidak
menimbulkan kekaburan atau keragu-raguan serta
serba terang dan tidak perlu ditafsirkan lagi, sedangkan lengkap
berarti komplit atau cukup yang dimaksudkan tidak ada fakta-
fakta yang tertinggal.

2. Kemudian apabila kita mengkaji menurut makna gramatikal dari


kamus umum bahasa Indonesia yang disusun oleh W.J.S.
Poerdarminta, pada halaman 202, 410 dan 587, yang dimaksudkan
dengan kata cermat, jelas dan lengkap, yaitu:
- Cermat, berarti seksama, teliti, dengan penuh perhatian
- Jelas, berarti terang, nyata, tegas.
- Lengkap, berarti genap (tidak ada kurangnya dalam arti
komplit)

Melalui kajian gramatikal, agar tindak pidana diuraikan


secara seksama, teliti, terang, tegas dan komplit, diharapkan
memberi pengertian dan pandangan secara mudah baik bagi
hakim maupun Terdakwa. Dari penguraian ini, penuntut umum
harus menyebutkan mengenai tempat dan waktu tindak pidana
(locus delicti dan tempus delicti) itu secara jelas dan tegas.

Menurut uraian di atas, Surat Dakwaan harus dirumuskan secara


cermat, jelas, dan lengkap mengenai perbuatan nyata yang telah
dilakukan oleh Terdakwa, yang keseluruhannya dapat mengisi secara
tepat dan benar secara keseluruhan unsur-unsur rumusan delik yang
ditentukan undang-undang yang didakwakan terhadap Terdakwa.
Bahwa unsur-unsur tersebut harus dituliskan secara tepat dan benar
berdasarkan unsur-unsur perbuatan nyata dari Terdakwa itu adalah
mencakup unsur yang bersifat obyektif dan unsur yang bersifat
subyektif, sedangkan perbuatan nyata Terdakwa harus diuraikan secara
jelas dan lengkap, sehingga akan terlihat jelas peranan dan kualitas
pertanggungjawaban Terdakwa.
Namun, dalam Surat Dakwaan ini kami menemukan banyak
ketidakcermatan, ketidakjelasan, dan ketidaklengkapan yang sangat
merugikan Terdakwa, yaitu;

A. Surat Dakwaan Tidak Cermat

Dalam Surat Dakwaannya Penuntut Umum tidak cermat dengan


tidak mendakwakan turut serta 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Penuntut Umum
dalam uraian dakwaannya menganggap telah terjadi penggerakan yang
dilakukan Terdakwa kepada

Pramartha Wibawa, dimana Pramartha Wibawa melakukan tindak


pidana terorisme secara turut serta bersama-sama dengan Maliartha,
Ahmad Gunadi, dan Ardian Prima atau yang dikenal dengan penyertaan
dalam penyertaan dengan bentuk penggerakan untuk turut serta
melakukan.

Penyertaan haruslah dipandang sebagai dasar memperluas delik


(tatbestand-ausdehnungsgrund). Moeljatno1, Pompe2 dan Roeslan Saleh3
memandang penyertaan sebagai delik yang berdiri sendiri (delictum sui
generic), dimana menurut Moeljatno4, delik berdiri sendiri adalah
terdapatnya unsur perbuatan dan ancaman pidana dalam rumusan
pasalnya. Konsekuensinya ialah, apabila terdapat suatu perbuatan yang
dalam hal ini termasuk penyertaan maka perbuatan tersebut haruslah di
dakwakan dalam pasal dakwaan.

Jika dalam suatu tindak pidana terdapat keadaan dimana A


menyuruh B agar B bersama-sama dengan C, D, dan E untuk membunuh
D secara doktrin hal ini dikenal dengan penyertaan dalam penyertaan,
atau penyertaan untuk melakukan penyertaan tindak pidana,
sebagaimana dalam examen-arrest Hoge Raad 1950, Landraad Batavia
18- 21-1936, putusan Rvj Batavia 20-3-1936, putusan Rvj Semarang 20-
12-1937, dan putusan Rvj Batavia 8-5-1930.

Pada dasarnya dengan Penuntut Umum mendakwakan Pasal 6


Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terrorisme Menjadi Undang-Undang (UU
Terorisme) dan Pasal 14 UU Terorisme, dimana keduanya merupakan
delik yang berdiri sendiri (delictum sui generic). Dengan adanya unsur

1 Moeljatno, Hukum Pidana Delik-Delik Penyertaan, (Yogyakarta : Offset Gadjah


Mada University Press, 1983), hlm.5.

2 Pompe, Handboek van Nederlanse strafrecht (hlm. 227) sebagaimana dikutip


dari Moeljatno

3 Roelan saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, (Jakarta:


Aksara Baru, 1983) hlm. 53

4 Moeljatno. Op,cit.
menggerakan pada Pasal 14 UU Terorisme, maka Pasal 14 UU Terorisme
adalah delik penyertaan. Oleh karena dengan didakwakannya Pasal 14
UU Terorisme terkait penyertaan dan pasal 6 UU Terorisme dalam satu
dakwaan, maka dalam Surat Dakwaaan Penuntut Umum pasal 14 UU
Terorisme dipandang sebagai dasar memperluas delik (tatbestand-
ausdehnungsgrund) dari pasal 6 UU Terorisme. Namun, dengan mengacu
pendapat sebelumnya, hal ini hanya sebatas penggerakan saja.

Dalam perkara a quo telah terjadi penggerakan untuk turut serta


melakukan tindak pidana terorisme. Yang dalam Surat Dakwaannya
Penuntut Umum menguraikan nya sebagai berikut:

Bahwa pada tanggal 13 Juli 2015, bertempat di Markas Besar


GAMI di Pulau Morotai, Maluku Utara, TERDAKWA
mengadakan pertemuan dengan PRAMARTHA WIBAWA untuk
menyatakan kemarahannya karena Pemerintah Republik
Indonesia melarang GAMI untuk beroperasi, dan TERDAKWA
menjelaskan bahwa larangan terhadap GAMI ini adalah upaya
kaum kapitalis dan hedonis di Indonesia untuk menghalang-
halangi tercapainya kesetaraan hak dan kewajiban, ekonomi,
sosial, politik, dan juga budaya antar manusia, dan untuk
menunjukkan bahwa mereka masih dapat bergerak,
TERDAKWA menyatakan kepada PRAMARTHA WIBAWA untuk
mengajak anggota GAMI lainnya melakukan perlawanan
kepada kaum kapitalis dan hedonis yang telah melarang
GAMI tersebut;

Bahwa pada tanggal 14 Juli 2015, bertempat di Markas Besar


GAMI di Pulau Morotai, Maluku Utara, untuk
menindaklanjuti ucapan TERDAKWA dalam pertemuan
sebelumnya, PRAMARTHA WIBAWA mengadakan pertemuan
dengan MALIARTA, ARDIAN PRIMA, AHMAD GUNADI, WAHYU
ZAKIR, ADI SURYA AKBAR, dan SATRIA WIBAWA, dimana
dalam pertemuan tersebut, PRAMARTHA WIBAWA
mengatakan bahwa sudah saatnya bagi mereka untuk
melawan kaum kapitalis dan hedonis yang melarang
beroperasinya GAMI seperti yang dikatakan TERDAKWA
Berdasarkan hal tersebut, maka telah terjadi penyertaaan dalam
penyertaan, berupa penggerakan untuk turut serta (uitlokking tot
mededader). Adapun masing-masing perbuatan dikualifikasikan sebagai
berikut:

a. Penggerakan

Berdasarkan uraian Surat Dakwaan pada pokoknya Terdakwa


Nanang Fajri menggerakan Pramarta Wibawa dengan mengatakan
kemarahannya terhadap kaum kapitalis. Sebagaimana kutipan
kalimat berikut TERDAKWA menyatakan kepada
PRAMARTHA WIBAWA untuk mengajak anggota GAMI
lainnya melakukan perlawanan kepada kaum kapitalis dan
hedonis yang telah melarang GAMI tersebut

Hal ini merupakan Penggerakan yang telah diakomodir dalam


Pasal 14 UU Terorisme, sekalipun dalam hal ini Penuntut Umum
tidak jelas dalam menguraikan uraian penggerakannya
sebagaimana yang akan kami uraikan dalam nota keberatan kami
pada bagian tidak jelas dan lengkap.

b. Turut Serta

Pramarta Wibawa bersama-sama dengan Maliartha, Ahmad


Gunadi, dan Ardian Prima merancang dan kemudian melakukan
tindak pidana pengeboman di Bali. Sebagaimana uraian berikut
PRAMARTHA WIBAWA mengadakan pertemuan dengan
MALIARTA, ARDIAN PRIMA, AHMAD GUNADI, WAHYU ZAKIR,
ADI SURYA AKBAR, dan SATRIA WIBAWA, dimana dalam
pertemuan tersebut, PRAMARTHA WIBAWA mengatakan
bahwa sudah saatnya bagi mereka untuk melawan kaum
kapitalis dan hedonis yang melarang beroperasinya GAMI
seperti yang dikatakan TERDAKWA

Sebagaimana yang kami uraikan sebelumnya, penyertaan berupa


turut serta ini merupakan suatu delik berdiri sendiri yang haruslah
di dakwakan juga dengan pasal 55 ayat (1) ke-1. Dalam hal ini
terjadi ketidakcermatan Surat Dakwaan Penuntut Umum dimana
tidak mendakwakannya.
Di Indonesia sendiri, terdapat putusan yang cukup signifikan
dalam konsep penyertaan dalam penyertaan, yaitu Putusan MA No.
1429/K/Pid/2010 atas nama terdakwa Antasari Azhar yang pada inti
kasusnya, Terdakwa didakwa dengan dakwaan tunggal Pasal 340 jo.
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP yaitu dalam
perbuatannya turut serta untuk menggerakan melakukan tindak pidana
pembunuhan. Dalam perkara ini penggerakan yang dilakukan oleh
Terdakwa Antasari Azhar dan turut serta yang dilakukan oleh orang
yang digerakannya, masing-masing didakwakan dengan delik
penyertaan yang berbeda. Putusan MA ini mengakui adanya konsep
penyertaan pada penyertaan sebagaimana membatalkan putusan
Pengadilan Tinggi yang tidak mengakui konsep penyertaan pada
penyertaan dalam dakwaan Penuntut Umum.

Sehingga berdasarkan hal-hal yang kami tuliskan sebelumnya,


maka uraian fakta dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum pada
pokoknya menyatakan adanya penggerakan yang dilakukan Terdakwa
terhadap Pramarta Wibawa, yang kemudian Pramartha Wibawa
bersama-sama dengan para pelaku materil lainnya melakukan tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UU Terorisme. Oleh karena
itu, terdapat konsep penyertaan pada penyertaan dalam surat dakwaan
Penuntut Umum, yang dalam hal ini ialah penggerakan untuk turut serta
melakukan.

Saudara Penuntut Umum dalam Dakwaannya hanyalah sebatas


mendakwakan penggerakan yang dilakukan, namum tidak
mendakwakan turut serta yang terjadi antara Pramarta Wibawa dan
pelaku lainya. Dengan demikian, maka Penuntut Umum telah tidak
cermat dengan tidak menjunctokan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sehingga baik dalam Dakwaan ke-1 dan Dakwaan ke-2nya Penuntut
Umum telah tidak cermat dengan tidak mendakwakan turut serta yang
ada.

Dengan demikan, Surat Dakwaan Tidak Cermat.

B. Surat Dakwaan Tidak Jelas & Lengkap


Penuntut Umum dalam Dakwaan ke-1 nya mendakwakan Terdakwa
Nanang Fajri dengan Pasal 14 UU Terorisme yang salah satu unsurnya
ialah penggerakan. Menurut kami uraian fakta yang ada untuk
mendukung unsur dalam pasal tersebut tidaklah diuraikan secara
lengkap dan jelas. Hal ini dikarenakan tidak terdapat hubungan yang
jelas terhadap perbuatan-perbuatan yang dilakukan Terdakwa dengan
perbuatan pengeboman yang terjadi sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 6 UU Terorisme.
Adapun yang kami maksud dalam uraian Surat Dakwaan Penuntut
Umum ialah uraian fakta sebagai berikut:
Bahwa pada tanggal 13 Juli 2015, bertempat di Markas Besar
GAMI di Pulau Morotai, Maluku Utara, TERDAKWA
mengadakan pertemuan dengan PRAMARTHA WIBAWA untuk
menyatakan kemarahannya karena Pemerintah Republik
Indonesia melarang GAMI untuk beroperasi, dan TERDAKWA
menjelaskan bahwa larangan terhadap GAMI ini adalah upaya
kaum kapitalis dan hedonis di Indonesia untuk menghalang-
halangi tercapainya kesetaraan hak dan kewajiban, ekonomi,
sosial, politik, dan juga

budaya antar manusia, dan untuk menunjukkan bahwa


mereka masih dapat bergerak, TERDAKWA menyatakan
kepada PRAMARTHA WIBAWA untuk mengajak anggota GAMI
lainnya melakukan perlawanan kepada kaum kapitalis dan
hedonis yang telah melarang GAMI tersebut;

Bahwa pada tanggal 15 Juli 2015, bertempat di Markas Besar


GAMI di Pulau Morotai, Maluku Utara, PRAMARTHA WIBAWA
bertemu dengan TERDAKWA, dimana dalam pertemuan
tersebut, PRAMARTHA WIBAWA mengatakan bahwa
PRAMARTHA WIBAWA telah mempersiapkan perencanaan
untuk melakukan aksi perlawanan di Bali sebagai upaya
mewujudkan perlawanan terhadap kaum-kaum kapitalis dan
hedonis seperti yang dikatakan TERDAKWA sebelumnya;

Penuntut Umum dalam hal ini mendakwakan Terdakwa dengan


Pasal 14 UU Terorisme, adapun pasal tersebut mengatur sebagai berikut:
Pasal 14

Setiap orang yang merencanakan dan/atau menggerakkan orang lain


untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12
dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup
Adapun penjelasan terkait hal tersebut ialah sebagai berikut:
Pasal 14
Ketentuan ini ditujukan terhadap auctor intelectualis.
Yang dimaksud dengan merencanakan termasuk mempersiapkan baik
secara fisik, finansial, maupun sumber daya manusia.
Yang dimaksud dengan menggerakkan adalah melakukan hasutan dan
provokasi, pemberian hadiah atau uang atau janji-janji.

Dalam hal ini tidak terdapat pengertian yang lebih jelas terkait
penjeleasan dari penggerakan, sehingga kami mengutip pendapat dari
Moeljato5, yaitu persyaratan penggerakan yaitu:
i. Harus ada orang yang mempunyai opzet untuk melakukan
perbuatan pidana dengan cara menggerakan ke orang lain;
ii. Harus ada orang lain yang dapat melakukan perbuatan yang
sengaja digerakkan;
iii. Cara menggerakan harus dengan cara-cara/salah satu cara
daya upaya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 55 ayat (1)
ke-2 KUHP
iv. Orang yang digerakkan harus benar-benar melakukan
perbuatan

Jika dibahas satu persatu syaratnya maka penggerakan tidak


terpenuhi karena:
a. Surat Dakwaan tidak jelas dan tidak lengkap menghubungkan
kesamaan niat antara Terdakwa dengan para pelaku tindak pidana,
sebab niat Terdakwa adalah melakukan perlawanan tanpa
membicarakan mengenai pengeboman seperti tuduhan Penuntut
Umum yang menuduh Terdakwa nyuruh atau menggerakan untuk
melakukan pengeboman.
b. Bahwa Penuntut Umum tidak jelas dan tidak lengkap
menggambarkan adanya daya upaya penggerakan berupa
hasutan, provokasi, hadiah, uang ataupun janji yang dilakukan
Terdakwa, sebab yang dilakukan oleh Terdakwa hanyalah
mengajarkan kepercayaan Zainisme sesuai ajaran dalam kitab
Zainisme yaitu tercapainya kesetaraan hak dan kewajiban,
ekonomi, sosial, politik, dan juga budaya antar manusia
c. Bahwa Penuntut Umum tidak jelas dan tidak lengkap
menggambarkan hal yang dianjurkan Terdakwa dalam dakwahnya
adalah melakukan perlawanan terhadap kaum kapitalis, namun
tidak pernah mengatakan untuk melakukan pengeboman seperti

5 Ibid
dakwaan Penuntut Umum, sehingga tidak terdapat kesamaan
kehendak antara Terdakwa dengan peristiwa pengeboman di Bali.

Maka, Surat Dakwaan tidak jelas dan tidak lengkap menggambarkan


kausalitas antara perbuatan-perbuatan yang dilakukan Terdakwa
dengan peristiwa pengeboman yang dilakukan oleh Pramartha, dkk.
KESIMPULAN DAN PERMOHONAN

Majelis Hakim yang mulia,


Penuntut Umum yang kami hormati,
serta sidang pengadilan yang kami muliakan.

Nota Keberatan ini kami sampaikan dalam rangka permohonan


kepada Majelis Hakim untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya
kepada Terdakwa, mengingat banyaknya uraian fakta yang dirumuskan
oleh Penuntut Umum tidak sesuai dengan fakta yang dialami oleh
Terdakwa dan adanya kesalahan penerapan hukum.
Berdasarkan uraian yang telah kami sampaikan, maka kami dari
Tim Penasehat Hukum Saudari Nanang Fajri. Berkesimpulan bahwa Surat
Dakwaan Penuntut Umum tidak memenuhi syarat yang ada pada Pasal
143 ayat (2) huruf b KUHAP yaitu Surat Dakwaan tidak cermat, tidak
jelas, dan tidak lengkap sehingga Penuntut Umum telah keliru dalam
memberikan dakwaan.
Atas uraian yang telah kami sampaikan, kami mohon kepada Majelis
Hakim untuk memberikan putusan sela dengan amar putusan
1. Menerima dan mengabulkan Nota Keberatan atas nama Terdakwa
2. Menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum atau
setidak-tidaknya tidak dapat diterima
3. Melepaskan terdakwa dari tahanan
4. Membebankan biaya perkara kepada negara
Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain, kami mohon untuk
putusan yang seadil-adilnya

Hormat kami,
Tim Penasihat Hukum Terdakwa

Richardus Mulyo Mardiarso, S.H., M.H. Indah Kusumaningrum, S.H.,


M.H.

Anda mungkin juga menyukai