Anda di halaman 1dari 12

Maros, Agustis 2023

Kepada Yth
Ketua Pengadilan Negeri Maros
Cq. Hakim Pemeriksa Perkara Nomor : 95/Pid.B/2023/PN Mrs
Di
Maros
Hal : Surat Eksepsi/Keberatan
Yang Bertanda tangan dibawah Ini :
SULAEMAN.S.H Para Advokat dari kantor Hukum Posbakum Pranaja Sulsel Yang Berlamat
di jalan Starda baru 32 Kel.Pantang Kecematan makale kabupaten Tana Toraja bertindak
Atas nama terdakwa Ronal Efendi.S.H Bin Haruddin Terlebih dahulu perkenankan kami
selaku Tim Penasihat Hukum Terdakwa berdasarkan Surat Kuasa Khusus pada kesempatan
ini kami memanjatkan segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang atas
rahmat dan tuntunan-Nya kita masih diberi nafas kehidupan, tubuh yang sehat dan kuat
sehingga kita dimampukan untuk menjalani tahap persidangan ini dengan baik serta kami
dapat mengajukan KEBERATAN atas Surat Dakwaan Penuntut Umum
Setelah pada persidangan lalu kita mendengarkan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
terhadap Terdakwa Ronal Efendi.S.H Bin Haruddin, maka kini perkenankanlah kami selaku
Penasihat Hukum Terdakwa menyampaikan eksepsi/tangkisan/keberatan dalam perkara a
quo
Berdasarkan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Yang Terhormat, kiranya kami merasa
sangat perlu untuk menyampaikan eksepsi ini demi kepentingan hukum dan keadilan serta
memperoleh jaminan perlindungan hak-hak asasi terdakwa atas kebenaran, kepastian hukum
dan keadilan serta demi memastikan terpenuhinya keadilan yang menjadi Hak Asasi Manusia,
sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 Deklarasi Universal HAM ( DUHAM ), Pasal 14 ( 1 )
Konvenan Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi menjadi Undang- Undang No. 12 tahun
2005 tentang Pengesahan Internasional Convenant on Civel and Political Rights (Konvenan
Internasional Tentang Hak-hak Sipil dan Politik), pasal 27 (1), pasal 28 D (1) UUD 1945, pasal
7 dan pasal 8 TAP MPR No. XVII Tahun 1998 Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 17 Undang-
Undang No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dimana semua orang adalah sama
dimuka hukum dan tanpa diskriminasi apapun serta berhak atas perlindungan hukum yang
sama
Selain itu, eksepsi ini perlu kami sampaikan demi perlindungan hukum yang lebih luas
bagi masyarakat pada umumnya maupun pembangunan hukum dalam proses beracara pada
persidangan perkara pidana yang semuanya itu telah pula dijamin dan diatur dalam Pasal 156
ayat (1) KUHAP yang mengatur sebagai berikut :
" Dalam hal Terdakwa atau Penasihat Hukum mengajukan keberatan bahwa
Pengadilan tidak berwenang mengadili perkara atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat
dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan oleh Jaksa Penuntut Umum
untuk menyatakan pendapatnya Hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk
selanjutnya mengambil keputusan "
Bahwa setelah disimak dengan cermat dan teliti surat dakwaan tersebut sangat jelas
hanya merupakan dakwaan yang mengada-ada, dan sengaja disusun hanya untuk memenuhi
prosedur, karena tanpa didukung oleh fakta-fakta yang sebenarnya dengan
mengesampingkan mengenai fakta-fakta lain atau bahkan mengabaikan pengertian secara
jelas tentang ketentuan perundang-undangan dan atau tidak menganalisa secara jelas dan
cermat terhadap pasal yang dituduhkan kepada Terdakwa dan apa yang terjadi sebenarnya
dilapangan dan bukti-bukti yang dimiliki oleh Saksi Korban untuk melaporkan dugaan tindak
pidana sebagaimana dalam Dakwaan Penuntut Umum, yang apabila dipertimbangkan secara
seksama, perkara ini seharusnya dan selayaknya tidak akan sampai diajukan ke Pengadilan
Yang Mulia ini.
Pengajuan NOTA KEBERATAN yang kami buat ini, sama sekali tidak mengurangi rasa
hormat kami kepada Jaksa Penuntut Umum yang sedang melaksanakan fungsi dan juga
pekerjaannya, serta juga pengajuan NOTA KEBERATAN ini tidak semata-mata mencari
kesalahan dari dakwaan jaksa penuntut umum ataupun menyanggah secara apriori dari
materi ataupun formal dakwaan yang dibuat oleh jaksa penuntut umum. Namun ada hal yang
sangat fundamental untuk dapat diketahui Majelis Hakim dan saudara Jaksa Penuntut Umum
demi tegaknya keadilan sebagaimana semboyan yang selalu kita junjung bersama selaku
penegak hukum yakni Fiat Justitia Ruat Caelum
Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang Pokok-
Pokok
Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan bahwa “Setiap orang yang disangka, ditangkap,
dituntut atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap TIDAK BERSALAH sebelum
ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan
hukum tetap”, oleh karena itu kami selaku Tim Penasihat Hukum Terdakwa, berharap bahwa
Persidangan tetap teguh kepada (bukan saja) prinsip hukum namun perintah undang-undang
yang menyatakan kita WAJIB menganggap Terdakwa yang duduk di hadapan kita saat ini
TIDAK BERSALAH sampai adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum
yang tetap (inkracht van gewijsde).
Dan juga Pengajuan NOTA KEBERATAN ini bukan untuk memperlambat jalannya
proses
peradilan, sebagaimana disebutkan dalam Asas Trilogi peradilan. Namun sebagaimana
disebutkan diatas, bahwa pembuatan dari NOTA KEBERATAN ini mempunyai makna serta
tujuan sebagai Penyeimbang dari Surat Dakwaan yang disusun dan dibacakan dalam sidang.
Kami selaku Penasihat Hukum terdakwa percaya bahwa Majelis Hakim akan
mempertimbangkan dan mencermati segala masalah hukum tersebut, sehingga dalam
keberatan ini kami mencoba untuk menggugah hati nurani Majelis Hakim agar tidak semata-
mata melihat permasalahan ini dari kacamata atau sudut pandang yuridis atau hukum positif
yang ada semata, namun menekankan nilai-nilai keadilan yang hidup didalam masyarakat
yang tentunya dapat meringankan hukuman terdakwa.
Untuk itu, sebelum melanjutkan ke tahap persidangan selanjutnya, marilah kita
melakukan penelaahan yang mendalam terlebih dahulu, apakah Surat Dakwaan dari Penuntut
Umum telah memenuhi ketentuan-ketentuan sebagaimana yang telah diatur KUHAP. Hal ini
didasarkan pada fungsi dari Surat Dakwaan yang pernah dikemukakan oleh Prof. Andi
Hamzah, S.H bahwa Surat Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidana karena
berdasarkan hal yang dimuat dalam surat itu, hakim akan memeriksa perkara itu.
Bertitik tolak dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) untuk kemudian berlanjut pada
Surat Dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut pada persidangan perkara ini, pada dasarnya
adalah langkah penegakan hukum demi menemukan kebenaran materiil hukum pidana.
Dalam artian pula, bahwa proses yang kita jalani bersama-sama saat ini adalah proses
menegakkan prinsip-prinsip hukum pidana yang berlaku bagi segenap warga negara tanpa
pandang bulu, baik itu hukum pidana formil maupun hukum pidana materiil, demi terwujudnya
suatu kebenaran dan keadilan yang dituangkan dalam putusan Majelis Hakim Yang Mulia
yang sering diibaratkan sebagai perpanjangan tangan Tuhan di atas dunia ini.
Yahya Harahap (1988; 415) menyatakan bahwa putusan perkara pidana dalam teori
maupun praktek sangat bergantung pada surat dakwaan, oleh karena surat dakwaan
merupakan landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka persidangan, dan kemudian
menjadi landasan bagi hakim dalam menyusun pertimbangan hukum dan putusan. Selain itu,
dalam Yurisprudensi MA RI No : 68K/KR/1973,16 Desember 1976 menyatakan bahwa
putusan hakim wajib mendasarkan pada rumusan surat dakwaan.
Namun demikian, setelah memperhatikan apa yang tertuang dalam Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) di Kepolisian serta Surat Dakwaan yang telah disampaikan Jaksa
Penuntut Umum pada persidangan lalu, maka kami merasa perlu untuk menyampaikan
eksepsi ini. Bukan demi kepentingan terdakwa yang duduk pada kursi panas persidangan,
melainkan demi tegaknya hukum dan keadilan sesuai dengan seharusnya. Sudah merupakan
kewajiban bagi Penasihat Hukum untuk mengajukan eksepsi/tangkisan/bantahan atas Surat
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum apabila dalam Surat Dakwaan tersebut ada sesuatu yang
tidak sesuai dengan seharusnya dan/atau Surat Dakwaan tersebut bermula dari sebuah
proses yang menyalahi prosedur hukum.
Perlunya eksepsi diajukan atas Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang dipandang
tidak sesuai dengan seharusnya bukan sekedar untuk membuat persidangan menjadi lama
melainkan lebih dari itu karena pada dasarnya fungsi surat dakwaan bagi terdakwa dan/atau
penasihat hukum adalah sebagai :
- Dasar menyusun pembelaan (pledooi)
- Dasar menyiapkan bukti-bukti terhadap dakwaan penuntut umum
- Dasar pembahasan yuridis
- Dasar melakukan upaya hukum
Dalam hal ini maka Penuntut Umum selaku penyusun Surat Dakwaan harus
mengetahui dan memahami benar kronologi peristiwa yang menjadi fakta dakwaan, apakah
sudah cukup berdasar untuk dapat dilanjutkan ke tahap pengadilan ataukah fakta tersebut
tidak seharusnya diteruskan karena memang secara materiil bukan merupakan tindak pidana.
Salah satu fungsi hukum adalah menjamin agar tugas Negara untuk menjamin kesejahteraan
rakyat bisa terlaksana dengan baik dan mewujudkan keadilan yang seadil adilnya dan hukum
menjadi panglima untuk mewujudkan sebuah kebenaran dan keadilan. Melalui uraian ini kami
mengajak Majelis Hakim yang terhormat dan jaksa penunutut umum bisa melihat
permasalahan secara menyeluruh (komprehensif) dan tidak terburu-buru serta bijak, agar
dapat sepenuhnya menilai ulang MA’MUN alias BIRAY , sebagai terdakwa dalam perkara ini
dan kami selaku Penasehat Hukum juga memohon kepada Majelis Hakim dalam Perkara ini
untuk memberikan keadilan
hukum yang seadil-adilnya Berdasarkan Surat Dakwaan yang telah dibuat oleh Penuntut
Umum, Kami selaku Tim Penasihat Hukum TERDAKWA sangat tidak setuju dengan Dakwaan
yang menyatakan bahwa terdakwa BERSALAH, Penuntut Umum tidak memperhatikan apa
yang sudah terurai dalam Surat Dakwaan yang sudah di buat. Dalam hal ini, Semoga Majelis
Hakim yang kami muliakan dapat memahami keberatan Tim Penasihat Hukum Terdakwa
dalam perkara ini, bahwa seberapa pun skeptisnya Terdakwa untuk memperoleh Keadilan,
tetapi sebagai suatu Keharusan, haruslah dilalui dengan harapan yang tiada lain Hakim harus
berani memutuskan sesuai dengan kebenaran yang diperoleh. Sekaligus dapat dijadikan tolak
ukur pengungkapan tabir dan penyelesainnya. Kami pun yakin saudara Penuntut Umum
sependapat dengan kami bahwa kehadiran Saudara Penuntut Umum sebagai alat Negara
pada sidang yang mulia ini adalah untuk menggali kebenaran demi mencapai keadilan yang
hakiki
III. KETENTUAN PERUMUSAN DAKWAAN
Majelis Hakim Yang Mulia, Yang Bertuah dan Bersahaja;
Saudara Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat;
Terdakwa dan hadirin sidang yang kami hormati;
Serta Sidang yang kami muliakan;
MENYUSUN SURAT DAKWAAN HARUS DILAKUKAN SECARA SERIUS DAN HATI - HATI.
SURAT DAKWAAN YANG MENYIMPANG DARI HASIL PENYIDIKAN DAN / ATAU YANG
TIDAK MEMENUHI SYARAT MATERIIL, MERUPAKAN DAKWAAN YANG HARUS
DINYATAKAN BATAL DEMI HUKUM MENURUT PASAL 143 KUHAP.
Dalam menyusun Surat Dakwaan tersebut, Penuntut Umum harus berpedoman pada
aturan-aturan, hasil penyidikan, yurisprudensi Mahkamah Agung bahkan doktrin hukum,
bukan hasil berasumsi atau mengarang bebas. Rumusan surat dakwaan harus sejalan
dengan hasil pemeriksaan penyidikan. Rumusan surat dakwaan yang menyimpang dari hasil
pemeriksaan penyidikan merupakan dakwaan yang palsu dan tidak benar. Surat dakwaan
yang demikian tidak dapat dipergunakan jaksa menuntut Terdakwa Selain itu sesuai dengan
pasal 143 KUHAP, dakwaan juga harus memenuhi syarat, baik formil maupun materiil. Pasal
143 ayat (2) KUHAP merupakan ketentuan syarat materil dari sebuah dakwaan. Sesuai
dengan Pasal 143 ayat (3) KUHAP, maka tidak dipenuhinya syarat materiil mengakibatkan
surat dakwaan batal demi hukum. Berikut bunyinya:
 Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta
berisi (b) uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
 Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) huruf (b) batal demi hukum ”.
Berdasarkan Pasal 143 ayat (2) KUHAP tersebut, agar syarat materiil terpenuhi, maka ada
2 (dua) unsur yang tidak boleh dilalaikan, yakni (a) uraian cermat, jelas dan lengkap mengenai
tindak pidana yang didakwakan dan menyebut (b) waktu dan tempat tindak pidana
dilakukan.--
1. Surat dakwaan seperti apa yang tidak memenuhi kedua unsur tersebut ? Sebagai berikut :
 Surat Dakwaan Yang Mengandung Pertentangan antara Satu Dengan Yang Lain
Pertentangan isi dakwaan menimbulkan keraguan bagi terdakwa tentang perbuatan
atau tindakan mana yang didakwakan kepadanya. Perumusan yang tidak jelas antara
misalnya “turut melakukan” dan “turut membantu” dapat menimbulkan kerugian bagi
terdakwa.----------- Ketentuan Pasal 143 KUHAP tersebut dikukuhkan oleh Mahkamah
Agung melalui putusan- putusannya yang menyatakan bahwa Surat dakwaan yang
disusun secara tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap dan oleh karenanya harus
dinyatakan BATAL DEMI HUKUM : Yurispudensi Nomor 234K/Kr/1978 tanggal 10
November tahun 1979 yang pada pokoknya menyatakan bahwa, “karena tuduhan
tidak jelas, tuduhan tersebut tersebut harus dinyatakan batal demi hukum”.
Yurispudensi Nomor 492K/Kr/1981, tanggal 8 Januari 1983 yang pada pokoknya
menyatakan bahwa, “PT telah tepat dengan mempertimbangkan, bahwa tuduhan yang
samar samar atau kabur harus dinyatakan batal demi hukum”. Yurispudensi Nomor
33K/Pid/1985, tanggal 15 Februari 1986, yang pada intinya menyatakan bahwa,
”karena surat dakwaan tidak dirumuskan secara cermat dan lengkap seperti yang
dikehendaki oleh pasal 143 (2) b KUHAP, dakwaan dinyatakan batal demi hukum.
Yurisprudensi tersebut juga sejalan dengan Surat Edaran Kejaksaan Agung RI Nomor
SE- 004/J.A/11/1993 tanggal 16 November 1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan
dijelaskan perumusan cermat, jelas dan lengkap sebagai berikut: Bahwa yang
dimaksud dengan “cermat” adalah menuntut ketelitian Jaksa Penuntut Umum dalam
mempersiapkan Surat Dakwaan yang akan diterapkan bagi Terdakwa. Dengan
menempatkan kata “cermat” paling depan dari rumusan pasal 143 ayat (2) huruf b
KUHAP, pembuat undang – undang menghendaki agar Jaksa Penuntut Umum dalam
membuat Surat Dakwaan selalu bersifat korek dan teliti. Bahwa yang dimaksud
dengan “jelas” adalah uraian kejadian atau fakta kejadian yang jelas dalam Surat
Dakwaan, sehingga terdakwa dengan mudah memahami apa yang didakwakan
terhadap dirinya dan dapat mempersiapkan pembelaan dengan sebaik – baiknya.
Bahwa yang dimaksud dengan “lengkap” adalah surat Dakwaan itu memuat semua
unsur (elemen) Tindak Pidana yang didakwakan. Unsur – unsur tersebut harus tertulis
secara jelas di dalam uraian fakta kejadian yang dituangkan dalam surat dakwaan.
Kemudian, uraian yang dituliskan merupakan syarat materiil. Surat Edaran Jaksa Agung
Nomor: SE 004/J.A/11/1993 menerangkan bahwa surat dakwaan dipandang telah memenuhi
syarat apabila telah mampu memberi gambaran secara utuh dan bulat akan:
1. Tindak pidana yang dilakukan.
2. Siapa yang melakukan tindak pidana.
3. Di mana dilakukannya tindak pidana.
4. Kapan tindak pidana dilakukan.
5. Bagaimana tindak pidana dilakukan.
6. Akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana.
7. Apa yang mendorong terdakwa melakukan tindak pidana tersebut.
8. Ketentuan pidana yang diterapkan.

ALASAN KEBERATAN TERHADAP SURAT DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM


Majelis Hakim Yang Mulia, Yang Bertuah dan Bersahaja;
Saudara Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat;
Terdakwa dan hadirin sidang yang kami hormati;
Serta Sidang yang kami muliakan;
M. Yahya Harahap mengatakan bahwa “pada dasarnya alasan yang dapat dijadikan
dasar hukum mengajukan keberatan agar surat dakwaan dibatalkan, apabila surat dakwaan
tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 atau melanggar ketentuan Pasal 144 ayat (2) dan (3)
KUHAP”. (Pembahasan dan penerapan KUHAP, pustaka Kartini, Jakarta, 1985, hlm. 663- 664
Berdasarkan Surat Dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum maka menurut
hemat kami ada beberapa hal yang perlu ditanggapi secara saksama mengingat di dalam
Surat
dakwaan tersebut terdapat berbagai kejanggalan dan ketidakjelasan yang menyebabkan kami
mengajukan keberatan
Berdasarkan uraian di atas kami selaku Penasehat Hukum Terdakwa ingin mengajukan
keberatan terhadap Surat Dakwaan yang telah didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum
dengan
alasan-alasan sebagai berikut :

A. PELANGGARAN MIRANDA RULE (MIRANDA WARNING)


Majelis Hakim Yang Mulia, Yang Bertuah dan Bersahaja;
Saudara Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat;
Terdakwa dan hadirin sidang yang kami hormati;
Serta Sidang yang kami muliakan;
Bahwa dalam perkara yang kita hadapi saat ini, eksepsi yang akan kami ajukan selaku
Penasihat Hukum Terdakwa Ronal Efendi S.H Bin Haruddin adalah eksepsi atas
dilakukannya pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana terdapat pada Pasal 56 ayat (1)
KUHAP oleh penyidik Polri dalam perkara ini, yang lebih dikenal dengan “Pelanggaran
Miranda Rule” dalam proses peradilan, dengan alasan sebagai berikut :
Bahwa sebagaimana yang diuraikan oleh Jaksa Penuntut Umum bahwa apa yang
dilakukan oleh Terdakwa adalah tindak pidana yang diancam dengan ancaman maksimal 8
tahun penjara sebagaimana yang diatur dalam Dakwaan Yaitu Pada pasal 264 ayat (2)
KUHPidana Dan Pasal 263 ayat (2) KUHPidana
Dan yang perlu menjadi perhatian Yang Mulia Majelis Hakim, bahwa Terdakwa tidak pernah
pernah didampingi Oleh penasihat Hukum pada Saat dilakukan pemeriksaan dihadapan
penyidik sebagaimana yang diatur dalam Pasal 54 KUHAP dan Pasal 56 ayat (1) KUHAP
yang menyatakan :
Pasal 54 KUHAP :
Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum
dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat
pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
Pasal 56 ayat (1) KUHAP :
(1)Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi
mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak
mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat
pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka; Fakta
hukum menunjukkan ternyata penyidik Polri dalam perkara ini telah melalaikan kewajibannya
dalam menunjuk penasihat hukum bagi tersangka/terdakwa. Dalam “due process of law”
sekalipun pihak Kepolisian dalam menjalankan fungsi penyelidikan dan penyidikan telah diberi
hak istimewa oleh undang-undang atau hak privillege berupa : memanggil, memeriksa,
menahan, menangkap, menggeledah, menyita terhadap dan dari diri tersangka, akan tetapi di
dalam melaksanakan hak-haknya tersebut pihak kepolisian harus taat dan tunduk kepada
prinsip The Right of Due Process, yaitu tersangka berhak diselidik dan/atau disidik atas
landasan “sesuai dengan hukum acara”.
Bertitik tolak dari asas ini, Polri dalam melaksanakan fungsi dan kewenangan
“penyidikan”,
harus berpatokan dan berpegang teguh pada ketentuan khusus yang telah diatur dan
dituangkan pada Hukum Acara Pidana (Criminal Procedure) sebagaimana terdapat pada
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 atau dikenal dengan istilah KUHAP.
Konsep due process merupakan bagian integral dari upaya menjunjung tinggi
supremasi hukum dalam menangani suatu tindak pidana yang pelaksanaannya harus
berpedoman dan menghormati doktrin inkorporasi yang memuat berbagai hak yang antara
lain telah dirumuskan pada BAB VI KUHAP, yang salah satunya adalah hak untuk
mendapatkan bantuan hukum seperti termaktub pada Pasal 54 KUHAP
Namun, khusus untuk sangkaan/dugaan/dakwaan yang diancam dengan hukuman pidana
penjara maksimal 5 tahun atau lebih bagi mereka yang tidak mampu, sebagaimana yang
sekarang didakwakan kepada Terdakwa MA’MUN alias BIRAY, tersangka seharusnya bukan
hanya sekedar diberitahu belaka tentang haknya untuk mendapat bantuan hukum seperti
tersebut pada Pasal 54 Jo Pasal 114 KUHAP. Lebih dari itu, tersangka harus menerima
haknya untuk mendapatkan bantuan hukum sejak dari awal proses penyidikan seperti
ditegaskan dalam Pasal 56 ayat (1) KUHAP.
Kewajiban untuk menunjuk penasihat hukum sebagaimana terdapat pada Pasal 56
ayat (1) KUHAP ini adalah suatu kewajiban yang bersifat imperative, dan apa yang terdapat
pada Pasal 56 ayat (1) KUHAP ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari asas
“presumption of innocence” dan hak-hak asasi serta berkaitan dengan pengembangan
Miranda Rule yang juga telah diadaptasi dalam KUHAP, seperti :
 Melarang penyidik melakukan praktik pemaksaan yang kejam untuk memperoleh
“pengakuan” (brutality to coerce confession)
 Melarang penyidik melakukan intimidasi kejiwaan (psychological intimidation)
Berbarengan dengan larangan dimaksud, tersangka diberikan hak untuk diperingatkan “hak
konstitusionalnya” yang disebut dengan Miranda Warning antara lain :
 Hak untuk tidak menjawab ( a right to remain silent)
 Hak didampingi penasihat hukum (a right to the presence of an attorney)
Namun, khusus untuk ketentuan sebagaimana diatur pada Pasal 56 ayat (1) KUHAP, sekali
lagi kami tegaskan bahwa penyidik tidak hanya wajib memberitahukan akan hak tersangka
untuk mendapatkan bantuan hukum, namun dalam hal ini penyidik wajib untuk menunjuk
penasihat hukum bagi tersangka. Dan, apabila terjadi setelah adanya penunjukan penasihat
hukum oleh penyidik, tersangka menolak untuk didampingi penasihat hukum, guna
menciptakan penegakan hukum yang transparan, maka hal penolakan oleh tersangka ini
seharusnya terjadi setelah penyidik melaksanakan kewajibannya untuk menunjuk penasihat
hukum. Sedangkan, bila memang ada penolakan ini dari tersangka, demi terciptanya suatu
kejujuran dalam proses penegakan hukum (law enforcement), penolakan oleh tersangka ini
seharusnya dilakukan dan/atau diketahui langsung di hadapan penasihat hukum yang telah
ditunjuk oleh penyidik tersebut dengan terlebih dahulu penyidik kepolisian menghadapkan
penasihat hukum tersebut kepada tersangka/terdakwa bukan hanya dengan memberikan
surat pernyataan tidak
menginginkan seorang penasihat hukum sebagaimana banyak kita temui dalam praktek
peradilan pidana selama ini.
Adapun yang menjadi kebiasaan dalam praktek selama ini, ternyata penyidik hanya
berusaha untuk membuat dan mendapatkan “Surat Pernyataan Tersangka Yang Isinya Tidak
Bersedia Didampingi Penasihat Hukum”. Padahal, sekalipun surat pernyataan dari tersangka
ini ada, seharusnya tidak dapat melumpuhkan dan/atau menghilangkan ketentuan undang-
undang yang mewajibkan pejabat yang bersangkutan untuk menunjuk penasihat hukum bagi
tersangka sebagaimana ditegaskan Pasal 56 ayat (1) KUHAP
Dari segi pendekatan formalistic legal thingking, ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP,
sebagaimana dijelaskan dalam buku M. Yahya Harapah, SH, berjudul “Pembahasan
Permasalahan dan Penerapan KUHAP” hal. 327, Penerbit Sinar Grafika, Tahun 2000,
menerangkan Pasal 56 ayat (1) KUHAP mengandung berbagai aspek permasalahan hukum
yaitu : Mengandung aspek nilai HAM, sesuai dengan deklarasi “universal” HAM yang
menegaskan
bahwa hadirnya penasihat hukum mendampingi tersangka atau terdakwa merupakan nilai
yang inheren pada diri manusia. Dengan demikian mengabaikan hak ini bertentangan
dengan nilai HAM;
Pemenuhan hak ini dalam proses peradilan pada semua tingkat pemeriksaan, menjadi
kewajiban bagi pejabat yang bersangkutan, sehingga mengabaikan ketentuan Pasal 56 ayat
(1) KUHAP ini mengakibatkan hasil pemeriksaan tidak syah dan batal demi hukum.
Bahwa Pasal 56 ayat (1) KUHAP sebagai ketentuan yang bernilai HAM telah diangkat
menjadi
salah satu patokan MIRANDA RULE atau MIRANDA PRINCIPLE , yang menegaskan
apabila pemeriksaan penyidikan, penuntutan, atau persidangan, tersangkat atau terdakwa
tidak didampingi penasihat hukum, maka sesuai dengan MIRANDA RULEpemeriksaan
adalah tidak sah atau batal demi hukum (null and void)
Bahwa sebagaimana yang telah Tim Penasehat Hukum Terdakwa uraikan di atas juga
telah sesuai dengan beberapa putusan Mahkamah Agung (Yurisprudensi) yang menyatakan
sebagai berikut:
1. Putusan Mahkamah Agung RI No 1565 K/Pid/1991 tertanggal 16 September 1993
yang pokoknya menyatakan, “apabila syarat – syarat permintaan tidak dipenuhi seperti
halnya penyidik tidak menunjuk penasihat hukum bagi Tersangka sejak awal
penyidikan, maka tuntutan penuntut umum dinyatakan tidak dapat diterima.”
2. Putusan Mahkamah Agung RI No 367 K/Pid/1998 tertanggal 29 Mei 1998 yang pada
pokoknya menyatakan “bahwa bila tak didampingi oleh penasihat hukum di tingkat
penyidikan maka bertentangan dengan Pasal 56 KUHAP, hingga BAP penyidikan dan
penuntut umum batal demi hukum dan karenanya tuntutan penuntut umum tidak dapat
diterima, walaupun pemeriksaan di sidang pengadilan di dampingi penasihat hukum.”
3. Putusan Mahkamah Agung RI No. 545 K/Pid.Sus/2011 menyatakan “Bahwa selama
pemeriksaan Terdakwa tidak didampingi oleh Penasehat Hukum, sedangkan Berita
Acara Penggeledahan dan Pernyataan tanggal 15 Desember 2009 ternyata telah
dibuat oleh Pejabat yang tidak melakukan tindakan tersebut namun oleh petugas yang
lain; Dengan demikian Berita Acara Pemeriksaan Terdakwa, Berita Acara
Penggeledahan tidak sah dan cacat hukum sehingga surat Dakwaan Jaksa yang
dibuat atas dasar Berita Acara tersebut menjadi tidak sah dan cacat hukum pula”
Sehingga berdasarkan uraian Tim Penasehat Hukum Terdakwa yang telah dikemukakan
di atas, maka Dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang berlandaskan pada berita acara
pemeriksaan (BAP) di kepolisian adalah TIDAK SAH SEHINGGA HARUS DINYATAKAN
BATAL DEMI HUKUM.
B. KORBAN TIDAK MEMPUNYAI LEGAL STANDING
Majelis Hakim Yang Mulia, Yang Bertuah dan Bersahaja;
Saudara Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat;
Terdakwa dan hadirin sidang yang kami hormati;
Serta Sidang yang kami muliakan;
Bahwa untuk membuktikan apakah dalam perkara a quo terdapat kerugian terhadap
Korban yaitu BPJS Ketenagakerjaan Cabang Maros sebagaimana Pasal-pasal yang
didakwakan kepada Terdakwa,
Dalam Dakwaan Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan pada Perkara Aquo
Menjelaskan bahwa Akibat Perbuatan dari diri terdakwa maka Pihak BPJS Ketenagakerjaan
Cabang maros Mengalami Kerugian Untuk Itu Perlu kami Menjelaskan bahwa Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2015 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2013 Tentang Pengelolaan Aset jaminan
Sosial Ketenagakerjaan Dimana pada Pasal 1 Poin 4 Menjelaskan “ Dana jaminan Sosial
kematian adalah Dana Amanat Milik Peserta Jaminan kematian Yang Merupakan
Himpunan Jaminan Kematian Beserta hasil Pengembangannya Yang dikelola Oleh
Pihak BPJS Ketenagakerjaan Untuk Untuk Pembayaran manfaat Kepada Peserta dan
Pembiayaan Oprasional Penyelengara jaminan Kematian “ Artinya Adalah bahwa
berdasarakan Perturan tersebut diatas Maka Dapat dijadikan Acuan bahwa pada perkara
Aquo Yang didakwakan kepada Diri terdakwa terkait Jaminan Sosial Kematian Milik Dari
Sdr(i) Ofi Sasmita Yang Merupakan Peserta jaminan Sosial kematian Yang Merupakan
Pemilik Hak Atas Dana jaminan Sosial Kematian tersebut Sedangkan Pihak BPJS
Ketenagakerjaan Cabang Maros hanya Bertindak Sebagai pengelola dan yang
Mengalami kerugian Adalah Sdr (i) Ofi Sasmita Bukan Pelapor Pada Perkara Aquo
( BPJS Ketenagakerjaan Cabang maros ) karna BPJS Ketenagakerjaan maros Hanya
bertindak Sebagai pengelola Yang bersifat Pasif tetapi yang memiliki hak Adalah Sdr(i)
ofi Sasmita yang merupakan peserta yang Selalu melakukan pembayaran Iuran
Jaminan Sosial tersebut setiap Bulan
Berdasarkan Uraian tersebut diatas Maka kami Mengangap bahwa pada Perkara Aquo
Yang didkawakan kepada diri terdakwa adalah cacat yuridis sehingga Korban (BPJS
Ketenagakerjaan cabang Maros) tidak mempunyai Legal Standing sebagai Korban dalam
melaporkan dugaan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Oleh karenanya sudah sewajarnya Yang Mulia Majelis Hakim menyatakan Dakwaan Jaksa
Penuntut Umum Batal Demi Hukum.
C. Error in Persona dan Error in Objecto
Majelis Hakim Yang Mulia, Yang Bertuah dan Bersahaja;
Saudara Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat;
Terdakwa dan hadirin sidang yang kami hormati;
Serta Sidang yang kami muliakan;
Dalam Dakwaan Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan pada Perkara Aquo
Menjelaskan bahwa Akibat Perbuatan dari diri terdakwa maka Pihak BPJS Ketenagakerjaan
Cabang Maros Mengalami Kerugian Untuk Itu Perlu kami Menjelaskan bahwa Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2015 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2013 Tentang Pengelolaan Aset jaminan
Sosial Ketenagakerjaan Dimana pada Pasal 1 Poin 4 Menjelaskan “ Dana jaminan Sosial
kematian adalah Dana Amanat Milik Peserta Jaminan kematian Yang Merupakan
Himpunan Jaminan Kematian Beserta hasil Pengembangannya Yang dikelola Oleh
Pihak BPJS Ketenagakerjaan Untuk Untuk Pembayaran manfaat Kepada Peserta dan
Pembiayaan Oprasional Penyelengara jaminan Kematian “ Artinya Adalah bahwa
berdasarakan Perturan tersebut diatas Maka Dapat dijadikan Acuan bahwa pada perkara
Aquo Yang didakwakan kepada Diri terdakwa terkait Jaminan Sosial Kematian Milik Dari
Sdr(i) Ofi Sasmita Yang Merupakan Peserta jaminan Sosial kematian Yang Merupakan
Pemilik Hak Atas Dana jaminan Sosial Kematian tersebut Sedangkan Pihak BPJS
Ketenagakerjaan Cabang Maros hanya Bertindak Sebagai pengelola dan yang
Mengalami kerugian Adalah Sdr (i) Ofi Sasmita Bukan Pelapor Pada Perkara Aquo
( BPJS Ketenagakerjaan Cabang maros ) karna BPJS Ketenagakerjaan maros Hanya
bertindak Sebagai pengelola Yang bersifat Pasif tetapi yang memiliki hak Adalah Sdr(i)
ofi Sasmita yang merupakan peserta yang Selalu melakukan pembayaran Iuran
Jaminan Sosial tersebut setiap Bulan
Bahwa Dalam Dakwan jaksa penuntut Umum Dalam perkara Aquo Menjelaskan bahwa
Pihak BPJS Ketenagakerjaan Cabang maros Mengalami Kerugian Sekitar 42.000.000 (Empat
Puluh Dua Juta Rupiah) bahwa Korban ( BPJS Ketenagakerjaan Cabang maros ) hanya
Sebagai pengelola jaminan Sosial kematian tersebut dimana Dana Sebesar tersebut diatas
berasal dari Iuran jaminan Sosial yang selanjutnya disebut sebagai Iuran Adalah Sejumlah
dana/uang yang dibayar Secara teratur Oleh Pkerja, Pemberi Kerja , dan/Atau pemerintah
Dalam rangka Program jaminan Sosial Sebagai mana Dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 99 tahun 2013 Tentang Pengelolaan Aset jaminan Sosial
Ketenagakerjaan Sehingga Dalam hal Ini uang jaminan kematian Sebasar 42.000.000
yang merupakan Objekt yang di Klaim oleh Korban (BPJS Ketenagakerjaan Cabang
Maros) yang menjadi kerugian Dari Korban/Pelapor Adalah bukan Milik dari pelapor dan
Pelapor Bukanlah Sebagai Korban yang memiliki hak terhadap uang jaminan Sosial
tersebut sebagaimana dalam Aturan Hukum yang berlaku dan Sebagaimana Undang-
undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Serta
Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
Berdasarkan Uraian tersebut diatas Maka kami Mengangap bahwa pada Perkara Aquo
Yang didkawakan kepada diri terdakwa adalah cacat yuridis sehingga Korban telah terdapat
Error in Persona dan Error in Objecto dalam perkara Aquo Oleh karenanya sudah
sewajarnya Yang Mulia Majelis Hakim menyatakan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Batal
Demi Hukum.

D. KESIMPULAN DAN PERMOHONAN


Majelis Hakim Yang Mulia, Yang Bertuah dan Bersahaja;
Saudara Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat;
Terdakwa dan hadirin sidang yang kami hormati;
Serta Sidang yang kami muliakan;
Perlu kami sampaikan pada bagian penutup ini, bahwa sebagai Keberatan kami
hanyalah tentang formalitas Surat Dakwaan. Segala uraian kami di atas dalam rangka
menguji
kecermatan, kejelasan, dan kelengkapan Surat Dakwaan dan sama sekali TIDAK membahas
pokok perkara. Sehingga, mohon dengan hormat kepada Penuntut Umum untuk tidak
menghindar dari kewajiban untuk menanggapi dengan jawaban klasik seperti “Keberatan Tim
Penasehat Hukum telah memasuki pokok perkara”.
Pengamatan kami, bila Penuntut Umum kesulitan menanggapi maka dengan mudah
dan
dengan bahasa yang standar, mengatakan bahwa kami telah memasuki pokok perkara.
Sudah
seharusnya Penuntut Umum tidak memaksakan diri untuk menghukum seseorang.
Sebagaimana yang dinyatakan Gustav Radbuch bahwa tujuan hukum ialah Keadilan,
Kemanfaatan , dan kepastian bukan untuk menghukum seseorang,
Seharusnya Penuntut Umum sadar bahwa keadilan harus diutamakan dari pada nafsu
untuk menghukum seseorang. Jangan karena nafsu untuk menghukum orang mengakibatkan
Penuntut Umum melupakan Keadilan
Berdasarkan Analisis Yuridis di atas, maka kami selaku Tim Penasihat Hukum
Terdakwa
berpendapat dan berkesimpulan sebagai berikut :
1. Bahwa Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang berlandaskan pada berita acara
pemeriksaan (BAP) di kepolisian YANG TIDAK DIDAMPINGI PENASEHAT HUKUM
adalah TIDAK SAH SEHINGGA BATAL DEMI HUKUM.
2. Korban (BPJS Ketenagakerjaan Cabang Maros ) tidak memiliki Hak pada perkara a
quo sehingga tidak mempunyai legal standing untuk melaporkaan perbuatan pidana
sebagaimana dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum. Sehingga Surat Dakwaan
Penuntut Umum harus dinyatakan BATAL DEMI HUKUM.
3. Bahwa Surat dakwaan terdapat Error in Persona dan Error in Objecto dalam
perkara Aquo Sehingga Surat Dakwaan Penuntut Umum harus dinyatakan BATAL
DEMI HUKUM.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kami selaku Tim Penasihat Hukum
Terdakwa
berdasarkan Pasal 143 ayat (3) Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Kelas 1-A Khusus yang memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara a quo , agar berkenan untuk menjatuhkan Putusan Sela dengan amar
sebagai berikut :
1. Menerima dan mengabulkan EKSEPSI / NOTA KEBERATAN dari Tim Penasihat
Hukum Terdakwa Ronal Efendi.S.H.BIN Haruddin untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan
dengan NO.REG.PERK. PDM-29/P.4.16/Eku.2/07/2023 atas nama Terdakwa Ronal
Efendi.S.H Bin Haruddin tidak memenuhi syarat , sehingga harus dinyatakan BATAL
DEMI HUKUM atau setidak-tidaknya TIDAK DAPAT DITERIMA;
3. Menyatakan agar Terdakwa Ronal Efendi.S.H.BIN Haruddin di LEPASKAN (onslag
van recht vervolging) dari seluruh Dakwaan Penuntut Umum;
4. Menyatakan pemeriksaan dengan NO.REG.PERK. PDM-29/P.4.16/Eku.2/07/2023 atas
nama Terdakwa Ronal Efendi.S.H Bin Haruddin agar segera dihentikan;
5. Menyatakan agar Terdakwa Ronal Efendi.S.H Bin Haruddin segera dilepaskan dan
dikeluarkan dari dalam tahanan;
6. Memulihkan nama baik, harkat, serta martabat Terdakwa Ronal Efendi.S.H Bin
Haruddin dengan segala akibat hukumnya Membebankan biaya perkara kepada
Negara.
ATAU
----- Apabila Majelis Hakim yang Mulia berpendapat lain maka kami mohon agar diberikan
putusan yang seadil-adilnya, demi tegaknya hukum dan keadilan berdasarkan asas kepatutan
dan asas kelayakan (Ex A Quo Et Bono) dan atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
Demikianlah EKSEPSI / NOTA KEBERATAN ini kami sampaikan dengan sebenar
benarnya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan kekuatan dan keteguhan iman
kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo agar dapat memahami
seluruh uraian yang telah Tim Penasehat Hukum Terdakwa kemukakan serta memberikan
putusan yang seadil-adilnya
HORMAT KAMI
PENASIHAT HUKUM TERDAKWA

SULAEMAN.S.H

Anda mungkin juga menyukai