Anda di halaman 1dari 12

EKSEPSI/KEBERATAN

No. Reg. Perkara: PDM-10/Par/Eku.15/02/2024

PADA PENGADILAN NEGERI PAREPARE

Lex Rejicit Superflua, Pugnantia, Incongrua


Hukum menolak hal yang

bertentangan dan tidak layak


IDENTITAS TERDAKWA

Majelis Hakim yang kami muliakan


Jaksa Penuntut Umum
Serta peserta sidang sekalian

Dalam persidangan yang mulia ini, telah dihadapkan Terdakwa selaku Klien Kami, bernama :
TERDAKWA

Nama Lengkap : HASAN FAIRUS


Umur : 28 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
TTL : Parepare
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Dusun Lempu RT 01/RW 10, Kelurahan Watung
Kecamatan Bacukiki
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMA

Dalam hal ini Terdakwa didampingi oleh YUSUF DAFFA HAKIM, S.H., L.LM. Advokat yang

berkantor pada Mbambes Law Firm yang beralamat di Kalam Kudus 7th – 12th Floor, Malang
Kav 15, Jalan. Bunga Mandi Blok C No. 13, Malang, Jawa Timur 77261, Indonesia selaku
Penasihat Hukum Terdakwa, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Bermaterai Nomor: 16/SK-
Khusus/MbambesLawFirm/XII/2024, tertanggal 10 juli 2024

I. PENDAHULUAN

Majelis Hakim yang kami


muliakan Jaksa Penuntut Umum
Serta peserta sidang sekalian

Pertama-tama, kami dari Tim Penasihat Hukum HASAN FAIRUS menyampaikan ucapan
terima kasih yang setinggi tingginya kepada Hakim Yang Mulia, yang memeriksa dan
mengadili perkara pidana ini. Kami Tim Penasihat Hukum merasa bahwa Hakim Yang Mulia
telah bertindak adil dan bijaksana terhadap semua pihak dalam persidangan ini. Hakim Yang
Mulia telah memberikan kesempatan yang sama baik kepada Jaksa Penuntut Umum untuk
menyusun dakwaannya, maupun kepada Terdakwa dan penasihat hukumnya juga telah diberi
kesempatan yang sama yaitu untuk mangajukan Eksepsi (Nota Keberatan).

Eksepsi ini kami sampaikan dengan pertimbangan bahwa ada hal-hal prinsip yang perlu kami
sampaikan berkaitan demi tegaknya hukum, kebenaran dan keadilan serta demi memastikan
terpenuhinya keadilan yang menjadi hak Terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat
(1) KUHAP yaitu : "Dalam hal Terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa
Pengadilan tidak berwenang mengadili perkara atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat
dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan oleh Jaksa Penuntut Umum
untuk menyatakan pendapatnya Hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk
selanjutnya mengambil keputusan".Pengajuan Eksepsi yang kami buat ini, sama sekali tidak
mengurangi rasa hormat kami kepada Jaksa Penuntut Umum yang sedang melaksanakan
fungsi dan juga pekerjaannya, serta juga pengajuan Eksepsi ini tidak semata-mata mencari
kesalahan dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum ataupun menyanggah secara apriori

dari materi ataupun formal dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penutut Umum.
Namun ada hal yang sangat fundamental untuk dapat diketahui Hakim Yang Mulia dan
saudara Jaksa Penuntut Umum demi tegaknya keadilan sebagaimana semboyan yang selalu
kita junjung bersama selaku penegak hukum yakni Fiat Justitia Ruat Caelum.Pengajuan
Eksepsi ini bukan untuk memperlambat jalannya proses peradilan, namun sebagaimana
disebutkan diatas bahwa pengajuan dari Eksepsi ini mempunyai makna serta tujuan sebagai
penyeimbang dari Surat Dakwaan yang disusun dan dibacakan dalam sidang. Kami selaku
penasihat hukum Terdakwa percaya bahwa Hakim Yang Mulia akan mempertimbangkan dan
mencermati segala masalah hukum tersebut, sehingga dalam keberatan ini kami mencoba
untuk menggungah hati nurani Hakim Yang Mulia agar tidak semata-mata melihat
permasalahan ini dari aspek yuridis atau hukum positif yang ada semata, namun juga
menekankan pada nilai-nilai keadilan yang hidup didalam masyarakat yang tentunya dapat
mendistribusikan keadilan yang seadil-adilnya kepada Terdakwa. Sebelum melangkah pada
proses yang lebih jauh lagi,perkenankan kami selaku kuasa hukum untuk memberikan suatu
adagium yang mungkin bisa dijadikan salah satu pertimbangan Hakim Yang Mulia yaitu :
“dakwaan merupakan unsur penting hukum acara pidana karena berdasarkan hal yang
dimuat dalam surat itu hakim memeriksa surat itu“ (Prof. Andi Hamzah, S.H).
Dalam hal ini maka Penuntut Umum selaku penyusun Surat Dakwaan harus mengetahui dan
memahami benar kronologi peristiwa yang menjadi fakta dakwaan, apakah sudah cukup
berdasar untuk dapat dilanjutkan ke tahap pengadilan ataukah fakta tersebut tidak
seharusnya diteruskan karena memang secara materiil bukan merupakan tindak pidana.
Salah satu fungsi hukum adalah menjamin agar tugas negara untuk menjamin kesejahteraan
rakyat bisa terlaksana dengan baik dan mewujudkan keadilan yang seadil-adilnya dan hukum
menjadi panglima untuk mewujudkan sebuah kebenaran dan keadilan

.Melus est acciepere quam facere injuriam


Lebih baik mengalami ketidakadilan daripada melakukan ketdakadilan.

Melalui uraian ini kami mengajak Hakim Yang Mulia dan Jaksa Penunutut Umum Yang
Terhormat untuk bisa melihat permasalahan secara komprehensif dan tidak terburu-buru
serta bijak, agar dapat sepenuhnya menilai ulang HASAN FAIRUS sebagai Terdakwa dalam
perkara ini dan kami selaku kuasa hukum juga memohon kepada Hakim Yang Mulia yang
memeriksa perkara ini untuk memberikan keadilan hukum yang seadil-adilnya. Kami disini
berdiri sebagai Penasihat Hukum para Terdakwa yang menerima kuasa dari para Terdakwa,
sadar betul akan kapasitas kami, yakni guna mencari kebenaran materiil agar hukum dapat
ditegakkan dan keadilan dapat dirasakan semua pihak. Setelah menerima Surat Dakwaan
dari Penuntut Umum, perkenankanlah kami untuk mengajukan keberatan atas Surat Dakwaan
Penuntut Umum yang telah disampaikan pada persidangan 20 JULI 2024 ,

Untuk lebih memudahkan pemahaman, maka kami Penasihat Hukum Terdakwa, membagi
Nota Keberatan ini menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Pendahuluan
2. Dakwaan
3. Alasan keberatan
4. Permohonan

Sebelum kami melanjutkan Keberatan ini, perkenankan kami untuk menyampaikan 4


(empat) hal yang selama ini memb uat kami prihatin, sehubungan dengan sikap dan
pandangan sebagian dari Advokat, Hakim, Jaksa terhadap Lembaga Eksepsi, yaitu:

1. Pertama, adanya sikap dan pandangan sebagian pencari keadilan dan


Penasihat Hukum mereka yang asal mengajukan keberatan, sekalipun mereka
tidak mempunyai dasar hukum dan alasan yang relevan serta keyakinan yang kuat
untuk mengajukan keberatan;

2. Kedua, hal yang pertama tersebut telah dijadikan patokan oleh banyak Pengadilan
untuk menyamaratakan, seakan-akan semua keberatan hanya mengada-ada saja,
sehingga timbul sikap, bahwa untuk memenuhi suatu asas peradilan yang cepat,
murah dan sederhana, maka keberatan khususnya materiil, lebih praktis ditolak
saja;

3. Ketiga, karena hampir sebagian besar dari Keberatan yang diajukan oleh
Penasihat Hukum, pada umumnya selalu ditolak oleh Pengadilan, maka hal itu
telah mengakibatkan Penuntut Umum mempunyai rasa percaya diri yang
berlebihan dalam mempersiapkan Surat Dakwaannya. Yaitu dengan anggapan

4. Keempat, adanya pandangan atau anggapan yang keliru bahwa Keberatan


terhadap Dakwaan Penuntut Umum adalah merupakan perlawanan terhadap
Negara. Anggapan tersebut diatas, telah mengesampingkan hakekat dari suatu
Keberatan, yang merupakan

Instrumen Yuridis, yang dimaksudkan untuk menjaga dan mempertahankan serta


menjunjung dan memberikan penghargaan yang tinggi kepada Hak Asasi Manusia
serta untuk menjaga agar tidak terjadi pelanggaran terhadap Hukum Acara dalam
proses peradilan dikarenakan adanya Surat Dakwaan yang tidak memenuhi syarat
yang ditentukan oleh undang-undang.
Dengan pandangan seperti itu, telah mengakibatkan Penuntut Umum dalam
menyusun Surat Dakwaan, seolah-olah hanya memfokuskan dakwaan untuk
memenuhi syarat formil saja, dan tidak memperhatikan bahkan mengabaikan,
persyaratan materiil yang harus dipenuhi dalam suatu Surat Dakwaan. Hal tersebut
menyebabkan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum menjadi TIDAK JELAS,
CERMAT DAN LENGKAP, serta bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum.
Sehingga oleh karenanya Surat Dakwaan bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum
yang terkandung di dalam KUHAP.

Hal, tersebut di atas, akan mengakibatkan tidak berkualitasnya Surat Dakwaan


Penuntut Umum, dan akan mengakibatkan lahirnya Surat Dakwaan yang cacat karena
bertentangan dengan prinsip hukum yang terkandung dalam KUHAP. Disisi lain hal
tersebut juga akan merugikan kepentingan hukum terdakwa dalam melakukan
pembelaan terhadap dirinya. Dengan begitu, membenahinya merupakan
tanggungjawab moral kita bersama sebagai manusia

II. ALASAN KEBERATAN

Majelis Hakim yang kami muliakan


Jaksa Penuntut Umum
Serta peserta sidang sekalian

Puji Syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan rahmat,
berkat, karunia dan dazat – nya sehingga kita semua dapat hadir dengan keadaan sehat di
persidangan hari ini untuk bersama – sama menciptakan dan mewujudkan keadilan yang
selalu diidam – idamkan oleh setiap manusia dibelahan bumi manapun pada umumnya dan
oleh Terdakwa pada Khususnya. Pada dasarnya
Keberatan ini disampaikan bukan semata – mata untuk memenuhi hak kami, melainkan untuk
melakukan proses koreksi - koreksi yang bersifat kontruksi terhadap Surat Dakwaan yang
telah dibuat oleh Penuntut Umum. Hal ini penting kiranya karena dan ketelitian dalam
menggali serta menyimpulkan Berita Acara Permeriksaan di tingkat penyidikan.

Hukum Pidana adalah hukum publik yang bersifat Lex Praevia, Lex Certa, LexScripta, Lex
Scicta sehingga tidak mentoleransikan sedikitpun terhadap kesalahan baik bersifat formil
(error Procedure) maupun kesalahan materil (clerical error).
“Id perfectum est quad ex omnibus suis partibus constant.”

“Sesuatu dinyatakan sempurnanya bila setiap bagiannnya komplit.” Berdasarkan


Surat Dakwaan yang disusun oleh Penuntut Umum, ada beberapa hal yang perlu ditanggapi
secara seksama mengingat di dalam Surat Dakwaan tersebut terdapat berbagai kejanggalan
dan ketidakjelasan yang menyebabkan kami mengajukan keberatan. Adapun keberatan kami
terhadap pemeriksaan perkara ini pada pokoknya adalah sebagai berikut:

1. SURAT DAKWAAN PENUNTUT UMUM TIDAK CERMAT DAN TIDAK JELAS


(OBSCUUR LIBEL)

Majelis Hakim yang Kami Muliakan


Jaksa Penunut Umum yang kami hormati
Serta Peserta Sidang Sekalian
Bahwa Surat Dakwaan batal demi hukum jika dakwaan Jaksa Penuntut Umum
tidak memenuhi syarat materiil dalam suatu syarat Surat Dakwaan yaitu apabila tidak memuat
uraian secara Cermat, Jelas, dan Lengkap mengenai Tindak Pidana yang di dakwakan
dengan menyebutkan waktu dan tempat Tindak Pidana itu dilakukan.
Bahwa Surat Dakwaan merupakan dasar pemeriksaan suatu perkara pidana di
persidangan, maka dalam menyusun Surat Dakwaan harus memenuhi ketentuan
sebagaimana diatur dalam pasal 143 ayat (2) KUHAP
(2). Jaksa Penuntut Umum membuat Surat Dakwaan yang diberi tanggal dan
ditandatangani serta berisi:
a. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;
b. uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai Tindak Pidana yang
didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat Tindak Pidana itu dilakukan

Peraturan Mahkamah Agung No. 13 Tahun 2016 mengatur pula terkait penyusunan
didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
Sebelum lebih jauh menguraikan Nota Keberatan (Eksepsi) ini, Kami akan mencari tahu apa
yang dimaksud dengan pengertian “cermat, jelas, dan lengkap.” Berikut ini kami kutip dari
Buku Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan yang diterbitkan oleh Kejaksaan Agung Republik
Indonesia halaman 22, yang berisikan:

I. CERMAT, ADALAH

Uraian yang didasarkan kepada ketentuan pidana terkait, tanpa adanya


kekurangan/kekeliruan terhadap Surat Dakwaan. Dalam hal ini dituntut sikap yang korek
terhadap keseluruhan materi Surat Dakwaan. Ketelitian Penuntut Umum dalam
mempersiapkan Surat Dakwaan yang didasarkan pada Undang-Undang yang berlaku bagi
Terdakwa, serta tidak terdapat kekurangan dan atau kekeliruan yang dapat
dibuktikan, antara lain misalnya:
1) Apakah penerapan hukum atau ketentuan pidananya sudah tepat;
2) Apakah Terdakwa dapat dipertanggungjawabkan dalam melakukan Tindak Pidana
tersebut;
3) Apakah Tindak Pidana tersebut belum atau sudah daluwarsa; dan Apakah Tindak
Pidana yang didakwakan tidak nebis in idem.

II. JELAS, ADALAH:


Penuntut Umum dalam hal ini harus mampu merumuskan unsur-unsur delik yang didakwakan
sekaligus memadukan dengan uraian perbuatan materiil (fakta) yang dilakukan oleh
TERDAKWA dalam Surat Dakwaan.

Dalam hal ini harus diperhatikan bahwa jangan sekalipun memasukan dalam uraian dakwaan,
antara delik yang satu dan yang lainnya.Uraian yang didasarkan kepada ketentuan pidana
terkait, tanpa adanya kekurangan/kekeliruan terhadap Surat Dakwaan. Dalam hal ini dituntut
sikap yang korek terhadap keseluruhan mated Surat dengan yang lain unsur-unsurnya
berbeda satu sama lain atau uraian Dakwaan yang hanya menunjuk pada Dakwaan
sebelumnya (seperti misalnya menunjuk pada Dakwaan pertama) sedangkan unsurnya
berbeda, sehingga Dakwaan menjadi kabur atau tidak jelas yang diancam dengan batal demi
hukum.
Berdasarkan uraian singkat dari pengertian dakwaan di atas, maka dapat dikatakan bahwa
dakwaan mempunyai peran penting dalam peradilan perkara pidana, itulah mengapa Surat
Dakwaan harus dibuat dengan sejelas dan selengkap mungkin karena
ambiguitas dan/atau perbedaan pendapat yang di dalamnya akan membuat batas-batas yang
menjadi dasar pedoman bagi Yang Mulia Majelis Hakim untuk memeriksa dan mengadili
perkara ini menjadi kabur sehingga akan menghilangkan keseimbangan
proses penegakan hukum yang penuh keadilan dan kejujuran.Adapun yang menjadi perhatian
Kami dalam menyatakan pendapat terkait Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang
bersifat Batal Demi Hukum adalah:

A. TIDAK CERMAT

Bahwa dalam Surat Dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut umum tidak diuraikan
secara cermat, jelas, dan lengkap untuk Tempat dan Waktu Kejadian Perkara peristiwa Tindak
Pidana itu terjadi, Jaksa Penuntut Umum memberikan uraian yang menimbulkan multitafsir
sehingga kami sebagai Penasihat Hukum para Terdakwa merasa kesulitan untuk mengetahui
dengan pasti waktu dan tempat tindak pidana tersebut terjadi karena tidak menjelaskan
secara terperinci dimana dan kapan Tindak Pidana itu tepatnya dilakukan.Bahwa Kami
menemukan beberapa hal yang memperlihatkan bahwa Jaksa Penunut Umum tidak cermat
dalam menyusun Surat Dakwaannya, khususnya mengenai Tindak Pidana yang didakwakan
terhadap terdakwa dengan tidak menyebutkan waktu dan tempat Tindak Pidana itu dilakukan
secara pasti, sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 142 ayat (2) sub b KUHAP.

Pasal 142 ayat (2) sub b KUHAP berisikan:


“Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan waktu dan termpat tindak pidana itu dilakukan.”Bahwa ketidakcermatan itu
terlihat sangat jelas dalam Surat Dakwaan hal 1 paragraf 1, khususnya mengenai waktu dan
tempat (tempus dan locus delicti) Tindak Pidana itu dilakukan.

“Bahwa terdakwa HASAN FAIRUS pada hari Sabtu tanggal 6 Januari 2024 pukul
18.00 WITA atau setidak-tidaknya pada waktu lain di tahun 2024 bertempat di rumah
milik LAILA ANGGRAENI, Jl. Mawar No. 11 Kec. Ujung, Kota Parepare atau di
tempat lain yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Parepare, telah
melakukan penganiayaan terhadap MALIK KARISMA”

Kutipan yang diambil dari Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang telah dibacakan pada
persidangan hari Kamis, 23 Juni 2024 diatas telah menunjukkan bahwa Jaksa Penuntut umum
dalam membuat Surat Dakwaannya masih memiliki keragu-raguan dan terdapat rasa ketidak
pastian dalam diri Jaksa Penuntut Umum dalam merumuskan Locus Delictie dan Tempus
Delictie dalam Surat Dakwaan yang dibuat.
Rasa keraguan dari Jaksa Penuntut Umum dalam menentukan Locus dan Tempus Delictie
di dalam surat dakwaan mungkin saja dikarenakan masih kurang mendalamnya Jaksa
Penuntut Umum dalam membedah tindakan-tindakan terdakwa sebagaimana tugas dari
seorang Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan penuntutan terhadap perkara ini. Frasa
“tempat lain” dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum membuktikan bahwa Jaksa
Penuntut Umum dalam menyusun surat dakwaannya masih belum yakin dalam menentukan
tempat terjadinya tindak pidana secara spesifik sehingga menimbulkan asumsi bahawa tindak
pidana ini telah terjadi di berbagai tempat yang belum diketahui oleh Jaksa Penuntut Umum
sebagai pihak yang
menyusun surat dakwaan.

Disamping itu, frasa “tempat lain” juga membuktikan bahwa Jaksa Penuntut Umum masih
terlihat ragu-ragu dalam memastikan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana di Desa Pait
sebagaimana disebutkan dalam surat dakwaan ini. Jaksa Penuntut Umum dalam
wewenangnya untuk menuntut para Terdakwa dinilai belum mampu memastikan secara pasti
tempat terjadinya Tindak Pidana Penganiayaan Terdakwa. Selain itu kata “pada waktu-waktu
lain” dalam menunjukkan waktu terjadinya perkara juga membuktikan bahwa Jaksa Penuntut
Umum masih belum merumuskan waktu yang tepat kapan terjadinya perkara ini, sehingga
menimbulkan kesan bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam proses pembuatan dakwaannya
terkesan terburu-buru dan menimbulkan kecacatan hukum. Maka dari itu, menimbulkan kesan
bahwa tidak diketahui secara jelas kapan waktu terjadinya tindak pidana ini. Sebagai
Penasihat Hukum dari Terdakwa kami beranggapan bahwa kejelasan dari formil Surat
Dakwaan seperti penyebutan waktu serta tempat terjadinya
tindak pidana sangat diutamakan dikarenakan hal tersebut merupakan faktor yang
menentukan untuk pembelaan Terdakwa ataupun hakim dalam menyusun putusannya serta
menjatuhkan putusan pada Perkara A Quo
Bahwa dalam Surat Dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut umum tidak diuraikan
secara cermat, jelas, dan lengkap untuk Tempat Kejadian Perkara peristiwa Tindak Pidana
itu terjadi, dalam surat dakwaan Penuntut Umum terdapat kata dari suatu tempat tindak
pidana yang tidak menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) sebagai bahasa resmi persidangan atau setidak-
tidaknya tidak terdapat penjelasan lebih lanjut mengenai maksud dan arti kata-kata tersebut.

B. TIDAK JELAS
Seperti yang dijelaskan pengertian dari Jelas, Penuntut Umum harus memperhatikan
bahwa jangan sekalipun memasukkan dalam uraian dakwaan, antara delik yang satu dengan
yang lain unsur-unsurnya berbeda satu sama lain atau uraian Dakwaan yang hanya menunjuk
pada Dakwaan sebelumnya dan juga dalam membuat dakwaan seharusnya Jaksa Penuntut
Umum harus menjelaskan perbuatan – perbuatan Terdakwa dengan jelas dan tidak akan
menimbulkan tafsir hukum baru yang akan membuat kebingungan pada saat Terdakwa dan
Penasihat Hukum dalam melaksanakan pembelaannya.Bahwa jaksa penuntut umum tidak
jelas dalam memaparkan yang seharusnya bersifat terang benderang demi meminimalisir
multitafsir dan prasangka yang seharusnya tidak terjadi. Ketidakjelasan diksi dan kurangnya
penguraian serta penjelasan pada dakwaan yang pensihat hukum yakin bahwa kalimat
tersebut akan menyentuh kerancuan.

Sebagaimana dalam surat dakwaan dikatakan :

“Bahwa terdakwa HASAN FAIRUS pada hari Senin tanggal 7 Januari 2024
sekitar pukul 13.00 WITA bertempat di halaman depan Kantor Kecamatan Ujung
yang terleta di Jl. Tulip, Kelurahan Pandan atau atau setidak-tidaknya pada tempat
lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Parepare yang masih termasuk di
dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Parepare, terdakwa melakukan pencurian
yaitu dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum telah mengambil barang
berupa 1 (satu) unit sepeda motor merk Honda Scoopy warna hitam”

Selanjutnya sekitar pukul 13.00 WITA di sekitar Kantor Kecamatan sepi


dan disana terparkir 5 (lima) sepeda motor, terdapat sepeda motor scoopy warna
hitam yang di cek oleh terdakwa bahwa motor tersebut tidak terkunci sedangkan
motor lainnya dikunci.

Kutipan diatas membuktikan bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak menjelaskan secara
jelas apa yang dimaksud dalam kata “di sekitar”.kata di sekitar dapat meninbulkan kerancuan
dalam hal penetapan tempus dan locus,dan pada uraian dakwaan kedua penuntut umum
tidak diuraikan secara jelas dan detail waktu kejadian pencurian tersebut terjadi,kami
penasihat hukum mempertanyakan rentetat kejadian yang diuraikan penuntut umum terkesan
tidak masuk akal,karena hanya menguraikan satu waktu saja dari klien kami datang hingga
tuduhan melakukan perbuatan,penuntut umum tidak memaparkan secara detail proses
datang,timbulnya niat,dan cara tindakan yang dituduhkan kepada klien kami,sehingga
diuraikan nya hanya satu waktu (13.00) saja menurut kami penasihat hukum,untuk melakukan
sebuah kejahatan hal itu sama sekali tidak masuk akal,selain itu frasa disekitar kantor juga
tidak masuk akal,ditambah dengan alat bukti cctv yang diuraikan berada di kantor tanpa
menjelaskan kemana arah kamera cctv tersebut terarah,sehingga sekali lagi bagi kami
penasihat hukum hal tersebut kurang masuk akal,Kami penasihat hukum
sedikit menyayangkan bahwa Jaksa Penuntut Umum seakan menyimpulkan sesuatu yang
menurut kami masih abu-abu,namun Jaksa Penuntut Umum menyimpulkan seakan mereka
paham dan mengerti sejelas-jelasnya,dan terkesan apriori.

KESIMPULAN DAN PERMOHONAN

Berdasarkan pada pokok-pokok Eksepsi yang kami uraikan di atas, maka kami selaku
Penasihat Hukum Terdakwa HASAN FAIRUS memohon kepada Hakim Yang Mulia untuk
menjatuhkan Putusan Sela dengan Amar Putusan yang pada pokoknya menyatakan sebagai
berikut:

1) Menerima Eksepsi dari penasihat hukum HASAN FAIRUS untuk seluruhnya;


2) Menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum dengan Nomor Register Perkara: Batal
Demi Hukum atau setidak-tidak tidak dapat diterima
3) Menetapkan pemeriksaan perkara terhadap Terdakwa HASAN FAIRUS tidak
dilanjutkan;
4) Membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan;
5) Membebaskan terdakwa dari tahanan;
6) Memulihkan hak Terdakwa HASAN FAIRUS dalam hal kemampuan, kedudukan,
harkat serta martabatnya;
7) Membebankan biaya perkara ini dalam perkara ini pada negara

ATAU :
Apabila Hakim Yang Mulia berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo
et bono).
Di akhir dari Nota Keberatan ini, perkenankanlah kami mengutip definisi keadilan tertua yang
dirumuskan oleh para ahli hukum zaman romawi, berbunyi demikian:“Justitia est constans et
perpetua voluntas jus suum cuique tribuendi”, artinya: “Keadilan adalah kemauan yang tetap
dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya”.
Selanjutnya Prof. Mr. Wirjono Prodjodikoro, seorang ahli hukum berpesan sebagai berikut:
“sebelum memutus perkara, supaya berwawancara dahulu dengan hati nuraninya”.
Oleh karena itu, kami yakin dan percaya bahwa Hakim Yang Mulia akan menjatuhkan putusan
yang adil dan benar berdasarkan fakta hukum dan keyakinannya.
Akhirnya, kami serahkan nasib dan masa depan HASAN FAIRUS kepada Hakim Yang Mulia,
karena hanya Hakimlah
yang dapat menentukannya dengan bunyi ketukan palu,
mudah-mudahan ketukan palu tersebut memberikan
pertanggungjawaban yang benar demi keadilan berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Demikianlah Eksepsi atas nama HASAN FAIRUS kami baca
dan kami sampaikan kepada Hakim Yang Mulia dalam
persidangan pada hari rabu, 20 juli 2024 , di Pengadilan negeri parepare

Parepare,20 juli 2024

Penasihat hukum
(yusuf daffa SH.LLM)

Anda mungkin juga menyukai