Anda di halaman 1dari 14

Kendari, 21 Juli 2016

EKSEPSI PENASIHAT HUKUM TERDAKWA

Untuk dan atas nama terdakwa :


:
Atas nama Terdakwa : Syifa Andriani
Tempat lahir : Kendari
Umur/Tanggal Lahir : 32 Tahun/ 19 Februari 1983
Jenis Kelamin : Perempuan
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Jl. MT Hayono No. 6 RT 02 RW 03 Kelurahan Kambu
Kecamatan Kadia
Agama : Islam
Pekerjaan : Direktur Utama Perusahaan PT Dika Migas

Adalah selaku terdakwa dalam perkara pidana nomor registrasi perkara :


321/PID.SUS/TPK/2016/PN.JAKPUS

Mihi Lex Esse von Videtu, Quae Justa Non Fuerit


“Sesuatu yang Tidak Adil maka Bukan merupakan Hukum”

Majelis Hakim Yang Kami Muliakan


Penuntut Umum yang Kami Hormati
Serta Pengunjung sidang sekalian

I. PENDAHULUAN
Dengan hormat,
Kami yang berdatangan dibawah ini :
1. APRIYANTO PRASETYO NUGROHO, S.H., LL.M
2. BELLA ALIYU MOHYI, S.H., M.H
Keduanya adalah advokat dan konsultan Hukum pada kantor ABEL PARTNER LAW
OFFICE, beralamat di Jalan Nasution No.16 Kendari Sulawesi Tenggara, untuk
bertindak baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri, bertindak untuk dan atas
nama terdakwa Syifa Andriani berdasarkan Kekuatan Hukum Surat Kuasa Khusus
Tertanggal 19 April 2016. Kami mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang di
berikan Majelis Hakim kepada kami untuk mengajukan keberatan/eksepsi terhadap
dakwaan saudara Penuntut Umum, bertindak untuk dan atas nama kepentingan hukum
terdakwa. Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan perkara sidang pengadilan
berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 563/Pid.B/2015.PN.UNA tanggal
menyatakan bahwa yang menjadi dasar pemeriksaan oleh pengadilan ialah surat
dakwaan.”Dan berdasarkan Pasal 143 (2) KUHAP surat dakwaan harus memenuhi
syarat formil dan materil apabila surat dakwaan tidak memenuhi syarat materil, maka
surat dakwaan yang demikian adalah batal demi hukum.
Merupakan suatu kehormatan bagi kami yang secara bersama-sama dengan Penuntut
Umum dalam menegakan supremasi hukum, mendampingi Terdakwa Syifa Andriani di
mana kami dan Penuntut Umum adalah sama-sama beranjak dari Hukum yang
berlaku, namun dalam perkara ini kami berbeda pendapat dengan penuntut umum
yang menyatakan terdakwa didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud
dibawah ini :

DAKWAAN
Melanggar Pasal 55 Undang-Undang No.22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

Majelis Hakim yang Mulia


Penuntut Umum yang kami hormati
Serta Pengujung sidang sekalian

Bahwa untuk mengefisiensikan waktu, kami memohon bahwa surat dakwaan dianggap
telah dimuat secara lengkap dalam eksepsi ini. Kita semua sependapat saudara Penuntut
Umum mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 butir 6
KUHAP, bahwa setiap perbuatan kejahatan yang dilakukan oleh siapapun tidak boleh di
biarkan dan haruslah di lakukan penyidikan serta pelaksanaan hukumnya tidak boleh di
tawar-tawar, dalam arti siapapun yang bersalah harus di tuntut dan di hukum setimpal
dengan perbuatannya, kecuali di tentukan lain oleh undang-undang menghukum orang yang
bersalah merupakan tuntutan dari hukum, keadilan dan kebenaran itu sendiri. Sebab jika
tidak dilakukan akan timbul reaksi yang dapat mengoyahkan sendi-sendi dalam penegakkan
supremasi hukum. Tetapi disamping itu, tidak seorangpun boleh memperkosa kaedah-
kaedah hukum, keadilan dan kebenaran untuk maksud-maksud tertentu dengan tujuan
tertentu. Begitu pula dalam perkara ini, kita semua sepakat untuk menegakkan sendi-sendi
hukum dalam upaya kita mengokohkan supremasi hukum yang telah diatur dalam kaedah-
kaedah hukum didalam KUHAP.

Kegagalan dalam penegakkan keadilan (miscarriage of justice) adalah merupakan


persoalan universal dan actual yang difahami oleh hampir semua bangsa dalam
menegakkan sistem peradilan pidananya (criminal justice system). Seseorang pejabat yang
mempunyai kuasa dan wewenang yang ada padanya untuk memberikan keadilan, ternyata
menggunakan kuasa dan wewenangnya yang ada padanya justru untuk memberi ketidak
adilan. Demikian parahnya ketidak adilan tersebut, sehingga situasi hukum di Indonesia
digambarkan dalam kondisi DISPERATE, berada pada titik paling rendah (nadir).

Persoalan ini juga merupakan isu penting ditengah upaya memajukan dan menegakkan
hak-hak asasi hak manusia dan demokrasi yang merupakan pilar penting dari penegakan
pemerintahan yang baik (good governance). Kegagalan dalam penegakkan keadilan dalam
system peradilan pidana diulas oleh Clive Walker ; dijelaskan suatu penghukuman yang
lahir dari ketidakjujuran atau penipuan atau tidak berdasarkan hukum dan keadilan bersifat
korosif atau klaim legitimasi Negara yang berbasis nilai-nilai system peradilan pidana yang
menghormati hak-hak individu. Dalam konteks ini kegagalan penegakkan keadilan akan
menimbulkan bahaya bagi integritas moral proses hukum pidana. Lebih jauh lagi hal ini
dapat merusak keyakinan masyarakat akan penegakkan hukum;

Bahwa dihadapan majelis Hakim yaitu sebagai “Dominus Litis” yang tidak berpihak,
saat ini ada dua pihak yang berperkara yaitu : Penuntut Umum sebagai penuntut dan
Terdakwa Syifa Andriani yang didampingi oleh Penasihat Hukumnya yang melihat
hukum tersebut dari fungsinya yang berbeda, dan selanjutnya Majelis Hakim
memandang kedua belah pihak sama tinggi dan sama rendah, Majelis hakim
memeriksa dan mengadili perkara ini tanpa mempunyai kepentingan pribadi di
dalamnya ;

Dengan demikian, majelis hakim akan dapat menempatkan dirinya pada posisi yang
netral dan tetap eksis sebagai pengayom keadilan dan kebenaran dalam usaha
terwujudnya kepastian hukum (reachable to legal certainity) seperti yang didambakan
oleh masyarakat secara luas pada waktu ini;
I. Dasar Hukum Mengenai Keberatan

a. Bahwa dasar hukum mengenai keberatan terdakwa atau advokat terhadap Surat
Dakwaan penuntut umum diatur dalam Pasal 156 Ayat (1) KUHAP yang pada
pokoknya menyatakan bahwa terdakwa atau advokatnya dapat mengajukan
keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau
dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan;
b. Bahwa oleh karena Terdakwa bermaksud mengajukan keberatan mengenai
pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya, maka yang akan mendapat
pembahasan di sini adalah keberatan mengenai dakwaan tidak dapat diterima
dan mengenai surat dakwaan harus
dibatalkan
c. Bahwa yang dimaksud dengan keberatan mengenai dakwaan tidak dapat
diterima adalah keberatan yang diajukan apabila surat dakwaan yang diajukan
mengandung cacat formal atau mengandung kekeliruan beracara (error in
procedure)
d. Bahwa yang dimaksud dengan keberatan mengenai surat dakwaan harus
dibatalkan adalah keberatan yang diajukan karena surat dakwaan telah dibuat
dengan tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 Ayat (2) Huruf b KUHAP yang
berbunyi:

Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan


ditandatangani serta berisi: … b. uraian secara cermat, jelas dan lengkap
mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan
tempat tindak pidana itu dilakukan.

II. EKSEPSI

Mengacu kepada maksud yang terkandung dalam pasal 156 (1) KUHAP, atas nama
Terdakwa Syifa Andriani maka kami sampaikan EKSEPSI/Keberatan atas surat
dakwaan Sdr. Penuntut Umum dengan alasan-alasan yuridis sebagai berikut:

Bahwa pada kesempatan ini, tepat sekali kiranya Majelis Hakim menyoroti kualitas
dakwaan yang telah disampaikan oleh sdr. Penuntut Umum, apakah tindakan hukum
yang dilakukan, rumusan delik dan penerapan ketentuan undang-undang yang
dimaksud oleh KUHAP dalam perkara ini apakah sudah tepat dan benar serta apakah
telah sesuai dengan norma-norma hukum , fakta dan bukti kejadian yang sebenarnya,
ataukah rumusan delik dalam dakwaan itu hanya merupakan suatu “imaginer” yang
sengaja dikedepankan sehingga membentuk suatu “konstruksi hukum” yang dapat
menyudutkan Terdakwa pada posisi lemah secara yurudis;

Jika ditinjau dari sudut pasal 143 ayat (2) KUHAP yang menuntut bahwa surat
dakwaan harus jelas, cermat, dan lengkap memuat semua unsur-unsur tindak pidana
yang didakwakan, maka terlihat bahwa dakwaan sdr. Penuntut Umum masih belum
memenuhi persyaratan yang dimaksud oleh Undang-undang tersebut baik dari segi
formil maupun dari segi materilnya. Keterangan tentang apa yang dimaksud tentang
dakwaan yang jelas, cermat dan lengkap apabila tidak dipenuhi mengakibatkan
batalnya surat dakwaan tersebut karena merugikan Terdakwa dalam melakukan
pembelaan;

Memperhatikan bunyi pasal 143 ayat (2) KUHAP terdapat 2 (dua) unsur yang harus
dipenuhi dalam surat dakwaan, yaitu :

Syarat Formil (Pasal 143 ayat (2) huruf a)


Maksudnya adalah suatu surat dakwaan harus memuat uraian secara cermat, jelas
dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu
dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

Selanjutnya Pasal 143 ayat (3) huruf b KUHAP secara tegas menyebutkan bahwa tidak
dipenuhinya syarat-syarat materil ; surat dakwaan menjadi batal demi hukum atau
“null and void” yang berarti sejak semula tidak ada tindak pidana seperti yang
dilukiskan dalam surat dakwaan itu.

Berikut ini kami kutip apa yang dimaksud dengan “cermat, jelas dan lengkap” oleh
Pedoman pembuatan Surat Dakwaan yang diterbitkan oleh Kejaksaan Agung RI
halaman 12, menyebutkan:

Yang dimaksud dengan cermat adalah ;


Ketelitian Penuntut Umum dalam mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan
kepada undang-undang yang berlaku, serta tidak terdapat kekurangan dan atau
kekeliruan yang dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau tidak dapat
dibuktikan, antara lain misalnya :
 Apakah ada pengaduan dalam hal delik aduan ;
 Apakah penerapan hukum/ketentuan pidananya sudah tepat ;
 Apakah terdakwa dapat dipertanggung jawabkan dalam melakukan tindak
pidana tersebut;
 Apakah tindak pidana tersebut belum atau sudah kadaluarsa;
 Apakah tindak pidana yang didakwakan tidak nebis in idem;

Penuntut Umum harus mampu merumuskan unsur-unsur dari delik yang didakwakan
sekaligus mempadukan dengan uraian perbuatan materil (fakta) yang dilakukan oleh
Terdakwa dalam surat dakwaan. Dalam hal ini harus diperhatikan jangan sekali-kali
mempadukan dalam uraian dakwaan antara delik yang satu dengan delik yang lain
yang unsur-unsurnya berbeda satu sama lain atau uraian dakwaan yang hanya
menunjuk pada uraian dakwaan sebelumnya (seperti misalnya menunjuk pada
dakwaan pertama) sedangkan unsurnya berbeda, sehingga dakwaan menjadi kabur
atau tidak jelas (obscuur libel) yang
diancam dengan pembatalan.

Yang dimaksud dengan lengkap adalah :


Uraian surat dakwaan harus mencangkup semua unsur-unsur yang ditentukan undang-
undang secara lengkap. Jangan sampai terjadi adanya unsur delik yang tidak
dirumuskan secara lengkap atau tidak diuraikan perbuatan materilnya secara tegas
dalam dakwaan, sehingga berakibat perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana
menurut undang-undang.

Pengajuan nota keberatan (eksepsi) berdasarkan ketentuan pasal 156 ayat (1) KUHAP
tersebut, eksepsi dapat diajukan dalam 3 (tiga) hal, yaitu :
1. Eksepsi tentang Keberatan Tentang Dakwaan Tidak Dapat Diterima (Niet
Ontvankelijk);
2. Eksepsi tentang Dakwaan Error in Persona;
3. Eksepsi mengenai Keberatan Mengenai Hak Asasi dan Prosesual;

Bahwa sehubungan dengan ketentuan yang tersebut dalam pasal 156 ayat (1) KUHAP
diatas maka bersamaan dengan ini disampaikan eksepsi terhadap surat dakwaan
sebagai berikut;

1. Keberatan Tentang Dakwaan Tidak Dapat Diterima (Niet Ontvankelijk)

Majelis hakim yang kami muliakan,


Sdr. Penuntut umum yang kami hormati,

Setelah mempelajari Surat Dakwaan Penuntut Umum dalam perkara ini, kami
berpendapat bahwa Dakwaan dimaksud mengandung berbagai cacat hukum,
sehingga seharusnya Majelis Yang Mulia menyatakan tidak dapat diterima (niet
onvankelijk verklaard), sebagaimana diatur dalam Pasal 156 Ayat (1) Dan Ayat (2)
KUHAP yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
(1) Dalam hal Terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa
pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat
diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi
kesempatan kepada Penuntut Umum menyatakan pendapatnya, hakim
mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil
keputusan;
(2) Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak
diperiksa lebih lanjut, sebaliknya dalam hal tidak diterima atau hakim
berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan,
maka siding dilanjutkan.
Walapun KUHAP tidak mengatur secara rinci tentang alasan-alasan mengapa atau
dalam hal-hal apa suatu dakwaan dinyatakan tidak dapat diterima, tetapi dalam doktrin
dan yurisprudensi dapat ditemui alasan-alasan dimaksud, yang pada intinya dikaitkan
dengan cacat hukum yang terdapat dalam dakwaan, baik menyangkut bentuk Surat
dengan cacat hukum yang terdapat dalam dakwaan, baik menyangkut bentuk Surat
Dakwaan maupun mengenai isinya yang menimbulkan kebingungan di pihak Terdakwa
tentang perbuatan dan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.

Surat Dakwaan yang mengandung cacat hukum seperti itu jelas melanggar hak-hak
asasi Terdakwa dan sangat merugikan dalam hal pembelaan dirinya.
M. Yahya Harahap, SH. Dalam bukunya “Pembahasan Permasalahan Penerapan
KUHAP”, Edisi Kedua, Cetakan Kedua, Penerbit: Sinar Grafika, Jakarta, pada
halaman 122 mengemukakan:
“ Pengertian yang umum diberikan terhadap eksepsi dakwaan tidak dapat diterima:
apabila dakwaan yang diajukan mengandung “cacat formal” atau mengandung
“kekeliruan beracara (error inprocedur). Bias catat mengenai orang yang didakwa,
keliru, susunan atau bentuk Surat Dakwaan yang diajukan Penutut Umum, salah
atau keliru”.

Majelis Hakim Yang Mulia


Penuntut Umum yang terhormat

Cacat formal dan kekeliruan surat dakwaan Penuntut Umum dalam perkara ini akan
dikemukakan dalam bentuk keberatan dibawah, sehingga surat dakwaan Penuntut
Umum dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvanjelijk verklaard).

Rumusan Dakwaan Tidak Sesuai Ketentuan Pasal 143 Ayat (2) Huruf b
KUHAP; Sehingga Harus Dinyatakan Batal Demi Hukum
Pasal 143 Ayat (2) Kuhap menentukan :
Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditanda tangani
serta berisi:
a. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka.
b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu
dilakukan.

Dengan kata lain Surat dakwaan harus memenuhi syarat formil dan materiil. Syarat
formil sebagaimana ditentukan dalam huruf a, sedangkan syarat materil sebagaimana
huruf b tersebut diatas. Kemudian lebih Pasal 143 Ayat (3) KUHAP menyatakan :
Surat Dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana Ayat (2) Huruf b di atas
batal demi hukum.
Adapun mengenai syarat materiil tersebut Mahkamah Agung Republik Indonesia telah
mempedomani Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia, No
492/K/KR/1981, Tanggal 8 Januari 1983 yang menetapkan:
“bahwa syarat materiil Surat Dakwaan, adalah adanya perumusan secara lengkap,
jelas dan tepat, mengenai perbutan-perbuatan yang didakwakan terhadap
Terdakwa, sesuai dengan rumusan delik yang mengancam perbuatan-perbuatan
itu dengan hukuman pidana yang dilakukan oleh Terdakwa, keseluruhannya harus
mengisi secara cermat, tepat, dan benar, semua unsure dari semua delik yang
ditentukan undang-undang yang didakwakan kepadanya”
Berdasarkan ketentuan KUHAP dan Yurisprudensi tersebut diatas, maka diperoleh
konklusi bahwa in casu yang harus diuraikan secara cermat, jelas dan lengkap oleh
saudara Penuntut Umum dalam surat dakwaan a quo adalah :
- Rumusan dan unsur-unsur delik atau tindak pidana yang didakwakan, dan;
- Rumusan perbuatan-perbuatan material mengenai perbuatan yang dilakukan
oleh terdakwa yang keseluruhannya dapat mengisi secara cermat dan benar
semua unsur dari delik yang ditentukan dalam pasal undang-undang yang
didakwakan kepada terdakwa tersebut.

Apabila kita cermati rumusan dakwaan dalam perkara terdakwa, Syifa Andriani tidak
jelas apa tindakan dari terdakwa yang dapat dinyatakan sebagai tindak pidana
sebagaimana harus dirumuskan sesuai ketentuan pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP,
rumusan tindakan terdakwa dalam dakwaan hanya didasarkan pada asumsi-asumsi
atau Kemudian ketika kita mencermati dakwaan Penuntut Umum, dimana penuntut
umum ternyata telah salah dan keliru menuntut terdakwa dengan dakwaan :

Melanggar Pasal 55 Undang-Undang No.22 Tahun 2001 tentang


Minyak dan Gas Bumi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

Bahwa juga dakwaan penuntut umum tidak memenuhi syarat materil berdasarkan
pasal 143 ayat(2) sebagamaina tertuang dalam dakwaan di halaman 7 tidak secara
jelas menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan yang dimana dalam
dakwaan bahwa pada hari Jumat tanggal 2 Maret 2012 atau setidak-tidaknya pada
suatu waktu pada bulan Maret tahun 2012, bertempat di Grand Clarion Hotel atau
setidak-tidaknya pada suatu tempat di Kota Kendari
sehingga Penuntut Umum nampak ragu dalam merumuskan secara jelas dan tegas
apa tindakan terdakwa yang dapat memenuhi unsur tindak pidana yang didakwakan,
sehingga dakwaan Penuntut Umum menurut Penadapat Penasihat hukum adalah
kabur atau obscuur sehingga harus dinilai sebagai dakwaan yang tidak cermat, tidak
jelas dan tidak lengkap menguraikan tindak pidana, dengan kata lain tidak memenuhi
syarat materil sehingga berdasarkan pasal 143 ayat (3) maka dakwaan batal demi
hukum

2. Dakwaan Error in Persona


Yang seharusnya menjadi terdakwa dalam kasus ini adalah saudara Anton selaku
Sekeretaris di PT. Dika Migas yang berupaya untuk memalsukan dokumen berupa
laporan hasil penjualan Bahan Bakar Bersubsidi (BBM) jenis solar di SPBN Soropia
Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara.
Awalnya Syifa Andriani selaku terdakwa tidak tahu sama sekali di SPBN miliknya
terjadi kenaikkan harga yang membuat banyak nelayan yang mengeluh. Karena
semuanya telah ia serahkan kepada sekertarisnya saudara anton untuk
mengelola SPBN tersebut, karena dalam setiap laporan hasil penjualan yang
diberikan oleh saudara anton semuanya sesuai dan juga selama melaporkan
hasil penjualan BBM tersebut saudara Anton tidak pernah melaporkan adanya
keluhan dari nelayan tentang kenaikkan harga BBM di SPBN Soropia

Oleh karena itu yang seharusnya di tetapkan sebagai terdakwa adalah Saudara
Anton karena Saudara Anton terbukti melakukan Pemalsuan dokumen berupa
laporan hasil penjualan Bahan Bakar Bersubsidi (BBM) jenis solar di SPBN
Soropia. Maka saudara Anton melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHP Tentang
Memalsukan Surat-Surat
(1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat
menerbitkan ssesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu
pembebasan hutang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan
bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau
menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu
asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat
mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat,
dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.

oleh karena tindakan pemalsuan dokumen yang dilakukan saudara Anton sehingga
Syifa Andriani tidak mengetahui tentang laporan fiktif yang di lakukan oleh Aton selaku
Sekretaris di PT. Dika Migas dan Syifa Andriani tidak mengetahui juga tentang laporan
para nelayan yang mengeluhkan tingginya harga bbm di SPBN Dika Migas.

3. Keberatan Mengenai Hak Asasi dan Prosesual


Bahwa ketentuan Pasal 140 Ayat (1) KUHAP dengan tegas telah menentukan bahwa
dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan
penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan;

Bahwa ketentuan ini mengisyaratkan bahwa penuntut umum baru boleh membuat surat
dakwaan apabila penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat
dilakukan penuntutan dan ini berarti apabila dari hasil penyidikan tidak dapat dilakukan
penuntutan, ia belum atau tidak boleh membuat surat dakwaan;

Bahwa ketentuan ini pun mengisyaratkan bahwa hasil penyidikan yang dilakukan oleh
penyidik merupakan dasar dalam pembuatan surat dakwaan, sesuai dengan pendapat
yang dikemukakan oleh H.M.A. KUFFAL dalam bukunya “Penerapan KUHAP dalam
Praktek Hukum” (Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 2003,
halaman 221) yang menyatakan:
Surat Dakwaan adalah sebuah akte yang dibuat oleh penuntut umum berisi perumusan
tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa berdasarkan kesimpulan dari hasil
penyidikan.
Bahwa oleh karena surat dakwaan itu dibuat berdasarkan disusun berdasarkan
kesimpulan dari hasil penyidikan, maka dengan sendirinya apabila hasil penyidikan itu
mengandung cacat formal atau mengandung kekeliruan beracara (error in procedure),
maka surat dakwaan itu pun menjadi cacat formal atau mengandung kekeliruan
beracara (error in procedure);
Bahwa oleh karena itu untuk mengukur sejauh mana hak-hak asasi tersangka telah
dirugikan oleh penyidik dalam penyidikan atau untuk mengukur sejauh mana Surat
Dakwaan Penuntut Umum telah mengalami cacat formal atau kekeliruan beracara
(error in procedure), maka hal itu tergantung selain pada sejauh mana penuntut umum
dalam membuat surat dakwaannya, juga pada sejauh mana penyidik dalam melakukan
penyidikan telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam KUHAP;
Bahwa oleh karena semua atau sebagian besar hasil penyidikan penyidik telah
tertuang dalam Berkas Perkara yang dibuat oleh penyidik Kepolisian penyusunan
KEBERATAN ini selain Surat Dakwaan Penuntut Umum, Berkas Perkara yang dibuat
oleh penyidik itu juga akan menjadi bahan analisis yang sangat penting dalam
KEBERATAN ini; oleh karena keterbatasan waktu yang tersedia, maka dalam
penyusunan KEBERATAN ini Terdakwa atau advokatnya tidak dapat menganalisis
seluruh bagian dari Berkas Perkara yang dibuat oleh penyidik tersebut yang tebalnya
tidak kurang dari tujuh sentimeter, dan karena itu Terdakwa atau advokatnya hanya
akan mengemukakan beberapa cacat formal atau kekeliruan beracara (error in
procedure) seperti diuraikan di bawah ini;
akan tetapi Terdakwa atau advokatnya yakin bahwa oleh karena cacat formal atau
kekeliruan beracara (error in procedure) yang terjadi baik dalam Surat Dakwaan
Penuntut Umum maupun selama dalam tahap penyidikan itu cukup mengganggu
fondamen penegakan hukum, khususnya bagi penghormatan terhadap hak-hak asasi
manusia yang telah diamanatkan oleh pembentuk undang-undang melalui KUHAP,
maka sangatlah diharapkan Majelis Hakim mau memberi tempat yang selayaknya bagi
KEBERATAN yang Terdakwa atau advokatnya ajukan berdasarkan alasan sebagai
berikut:
Penyidik melakukan pemeriksaan terhadap tersangka tanpa didampingi advokat, tanpa
menunjuk advokat bagi tersangka, dan tanpa menjelaskan kepada tersangka bahwa
dalam perkara itu ia wajib didampingi oleh advokat, sehingga ketentuan Pasal 56 Ayat
(1) KUHAP telah dilanggar
Bahwa ketentuan Pasal 56 Ayat (1) KUHAP telah menyatakan:
Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih
atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau
lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada
semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum
bagi mereka.
Bahwa ketentuan ini tidak lain dimaksudkan untuk melindungi hak-hak asasi manusia
seorang tersangka atau terdakwa yang dipersangkakan atau didakwa melakukan suatu
tindak pidana, oleh karena seandainya orang itu benar telah melakukan perbuatan
seperti yang dipersangkakan atau didakwakan, perbuatan itu belum tentu merupakan
suatu tindak pidana, dan seandainya perbuatan itu merupakan suatu tindak pidana,
belum tentu ia bersalah melakukan tindak pidana itu karena berbagai keadaan yang
dibenarkan oleh hukum;

Bahwa oleh karena itu peran seorang advokat dalam mendampingi tersangka yang
sedang didengar keterangannya oleh penyidik menjadi sangat penting dalam
mengawal amanat undang-undang dalam menegakkan dasar utama negara hukum,
dengan pendampingan advokat diharapkan dapat dijaga misalnya:
a. agar keterangan tersangka diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam
bentuk apa pun sebagaimana diamanatkan oleh ketentuan Pasal 117 Ayat (1) KUHAP
yang berbunyi:
Keterangan tersangka … kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan
atau dalam bentuk apa pun.
b. agar dapat dipastikan bahwa penyidik mencatat keterangan tersangka dalam berita
acara seteliti-telitinya sesuai dengan kata yang dipergunakan oleh tersangka sendiri,
bukan kata yang dikehendaki oleh penyidik atau yang sesuai dengan keterangan saksi
pelapor, sesuai dengan ketentuan Pasal 117 Ayat (2) KUHAP yang berbunyi:
Dalam hal tersangka memberi keterangan … penyidik mencatat dalam berita acara
seteliti-telitinya sesuai dengan kata yang dipergunakan oleh tersangka sendiri.
Bahwa peran pendampingan seorang advokat bagi tersangka dalam pemeriksaan
penyidik sangat inhaerent dengan perlindungan hak-hak asasi manusia khususnya
bagi mereka yang tengah menjadi pesakitan di hadapan penyidik atau penuntut umum,
oleh karena seperti dikatakan oleh BAMBANG POERNOMO dalam bukunya
“Pandangan terhadap Azas-azas Umum Hukum Acara Pidana” (Liberty, Yogyakarta,
1982, halaman 4):
Pada hakikatnya pekerjaan seseorang untuk menduga dan menyangka orang lain
melakukan perbuatan pidana yang berupa kejahatan atau pelanggaran, dapat
menjurus sebagai perbuatan yang bersifat barbar karena di satu pihak akan giat
mempertahankan tuduhannya dan di lain pihak dengan gigih melakukan pembelaan
yang didorong oleh harga diri dan kebebasan pribadi setiap orang.

sebagaimana tindak pidana yang dipersangkakan kepada Terdakwa yang pada waktu
itu sebagai Tersangka adalah tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dengan
pidana menurut ketentuan.

Melanggar Pasal 55 Undang-Undang No.22 Tahun 2001 tentang


Minyak dan Gas Bumi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

oleh karena ancaman pidana yang dipersangkakan terhadap Terdakwa yang pada
waktu itu sebagai Tersangka adalah enam tahun dan lagi pula Terdakwa yang pada
waktu itu sebagai Tersangka tidak mempunyai advokat sendiri, maka jelas penyidik
yang melakukan pemeriksaan terhadap Terdakwa yang pada waktu itu sebagai
Tersangka seharusnya menunjuk advokat bagi Terdakwa yang pada waktu itu sebagai
Tersangka;

Bahwa dari Berkas Perkara dapat diketahui bahwa Terdakwa yang pada waktu itu
sebagai Tersangka selama pada tahap penyidikan telah menjalani pemeriksaan
sebagai tersangka di hadapan penyidik pada tanggal 27 Oktober 2015.

Bahwa oleh karena Terdakwa telah menjalani pemeriksaan pada tanggal tersebut
di atas, maka akan ditinjau Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat pada saat
pemeriksaan terhadap Terdakwa yang pada waktu itu berstatus sebagai
Tersangka;

a. Berita Acara Pemeriksaan tanggal 27 Oktober 2015


Bahwa berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat pada tanggal 27
Oktober 2015 ternyata pemeriksaan terhadap Terdakwa yang pada waktu itu
sebagai Saksi sama sekali tidak didampingi oleh seorang advokat, dan juga dari
sekian banyak pertanyaan yang diajukan seperti tertulis dalam Berita Acara itu
ternyata penyidik sama sekali tidak menunjuk seorang advokat untuk mendampingi
Terdakwa yang pada waktu itu sebagai Saksi dalam pemeriksaan tersebut.

III. PERMOHONAN

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, Penasihat Hukum terdakwa memohon

agar yang mulia Majelis Hakim berkenan untuk memutus :

- Menerima dan mengabulkan eksepsi Penasihat Hukum terdakwa;

- Menyatakan dakwaan batal demi hukum

- Atau setidak tidaknya batal demi hukum

- Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan

- Memulihkan nama baik terdakwa dalam keadaan semula

Atau Kami memohon kepada Majelis Hakim yang Mulia untuk dapat memeriksa,
mempertimbangkan, dan mengadili perkara ini menurut fakta hukum dan keyakinan
Mejelis Hakim, sehingga akan diperoleh suatu kebenaran materiil dan keadilan
yang seadil-adilnya bagi terdakwa

Penasihat Hukum I Terdakwa,

APRYANTO PRASETYO NUGROHO, S.H., LL.M

Penasihat Hukum II Terdakwa,

BELLA ALIYU MOHYI, S.H., M.H

Anda mungkin juga menyukai