Anda di halaman 1dari 32

EKSEPSI

Kepada YTH.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Umum

Pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang

Dalam Perkara Tindak Pidana Umum

Nomor PDM: 101/PDM/2021/PN.TJK

Perihal : KEBERATAN (EKSEPSI) Terhadap Surat

Dakwaan Penuntut Umum

Di,-

Bandarlampung

Dengan hormat,

Yang bertandatangan dibawah ini:

1. Joko Susilo, S.H., M.H.

2. Adinda Salsadela, S.H., M.H.

Kami selaku para Advokat dan Konsultan pada Kantor Advokat dan Konsultan Hukum
Fasia Law Firm yang berkantor di Jalan Basuki Rahmat No. 03, Bandarlampung,
Lampung yang dalam hal ini bertindak baik secara bersama-sama maupun sendiri-
sendiri, bertindak untuk dan atas nama Hendri Hudzaifah bin Malik . Telah
diduga Melakukan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Dan Pembunuhan Di
Karenakan Kealpaan.
Berdasarkan surat kuasa khusus Nomor : 209/SK/18/01/2021 tertanggal 18
Januari 2021 yang telah didaftarkan pada kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri
Tanjung Karang dengan Nomor Register Perkara: 101/PDM/2021/PN.TJK.
Pendaftaran Surat Kuasa: 18 Januari 2021 bertindak sebagai Tim Pnasehat
Hukum Teredakwa. Dengan ini mengajukan Nota Keberatan (Eksepsi) terhadap
Surat Dakwaan Penuntut Umum, Nomor Register Perkara: 101/PDM/2021/PN.TJK
tertanggal 1 2 A p r i l 2 0 2 1 dibacakan Sdr. Penuntut Umum pada persidangan
hari Senin, tanggal 1 2 A p r i l 2 0 2 1 dalam perkara pidana dengan nomor Register
Perkara : 101/PDM/2021/PN.TJK.

Kami selaku Para Advokat dan Konsultan pada Kantor Advokat dan Konsultan Fasia
Law Firm yang pada saat ini merupakan Tim Penasehat Hukum dari terdakwa
Hendri Hudzaifah bin, ingin menjelaskan bahwa klien kami merupakan seorang
yang sama seperti kebanyakan yang lain, sehingga kami akan memberikan beberapa
informasi umum tentang klien kami yang sekarang mendapatkan status menjadi
terdakwa yang beratas nama Hendri Hudzaifah bin adalah sebagai berikut:

Identitas Terdakwa sebagai berikut :

Nama Lengkap : Hendri Hudzaifah bin Malik

Tempat Lahir : Lampung Tengah

Umur, Tanggal Lahir : 50, 14 Juni 1970

Jenis Kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat tinggal : Desa Kecubung Kec. Bandar Jaya, Lampung

Tengah

Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh

Pendidikan : SMA

Sebelum memasuki uraian mengenai Surat Dakwaan Penuntut Umum dan dasar
hukum pengajuan serta materi keberatan kami selaku Advokat atau Penasehat
Hukum Terdakwa terhadap Surat Dakwaan Penuntut Umum.

Pada kesempatan kali ini kami selaku Tim Penasehat Hukum terdakwa, bertindak
untuk dan atas nama klien kami Hendri Hudzaifah bin yang telah memberikan
kuasa kepada kami untuk menyampaikan Nota Keberatan atau Eksepsi atas
Surat Dakwaan yang diberikan dan didakwakan oleh Sdr. Penuntut Umum kepada
klien kami.

101/PDM/2021/PN.TJK, tanggal 1 2 A p r i l 2 0 2 1 , kepada klien kami yang dalam


hal ini bernama Hendri Huzaifah bin yang kami bacakan pada hari ini, Senin,
tanggal 1 2 A p r i l 2 0 2 1
BAB I

PENDAHULUAN

“Ubi Jus Ibi Remedium”

Dimana ada hak, disitu ada kemungkinan menuntut, memperolehnya atau


memperbaikinya

Majelis Hakim yang terhormat;

Saudara Penuntut Umum dan terdakwa yang terhormat;

Serta para Hadirin yang kami yang hormati.

Pada kesempatan kali ini, Pertama-tama kami selaku Tim Penasehat Hukum dari
Terdakwa Hendri Huzaifah bin, mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa dan Yang Maha Adil serta Yang Maha Bijaksana karena atas berkat
Rahmat dan Karunia-Nya pada kesempatan hari ini kami dapat mengajukan
keberatan atas Surat Dakwaan Penuntut Umum Nomor Register Perkara:
101/PDM/2021/PN.TJK.

Eksepsi ini kami sampaikan dengan pertimbangan bahwa ada hal-hal yang prinsipal
yang perlu kami sampaikan berkaitan demi tegaknya hukum Sebagaimana bentuk
negara Indonesia yang merupakan negara hukum yang menjamin dan menjunjung
tinggi hak asasi manusia. Hak asasi manusia adalah hak-hak manusia yang asasi nya
tanpa hak-hak tersebut, maka manusia tidak dapat dikatakan sebagai manusia yang
seutuhnya, bahkan jika hak-hak itu dikurangi atau dilanggar, maka berkurang pula
kualitasnya sebagai manusia ciptaan Tuhan. Dengan kata lain, merendahkan
manusia sebagai manusia ciptaan Tuhan sama saja dengan merendahkan Tuhan
sebagai sang pencipta. Maka apabila membicarakan kebenaran dan keadilan serta
demi memastikan terpenuhinya keadilan yang menjadi hak asasi manusia,
sebagaimana tercantum dalam pasal 27 (1), pasal 28D (1) UUD 1945, pasal 7
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) atau Universal Declartion of Human
Right (UDHR) yang diratifikasi pasal 7 dan pasal 8 tentang TAP MPR No.XVII tahun
1998 tentang Hak Asasi Manusia, “dimana semua orang adalah sama dimuka hukum
dan tanpa diskriminasi apapun serta berhak atas pelindungan hukum yang sama”.

Eksepsi yang kami buat ini mengacu pada UU No. 18 Tahun 2003 tentang advokat di
Pasal 17 dijelaskan bahwa ”Dalam menjalankan profesinya, Advokat berhak
memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi Pemerintah
maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan
untuk pembelaan kepentingan kliennya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan”.

Kami selaku Penasehat Hukum berhak mendapatkan informasi berupa data dan
dokumen lainnya yang berkaitan dengan terdakwa untuk membuktikan argumen
Penasehat Hukum. Dalam hal ini bertujuan untuk diajukan kepada Majelis Hakim
dalam persidangan serta memberikan keadilan yang seharusnya. Kami Penasehat
Hukum berharap eksepsi ini akan menjadi pertimbangan Majelis Hakim atas
dakwaan yang diajukan Penuntut Umum.

Pengajuan eksepsi yang kami buat ini, sama sekali tidak mengurangi rasa hormat
kepada Penuntut Umum yang sedang melaksanakan fungsi dan juga pekerjaannya,
serta juga pengajuan eksepsi ini tidak semata-mata mencari kesalahan dari dakwaan
Penuntut Umum atau menyanggah secara apriori dari materi ataupun formil
dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntun Umum. Namun, ada hal yang sangat
fundamental untuk dapat diketahui Majelis Hakim dan saudara Penuntut Umum demi
tegaknya keadilan sebagaimana semboyan yang selalu kita junjung bersama selaku
penegak hukum yakni Fiat Justicia Ruat Caelum.

Tak lupa kami selaku Tim Penasehat Hukum dari Terdakwa Hendri Huzaifah bin
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dari lubuk hati kami yang
terdalam dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas kesempatan yang diberikan
kepada kami untuk menyampaikan KEBERATAN ATAU EKSEPSI ini, yang
merupakan salah satu upaya untuk mencermati perkara ini dari awal pemeriksaan.
Mengingat perkara yang kita hadapi ini mendapat sorotan dan perhatian yang luas
dari masyarakat, terutama dari peserta perkara ini juga termasuk dalam perkara
yang bersifat Umum.

Majelis Hakim yang terhormat, izinkan kami selaku Advokat dan Tim Penasehat
Hukum untuk mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Penuntut
Umum berdasarkan Pasal 156 Ayat (1) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut:

“Dalam hal terdakwa atau Penasehat Hukum mengajukan keberatan bahwa


pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat
diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan
untuk Penuntut Umum menyampaikan pendapatnya. hakim mempertimbangkan
keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.”

Pada intinya berdasarkan pasal 156 Ayat (1) KUHAP tersebut dijelaskan bahwa
terdakwa maupun Penasehat Hukum dapat mengajukan keberatan (eksepsi) dengan
alasan;

1. Bahwa pengadilan tidak berwenang untuk mengadili perkara,


2. Surat dakwaan Penuntut Umum tidak dapat diterima,
3. Surat dakwaan Penuntut Umum batal demi hukum.
Terkait alasan pertama, bahwa dalam hal pengadilan yang mendapatkan pelimpahan
perkara tidak berwenang mengadili maka dapat diklasifikasikan menjadi pengadilan
tidak berwenang secara absolut (abso-lute competence) ataupun pengadilan tidak
berwenang secara relatif (rela-tive competence). Sedangkan, berkaitan dengan
alasan kedua yaitu surat dakwaan Penuntut Umum tidak dapat diterima disebabkan
surat dakwaan Penuntut Umum mengandung cacat formil atau mengandung
kekeliruan beracara (Error In Procedure), yang terakhir yakni alasan ketiga surat
dakwaan Penuntut Umum dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila surat
dakwaan Penuntut Umum tidak memenuhi ketentuan pasal 143 Ayat (2) KUHAP
maka surat dakwaan dianggap ob-scuur lible atau kabur atau confuse
(membingungkan) atau missleading (menyesatkan) sehingga harus batal demi
hukum.

Pasal 143 Ayat (2) KUHAP menentukan bahwa surat dakwaan itu harus berisi;

a) Suatu uraian yang cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan kepada terdakwa;
b) Suatu penyebutan yang tepat mengenai waktu dilakukan tindak pidana yang
didakwakan kepada terdakwa;
c) Suatu penyebutan yang tepat mengenai tempat dilakukannya tindak pidana
yang didakwakan kepada terdakwa.

Pada kesempatan kali ini Kami selaku Tim Penasehat Hukum dari Terdakwa Hendri
Huzaifah bin akan melakukan tindakan atau upaya yang menjadi bukti nyata
atau Real terhadap hal-hal yang terdapat pada KUHAP yaitu bahwa didalamnya
berisikan beberapa asas yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan
keadilan, salah satunya dengan cara memberikan kesempatan kedua belah pihak
untuk mengemukaan pandangannya masing-masing (du choc des opinions jailit la
verite).
Dalam KUHAP terdapat beberapa Asas antara lain:

1. Asas Equality Before The Law dimana setiap orang itu kedudukannya sama di
mata hukum,
2. Asas Praduga Tidak Bersalah (Presumption Of Innocent) yang artinya
seseorang tidak bisa dinyatakan bersalah sebelum adanya putusan Pengadilan
yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan final (inkracht van
gewijsde).

Dengan beberapa Asas yang terdapat pada KUHAP, maka dengan alasan itu pula
kami selaku Tim Penasehat Hukum dari Terdakwa Hendri Huzaifah bin,
menginginkan bahwa dari awal kami mengajak semua pihak yang terkait dan
berkaitan dengan perkara ini untuk dapat mencermati perkara ini secara baik dan
benar.

Dan apa yang kami sampaikan sebagai KEBERATAN ATAU EKSEPSI atas surat
Dakwaan Penuntut Umum, karena dalam Surat Dakwaan Sdr. Penuntut Umum
banyak hal yang diabaikan dan sama sekali tidak disinggung atau sama sekali tidak
diperhatikan dengan cermat, baik dan benar.

Dalam suatu Negara Hukum contohnya adalah Negara Republik Indonesia, sebuah
pengajuan keberatan atau eksepsi terhadap surat dakwaan Penuntut Umum sama
sekali tidak bertujuan atau memiliki maksud untuk mencari-cari kesalahan yang ada
dalam suatu surat dakwaan yang dibuat oleh Penuntut Umum atau mempokokkan
posisi penyidik atau Penuntut Umum yang dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya telah bekerja dengan tekun dan gigih serta dengan hati nurani yang
bersih. Bukan pula semata-mata memenuhi ketentuan Pro Forma hanya karena itu
telah diatur dalam undang-undang atau sekedar menjalani acara ritual yang sudah
lazimnya dilakukan oleh seorang advokat hanya karena advokat itu telah menerima
sejumlah honor dari kliennya.
Pengajuan keberatan ini, semata-mata demi memperoleh kebenaran mengenai
suatu hal yang dimaksudkan dari kasus yang sedang terdakwa hadapi. Apabila
ternyata dalam surat dakwaan Penuntut Umum atau dari hasil penyidikan yang
menjadi dasar dakwaan Penuntut Umum terdapat cacat formal atau mengandung
kekeliruan beracara. Maka diharapkan Majelis Hakim yang memeriksa perkara
dapat mengembalikan berkas perkara tersebut kepada Penuntut Umum yang
selanjutnya menyerahkan kepada penyidik untuk disidik kembali oleh karena
kebenaran yang ingin dicapai oleh KUHAP tidak akan terwujud dengan surat
dakwaan atau hasil penyidikan yang mengandung cacat formal atau mengandung
kekeliruan beracara (Error In Procedure ).

Mustahil pula suatu kebenaran yang diharapkan akan dapat diperoleh melalui
persidangan ini apabila terdakwa dihadapkan pada surat dakwaan Penuntut Umum
yang tidak dirumuskan secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana
yang didakwakan kepada Terdakwa. Oleh karena dalam hal demikian, sudah pasti
terdakwa termasuk advokatnya tidak akan dapat menyusun pembelaan terdakwa
lagi dengan sebaik- baiknya.

Dalam hal ini kami menegaskan sekali lagi bahwa keberatan atau eksepsi ini kami
susun tidak dengan tujuan atau maksud mencari-cari kesalahan dalam penyusunan
Dakwaan, melainkan demi memastikan terpenuhinya keadilan yang menjadi hak
asasi manusia ( HAM ) sebagaimana yang dicantumkan dalam beberapa
Peraturan Hukum atau Undang-undang, yaitu sebagai berikut:

a. Pasal 7 dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia,


b. Pasal 14 (1) Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik,
c. Pasal 7 dan pasal l8 Ketetapan MPR No. XVII Tentang Hak Asasi
Manusia,
d. Pasal 17 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia di mana
semua orang adalah sama di depan hukum yang sama.

Bahwa keberatan atau eksepsi ini kami buat sebagai upaya penyeimbang dan
kontrol terhadap materi atau isi dari Surat Dakwaan, yang dibuat oleh Penuntut
Umum yang telah dikemukakan dalam persidangan. Kami percaya bahwa Majelis
Hakim yang bijaksana akan mencermati segala masalah hukum tersebut. Sehingga
dalam keberatan atau eksepsi ini, kami mencoba untuk menggugah pandangan dan
hati nurani Majelis Hakim maupun Penuntut Umum mengenai pentingnya melihat
perkara ini secara menyeluruh, terpadu dan tidak semata-mata dari sudut pandang
yuridis sempit atau dari kacamata hukum legalitas formalitas menurut hukum positif
yang ada.

Keberatan ini diajukan, karena kami menemukan hal-hal yang prinsip dalam Surat
Dakwaan. Secara faktual, dalam hal yuridis banyak ditemukan adanya keterangan
dan/atau kejanggalan dalam Surat Dakwaan dalam perkara a quo.

Sebelum kami melanjutkan keberatan ini, perkenankan kami untuk menyampaikan


beberapa hal yang selama ini membuat kami prihatin dan merasa bahwa harus ada
yang menyampaikan hal tersebut karena yang akan kami sampaikan
berhubungan dengan sikap dan pandangan dari Advokat, Hakim, dan Jaksa
Penuntut Umum terhadap suatu Keberatan atau Eksepsi yaitu :

a. Kesatu, adanya hampir sebagian besar orang mempunyai Pandangan yaitu


dengan anggapan bahwa jika Tim Penasehat Hukum dari terdakwa
membuat suatu surat Keberatan atau Eksepsi maka surat tersebut tidak
akan tindaklanjuti oleh Majelis Hakim.
Pandangan seperti ini mengakibatkan, Penuntut Umum menyusun Surat
Dakwaan hanya sekedar memenuhi syarat formal saja dan tidak
memperhatikan serta mengabaikan persyaratan materiil yang harus dipenuhi
dalam suatu Surat Dakwaan, bahkan mengabaikan asas-asas dan prinsip-
prinsip hukum yang terkandung dalam KUHAP. Akibatnya rumusan Surat
Dakwaan menjadi tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap serta
bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum.

Hal ini mengakibatkan tidak berkualitasnya surat dakwaan dan akan


melahirkan suatu surat dakwaan yang cacat karena bertentangan dengan
prinsip hukum yang terkandung di dalam KUHAP serta akan sangat
merugikan kepentingan hukum terdakwa dalam melakukan pembelaan
terhadap dirinya.

b. Kedua, adanya pandangan atau tanggapan yang keliru bahwa keberatan


terhadap Surat Dakwaan Penuntut Umum merupakan perlawanan terhadap
negara. Anggapan ini telah mengesampingkan hakikat dari suatu keberatan
yang merupakan instrumen yuridis dengan tujuan menjaga agar tidak terjadi
pelanggaran terhadap Hukum Acara dalam proses peradilan akibat Surat
Dakwaan yang tidak memenuhi syarat.

c. Ketiga, adanya sikap dan pandangan sebagian pencari keadilan dan advokat
yanga asal mengajukan keberatan sekalipun, mereka tidak mempunyai dasar
hukum dan alasan yang relevan serta keyakinan yang kuat untuk mengajukan
nota keberatan/eksepsi.

Bahwa sebesar apapun usaha terdakwa untuk memperoleh keadilan, haruslah dilalui
dengan harapan yang tiada lain adalah bahwa seorang “Hakim akan berani
memutuskan sesuai dengan kebenaran yang diperoleh dari fakta-fakta
yang terungkap dipersidangan dan prosedur penyidikan sampai dengan
prapenuntutan bahkan kematangan surat formil dakwaan Penuntut
Umum, yang dapat memberikan keyakinan kepada Hakim, tanpa
memperhitungkan apakah putusan tersebut disukai atau tidak disukai oleh
pihak manapun” karena sesuai dengan adanya, “peradilan yang benar adalah
peradilan yang mengambil putusan berdasarkan fakta yang benar,
merdeka dari segala tekanan, dan pengaruh.”

Kami selaku Tim Penasehat Hukum Terdakwa sangat berharap agar Majelis Hakim
yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini dapat bertindak dengan adil
sebagaimana tersurat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun
2011 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Dan sebagaimana dalam Al-quran menyatakan:

“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dan bathil,dan janganlah
kamu sembunyikan kebenaran padahal kamu mengetahui nya” (QS:al
baqaroh:42).

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang


selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil.
dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu
lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S.al-Maidah :8)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa setiap manusia berkewajiban untuk menegakkan


keadilan.

Asas Praduga Tak Bersalah adalah asas yang mendasari bahwa seseorang yang
dituduh melakukan suatu kejahatan harus dianggap tidak bersalah, sebelum Hakim
dengan bukti-bukti yang meyakinkan, menyatakan dengan tegas penyalahan itu.
Dari Ali r.a berkata: Rasulullah SAW berkata kepadaku: “Jika datang
kepadamu dua orang untuk meminta putusan dari mu, maka janganlah
engkau beri putusan kepada orang pertama sebelum engkau
mendengarkan juga (laporan) dari orang kedua, sehingga engkau tahu
bagaimana seharusnya kamu memutuskan.”

Dari hadist ini memberikan petunjuk bahwa sebagai Hakim, sebelum memutuskan
sebuah perkara harus mendengarkan kedua belah pihak yang terkait.

Dan dalam KitabSuci Alkitab yang menyatakan:

“Dalam mengadili jangan pandang bulu. Baik perkara orang kecil maupun
perkara orang besar harus kamudengarkan”.(Ulangan1:17)

“Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah
yang dituntut TUHAN daripadamu selain berlaku adil, mencintai kesetiaan,
dan hidup dengan rendah hati dihadapan ALLAHMU?” (Mikha 6:8)

Kami berharap Majelis Hakim Yang Mulia dapat bersikap adil dalam memutus
perkara a quo. Sebelum melanjutkan ke tahap persidangan selanjutnya, marilah kita
pahami dan telaah dengan mendalam, apakah Dakwaan dari Penuntut Umum telah
memenuhi ketentuan-ketentuan yang dianut dalam KUHAP. Hal ini didasarkan pada
fungsi dari dakwaan yang pernah dikemukakan oleh Prof. Andi Hamzah selaku Pakar
Ahli Pidana bahwa “Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidana karena
berdasarkan hal yang dimuat dalam surat itu, Hakim akan memeriksa perkara itu”.

Adapun pepatah latin dalam hal ini yang berbunyi;


“JUDEX DEBET JUDICARE SECUNDUM ALLEGATA ET PROBATA”.

(Seorang Hakim harus memberikan penilaian berdasarkan fakta-fakta dan


pernyataan).

“ FIAT JUSTITIA PEREAT MUNDUS ”.

( Hendaklah Keadilan Ditegakkan, Walaupun Dunia harus binasa).

Perkataan Ferdinand I (1503-1564), Raja Hungaria dan Bohemia dari


1558 sampai dengan 1564.

“IUDEX NON ULTRA PETITA atau ULTRA PETITA NON COGNOSCITUR”.

(Hakim hanya menimbang hal-hal yang diajukan para pihak dan tuntutan
hukum yang didasarkan kepadanya).

“ FIAT JUSTITIA RUAT CAELUM ”.

(Hendaklah Keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh ).

Perkataan Lucius Calpurnius Piso Caesoninus (43 SM ).

“IGNORANTIA JUDICIS EST CALANAITAX INNOCENTIS”

(ketidaktahuan Hakim ialah suatu kerugian bagi pihak yang tidak


bersalah).
Semoga Majelis Hakim dapat memahami Keberatan Tim Penasehat Hukum dan dapat
dijadikan tolak ukur pengungkapan tabir sekaligus penyelesaiannya, serta apakah
benar ketentuan hukum yang telah ada dan berlaku secara sah itu dijalankan sesuai
dengan yang diharuskan.

Oleh karena itu, melalui kesempatan ini Terdakwa dan Penasehat Hukum memohon
kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini untuk memberikan tempat yang
selayaknya bagi KEBERATAN atau EKSEPSI ini dalam putusan yang akan diambil
oleh Majelis Hakim setelah Penuntut Umum menyatakan pendapat.
BAB II

TEORI SURAT DAKWAAN

Dakwaan merupakan tuduhan; pengaduan atau tuntutan yang diajukan kepada


Hakim; tuntutan atau gugatan yang diajukan oleh seseorang terhadap orang lain
karena haknya telah dilanggar, dirugikan, dsb. Surat dakwaan adalah sebuah akta
yang berisi perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa
berdasarkan kesimpulan dari hasil penyidikan. Surat dakwaan merupakan senjata
yang hanya bisa digunakan oleh Penuntut Umum berdasarkan atas asas opoturnitas
yang memberikan hak kepada Penuntut Umum sebagai wakil dari negara untuk
melakukan penuntutan kepada terdakwa pelaku tindak pidana.

A. Teori Surat Dakwaan Menurut Ahli (Doktrin)

Harun M. Husein
Menurut Harun M. Husein, Surat dakwaan ialah suatu surat yang diberi tanggal dan
ditandatangani oleh Penuntut Umum, yang memuat uraian tentan identitas lengkap
terdakwa, perumusan tindak pidana yang didakwakan dengan unsur-unsur tidak
pidana sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pidana yang bersangkutan,
diseratai uraian tentang waktu dan tempat tindak pidana dilakukan oleh terdakwa,
surat yang menjadi dasar dan batas ruang pemeriksaan di samping peradilan.

Karim Nasution
Menurut A. Karim Nasution, Suatu surat atau akta yang memuat suatu perumusan
dari tindak pidana yang dituduhkan, yang sementara dapat disimpulkan dari surat-
surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi Hakim untuk
melakukan pemeriksaan yang bila ternyata cukup terbukti, terdakwa dapat dijatuhi
hukuman.

Mr. I.A. Negerburgh


Sementara menurut Mr.I.A.Negerburgh, Surat ini adalah sangat penting dalam
pemeriksaan perkara pidana, karena ialah yang merupakan dasarnya, dan
menentukan batas-batas bagi pemeriksaan Hakim. Memang pemeriksaan itu tidak
batal jika batas-batas itu dilampaui, tetapi putusan Hakim hanyalah boleh mengenai
peristiwa-peristiwa yang terletak dalam batas-batas itu.

M. Yahya Harahap
Menurut M. Yahya Harahap, Surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat
rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan
ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi
Hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan.

B. Teori Surat Dakwaan Menurut KUHAP (Kitab Undang-Undang


Hukum Acara Pidana)

Pada pasal 80 KUHAP memberi kemungkinan untuk mengajukan keberatan atas


penghentian penuntutan atas suatu perkara. Sementara menurut ketentuan dalam
KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), Penuntut Umum melipahkan
perkara ke Pengadilan Negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara
tersebut disertai dengan surat dakwaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 143 ayat (2)
KUHAP, maka Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan
ditandatangani serta berisi ;
a. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,
tempat tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka, dan;
b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
Perlu kita perhatikan bahwa apabila Surat Dakwaan tersebut tidak memenuhi
ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b, maka konsekuensi yang akan diterima oleh
Penuntut Umum adalah Surat Dakwaan tersebut BATAL DEMI HUKUM. Hal tersebut
sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat (3) KUHAP, maka dalam menyusun surat
dakwaan terhadap tindak pidana yang dilakukan Terdakwa, Penuntut Umum harus
cermat, jelas, dan lengkap dalam menyusun surat dakwaan yang akan dilimpahkan
pada Pengadilan Negeri.

Sebagai dasar dari keseluruhan proses pidana, surat dakwaan selain harus memuat
Syarat Formil dan Syarat Materil seperti yang dimaksud dalam pasal 143 ayat
(2) KUHAP, juga harus disusun dan dirumuskan secara CERMAT, JELAS dan
LENGKAP dalam menguraikan perbuatan pidana yang dituduhkan telah dilakukan
oleh terdakwa sesuai rumusan delik yang mengancam perbuatan itu dengan
hukuman pidana. Bahwa surat dakwaan tidak boleh merupakan suatu “obscuur
libel”, ini berarti dalam surat dakwaan harus disebutkan semua unsur delik yang
didakwakan; dalam surat dakwaan unsur-unsur delik pidana yang didakwakan tidak
dicantumkan pasal 142 (2) b KUHAP menentukan bahwa surat dakwaan itu harus
berisi;
a. Suatu uraian yang cermat jelas dan lengkap mengenai tindakan
pidana yang didakwakan kepada terdakwa;
b. Suatu penyebutan yang tepat mengenai waktu dilakukan tindak
pidana yang didakwakan kepada terdakwa;
c. Suatu penyebutan yang tepat mengenai tempat dilakukan nya tindak
pidana yang didakwakan kepada terdakwa.

Surat dakwaan harus dibuat dengan jelas dan terperinci mengenai objek terhadap
mana perbuatan itu dilakukan maupun masalahnya dan tidak boleh dirumuskan
secara umum saja. Demikian pentingnya penyusunan surat dakwaan dalam proses
hukum acara pidana, maka penyusunan Surat Dakwaan menuntut tanggung jawab
yuridis sebagaimana ditentukan dalam pasal 143 KUHAP. Adanya dakwaan tersebut,
nasib seseorang dipertaruhkan dimuka sidang sehubungan adanya perbuatan yang
dianggap telah melanggar suatu ketentuan Hukum Pidana.
Dalam proses penututan perkara dimuka sidang, luas lingkup pemeriksaan
dipersidangan dibatasi oleh fakta yang didakwakan dalam Surat Dakwaan. Sehingga
Hakim dalam menjatuhkan putusan semata-mata berdasarkan hasil dari pemeriksaan
dan penilaian terhadap fakta yang diuraikan dalam Surat Dakwaan yang dianggap
terbukti.

Dihubungkan dengan Asas Hukum Acara Pidana yang tercantum dalam Pasal 6 Ayat
(1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang Nomor
48 Tahun 2010 Tentang Kekuasaan keHakiman, yang menentukan:

Ayat (1) Tidak seorang pun dapat dihadapkan didepan pengadilan selain daripada
yang ditentukan oleh Undang-Undang.

Ayat (2) Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena
alat pembuktian yang sah menurut Undang-Undang, mendapat keyakinan bahwa
seseorang yang dianggap dpat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan
yang didakwakan atas dirinya.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan arti penting surat Dakwaan
yaitu:

 Bagi Penuntut Umum, sebagai dasar untuk melakukan penuntutan perkara ke


pengadilan selanjutnya untuk dasar pembuktian serta pembahasan yuridis dalam
requisitor dan upaya hukum.
 Bagi majelis Hakim/Pengadilan, sebagai dasar pemeriksaan disidang
engadilan dan putusan yang akan dijatukan tentang terbukti tidaknya kesalahan
terdakwa sebagaimana didakwakan.
 Bagi Terdakwa/Penasehat Hukum, sebagai dasar untuk empersiapkan
pembelaan dan untuk mempersiapkan bukti-bukti perlawanan (tegen bewijs)
tentang kesalahan yang didakwakan.
Karena luas lingkup pemeriksaan dimuka sidang pengadilan telah dibatasi oleh Surat
Dakwaan, maka majelis Hakim akan memeriksa dan memberikan putusan tentang
fakta perbuatan yang dinyatakan terbukti yang didukung oleh alat bukti

yang sah.
BAB III

DASAR HUKUM DAN POKOK-POKOK MATERI KEBERATAN

Majelis Hakim Yth;


Penuntut Umum;
Hadirin Sidang Serta Yang Kami Muliakan;

Perkenankanlah kami selaku Penasehat Hukum dari terdakwa atas nama Hendri
Huzaifah bin untuk menyampaikan atau mengajukan Nota Keberatan (Eksepsi)
terhadap surat dakwaan yang diajukan oleh saudara Penuntut Umum kepada klien
kami.

Atas dakwaan Penuntut Umum, terdakwa memiliki hak untuk mengajukan keberatan
atau Eksepsi terhadap dakwaan tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 156 ayat
(1) KUHAP yang berbunyi:
“Dalam hal terdakwa atau Penasehat Hukum mengajukan keberatan bahwa
pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat
diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan
kepada Penuntun Umum untuk menyampaikan pendapatnya. Hakim
mempertimbangkan keberatannya tersebut untuk selanjutnya mengambil
keputusan”.

Ketentuan pasal 156 ayat (1) KUHAP tersebut di atas, memberikan landasan yuridis
kepada terdakwa atau Penasehat Hukumnya untuk mengajukan Nota Keberatan
(Eksepsi) terhadap surat dakwaan Penuntut Umum, yang berkaitan dengan:
1. Kesalahan dalam menerapakan hukum;
2. Dakwaan tidak dapat diterima;
3. Surat dakwaan harus dibatalkan.
Adapun yang menjadi alasan nota keberatan terhadap surat Dakwaan Penuntut
Umum adalah karena menurut penilaian kami Penasehat Hukum Terdakwa, Surat
Dakwaan tersebut merupakan:

1. KESALAHAN DALAM MENERAPKAN HUKUM

Majelis Hakim yang terhormat,

Penuntut Umum yang kami hormati,

Terdakwa serta hadirin sidang yang kami hormati.

Kami selaku Penasehat Hukum atas nama Hendri Huzaifah bin Malik ingin
mengajukan keberatan mengenai surat dakwaan yang dibuat Penuntut Umum, yang
mana di point ketiga berisi tentang Pasal 354 KUHP tentang Penganiayaan yang
menyebabkan Hilangnya Nyawa Seseorang tidaklah tepat. Dijelaskan dalam surat
dakwaan, bahwa Penuntut Umum mendakwa terdakwa Hendri Huzaifah bin
Malik dengan dakwaan Subsidair yang dimana dalam dakwaan tersebut terdapat
Pasal 354 KUHP tentang Penganiayaan yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa
Seseorang. Sedangkan pada nyatanya terdakwa hanya melumpuhkan korban Sukma
Kencana dengan satu pukulan telak hingga menyebabkan korban tak sadarkan diri ,
hal tersebut bukan penganiayaan melainkan kekerasan. sebagaimana dijelaskan
pada pasal 89 KUHP yang berbunyi “membuat orang pingsan atau tidak berdaya
disamakan dengan melakukan kekerasan”. Dimana pula yang dimaksud oleh pasal
tersebut adalah melakukan kekerasan belum tentu penganiayaan, sedangkan
melakukan penganiayaan sudah pasti melakukan kekerasan.
Kami Tim Penasehat Hukum terdakwa meragukan Kepastian Hukum dalam surat
dakwaan yang Penuntut Umum buat, karena jika Penuntut Umum sudah amat yakin
dengan perbuatan terdakwa maka seharusnya Penuntut Umum hanya menjatuhkan
Pasal 365 ayat 4 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan hingga menyebabkan
kematian, tidak perlu menjatuhkan pasal 354 KUHP tentang Penganiayaan yang
Menyebabkan Hilangnya Nyawa Seseorang dikarenakan pasal tersebut sudah
diwakilkan oleh pasal 365 ayat (1) KUHP tentang pencurian dengan kekerasan.

Maka dari itu kami selaku Penasehat Hukum terdakwa meminta kepada Majelis
Hakim Yang Terhormat untuk memutus bahwa surat dakwaan Batal Demi Hukum.

2. KEBERATAN MENGENAI DAKWAAN TIDAK DAPAT DITERIMA ( Niet


Onvankelijk Verklaard)

Menurut Satjipto Raharjo, “Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman


kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut
diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang
diberikan oleh hukum.” Hal tersebut sejalan dengan prinsip “Justitia est ius suum
cuique tribuere” dimana keadilan diberikan kepada tiap orang tentang apa yang
menjadi haknya.

Untuk melindungi tersangka dari tindakan penyelidikan yang sewenang-wenang,


maka dalam KUHAP diatur mengenai perlindungan hak-hak tersangka dalam proses
penyelidikan perkara pidana. Hak-hak tersebut diatur dalam Bab VI KUHAP Tentang
Hukum Acara Pidana (Pasal 50 sampai dengan Pasal 68) pada Undang-Undang No. 8
Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Perlindungan hukum bagi tersangka dari
tindakan yang menyangkut hak asasi tersangka oleh penyidik sangatlah penting,
terutama bagi tersangka yang awam terhadap penegak hukum tentulah akan
kesulitan untuk meminta ataupun menuntut hak-hak yang dimilikinya sebagai
tersangka.

Undang-Undang tidak menjelaskan secara rinci mengenai apa yang dimaksud


dengan surat dakwaan tidak dapat diterima serta tidak pula memberikan patokan
pasti yang dapat dijadikan dasar untuk menatakan dakwaaan tidak dapat diterima.
Selama ini hanya berlaku pengertian hukum yang mendefinisikan eksepsi tidak dapat
diterima apabila surat dakwaan yang diajukan mengandung “cacat formil” atau
mengandung “kekeliruan beracara” (error in procedure).

Seharusnya bahwa kami selaku Penasehat Hukum terdakwa yakni karena cacat
formil atau kekeliruan beracara yang terjadi dalam surat dakwaan Penuntut Umum
maupun selama dalam tahap penyidikan itu cukup mengandung fundamen
penegakan hukum. Umumnya bagi penghormatan hak-hak asasi manusia yang telah
diamanatkan oleh pembentuk Undang-Undang melalui KUHAP, maka sangatlah
diharapkan Majelis Hakim memberikan tempat yang selayaknya bagi keberatan yang
terdakwa atau Penasehat Hukumnya ajukan. Untuk ini, kami meminta kepada
Majelis Hakim untuk meringankan hukuman terdakwa. Dalam Pasal 51 KUHAP
dijelaskan bahwa:
a. Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang
dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu
pemeriksaan dimulai;
b. Terdakwa berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang
dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya.

Pada saat pemeriksaan tersangka, seorang penyidik harus memperhatikan


keterangan yang berlaku dan tidak boleh bertindak diluar keterangan tersebut. Salah
satu ketentuan tersebut mengenai hak tersangka di dalam pemeriksaan.

Hak-hak tersangka tidak dibacakan dalam proses penyidikan sehingga kami selaku
Tim Penasehat Hukum terdakwa ditunjuk dalam waktu yang salah dan tidak tepat.
Sehingga kami telah melewatkan kesempatan kami untuk mengajukan Pra Peradilan
dan proses penegakan hukum yang lebih mudah kami jalankan. Maka dari itu
prosedur hukum yang telah ditegakkan oleh Penuntut Umum dan Tim Penyidik
adalah prosedur hukum yang salah.

“ERRARE HUMANUM EST, TRUPE IN ERRORE PERSEVERARE”


(Membuat kekeliruan itu manusiawi, namun tidaklah baik untuk terus
mempertahankan kekeliruan).

Seharusnya sebelum dilakukan penangkapan oleh penyidik terhadap terdakwa dan


dibawa ke Pengadilan Negeri terdakwa harus dibacakan hak-haknya yang salah
satunya untuk dapat mengajukan pra peradilan terlebih dahulu dengan didampingi
oleh penasehat hukumnya guna menguji proses tata cara penyidikan dan
penuntutan yang ditujukan kepada terdakwa. Yang mana menyalahi pasal 54 KUHAP
berisi “Guna kepentingan pembelaan tersangka atau terdakwa berhak mendapat
bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan
pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam Undang-
Undang ini.”

Ketika klien kami ditangkap dirumah nya yang beralamat Desa Kecubung Kec.
Bandar Jaya, Lampung Tengah Penyidik yang berwenang untuk menangkap Hendri
Hudzaifah tidak membacakan hak-hak terdakwa yang mana telah menyalahi aturan
(Error In Procedure).

Kami akan menjelaskan tentang keberatan mengenai Surat Dakwaan Kabur


(Obscuure Libel) yang mana menjadi beberapa bagian yaitu antara lain:

a. Tidak jelas

Dijelaskan dalam surat dakwaan, bahwa Penuntut Umum mendakwa Hendri


Huzaifah bin Malik dengan dakwaan Subsidair yang dimana pada pasal 365 KUHP
tentang Pencurian dengan Kekerasan, pasal 354 KUHP tentang Penganiayaan yang
Menyebabkan Hilangnya Nyawa Seseorang dan Pasal 359 tentang kelalaian
menyebabkan orang lain mati . Dimana pada kedua pasal tersebut yaitu pasal 365
KUHP tentang Pencurian dengan Kekerasan dan pasal 354 KUHP tentang
Penganiayaan yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa Seseorang memiliki persamaan
yakni melakukan tindakan kekerasan. Sehingga seharusnya Penuntut Umum hanya
menjatuhkan salah satu pasal saja agar kejelasan dari surat dakwaan tersebut lebih
jelas.

Kami Tim Penasehat Hukum terdakwa meragukan Kepastian Hukum dalam surat
dakwaan yang Penuntut Umum buat, karena jika Penuntut Umum sudah amat yakin
dengan perbuatan terdakwa maka seharusnya perbuatan terdakwa hanya di
jatuhkan pasal 365 KUHP tentang Pencurian dengan Kekerasan saja tanpa perlu
menjatuhkan pasal 354 KUHP tentang Penganiayaan yang Menyebabkan Hilangnya
Nyawa Seseorang. Penuntut Umum harus yakin apakah ini suatu tindakan
kekerasan? Atau masuk kepada tindakan Penganiayaan yang memiliki juga memiliki
makna kekerasan dan seharusnya pun sudah terwakilkan oleh pasal 365 KUHP
Tersebut?

Terdapat keragu-raguan dalam menerapkan pasal dakwaan yang Penuntut Umum


buat, sehingga hal ini dapat menyebabkan hilangnya nilai kepastian hukum.

IN DUBIO PROREO

(DIDALAM KERAGU-RAGUAN MAJELIS HAKIM HARUS MEMUTUS YANG


PALING MERINGANKAN TERDAKWA)

Dalam surat dakwaan yang dibuat oleh Penuntut Umum, tidak tepat apabila
menggunakan pasal 354 KUHP tentang Penganiayaan yang Menyebabkan Hilangnya
Nyawa Seseorang dikarenakan pasal tersebut sudah diwakili oleh pasal 365 KUHP
tentang Pencurian dengan Kekerasan. Bahwa unsur-unsur tindakan penganiayaan
yang dijelaskan oleh Penuntut Umum tersebut diduga sebagai dasar untuk
mendakwa klien kami dan hanya untuk mencari-cari suatu SEBAB AKIBAT sebagai
dugaan tindak pidana Penganiayaan yang dilakukan klien kami atas nama Hendri
Hudzaifah

Kami selaku Tim Penasehat Hukum Terdakwa merasa sangat keberatan dengan
Dakwaan yang dibacakan oleh Tim Penuntut Umum yang mana terdapat
ketidakjelasan mengenai unsur-unsur apa saja dan keliru dalam menjatuhkan pasal
kepada klien kami atas nama Hendri Huzaifah bin Malik dan meminta Majelis
Hakim Yang Terhormat untuk dapat mempertimbangkan hal tersebut.

b. Tidak Lengkap

Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan


Nasional dan Balai Pustaka, Tahun 2001, halaman 660 menguraikan kata lengkap
diartikan sebagai komplit, genap tidak ada kekurangannya. Kejaksaan Agung
Republik Indonesia dalam Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan terbitan Kejaksaan
Agung Republik Indonesia Tahun 1985 halaman 16 menyatakan bahwa:

“Adalah bahwa Surat Dakwaan harus mencakup semua unsur-unsur yang ditentukan
Undang-Undang secara lengkap. Jangan sampai terjadi ada unsur delik yang tidak
dirumuskan secara lengkap atau tidak diuraikan perbuatan materiilnya secara tegas
dalam Dakwaan, sehingga berakibat perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana
menurut Undang-Undang”.
Kami selaku Advokat dan Tim Penasehat Hukum terdakwa atas nama Hendri
Huzaifah bin Malik meminta kepada majelis Hakim untuk dapat memutuskan
bahwa surat dakwaan Tidak Dapat Diterima.
BAB IV

KESIMPULAN DAN PERMOHONAN

Maka berdasarkan segala uraian dan fakta hukum seperti dikemukakan diatas, kami
selaku Tim Penasehat Hukum Terdakwa berkesimpulan bahwa Surat Dakwaan yang
diajukan oleh Penuntut Umum jelas telah mengandung cacat formal disamping tidak
memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2) Huruf b KUHAP. Bahwa Surat Dakwaan
tidak memenuhi unsur-unsur materiil, karena tidak cermat, tidak jelas dan tidak
lengkap menguraikan unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan, yang artinya Surat
Dakwaan Penuntut Umum dalam Perkara a quo Surat Dakwaan Kabur (Obscuur
libel).

Memperhatikan Surat Dakwaan Penuntut Umum dalam perkara a quo , maka kami
berkesimpulan bahwa Surat Dakwaan tersebut tidak memenuhi syarat materiil
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP.

Bahwa dalam Dakwaan Penuntut Umum tidak cermat dalam menjatuhkan pasal
yang didakwakan kepada Terdakwa Hendri Huzaifah bin Malik. Dengan demikian
unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan kepada klien kami tidak dijelaskan
secara keseluruhan dan keliru dalam menjatuhkan pasal-pasal tersebut, terdapat
kekaburan dalam Surat Dakwaan, bahkan hakikatnya Surat Dakwaan Penuntut
Umum tidak memuat secara jelas dan lengkap unsur-unsur tindak pidana yang
didakwakan dan dengan sendirinya mengakibatkan tindak pidana yang didakwakan
kepada Terdakwa bukan merupakan Tindak Pidana.
Bahwa dalam proses penyidikan, Penyidik pada Kepolisian Lampung telah
menghilangkan hak Terdakwa yang pada saat itu menjadi tersangka. Karena tidak
menunjuk ataupun menawarkan jasa Advokat bagi Terdakwa yang jelas-jelas
ketentuan Pasal yang akan dikenakan kepada Terdakwa memuat sanksi pidana yang
ancaman hukumannya lebih dari 3 tahun.

Akhirnya berdasarkan seluruh uraian tersebut diatas, kiranya sudah cukup alasan
bagi kami selaku Tim Penasehat Hukum Terdakwa memohon kepada Majelis Hakim
Pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang yang mengadili tindak pidana umum dengan
Nomor Register Perkara 176/PDM/2019/PN.TJK memutuskan:

PERMOHONAN

1. Memohon kepada Ketua Pengadilan Tanjung Karang agar menerima Nota


Keberatan yang terdakwa ajukan SECARA KESELURUHAN.
2. Meminta agar surat dakwaan dengan nomor register perkara
101/PDM/2021/PN.TJK tersebut TIDAK DAPAT DITERIMA.
3. Meminta agar surat dakwaan dengan nomor register perkara
101/PDM/2021/PN.TJK tersebut BATAL DEMI HUKUM.

ATAU

Bilamana Majelis Hakim berpendapat lain, maka kami mohon agar diberikan putusan
yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono), demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum
yang berlaku dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Demikianlah Eksepsi atau Keberatan
kami selaku Tim Penasehat Hukum Terdakwa kami sampaikan dengan sebenar-
benarnya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan kekuatan dan keteguhan
iman kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo agar
dapat memberikan putusan sela yang seadil-adilnya, atas perhatian Majelis Hakim,
kami ucapkan terima kasih.
Bandarlampung, 19 April 2021

Hormat Kami

Penasehat Hukum

Joko Susilo, S.H., M.H. Adinda Salsadela, S.H., M.H

Anda mungkin juga menyukai