Anda di halaman 1dari 126

Kepada Yang Mulia:

Majelis Hakim Pemeriksa Perkara Pidana


Nomor: 2152 / Pid.B / 2013 / PN.Sby
Pada Pengadilan Negeri Surabaya
di -
SURABAYA

Nota pembelaan (Pledooi) dalam Perkara Tindak Pidana Umum Nomor:


2152 / Pid.B / 2013 / PN.Sby pada Pengadilan Negeri Surabaya di
Surabaya atas diri klien kami:
Nama lengkap : SOLEH HARIJANTO Bin SLAMET alias Hok Kian Lai
Tempat lahir : Surabaya
Umur : 56 Tahun / 31 Mei 1956
Jenis kelamin : Laki-Laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Jln. Kenjeran No. 232 Surabaya
Agama : Kristen
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SLTA

PENDAHULUAN

Majelis Hakim Yang Mulia;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena berkat rahmat serta hidayah-Nya kita semua dapat menjalankan
persidangan Terdakwa Soleh Harijanto Bin Slamet alias Hok Kian Lai tanpa
halangan berarti. Semoga hingga akhir persidangan rahmat serta hidayah-
Nya tetap tercurahkan kepada kita semua sehingga kebenaran dan keadilan
dapat kita tegakkan, baik demi kepentingan hukum dan masyarakat, maupun
bagi kepentingan terdakwa yang berada dalam posisi lemah akibat duduk di
“bangku panas” persidangan.

Setelah melalui persidangan yang cukup menyita waktu dan pikiran, kita
semua berharap putusan pengadilan dengan irah-irah “DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” dapat dirasakan semua pihak
yang terlibat pada perkara ini terutama sekali bagi terdakwa.

1|Pledooi Perkara: 2152/Pid.B/2013/PN.SBY


Selanjutnya, sesuai etika dan sopan santun persidangan sebelum menginjak
materi Nota Pembelaan (Pledooi), tidak berlebihan kami ucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada Yang Mulia Majelis Hakim karena telah dengan
cermat, teliti serta tegas melakukan pemeriksaan dalam perkara ini, sehingga
kita semua berharap dapat membuka tabir perkara secara gamblang dan
obyektif guna menemukan KEADILAN SEJATI karena nilai dan harga
KEADILAN lebih berharga dari apapun di dunia ini. Karena nilai keadilan pula
berbagai aturan hukum dikeluarkan negara untuk mewujudkan kesejahteraan
tanpa mengorbankan rakyat, meski rakyat itu sendiri telah melakukan
kesalahan. Bahkan, karena nilai keadilan TUHAN selaku penguasa atas
seluruh makhluk memberikan kesempatan ber-TAUBAT bagi hamba-Nya
meski sebesar apapun kesalahan yang telah dilakukan hamba tersebut
kepada-NYA.

Selain itu, kepada Rekan Penuntut Umum, penghargaan sebesar-besarnya


patut kami sampaikan karena telah berusaha sekuat tenaga dan pikiran untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban yang selalu mengatasnamakan hukum,
meskipun dalam beberapa hal ada perbedaan pandangan antara kami selaku
Penasihat Hukum Terdakwa SOLEH HARIJANTO Bin Slamet dengan pendapat
yang dikemukanan Rekan Penuntut Umum pada perkara ini.

Sebelum membahas lebih jauh isi Pledooi ini, patut kami tegaskan
kesimpulan Rekan Penuntut Umum dalam Requisitoire yang dibacakan pada
persidangan lalu sungguh kesimpulan yang teramat dipaksakan. Menurut
hemat kami, perkara a quo merupakan rangkaian fakta-fakta yang berada
dalam ranah hukum perdata. Hubungan hukum antara Terdakwa Soleh
Harijanto Bin Slamet alias Hok Kian Lai dengan SAKSI Irwan Candra
merupakan hubungan kontraktuil kerjasama yang dikamuflasekan melalui
perjanjian jual beli bawah tangan sehingga tidak sepatutnya penyelesaiannya
dilakukan melalui hukum pidana, apalagi dengan cara pemaksaan merampas
hak-hak kebebasan inidividu terdakwa. Hubungan hukum ini sudah jelas
sekali dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan yang berasal dari alat
bukti keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa dan alat bukti surat.

Majelis Hakim Yang Mulia;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;

Ada ungkapan dalam dunia penegakan hukum “QUID LEGES SINE MORIBUS”
yang apabila diartikan kurang lebih “apalah artinya suatu peraturan

2|Pledooi Perkara: 2152/Pid.B/2013/PN.SBY


perundang-undangan kalau tidak disertai dengan moralitas”. Jadi, makna
penting keberadaan perundang-undangan ditujukan pada tercapainya
moralitas, dimana moralitas utama dalam penegakan hukum adalah
KEADILAN.

Dalam hal ini, terdakwa yang menempati “kursi panas” persidangan sangat
mengharapkan keadilan dapat ditegakkan dengan seadil-adilnya pada
persidangan ini. Kami selaku para penasihat hukum terdakwa sangat yakin,
berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, kita semua,
terutama Majelis Hakim Yang Mulia yang mengemban tugas “perpanjangan
tangan Tuhan” di atas dunia dapat menjawab kebenaran dan keadilan bagi
terdakwa pada khususnya dan bagi kepentingan hukum dan keadilan. Tanpa
nilai keadilan akan menimbulkan keresahan dalam kehidupan masyarakat,
dan rasa keadilan harus memiliki kepentingan berimbang dalam proses
peradilan pidana, termasuk keadilan bagi terdakwa.

Ditegakkan peraturan hukum tanpa memperhatikan nilai keadilan justru


melahirkan chaos hukum, sebaliknya keadilan yang diberikan tanpa didasari
penegakan hukum yang benar akan menghilangkan nurani keadilan. Namun
demikian, keadilan dengan menelantarkan kepastian hukum dan hak asasi
TERSANGKA atau TERDAKWA justru menjadikan keadilan sebagai sarana
kepentingan orang-orang tertentu, bahkan menjadikan kepastian hukum
sebagai sarana persuasi makna Rule of Law.

Untuk itu, kami berharap kepada pengadilan melalui Majelis Hakim Yang
Mulia sebagai “gerbang terakhir” penegakan hukum dapat menciptakan dan
mewujudkan keadilan dan penerapan hukum yang benar serta kembali
“meluruskan” sesuatu yang sudah salah kaprah dari awal untuk kembali
dibenahi dan ditempatkan pada posisinya masing-masing. Jangan sampai
“Dewi Keadilan” memegang neraca jomplang dan kemudian menggunakan
“Pedang Keadilan” secara tidak patut dan tidak pada tempatnya.

Majelis Hakim Yang Mulia;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;

Berbicara tentang problema yang dihadapi terdakwa saat ini, pada dasarnya
dapat kita pertanyakan pada diri sendiri, baik dari profesi hukum, ataupun
profesi lain, atau orang awam sekalipun yang katanya sering tidak mengerti
proses hukum. Terlepas dari posisi dan kedudukan dalam masyarakat, pada

3|Pledooi Perkara: 2152/Pid.B/2013/PN.SBY


dasarnya kita semua selalu mencari dan berusaha menemukan hukum
berdasarkan fakta-fakta di persidangan sehingga tercapai kebenaran materil
guna menghasilkan KEADILAN SEJATI yang diidam-idamkan manusia tanpa
pandang bulu agar tercapainya balanced of justice principle’s .

Balanced of justice principle’s berlaku dan mengikat semua pihak yang


terlibat pada due process of law, termasuk dalam hal ini tersangka atau
terdakwa. “Due process of law” mengandung pengertian bahwa terdakwa
tidak boleh dinyatakan bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap (Inkracht van Gewjisde) sehingga akan mengarah
pada prinsip keadilan berimbang. Atas dasar itu, proses peradilan pidana
disamping harus memperhatikan pendapat Penuntut Umum, harus pula
mempertimbangkan dan memperhatikan keterangan atau pembelaan
terdakwa dan/atau Penasihat Hukum-nya.

Dalam hal ini, pada dasarnya arah yang dituju adalah “ willing of justice
principle”, dimana tidak dibenarkan ditonjolkan faktor-faktor kepentingan
sesaat ataupun faktor-faktor lain di luar hukum. Keadilan dalam proses
hukum pidana inilah yang menjadi taruhan dalam persidangan Terdakwa
Soleh Harijanto Bin Slamet alias Hok Kian Lai. Apakah Terdakwa akan
ditempatkan dalam posisi kesetaraan antara kepastian hukum dan keadilan
bagi diri terdakwa? Jawaban atas hal ini kami serahkan kepada Yang Mulia
Majelis Hakim setelah memperhatikan secara seksama segala hal yang
terungkap dalam persidangan.

Selanjutnya, pada hukum pidana kita mengenal pula asas “ In Dubio Pro Reo”
yang bermakna apabila terdapat cukup alasan meragukan kesalahan
terdakwa, maka hakim membiarkan neraca timbangan jomplang untuk
keuntungan terdakwa. Dalam hal ini, prinsip dan doktrin hukum pidana tetap
dominan dalam diri terdakwa yang berlaku secara universal, karenanya harus
dihindari sejauh mungkin subyektifitas dalam penanganan perkara, baik
berkaitan dengan masalah politis, sosial maupun ekstra interventif lain
sehingga adagium “lebih baik membebaskan 1000 orang bersalah daripada
menghukum 1 orang yang tidak bersalah" dapat diterapkan secara total dan
obyektif.

Seandainya pengadilan membebaskan seorang terdakwa berdasarkan


ketepatan dan kebenaran nilai-nilai hukum guna meraih keadilan, memang
sering muncul tudingan atau tuduhan yang diarahkan kepada pengadilan
dengan menyebutkan “Lihat, kembali pengadilan membebaskan pelaku

4|Pledooi Perkara: 2152/Pid.B/2013/PN.SBY


pidana”. Padahal, seringkali rekayasa suatu perkara telah diramu dan diolah
sejak tingkat penyelidikan dan penyidikan serta pra penuntutan. Untuk
kemudian, tersangka yang seringkali tidak memahami hukum sebagaimana
mestinya mengikuti begitu saja arah pola pikir yang sudah dibentuk dalam
rekayasa suatu perkara. Hal ini terlihat jelas pada fakta yang terungkap di
persidangan, dimana keterangan Saksi Harsasi dan H. Bakri dalam Berita
Acara Pemeriksaan (BAP) sama sekali tidak pernah dilakukan pemeriksaan
oleh penyidik kepolisian dalam perkara ini. BAP kesaksian yang penuh
rekayasa dari penyidik kepolisian kemudian dijadikan dasar menyeret klien
kami sebagai tersangka dan terdakwa. Dari BAP penuh rekayasa ini pula
dibuat Surat Dakwaan mulai dibangun dan dibentuk oleh Rekan Penuntut
Umum. Ironi yang sangat menyedihkan, dimana profesionalitas telah
dikalahkan kepentingan-kepentingan tertentu, entah untuk tujuan apa.
Dilema penegakan hukum yang bukan hanya satu atau dua kali kita saksikan
di negara ini. Lalu, sampai kapan semua ini terus berlangsung? Apakah ini
keadilan yang selalu kita dambakan. Keadilan Semu, Keadilan penuh
rekayasa.

Majelis Hakim Yang Mulia;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;

Berdasarkan fakta persidangan, terlihat jelas posisi Terdakwa Soleh Harijanto


bin Slamet alias Hok Kian Lai sangat terpojok oleh keterangan saksi
Pelapor/korban dan koleganya. Dari keterangan saksi di persidangan, patut
kami selaku Penasihat Hukum TERDAKWA mempertanyakan “Kenapa saksi
korban beserta koleganya “memojokkan” TERDAKWA dalam perkara ini?” Bila
kita menarik kesimpulan berdasarkan data dan fakta persidangan, jelas sekali
karena adanya kepentingan saksi korban dan koleganya agar Terdakwa
dapat dihukum dan dijebloskan ke penjara, meskipun seharusnya sarana
penyelesaian perkara ini harus melalui jalur hukum perdata karena berangkat
dari perjanjian yang dikamuflasekan melalui jual beli bawah tangan.

Berdasarkan Yurisprudensi perkara Pidana terkait persidangan perkara yang


berangkat dari Surat Dakwaan Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP,
terlihat begitu banyak pemaksaan perkara perdata telah dijadikan alat untuk
mengorbankan nilai-nilai hukum dan keadilan (kriminalisasi wanprestasi).
Namun demikian, dalam beberapa yurisprudensi kita saksikan dengan sangat
besar hati pengadilan sebagai gerbang terakhir meraih keadilan memainkan
peran sentral untuk mengembalikan nilai hukum dan keadilan. Putusan-

5|Pledooi Perkara: 2152/Pid.B/2013/PN.SBY


putusan tersebut dapat kita lihat seperti dalam Putusan No. 419 K/Pid/2010,
Putusan No. 424 K/Pid/2008, Putusan No. 2161 K/Pid/2008, Putusan Nomor:
2390 K/Pid/2006, Putusan No. 812 K/Pid/2011 serta banyak yurisprudensi
lain yang mencerminkan agungnya putusan lembaga peradilan terhadap
kriminalisasi wanprestasi akibat proses rekayasa yang telah dimulai sejak
penyidikan dan penuntutan.

Kita semua percaya, putusan yang diharapkan lahir dari proses persidangan
perkara pidana adalah putusan yang benar-benar naar eerlykheid, geweten
en eer berlandaskan kebenaran materil yang ditemukan melalui diskusi fair,
dengan berpijak pada Surat Dakwaan Penuntut Umum pada awal
persidangan. Kemudian, apabila Surat Dakwaan Penuntut Umum berdasarkan
uraian-uraian yang telah dijelaskan dalam Surat Dakwaannya tidak dapat
dibuktikan dalam persidangan, sudah sepantasnya Surat Dakwaan tersebut
DITOLAK atau setidaknya dinyatakan TIDAK DAPAT DITERIMA untuk
kemudian mengembalikan hak-hak TERDAKWA pada keadaan semula.

Inilah yang ternyata kisa saksikan pada Surat Dakwaan Rekan Penuntut
Umum, dimana uraian-uraian yang didakwakan pada awal persidangan oleh
Rekan Penuntut Umum tidak terbukti secara sah dan menyakinkan dilakukan
Terdakwa. Namun, entah untuk hal apa Rekan Penuntut Umum tetap dengan
sangat yakin menyatakan Terdakwa Soleh Harijanto Bin Slamet alias Hok
KIan Lai terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan perbuatan pidana
sebagaimana diatur dan diancam Pasal 372 KUHP dan kemudian menuntut
Terdakwa agar dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun dan 10 bulan
penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahan sementara, dengan
perintah terdakwa tetap di tahan. Dimanakah letak nurani hukum dan
keadilan?

DAKWAAN
Majelis Hakim Yang Mulia;
Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;

Surat dakwaan memegang peranan yang penting di dalam proses


persidangan. Hal demikian disebabkan berdasarkan surat dakwaan tersebut
hakim memberikan putusan terhadap fakta perbuatan yang dianggap terbukti
yang didukung oleh alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang serta
keyakinannya. Ruang lingkup pemeriksaan di muka persidangan telah
dibatasi oleh surat dakwaan. Hakim harus memutus sesuai dengan surat

6|Pledooi Perkara: 2152/Pid.B/2013/PN.SBY


dakwaan. Misalnya dalam suatu persidangan, dari pemeriksaan ternyata
terdakwa terbukti melakukan tindak pidana penganiayaan yang
menyebabkan matinya seseorang (Pasal 353 ayat (3), jo 354 (2), jo 355 (2)
KUHP), bukan pembunuhan biasa atau berencana (Pasal 338 atau 340
KUHP), sedangkan Pasal 353, 354 dan 355 KUHP sebagai dasar untuk
mendakwa atas tidak pidana penganiayaan berakibat matinya seseorang
tersebut tidak dirumuskan di dalam surat dakwaan, maka dalam hal ini hakim
harus membebaskan terdakwa, meskipun terdakwa terbukti telah melakukan
tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan matinya seseorang. Karena
unsur tindak pidana antara pembunuhan dengan penganiayaan
menyebabkan matinya seseorang, adalah berbeda. Disinilah letak pentingnya
kecermatan dalam menyusun surat dakwaan (Zulkarnain, 2006: 88).

Yahya Harahap menyatakan, putusan perkara pidana dalam teori maupun


praktek sangat bergantung pada surat dakwaan, oleh karena surat dakwaan
merupakan landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka persidangan,
dan kemudian menjadi landasan bagi hakim dalam menyusun pertimbangan
hukum dan putusan. Selain itu, dalam yurisprudensi MA RI No. 68K/KR/1973,
16 Desember 1976 menyatakan bahwa “putusan hakim wajib mendasarkan
pada rumusan surat dakwaan.”

Berangkat dari Surat Dakwaan Rekan Penuntut Umum pada awal


persidangan menyatakan Terdakwa Soleh Harijanto Bin Slamet melanggar
ketentuan sebagaimana diatur dan diancam:

DAKWAAN KESATU:

Bahwa terdakwa SOLEH HARIJANTO Bin Slamet alias Hok Kian Lai pada
tanggal 28 Pebruari 2008 atau setidak-tidaknya suatu waktu dalam tahun
2008 bertempat di PT. Wahyu Plastik Jl. Kyai Tambak Deres No. 149
Surabaya atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk
daerah hukum Pengadilan Negeri Surabaya, dengan maksud hendak
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hak, baik dengan
memakai nama palsu atau keadaan palsu, dengan akal dan tipu muslihat,
maupun dengan rangkaian perkataanb-perkataan bohong, menggerakkan
orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya
member utang maupun menghapuskan piutang, perbuatan mana dilakukan
oleh terdakwa dengan cara sebagai berikut:
 Bahwa pada waktu sebagaimana tersebut diatas, terdakwa
mendatangi SAKSI IRWAN CANDRA di PT. Wahyu Plastik Jl. Kyai

7|Pledooi Perkara: 2152/Pid.B/2013/PN.SBY


Tambak Deres No. 149 Surabaya dan menawarkan 2 unit rumah
miliknya di Jl. Kalijudan IV Kav. 26 Surabaya seluas 220 M2 yang saat
itu sedang dibangun dan dinyatakan baru akan selesai
pembangunannya pada bulan Mei 2008 kepada SAKSI IRWAN
CANDRA dengan harga Rp. 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta
rupiah) dan dari harga Rp. 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta
rupiah) tersebut, Terdakwa Soleh Harijanto mengatakan apabila SAKSI
IRWAN CANDRA akan menjualnya kembali pasti akan mendapatkan
keuntungan paling tidak/minimal bisa laku Rp. 450.000.000,- (empat
ratus lima puluh juta rupiah) atau SAKSI IRWAN CANDRA akan
mendapat keuntungan sebesar Rp 100.000.000,- (Seratus juta rupiah).
Kepada SAKSI IRWAN CANDRA, terdakwa menyampaikan pula akan
membantu menjualkan kembali kedua unit rumah tersebut apabila
SAKSI IRWAN CANDRA membelinya
 Bahwa SAKSI IRWAN CANDRA yang tertarik akan iming-iming
keuntungan sebagaimana yang disampaikan oleh terdakwa tersebut,
selanjutnya membeli kedua unit rumah yang ditawarkan oleh terdakwa
di Jl. Kalijudan IV Kav. 26 Surabaya seluas 220 M2, dengan
memberikan 1 lembar Bilyet Giro Bank Danamon sejumlah Rp.
350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah) kepada terdakwa dan
dibuatkan kwitansi tertanggal 28 Pebruari 2008 dengan disaksikan
oleh HARSASI, SISWATI dan DESY PUSPITASARI sehingga kemudian
terdakwa memberikan/menyerahkan Asli Surat Pernyataan Pemilikan
Sebidang Tanah sesuai Buku C No. 4014 persil No. 25 klas I atas
tanah yang terletak di Jl. Kalijudan IV KaV. 26 Surabaya seluas 220 M2
kepada SAKSI IRWAN CANDRA
 Bahwa pada tanggal 01 Maret 2008 di PT. Wahyu Plastik Jl. Kyai
Tambak Deres No. 149 Surabaya dibuat pula perjanjian/ikatan jual beli
antara Terdakwa dan SAKSI IRWAN CANDRA terkait kedua unit rumah
tersebut. Dimana terdakwa selaku Pihak I menjual 2 unit rumah di
Jalan Kalijudan Taruna IV Kav. 26 Surabaya kepada SAKSI IRWAN
CANDRA selaku Pihak II yang bertindak sebagai pembeli dengan harga
Rp. 350.000.000,-
 Bahwa selanjutnya pada sekira bulan Agustus 2008, Terdakwa datang
kembali ke kantor SAKSI IRWAN CANDRA di PT. Wahyu Plastik Jl. Kyai
Tambak Deres No. 149 Surabaya dan meminta/mengambil kembali Asli
Surat Pernyataan Pemilikan Sebidang Tanah sesuai Buku C No. 4014
persil No. 25 klas I dengan alasan kedua unit rumah tersebut telah ada
pembelinya sehingga surat tanahnya harus segera dipecah dan dibalik
nama atas nama pembelinya di Kantor Kelurahan Kalijudan sehingga

8|Pledooi Perkara: 2152/Pid.B/2013/PN.SBY


oleh SAKSI IRWAN CANDRA Asli Surat Pernyataan Pemilikan Sebidang
Tanah sesuai Buku C No. 4014 persil No. 25 klas I atas tanah yang
terletak di Jl. Kalijudan IV Kav. 26 Surabaya seluas 220 M2 diserahkan
kepada Terdakwa dan menyerahkan sepenuhnya urusan penjualan
kedua rumah tersebut kepada terdakwa
 Bahwa 2 unit rumah yang terletak di Jl. Kalijudan Taruna IV Kav. 26
Surabaya yang telah berubah alamat menjadi Jl. Kalijudan Taruna
IV/70 dan Jl. Kalijudan Taruna IV/72 telah dibeli oleh Saksi SUGIANTO
TJIO seharga Rp 275.000.000,- (dua ratus tujuh puluh lima juta
rupiah) pada tanggal 23 Januari 2009 untuk 1 (satu) unit di Jl.
Kalijudan Taruna IV/72, sedangkan untuk 1 unit rumah di Jl. Kalijudan
Taruna IV/70 telah dibeli oleh Saksi LIE PIE FAT pada tanggal 14
Agustus 2009 seharga Rp. 380.000.000,- (tiga ratus delapan puluh
juta rupiah). Dimana transaksi kedua penjualan rumah tersebut
dilakukan di Kantor Kelurahan Kalijudan Surabaya. Sehingga atas
penjualan 2 unit rumah tersebut, terdakwa mendapat uang sejumlah
Rp 655.000.000,- (enam ratus enam puluh lima juta rupiah), namun
oleh terdakwa hasil penjualan rumah tersebut tidak diserahkan kepada
SAKSI IRWAN CANDRA
 Bahwa SAKSI IRWAN CANDRA yang semula bersedia membeli 2 unit
rumah tersebut kepada terdakwa dengan harapan akan mendapatkan
keuntungan justru akhirnya merasa dirugikan karena uang hasil
penjualan rumah tersebut hingga saat ini oleh Terdakwa tidak
diberikan/tidak diserahkan kepada SAKSI IRWAN CANDRA. Akibat
perbuatan terdaka, SAKSI IRWAN CANDRA menderita kerugian kurang
lebih Rp. 450.000.000,- (empat ratus lima puluh juta rupiah) atau
setidak-tidaknya sejumlah tersebut.
Perbuatan terdakwa tersebut melanggar ketentuan sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 378 KUHP

ATAU
DAKWAAN KEDUA:

Bahwa terdakwa SOLEH HARIJANTO Bin Slamet Alias Hok Kian Lai pada
tanggal 23 Januari 2009 dan tanggal 14 Agustus 2009 atau setidak-tidaknya
pada suatu waktu dalam tahun 2009 bertempat di Kantor Kelurahan
Kalijudan Surabaya atau setidak-tidaknya pada suatu tenpat yang masih
termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Surabaya, dengan sengaja
dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri barang sesuatu yang
seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada

9|Pledooi Perkara: 2152/Pid.B/2013/PN.SBY


dalam kekuasaannnya bukan karena kejahatan, perbuatan mana dilakukan
oleh Terdakwa dengan cara sebagai berikut:
 Bahwa tanggal 28 Pebruari 2009 terdakwa mendatangi SAKSI IRWAN
CANDRA di PT. Wahyu Plastik Jl. Kyai Tambak Deres No. 149 Surabaya
dan menawarkan 2 unit rumah miliknya di Jl. Kalijudan IV Kav. 26
Surabaya luas 220 M2 yang satu saat itu sedang dibangun dan
dinyatakan baru akan selesai pembangunannya pada bulan Mei 2008
kepada SAKSI IRWAN CANDRA dengan harga Rp. 350.000.000,- (tiga
ratus lima puluh juta rupiah) dan dari harga Rp. 350.000.000,-
tersebut, Terdakwa SOLEH HARIJANTO mengatakan apabila SAKSI
IRWAN CANDRA akan menjualnya kembali pasti akan mendapat
keuntungan paling tidak/minimal bisa laku Rp 450.000.000,- (empat
ratus lima puluh juta rupiah) atau SAKSI IRWAN CANDRA akan
mendapat keuntungan sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Kepada SAKSI IRWAN CANDRA, terdakwa menyampaikan pula akan
membantu menjualkan kembali kedua unit rumah tersebut apabila
SAKSI IRWAN CANDRA membelinya
 Bahwa SAKSI IRWAN CANDRA yang tertarik akan iming-iming
keuntungan sebagaimana yang disampaikan oleh terdakwa tersebut,
selanjutnya membeli kedua unit rumah yang di tawarkan oleh
Terdakwa di Jl, Kalijudan IV Kav. 26 Surabaya luas 220 M2, dengan
memberikan 1 lembar Bilyet Giro Bank Danamon sejumlah Rp
350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah) kepada terdakwa dan
dibuatkan pula kwitansi tertanggal 28 Pebruari 2008 dengan
disaksikan oleh HARSASI, SISWATI dan DESY PUSPITASARI sehingga
kemudian terdakwa memberikan/menyerahkan Asli Surat Pernyataan
Pemilikan Sebidang Tanah sesuai Buku C No. 4014 persil No. 25 klas I
atas tanah yang terletak di Jl. Kalijudan IV Kav. 26 Surabaya luas 220
M2 kepada SAKSI IRWAN CANDRA
 Bahwa pada tanggal 01 Maret 2008 di PT. Wahyu Plastik Jl. Kyai
Tambak Deres No. 149 Surabaya dibuat pula perjanjian/ikatan jual beli
antara terdakwa dan SAKSI IRWAN CANDRA terkait kedua unit rumah
tersebut. Dimana Terdakwa selaku Pihak I menjual 2 unit rumah di
Jalan Kalijudan Taruna IV Kav. 26 Surabaya kepada SAKSI IRWAN
CANDRA selaku Pihak II yang bertindak sebagai pembeli dengan harga
Rp 350.000.000,-
 Bahwa selanjutnya pada sekira bulan Agustus 2008, Terdakwa datang
kembali ke kantor SAKSI IRWAN CANDRA di PT. Wahyu Plastik Jl. Kyai
Tambak Deres No. 149 Surabaya dan meminta/mengambil kembali Asli
Surat Pernyataan Pemilikan Sebidang Tanah sesuai Buku C No. 4014

10 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
persil No. 25 klas I dengan alasan kedua unit rumah tersebut telah ada
pembelinya sehingga surat tanahnya harus segera dipecah dan dibalik
nama atas nama pembelinya di Kantor Kelurahan Kalijudan sehingga
oleh SAKSI IRWAN CANDRA Asli Surat Pernyataan Pemilikan Sebidang
Tanah sesuai Buku C No. 4014 persil No. 25 klas I atas tanah yang
terletak di Jl. Kalijudan IV Kav. 26 Surabaya luas 220 M2 diserahkan
kepada terdakwa dan menyerahkan sepenuhnya urusan penjualan
kedua rumah tersebut kepada terdakwa
 Bahwa 2 unit rumah yang terletak di Jalan Kalijudan Taruna IV Kav. 26
Surabaya yang telah berubah alamat menjadi Jl. Kalijudan Taruna
IV/70 dan Jl. Kalijudan Taruna IV/72 telah dibdeli oleh Saksi
SUGIANTO TJIO seharga Rp. 275.000.000,- (dua ratus tujuh puluh
lima juta rupiah) pada tanggal 23 Januari 2009 untuk 1 (satu) unit di
Jl. Kalijudan Taruna IV/72, sedangkan untuk 1 (satu) unit rumah di Jl.
Kalijudan Taruna IV/70 telah dibeli oleh Saksi LIE PIE FAT pada
tanggal 14 Agustus 2009 seharga Rp 380.000.000,- (tiga ratus delapan
puluh juta rupiah). Dimana transaksi kedua penjualan rumah tersebut,
terdakwa mendapatkan uang sejumlah Rp 655.000.000,- (enam ratus
enam puluh lima juta rupiah), namun oleh terdakwa hasil penjualan
rumah tersebut tidak diserahkan kepada SAKSI IRWAN CANDRA
 Bahwa SAKSI IRWAN CANDRA yang semula bersedia membeli 2 unit
rumah tersebut kepada terdakwa dengan harapan akan mendapat
keuntungan justru akhirnya merasa dirugikan karena uang hasil
penjualan rumah tersebut hingga saat ini oleh Terdakwa tidak
diberikan/tidak diserahkan kepada SAKSI IRWAN CANDRA. Akibat
perbuatan terdakwa, SAKSI IRWAN CANDRA menderita kerugian
kurang lebih Rp. 450.000.000,- (empat ratus lima puluh juta rupiah)
atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut.
Perbuatan terdakwa tersebut melanggar ketentuan sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 372 KUHP

Majelis Hakim Yang Mulia;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;

Surat Dakwaan yang berfungsi sebagai instrumen yang memuat uraian verbal
tindak pidana yang dilakukan terdakwa, haruslah disusun berdasarkan bahan-
bahan/fakta-fakta, kemudian ditarik dan disimpulkan dari hasil pemeriksaan
penyidikan yang sudah tertuang dalam BAP yang dilimpahkan Penyidik ke
Kejaksaan.

11 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Apabila Surat Dakwaan dalam perkara Soleh Harijanto Bin Slamet alias Hok
Kian Lai ini dihubungkan dengan hasil pemeriksaan saksi fakta di
persidangan, dan kenyataannya menunjukkan hanya keterangan 1 (satu)
orang saksi saja (yaitu SAKSI Irwan Candra/Pelapor) yang mempunyai
pararelitas dengan surat dakwaan. Disinilah kemudian muncul pertanyaan
“Apakah Surat Dakwaan tersebut telah benar-benar disiapkan dan
disusun berdasarkan hasil pemeriksaan penyidikan ?” Mungkin Rekan
Penuntut Umum dengan sangat yakin akan menjawab “Ya”. Akan tetapi
bagaimana mungkin mayoritas saksi justru memberikan keterangan yang
tidak menunjukkan adanya pararelitas atau tidak mendukung pembuktian
kebenaran surat dakwaan.

Padahal, Rekan Penuntut Umum memiliki hak normatif ( asas opportunitas)


untuk tidak melakukan proses penuntutan apabila hasil penyidikan dinilai
tidak layak untuk dilanjutkan dalam proses penuntutan. Seharusnya pada
proses Pra-Penuntutan, Rekan Penuntut Umum lebih cermat dan teliti
menelaah BAP dari penyidik. Dalam hal ini, apabila Rekan Penuntut Umum
menilai belum lengkap, bisa dikembalikan kepada penyidik untuk dilengkapi
dan apabila memang tidak ada unsur pidana Rekan Penuntut Umum dapat
saja menghentikan penuntutan dalam suatu perkara. Tetapi faktanya, Rekan
Penuntut Umum telah menerbitkan keterangan P-21 (sebutan umum untuk
pernyataan BAP sudah lengkap) kepada penyidik. Ini menunjukkan Rekan
Penuntut Umum sudah berani menyimpulkan perbuatan terdakwa (jika dilihat
dari hasil pemeriksaan di penyidik) sudah cukup bukti untuk dipersalahkan
dan karenanya harus disusun Surat Dakwaan.

Lebih parah lagi, dari saksi a charge yang keterangannya patut dinilai ada
keterpautan dengan materi dakwaan, sayang sekali tidak mengenai materieel
daad dari terdakwa. Artinya keterangan saksi a charge tersebut tidak terkait
dengan perbuatan Penipuan atau Penggelapan yang didakwakan kepada
terdakwa.

Hal ini mengindikasikan Rekan Penuntut Umum dengan Surat Dakwaannya


tersebut tidak dalam performa yang sempurna, yang dengannya berarti
kurang bersungguh-sungguh menyiapkan bahan yang memadai bagi hakim
dan persidangan agar sampai pada kesimpulan yang membuktikan kebenaran
dakwaannya (Kustaryo, 2009:2). Akan tetapi jika menilik hasil pemeriksaan di
BAP, seharusnya hal ini tidak terjadi. Karena beberapa keterangan saksi a
charge dan pertautan antara beberapa keterangan saksi (termasuk pula
beberapa surat/dokumen yang bisa dijadikan petunjuk) mengindikasikan

12 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
tidak ada unsur pidana dalam perbuatan yang dilakukan Terdakwa Soleh
Harijanto Bin Slamet melainkan perbuatan yang terjadi antara Terdawa
dengan SAKSI IRWAN CANDRA berada dalam lapangan hukum perdata
akibat adanya suatu perjanjian.

FAKTA-FAKTA PERSIDANGAN:

Dalam pengungkapan fakta persidangan ini, patut kami tegaskan perlunya


kembali menulis ulang dengan menggarisbawahi beberapa hal yang terkait
dengan persidangan karena begitu banyaknya fakta persidangan yang tidak
diungkapkan atau terjadinya kesalahan pengungkapan fakta persidangan
yang dilakukan Rekan Penuntut Umum, yang kami sendiri tidak mengetahui
apakah hal ini dilakukan secara sengaja atau tidak oleh Rekan Penuntut
Umum. Terlihat jelas, fakta-fakta persidangan yang diungkapkan Penuntut
Umum pada tuntutannya merupakan “contekan” langsung dari Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) penyidik Kepolisian dalam perkara a quo, padahal begitu
banyak uraian dalam BAP Kepolisian baik pada keterangan saksi-saksi
maupun keterangan terdakwa tidak sesuai dengan apa yang telah
diungkapkan dalam persidangan ini. Bahkan, Saksi Harsasi menyatakan
hanya satu kali saja dilakukan BAP oleh Penyidik Kepolisian dan
ternyata dalam berkas acara ada 2 (dua) BAP atas nama Saksi
Harsasi, serta untuk Saksi H. Bakri jelas-jelas menegaskan pada
persidangan sama sekali tidak pernah di BAP Penyidik Kepolisian
sehubungan perkara ini tapi dengan yakinnya dalam berkas perkara
yang menjadi dasar Surat Dakwaan Penuntut Umum ada BAP atas
nama Saksi H. Bakri. Namun dengan sangat yakinnya Penuntut Umum
menyatakan untuk Saksi Harsasi “ Bahwa benar saksi pernah diperiksa
didepan penyidik dan membenarkan ketarangan ketarangan dan BAP saksi”
(vide- tuntutan hal.6), BAP saksi yang manakah yang dimaksud Rekan
Penuntut Umum?

Begitu vulgar dan telanjangnya kondisi dimana penyelewengan pemeriksaan


telah dimulai dari proses penyidikan kepolisian dalam perkara ini. Dan,
seharusnya kita semua yang terlibat dalam persidangan dalam menarik
kesimpulan berdasarkan sisi pandang masing-masing hanya berpatokan pada
fakta persidangan sesungguhnya dan bukan pada uraian BAP Kepolisian
semata yang lebih banyak penyelewengan.

Tidak terlalu berlebihan kami kemukakan disini pendapat yang selalu hidup
dalam masyarakat dimana baik itu Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum

13 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
maupun Penasihat Hukum mempunyai fungsi yang sama dalam suatu
peradilan pidana meskipun berlainan posisi. Hal ini digambarkan Prof. Mr. M
TRAPMAN dalam bukunya Leerboek van het Ned. Strafprocesrecht yang
menyebutkan:
“Het standpunt van de verdachte karakteriseerde hij aals de
subjectieve beoordeling van een subjectieve positive, dan van de
raadsman als de objectieve beoordeling van een subjectieve
positive, dan van de openbare ministerie als de subjectieve
beoordeling van een objectieve positive, dan van de rechter als
de objectieve beoordeling van een objectieve beoordeling van
een objectieve positive”
Artinya kurang lebih:
Bahwa terdakwa mempunyai pertimbangan yang subyektif dalam
posisi yang seubyektif, Penasihat Hukum mempunyai pertimbangan
yang obyektif dalam posisi yang subyektif, Penuntut Umum
mempunyai pertimbangan yang subyektif dalam posisi yang obyektif,
sedangkan Hakim mempunyai pertimbangan yang obyektif dalam
posisi yang obyektif pula”

Dengan hal tersebut diatas, sudah sewajarnya pendirian kami selaku


Penasihat Hukum terdakwa akan berbeda dengan pendirian Penuntut Umum
dalam perkara ini yang telah mendakwa dengan Surat Dakwaan Pertama
melakukan Penipuan atau Kedua melakukan Penggelapan untuk kemudian
menuntut Terdakwa Soleh Harijanto Bin Slamet alias Hok Kian Lai terbutki
secara sah dan menyakinkan melakukan perbuatan pidana Penggelapan.
Dalam pandangan kami selaku para penasihat hukum terdakwa Soleh
Harijanto Bin Slamet alias Hok Kian Lai, hasil-hasil pemeriksaan persidangan
telah menunjukkan fakta-fakta sebagai berikut:

KETERANGAN SAKSI-SAKSI:

 SAKSI Irwan Candra (Pelapor), yang pada dasarnya di bawah sumpah


telah menyampaikan hal-hal sebagai berikut :
Saksi : Itu ada bangun rumah
Hakim : Ada bangun rumah?
Saksi : Iya,
Hakim : Terus itu uang saudara, yang untuk bangun?
Saksi : Ya, uang saya.
Hakim : Perjanjiannya bagaimana?
Saksi : Perjanjian sebelumnya ya bayar dari saya
Hakim : Loh maksudnya bangun berdua, kerjasama begitu ya?

14 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Saksi : Sebelumnya, kan banyak yang dia bangun, rumah itu kan banyaknya
yang memakai uang saya
Hakim : Oh yang jadi permasalahan itu yang kapan?
Saksi : Oh yang permasalahan Tahun 2008
Hakim : Tahun 2008
Saksi : Ya, Kan dia kerjasama sama saya itu sudah banyak nggak bener, pak! Jadi
saya tidak mau lagi, terakhir itu
Hakim : Sebelum 2008 itu sudah ada kerjasama dengan terdakwa saudara
anggap tidak benar, terus yang tahun 2008?
Saksi : 2008 itu dia tawari saya bahwa ada 2 (dua) rumah yang bisa
menguntungkan
Hakim : Dua rumah? Lah Pada waktu ditawarkan pada saudara itu, sudah ada
rumah yang dibangun?
Saksi : Belum, belum ada, masih dibangun, tahap membangun
Hakim : Kenapa kok saudara masih mau? Katanya sebelumnya sudah biasa tidak
benar?
Saksi : Karena sebelumnya dia kan sendirian telat-telat bayar sama saya, saya
nggak mau, terus untuk yang terakhir ini dia ngomong, “ini tak jual Pak
Irwan”, nanti dijual bisa menguntungkan begitu, karena memang saya
nggak ingin memiliki rumah itu , “jadi yo wis pokok e ada untung saya
mau begitu”
Hakim : Oke, jadi kejadiannya bagaimana? Saudara menyerahkan duit kepada
terdakwa? Menyerahkan uang?
Saksi : Ya, awal perjanjian tawar-menawar, akhirnya kesepakatan bahwa dia
membangun rumah dua unit
Hakim : Dua unit?
Saksi : Iya, dijual ke saya 350 juta
Hakim : 350 juta untuk dua unit ya?
Saksi : Ya, terus saya bayar
Hakim : Terus? Saudara bayar itu dalam bentuk masih mau bangun?
Saksi : Sedang membangun
Hakim : Lah kalau sedang membangun kenapa dia masih mau?
Saksi : Ya, saya nggak tau ya! Soalnya dia kasih tahu ke saya untuk jual beli. Ya
dia jual, ya saya beli. Lalu dia ngomong, nanti kalau ini laku saya dikasih
keuntungan, gitu kesepakatannya.
Hakim : Jadi, bayarnya itu 350 juta itu ya?
Saksi : Iya saya beli 350
Hakim : Terus menjualnya bagaimana?
Saksi : Jadi dia yang sanggup untuk menjualnya kan, pak.
Hakim : Apa tidak ditentukan juga keuntungannnya berapa?
Saksi : Karena saya tidak mau memiliki rumah itu, memang karena saya mau
cari untung, jadi sesuai kesepakatan, dia mau kasih saya untung 100 juta
Hakim : Jadi 450 juta nanti dikembalikan?

15 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Saksi : Iya
Hakim : Dalam tenggat berapa lama? Dalam waktu berapa lama? Dia janji waktu
berapa lama, dia janji kasih 450 juta itu?
Saksi : 6 (enam) bulan pak.
Hakim : 6 (enam) bulan, 6 (enam) bulan dari pada saat waktu saudara membeli
itu ya?
Saksi : Awalnya, saya nggak tau karena kesibukan saya, saya tidak pernah
melihat rumah-rumah itu pak, yang penting ya ingin saya, ya saya
dapat untung, terus suatu waktu saya coba-coba main kesitu, soalnya
alasannya dia kok belum laku-laku, terus saya ketemu Bu Sasi itu,
katanya oh sudah laku.
Hakim : Waktu saudara tanya begitu sudah ada waktu 6 bulan? Sudah lewat
perjanjian?
Saksi : Sudah, sudah lewat.
Hakim : Saudara tanya kepada siapa?
Saksi : Ibu Sasi, RTnya sana.
Hakim : Terus jawabnya gimana?
Saksi : Katanya sudah laku.
Hakim : Sudah ditempati orang?
Saksi : Waktu itu saya belum tau, nah belum berjalan lama, ya. Terus saya
ngecek sendiri ke kelurahan itu katanya sudah laku dan sudah ada yang
tempati
Hakim : Lakunya berapa?
Saksi : saya kurang jelas lakunya berapa
Hakim : Informasi dari terdakwa? Nggak ada informasi setelah saudara cari tau
sendiri?
Saksi : Saya nggak tau dari Pak Soleh, cuma saya pernah ke rumah itu, saya
tanya itu totalnya 665, satu 300 lebihan yang satu 200 lebihan.
Hakim : Itu 2 unit ya, itu yang beli satu orang atau gimana?
Saksi : Dua orang.
Hakim : Oh dua orang, dalam waktu yang bersamaan atau gimana?
Saksi : Saya sendiri kurang jelas taunya,
Hakim : Pada saat saudara tau dari bu Sasi RT, itu dua duanya sudah laku?
Saksi : Iya,
Hakim : Belum ada pembayaran kepada saudara sampai sekarang?
Saksi : Nggak ada, nggak ada.
Hakim : Terus setelah tau itu, setelah tau sudah terjual, sudah laku, saudara tidak
pernah lagi komunikasi dengan terdakwa, bagaimana ini kok beritanya.
Saksi : Sering pak, berkali-kali saya telepon, HP-nya mati, terus ganti nomer
telepon, terus apa lah, terakhir kali ya saya jengkel itu, saya panggil dia
datang tahun lalu itu, dia sama istri sama bu Sasi datang ke saya nangis-
nangis, katanya mau bayar, tapi tak tunggu-tunggu nggak bayar-bayar
dia Pak!

16 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Hakim : Berarti dia mau bayar setelah saudara tau kalo itu sudah laku gitu ya.
Saksi : Sudah lama. Sudah berjalan lama.
Hakim : Oke, pada waktu datang, pada saat nangis-nangis, pada waktu itu apa
dia (Pak Soleh) tidak menyebut angkanya berapa, dia jaul berapa?
Saksi : Enggak, cuma ya janjinya dia mau bayar ke saya.
Hakim : Iya, berapa itu?
Saksi : Iya, kesanggupannya kan Rp.450 juta itu
Hakim : Berarti Rp.350 juta uang saudara setorkan pada terdakwa sama
UNTUNG Rp.100 juta itu ya jadi Rp.450 juta, ya?
Saksi : Iya, tapi pada waktu itu tidak ngomong laku berapa! Cuma janjinya
mau bayar ke saya. Yang saya sesali itu, sampai saat ini janjinya kok
nggak ditepati.
Hakim II : Saudara saksi, pada saat saudara mengiyakan. Tidak di notariskan ya?
Saksi : Karena memang sebelumnya saya percaya sama pak Soleh. Sebelumnya
kan sudah ada hubungan rekan kerja. Jadi tidak pernah ke Notaris gitu.
Awalnya saya percaya sama Soleh, jadi tidak ke Notaris.
Hakim II : Ada bukti-bukti lain saudara membayar itu?
Saksi : Ada, kwitansinya ada?
Hakim II : Bawa?
Saksi : Iya, (Pemberian bukti kwitansi )
Hakim II : Terakhir saudara tanya lagi?
Saksi : Terakhir itu ya katanya belum ada uang
Hakim II : Waktu nangis-nangis itu gimana, udah ada uang atau ngak?
Saksi : Katanya sih belum.
Hakim II : Ada lagi yang saudara bayar selain Rp.350 juta itu?
Saksi : Waduh lupa saya, ya Cek kosong,
Hakim II : Ya kira-kira sajalah lah, berapa 200, 300?
Saksi : Ya ada sekitar 500, 400 - an lebih.
Hakim II : Berarti 350 sama 400, jadi 700 lebihan, terus saudara kasih uang dia
kasih cek?
Saksi : Cek mundur pak,
HAKIM : Lah cek mundur kan gak ada dananya, ada ceknya?
Saksi : Ada di rumah.
JPU : Terima Kasih, Saudara saksi tadi menyampaikan bahwa hubungan
bisnis dengan pak soleh itu sebelum tahun 2008 itu sudah pernah
terjadi betul?
Saksi : Iya.
JPU : Jadi pada 2007 pak ya, memang hubungan tersebut sudah dalam
bentuk utang piutang?
Saksi : Jadi dia yang bangun saya yang modali.
JPU : Lalu saudara tadi menyampaikan setelah tahun 2007 itu saudara sudah
kapok, saudara nggak mau lagi, tidak mau pakai sistem modali lagi, lalu

17 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Terdakwa datang lagi menawari, ya sudah ngga usah modalilah, betul ?
Saksi : Iya, betul itu.
JPU : Lalu Anda pernah menandatangani Surat Perjanjian Jual-beli antara
terdakwa dengan saudara?
Saksi : Ya, Betul pernah, itu.
JPU : Tahun 2008
Saksi : Iya 2008
JPU : Lalu apa dulu dalam perjanjian itu ada kesanggupan dari terdakwa ini
dikemudian hari akan menjualkan 2 unit rumah ini lagi?
Saksi : Iya, dia janji yang menjualkan
JPU : Dan saudara memasrahkan urusan itu kepada terdakwa, dengan harga
berapa tadi?
Saksi : 450, kalo ada kelebihannya biar dia yang ambil
JPU : Ketika tahun 2008 itu saudara beli rumah apakah ada surat atau apa
yang menyertai berupa sertifikat atau semacam petok?
Saksi : Surat dari kelurahan
JPU : Dari kelurahan atau petok?
Saksi : Ya istilahnya sih petok
JPU : Ya itu kan merupakan bukti kepemilikan sebidang tanah. Itu dimana
sih pak obyeknya?
Saksi : Di Kalijudan Taruna IV Kavling 26
JPU : Bapak kenal sama pembelinya?
Saksi : Tidak Kenal
JPU : Ketika bapak membayar, bapak betul membayar Rp. 350 juta?
Saksi : Iya,
JPU : Ada saksi yang menyaksikan pembayaran?
Saksi : Ada, pegawai saya
JPU : Dimana bapak melakukan pembayaran itu?
Saksi : Di pabrik saya
JPU : Pabrik bapak dimana?
Saksi : Di Tambak Deres.
JPU : Ya, saksi yang mengetahui bahwa anda membeli rumah tersebut?
Saksi : Ya saksi, sudah saya sampaikan kepada pegawai saya saya bahwa saya
membeli rumah tersebut
JPU : Berarti anda menyampaikan kepada pegawai anda bahwa anda
melakukan pembelian rumah. Kemudian setelah itu sebagaimana
keterangan anda di BAP. Sebelumnya apakah keterangan saudara
didepan Penyidik itu betul?
Saksi Betul
JPU Ketika Saudara memberikan saudara Soleh uang sebanyak Rp. 350 juta
kemudian anda diberikan oleh Soleh sebuah Petok atau bukti
kepemilikan sebidang tanah. Apakah betul?

18 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Saksi : Betul
JPU : Pertanyaan saya ketika Petok itu berada di tangan saudara bagaimana
dia bisa melakukan penjualan terhadap dua unit rumah tersebut
kepada pihak lain?
Saksi : Karena pada waktu itu ia (Soleh) menyampaikan bahwa rumah
tersebut sudah ada pembelinya!
JPU : Kapan ia (Soleh) menyampaikannya?
Saksi : Itu setelah rumah itu mau jadi
JPU : Nah, perjanjianya itu tertanggal 1 Maret 2008, kapan kemudian dia
datang menyampaikan bahwa sudah ada calon pembeli?
Saksi : Ya awalnya itu saya nggak percaya, namun dia datang dan
menyampaikan itu dan saya berasumsi
JPU : Yang bapak asumsikan apa sih?
Saksi : Ya apa bener ada pembelinya itu. Karena saya pikir lagi, kalo kita nggak
ngasihkan surat itu pembelinya mana mau dan rumahnya tidak
bakalan laku. Makanya saya kasihkan itu!
Hakim : Suratnya berupa apa itu?
Saksi : Ya istilahnya ya petok itu.
JPU : Surat Pernyataan Kepemilikan Sebidang Tanah. Ya betul itu pak? Dimana
pada saat itu bapak memberikan uang sebanayak Rp.350 juta pada
waktu itu
Saksi : Iya, langsung dikasih pada waktu itu. Jadi besoknya nya kan tanggal 1
berhubung ia (Soleh) butuh uang maka saya buka cek pada saat itu juga.
Dan surat perjanjian jual beli itu dibuat keesokan harinya.
JPU : Berarti ceknya dulu dibuat, baru perjanjiannya?
Saksi : Ya
JPU : Pada saat itu kenapa surat kepemilikan tanah itu tidak dialihkan
menjadi atas nama bapak?
Saksi : Ya, saya bukan mau memiliki atau menempati rumah itu. Saya mau
jual lagi!
JPU : Investasi ya pak ya! Nah setelah bapak pegang surat kepemilikan tanah,
apa benar dia datang menyampaikan tadi, bahwa ada yang mau
membeli rumah?
Saksi : Ya, jadi awalnya dia telpon telpon saya. Tapi tidak saya tanggapi tapi
belakangan akhirnya, “ya wis saya kasih”!
JPU : Ya karena kalo nggak dikasih nggak ada yang mau beli! Gitu ya Pak ya!
Saksi : Terus dia ngomong gini kalau rumah tersebut sudah ada pembelinya.
JPU : Terus Bapak serahkan! Itu kapan Bapak Serahkan itu?
Saksi : Kurang jelas, mugkin Agustus
JPU : Agustus, Tahun berapa?
Saksi : Tahun 2008
JPU : Setelah Bapak kasih ke dia suratnya? Ada orang yang yang tau juga
pada saat Bapak ngasihnya?

19 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Saksi : Ya pegawai saya.
JPU : Dimana bapak waktu mengasih Petok atau surat kepemilikan sebidang
Tanah tersebut?
Saksi : Di pabrik saya.
JPU : Di pabrik tempat kejadian pertama kalinya, tempat jual beli itu ya pak
ya!
Saksi Ya
JPU Kemudian, saya tanyakan Pak. Karena dalam berkas perkara ada
terungkap tentang perjanjian, permodalan ya. Itu secara tunai atau
bertahap penyerahannya?
Saksi Itu yang mana ya?
JPU Tahun 2007 pak!
Saksi : Saya sama Soleh ini 2005 sudah ada hubungan,
JPU : Maaf pak, saya hanya akan bahas sesuai dengan yang ada di berkas
perkara yakni tahun 2007 pak. Apakah betul Tahun 2007 Bapak ngasih
modal ke Pak Soleh?
Saksi : Betul
JPU : Nah. Tahun 2007 nilai modal yang bapak beri ke pak Soleh itu berapa?
Saksi : Kejadiannya kan ada beberapa rumah yang dibangun itu!
JPU : Betul 500 juta?
Saksi : Iya modalnya itu Rp. 500 juta
JPU : Iya modalnya Rp. 500 juta yang bapak berikan secara bertahap! Kalau
yang tahun 2008 itu langsung kasih uang klop ya!
Saksi : Iya, karena saya tidak ingin kejadian itu terulang lagi
JPU Kemudian mengenai 2007 pernah ada pembayaran, yang saya mau
tanyakan soal yang 2007 soal uang yang Rp. 500 juta. Apakah sudah
diselesaikan sama Pak Soleh?
Saksi : Sudah
JPU : Berapa bapak di bayar
Saksi : Rp.500 juta
JPU : Kapan itu penyelesainnya?
Saksi : Kalau ngak salah September.
JPU : September kapan?
Saksi : 2009
Saksi : Iya
JPU Jadi pembayarannya telat juga ya, makanya tadi bapak bilang
pembayarannya macet-macet atau telat-telat gitu ya karena
pembayaran 2007 itu dibayar 2009, betul itu?
Saksi : Iya, soalnya rumah itu katanya belum laku-laku juga!
JPU : Lalu pada waktu pembayaran pada 2009 apakah ada saksi atau orang
yang mengetahuinya? Atau siapakah yang membayarkan pada saat itu?
Saksi : Itu dikirim melalui Bu Sasi

20 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
JPU : Diberikan langsung ke Bapak Rp.500 juta?
Saksi : Bertahap
JPU : Terakhir klopnya itu atau lunasnya baru september 2009, betul?
Saksi : Iya,
JPU : Bapak juga menceritakan bahwa setelah Bu Sasi melakukan pembayaran
yang terakhir hingga klop Rp. 500 juta bapak juga memberikan sebuah
petok kepada Bu Sasi, itu Petok yang mana?
Saksi : Iya, itu untuk petok yang tahun 2007
JPU : Untuk Petok yang tahun 2007 karena telah lunas! Terus kalau untuk
obyek yang tahun 2008 itu kapan Pak?
Saksi : Agustus 2008
JPU : Agustus 2008, betul itu Pak?
Saksi : Ya
JPU : Cukup Majelis Hakim
HAKIM : Saudara penasihat hukum ada yang ingin ditanyakan?
PH I : Ya ada beberapa, Pak.
Hakim : Ya silahkan
PH I Baiklah. Saudara Saksi, apakah saudara saksi sebelum bekerjasama
dengan Pak Soleh pernah ada kerja sama dengan pihak lain?
Saksi : Maksudnya?
PH I : Ya pernah kerja sama dengan pihak lain?
Saksi : Ya, pernah
PH I : Dengan siapa Pak?
Saksi : Ya, macam-macam Pak. Maksudnya dalam bidang apa dulu?
PH I : Ya dalam bidang seperti ini
Saksi : Ya
PH I : Terkait dengan hubungan dengan Pak Soleh itu terkait dengan apa?
Saksi : Dua unit rumah
Hakim : Rumah dimana?
Saksi : Di Jalan Kalijudan Taruna IV
PH I : Nomer berapa?
Saksi : Kavling 26
PH I : Kemudian tadi sebelumnya juga saudara menyampaikan bahwa saudara
pernah memberikan uang sebanyak Rp.500 juta. Itu uang untuk apa itu?
Saksi : Itu sebelumnya
PH I : Sebelumnya, tahun berapa?
Saksi : 2007
PH I : Dalam bentuk hal yang sama?
Saksi : Ya itu saya bayarnya bertahap
PH I : Baik, Saudara Saksi tadi melakukan perjanjian dengan Pak Soleh ini
tanpa notaris
Saksi : Iya

21 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
PH I : Ada saksinya?
Saksi : Ada
PH I : Siapa?
Saksi : Bu Sasih sama kakaknya Pak Soleh
PH I : Siapa nama dari kakak Pak Soleh itu?
Saksi : Saya tidak tahu, Pak Soleh yang tahu namanya siapa!
PH I : Jadi yang saudara saksi permasalahkan adalah uang Rp.350 juta yang
sampai saat ini menurut saudara SAKSI ini belum terbayarkan, betul?
Saksi : Iya
Hakim : Mungkin begini ya agar tidak bingung! Jadi uang sebanyak Rp.350 juta
itu dipakai untuk membeli 2 (dua) unit rumah. Dalam dalam waktu 6
bulan rumah itu terjual, yang menjualkan ini terdakwa, dengan
keuntungan saudara dikasih 100, misalnya rumahnya laku Rp. 1 M
saudara hanya dikasih 100 gitu ya , misalnya lakunya kurang dari 500
atau 400 saudara masih dikasih 100 ?
Saksi : Ya perjanjiannya dia ngomong pasti laku diatas Rp. 450 juta
PH I : Jadi saya ulangi lagi saya tegaskan lagi, berarti uang saudara yang Rp.450
juta sampai sekarang belum dikembalikan?
Saksi : Iya belum ada sama sekali
PH I : Barangkali memang belum pernah dibayarkan oleh pak Soleh secara
langsung, tapi apa saudara pernah menerima pembayaran dari orang
lain untuk dan atas nama Pak Soleh?
Saksi : Kalau yang Rp. 350 juta itu nggak ada
PH I : Nggak ada sama sekali?
Saksi : Iya belum ada sama sekali
PH II : Terima kasih yang mulia. Baiklah saya akan mulai dari awal.
Saudara Saksi, apakah Saudara Saksi pernah diperiksa, di BAP di
Kepolisian?
Saksi : Ya
PH II : Apakah Saudara SAKSI ingat bagaiamana Saudara Saksi di BAP di
Kepolisian
Saksi : Kurang jelas bagi saya
PH II : Begini, Saudara saksi pernah di BAP terkait dengan berkas perkara yang
ini! Apakah semua yang anda katakan di sini semuanya benar?
Saksi : Ya, coba disampaikan maksudnya yang mana. Kalau menurut saya benar
semua
PH II : Saudara Saksi waktu di BAP di kepolisian itu saudara ditanya penyidik
satu-satu?
Saksi : Ya
PH II : Saudara ingat saat di BAP itu jam berapa?
Saksi : Siang-siang
PH II : Siang-siangnya sekitar jam berapa?

22 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Saksi : Kurang mengerti jam nya Pak?
PH II : Kira-kira saudara di BAP berapa jam?
Saksi : Ya, karena saya di sana tidak langsung di BAP
Hakim : Apakah ada relevansinya dengan fakta yang akan diungkap?
PH II : Begini majelis hakim, karena berdasarkan informasi yang kita terima ada
beberapa proses BAP yang tidak sesuai. Jadi kita ingin menanyakan
kepada sanksi apakah benar diBAP atau tidak.
Hakim : Ya, Saudara pernah diperiksa oleh Penyidik?
Saksi Ya
Hakim : Tanya jawab gitu?
Saksi : Ya
PH II : Apa saja yang ditanyakan?
Saksi : Kan berapa kali ya jadi saya nggak bisa jelasin yang mana!
PH II : Oke saya jelaskan, pada BAP pertama tadi saudara katakan bahwa
saudara mengenal Soleh sebelum tahun 2006
Saksi : Ya sekitar tahun itu
PH II : Yang ada di BAP saudara yang pertama, pertanyaan nomer 7, kapan
dan dimana saudara kenal dengan saudara Soleh Harijanto bla… bla….
Bla…..? Anda menjelaskan, saya kenal dengan Saudara Soleh harijanto
sejak tahun 2008. Anda kenal sejak tahun 2008 atau sebelumnya?
Saksi : Sebelumnya
PH II : Berarti ini tidak benar ya?
Saksi : Tidak Benar, gimana 2008 perjanjiannya saja tahun 2008!
PH II : Ini jawaban saudara, saudara yang menjawab. Saya Cuma ingin
memastikan. Kemudian saudara katakan seperti ini, “Pada November
Tahun 2008 saya meminta uang hasil penjualan tanah dan rumah
kepada saudara Soleh sehubungan 2 unit rumah yang sudah laku terjual
tetapi saudara Soleh Harijanto menjelaskan kepada saya bahwa seluruh
uang hasil penjualan rumah telah habis untuk keperluan pribadinya
tanpa menjelaskan untuk apa, itu benar?”
Saksi : Ya
PH II : Pada November Tahun 2008?
Saksi : Ya
PH II : Berarti sebelumnya anda tidak ada komunikasi dengan Saudara Soleh?
Saksi : Ada, ya tadi dia telpon dan apa itu
PH II : Ok disini, pertanyaan nomor 12, disini ada menjelaskan, anda pernah
terima sertifikat atas nama Tanto Yuwono?
Saksi : Iya
PH II : Itu untuk apa saudara terima?
Saksi : Ya untuk rumah itu
PH II : Rumah yang mana? Perjanjian yang mana?
Saksi : Ya, untuk rumah itu karena saya tidak percaya lagi dengan Soleh maka

23 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
saya minta surat itu.
PH II : Ya yang mana, kan tadi anda katakan anda perjanjian tahun 2007 dan
2008, sertifikat atas nama Tato Yuwono itu untuk rumah yang mana?
Saksi : Ya Tanto Yuwono itu, rumah yang itu
PH II : Tanto Yuwono!
Saksi : Iya
PH II : Berarti ada hubungan lain selain hubungan Tahun 2007 dan 2008?
Saksi : Loh ya banyak!
PH II : Berati rumah Tanto Yuwono ini anda katakan untuk Tanto Yuwono
Saksi : Iya
PH II : Itu nilai kerjasama untuk rumah Tanto Yuwono itu berapa?
Saksi : Itu bukan satu tok, ada berapa rumah gitu! Saya lupa saya nggak ingat
pak!
PH II : Anda bekerja sama dengan Pak Soleh dalam pembangunan rumah,
berapa rumah?
Saksi : Total 10 (sepuluh) lebih Pak
PH II : Anda yakin 10 (sepuluh)?
Saksi Iya 10 (sepuluh)
PH II Anda masih ingat jawaban diBAP?
Saksi : Soal apa?
PH II : Soal jumlah bangunan rumah kerjasama anda dengan Soleh Harijanto!
Saksi : Soleh bangun rumah dengan saya itu bukan hanya di Tanggul aja, jadi
harus jelas yang dimana dulu gitu
PH II : Oke, Kalau yang di Taruna Empat ada berapa rumah?
Saksi : Saya kalo satu persatu gitu nggak inget pak
PH II : Lanjutan dari pertanyaan tadi, saat anda ditanyakan oleh JPU, pada saat
Bu Sasi melakukan pembayaran secara bertahap kemudian pada saat
pembayaran terakhir anda mengatakan itu untuk perjanjian tahun 2007!
Anda mengatakan petok sebagai jaminannya, ya?
Saksi : Iya
PH II : Itu untuk kepemilikan tanah yang mana
Saksi : Yang tahun 2007
PH II : Kemudian pada saat anda menyerahkan petok pada Agustus 2008,
anda menyerahkan pada siapa saat itu?
Saksi : Kepada Soleh
PH II : Ada saksinya?
Saksi : Ya, pegawai saya itu
PH II : Pada saat itu perjanjianya belum dibayarkan sama Soleh?
Saksi : Belum
PH II : Apakah ada tanda terima penyerahan Petok itu?
Saksi : Ngak ada soalnya saya percaya dengan Soleh.
PH II : Berarti anda tidak memberikan tanda terima bahwa Soleh mengambil

24 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
kembali Surat Tanda Kepemilikan Tanah itu? Apa alasannya?
Saksi : Tidak ada, Ya karena saya percaya sama Soleh saja dan sebelum-
sebelumnya memang ngak ada
PH II : Jadi selama ini anda sudah sering melakukan kerja sama dengan Saudara
Soleh?
Saksi : Iya
Hakim : Begini saja tanggapan Saudara Terdakwa terkait dengan keterangan dari
SAKSI ini apakah benar atau tidak?
Terdakwa : Tidak benar Pak
Hakim : Tidak benar? Jadi tidak benar kalau saudara tidak pernah membayar
uang yang 450 itu atau apakah sudah pernah dibayar?
Terdakwa : Sudah Pak!
Hakim : Ini bagaimana (Saudara Saksi), katanya (Terdakwa) sudah dibayar!
Saksi : Membayar apa pak! Nggak ada pak! Kalau sudah, ngapain dia ke tempat
saya nangis-nangis?
Hakim : Nangis-nagisnya itu kapan?
Saksi : Ya tahun lalu sama istrinya.
Hakim : Berarti tahun 2012?
Saksi : Ya itu dia terakhir nangis-nangis ke saya
Hakim : Lalu tadi ada pembayaran uang Rp. 500 juta itu?
Saksi : Itu untuk sebelumnya Tahun 2007
Hakim : Itu dibayar kontan atau gimana?
Saksi : Ngak bertahap
Hakim : Itu berupa uang cash atau seperti apa?
Saksi : Iya, cash
Hakim : Dibawa siapa?
Saksi : Bu Sasi
Hakim : Bu Sasi itu Siapa?
Saksi : Bu RT
Hakim : Melalui Bu RT! Kenapa pembayarannya melalui Bu RT?
Saksi : Ngak tahu
Hakim : Bu Sasi yang datang ke rumah saudara atau gimana?
Saksi : Ngak Bu Sasi yang ke tempat saya.
Hakim : Terus Pesannya gimana?
Saksi : Ya, ini titip untuk pembayaran rumahnya Pak Bakri.
Hakim : Rumahnya Pak Bakri! Berarti ada kaitanya dengan Pak Bakri?
Saksi : Kalau yang tahun 2007 itu, kalau yang tahun 2008 tidak ada.
Hakim : Bu Sasi dan Pak Bakri ini ada hubungan apa?
Saksi : Saya ngak tahu Pak, saya sendiri tidak kenal dengan Pak Bakri
Hakim : Ada tanda terimanya?
Saksi : Ada
Hakim : Silahkan lihat tanda terima ini (Saksi, JPU, PH dan Terdakwa mengamati

25 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
bukti-bukti kwitansi yang diperlihatkan di persidangan), Jadi totalnya itu
Rp.500 juta?
Saksi : Iya
Hakim : Apakah H. Bakri ini sebagai Pembeli?
SAKSI : Iya, katanya (Soleh Harijanto) sebagai pembeli!

 Saksi Desy Puspitasari (Karyawati Saksi Korban Irwan Chandra); yang


pada dasarnya di bawah sumpah telah menyampaikan hal-hal sebagai berikut :
JPU : Saudara Desi ini salah satu pegawai dari saudara saksi, betul?
Saksi : Betul
JPU : Kenal dengan Pak Soleh?
Saksi : Tahu
JPU : Tahunya, ketemunya dimana?
Saksi : Di pabrik Pak Irwan
JPU : Saudara pernah diperiksa di Kepolisian terkait dengan kasus yang
dilaporkan Pak Irwan?
Saksi : Iya
JPU : Kira-kira masalah apa ini?
Saksi : Soal jual beli rumah di Jalan Kalijudan Taruna IV Kavling 26
JPU : Saudara tahunya jual beli rumah dengan Pak Soleh ini, masalahnya apa?
Tentang apa?
Saksi : Pak Soleh belum bayar
JPU : Belum bayar uang hasil penjualan?
Saksi : Iya
JPU : Saudara tau Pak Irwan itu beli 2 unit rumah itu kepada pak Soleh ini
berapa?
Saksi : Pak Irwan ngasih berupa BG sebanyak 350 juta rupiah, BG Danamon
JPU : Berupa BG! Apakah dituangkan dalam kwitansi juga350 juta rupiah?
Saksi : Iya
JPU : Untuk pembelian 2 (dua) unit rumah! Betul Ya? Saudara tahu itu?
Saksi : Iya Tahu
JPU : Kemudian, apakah saudara tahu bahwa antara pak Irwan dan Pak Soleh
ini kemudian dibuat perjanjian untuk jual beli rumah dengan harga
Rp.350 juta? Apakah saudara tahu juga bahwa antara pak Soleh dan Pak
Irwan ini ada kesepakatan setelah rumah ini jadi, dikemudian hari ada
kesanggupan atau secara tidak langsung ada kuasa dari pak Irwan
kepada Pak Soleh untuk menjualkan lagi rumah itu?
Saksi : Iya saya ditunjukan surat perjanjiannya sama Pak Irwan.
JPU : Ditunjukan juga ada kesanggupan Pak Soleh untuk menjualkan lagi?
Saksi : Iya
JPU : Kemudian Pak Irwan mau dikasih uang hasil dari penjualan itu berapa
besar?

26 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Saksi : 450 juta rupiah
JPU : Apakah 450 juta rupiah yang saudara tau itu sudah diberikan
(dikembalikan) Pak Soleh kepada Pak Irwan?
Saksi : Belum bayar
JPU : Belum bayar uang hasil penjualan?
Saksi : Iya
JPU : Saudara tahu?
Saksi : Iya di kasih tahu sama Pak Irwan
JPU : Saudara tahu tidak, ketika Pak Soleh datang menawarkan 2 (dua) unit
rumah seharga 350 juta rupiah itu kemudian oleh Pak Irwan dibayar
dengan BG dan dituangkan dalam bentuk kwitansi. Apakah saudara
tahu kemudian Pak Soleh itu menyerahkan sebuah Surat Kepemilikan
Tanah kepada Pak Irwan?
Saksi : Ngak Tahu
JPU : Saudara tahu kan kalau jual belinya itu terjadi bulan Maret 2008?
Saksi : Iya Betul
JPU : Apakah saudara tahu, selama perjalanan waktu setelah Maret 2008 pak
Soleh pernah datang lagi ketempat pak Irwan?
Saksi : Iya pernah!
JPU : Kapan
SAKSI : Agustus 2008
JPU : Keperluannya apa?
SAKSI : Katanya (Soleh Harijanto) saya mau ambil petok
JPU : Sebentar, maksudnya ditanyai siapa?
SAKSI : Sama saya, kan setiap ada tamu yang datang ke kantor ditanyai
keperluannya apa? Dan katanya mau ngambil Petok
JPU : Anda menanyai keperluan terdakwa dan bilang untuk ngambil Petok,
betul?
SAKSI : Iya
JPU : Apakah ada saksi lain atau orang yang tahu maksud kedatangan Pak
Soleh untuk mengambil Petok?
SAKSI : Ada, teman saya di kantor.
JPU : Kemudian apakah saudara mengikuti perbincangan antara Pak Soleh
dengan Pak Irwan? Maksudnya setelah anda melapor ke Pak Irwan itu
apakah anda mengikuti perbincangan antara Pak Soleh dengan Pak
Irwan?
SAKSI : Tidak
JPU : Terus mengapa anda bisa tahu dan meyakini bahwa Pak Soleh terima
Petok itu?
SAKSI : Ya saya tahu saat memberikannya itu
JPU : Saudara tahu kalo antara Pak Irwan dan Pak Soleh ini sebelumnya sudah
ada hubungan bisnis?

27 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
SAKSI : Ya memang Pak Soleh sering ke sana, tapi saya ngak tahu ada hubugan
bisnis apa. Yang saya tahu hanya terkait dengan hubungan yang 2008 itu.
JPU : Yang pada saat itu anda lapor ke Pak Irwan itu?
SAKSI : Iya
Hakim : Saudara saksi bekerja di pabrik bagian apa?
SAKSI : Saya di bagian keuangan.
Hakim : Kok bisa tahu soal datangnya Terdakwa?
SAKSI : Di ruangan itu kan saya, temen saya dan sama Pak Irwan. Jadi kalau ada
orang masuk ke pabrik pasti melewati saya.
Hakim : Apakah pengeluaran sebanyak Rp. 350 juta itu juga di catat dalam buku
keuangan saudara?
SAKSI : Ngak, soalnya ngak ada hubungannya sama pabrik.
Hakim : Kalau yang mencatat BG itu apakah Saudara atau Pak Irwan?
SAKSI : Itu Pak Irwan
Hakim : Berarti hanya melihat ada BG dari Pak Irwan untuk Pak Soleh, kok anda
bisa tahu soal BG nya?
SAKSI : Dikasih tahu sama Pak Irwan. Ini saya habis ngasih BG ke Pak Soleh
sebesar sekian dan ditunjukin gitu!
PH I : Saudara saksi, apakah Saudara Saksi mengetehui hubungan apa antara
Pak Soleh dengan Pak Irwan?
SAKSI : Ya, jual beli rumah di Jalan Kalijudan itu.
PH I : Saudara tahu dari mana?
SAKSI : Ditunjukin
PH I : Oleh?
SAKSI : Oleh Pak Irwan
PH I : Itu saja yang saudara ketahui?
SAKSI : Iya
PH I : Berarti saudara saksi tidak tahu faktanya?
SAKSI : Tidak Tahu
PH II : Saudara Saksi, tadi saudara bilang bahwa Saudara Saksi tadi ditunjukkan
perjanjian jual beli itu! Itu kapan?
SAKSI : Saya lupa
PH II : Kalau tanggal nya Saudara ingat?
SAKSI : Iya, 1 Maret 2008
PH II : Tanggalnya Saudara ingat, Saudara ditunjukkan surat perjanjian pada
saat itu atau setelah itu? Dan Saudara jawab “ya” saudara kan sudah di
sumpah! Saat itu atau setelah itu?
SAKSI : Setelah itu
PH II : Setelah itu maksudnya kapan?
SAKSI : Sehari atau dua harian lah
PH II : Berarti perjanjian jual beli tidak langsung ditunjukkan juga pada saudara
saat itu dan di tempat itu?

28 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
SAKSI : Tidak
PH II : Terkait dengan soal BG. Itu yang menulis BG itu kan Saudara Irwan.
Pimpinan anda, benar ya?
SAKSI : Iya
PH II : Apakah BG tersebut juga diperlihatkan kepada anda?
SAKSI : Iya
PH II : Padahal itu bukan uang perusahaan
SAKSI : Ya, itu uangnya Pak Irwan.
PH II : Terus kenapa ditunjukan kepada sauara jumlah?
SAKSI : Soalnya setiap Pak Irwan habis bayar kepada siapa saja, pasti
ditunjukkan biar dibikin bukan pembukuan saya.
PH II : Saudara mengatakan tadi bahwa Saudara Soleh beberapa kali datang ke
pabrik. Sepengetahuan saudara sejak kapan?
SAKSI : Ngak ingat lagi, soalnya sudah lama.
PH II : Jawaban anda yang di BAP benar semua kan?
SAKSI : Iya benar.
PH II : Saya ingatkan anda bahwa di BAP Nomor 6 bahwa kapan dan dimana
saudari mengenal saudara Soleh Harijanto, saudari menjawab hanya
sekedar mengenal saudara Soleh Harijanto pada tahun 2008, betul?
SAKSI : Iya
PH II : Berarti sebelumnya anda tidak tahu?
SAKSI : Iya
PH II : Berarti Saudara hanya tahu perjanjian Tahun 2008 atau mendengar
cerita dari Irwan?
SAKSI : Iya,
PH II : Ya kalau soal perjanjian ini, saudara tidak tahu kan apakah perjanjian
ini telah dibayarkan ke Pak Irwan?
SAKSI : Tahu, di kasih tahu Pak Irwan
PH II : Berarti Saudari tidak tahu sudah dibayar atau belumnya ya?
SAKSI : Tidak tahu, soalnya tidak ada pembukuannya sama saya
PH II : Cukup Majelis
SAKSI : Bagaimana Terdakwa keterangan dari Saksi
Terdakwa : Tidak benar.
Hakim : Bagaimana Saudari Saksi katanya ini tidak benar?
SAKSI : Ya ini sesuai dengan yang saya alami pak.
Hakim : Berarti Saudara tetap pada keterangan yang tadi?
SAKSI : Iya

 Saksi Siswati (Karyawati Saksi Korban Irwan Chandra) ; pada dasarnya di


bawah di persidangan menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
Hakim : Saudari Saksi, Saudari bekerja di pabriknya Pak Irwan ya?
SAKSI : Iya

29 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Hakim : Sejak kapan?
SAKSI : Tahun 2002 Pak
Hakim : Mana duluan dari Mbak Desi
SAKSI : Duluan saya
Hakim : Saudara bekerja di bagian apa?
SAKSI : Admin pembukuan pak.
Hakim : Silahkan kepada Bu Jaksa
JPU : Saudara tahu ngak diperiksa di persidangan ini terkait apa dengan Pak
Soleh?
SAKSI : Terkait dengan jual beli antara Pak Irwan dan Pak Soleh.
JPU : Saudara tahu jual beli apa?
SAKSI : Jual beli rumah
JPU : Dimana?
SAKSI : Di Jalan Kalijudan Taruna IV
JPU : Berapa unit rumah?
SAKSI : Dua unit
JPU : Itu yang bertindak selaku pembeli dan penjualnya siapa?
SAKSI : Pak Irwan sebagai pembeli dan Pak Soleh sebagai penjual.
JPU : Pak Irwan beli dengan harga berapa dua unit rumah tersebut?
SAKSI : Rp.350 juta
JPU : Saudara tahu darimana kalau Pak Irwan beli rumah tersebut.
SAKSI : Pak Irwan selalu laporan, kasih tahu pembukuan.
JPU : Tempatnya saudara tahu ketika ada pembayaran Rp. 350 juta tersebut?
SAKSI : Di pabrik Pak Irwan
JPU : Ada Pak Soleh Saat itu?
SAKSI : Ada
JPU : Terus mekanisme penyerahan Rp.350 juta itu berupa apa?
SAKSI : Berupa BG
JPU : BG apa itu?
SAKSI : BG Bank Danamon
JPU : Selain dalam bentuk BG ada juga dituangkan dalam bentuk kwitansi?
SAKSI : Ada, kwitansi Pak Soleh
JPU : Kwitansi pembayaran Rp.350 juta gitu ya?
SAKSI : Iya
JPU : Itu kapan apakah pembayaran tersebut pada 28 Februari 2008?
SAKSI : Iya
JPU : Apakah dua unit rumah tersebut ditempati sama Pak Irwan?
SAKSI : Enggak
JPU : Apa yang kemudian saudara tahu dan kesepakatan apa yang terjadi
antara Pak Soleh dengan Pak Irwan terkait dengan dua unit rumah
tersebut?
SAKSI : Setahu saya cuma ditunjukan perjanjian dan kwitansi tahun 2008 itu

30 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
oleh Pak Irwan itu aja.
JPU : Tahu tidak, bahwa setelah itu ada kesepakatan bahwa ada kesanggupan
dari Pak Soleh di kemudian hari untuk membantu menjualkan kembali
dua unit rumah itu. Kemudian kalau sudah laku uang nya akan diberikan
kepada Pak Irwan?
SAKSI : Setahu saya ya, itu kalau sudah laku Pak Soleh ngasih uangnya ke Pak
Irwan
JPU : Berapa nilai yang diberikan?
SAKSI : Rp. 450 juta
JPU : Kemudian saudara baca?
SAKSI : Ya baca
JPU : Setelah itu, setelah waktu berjalan, apakah saudara tahu bahwa rumah
itu sudah laku?
SAKSI : Ceritanya, Kalau saya tidak tahu
JPU : Ceritanya?
SAKSI : Ya Pak Irwan cerita kalo rumah itu sudah laku tapi uangnya belum
dibayar!
JPU : Belum dibayar itu dari pembelinya atau belum dibayar oleh Pak Soleh ke
pak Irwan?
SAKSI : Saya taunya Pak Soleh dan Pak Irwan jadi dari pak Soleh ke pak Irwan!
JPU : Coba saudara ke depan (JPU memperlihatkan bukti-bukti di depan
Persidangan). Apakah surat perjanjian ini yang saudara maksud?
SAKSI : Iya
Hakim : Saudara diperlihatkan dimana?
SAKSI : Di kantor.
Saksi kembali duduk di kursi pemeriksaan
JPU : Saudara Saksi apakah ketika setelah adanya pembayaran dari Pak
Irwan berupa BG sebanyak Rp.350 juta dan kwitansi itu apakah ada
sesuatu surat atau petok atau sertifikat yang pada saat itu diberikan
pak Soleh kepada pak Irwan?
SAKSI : Tidak tahu.
JPU : Saudara ini duduk berdua di depan sama saudara Desi ya?
SAKSI : Iya satu ruangan.
JPU : Kalau ada orang datang apakah saudara tahu?
SAKSI : Iya, lewat saya dulu baru bertemu bos.
JPU : Apakah saudara pernah mengetahui, setelah pembelian 1 Maret itu
yang Rp. 350 juta itu! Apakah saudara Soleh pernah datang lagi
menemui pak Irwan di pabrik?
SAKSI : Ada
JPU : Untuk keperluan apa?
SAKSI : Ambil petok
JPU : Itu maksud atau tujuannya Pak Soleh (mengambil petok) itu

31 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
disampaikan kepada Sudara?
SAKSI : Ya kalau ada tamu kan disampaikan dulu keperluannya apa!
JPU : Apakah saudara tahu bahwa ketika pulang itu Pak Soleh pulang
membawa Petok?
SAKSI : Ya saya tahu penyerahannya
JPU : Itu kapan?
SAKSI : Tahun 2008 Bulan 8 (Agustus)
JPU : Setelah itu apakah ada Pak Soleh datang lagi?
SAKSI : Ngak ada, Cuma Bu Sasi.
JPU : Ada keperluan apa Bu Sasi? Apa ada hubungan apa?
SAKSI : Ya sama, teman Pak Irwan juga.
JPU : Cukup Majelis
Hakim : Silahkan kepada Penasihat Hukum?
PH I : Saudara saksi, saudara saksi bekerja di pabriknya Pak Irwan. Saudara tadi
juga telah disumpah. Katakan saja apa yang saudara alami, sesuatu
ketahui sendiri terkait dengan hubungan antara Pak Irwan dengan Pak
Soleh?
SAKSI : Setahu saya ya perjanjian jual beli rumah. Kalau ada orang lain ke situ ya
urusan bahan. Kalau Pak Soleh ke situ ya urusan rumah!
PH I : Dimana saudara tau kalo ada hubungan jula beli rumah antara pak Soleh
dan Pak Irwan?
SAKSI : Sekedar di pabrik saja.
PH I : Selain saudara yang tahu siapa lagi?
SAKSI : Ada Mbak Desi dan Pak Irwan juga
PH I : Saudara bekerja di Perusahaan apa?
SAKSI : Plastik
PH I : Terus kok anda bisa tahu masalah rumah?
SAKSI : Setiap tamu yang datang Pak Irwan selalu lapor, satpam juga lapor.
PH I : Apa ada selain ini yang diceritakan oleh Pak Irwan kepada saudara?
SAKSI : Ya ada masalah pabrik.
PH I : Saudara tadi mengatakan pak Soleh mengambil petok kepada saudara
Irwan, itu kapan?
SAKSI : Sekitar Agustus
PH I : Pak Soleh sendiri?
SAKSI : Iya
PH I : Kepada siapa petok itu diambil?
SAKSI : Pak Irwan
PH I : Dimana?
SAKSI : Di Pabrik
PH I : Ada siapa lagi yang tahu selain saudara?
SAKSI : Ya ada Mbak Desi. Kalau kemungkinan ya di meja kerja kan ada yang
namanya mbak Rahel juga, ya mungkin dia nggak nggurusi, nggak tau, ya

32 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
mungkin pak Irwan juga nggak ngasih tau! Yang tahu ya saya sama mbak
Desi karenakan saya adminnya di kursi pertama.
PH I : Yang saudara tahu perjanjian antara pak Irwan dan pak Soleh tadi tahun
berapa?
SAKSI : Suratnya tahun 2008
PH I : Sejumlah berapa itu uangnya?
SAKSI : Yang saya tahu itu Pak Soleh mengembalikan kepada Pak Irwan sejumlah
Rp. 450 juta
PH I : Oh ada pengembalian dari Pak Soleh sejumlah Rp. 450 juta?
SAKSI : Ngak, terlampir saja. Setelah laku harus mengembalikan Rp.450 juta itu.
Hakim : Yang ada dalam perjanjiannya ya?
SAKSI : Ya yang tertuang ya Rp. 350 juta
Hakim : Dalam perjanjiannya ada tertuang harus mengembalikan 450 itu atau
gimana?
SAKSI : Dituliskan. Di kertas.
Hakim : Sudah pernah dibayarkan ngak uang itu kepada Pak Irwan?
SAKSI : Ngak pernah. Pak Irwan bilang kok ke saya “sis ini Pak Soleh belum
mengembalikan uangnya”. Ya lapornya kayak gitu, kalau setelah itu
saya ngak tahu.
Hakim : Itu saudara dengar ya?
SAKSI : Iya
Hakim : Silahkan kepada Penasihat Hukum!
PH II : Tadi saudara saksi mengatakan bahwa pada Agustus 2008 itu saudara
Soleh ngambil petok ya? Saudara lihat proses mengambilnya?
SAKSI : Ya lihat saja
PH II : Saudara pernah di BAP di Kepolisian?
SAKSI : Iya permah
PH II : Keterangan di BAP ini benar semua?
SAKSI : Iya
PH II : Saudara kenal Saudara Soleh Harijanto sejak kapan?
SAKSI : Ya cuma datang-datang ke Pabrik tok
PH II : Ya, kira-kira itu tahun berapa?
SAKSI : Lupa Pak
PH II : Kemudian selama ini yang saudara tau perjanjian tahun 2008 atau apa
ada perjanjian sebelum-sebelumnya?
SAKSI : Ngak tahu
PH II : Berarti yang anda ketahui cuma yang Tahun 2008?
SAKSI : Iya
PH II : Padahal sebelumnya tadi saudara Irwan mengatakan, bahwa
sebelumnya dia punya perjanjian-perjanjian lain dengan Soleh dan itu
pun uangnya dari Irwan. Apakah ia (Pak Irwan) tidak pernah cerita
kepada saudara?

33 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
SAKSI : Pak Soleh kesitu ya bos itu cuma nunjuk in tok, kebetulan waktu itu saya
nggak pernah nyatat, soalnya itu kan bukan masalah perusahaan.
PH II : Berarti Saudara Irwan Candra tidak pernah cerita kepada Saudari?
SAKSI : Iya Cuma itu aja, yang tahun 2008.
PH II : Padahal saudari tadi mengatakan setiap Irwan hubungan dengan orang
lain mengataka kepada saudari, padahal Irwan menyatakan ada
hubungan di tahun 2007, itu (hubungan tahun 2007) tidak diceritakan
pada saudari?
SAKSI : Ya mungkin sama Mbak Desi.
PH II : Kalau kepada Saudari Ngak?
SAKSI : Ngak. Pokoknya kepada orang kita berdua. Kadang sama saya dan
kadang sama Mbak Desi.
PH II : Berarti tidak semua di ungkap Pak Irwan ya? Hanya cerita dari Pak Irwan
ya?
SAKSI : Ya ndak.
PH II : Ya ndak gimana?
SAKSI : Ya saya tahunya Cuma itu tok
PH II : Cukup Majelis.
Hakim : Saudara Terdakwa bagaimana dengan keterangan dari SAKSIni?
Terdakwa : Tidak benar, yang ngambil petok itu Bu Sasi
Hakim : Berarti Saudara tidak pernah ke sana?
Terdakwa : Tidak pernah pak, cuma Bu Sasi.
Hakim : Berarti yang datang kesana Bu Sasi. Kalau yang nerima uang Rp.350 juta
saudara sendiri tahu?
Terdakwa : Saya sendiri Pak, sama kakak saya dan sama Bu Sasi.
Hakim : Hanya itu? Selebihnya Saudara tidak pernah ketemu dengan Pak Irwan?
Terdakwa : Ngak
Hakim : Bagaimana Saudara? Tadi dibantah keterangannya sama terdakwa
bahwa terkait dengan kedatangannya cuma mengambil duit itu
sementara itu terkait dengan mengambil Petok dia tidak pernah datang.
Gimana?
SAKSI : Datang pak
Hakim : Katanya (Soleh Harijanto) yang datang mengambil Petok itu Bu Sasi.
SAKSI : Bu Sasi datang itu untuk membayar. Itu tahun 2009 Bulan 9 (September)
Hakim : Kalau (Saudara Soleh) mengambil petok itu tahun berapa?
SAKSI : Tahun 2008

 Saksi Harsasi; pada dasarnya di bawah di persidangan menjelaskan hal-


hal sebagai berikut:
Hakim : Saudara saksi, ibu kenal ya dengan Terdakwa Bapak Soleh Harijanto?
SAKSI : Kenal
Hakim : Dengan Bapak Irwan Candra juga kenal ya?

34 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
SAKSI : Kenal
Hakim : Bagaimana anda bisa kenal dengan Irwan Candra
SAKSI : Saya dikenalkan oleh Pak Soleh
Hakim : Kenapa anda bisa dikenalkan oleh Pak Soleh
SAKSI : Saya di ajak
Hakim : Diajak maksudnya? Kenapa anda yang diajak oleh Pak Soleh? Ataukah
di ajak lamaran gitu?
SAKSI : Tidak Pak
Hakim : Apakah sebelum nya anda sering berhubungan dengan Pak Soleh?
SAKSI : Tidak Pak. Saya di suruh!
Hakim : Berarti kalau anda disuruh oleh Pak Soleh berarti anda memiliki
hubungan dengan Pak Soleh. Hubungan apa itu?
SAKSI : Ya saya disuruh-suruh oleh Pak Soleh
Hakim : Ya disuruh soal apa?
SAKSI : Ya terkait dengan kwitansi itu
Hakim : Saya tidak baca kwitansi ini bu? Saya tanyakan kepada ibu disuruh
apa oleh Pak Soleh?
SAKSI : Saya disuruh buat bayar-bayar
Hakim : Bayar apa itu?
SAKSI : Ya bayar-bayar uang misalnya Rp.30 juta ke Pak Irwan
Hakim : Ya bayar apa itu? Kan ngak mungkin ngak tahu bayar apa atau
setidaknya bertanya untuk bayar apa?
SAKSI : Pembayaran rumah dari Pak Soleh ke Pak Irwan
Hakim : Pak Soleh membeli atau membayar ke Pak Irwan atau gimana?
SAKSI : Saya kurang tahu Pak, saya cuma disuruh bayar
Hakim : Berarti anda disuruh bayar berapa kali?
SAKSI : Satu kali Pak
Hakim : Kapan itu?
SAKSI : Sudah lama Pak, lima tahun yang yang lalu
Hakim : Inikan kamu disuruh untuk membayar dua unit rumah, ini dua unit
rumah yang mana?
SAKSI : Saya kurang tahu Pak. Saya cuma di kasih tahu oleh Pak Soleh untuk
membayar dua rumah di Jalan Kalijudan Taruna IV, itu tok.
Hakim : Itu kapan itu?
SAKSI : Sesuai dengan kwitansi
Hakim : Berapa kali anda di suruh membayar?
SAKSI : Saya di suruh satu kali tok tapi itu secara ngangsur.
Hakim : Yang ngangsur dari Pak Soleh ke Pak Irwan
SAKSI : Iya
Hakim : Kalau yang dibawa oleh ibu langsung itu berapa?
SAKSI : Aduh, kalau itu saya lupa
Hakim : Kalau ibu membayar dimana?

35 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
SAKSI : Di Tambak Deres, di pabrik nya Pak Irwan
Hakim : Berarti ibu ke pabriknya ya?
SAKSI : Iya
Hakim : Itu ibu berangkat dari mana?
SAKSI : Dari rumah saya, Pak Soleh datang ke rumah saya dan ngasih uang dan
saya di suruh ngantar ke tempatnya Pak Irwan
Hakim : Beberapa kali ibu lakukan itu?
SAKSI : Satu kali, terus satu kali. Soalnya ngangsur kan sampai lunas kayak gitu.
Hakim : Itu terakhir kalinya sampai kapan?
SAKSI : Tahun 2009 Pak
Hakim : Apakah tahun 2009 sudah lunas
SAKSI : Sudah Pak
Hakim : Itu setiap bulan atau gimana?
SAKSI : Saya tidak ingat, kalau saya disuruh saya langsung bayarkan jadi saya
tidak ingat bulan-bulanya.
Hakim : Ketika ibu ngasih duit ke Pak Irwan apa yang ibu terima?
SAKSI : Itu tanda terima bukti kwitansi
Hakim : Kwitansi tersebut yang telah ibuk persiapkan dari rumah atau dikasih
oleh Pak Irwan?
SAKSI : Dikasih oleh Pak Irwan
Hakim : Jadi Pak Irwan yang menulis kwitansi tersebut?
SAKSI : Iya
Hakim : Setelah itu kwitansi tersebut langsung anda serahkan kepada Pak
Soleh?
SAKSI : Iya langsung
Hakim : Jadi rumahnya di Jalan Kalijudan Taruna IV?
SAKSI : Iya
Hakim : Jadi jumlahnya anda ingat ngak?
SAKSI : Tidak
Hakim : Tapi, pada tahun 2009 tersebut sudah lunas ya?
SAKSI : Iya
Hakim : Setelah itu adakah anda di suruh lagi?
SAKSI : Tidak pernah
Hakim : Setelah anda disuruh membayar dan tahun 2009 lunas, apakah Pak
Soleh masih berhubungan lagi dengan Pak Irwan?
SAKSI : Kalau itu saya kurang tahu. Saya tidak ada disuruh lagi.
Hakim : Jadi itu aja ya sebatas yang di suruh itu ya?
SAKSI : Iya
Hakim : Silahkan kepada Bu Jaksa
JPU : Saudara saksi, pernah saudara diperiksa oleh Penyidik atau Polisi?
SAKSI : Pernah satu kali
JPU : Ditunjukkan beberapa kwitansi pembayaran?

36 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
SAKSI : Tidak
JPU : Tidak pernah diperlihatkan terkait dengan pembayaran-pembayaran
yang dilakukan terhadap Pak Irwan?
SAKSI : Tidak pernah
JPU : Tapi nanti kalau saya bacakan terkait dengan pembayaran yang cicil itu
jumlahnya berapa?
SAKSI : Jumlahnya Rp. 500 juta
JPU : Pembayaran terakhir itu ibu ingat berapa?
SAKSI : Rp.30 juta ada kwitansinya
JPU : Saya bacakan lagi ya buk ya, keterangan yang ibuk berikan pertama
sekali adalah yakni: pembayaran pertama 28 Januari 2009, sampai
kemudian pembayaran berikutnya dilakukan yakni bulan Februari,
Maret, April, Mei, Mei lagi dan Agustus terakhir September yang ibuk
kasih Rp.30 juta betul?
SAKSI : Betul
JPU : Yang saya tanyakan ketika Pak Soleh menyuruh saudara untuk
melakukan pembayaran yang klop Rp. 500 juta, selain Pak Soleh
meminta kwitansi pembayaran dari Pak Irwan ke Pak Soleh barang apa
lagi yang saudara bawa dari Pak Soleh?
SAKSI : Ada surat, surat tanah
JPU : Surat tanah apa itu?
SAKSI : Saya tidak tahu soalnya surat itu ditaruh dalam map dan saya tidak
berani membuka isi map tersebut.
JPU : Begini, ketika Pak Soleh menyuruh anda untuk membayar Rp.30 juta
apakah ada pesan dari Pak Soleh kepada anda?
SAKSI : Tidak ada
JPU : Kan sudah lunas pembayaran Rp. 500 juta masa ngak ada pesan dari
Pak Soleh
SAKSI : Ya, terkait dengan surat tanah yang jadi jaminan tersebut
JPU : Pak Soleh yang bilang begitu. Mohon di catat bu Panitera. Saya ulangi,
ketika saudara saksi di suruh Pak Soleh untuk bayar uang sejumlah
Rp.30 juta Pak Soleh bilang mohon di ambil surat tanah yang dijadikan
jaminan. Betul itu?
SAKSI : Betul
JPU : Berarti anda membawa surat tanah tersebut?
SAKSI : Benar
JPU : Apakah ibu tahu, terkait dengan hubungan antara Pak Soleh dengan
Pak Irwan selain hubungan terkait dengan dua unit rumah?
SAKSI : Tidak tahu
JPU : Setahun yang lalu ketika tahun 2012, saudara Soleh datang bersama
istrinya kebetulan ada Bu Arsasi juga.
SAKSI : Benar
JPU : Ceritanya Pak Soleh ini minta maaf dan minta penundaan pembayaran

37 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
tanggungan. Benar ya?
SAKSI : Ya
JPU : Apakah saudara tahu bahwa Pak Soleh memiliki tanggungan (utang)
pada tahun 2008 dan belum di bayar?
SAKSI : Saya tidak tahu
JPU : Apakah saudara tahu dan pernah mengatakan bahwa tanggungan
dari Pak Soleh terhadap Pak Irwan pada tahun 2008 belum lunas?
SAKSI : Tidak tahu saya dan saya tidak pernah mengatakan seperti itu
JPU : Memperlihatkan surat perjanjian jual beli dan bukti-bukti kwitansi.
Didalam kwitansi tersebut ditulis oleh Pak Irwan, dimana anda
menyerahkan uang kepada Pak Irwan. Kenapa didalam kwitansi itu
dituliskan dari Bu Arsasi atau H. Bakri kenapa bukan Pak Soleh?
SAKSI : Kalau Pak Soleh bilang ini yang beli Pak Bakri dan saya cuma disuruh.
JPU : Berarti anda bilang kayak gitu ke Pak Irwan
SAKSI : Iya
JPU : Dan Pak irwan menulis dari Bapak Bakri karena Bapak Bakrie yang beli
rumah.
SAKSI : Iya
JPU : Ibuk tahu berapa rumah yang dibangun oleh Pak Soleh terkait dengan
rumah di jalan Kalijudan Taruna IV itu?
SAKSI : Saya tidak tahu, memang Pak Soleh banyak membangun rumah tapi
saya tidak tahu.
JPU : Saudara Saksi tinggal di Taruna V dan pembangunan rumah di Taruna
IV Tahulah! Banyak kan? Lebih dari dua kan?
SAKSI : Iya
JPU : Tahu ngak salah satu atau setidaknya disetiap atau diantara banyak
rumah yang dibangun oleh Pak Soleh itu dibeli oleh Pak Soegianto Tjio
dan Pak Lie Fi Fat?
SAKSI : Oh kalau itu saya tidak tahu, karena sama pak Soeganto Tjio itu saya
tidak kenal
JPU : Pernahkah Bapak Irwan menanyakan kepada Saudara Saksi terkait
dengan Rumah Jalan Kalijudan Taru IV kavling 26 Nomor 70 dan No
72 sudah ada penghuninya?
SAKSI : Tidak pernah
JPU : Apakah ketika Saudara Saksi menyerahkan uang tersebut kepada Pak
Irwan, Pak irwan nanya ini saudara Bakri ini siapa?
SAKSI : Tidak Pernah
JPU : Terus, Pak Irwan langsung menuliskan nama H. Bakri gitu aja?
SAKSI : Iya soalnya Pak Soleh nyuruh nya kayak gitu!
JPU : Mohon ijin pak (Majelis Hakim) untuk melakukan croos check terhadap
lurah terkait dengan surat pemecahan petok D
Hakim : Silahkan
JPU : Pak Lurah, apakah pernah terjadi pemecahan Petok D pada 23

38 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Januari 2009 itu, betul?
Saksi II : Betul
JPU : Apakah dalam pemecahan Petok D tersebut para pihak harus
membawa Petok D yang asli?
SAKSI : Benar, kalau tidak ada Petok yang asli, saya tidak berani melakukan
pemecahan petok
JPU : Artinya, ketika pemecahan Petok D tahun 2009 tersebut itu petok D
yang asli kan?
SAKSI : Iya, berupa surat kesaksian
JPU : Yang saya tanyakan setelah September apakah Bapak pernah
menerima surat kesaksian
SAKSI : Maksudnya
JPU : Begini Pak ketika itu ada pembelian yang dilakukan oleh Bapak
Soegianto Tjio dan Bapak Lei Fi Fat pada 23 Januari 2009 dan 18
Agustus 2009 betul kan pak?
SAKSI : Betul
JPU : Ini terkait dengan keterangan dari Saudara Saksi (Sasi) bahwa ia
menerima surat kesaksian pernyataan bukti kepemilikan sebidang
tanah dari Pak Irwan Candra, apakah ada pemecahan lain lagi setelah
September 2009?
SAKSI : Tidak ada terakhir itu ya 18 Agustus 2009.
JPU : Tidak ada ya Pak? Berarti sudah klir kan
SAKSI : Iya
Hakim : Cukup Bu Jaksa
JPU : Cukup Majelis
Hakim : Saudara saksi, di sini saudara bertidak selaku orang yang
membayarkan. Benar kan?
SAKSI : Iya.
Hakim : Saudara kenal dengan H. Bakri?
SAKSI : Tidak Kenal, ya cuma kenal ketika waktu itu aja!
Hakim : Anda tahu siapa orangnya?
SAKSI : Iya tahu
Hakim : Anda tahu dimana tinggal nya?
SAKSI : Tidak tahu
Hakim : Terus anda kenalnya dimana?
SAKSI : Waktu itu di TKP ia pernah ke TKP
Hakim : TKP mana, apakah rumah di Jalan Kalijudan Taruna IV?
SAKSI : Tidak tahu saya pak
Hakim : Apakah saudara tinggal di Jalan Kalijudan Taruna IV?
SAKSI : Tidak Pak, saya tinggal di Jalan Kalijudan Taruna II
Hakim : Saudara tadi sempat mau bayar, dan di suruh oleh terdakwa untuk
membayar rumah di Jalan Kalijudan Taruna IV ya betul seperti itu?

39 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
SAKSI : Iya
Hakim : Sementara itu di Kwitansi tertulis telah terima uang dari bukti H. Bakri
untuk pembelian rumah di Jalan Kalijudan Taruna IV. Apakah benar
saudara H. Bakri membeli rumah di Jalan Kalijudan Taruna IV itu?
SAKSI : Saya tidak tahu pak.
Hakim : Berarti anda menerima kwitansi begitu tok?
SAKSI : Tidak Pak, saya cuma disuruh tok untuk menyerahkan uang untuk
pembelian rumah dari H. Bakri, gitu tok pak.
Hakim : Tidak ada menyebutkan rumah di Jalan Kalijudan Taruna IV
SAKSI : Iya ada pak, rumah di Jalan Kalijudan Taruna IV sebanyak dua unit.
Hakim : Berarti benar bahwa uang pembelian dua unit rumah di Jalan
Kalijudan Taruna IV dan pembayaran dari H. Bakri gitu ya?
SAKSI : Iya Pak
Hakim : Apakah sepengetahuan anda terdakwa tinggal di situ?
SAKSI : Tidak
Hakim : Ya dipersilahkan kepada PH
PH I : Terima kasih majelis. Apakah saudara saksi pernah menerima Bilyet
Giro dari Pak Irwan?
SAKSI : Tidak
PH I : Yang saudara ingat, anda menghadap ke Pak Irwan itu mengapa saja?
SAKSI : Ya, Cuma membayar terkait dengan kwitansi itu tok.
PH I : Ngak ingat sebelum kejadian ibuk membayar?
SAKSI : Tidak tahu saya pak
PH I : Apakah Ibuk pernah di BAP oleh pihak kepolisian dan di BAP ada?
Hakim : Di BAP, pertanyaaan nomor berapa?
PH I : Nomor 7
PH II : Di BAP yang kedua, sebenarnya ada dua kali BAP yang mulia.
Hakim : Huruf apa,
PH II : Nomor 7 tentang unsur melawan hukum. Kapan dan dimana serta
dengan cara bagaimana saudara mengetahui penyerahan satu lembar
bilyet giro Bank Danamon beruap uang senilai Rp.350 juta dari Saudara
Irwan Candra kepada Sdr. Soleh Harijanto. Jelaskan? Kemudian saksi
menjawab pada tanggal 28 Februari 2008 di Ruang direktu PT. Wahyu
Plastik di Jalan C Tambak Deres
Hakim : Okey, pertanyaannya begini ya. Selain uang kontan, apakah saudara
pernah menyaksikan bahwa Irwan Candra mengasihkan bilyet giro
kepada Soleh Harijanto.
SAKSI : Saya tidak tahu.
PH I : Nah disini saduara saksi pernah mengetahui tentang pemberian
bilyet giro
SAKSI : Oh tidak pernah, saya tidak tahu. Saya tidak tahu pak
PH I : Jadi yang saudara saksi alami itu hanya disuruh oleh Pak Soleh untuk

40 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
membayar sejumlah uang kepada Pak Irwan. Itu berapa kali?
SAKSI : Saya sudah tidak ingat berapa kali.
PH I : Seingat saudara saksi berapa kali menghadap Pak Irwan.
SAKSI : Iya beberapa sampai rumah itu lunas.
PH I : Bayar rumah ya/ rumah yang dimana
SAKSI : Iya itu dua unit rumah di Jalan Kalijudan Taruna IV itu tok.
PH I : Apakah rumah kavling 26 Nomor 70 dan 72?
SAKSI : Tidak Pak Soleh tidak pernah bilang kayak gitu.
PH I : Cukup yang mulia.
Hakim : Ya dilanjutkan kepada PH selanjutnya
PH II : Saudara saksi, sebagaimana pertanyaan di awal tadi. Bahwa saudara
saksi pernah diperiksa di Kepolisian. Berapa kali?
SAKSI : Satu kali
PH II : Satu kali benar?
SAKSI : Iya
PH II : Kalau disini dalam berkas anda di BAP itu dua kali
Hakim : Dua kali, tanggal berapa itu?
PH II : Tanggal 25 Januari 2013 dan 28 Februari 2013.
SAKSI : Saya di periksa oleh Penyidik cuma satu kali tok, yaitu ketika berada
di Polrestabes
PH II : Tanggal berapa itu? Bulannya SAKSI ingat ngak?
SAKSI : Tidak
PH I : Berati saudara saksi dipanggil oleh penyidik cuma satu kali.
SAKSI : Ya satu kali pada saat itu di Polrestabes Surabaya. Cuma satu kali tok.
PH II : Saat di kepolisian apakah saudara saksi pernah menandatangi berkas-
berkas yang ada di kepolisian.
SAKSI : Ya ada, saya disuruh tanda tangan tapi tidak pernah saya baca.
PH II : Jadi benarkah saudara saksi pernah menandatangi sesuatu yang
tidak saudari baca di Kepolisian?
SAKSI : Iya
PH II : Disini dalam berkas, di kepolisian saudara saksi menjelaskan bahwa
tadi saudara menjelaskan tidak tahu tentang rumah kalijudan Taruna IV
nomor 70 Tahun 72 tapi kok di kepolisian saudara menjelaskan bahwa
saudara yakin itu pembayaran untuk rumah kalijudan Taruna IV kavling
25 Nomor 70 dan Nomor 72.
SAKSI : Saya tidak pernah berbicara mengenai rumah atau kavlingan.
PH II : Cukup Majelis
Hakim : Gimana Bu Jaksa masih ada?
JPU : Mohon majelis untuk bisa melakukan konfrontir dengan Pak Irwan!
Hakim : Ada Pak Irwan
JPU : Ada Majelis
Hakim : Silakan Pak Irwan duduk di depan.

41 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
JPU : Kemarin saat mendengarkan keterangan dari Pak Irwan terungkap soal
petok atau surat kesaksian pernyataan kepemilikan tanah, kemarin
terungkap adanya kapan terakhirnya surat kesaksian itu diambil oleh
Bapak itu Agustus 2008.
Irwan C : Iya
JPU : Apakah betul ketika September 2009 setelah Bu sasi menyerahakan
sejumlah uang kepada Bapak, Bapak menyerahkan surat kesaksian
kepemilikan sebidang tanah kepada Pak Soleh.
Irwan C : Betul
JPU : Jadi ada 2 (dua) momen ketika bapak menyerahkan Surat Petok kepada
Soleh, pertama agustus 2008 selanjutnya September 2009.
Irwan C : Iya
JPU : Berarti tidak hubungan Petok yang diserahkan pada September 2009
itu dengan perjanjian 2008
Irwan C : Iya, kalau September 2009 petok itu saya serahkan setelah
pembayaran H. Bakri
Hakim : Apakah betul saudara yang menuliskan kwitansi itu
Irwan C : Iya
Hakim : Kok anda tahu dengan H. Bakri?
Irwan C : Ya, permintaan dari Bu Sasi
Hakim : Terus Saudara Saksi (sasi) kok anda sebut dari H. Bakri?
SAKSI : Ya saya disuruh Pak Soleh untuk membayarkan uang dari H. Bakri
kepada Irwan Candar.
Hakim : Gimana Penasihat Hukum?
PH : Cukup
Hakim : Bu Jaksa?
JPU : Cukup
Hakim : Gimana Pak Soleh keterangan dari saksi tadi?
Terdakwa : Sebagian benar sebagian tidak
Hakim : Di bagian mana yang tidak benarnya?
Terdakwa : Terkait dengan ketika saya datang ke Rumah Irwan Candra tersebut,
saudara Sasi tidak tahu apa yang kami bicarakan karena di berada di
luar!
Hakim : Kok bisa saudara Sasi ada disana?
Terdakwa : Ya karena saya ajak
Hakim : Jadi setalah pembayaran yang Rp. 500 juta itu
Terdakwa : Ya sudah selesai semua
Hakim : Terus
Terdakwa : Ya saya jelaskan kepada Irwan, kan sudah saya bayar semua kok masih
bisa kayak gitu
Hakim : Jadi tidak ada nangis-nganis gitu?
Terdakwa : Tidak ada pak

42 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Hakim : Benar, ibu pernah di ajak oleh Terdakwa?
SAKSI : Benar
Hakim : Kemana?
SAKSI : Ke rumahnya Pak Irwan
Hakim : Itu pembayaran dari H. Bakri itu sudah selesai
SAKSI : Sudah
Hakim : Bulan berapa itu?
SAKSI : Saya lupa itu
Hakim : Siapa saja itu
SAKSI : Saya, Pak Soleh,
Hakim : Tapi katanya di luar, masak masuk tidak terasa?
Terdakwa : Saya, Pak Soleh dan Pak Irwan
Hakim : Saudara Terdakwa, benar ngak saudara SAKSIni masuk?
Terdakwa : Benar pak, setelah masuk terus keluar dan dia keluar-keluar masuk.

 Saksi Lie Pie Fat; pada dasarnya di bawah di persidangan menjelaskan hal-hal
sebagai berikut:
Hakim : Apakah saudara mengetahui mengapa Pak Soleh berada di sini?
SAKSI : Kalau dengan Pak Soleh saya tahu bahwa rumah saya dulu saya beli dari
Pak Soleh
Hakim : Anda punya rumah yang anda beli dari Pak Soleh?
SAKSI : Iya
Hakim : Rumah anda tersebut terletak dimana?
SAKSI : Di Jalan Kalijudan Taruna IV
Hakim : Oh, rumah anda di Jalan Kalijudan Taruna IV ini
SAKSI : Iya Pak
Hakim : Rumah anda ini, anda beli?
SAKSI : Iya Pak
Hakim : Beli dari Pak Soleh?
SAKSI : Iya Pak, beli dengan cara nyicil
Hakim : Awal anda nyicil atau perjanjiannya itu kapan? Yang saudara ingat itu
kapan?
SAKSI : Empat tahun yang lalu Pak
Hakim : Berarti tahun 2000?
SAKSI : Tahun 2009 pak
Hakim : Kalau bulannya masih ingat?
SAKSI : Tidak ingat
Hakim : Ketika anda mengangsur itu apakah rumah yang anda beli itu sudah
berbentuk rumah?
SAKSI : Sudah
Hakim : Berapa harga rumah yang anda beli itu?
SAKSI : Rp. 375 juta, DP nya 200 juta dan telah lunas setahun yang lalu

43 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Hakim : Apakah surat-surat saudara dapat dari pembeli?
SAKSI : Ya saya dapat Petok D
Hakim : Petok D atas nama siapa?
SAKSI : Atas nama Soleh ke Saya Pak
Hakim : Ukuran rumah tersebut anda tahu?
SAKSI : 6x22 meter
Hakim : Itu dari Soleh harijanto ya ke Saudara Petok D nya ya?
SAKSI : Ya Pak
Hakim : Apakah anda membawa surat-suratnya
SAKSI : Tidak Pak, saya sudah serahkan Foto Copy surat-surat dari Notaris dan
Kelurahan ke Polisi
Hakim : Berapa rumah yang anda ketahui Bapak Soleh membangun rumah
disitu?
SAKSI : Banyak Pak
Hakim : Berarti anda membeli satu ya?
SAKSI : Iya Pak, Jalan Kalijudan Taruna IV Nomor 70
Hakim : Silahkan kepada Saudara Jaksa
JPU : Terima kasih Majelis, Saudara saksi harganya tadi benar Rp.375 juta?
SAKSI : Iya benar, sesuai dengan surat dalam notaris tersebut
JPU : Apakah bapak langsung membeli rumah tersebut kepada Pak Soleh?
SAKSI : Iya langsung
JPU : Ada saksinya pada saat itu?
SAKSI : Iya ada
JPU : Bapak melakukan transaksi jual beli dimana?
SAKSI : Di rumah Pak Soleh sendiri
JPU : Terus ketika anda mengurus Petok D ke kelurahan itu kapan, disini
taetulis tanggal 18 Agustus 2009?
SAKSI : Iya benar
JPU : Apakah anda mengurus petok D itu sendiri?
SAKSI : Iya bersama Pak Soleh juga
JPU : Anda yang tanda tangan sendiri?
SAKSI : Ya
JPU : Apakah sekarang anda menempati rumah di Jalan Kalijudan Taruna IV
nomor 70 tersebut?
SAKSI : Ya
JPU : Apakah kenal dengan penghuni sebelah rumahnya Bapak
SAKSI : Kenal, Rumah saya nomor 70 dan rumah sebelah rumah saya nomor 72
JPU : Pak Lie Fiefat apakah bapak pernah menandatangani perjanjian bulan
Feberuari 2009
SAKSI : Pernah
JPU : Tanggal 18 Februari 2009?
SAKSI : Betul

44 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
JPU :
Kemudian Bapak menandatangani surat pernyataan kepemilikan
sebidang tanah di Kelurahan ya?
SAKSI : Ya tapi ke Notaris dulu
JPU : Kemudian Bapak melakukan Pengukuran terkait tentang kepemilikan
sebidang tanah tersebut?
SAKSI : Iya
JPU : Tangggalnya sama 14 Agustus 2009, kemudian ada surat penguasaan
sebidang tanah Bapak tanda-tangani 14 Agustus 2009 diketahui oleh Pak
Lurah, benar?
SAKSI : Benar
JPU : Terus kapan Bapak terima surat itu
SAKSI : Beberapa saat setelah itu
JPU : Apakah bapak tahu bahwa rumah tersebut pernah dibeli oleh seseorang
atau pernah dijual oleh Pak Soleh?
SAKSI : Tidak Tahu
JPU : Bapak tahu atau kenal dengan Bapak Soegianto?
SAKSI : Tahu, dia itu sebelah rumah saya
JPU : Bapak Soegianto membeli rumah itu juga kepada Pak Soleh?
SAKSI : Iya, tapi Pak Soegiatnto lebih dulu membeli rumah tersebut.
JPU : Bapak tahu juga terkait dengan adanya jual beli dengan Pak Bakri?
SAKSI : Tidak tahu
Memperlihatkan surat-surat yang ditanda-tangani oleh Pak Lie fie fat
Hakim : Dipersilahkan kepada Penasihat hukum
PH I : Petok D yang Bapak miliki itu atas nama siapa?
SAKSI : Atas nama saya sendiri
PH I : Sebelumnya atas nama siapa?
SAKSI : Atas nama Pak Soleh Harijanto
PH I : Gimana tata cara pembeliannya?
SAKSI : Saya beli dengan cara cicil selama tiga tahun.
 Saksi Sugianto Tjio; pada dasarnya di bawah di persidangan
menjelaskan hal-hal sebagai berikut:

Hakim : Apakah Bapak Soegianto Tjio Pernah Berhubungan dengan Bapak Soleh
Harijanto?
SAKSI : Pernah, ya hanya satu kali itu. Ketika saya membeli rumahnya.
Hakim : Berarti anda kenal! Dalam hal jual beli rumah dengan Soleh Harijanto
apakah anda bertindak Selaku Pembeli?
SAKSI : Ya saya membeli rumah rumahnya Pak Soleh di Jalan Kalijudan Taruna
IV Nomor 72
Hakim : Apakah rumah yang sekarang anda tempati ini?
SAKSI : Iya
Hakim : Rumah yang anda beli itu rumah siapa? Apakah benar rumahnya Bapak

45 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Soleh?
SAKSI : Ya benar, itu rumahnya milik dan atas nama Pak Soleh
Hakim : Tahun berapakah anda membeli rumah tersebut?
SAKSI : Tahun 2009
Hakim : Bulan Berapa?
SAKSI : Bulan 2 (Februari)
Hakim : Seharga berapa anda beli rumah tersebut?
SAKSI : Seharga Rp.275 Juta Rupiah dengan cara cash
Hakim : Ketika anda membeli rumah tersebut pasti anda memiliki surat-surat
tentang kepemilikan rumah dan tanah?
SAKSI : Ya rumah tersebut atas nama kepemilikan Pak Soleh Harijanto yang
diterangkan dalam Petok D
Hakim : Berapa luas tanah tersebut?
SAKSI : 129 m²
Hakim : Berarti anda menerima Petok D dari Pak Soleh Harijanto. Selanjutnya
proses berikutnya gimana?
SAKSI : Saya terima Petok D dari Soleh harijanto selanjutnya saya dan Pak
Soleh Harijanto pergi ke Kelurahan. Setelah dari kelurahan saya bawa
ke Notaris.
Hakim : Anda membayar uang itu dimana
SAKSI : Saya bayar uang tersebut di kelurahan
Hakim : Trus Ketika Anda Melakukan Pengurusan Surat Di Kelurahan dan Notaris
Apakah Anda Bersama Soleh Harijanto?
SAKSI : Iya, saya bersama Pak Soleh Harijanto pergi ke Kelurahan dan Ke Notaris
Hakim : Siapa nama lurah pada waktu itu?
SAKSI : Saya tidak tahu pak
Hakim : Apakah ada perubahan lurah dari tahun 2009 ke tahun sekarang?
SAKSI : Saya tidak tahu pak
Hakim : Trus dengan siapa anda berurusan di Kelurahan?
SAKSI : Waktu itu saya berurusan dengan Sekretaris Lurah namanya Bu Sasi
Hakim : Jadi bagaimana cara anda melakukan transaksi dengan Soleh Harijanto?
SAKSI : Ketika di kelurahan saya bayar uang nya dan saya mendapat Petok D
dari Pak Soleh Harijanto
Hakim : Jadi uang sebanyak Rp. 275 juta itu anda bayarkan di Kelurahan dan
anda mendapat Petok D
SAKSI : Iya Pak
Hakim : Apakah sampai disitu prosesnya selesai?
SAKSI : Tidak pak, setelah itu saya bawa ke Notaris
Hakim : Berapa lama jaraknya setelah dari kelurahan?
SAKSI : Satu Hari Pak
Hakim : Berarti di Notaris anda buat akta jual beli?
SAKSI : Iya Pak

46 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Hakim : Apakah Terdakwa Soleh Harijanto ikut bersama anda?
SAKSI : Iya Pak
Hakim : Setelah proses jual beli tersebut selesai dan anda menempati rumah
tersebut, apakah sampai sekarang ini anda memiliki permasalahan atau
kendala terkait dengan rumah tersebut
SAKSI : Tidak ada pak
Hakim III : Menurut anda apakah anda mengetahui permasalahan rumah yang anda
tempati dengan permasalah yang terjadi saat ini
SAKSI : Saya tidak tahu pak
JPU : Tadi Pak Soegianto menyatakan bahwa Bapak membeli satu unit rumah
kepada Pak Soleh Harijanto itu Tahun 2009! Bulannya Bapak Ingat
SAKSI : Bulan dua (Februari)
JPU : Apakah Ketika Bapak Membeli Rumah tersebut di kelurahan ada
pemecahan bukti kepemilikan tanah berupa Petok D. Apakah Bapak tahu
bahwa ada Rumah di Jalan Kalijudan Taruna IV nomor 70?
SAKSI : Tahu
JPU : Apakah Bapak tahu Bapak Lie Fi Pat?
SAKSI : Tahu, beliau itu tetangga saya
JPU : Berarti rumah Bapak itu nomor 72 ya?
SAKSI : Ya
JPU : Sewaktu di kelurahan apakah bapak kenal dengan Pak Lurah Subakir?
Apakah masih ingat atau lupa?
SAKSI : Saya tidak tahu
JPU : Ketika bapak membeli rumah tersebut apakah Bapak membelinya
dengan cara cash dan seharga Rp.275 juta
SAKSI : Benar
JPU : Apakah bapak tahu bahwa sebelum Bapak membeli rumah tersebut,
bahwa rumah tersebut pernah terjadi jual-beli antara Terdakwa dengan
seseorang yang bernama Irwan
SAKSI : Tidak Tahu
JPU : Apakah Bapak kenal dengan Bu Sasi?
SAKSI : Kenal
JPU : Siapa Bu Sasi
SAKSI : Dia itu orang yang menyaksikan jual beli rumah antara saya dengan Soleh
Harijanto dan Bu Sasi itu sebagai sekretaris lurah
JPU : Apakah benar Bu Sasi tersebut Sekretaris Lurah bukannya Bu RT?
SAKSI : Sepengetahuan saya benar
JPU : Bapak melakukan akta jual belinya bulan Februari
SAKSI : Benar
JPU : Mana yang duluan ke kelurahan atau ke Notaris?
SAKSI : Ke kelurahan terlebih dahulu
JPU : Apakah Bapak pernah diperiksa oleh Penyidik atau diperiksa oleh Polisi?

47 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
SAKSI : Pernah
JPU : Saya akan bacakan terkait dengan keterangan Bapak mohon
didenganrkan:
“Kapan anda melakukan transaksi jual beli dengan Pak Soleh Harijanto”
Jawabannya “saya melakukan transaksi jual beli rumah tertanggal 24
Januari 2009” benar ya?
SAKSI : Ya
JPU : “Ketika anda melakukan jual beli tersebut anda menyerahkan uang
kepada Soleh Harijanto dan anda diberikan Petok D” benar ya?
SAKSI : Ya
Hakim : Silahkan kepada PH nya
PH : Ketika anda membeli rumah tersebut, apakah ada seseorang yang
memberitahukan kepada anda bahwa rumah tersebut akan di jual?
SAKSI : Tidak ada
PH : Dari mana anda tahu bahwa rumah tersebut akan di jual?
SAKSI : Ketika saya lihat-lihat dan saya tanya tetangga-tetangga ini rumahnya
siapa? Dan mereka bilang ini rumahnya Pak Soleh. Trus saya langsung
menemui Pak Soleh.
JPU : Berarti Bapak langsung mendatangi Pak Soleh?
SAKSI : Ya, pada waktu itu kan saya memiliki nomor teleponnya Pak Soleh dan
langsung saya telpon Pak Solehnya.
JPU : Ketika anda melakukan transaksi jual beli apakah ada orang yang menjadi
saksinya?
SAKSI : Ada dari kelurahan, tapi saya lupa namanya siapa.

 Saksi Subakir,S.Sos,M.M; pada dasarnya di bawah di persidangan


menjelaskan hal-hal sebagai berikut:

Hakim : Bapak Subakir benarkah anda seorang lurah?
SAKSI : Iya pak saya lurah kalijudan
Hakim : Sejak kapan anda menjadi Lurah Kalijudan?
SAKSI : Saya jadi lurah Kalijudan terhitung sejak bulan Agustus 2008 sampai
sekarang
Hakim : Di tahun 2009 apakah anda mengetahui ada transaksi antar terdakwa
dengan beberapa orang?
SAKSI : Tahu, antara Pak soleh pernah terjadi jaual beli tanah dengan Pak Lie
Fi Fat dan Pak SOegianto Tjio
Hakim : Apakah terkait dengan transaksi itu ada surat-surat nya
SAKSI : Ada, berupa letter C dan kesaksian-kesaksian yang diketahui oleh
lurah
Hakim : Kalau terkait dengan surat-surat yang membuktikan bahwa tanah
tersebut adalah milik terdakwa, apakah ada?

48 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
SAKSI : Ada, surat berupa Petok D
Hakim : Petok D nya atas nama siapa?
SAKSI : Atas nama Soleh
Hakim : Ukurannya ada
SAKSI : 220 meter²
Hakim : Tidak disebutkan berapa panjang dan lenarnya?
SAKSI : Tidak ada
JPU : Itu dijual kepada siapa?
SAKSI : Kepada dua orang
JPU : Yang luas 220 m² itu dijual kepada dua orang?
SAKSI : Iya
Hakim : Siapa saja yang dua orang itu?
SAKSI : Pada tanggal 23 Januari 2009 dijual kepada Soegianto Tjio, dengan
luas 129 m², dan pada 18 Agustus 2009 dijual kepada Liefifat dengan
luas 121 m²
Hakim : Trus, peran kelurahan dalam hal itu sebagai apa?
SAKSI : Sebagai pencatat pak
Hakim : Tadi bukti kepemilikan itu selain Petok D ada juga letter C, apakah
sudah ada pengalihan hak dari terdakwa ke Soegianto Tjio dan lie fi
fat
SAKSI : Ada
Hakim : Apakah anda mengetahui tentang pembayaran atas tanah tersebut?
SAKSI : Terkait dengan pembayaran saya tidak mengetahui
Hakim : Ketika mereka datang kekelurahan apakah mereka datang berdua?
SAKSI : Ya mereka datang ke kantor kelurahan untuk melaporkan bahwa ada
transaksi jual beli tanah
Hakim : Ketika mereka datang ke kelurahan apakah mereka membawa bukti-
bukti jual beli seperti akta notaris dan lainnya?
SAKSI : Tidak ada, mereka cuma membawa bukti kwitansi jual beli
Hakim : Kalau mereka pergi ke Notaris itu gimana?
SAKSI : Biasanya setelah dari Kelurahan
Hakim : Itu sekarang alamat tanah itu apa namanya?
SAKSI : Jalan Kalijudan Taruna IV
Hakim : Terkait dengan Irwan Candra, apakah anda mengenal nya?
SAKSI : Saya tidak kenal
Hakim : Terkait dengan surat menyurat terkait dengan transaksi, apakah ada
menyinggung nama dari Irwan Candra?
SAKSI : Tidak ada
Hakim : Silahkan kepada JPU
JPU : Terima kasih Majelis. Saudara saksi, ketika Terdakwa datang untuk
memecah Petok D untuk menjadi atas nama Pak Soegianto itu tanggal
23 Januari 2009?

49 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
SAKSI : Ya
JPU : Apakah pada saat itu Pak Soegianto juga hadir?
SAKSI : Iya, mereka bareng
JPU : Surat apa yang diperlihatkan oleh Saudara Terdakwa
SAKSI : Petok D asli
JPU : Berarti mereka datang ke tempat saudara untuk minta dicatat
pemecahan Petok D untuk dan atas nama Soegianto Tjio pada Tanggal
23 Januari, benar ya?
SAKSI : Ya, 23 Januari Tahun 2009
JPU : Mohon dicatat untuk tanggal 23 Januari. Setelah itu apakah Pak Soleh
datang lagi ke Saudara untuk dicatat bahwa ada pembeli lainnya?
SAKSI : Iya
JPU : Ketika itu, tanggal 23 Januari 2009 Pak Soleh membawa Petok D asli.
Dalam hal ada seseorang mohon untuk dilakukan pemecahan Petok D
tanpa membawa Petok D yang asli apakah anda akan melakukan
pemecahan Petok
SAKSI : Tidak akan
JPU : Berarti harus Petok D yang asli kan?
SAKSI : Iya
JPU : (memeperlihatkan Surat Keterangan di persidangan)
Hakim : Apakah anda pernah melihat ada Petok D atas nama Soleh Harijanto?
SAKSI : Tidak ada, yang ada cuma catatan dalam buku Letter C
Hakim : Berarti atas nama Soleh hanya ada dalam buku letter C?
SAKSI : Ya
Hakim : Dari mana tanah itu
SAKSI : Dari atas nama Supriyo
Hakim : Dia (Soleh) beli atau gimana?
SAKSI : Ya beli
Hakim : Silahkan Bu JPU
JPU : Cukup Majelis Hakim
Hakim : Ya silahkan kepada Penasihat Hukum?
PH I : Terima kasih yang mulia. Kepada saudara saksi, Apakah proses balik
nama atau pemecahan Petok D tersebut telah sesuai dengan proses?
SAKSI : Ya, telah sesuai. Kalau tidak sesuai maka saya tidak akan berani
melakukan pencatan pemecahan
PH I : Dilanjutkan oleh Rekan Saya Majelis
PH II : Tadi telah diperlihatkan adanya buku Letter C desa, buku leter C desa
tersebut adanya di desa? Benarkah?
SAKSI : Iya
PH II : Jadi bukti kepemilikan untuk para pihak ini apa?
SAKSI : Cuma kesaksian
PH II : Berarti tidak ada bukti lainnya?

50 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
SAKSI : Tidak ada
PH II : Cuma kesaksian
SAKSI : Iya berarti Cuma kesaksian antara para pihak nanti diketahui oleh
Lurah dan Camat
PH II : Berarti ketika saya punya tanah dan tercatat dalam buku letter C
maka ketika saya hendak menjual maka cukup dengan kesaksian dan
diketahui oleh lurah dan camat?
SAKSI : Benar, tapi ketika akan ditingkatkan menjadi Sertifikat baru
diterbitkan Petok D
PH II : Berarti tidak pernah ada Petok D atas nama Soleh Harijanto?
SAKSI : Iya
PH II : Cukup Majelis
Hakim : Saudara di sini sebagai lurah atau sebagai apa?
SAKSI : Sebagai lurah
PH II : Sejak tahun 2008 itu ya?
SAKSI : ya
Hakim : Saudara Terdakwa benarkah keterangannya?
Terdakwa : Benar Pak

 Saksi H. Bakri; pada dasarnya di bawah di persidangan menjelaskan


hal-hal sebagai berikut:

Hakim : Apakah Saksi kenal dengan Pak Soleh


SAKSI : Ya kenal Pak
Hakim : Sudah berapa lama anda kenal dengan Pak Soleh?
SAKSI : Sudah lama pak, sudah puluhan tahun.
Hakim : Sepengetahuan anda apa pekerjaan dari Pak Soleh?
SAKSI : Kalau dulu itu dia bekerja sebagai orang yang menyewakan mobil
Hakim : Mobil Rental?
SAKSI : Iya
Hakim : Trus
SAKSI : Beli rumah dan jual lagi, beli tanah dan dijual lagi, kadang beli tanah
saja dan dibangun rumah dan dijual lagi
Hakim : Ya, dipersilahkan kepada Jaksa Penuntut umum
JPU : Terima kasih, Majelis Hakim. Bapak H. Bakri selaku Saksi, apa yang
bapak ketahui terkait dengan perkara ini?
SAKSI : Yang saya ketahui terkait dengan perkara ini adalah saya beli rumah
secara angsuran kepada Pak Soleh Harijanto yakni rumah di Jalan
Kalijudan Taruna IV sebanyak dua unit rumah. Saya angsur rumah itu
kurang dari satu tahun dan sebelum satu tahun dua rumah tersebut

51 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
telah lunas.
JPU : Seharga berapa Bapak membeli rumah tersebut?
SAKSI : Rp. 500 juta
JPU : Kapan Bapak mulai melakukan pembayaran secara angsuran itu?
SAKSI : Awalnya Bulan Januari, trus Bulan Februari
JPU : Apakah benar tanggal 23 Januari?
SAKSI : Kalau tanggalnya saya sudah tidak ingat lagi
JPU : Trus kalau lunasnya kapan Bapak?
SAKSI : Kalau lunasnya kira bulan 8 (Agustus)
JPU : Bulan Agustus atau bulan September
SAKSI : Ya kira-kira bulan itu lah, saya sudah tidak ingat lagi
JPU : Terkait dengan rumah itu apakah Bapak membeli atau meminjamkan
uang kepada Soleh Harijanto?
SAKSI : Saya membeli buk
JPU : Ketika Bapak membeli rumah tersebut dan lunas apakah Bapak
menerima semacam Petok dari Bapak Soleh Harijanto?
SAKSI : Tidak ada, ketika rumah tersebut lunas saya tidak menerima apa-apa
selain kwitansi
JPU : Jadi ketika lunas tidak beralih surat-surat kepemilikan tanah kepada
Bapak, atau Bapak menerima semacam surat lainnya?
SAKSI : Ya tidak ada selain kwitansi itu, soalnya rumah tersebut akan
dijualkan lagi. Jadi sebelum Petok D rumah tersebut dibaliknamakan
menjadi atas nama saya rumah tersebut dijualkan kembali oleh Pak
Soleh
JPU : Jadi Bapak membeli rumah tersebut untuk dijual kembali bukan untuk
dimiliki dan ditempati? Dan ketika dijual Bapak mendapat keuntungan
SAKSI : Iya benar!
JPU : Apakah Bapak pernah diperlihatkan surat-surat kepemilikan tanah oleh
Pak Soleh?
SAKSI : Tidak, yang ada cuma kwitansi saja
JPU : Bagaimana dengan surat bukti kepemilikan tanah?
SAKSI : Ya sebetulnya kalau terkait dengan surat itu saya tidak perlu lagi
karena ketika rumah tersebut telah lunas maka Pak Soleh harijanto
telah memberikan kepada saya uang sebanyak Rp.500 juta
JPU : Kapan Bapak Soleh bilang bahwa setelah lunas dan rumahnya sudah
laku?
SAKSI : Beberapa bulan kemudian setelah saya melunasi rumah tersebut
JPU : Mohon di catat Bu Panitera! Jadi Bapak setelah melunasi dua unit
rumah tersebut, selang beberapa bulan berikutnya Bapak
diberitahukan oleh Bapak Soleh bahwa rumah tersebut telah laku
terjual. Dalam kwitansi disini Bapak melakukan pembayaran kepada
Bapak Soleh pertama sekali Tanggal 28 Januari 2009?
SAKSI : Iya

52 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
JPU : Sampai awal September 2009, Bapak telah genap melunasi rumah
tersebut seharga Rp.500 juta
SAKSI : Iya
JPU : Setelah lunas apakah Bapak Soleh menyampaikan kepada Bapak bahwa
rumah tersebut telah dijual kembali?
SAKSI : Belum
JPU : Kapan disampaikan kepada Bapak bahwa rumah tersebut telah laku
terjual?
SAKSI : Beberapa bulan kemudian
JPU : Apakah Bapak Soleh menyampaikan kepada Bapak terkait dengan
siapakah yang membeli rumah tersebut?
SAKSI : Tidak, karena saya telah mendapatkan uang kontan sebanyak Rp.500
juta
JPU : Kapan Bapak menerima uang sebanyak Rp.500 juta tersebut dari Pak
Soleh?
SAKSI : Ya, beberapa bulan setelah pelunasan tersebut
JPU : Beberapa lama setelah bulan September?
SAKSI : Iya
JPU : Apakah sampai kepada Tahun 2010
SAKSI : Tidak masih di Tahun 2009
JPU : Jadi ketika dikasih uang Rp.500 juta tersebut apakah Pak Soleh
menyampaikan kepada Bapak bahwa pembeli rumah tersebut Si A atau
Si B?
SAKSI : Ya, ketika uang tersebut saya terima disebutkan bahwa rumah tersebut
telah laku terjual.
Hakim : Saudara membeli dua unit rumah tersebut kepada Bapak Soleh
Harijanto Berapa?
SAKSI : Rp. 500 juta
Hakim : Saudara jual berapa?
SAKSI : Rp. 500 juta juga cuman tapi saya mendapat keuntungan. Saya tidak
tahu seharga berapa berapa dijual oleh Pak Soleh. Karena saya sama-
sama baiknya dengan Pak Soleh berapapun keuntungan yang diberikan
oleh Pak Soleh saya terima.
Hakim : Begini, rumah tersebut anda beli Rp.500 juta anda jual berapa?
SAKSI : Saya tidak mempersoalkan berapa harga penjualan rumah tersebut
yang penting modal saya sudah kembali dan saya menerima
keuntungan dari Pak Soleh
Hakim : Berapa keuntungan yang anda terima dari Pak Soleh?
SAKSI : Ya, sekitar seratus juta kalau saya ngak salah
Hakim : Berarti sekitar Rp.600 juta uang yang anda terima
SAKSI : Kira-kira begitulah
Hakim : Apakah uang sebanyak Rp.600 juta itu dibayar kontan?
SAKSI : Yang pasti itu dibayar kontan seabnyak Rp.500 juta dan keuntungannya

53 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
itu menyusul
JPU : Apakah Bapak punya tanda terima terkait dengan pengembalian uang
dari Pak Soleh?
SAKSI : Maksudnya?
JPU : Bapak kan membeli rumah tersebut secara nyicil mulai dari tanggal 23
Januari samapai September, dan September lunas dan ketika Bapak
Soleh mengembalikan uang sebnyak Rp. 500 juta tersebut apakah
Bapak memiliki tanda terima
SAKSI : Tidak ada buk, yang penting itu bagi saya uang saya kembali ya sudah.
JPU : Apakah Bapak tahu lokasi rumah yang Bapak Beli tersebut?
SAKSI : Saya kalau beli rumah tidak tahu lokasi rumah saya ngak mau bu.
JPU : Berarti Bapak Tahu kan?
SAKSI : Iya jelas saya tahu
JPU : Ketika Bapak sudah melunasi uang sebanyak Rp.500 jutas tersebut
apakah Bapak mengecek ke lokasi terkait dengan rumah tersebut?
SAKSI : Tidak, karena setelah saya melunasi rumah tersebut dan saya sudah
menerima uang saya kembali. Tapi ketika saya angsur rumah itu saya
pernah mengecek nya.
JPU : Apakah Bapak pernah diperiksa di depan Penyidik? Atau di Kepolisian?
SAKSI : Ya, pernah saya pernah diperiksa oleh Polisi di rumah nya Pak Tomo
JPU : Apakah Bapak menandatanganinya?
SAKSI : Ya
JPU : Saya akan coba bacakan ya!
Pertanyaaan Nomor 7. Apakah saudara, Bapak Bakri secara berturut-
turut pada tahun 2009 memberikan uang kepada Pak Soleh Harijanto?
SAKSI : Ya benar
JPU : Terus, ketika Penyidik memperlihatkan adanya bukti-bukti kwitansi
tersebut anda menjawab bahwa benar?
SAKSI : Iya
JPU : Apakah anda kenal dengan Bu Sasi?
SAKSI : Ya saya kenal
JPU : Sebelumnya apakah kenal bahwa rumah tersebut telah dijual kepada
seseorang yang bernama Irwan Candra?
SAKSI : Tidak tahu saya, kalau saya tahu saya tidak akan membeli
JPU : Terkait dengan kwitansi tersebut, disana tertulis adanya Nama Bapak
Bakri dan Bu Arsasi terkait dengan pembelian rumah tersebut dan anda
menjawab bahwa uang tersebut Bapak Bakri pinjamkan kepada Soleh.
Pertanyaannya apakah Bapak membeli rumah atau meminjamkan
uang?
SAKSI : Begini Buk, saya itu membeli rumah kepada Bapak Soleh secara
angsuran
JPU : Berarti keterangan disini tidak benar dong Pak? Sementara Bapak
tanda tangan di sini?

54 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
SAKSI : Ya pada waktu itu, saya tidak dibacakan sama sekali oleh Penyidiknya.
JPU : Apakah bapak bisa baca tulis?
SAKSI : Bisa, cuma pada waktu itu saya tidak baca karena saya kira itu hanya
internal kepolisian saja
JPU : Sekarang saya akan perlihatkan kwitansi nya pak? (Jaksa, JPU, PH dan
H.Bakri maju ke depan meja hakim untuk diperlihatkan). Apakah Bapak
Bakri pernah amati terkait dengan kwitansi terkait dengan uang yang
Bapak Bakri berikan kepada Pak Soleh Harijanto?
SAKSI : Iya pernah
JPU : Apakah Bapak perhatikan bahwa disana ada nama Pak Irwan?
SAKSI : Iya ada
JPU : Apakah Bapak tidak pertanyakan kepada Pak Soleh kenapa disitu ada
nama Pak Irwan?
SAKSI : Tidak, karena saya sudah percaya dengan Pak Soleh
JPU : Berarti Bapak Percaya ya
SAKSI : Ya
JPU : Trus kenapa Bapak menyerahkan uang kepada Pak Soleh kok tanda
terimanya dari Pak Irwan? Kenapa tidak bapak tanyakan kepada Pak
Soleh
Hakim : Bapak percaya atau tidak tahu?
SAKSI : Ya , saya percaya
Hakim : Terus kenapa kok didalam kwitansinya ada nama Pak Irwan?
SAKSI : Ya, mungkin saja ada kaitannya dengan rumah atau tanah tersebut!
Hakim : Jangan mungkin! Apakah Bapak tidak pertanyakan kepada Bapak Soleh
Bahwa disitu kok ada tanda tangan dari Pak Irwan?
SAKSI : Saya sempat tanyakan, tapi katanya Pak Soleh “podo ae”
Hakim : Podo ae itu maksudnya apa?
SAKSI : Ya sama saja
Hakim : Berarti Irwan dan Soleh tanda tangan itu maksudnya sama saja?
SAKSI : Iya pak saya percaya saja
Hakim : Berarti kwitansi itu anda terima saja
SAKSI : Iya Pak
Hakim : Pada saat angsuran pertama apakah rumah tersebut telah saudara
kuasai atau tempati? Yakni pada tanggal 28 Januari 2013?
SAKSI : Belum Pak, karena saya waktu itu masih ngangsur.
Hakim : Berarti anda belum tempati?
SAKSI : Iya pak, tapi rumah tersebut masih dalam keadaan kosong.
Hakim : Apakah waktu anda membeli rumah tersebut, rumah tersebut telah
selesai?
SAKSI : Ya, sudah selesai.
Hakim : Sampai lunas apakah saudara tidak pernah tinggal disitu?
SAKSI : Tidak pernah, karena setelah lunas dan beberapa bulan kemudian

55 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
rumah tersebut sudah laku.
Hakim : Jangka waktu nya berapa lama itu
SAKSI : Ya tidak lama sekitar satu bulan dua bulan.
Hakim : Dari Januari sampai September selama sembilan bulan apakah rumah
tersebut tidak ada orang yang menempati?
SAKSI : Tidak ada, rumah tersebut kosong.
Hakim : Saudara sebagai pembeli mau saja seperti itu?
SAKSI : Ya, karena saya yakin dan rumah tersebut masih dalam keadaan kosong
JPU : Bagaimana anda melakukan transaksinya? Apakah saudara sebagai
pembeli atau sebagai apa?
SAKSI : Saya sebagai pembeli dengan cara ngangsur.
JPU : Apakah ketika anda melakukan angsuran pertama anda telah berhak
untuk menempati rumah tersebut?
SAKSI : Ya, berhak tapi kan saya belum lunas.
Hakim : Ketika anda melakukan pembayaran dan melakukan sampai rumah itu
selesai apakah masih ada pekerjaan disitu?
SAKSI : Tidak ada, rumah itu telah selesai
JPU : Mohon Izin majelis, Bapak Bakri, tadi ketika Bapak bilang bahwa ketika
Bapak mulai melakukan pembayaran secara angsuran apakah rumah
tersebut masih kosong. Benar pak?
SAKSI : Iya benar.
JPU : Mohon izin majelis untuk menanyakan langsung kepada Bapak
Soegianto Tjio yang kebetulan masih berada dalam ruangan ini?
Hakim : Silahkan
JPU : Bapak Soegianto Tjio, ketika Bapak melakukan transaksi pada tanggal
23 Januari apakah Bapak telah menempati rumah tersebut?
SAKSI : Belum, saya menempati rumah tersebut pada akhir tahun 2009
JPU : Berarti setelah Bapak membeli, rumah tersebut dibiarkan kosong
begitu saja?
SAKSI : Iya, soalnya istri saya kan orang jawa. Jadi dalam hal menentukan
jadwal pindah tersebut mertua saya harus harus berdasarkan tanggal
baik dan bulan yang baik.
JPU : Jadi rumah tersebut dibiarkan kosong selama satu tahun? Karena
transaksi terjadi tanggal 23 Januari dan anda menempati rumah
tersebut kapan?
SAKSI : Ya, saya menempati rumah tersebut akhir tahun 2009
JPU : Sekarang saya kembali kepada Bapak Bakri, Bapak Bakri apakah anda
mengetahui bahwa ketika anda membeli rumah tersebut tanggal 28
Januari 2013 sebelumnya rumah tersebut telah dijual pada tanggal 23
Januari 2009 oleh orang lain?
SAKSI : Tidak Tahu saya buk
JPU : Trus apakah ketika Bapak membeli rumah tersebut pada tanggal 23
Januari rumah tersebut telah laku terjual dan Tanggal 14 Agustus 2009

56 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
nya rumah tersebut terjual satu lagi. Apakah Bapak tidak mengetahui
dan menanyakan hal tersebut kepada Pak Soleh?
SAKSI : Tidak, saya kan sangat percaya dengan Pak Soleh
PH I : Mohon Bapak Bakri sampaikan apa yang sebenarnya terjadi. Kalau
memang Pak Soleh tidak bersalah mohon untuk dibilang tidak. Ya
SAKSI : Ya Pak
PH I : Bisakah Bapak Beritahu terkait dengan objek rumah yang bapak
lakukan kerja sama dengan Bapak Soleh? Apakah benar rumah di
Jalan Kalijudan?
SAKSI : Ya, dua rumah di jalan Kalijudan Taruna IV nomor 70 dan 72
PH I : Bapak sudah lama kerja sama dengan Bapak Soleh?
SAKSI : Sebetulnya bukan kerja sama, tapi cuma sekali-sekali saja
PH I : Sudah berapa kali bapak melakukan kerja sama dengan Pak Soleh
SAKSI : Saya sudah lama kenal dengan Pak Soleh, sudah puluhan tahun. Jadi
saya sudah tidak ingat lagi
Hakim : Maaf, Pak Bakri ini apakah kerja sama atau jual beli?
SAKSI : Sebenarnya ini jual beli.
Hakim : Dalam Berita Acara Pemeriksaan di sini dijelaskan bahwa anda
meminjamkan uang kepada yang Soleh Harijanto, berarti disini anda
meminjamkan uang bukan membeli?
SAKSI : Nah itu dia didalam BAP itu saya tidak dijelaskan oleh Penyidik. Dan
saya tidak dibacakan cuman disruruh tanda tangan.
Hakim : Berarti anda tidak disuruh membaca dan tidak dijelaskan?
SAKSI : Tidak, waktu itu saya disuruh tanda tangan waktu itu di rumahnya
Pak Tomo, jam berapa waktu itu?
Hakim : Disini anda membeli atau memodali
SAKSI : Saya membeli Pak, dengan cara ngangsur
Hakim : Mohon kepada PH untuk menyebutkan bahwa disini Pak Bakri bukan
kerja sama atau memodali melainkan membeli agar tidak ada
kesimpang-siuran.
PH I : Baik, terima kasih Majelis Hakim. Dengan kalimat sederhana saja Pak
Bakri. Ketika Pak bakri melaksankan hubunga bisnis lah dengan Pak
Soleh itu pernah merasa dirugikan?
SAKSI : Tidak pernah sama sekali
PH I : Tapi malah diuntungkan?
SAKSI : Oh ya jelas itu Pak!
PH I : Terus setelah hubungan terkait denan rumah jalan Kalijudan Taruna
IV tersebut pernah lagi menjalin hubungan bisnis sampai sekarang
ini?
SAKSI : Tidak ada lagi Pak, sampai saat ini.
PH I : Terima kasih, dilanjutkan oleh rekan saya
PH II : Saya hanya mau melakukan flash back kembali, tadi Pak Haji bilang
bahwa Pak Haji menandatangani BAP ya?

57 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
SAKSI : Ya benar
PH II : Dirumahnya Pak Tomo kah?
SAKSI : Iya benar
PH II : Dalam memberikan keterangan Pak Haji ditanyakan ngak oleh Penyidik
pada saat itu?
SAKSI : Ya hanya sepintas gitu lo, karena pada saat itu saya kira hanya interen
saja
PH II : Maksudnya begini Pak Haji, sebelum Pak Haji menandatangani
apakah ditanya satu persatu oleh Penyidik?
SAKSI : Tidak sama sekali
PH II : Tidak sama sekali ditanyakan?
SAKSI : Tidak
PH II : Berarti saat itu di rumah siapa?
SAKSI : Di rumah Pak Tomo
PH II : Jadi gimana itu Penyidiknya?
SAKSI : Ya pada saat itu, penyidiknya datang dan menanyatakan yang intinya
saya menjadi saksi terkait dengan rumah angsuran, itu aja!
PH II : Cuma itu yang dijelaskan oleh Polisinya?
SAKSI : Iya, pada saat itu ada Pak Soleh juga
PH II : Kemudian, Pak Haji disuruh tanda tangan?
SAKSI : Iya
PH II : Berarti Pak haji tidak pernah diwawancarai satu persatu oleh
penyidik ya?
SAKSI : Ya, tidak pernah sama sekali
PH II : Berarti cuma disuruh tanda tangan gitu aja?
SAKSI : Iya, cuma disuruh tanda tangan aja
PH II : Pada saat itu Polisi berjumlah berapa orang?
SAKSI : Cuma satu orang
PH II : Cukup yang mulia.
Hakim : Kepada Terdakwa ada yang perlu di sampaikan? Bagaimana dengan
keterangan dari Terdakwa apakah benar atau tidak?
Terdakwa : Sebagian benar dan ada sebagian yang tidak benar
Hakim : Di bagian mana yang tidak benar tersebut?
Terdakwa : Soal keuntungan yang diperoleh, bukan Rp.100 juta melainkan Rp.50
juta
Hakim : Bagaiman saudara Saksi
SAKSI : Ya, kira-kira kurang lebih segitu
Hakim : Yang benar mana Rp.50 juta atau Rp.100 juta?
SAKSI : Ya kira-kira diantara itu soalnya memberikan keuntungan itu kan sudah
lama
Hakim : Gini saja, anda ingat Rp.100 juta atau Rp.50 juta?
SAKSI : Ya kira-kira segitu Pak? Tapi saya yakin ngak lebih dari Rp.100 juta

58 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Hakim : Berarti kira-kira bias 99,9 juta ya?
SAKSI : Ya bisa pak
Hakim : Ada lagi yang mau di tanyakan?
JPU : Ada majelis, Pak Bakri, ketika Bapak melakukan perjanjian jual beli
dengan Pak Soleh terkait dengan rumah tersebut apakah Bapak
memiliki bukti perjanjian jual beli tersebut?
SAKSI : Tidak ada buk
JPU : Berarti secara lisan saja?
SAKSI : Iya, yang penting saya di kasih kwitansi dan saya trus ngangsur

 Saksi Sunaryo alias KWEEK SIK PEON ; pada dasarnya di bawah di


persidangan menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
Hakim : Saudara tahu pekerjaan dari Terdakwa ini?
Saksi : Bangun rumah
Hakim : Apakah dia bangun rumah secara sendirian atau kerja sama
Saksi : Sendirian
Hakim : Sejak kapan?
Saksi : Kira-kira sejak 2008
Hakim : Apakah masih sampai sekarang atau setidaknya sampai di tangkap, atau
masih ada proyeknya yang lain yang masih terbengkalai?
Saksi : Saya tidak tahu pak.
Hakim : Kalau Terdakwa melakukan perjanjian-perjanjian dengan orang lain
apakah saudara tahu?
Saksi : Tahu ada perjanjian pinjam uang
Hakim : Perjanjian pinjam uang dengan siapa?
Saksi : Dengan Pak Irwan
Hakim : Saudara tahu bahwa Terdakwa pernah melakukan perjanjian dengan
Pak Irwan, kapan?
Saksi : Tahun 2008
Hakim : Itu minjam uang untuk apa?
Saksi : Untuk bangun rumah
Hakim : Sebelum minjam uang dengan Pak Irwan apakah rumah tersebut telah
dibangun?
Saksi : Ya sedang melakukan pembangunan, Pak Soleh melakukan pinjaman
uang kepada Pak Irwan.
Hakim : Selain Pak Irwan kepada siapa saja Pak Soleh meminjam uang, apakah
saudara tahu?
Saksi : Ya cuma kepada Pak Irwan
Hakim : Sudah dikembalikan uang kepada Pak Irwan itu?
Saksi : Kalau itu saya ngak tahu.
Hakim : Bagaimana anda mengetahui bahwa Terdakwa meminjam uang kepada
Pak Irwan

59 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Saksi : Ya, waktu Pak Soleh menerima uang dari Pak Irwan itu saya ikut
Hakim : Berapa banyak?
Saksi : Rp.350 juta
Hakim : Itu dimana kejadian tersebut?
Saksi : Di Pabrik
Hakim : Di pabriknya Pak Irwan?
Saksi : Iya
Hakim : Berarti Terdakwa datang ke Pabriknya Pak Irwan, terus saudara, siapa
lagi?
Saksi : Bu Arsasi
Hakim : Apakah ada orang lain lagi?
Saksi : Pak Irwan
Hakim : Imron ikut ngak?
Saksi : Ngak
Hakim : Jadi saudara sebagai saksi di situ?
Saksi : Ya
Hakim : Adakah kwitansi yang saudara tanda tangani?
Saksi : Tidak
Hakim : Begini saudara, terdakwa kan minjam duit! Kalau minjam duit kan ada
kwitansi “telah terima sejumlah uang untuk pembayaran ini dan lain-lain
Saksi : Saya ngak tahu soal itu pak.
Hakim : Tidak tahu saudara, tadi kan saudara ada tiga orang yakni Terdakwa,
saudara sasi dan saudara, saudara melihat pada waktu itu ya? Dapat
bagian kah saudara terima duit?
Saksi : Tidak saya, cuma kerja
Hakim : Saudara pelaksana rumah gitu ya?
Saksi : Iya saya pelaksana pembangunan rumah.
Hakim : Saudara punya CV gitu ya?
Saksi : Bukan, usaha kecil-kecilan pak!
Hakim : Yang meskipun namanya usaha kecil-kecilan, yang bangun rumah ya tetap
bangun rumah! Saudara Penasihat Hukum ada yang mau di tanyakan?
PH : Cukup Majelis.
Hakim : Bagaimana Bu Jaksa Penuntut Umum?
JPU : Ada majelis,
Hakim : Silahkan
JPU : Terima kasih Majelis, Saudara saksi tadi bekerja dengan Pak Soleh?
Saksi : Iya
JPU : Sudah berapa lama saudara bekerja dengan Pak Soleh?
Saksi : Sudah tiga tahun yang lewat lah
JPU : Tiga tahun itu sejak kapan? Sebelum 2008 sudah ikut?
Saksi : Sudah
JPU : 2007?

60 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Saksi : Sudah ikut
JPU : 2006?
Saksi : Ya kira-kira 2006 lah
JPU : Bapak tadi bilang bahwa perjanjian yang Rp.350 juta itu hutang piutang!
Saksi : Iya
JPU : Bapak pernah tahu ada perjanjian jual beli rumah antara Terdakwa
dengan Pak Irwan?
Saksi : Tidak Tahu, sepengetahuan saya pada saat itu saya disuruh menjadi
saksi dan tanda-tangan penyerahan uang
JPU : Tanda tangan apa?
Saksi : Tanda tangan sebagai saksi penyerahan uang dari Pak Irwan kepada
Soleh Harijanto
JPU : Iya, Bapak kan tanda tangan, tanda tangan itu kan di atas kertas.
Sekarang kertas nya itu apakah tanda terima atau berupa?
Saksi : Tanda terima cek dari Pak Irwan kepada Soleh Harijanto
JPU : Bapak pernah tanda tangan di cek?
Saksi : Tidak, saya tanda tangan sebagai orang menyaksikan penyerahan uang
JPU : Ya penyerahan uang dari Pak Irwan Candara kepada Soleh Harijanto
melalui Bank Danamon. Tapi bapak tanda tangan itu apakah di atas kertas
yang bentuknya perjanjian atau seperti apa?
Saksi : Ya itu tanda tangan sebagai saksi penyerahan uang
JPU : Bagaimana kalau saya perlihatkan surat? Tapi sebelumnya saya mau nanya
apakah Bapak bisa tanda tangan?
Saksi : Ya bisa
JPU : Mohon tanda tangan dulu di kertas ini. Mohon maaf majelis ini untuk
mencocokkan tanda tangan
Saksi : Baik
JPU : Apakah benar di dalam perjanjian jual beli ini terdapat tanda tangan
saudara? (JPU memperlihat kan surat di Meja Majelis Hakim)
Saksi : Iya (menunjukan tanda tangan nya)
JPU : Bapak bisa baca tulis kan?
Saksi : Iya
JPU : Mari kita baca pak, inikan ada perjanjian jual beli? Benarkan?
Saksi : Iya
JPU : Disini terlihat adanya perjanjian jual beli antara Irwan Candra dengan
Soleh Harijanto
Saksi : Iya
JPU : Terus kok bapak tahu itu perjanjian hutang piutang?
Saksi : Ya kan memang begitu mbak, Pak Soleh minjam uang dan uang tersebut
akan dikembalikan lagi
JPU : Bapak tahu tidak setelah tanda tangan ini, Pak Soleh menerima uang
dari Pak Irwan, Pak Soleh memberikan jaminan berupa Petok D ke Pak

61 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Irwan?
Saksi : Iya tahu
JPU : Ada yang mau Bapak terangkan lagi?
Saksi : Cukup
JPU : Bapak tahu tidak bahwa apakah tanggungan dari Pak Soleh kepada Pak
Irwan itu sebanyak Rp.350 juta sudah dikembalikan apa belum?
Saksi : Kalau itu saya tidak tahu mbak.
JPU : Cukup majelis

 Keterangan Terdakwa Soleh Harijanto Bin Slamet aliah Hok Kian


Lai, yang pada pokoknya menyebutkan hal-hal sebagai berikut:

Hakim : Saudara Terdakwa, Saudara pernah ada hubungan kerjasama dengan


Saudara Irwan?
Terdakwa : Hubungan hutang piutang Pak
Hakim : Berapa kali anda meminjam uang kepada Saudara Irwan
Terdakwa : Ada beberapa kali pak
Hakim : Itu kejadiannya kapan dari awal?
Terdakwa : Kalau yang tahun 2008 itu saya minjam Rp.350 juta dikembalikannya
Rp.450 juta
Hakim : Ngak dari awal maksudnya
Terdakwa : Lupa saya pak
Hakim : Biasanya anda meminjam uang itu kepada Pak Irwan bagaimana?
Terdakwa : Sekitar Rp.350 juta
Hakim : Kalau terkait dengan uang yang saudara pinjam itu apakah Irwan
mengetahui ndak kalau uang tersebut buat bangun rumah?
Terdakwa : Tahu Pak
Hakim : Terus pengembaliannya bagaimana? Mengembalikan duit atau Irwan
dapat rumahnya?
Terdakwa : Mengembalikan uang Pak, karena dia (Saudara Irwan) hanya
menginginkan keuntungan.
Hakim : Waktu pengembaliannya kapan?
Terdakwa : Biasanya 5 (lima) sampai 6 (enam) bulan Pak.
Hakim : Itu saudara menjanjikan mengembalikannya berapa? Atau dapat
memberikan keuntungan itu berapa?
Terdakwa : Rp.100 juta sampai Rp.150 juta
Hakim : Itu terkait dengan keuntungan pengembalian itu tergantung terhadap
apa?
Terdakwa : Tergantung terhadap jangka waktu pengembalian.
Hakim : Oke. Ini terkait dengan kejadian yang terakhir (Tahun 2008) itu
saudara meminjam berapa itu?
Terdakwa : Rp.350 juta

62 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Hakim : Saudara berjanji mengembalikan berapa?
Terdakwa : Saya bayar Rp.500 juta karena telat. Tapi aslinya Rp. 450 juta.
Berhubung waktu itu (waktu pengembalian uang) saya belum bisa,
maka saya menghubungi Pak Bakri untuk bayarkan rumah tersebut.
Hakim : Kenapa kok melibatkan Pak Bakri. Yang pinjam itu kan Saudara
kenapa harus Pak Bakri?
Terdakwa : Saya Pak. Jadi waktu itu hampir habis waktunya (batas pengembalian
uang kepada Pak Irwan) maka saya minta tolong kepada Pak Bakri
untuk membayar rumah tersebut. Dan saya terangkan kepada Pak
Bakri bahwa ini ada 2 (dua) rumah yang mau dijual nanti saya kasih
keuntungan. Setelah itu Bu Sasi yang langsung nego dan
membayarkan kepada Pak Irwan.
Hakim : Pertanyaannya kok harus Pak Bakri yang membayarkan kepada Pak
Irwan?
Terdakwa : Jadi itu memakai uang dari Pak Bakri dan Bu Sasi yang
menyetorkannya ke Pak Irwan
Hakim : Jadi bagaimana keterlibatan dari Pak Bakri ini? Itu atas permintaan
saudara atau permintaan Irwan?
Terdakwa : Itu inisiatif saya Pak kalau tidak nanti saya kena denda karena
terlambat bayar
Hakim : Ya, kalau hutang (kepada Pak Irwan) itu kan mau anda bayar juga! Terus
kok harus memakai nama H. Bakri? Tadi kan versi saudara tadi Pak
Bakri kan membeli rumah tersebut kok penyerahan uang ke Irwan itu
harus memakai nama Pak Bakri?
Terdakwa : Terkait dengan Pak Bakri sebenarnya bukan jual beli pak. Hanya saja
saya kerja sama dengan Pak Bakri untuk meminjamkan saya uang
untuk membayar ke Irwan. Nanti Pak Bakri saya kasih keuntungan juga.
Hakim : Jadi dengan Pak Bakri kerjasama? Dan Kalau dengan Irwan pinjam
uang?
Terdakwa : Iya
Hakim : Oke katakanlah anda kerja sama dengan Pak Bakri, tapi kok Pak Bakri
yang menemui Irwan. Antara Pak bakri dan Irwan kan tidak ada
hubungan apa-apa?
Terdakwa : Iya pak, memang tidak ada Pak. Itu Cuma saya aja yang nyuruh pak,
saya nyuruh Bu Sasi untuk menemui Irwan.
Hakim : Kenapa tidak saudara saja secara langsung? Kan versi saudara tadi itu
anda pinjam uang dengan dengan Irwan kan tidak ada kaitannya
dengan rumah. Sementara itu Pak Bakri kan beli rumah. Misalnya saya
pinjam uang kepada saudara dan saya jual rumah saya, kenapa harus
pembeli rumah saya berhubungan dengan anda? Kenapa bukan saya
saja? Andakan tidak jual beli rumah dengan Pak Irwan?
Terdakwa : Bukan Pak.
Hakim : Terus kok harus H.Bakri yang menemui dan membayar ke Pak Irwan?

63 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Terdakwa : Ya pak itu inisiatif saya sendiri
Hakim : Apakah Saudara yang menyuruh Pak Bakri untuk membayar ke Pak
Irwan?
Terdakwa : Tidak Pak, saya menyuruh Bu Sasi membayar kepada Pak Irwan
Hakim : Tidak ada complain pada saat itu
Terdakwa : Tidak ada
Hakim : Itu hutang kapan?
Terdakwa : Hutang tahun 2008 Pak
Hakim : Setelah itu ada lagi hutang?
Terdakwa : Tidak ada pak
Hakim : Silahkan kepada JPU
JPU : Saudara Terdakwa, Pak Soleh tadikan menjelaskan bahwa hubungan
Pak Soleh itu dengan Pak Irwan adalah bentuk hutang piutang! Iya kan?
Terdakwa : Iya
JPU : Yang saya tanyakan, kenapa di kwitansi yang Bapak bayarkan kepada
Pak Irwan melalui Sasi saudara minta itu kwitansinya dari Pak Bakri.
Kalau anda berutang maka pengembaliannya harus dalam bentuk
uang kan?
Terdakwa : Iya
JPU : Yang saya tanyakan kenapa kalau memang saudara mengakui itu
bentuk hutang piutang mengapa anda melibatkan Pak Bakri,
meskipun itu uangnya dari Pak Bakri. Kan bisa saja dibikin disitu
nama anda?
Terdakwa : Iya uangnya kan dari Pak Bakri dan yang menyerahkannya Bu Sasi.
Dan yang nulis kwitansi itu kan Pak Irwan.
JPU : Betul, yang menyerahkan Bu Sasi dan menyuruh itu kan anda?
Terdakwa : Iya
JPU : Pak Irwan pun menerangkan bahwa ia menuliskan Pak Bakri dan Bu
Sasi. Pertanyaan saya kenapa kwitansi itu tidak dituliskan nama anda
sendiri? Kenapa harus memakai nama orang lain.
Terdakwa : Ya saya kan minta tolong Pak Bakri yang bayarkan dan makanya nama
Pak Bakri.
JPU : Ya, saudara kan tadi bilang bahwa hubungan Saudara dengan Pak Irwan
adalah hutang piutang?
Terdakwa : Iya
JPU : Makanya menjadi aneh!
Terdakwa : Begini bu, memang Pak Bakri dengan saya berhubungan sudah lama.
JPU : Iya
Terdakwa : Dan ketika itu waktu saya mau habis dan saya minta tolong kepada H.
Bakri bahwa ini ada rumah mau dijual dan dari pada saya kena bunga-
bunga terus!
JPU : Iya
Terdakwa : Nah ketika itu Pak Bakri belum punya uang makanya langsung saya

64 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
suruh Bu Sasi ngomong kepada Pak Irwan bahwa rumah itu untuk
diangsur.
JPU : Ya
Terdakwa : Itukan sebenarnya yang saya harus bayar itukan Rp.450 juta. Karena
saya ngangsur makanya jadinya Rp.500 juta bertambah Rp.50 juta.
JPU : Iya
Terdakwa : Dan ketika itu oke, maka saya langsung mintak Pak Bakri bayar dan
kasih DP.
JPU : Ya maksud saya apakah Pak Soleh bisa mengikuti aluran pemikiran
saya?
Hakim : Coba pertanyaannya diulangi!
JPU : Ya, Pak Soleh tadikan menerangkan bahwa hubungan Saudara
dengan Pak Irwan adalah hutang piutang dan pada saat saudara
membayarkan yang untuk tahun 2008 itu meskipun menurut Pak
Irwan itu untuk yang 2007, pada kwitansi itu anda meminta
dituliskan nama dari Pak Irwan, betul?
Terdakwa : Betul.
JPU : Nah, yang menjadi aneh buat saya kenapa kalau Saudara itu merasa
bahwa itu adalah hutang piutang anda dengan Pak Irwan dan Pak
Bakri tidak ada kaitan. Kenapa anda meminta di dalam kwitansi itu
dituliskan nama Pak Bakri padahal kata anda Pak Bakri tidak beli.
Kenapa ditulis nama Pak Bakri bukan nama anda! Itu alasannya
kenapa?
Terdakwa : Iya kalau atas nama saya, nanti Pak Irwan meminta bunga lebih lagi,
makanya Pak Bakri
JPU : Bukan, saya ngak ngomong soal bunga lagi. Tadi kan menurut saudara
itu hutang piutang dan anda mau membayar kenapa anda meminta
kepada Pak Irwan (melalui Bu Sasi) ditulis nama Pak Bakri/Bu Sasi
kenapa bukan di tulis nama Soleh! Alasannya kenapa?
Terdakwa : Lho itu kan uangnya Pak Bakri bukan uang saya
JPU : Tapi kan tidak ada kaitannya dengan Pak Irwan!
Terdakwa : Iya memang tidak ada, tapi kan utang saya sama Pak Bakri juga telah
lunas. Dan kwitansi itu pembayaran buat Pak Irwan.
JPU : Terus apa bedanya kalau di dalam kwitansi itu ditulis nama Pak Bakri
bukan nama Pak Soleh?
Terdakwa : Itu kan nanti uang yang diberikan oleh Pak Bakri itu kan sama dengan
uang saya. Karena nantinya saya akan ganti juga uang Pak Bakri itu.
JPU : Oke pak, itu biar nanti menjadi penilaian kita masing-masing. Karena
kalau kita nanti berdebat tidak akan selesai-selesai.
Pak Soleh masih ingat keterangan dari H. Bakri. Yang pada intinya saya
diminta tolong oleh Pak Soleh untuk membeli rumah tersebut dengan
cara ngangsur. Betul?
Terdakwa : Iya

65 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
JPU : Terus, H.Bakri mulai ngangsur dari 28 Januari 2009 terus sampai
September 2009 melaui Bu Sasi. Betul?
Terdakwa : Iya
JPU : Nah, pada saat pembayaran terakhir, September 2009, dimana Bu Sasi
memberikan uang sejumlah Rp. 30 juta terakhir dan itu klop menjadi
Rp. 500 juta. Pak Irwan memberikan pernyataan kepemilikan sebidang
tanah untuk disampaikan kepada Pak Soleh. Pak Soleh juga mengiyakan
kan?
Terdakwa : Iya
JPU : Sekarang kita kembali kepada 2 (dua) saksi, ternyata merupakan
pembeli 2 (dua) unit rumah objek perjanjian antara Pak Soleh dengan
Pak Irwan di Jalan Kalijudan Taruna IV Nomor 70 dan 72 yakni Bapak
Soegianto dan Bapak Lie Fi Fat. Hingga pada September 2009 Pak Soleh
menerima bukti kepemilikan sebidang tanah dari Pak Irwan. Apakah itu
namanya bukti kepemilikan tanah atau Petok itu merupakan objek
perjanjian Tahun 2008 atau objek perjanjian Pak Irwan yang telah
berlalu? Saya mau menelusurinya.
Terdakwa : Ya untuk yang itu.
JPU : Okey, September 2009 Bu Sasi menerima Petok dari Pak Irwan.
Sementara itu kalau bapak mengklaim bahwa petok itu masih sama
Pak Irwan. Sementara itu 23 Januari 2009 Petok tersebut telah dipecah.
Hal tersebut sebagaimana keterangan dari Pak Lurah bahwa tanpa
adanya Petok yang asli yakni Petok yang Pak Soleh jadikan sebagai
objek perjanjian Tahun 2008 pemecahan petok tersebut tidak mungkin
dilaksanakan. Berarti disini ada 2 (dua) Petok. Akan tetapi jika Pak
Soleh mengakui bahwa Petok D tersebut telah Bapak ambil pada
Agustus 2008 maka alasannya logis.
Terdakwa : Memang dulu Petok itu pernah saya pinjam dan saya perlihatkan
kepada Pak Bakri sebelum Petok tersebut dipecah.
JPU : Persoalannya begini Pak Soleh, berdasarkan keterangan dari Pak Lurah
setelah Agustus 2009 tidak ada lagi pemecahan Petok. Sementara itu
berdasarkan keterangan dari saksi-saksi bahwa ketika ada pemecahan
pada 23 Januari dan Agustus 2009 itu tidak ada lagi pemecahan petok.
Nah sementara itu ketika Pak Soleh melaului Bu Sasi memberikan
angsuran mulai dari Januari 2009 sampai September 2009 klop Rp.500
juta. Itu ketika September 2009 itu Bu Sasi menerima petok lagi dari
Pak Irwan. Ini kan aneh berarti ada 2 (dua) Petok disini. Nah ini
gimana?
Terdakwa : Kalau itu saya ngak tahu buk.
JPU : Oke, kalau menjadi catatan bagi kita terkait dengan Petok. Jadi intinya
ada Penjualan kepada Soegianto Tjio dan Lie Fi Fat seharga Rp.665 juta,
betul?
Terdakwa : Iya

66 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
JPU : Sekarang saya tanyakan terkait dengan perjanjian yang 2008. Apakah
Pak Soleh pernah mengembalikan uang untuk dua unit rumah Tahun
2008 kepada Pak Irwan?
Terdakwa : Iya sudah, sudah lunas Bu
JPU : Iya, kemarin korban tidak membantah telah menerima uang
sebanyak Rp.500 juta tapi itu untuk pembayaran tanggungan Pak
Soleh Tahun 2007
Terdakwa : Bohong dia itu Buk.
JPU : Apakah pernah Bapak Soleh mempunyai tanggungan pada Tahun
2007 sama Pak Irwan?
Terdakwa : Pernah tapi itu udah selesai.
JPU : Apakah Pak Soleh menandatangani perjanjian kerja sama tahun 2007?
(memperlihatkan perjanjian)
Terdakwa : Pernah. Setiap saya meminjam uang selalu dibuatkan perjanjian.
JPU : Pertanyaan saya, kenapa untuk perjanjian tahun 2007 itu formatnya
lain sama Tahun 2008.
Terdakwa : Saya tidak tahu, saya kan percaya sama Pak Irwan.
JPU : Ya anda kan menandatangani dia atas kertas disitu ada perjanjian!
Terdakwa : Ya, saya kan minjam uang. Dan perjanjian itu saya tanda tangani.
Pokoknya pinjaman uang itu saya bayar.
JPU : Saksi korban memang tidak membantah bahwa telah menerima uang
sebanyak Rp.500 juta dari Saudara. Tapi itu untuk yang tahun 2007!
Terdakwa : Tidak benar itu.
JPU : Begini soalnya momen-moment dari pada Petok pemecahan semuanya
nyambung dari Pak Lurah dan Pembeli semuanya nyambung. Apakah
dalam perkara ini yang dilaporkan oleh korban itu nyambung apakah
diakui atau tidak menjadi catatan kita.
Hakim : Tanda tangan perjanjian yang diperlihatkan tadi itu apakah sudah
benar.
JPU : Yang 2007 itu tidak benar Pak
Hakim : Tidak benar. Dipersilahkan kepada Penasihat Hukum.
PH : Terima kasih Yang Mulia. Pak Soleh dan Yang Mulia kita disini hanya
berbicara soal perjanjian tahun 2008 karena itu yang sesuai dengan
Surat Dakwaan. Jadi kita tidak berfikir soal yang 2007 karena itu sudah
selesai. Pak Soleh tolong jelaskan sekali lagi soal pinjam meminjam
pada 2008 itu dimana Pak Soleh meminjam sebanyak Rp.350 juta dan
harus mengembalikan sebanyak Rp.450 juta.
Terdakwa : Betul
PH : Bahwa Pak Soleh telah melakukan pembayaran melalui Pak Bakri
sebanyak Rp. 500 juta. Atau di kwitansi yang tertulis dari Pak Bakri
tersebut dimaksudkan untuk membayar pinajaman yang harus
dikembalikan Rp.450 juta itu!
Terdakwa : Betul Pak.

67 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
PH : Tolong saudara jelaskan.
Terdakwa : Jadi pada waktu itu waktu saya untuk mau bayar hutang ke Pak Irwan
itu sudah mau hampir habis. Terus saya minta tolong kepada Pak
Bakri dengan memperlihatkan bahwa ada dua rumah yang akan
dijual kembali. Dan Pak Bakri menyanggupi akan tetapi Pak Bakri
tidak punya uang cash. Makanya dengan cara ngangsur dan
disepakati oleh Pak Irwan makanya hutang itu bertambah dari Rp.450
juta sampai Rp.500 juta. Bertambah Rp.50 juta.
PH : Itu rumah yang mana Pak?
Terdakwa : Rumah Jalan Kalijudan Taruna IV Nomor 70 dan 72
PH : Sebelumnya tidak ada masalah kan pak!
Terdakwa : Tidak ada
PH : Ini jadi bermasalah karena Irwan merasa belum dibayar padahal Pak
Soleh telah mengutus Pak Bakri untuk melakukan pembayaran
terhadap 2 (dua) unit rumah tersebut.
Terdakwa : Benar Pak karena kalau tidak saya bayar secepatnya maka hutang
saya sama Pak Irwan itu akan tambah besar.
PH : Cukup yang mulia
Hakim : Baik, Saudara dengan Pak Bakri itu dimana kerja samanya?
Terdakwa : Iya kalau saya dengan Pak Bakri itu kalau ada tanah dibangun rumah
nanti kalau saya lagi tidak punya uang maka saya pinjam uangnya Pak
Bakri dan nanti kalau rumah itu selesai dan dijual maka untungnya
kami bagi.
Hakim : Apakah dibuat dalam bentuk perjanjian?
Terdakwa : Tidak ada Pak, kita saling percaya pak
Hakim : Kalau dengan Pak Irwan anda tidak percaya?
Terdakwa : Saya percaya Pak, tetapi Pak Irwannya yang ngak percaya dengan saya
Hakim : Anda kan bilang anda telah beberapa kali meminjam uang kepada
Pak Irwan kok perjanjiannya hanya satu ini?
Terdakwa : Ngak pak banyak. Setiap kali saya minjam uang selalu dibikin
perjanjian dan tidak hanya saya Pak. Teman-teman saya juga
demikian. Bahkan perjanjiannya itu tidak dikasihkan sama Pak Irwan
Hakim : Sama Si Irwan?
Terdakwa : Iya Pak saya bisa hadirkan saksi malahan Pak.
Hakim : Kalau dengan Haji Bakri. Andakan sudah lama berhubungan dengan
dia. Kenapa tidak kepada H. Bakri saja anda pinjam?
Terdakwa : Pada waktu itu H. Bakri tidak punya uang. Ya pada waktu perjanjian
Tahun 2008 itu pun saya minta tolong sama Bakri. Setelah saya
sebutkan nanti akan ada keuntungan, makanya pada waktu itu Pak
Bakri mengusahakan uang dengan cara angsuran.
Hakim : Terkait dengan pembelian oleh Lie Fi Fat, itu apa hubungannya
dengan H. Bakri
Terdakwa : Itu saya dengan Lie Fi Fat pak, kalau H. Bakri tidak tahu apa-apa.

68 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Ketika uangnya sudah sampai Rp. 500 juta beberapa bulan kemudian
saya kembalikan dan saya kasih keuntungan.
Hakim : Jadi belum dibeli oleh Lie Fi Fat sudah dibeli oleh H. Bakri?
Terdakwa : Iya Pak 3 (tiga) bulan sebelum dibeli Lie Fi Fat. Tapi kan Pak Bakri
tidak mau tahu soal kepada siapa rumah itu dijual yang penting
uangnya kembali dan dia dapat untung.
Hakim : Kalau jarak antara rumah yang dibeli Soegianto dan Lie Fi Fat itu duluan
mana?
Terdakwa : Duluan Soegianto
Hakim : Soegianto itu dibeli berapa?
Terdakwa : Lupa pak.
Hakim : Lupa ya?
Terdakwa : Iya
Hakim : Begini, saudara itu meminjam uang kepada Pak Irwan itu kan untuk
membangun dua unit rumah. Dimana saudara itu meminjam
sebanyak Rp.350 juta. Irwan sendiri tidak ingin memiliki rumah itu!
Terdakwa : Iya Pak. Yang penting dia (Irwan) untung.
Hakim : Dan menurut Saudara, Saudara telah mengembalikan uang tersebut
sebanyak Rp.450 juta. Bahkan lebih ya menjadi Rp.500 juta?
Terdakwa : Iya pak. Lebih Rp. 50 juta
Hakim : Yang Rp. 50 juta itu diperjanjikan ngak?
Terdakwa : Tidak Pak, Cuma kan pada waktu itu pembayarannya ngangsur. Itu
yang pergi Bu Sasi. Dikatakan bahwa ada Pak Bakri mau beli rumah
itu dengan cara ngangsur. Jadi Pak Irwan menyepakati
pembayarannya Rp.500 juta atau nambah Rp.50 juta.
Hakim : Jadi betul ya yang membayar itu Bu Sasi?
Terdakwa : Betul Pak
Hakim : Atas suruhan saudara ya?
Terdakwa : Betul Pak
Hakim : Kenapa kalau tidak saudara saja yang bayar sendiri kenapa harus Pak
Bakri?
Terdakwa : Kalau saya yang pergi, nanti pasti diminta lebih mahal lagi oleh Pak
Irwan. Saya itu tahu Pak Irwan orangnya seperti apa. Yang penting itu
uang yang dibayarkan oleh Pak Bakri itu nanti menjadi uang saya
setelah lunas bayar ke Pak Bakri.
Hakim : Berarti uang yang dibayarkan oleh Pak Bakri itu uang Saudara itu?
Terdakwa : Iya uang saya juga. Kan nanti saya bayar ke Pak Bakri kembali.
Hakim : Saudara pinjam dari Pak Bakri ya?
Terdakwa : Ya bukan pinjam Pak, cuman kan ada rumah yang mau dijualkan
kembali. Ini uang nya butuh sekian cak! Gitu aja Pak
Hakim : Jadi Saudara Bakri itu belinya sama saudara ya?
Terdakwa : Ya pak, beli atas permintaan saya Pak.
Hakim : Berapa lama H.Bakri mendapat untung dari Saudara itu?

69 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Terdakwa : Sekitar 2 (dua) bulan setelah pelunasan
Hakim : Saya bukan bermaksud Rasis ya! Biasanya Chinese situ kan punya
perhitungan yang bagus. Kalau begitu Saudara bekerja ya untungnya
habis orang lain saja. Habis sama Pak Irwan dan H. Bakri.
Terdakwa : Saya dapat untung hanya pembangunan rumah. Makanya saya tidak
mau lagi kerja sama dengan Pak Irwan dan saya saat ini meminjam ke
Bank.

BARANG BUKTI:

Bahwa dalam persidangan ini, rekan Penuntut Umum telah mengajukan


barang bukti berupa:
1. 1 (satu) buku foto kopi legalisir Pengadilan Negeri Surabaya, Surat
Perjanjian Jual Beli tertanggal 01 Maret 2008 yang ditandatangani oleh
Sdr. IRWAN CANDRA dan Sdr. SOLEH HARIJANTO
2. 1 (satu) buku foto kopi legalisir Pengadilan Negeri Surabaya, Kwitansi
senilai Rp. 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah) tertanggal
28 Pebruari 2008 yang ditandatangani oleh Sdr. SOLEH HARIJANTO
3. 1 (satu) lembar asli Surat Keterangan Riwayat tanah No : 539 / 03 /
436.11.20.6.2013, tanggal 16 januari 2013 yang ditandatangani oleh
Lurah Kalijudan Sdr. SUBAKIR, S.Sos, MM
4. 1 (satu) lembar foto kopi legalisir Kel. Kalijudan, Petok / Buku C Kel.
No: 1120, Persil No. 25 Klas II luas 2.230 M2 atas nama RAPIAH b.
ADJI
5. 1 (satu) lembar foto kopi legalisir Kel. Kalijudan, Petok / Buku C Kel.
No: 1120, Persil No. 25 Klas II luas 2.230 M2 atas nama SUPRIJO
6. 1 (satu) lembar foto kopi legalisir Kel. Kalijudan, Petok / Buku C Kel.
No: 385 Persil No : 28 Klas II luas 220 M2 atas nama M. SUPRIJO
7. 1 (satu) lembar foto kopi legalisir Kel. Kalijudan, Petok / Buku C Kel.
No: 4014 Persil No : 28 Klas II luas 220 M2 atas nama Sdr. SOLEH
HARIJANTO
8. 1 (satu) lembar foto kopi legalisir Kel. Kalijudan, Petok / Buku C Kel.
No: 4158 Persil No : 28 Klas II luas 91 M2 atas nama Sdr. SUGIANTO
TJIO
9. 1 (satu) lembar foto kopi legalisir Kel. Kalijudan, Petok / Buku C Kel.
No: 4254 Persil No : 28 Klas II luas 91 M2 atas nama Sdr. LIE PIE FAT
10. 1 (satu) foto kopi legalisir Pengadilan Negeri Surabaya, Surat
Perjanjian Kerjasama tertanggal 14 Pebruari 2007 yang ditandatangani
oleh Sdr. IRWAN CANDRA dan Sdr. SOLEH HARIJANTO

70 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
11. 1 (satu) lembar Foto Kopi legalisir Pengadilan Negeri Surabaya,
Kwitansi tertanggal 28 Januari 2009 senilai Rp 75.000.000,- (tujuh
puluh lima juta rupiah) yang ditandatangani oleh Sdr. IRWAN CANDRA
12. 1 (satu) lembar Foto Kopi legalisir Pengadilan Negeri Surabaya,
Kwitansi tertanggal 11 Pebruari 2009 senilai Rp 125.000.000,- (Seratus
dua puluh lima juta rupiah) yang ditandatangani oleh Sdr. IRWAN
CANDRA
13. 1 (satu) lembar Foto Kopi legalisir Pengadilan Negeri Surabaya,
Kwitansi tertanggal 20 Maret 2009 senilai Rp 50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah) yang ditandatangani oleh Sdr. IRWAN CANDRA pada
tanggal 20 maret 2009
14. 1 (satu) lembar Foto Kopi legalisir Pengadilan Negeri Surabaya,
Kwitansi tertanggal 15 April 2009 senilai Rp 50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah) yang ditandatangani oleh Sdr. IRWAN CANDRA
15. 1 (satu) lembar Foto Kopi legalisir Pengadilan Negeri Surabaya,
Kwitansi tertanggal 13 Mei 2009 senilai Rp 100.000.000,- (seratus juta
rupiah) yang ditandatangani oleh Sdr. IRWAN CANDRA
16. 1 (satu) lembar Foto Kopi legalisir Pengadilan Negeri Surabaya,
Kwitansi tertanggal 30 Mei 2009 senilai Rp 50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah) yang ditandatangani oleh Sdr. IRWAN CANDRA
17. 1 (satu) lembar Foto Kopi legalisir Pengadilan Negeri Surabaya,
Kwitansi tertanggal 10 Agustus 2009 senilai Rp 20.000.000,- (dua
puluh juta rupiah) yang ditandatangani oleh Sdr. IRWAN CANDRA
Serta dalam hal ini kami selaku penasihat hukum terdakwa turut mengajukan
bukti tertulis berupa Pendapat Hukum (Legal Opinion) dari ahli hukum pidana
Prof. H. Didik Endro Purwoleksono, yang pada dasarnya menyatakan:
 Terjadinya perbuatan hukum antara sdr. Soleh Harijanto dengan Sdr.
Irwan Candra adalah adanya “perjanjian” (apapun bentuknya, apakah
“perjanjian hutang piutang” ataupun “perjanjian jual beli rumah”),
sehingga hal ini ranahnya adalah hukum perdata. Manakala salah satu
pihak melakukan ingkar janji, maka hal ini merupakan bentuk adanya
wanprestasi dari pihak yang ingkar janji
 Dikaitkan dengan Pasal 372 KUHP dan/atau Pasal 378 KUHP, maka
unsur pada pasal-pasal ini tidak terpenuhi dan tindakan atau
perbuatan Sdr. Soleh Harijanto bukan merupakan tindak pidana
penggelapan maupun tindak pidana penipuan

TUNTUTAN PENUNTUT UMUM

Majelis Hakim Yang Mulia;

71 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;

Bahwa surat tuntutan pidana yang diajukan Rekan Penuntut Umum dengan
No. Reg. Perk : PDM – 747 / Epp.2 / 07 / 2013 yang telah dibacakan pada
persidangan hari Selasa tanggal 29 Oktober 2013 , telah menuntut klien kami
Terdakwa Soleh Harijanto Bin Slamet alias Hok Kian Lai sebagai berikut :

1. Menyatakan terdakwa SOLEH HARIJANTO Bin SLAMET alias HOK KIAN


LAI telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana penggelapan sebagaimana diuraikan pada dakwaan
kedua pasal 372 KUHP
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa SOLEH HARIJANTO Bin
SLAMET alias HOK KIAN LAI dengan pidana penjara selama 1 (satu)
tahun dan 10 (sepuluh) bulan dikurangi selama terdakwa berada
dalam tahanan sementara, dengan perintah terdakwa tetap ditahan
3. Menetapkan barang bukti berupa :
1) 1 (satu) buku foto kopi legalisir Pengadilan Negeri Surabaya,
Surat Perjanjian Jual Beli tertanggal 01 Maret 2008 yang
ditandatangani oleh Sdr. IRWAN CANDRA dan Sdr. SOLEH
HARIJANTO
2) 1 (satu) buku foto kopi legalisir Pengadilan Negeri Surabaya,
Kwitansi senilai Rp. 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta
rupiah) tertanggal 28 Pebruari 2008 yang ditandatangani oleh
Sdr. SOLEH HARIJANTO
3) 1 (satu) lembar asli Surat Keterangan Riwayat tanah No : 539 /
03 / 436.11.20.6.2013, tanggal 16 januari 2013 yang
ditandatangani oleh Lurah Kalijudan Sdr. SUBAKIR, S.Sos, MM
4) 1 (satu) lembar foto kopi legalisir Kel. Kalijudan, Petok / Buku C
Kel. No : 1120, Persil No. 25 Klas II luas 2.230 M2 atas nama
RAPIAH b. ADJI
5) 1 (satu) lembar foto kopi legalisir Kel. Kalijudan, Petok / Buku C
Kel. No : 1120, Persil No. 25 Klas II luas 2.230 M2 atas nama
SUPRIJO
6) 1 (satu) lembar foto kopi legalisir Kel. Kalijudan, Petok / Buku C
Kel. No :385 Persil No : 28 Klas II luas 220 M2 atas nama M.
SUPRIJO
7) 1 (satu) lembar foto kopi legalisir Kel. Kalijudan, Petok / Buku C
Kel. No : 4014 Persil No : 28 Klas II luas 220 M2 atas nama Sdr.
SOLEH HARIJANTO

72 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
8) 1 (satu) lembar foto kopi legalisir Kel. Kalijudan, Petok / Buku C
Kel. No : 4158 Persil No : 28 Klas II luas 91 M2 atas nama Sdr.
SUGIANTO TJIO
9) 1 (satu) lembar foto kopi legalisir Kel. Kalijudan, Petok / Buku C
Kel. No : 4254 Persil No : 28 Klas II luas 91 M2 atas nama Sdr.
LIE PIE FAT
10)1 (satu) foto kopi legalisir Pengadilan Negeri Surabaya, Surat
Perjanjian Kerjasama tertanggal 14 Pebruari 2007 yang
ditandatangani oleh Sdr. IRWAN CANDRA dan Sdr. SOLEH
HARIJANTO
11)1 (satu) lembar Foto Kopi legalisir Pengadilan Negeri Surabaya,
Kwitansi tertanggal 28 Januari 2009 senilai Rp 75.000.000,-
(tujuh puluh lima juta rupiah) yang ditandatangani oleh Sdr.
IRWAN CANDRA
12)1 (satu) lembar Foto Kopi legalisir Pengadilan Negeri Surabaya,
Kwitansi tertanggal 11 Pebruari 2009 senilai Rp 125.000.000,-
(Seratus dua puluh lima juta rupiah) yang ditandatangani oleh
Sdr. IRWAN CANDRA
13)1 (satu) lembar Foto Kopi legalisir Pengadilan Negeri Surabaya,
Kwitansi tertanggal 20 Maret 2009 senilai Rp 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah) yang ditandatangani oleh Sdr. IRWAN
CANDRA pada tanggal 20 maret 2009
14)1 (satu) lembar Foto Kopi legalisir Pengadilan Negeri Surabaya,
Kwitansi tertanggal 15 April 2009 senilai Rp 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah) yang ditandatangani oleh Sdr. IRWAN
CANDRA
15)1 (satu) lembar Foto Kopi legalisir Pengadilan Negeri Surabaya,
Kwitansi tertanggal 13 Mei 2009 senilai Rp 100.000.000,-
(seratus juta rupiah) yang ditandatangani oleh Sdr. IRWAN
CANDRA
16)1 (satu) lembar Foto Kopi legalisir Pengadilan Negeri Surabaya,
Kwitansi tertanggal 30 Mei 2009 senilai Rp 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah) yang ditandatangani oleh Sdr. IRWAN
CANDRA
17)1 (satu) lembar Foto Kopi legalisir Pengadilan Negeri Surabaya,
Kwitansi tertanggal 10 Agustus 2009 senilai Rp 20.000.000,-
(dua puluh juta rupiah) yang ditandatangani oleh Sdr. IRWAN
CANDRA
4. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar
Rp. 1000 (seribu rupiah)

73 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Bahwa dalam hal ini perlu kami sampaikan, Tuntutan yang diajukan oleh
Rekan Penuntut Umum telah jauh melampaui hal-hal yang seharusnya
diuraikan dalam suatu tuntutan. Pada dasarnya, apa yang diuraikan oleh
Penuntut Umum dalam suatu tuntutan adalah terkait dengan isi dakwaan
yang dikaitkan dengan fakta persidangan sesuai dengan alat bukti yang sah
yang dihadirkan dalam persidangan. Namun dalam tuntutan yang
diajukan Rekan Penuntut Umum pada perkara ini, sangat jelas telah
melampaui batas-batas yang harus ada dalam tuntutan, dimana
Rekan Penuntut Umum telah mendalilkan suatu fakta yang terjadi
pada hubungan hukum tahun 2007. Jelas sekali dan tegas, fakta ini
tidak pernah diungkapkan Rekan Penuntut Umum dalam Surat
Dakwaannya pada awal persidangan ini. Bahwa apa yang harus
diungkapkan Penuntut Umum dalam suatu tuntutan harus
dihubungkan dengan apa yang tertuang dalam surat dakwaannya
pada awal persidangan dan tidak melebar dari surat dakwaan. Ada
apakah sehingga Rekan Penuntut Umum menguraikan peristiwa yang tidak
pernah ada dan terurai dalam Surat Dakwaannya? Hal ini jelas membuktikan
Rekan Penuntut Umum telah melakukan kesalahan formil dalam Surat
Dakwaan dan Surat Tuntutannya dalam perkara ini.

Kami selaku Para Penasihat Hukum Terdakwa Soleh Harijanto Bin Slamet
alias Hok Kian Lai tidak sependapat dengan kesimpulan Rekan Penuntut
Umum ini, karena kesimpulan yang diambil Rekan Penuntut Umum tidak
didasarkan alat-alat bukti sebagaimana terungkap di persidangan, baik itu
melalui keterangan saksi-saksi, alat bukti surat dan keterangan terdakwa.
Kesimpulan Rekan Penuntut Umum dalam tuntutannya didasarkan pada
penyimpangan hukum pembuktian dengan tidak mencantumkan analisis fakta
yang sebenarnya. Dengan tidak dikemukakan analisis fakta yang sebenarnya
dalam Requisitoire telah membuktikan Rekan Penuntut Umum tidak dapat
membedakan mana fakta hukum dan mana yang bukan fakta hukum serta
membuktikan fakta-fakta yang digunakan Penuntut Umum untuk
membuktikan Dakwaan Alternatif Kedua yang menurut versi
Penuntut Umum telah terbukti secara sah dan menyakinkan
dilakukan oleh Terdakwa tidak didasari kepada fakta sebenarnya .
Begitu banyak fakta yang telah dimanipulasi sedemikian rupa oleh Penuntut
Umum dengan tujuan untuk mendukung surat tuntutannya tersebut, yang
tentunya hal ini dilakukan untuk mengelabui Majelis Hakim Yang Mulia serta
dengan tujuan untuk mencapai keinginan orang-orang tertentu yang sangat
menginginkan agar Terdakwa dijatuhi hukuman pidana.

74 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
ANALISIS HUKUM

Majelis Hakim Yang Mulia;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;

Proses peradilan pidana adalah proses persidangan yang sangat berbeda


dengan proses persidangan lainnya, karena dalam proses persidangan pidana
haruslah dapat diukur seberapa jauh kesalahan ( schuld) yang terdapat pada
diri terdakwa pada dugaan tindak pidana yang didakwakan tanpa ada
sedikitpun keraguan pada Majelis Hakim pemeriksa perkara tentang hal
tersebut. Untuk kemudian, berdasarkan hal ini, dapat pula diukur dan
dimintakan seberapa besar pertanggung jawaban pidana yang bisa dilekatkan
pada terdakwa.

Hal ini pula yang disampaikan Curzon LB Curzon dalam bukunya “ Criminal
Law” (London; M & E Pitman Publishing; 1997) yang menjelaskan:
“Bahwa untuk dapat mempertanggungjawabkan seseorang dan
karenanya mengenakan pidana terhadapnya, tidak boleh ada
keraguan sedikitpun pada diri hakim tentang kesalahan terdakwa”
Selanjutnya Prof. Moeljatno dalam bukunya “Asas-Asas Hukum Pidana”
(Jakarta; Bina Aksara; 1987) menerangkan:
“Orang tidak mungkin mempertanggungjawabkan (dijatuhi pidana)
kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana”

Karakteristik perkara pidana Indonesia telah menempatkan unsur yang


esensial dalam suatu perumusan delik, baik yang ujud perumusannya secara
tersirat maupun tersurat, yaitu apa yang dinamakan unsur melawan hukum
atau “wedderechttelijk”. Sebagai suatu delik formil, unsur melawan hukum
dalam suatu perumusan delik kerap menempatkannya sebagai suatu
perbuatan yang primaritas untuk menentukan dipidananya seseorang atau
tidak serta dikenal dengan istilah “strafbarehandeling”.

Perbuatan terdakwa yang dapat dipidana ( straafbarehandeling) terletak pada


wujud suatu perbuatan yang dirumuskan dalam ketentuan/pasal yang
mengaturnya, bukan pada akibat dari perbuatan sebagai bentuk dari delik
materil. Sebagai delik formil, konsekuensi hukum adalah penuntut umum
wajib membuktikan unsur esensial dari “ strafbarehandeling” atau perumusan

75 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
ketentuan yang didakwakan tersebut, begitu pula pembuktian terhadap unsur
yang merupakan “sarana” penggunaan dari strafbarehandeling tersebut.

Berbicara pertanggungjawaban pidana, semuanya akan sangat bergantung


dengan adanya tindak pidana (delik). Tindak pidana disini, berarti
menunjukkan adanya perbuataan yang dilarang. Leonard Switz pada bukunya
berjudul “Dilemma’s in Criminology” (New York; Mc. Graw Hill; 1967)
menyebutkan untuk dikatakan sebagai suatu tindak pidana (delik) jika telah
terpenuhinya 5 syarat, yaitu:
1. An act must take place that involves harm inflicted on someone by the
actor
2. The act must be legally prohibited in the time it is committed
3. The perpetrald must have criminal intent (mesn rea) whe he engages
in the act
4. There must be caused relationship between the voluntary misconduct
and the harm that result from it; and
5. There must some be legally prescribed punishment for anyone
convicted of the act

Kata delik atau delictum sendiri memiliki arti sebagai perbuatan yang dapat
dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-
undang. Dimana dalam hukum pidana sendiri kita mengenal dua jenis yaitu
delik formil yang perumusannya menitikberatkan pada perbuatan yang
dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang serta delik materil
yang perumusannya menitikberatkan pada akibat yang dilarang dan diancam
dengan pidana oleh undang-undang. Dan, pada delik ini sendiri Van Hattum
menyebutkan antara perbuatan dan orang yang melakukan sama sekali tidak
dapat dipisahkan.
Sementara itu, Prof. Satochid Kartenegara sehubungan dengan pengertian
delik ini sendiri menyebutkan, unsur delik terdiri atas unsur obyektif dan
unsur subyektif, dimana unsur obyektif adalah unsur yang terdapat di luar
diri manusia yaitu:
1. Suatu tindakan
2. Suatu akibat, dan
3. Keadaan (omstandigheid)
Dimana kesemuanya itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh
undang-undang.

Sedangkan unsur subyektif adalah unsur-unsur dari perbuatan yang dapat


berupa:

76 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
1. Kemampuan dapat dipertanggungjawabkan (toerekenings vatbaarheid)
2. Kesalahan (schuld)
Untuk melihat suatu tindak pidana (delik) tidaklah bisa berdiri sendiri-sendiri
karena baru akan bermakna apabila ada proses pertanggungjawaban pidana.
Artinya, setiap orang yang melakukan tindak pidana (delik) tidak dengan
sendirinya harus di pidana atau dijatuhkan hukuman, karena agar dapat di
jatuhi pemidaan atau hukuman terhadap seseorang maka pada diri orang
tersebut harus ada unsur dapat dipertanggungjawabkan secara pidana yang
dapat dimintakan ataupun dijatuhkan sesuai dengan unsur-unsur perbuatan
sebagaimana ditegaskan dalam peraturan perundang-undangan.
Herman Kontorowich, yang ajarannya diperkenalkan Prof Moeljatno
menyebutkan:
“Untuk adanya suatu penjatuhan pidana terhadap pembuat
(strafvorrassetzungen) diperlukan lebih dahulu pembuktian adanya
perbuatan pidana (strafbarehandlung), lalu sesudah itu diikuti dengan
dibuktikannya adanya ‘schuld’ atau kesalahan subyektif pembuat.
‘Schuld’ baru ada sesudah ada ‘unrecht’ atau sifat melawan hukum
suatu perbuatan”

Pertanggung jawaban pidana sendiri lahir dengan diteruskannya celaan


(verwijtbaarheid) yang obyektif terhadap perbuatan yang dinyatakan sebagai
tindak pidana berdasarkan hukum pidana yang berlaku dan diteruskannya
celaan yang subyektif kepada seseorang yang memenuhi syarat untuk
dijatuhi pidana karena perbuatannya.
(Dr. Dwija Priyatno, SH, MHum, Sp.N, Kebijakan Legislasi tentang Sistem
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Indonesia, CV Utomo, hal. 30)

Bahwa rumusan delik yang terdapat pada Pasal 378 KUHP dan Pasal 372
KUHP dalam proses pembuktian tidak hanya sekedar melihat
pertanggungjawaban pidana berdasarkan “materiele feit” sebagai delik
campuran saja, tetapi tetap harus berpegang pada asas pertanggungjawaban
pidana yang berlaku secara universal yang dikenal dengan “ Geen Straf
Zonder Schuld” (tiada pidana tanpa kesalahan), apakah schuld (kesalahan)
tersebut berupa opzet (kesengajaan) maupun berupa culpa (kelalaian)
dengan mengaitkan prinsip “formeele wedderechtelijkheid” dan adanya suatu
alasan penghapusan pidana berdasarkan fungsi negatif.

Kesalahan itu sendiri adalah unsur, bahkan merupakan syarat mutlak adanya
pertanggungjawaban yang berupa pengenaan pidana kepada seseorang.
Kesalahan juga merupakan asas fundamental dalam hukum pidana. Sesuai

77 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
dengan pandangan dualistis, yang juga dianut Prof. Moeljatno menegaskan
semua syarat yang diperlukan untuk pengenaan pidana harus lengkap
adanya dan menjadi suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Pandangan
ini pada dasarnya untuk mempermudah dalam melakukan sistematisasi
unsur-unsur dari tindak pidana, artinya dapat menggolongkan mengenai
unsur mana yang masuk dalam perbuatannya dan unsur mana yang
termasuk dalam unsur kesalahannya. Unsur-unsur kesalahan itu sendiri
dalam arti luas adalah :
1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat, artinya
keadaan jiwa si pembuat harus normal
2. Hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya yang berupa
kesengajaan / dolus atau kelalaian / culpa
3. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan
pemaaf
(Dr. Dwija Priyatno, SH, MHum, Sp.N, Kebijakan Legislasi tentang Sistem
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Indonesia, CV Utomo, hal. 36-41)

Perbuatan pidana dikenal dengan beberapa istilah seperti tindak pidana,


peristiwa pidana, dan delict. Yang dimaksud dengan perbuatan pidana ialah
suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman
pidana. Suatu peristiwa hukum dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana
kalau memenuhi unsur obyektif dan unsur subyektif.
Syarat yang harus dipenuhi (baik perbuatan yang memenuhi unsur obyektif
ataupun subyektif yang dipersyaratkan) dalam suatu peristiwa pidana ialah:
1. Harus ada suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum.
2. Dimana benar-benar ada suatu kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang atau beberapa orang sebagai suatu perbuatan tertentu
yang dapat dipahami oleh orang lain sebagai peristiwa.
3. Perbuatan tersebut harus sesuai dengan apa yang dilukiskan dalam
ketentuan hukum.
4. Perbuatan sebagai suatu peristiwa hukum memenuhi isi ketentuan
hukum yang berlaku. Pelakunya memang benar-benar telah berbuat
seperti yang terjadi dan terhadapnya wajib mempertanggungjawabkan
akibat yang timbul dari perbuatan itu. Berkenaan dengan syarat ini
hendaknya dapat dibedakan bahwa ada suatu perbuatan yang tidak
dapat disalahkan dan terhadap pelakunya tidak perlu
mempertanggungjawabkan.
5. Harus terbukti adanya kesalahan yang dapat dipertanggung jawabkan.

78 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
6. Perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang itu
harus dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang disalahkan oleh
ketentuan hukum.
7. Harus tersedia ancaman hukumannya.
8. Adanya ketentuan yang mengatur tentang larangan atau keharusan
dalam suatu perbuatan tertentu dan ketentuan tersebut memuat
sanksi ancaman hukumannya. Ancaman hukuman tersebut dinyatakan
secara tegas maksimal hukuman yang harus dilaksanakan oleh para
pelakunya.

Majelis Hakim Yang Mulia;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;

Sebagaimana yang telah kami diungkapkan diatas, dalam rangka


membuktikan semua unsur tindak pidana terlebih dahulu harus dipahami
mengenai sistem pertanggungjawaban pidana karena hal ini erat kaitannya
dengan penentuan terjadinya tindak pidana serta penentuan siapa
sebenarnya yang bertanggung jawab dalam perbuatan tersebut. Yang tak
kalah penting adalah dalam menentukan kesalahan dan/atau kesengajaan
harus ada atau mempunyai kehendak dan niat untuk berbuat dari si
pembuat/pelaku itu sendiri.

Sesuai dengan pendapat Roeslan Saleh, pembuktian akan kehendak untuk


berbuat tersebut berkaitan erat dengan syarat yang merupakan kekhususan
dari kealpaan yaitu:
1. Tidak menduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum
2. Tidak berhati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum.

Pembuktian terhadap syarat pertama dari kealpaan tersebut diletakkan pada


hubungan batin terdakwa dengan akibat yang timbul dari perbuatan atau
keadaan yang menyertainya. Dalam hal ini, perbuatan yang telah dilakukan
terdakwa itu seharusnya dapat dihindari karena seharusnya dapat menduga
lebih dahulu bahwa perbuatannya akan menimbulkan akibat yang dilarang
undang-undang. Menurut Memorie Van Toelichting, kata “dengan sengaja”
(opzettelijk) adalah sama dengan “willens en wetens” (dikehendaki dan
diketahui).

79 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Mengenai pengertian Memorie van Toelichting tersebut, Prof Satochid
Kartanegara mengutarakan bahwa yang dimaksud dengan opzet willens en
weten (dikehendaki dan diketahui) adalah:
“Seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja harus
menghendaki (willen) perbuatan itu serta menginsyafi atau mengerti
(weten) akan akibat dari perbuatan itu”
(Leden Marpaung; Asas-Teori-Praktik HUKUM PIDANA; Sinar Grafika; Jakarta;
2005; hal 13)

Majelis Hakim Yang Mulia;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;

Kita semua pernah mendengar dan membaca tentang “ MISCARRIAGE OF


JUSTICE” (kegagalan dalam penegakan keadilan). Miscarriage of Justice
merupakan persoalan universal dan aktual yang dihadapi hampir semua
negara dalam penegakan sistem peradilan pidananya. Seorang pejabat yang
mempunyai kuasa dan wewenang yang ada padanya justru memberikan
ketidakadilan dalam proses penegakan hukum. Sejak ribuan tahun lalu
hingga hari ini, kondisi ketidakadilan masih dirasakan meskipun berbagai
aturan hukum sudah dicoba untuk disempurnakan para pemikir hukum dan
legislator.

Demikian parahnya ketidakadilan yang dipertontonkan kepada kita semua,


sehingga situasi hukum di Indonesia digambarkan dalam kondisi disperate
(diartikan sebagai kondisi atau keadaan yang sangat menyedihkan dan
berada dalam keputusasaan), berada pada titik paling rendah (titik nadir),
kacau balau (chaos). Ketidakadilan yang dengan mudah ditemukan dalam
kasus-kasus hukum, khususnya dalam perkara-perkara pidana, telah hampir
sampai pada titik puncak, sehingga makna keadilan ( justice) yang
seyogyanya dicapai dan ditemukan pada proses peradilan pidana dipandang
telah gagal (miscarriage).

Miscarriage of Justice merupakan isu penting di tengah upaya memajukan


dan menegakkan hak-hak asasi manusia dan demokrasi yang merupakan
pilar penting pemerintah yang baik (good governence). Hal ini dapat
dibuktikan dengan gagalnya penegakan keadilan dalam kasus-kasus besar
(high profile cases) di beberapa negara, contohnya di Indonesia kasus
Sengkon dan Karta, di mana Sengkon dan Karta dituduh telah membunuh

80 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
dan selanjutnya menjalani pidana hukuman penjara, padahal pelakunya
adalah orang lain.

Menurut Clive Walker, terdapat 4 (empat) hal penting yang terkandung


dalam makna kegagalan dalam penegakan keadilan ( Miscarriage of justice),
yaitu:
1. Kegagalan penegakan keadilan tidak hanya terbatas pada produk
pengadilan atau dalam sistem Hukum Pidana, tetapi juga dapat terjadi
di luar pengadilan, dapat terbentuk oleh seluruh kekuasaan dari
penegak hukum yang bersifat memaksa (coercive powers);
2. Kegagalan penegakan keadilan dapat dilembagakan dalam hukum,
misalnya dalam bentuk legalisasi biaya-biaya tidak resmi;
3. Kegagalan penegakan keadilan harus pula mencakup kelemahan
negara ketika menjalankan tanggungjawabnya;
4. Kegagalan penegakan keadilan harus ditegaskan pada hal-hal yang
berkaitan dengan hak asasi manusia.

Istilah miscarriageof justice terus berkembang dan dipergunakan untuk


menggambarkan bahwa dalam sistem hukum negara-negara di dunia
terdapat kemungkinan terjadinya kesalahan dalam putusan pengadilan yang
menyebabkan seseorang harus menjalani hukuman atas kejahatan yang tidak
dilakukannya.

Berdasarkan hal tersebut, dalam pemeriksaan perkara terdakwa patutlah kita


semua, baik Rekan Penuntut Umum, Majelis Hakim atau kami sendiri selaku
Penasihat Hukum, berpegang teguh pada asas-asas yang terkandung dalam
penegakan keadilan dan harus menghindari tindakan-tindakan atau proses-
proses yang dapat merusak integritas sistem sebagai upaya menghindari
Miscarriage of Justice pada perkara a quo.
Putusan yang akan dijatuhkan Majelis Hakim haruslah putusan yang benar-
benar didasari pada “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA”, dan janganlah penghukuman itu berdasarkan ketidakjujuran
atau penipuan atau tidak berdasarkan hukum pembuktian serta tidak
menghormati hak-hak individu, apalagi penghukuman itu untuk memenuhi
keinginan oknum-oknum atau lembaga-lembaga tertentu guna menutupi
kesalahannya.

Majelis Hakim Yang Mulia;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;

81 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Dihubungkan dengan Surat Dakwaan Rekan Penuntut Umum pada awal
persidangan, maka untuk dapat menyatakan Terdakwa SOLEH HARIJANTO
terbukti atau tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana tersebut
pada Surat Dakwaan, secara minimal yang harus diperhatikan adalah
mengenai penerapan dari “fakta” dengan “straafbarehandeling” yang antara
lain dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut :
1. Apakah benar terdakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum
sehubungan dengan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan
dikaitkan dengan unsur Pasal 378 KUHP atau Pasal 372 KUHP?
2. Apakah benar terdakwa telah melakukan perbuatan sebagaimana
masuk dalam Unsur Obyektif dan Unsur Subyektif dalam dugaan Pasal
372 KUHP atau Pasal 378 KUHP? Dan apakah sebab-musabab-akibat
dari fakta peristiwa hukum ini?
3. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana yang seharusnya
dihubungkan dengan keseluruhan fakta-fakta yang terungkap di
persidangan?
Selain itu, untuk menentukan apakah Terdakwa SOLEH HARIJANTO Bin
Slamet alias Hok Kian Lai terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam Pasal 378 KUHP
atau Pasal 372 KUHP sebagaimana didakwakan Rekan Penuntut Umum
kepada dirinya, maka semua unsur dari pasal-pasal yang didakwakan
kepadanya harus dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang sah yang
dihadapkan di depan persidangan serta bukan berdasarkan asumsi dan
rekaan semata.

Majelis Hakim Yang Mulia;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;
Dr. Chairul Huda, SH, MH, dalam bukunya “Dari Tiada pidana tanpa
kesalahan menuju kepada tiada pertanggungjawaban pidana tanpa
kesalahan” (tinjauan kritis terhadap teori pemisahan tindak pidana dan
pertanggungjawaban pidana) pada halaman 64 menyebutkan:
Mempertanggungjawabkan seseorang dalam hukum pidana bukan
hanya berarti sah menjatuhkan pidana terhadap orang itu, tetapi juga
sepenuhnya dapat diyakini bahwa memang pada tempatnya meminta
pertanggung jawaban atas tindak pidana yang dilakukannya.
Pertanggung jawaban pidana tidak hanya berarti “rightfully sentenced”
tetapi juga “rightfully accused”. Pertanggung jawaban pidana
pertama-tama merupakan keadaan yang ada pada diri pembuat ketika

82 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
melakukan tindak pidana. Kemudian pertanggung jawaban pidana
juga berarti menghubungkan antara keadaan pembuat tersebut
dengan perbuatan dan sanksi yang sepatutnya dijatuhkan. Dengan
demikian, pengkajian dilakukan dua arah. Pertama, pertanggung
jawaban pidana ditempatkan dalam konteks sebagai syarat-syarat
factual (conditioning facts) dari pemidanaan, karenanya mengemban
aspek preventif. Kedua pertanggung jawaban pidana merupakan
akibat hukum (legal consequences) dari keberadaan syarat-syarat
factual tersebut, sehingga merupakan bagian dari aspek represif
hukum pidana. “It is this condition between conditioning facts and
conditioned legal consequences whichs is expressed in the statement
about responsibility”.

Jadi, dalam hal ini selain harus dikaji fakta dengan unsur-unsur yang terdapat
pada pasal-pasal yang telah didakwakan kepada terdakwa, harus dikaji pula
mengenai tepat ataukah tidak pertanggungjawaban dimintakan kepada
seseorang tersebut sebagaimana yang telah didakwakan Penuntut Umum.
Jangalah kita melakukan suatu dakwaan dan/atau tuntutan kepada
seseorang yang sebenarnya tidak bersalah dan seharusnya tidak
dimintakan pertanggungjawaban pidana pada dirinya karena
dengan melakukan tindakan ini maka pada dasarnya telah terjadi
suatu “pemerkosaan” terhadap nilai-nilai hukum dan keadilan.

Bahwa, untuk menentukan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak


pidana, haruslah terbukti semua unsur-unsur dari pasal yang didakwakan
kepadanya sebaliknya apabila salah satu unsur delik dalam pasal tersebut
tidak terbukti maka tidak ada perbuatan yang dapat dianggap sebagai
straafbarehandeling. Selanjutnya, apabila semua unsur delik dapat
dibuktikan, maka yang kemudian harus dikaji adalah patutkah pertanggung
jawaban pidana ditujukan kepada terdakwa dengan menjatuhkan pemidaan
(celaan) kepada dirinya atau adakah alasan pembenar atau alasan pemaaf
yang dapat melepaskan terdakwa dari dakwaan penuntut umum yang dalam
ilmu hukum pidana dikenal dengan straafuitsluitingsgronden.

Dalam hal straaftuitsluitingsgronden ini, Prof. Satochid Kartanegara memberi


pengertian sebagai hal-hal atau keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan
orang yang telah melakukan sesuatu yang dengan tegas dilarang dan
diancam dengan hukuman oleh undang-undang (delik) tidak dapat dihukum.
Tidak dapat dihukum dimaksud karena tidak dapat dipertanggungjawabkan.

83 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Syarat yang kemudian membuat seseorang dapat dipertanggungjawabkan
secara hukum pidana dalam melakukan perbuatannya menurut Prof. Mr. G.
A. van Hammel adalah sebagai berikut:
1. Jiwa orang harus sedemikian rupa sehingga ia mengerti atau
menginsyafi nilai dari perbuatannya
2. Orang harus menginsyafi bahwa perbuatannya menurut tata cara
kemasyarakatan adalah dilarang
3. Orang harus dapat menentukan kehendaknya terhadap perbuatannya

Majelis Hakim Yang Mulia;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;

Sebelum kami sampai pada pembahasan analisis terhadap unsur-unsur pasal


yang didakwakan dan dituntut Rekan Jaksa Penuntut Umum kepada
Terdakwa SOLEH HARIJANTO Bin Slamet alias Hok Kian Lai, maka ada
beberapa hal yang patut kami sampaikan sehubungan dengan perkara yang
kita hadapi ini. Pada dasarnya penindakan bagi para pelanggar hukum
sungguh sangat diperlukan mengingat tujuan hukum untuk mewujudkan
terciptanya keseimbangan dalam kehidupan sosial yang dicederai oleh pelaku
tindak pidana. Namun demikian, hukum tidak bertujuan sebagai instrumen
balas dendam semata terhadap akibat yang telah dilanggar oleh pelanggar
tersebut. Demikian pula penegakan hukum bukan pula sebagai sarana atau
alat sebagian kelompok masyarakat dengan berbagai kepentingannya untuk
kemudian memberikan jalan dalam perlakuan tidak manusiawi dengan
menggunakan alat-alat penegak hukum yang mendalilkan dengannya melalui
sarana hukum yang ada padanya.

Bahwa pengambilan keputusan oleh majelis hakim harus didasarkan pada


prinsip-prinsip seperti:
1. Menghukum yang bersalah membebaskan yang tidak bersalah;
2. Kebebasan hakim;
3. Mengadili secara kasuistik;
4. In dubio pro reo, dalam menjatuhkan putusan hakim harus disertai
keyakinan (dalam kesangsian demi tertuduh).

Dari beberapa prinsip-prinsip di atas, keyakinan majelis hakim merupakan


prinsip yang paling dominan dalam menentukan putusan, bahkan dapat
dikatakan merupakan kekuasaan absolut dari majelis hakim itu sendiri. Hal ini
sebagaimana di dukung Pasal 6 ayat 2 UNDANG-UNDANG REPUBLIK

84 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN yang
menyatakan:
“Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan,
karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang,
mendapatkan keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat
bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan
atas dirinya”.

Majelis Hakim Yang Mulia;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;

Hal pembuktian dalam proses persidangan perkara pidana, pada dasarnya


merupakan tugas dari Rekan Penuntut Umum untuk mencari dan
mendapatkan bukti-bukti yang diatur dalam KUHAP guna membuktikan
kebenaran yang sebenar-benarnya dan selengkap-lengkapnya sesuai dengan
Surat Dakwaan yang telah diajukannya pada awal persidangan tentang:
1. Perbuatan apakah yang telah dilakukan terdakwa
2. Apakah perbuatan terdakwa itu benar-benar sesuai dengan surat
dakwaan yang telah diajukan Penuntut Umum atau tidak
3. Apakah perbuatan terdakwa merupakan perbuatan pidana dan dapat
dibuktikan sesuai dengan syarat-syarat dari hukum pembuktian atau
tidak atau bukan merupakan perbuatan pidana
4. Apakah perbuatan terdakwa itu telah memenuhi unsur-unsur dari
peraturan pidana atau tidak, perbuatan itu sesuai dengan suatu
peraturan atau undang-undang atau tidak sesuai, atau perbuatan itu
belum diatur oleh suatu undang-undang dan lain-lain ketentuan yang
tentunya diperoleh dari alat-alat bukti yang diajukannya

Mengenai pembuktian sendiri atau bewijs, menurut pengetahuan kami ada 4


(empat) teori yaitu:
1. Negatief Wettelijk Bewijs Theorie
2. Positief Wettelijk Bewijs Theorie
3. Convention Intime
4. Convention Raissonee

Dalam hal ini kami tidak perlu membahas satu per satu pengertian ke empat
teori tersebut, karena kami sangat-sangat yakin Majelis Hakim Yang Mulia
lebih mengetahui secara jelas dan gamblang, namun kami menyatakan UU
No. 8 Tahun 1981 yang lebih dikenal dengan KUHAP menganut sistem

85 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
pembuktian “Negatief Wettelijk Bewijs Theorie” yaitu pembuktian yang harus
didasarkan pada 2 (dua) syarat yaitu:
1. Harus didasari kepada alat bukti yang diakui oleh undang-undang atau
sebagai alat bukti yang sah adalah alat bukti yang diatur dalam Pasal
184 KUHAP yaitu :
1) Keterangan Saksi
Keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia
dengar sendiri, lihat sendiri, alami sendiri dengan menyebutkan
alasan pengetahuannya itu.
Syarat Sah Keterangan Saksi
 Saksi harus mengucapkan sumpah atau janji (sebelum
memberikan keterangan)
 Keterangan saksi harus mengenai peristiwa pidana yang
saksi lihat sendiri dengan sendiri dan yang dialami sendiri,
dengan menyebutkan alasan pengetahuannya (testimonium
de auditu = keterangan yang diperoleh dari orang lain tidak
mempunyai nilai pembuktian).
 Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan
(kecuali yang ditentukan pada pasal 162 KUHAP).
 Keterangan seorang saksi saja tidak cukup membuktikan
kesalahan terdakwa (unus testis nullus testis).
 Pemeriksaan menurut cara yang ditentukan undang-undang
Nilai Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi
Yang memenuhi syarat sah keterangan saksi:
 Diterima sebagai alat bukti sah
 Mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas (bersifat tidak
sempurna dan tidak mengikat)
 Tergantung penilaian hakim (hakim bebas namun
bertanggung jawab menilai kekuatan pembuktian
keterangan saksi untuk mewujudkan kebenaran hakiki).
 Sebagai alat bukti yang berkekuatan pembuktian bebas,
dapat dilumpuhkan terdakwa dengan keterangan saksi a de
charge atau alat bukti lain
2) Keterangan Ahli
Keterangan yang diberikan oleh orang memiliki keahlian tentang
hal yang diperlukan membuat terang suatu perkara pidana untuk
kepentingan pemeriksaan.
Syarat Sah Keterangan Ahli
1. Keterangan diberikan oleh seorang ahli
2. Memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu

86 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
3. Menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya
4. Diberikan dibawah sumpah/ janji:
- Baik karena permintaan penyidik dalam bentuk laporan
- Atau permintaan hakim, dalam bentuk keterangan di
sidang pengadilan
Jenis Keterangan Ahli
1. Keterangan ahli dalam bentuk pendapat/ laporan atas
permintaan penyidik)
2. Keterangan ahli yang diberikan secara lisan di sidang
pengadilan (atas permintaan hakim)
3. Keterangan ahli dalam bentuk laporan atas permintaan
penyidik/ penuntut hukum
3) Surat
 Surat Keterangan dari seorang ahli
 Memuat pendapat berdasarkan keahliannya,
 Mengenai suatu hal atau suatu keadaan
 Yang diminta secara resmi dari padanya
 Dibuat atas sumpah jabatan, atau dikuatkan dengan sumpah,
Contoh : Visum et Repertum
Ada 2 bentuk surat :
1. Surat Authentik/ Surat Resmi
 Dibuat oleh pejabat yang berwenang, atau oleh seorang ahli
atau dibuat menurut ketentuan perundang-undangan
 Dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah
2. Surat Biasa/Surat Di Bawah Tangan
Hanya berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.
Contoh: Izin Bangunan, Akte Kelahiran, Paspor, Kartu Tanda
Penduduk, Ijazah, Surat Izin Mengemudi, dll.
Nilai Kekuatan Pembuktian Surat
 Mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas
 Tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang mengikat
atau menentukan (lain halnya dalam acara perdata)
 Penilaian sepenuhnya terserah keyakinan hakim
4) Petunjuk
 Perbuatan, atau kejadian atau keadaan
 Karena persesuainnya satu dengan yang lain
 Persesuainnya dengan tidak pidana itu sendiri
 Menunjukkan telah terjadi suatu tindak pidana, dan
 Siapa pelakunya

87 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Sumber Perolehan Petunjuk
Petunjuk hanya diperoleh dari:
 Keterangan saksi
 Surat
 Keterangan terdakwa
 Keterangan ahli
 Petunjuk bukan alat bukti yang berdiri sendiri.
 Bukti Petunjuk Sebagai Upaya Terakhir
Petunjuk sebagai alat bukti yang sah, pada urutan keempat dari lima
jenis alat bukti:
 Petunjuk dapat diperoleh dari keterangan terdakwa (yang
diperiksa terakhir)
 Jadi petunjuk sebagai alat bukti terakhir
 Petunjuk baru digunakan kalau batas minimum pembuktian
belum terpenuhi
 Untuk menggunakan alat bukti petunjuk, hakim harus dengan
arif dan bijaksana mempertimbangkannya.
 Petunjuk diperoleh melalui pemeriksaan yang cermat,
seksama, berdasarkan hati nurani hakim.
5) Keterangan Terdakwa
a. Keterangan terdakwa sendiri:
 Pengakuan bukan pendapat
 Penyangkalan
b. Tentang perbuatan yang ia sendiri
 Lakukan, atau
 Ketahui atau
 Alami
c. Dinyatakan di sidang
2. Negatief Bewijs. Pengertian Negatief Bewijs yang dimaksud oleh undang-
undang adalah keyakinan hakim saja tidak cukup untuk menyatakan
seseorang bersalah, keyakinan hakim harus dibentuk dari paling kurang
dua alat bukti yang sah dan yang minimal kedua alat bukti tersebut saling
mendukung.

Teori pembuktian ini kami sampaikan dalam nota pembelaan ini bukan
dengan maksud menggurui Majelis Hakim Yang Mulia, tetapi karena ternyata
Rekan Penuntut Umum sudah terlalu jauh menyimpang dari cara-cara
pembuktian yang dimaksudkan dalam hukum pembuktian sebagaimana
diatur oleh KUHAP.

88 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Selanjutnya mengenai Bukti Petunjuk sebagaimana diungkapkan Rekan
Penuntut Umum dalam Requisitoire-nya yang menyatakan “Bahwa
berdasarkan pemeriksaan persidangan yang diperoleh dari keterangan saksi-
saksi, alat bukti surat dan keterangan terdakwa serta dikaitkan dengan
barang bukti di peroleh fakta…. ds t” dimana ternyata Rekan Penuntut Umum
telah memotong sedemikian banyak fakta persidangan dan hanya mengambil
yang seolah-olah mampu membuktikan isi dari Surat Dakwaan yang telah
diajukannya. Hal ini menjelaskan banyaknya asumsi yang telah dibangun
Rekan Penuntut Umum yang tentunya dilakukan dengan sengaja sehingga
seolah-olah Surat Dakwaan telah terbukti, padahal pembuktian yang
dilakukan sangat bertentangan dengan hukum pembuktian.

Dalam hal ini, kami sangat yakin Majelis Hakim Yang Mulia tidak terpengaruh
dangan cara pembuktian yang sangat dangkal yang dilakukan Rekan
Penuntut Umum ini.

Mengenai bukti petunjuk sendiri, Pasal 188 Ayat (3) KUHAP telah
menegaskan:
“Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap
keadaan tertentu dilakukan oleh HAKIM dengan arif lagi bijaksana,
setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesesakmaan BERDASARKAN HATI NURANINYA”

Berangkat dari ketentuan pasal ini, wewenang untuk menggunakan alat bukti
petunjuk adalah wewenang yang diberikan kepada HAKIM dengan arif lagi
bijaksana dan bukan wewenang yang diberikan kepada Penuntut Umum.
Dengan demikian, penggunaan alat bukti petunjuk oleh Rekan Penuntut
Umum merupakan sesuatu yang melanggar ketentuan Pasal 188 ayat (3)
KUHAP.

Majelis Hakim Yang Mulia;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;

Selanjutnya, kami selaku para penasihat hukum Terdakwa SOLEH


HARIJANTO Bin Slamet alias Hok Kian Lai akan membahas mengenai kajian
hukum dari pasal-pasal yang telah didakwakan Rekan Penuntut Umum dalam
perkara ini.

89 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Tindak pidana Penipuan atau Penggelapan dalam KUHP diatur pada Buku II
tentang Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan yaitu dalam bentuk
penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta benda yang
dimilikinya. Secara umum, unsur-unsur tindak pidana terhadap harta
kekayaan ini mencakup unsur obyektif dan unsur subyektif.

Adapun unsur obyektif yang dimaksud adalah sebagai berikut:


1. Unsur perbuatan materiel, seperti perbuatan mengambil (dalam kasus
pencurian), memaksa (dalam kasus pemerasan), memiliki / mengklaim
(dalam kasus penggelapan), menggerakkan hati / pikiran orang lain
(dalam kasus penipuan) dan sebagainya;
2. Unsur benda / barang;
3. Unsur keadaan yang menyertai terhadap obyek benda dalam suatu
tindak pidana yakni harus merupakan milik orang lain;
4. Unsur upaya-upaya atau cara-cara tertentu yang digunakan dalam
melakukan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang;
5. Unsur akibat konstitutif yang timbul setelah dilakukannya perbuatan
yang dilarang.

Sedangkan unsur subyektifnya adalah:


1. Unsur kesalahan yang dirumuskan dengan kata-kata seperti “dengan
maksud”, “dengan sengaja”, “yang diketahuinya / patut diduga
olehnya” dan sebagainya; dan
2. Unsur melawan hukum baik yang itu baik ditegaskan secara eksplisit /
tertulis dalam perumusan pasal maupun tidak.

Mengenai Delik Penipuan, KUHP mengaturnya secara luas dan terperinci


dalam Buku II Bab XXV dari Pasal 378 s/d Pasal 395 KUHP. Namun ketentuan
mengenai delik genus penipuan (tindak pidana pokoknya) terdapat dalam
Pasal 378 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu
atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian
kebohongan menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu
benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun" .

Berdasar bunyi Pasal 378 KUHP diatas, secara yuridis delik penipuan harus
memenuhi unsur-unsur pokok berupa:

90 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
1. Unsur Subyektif Delik berupa kesengajaan pelaku untuk menipu orang
lain yang dirumuskan dalam pasal undang-undang dengan kata-
kata: “dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau arang
lain secara melawan hukum"; dan
2. Unsur Oyektif Delik yang terdiri atas:
I. Unsur barang siapa;
II. Unsur menggerakkan orang lain agar orang lain tersebut
menyerahkan suatu benda/memberi hutang/menghapuskan
piutang; dan
III. Unsur cara menggerakkan orang lain yakni dengan memakai nama
palsu/martabat atau sifat palsu/tipu muslihat/rangkaian
kebohongan.

Dengan demikian untuk dapat menyatakan seseorang sebagai pelaku


kejahatan penipuan, Majelis Hakim pemeriksa perkara harus melakukan
pemeriksaan secara holistic dan membuktikan secara sah dan meyakinkan
apakah benar pada diri dan perbuatan orang tersebut telah terbukti unsur-
unsur tindak pidana penipuan baik yang termasuk unsur subyektif maupun
unsur obyektif. Hal ini berarti, dalam konteks pembuktian unsur subyektif
misalnya, karena pengertian kesengajaan pelaku penipuan ( opzet) secara
teori adalah mencakup makna willen en witens (menghendaki dan atau
mengetahui), maka harus dapat dibuktikan terdakwa memang benar telah:
1. bermaksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum
2. “menghendaki” atau setidaknya “'mengetahui/menyadari” bahwa
perbuatannya sejak semula memang ditujukan untuk menggerakkan
orang lain agar orang lain tersebut menyerahkan suatu
benda/memberi hutang/ menghapuskan piutang kepadanya (pelaku
delik).
3. “mengetahui/menyadari” yang pelaku pergunakan untuk
menggerakkan orang lain, sehingga menyerahkan suatu
benda/memberi hutang/ menghapuskan piutang kepadanya itu adalah
dengan memakai nama palsu, martabat palsu atau sifat palsu, tipu
muslihat atau rangkaian kebohongan.

Unsur delik subyektif di atas, dalam praktek peradilan sesungguhnya tidak


mudah untuk ditemukan fakta hukumnya. Terlebih lagi jika antara “pelaku”
dengan “korban” penipuan semula memang meletakkan dasar tindakan
hukumnya pada koridor suatu perjanjian. Oleh karena itu, tidak bisa secara
sederhana dinyatakan bahwa seseorang telah memenuhi unsur subyektif

91 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
delik penipuan hanya karena ia telah menyampaikan informasi bisnis
prospektif kepada seseorang kemudian orang tersebut tergerak ingin
menyertakan modal dalam usaha bisnis tersebut. Karena pengadilan tetap
harus membuktikan ketika orang tersebut menyampaikan informasi bisnis
prospektif kepada orang lain tadi, harus ditemukan fakta hukum ia sejak
semula memang bermaksud agar orang yang diberi informasi tadi tergerak
menyerahkan benda/hartanya dan seterusnya, informasi bisnis tersebut
adalah palsu/bohong dan ia dengan semua itu memang bermaksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Di samping itu, karena sifat/kualifikasi tindak pidana penipuan adalah


merupakan delik formil-materiel, secara yuridis teoritis juga diperlukan
pembuktian korban penipuan dalam menyerahkan suatu benda dan
seterusnya kepada pelaku tersebut, haruslah benar-benar causaliteit
(berhubungan dan disebabkan oleh cara-cara pelaku penipuan) sebagaimana
ditentukan Pasal 378 KUHP. Dalam hal demikian ini tentu tidak sederhana
pada praktek pembuktian di pengadilan. Oleh karenanya realitas suatu kasus
wanprestasi pun seharusnya tidak bisa secara simplifistik (sederhana) ditarik
dan dikualifikasikan sebagai kejahatan penipuan.

Majelis Hakim Yang Mulia;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;

Selanjutnya mengenai Tindak Pidana Penggelapan, KUHP telah mengaturnya


dalam Buku II Bab XXIV yang secara keseluruhan ada dalam 6 (enam) pasal
yaitu dari Pasal 372 s/d Pasal 377 KUHP. Namun ketentuan mengenai delik
genus dari penggelapan (tindak pidana pokoknya) terdapat pada Pasal 372
KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki suatu
benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang ada
dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena
penggelapan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau
denda paling banyak Rp.900,-“

Berangkat dari ketentuan Pasal 372 KUHP diatas, dapat diketahui secara
yuridis delik penggelapan harus memenuhi unsur-unsur pokok berupa:
1. Unsur subyektif delik berupa kesengajaan pelaku untuk menggelapkan
barang milik orang lain yang dirumuskan dalam pasal undang-undang
melalui kata: “dengan sengaja”; dan

92 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
2. Unsur Oyektif Delik yang terdiri atas :
I. Unsur barang siapa;
II. Unsur secara melawan hukum;
III. Unsur suatu benda;
IV. Unsur sebagian atau seluruhnya milik orang lain; dan
V. Unsur benda tersebut ada padanya bukan karena kejahatan.

Jadi untuk dapat menyatakan seseorang sebagai pelaku tindak pidana


penggelapan, Majelis Hakim pun harus melakukan pemeriksaan dan
membuktikan secara holistic serta sah dan meyakinkan, apakah benar pada
diri dan perbuatan orang tersebut telah terbukti unsur-unsur tindak pidana
penggelapan baik berupa unsur subyektif maupun unsur obyektif. Dalam
konteks pembuktian unsur subyektif misalnya, kesengajaan pelaku
penggelapan (opzet), melahirkan implikasi-implikasi pembuktian apakah
benar (berdasar fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan) terdakwa
memang:
1. “menghendaki” atau “bermaksud” untuk menguasai suatu benda
secara melawan hukum
2. “mengetahui/menyadari” secara pasti yang ingin ia kuasai adalah
sebuah benda
3. “mengetahui/menyadari” benda tersebut sebagian atau seluruhnya
milik orang lain
4. “mengetahui” benda tersebut ada padanya bukan karena kejahatan.

Sedangkan terkait unsur-unsur obyektif delik penggelapan, menurut


perspektif doktrin hukum pidana ada beberapa hal yang harus dipahami
sebagai berikut:
1. Pelaku penggelapan harus melakukan penguasaan suatu benda yang
milik orang lain tersebut secara melawan hukum. Unsur melawan
hukum (wederrechtelijk toeeigenen) ini merupakan hal yang harus
melekat pada perbuatan menguasai benda milik orang lain pada suatu
tindak pidana penggelapan, dan dengan demikian harus pula
dibuktikan.
2. Cakupan makna “suatu benda” milik orang lain yang dikuasai pelaku
penggelapan secara melawan hukum tadi, dalam praktek cenderung
terbatas pada pengertian benda yang menurut sifatnya dapat
dipindah-pindahkan atau biasa disebut dengan istilah “benda
bergerak”.
3. Pengertian bahwa benda yang dikuasai pelaku penggelapan sebagian
atau seluruhnya merupakan milik orang lain, mengandung arti

93 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
(menurut berbagai Arrest Hoge Raad) harus ada hubungan langsung
yang bersifat nyata antara pelaku dengan benda yang dikuasainya.

Majelis Hakim Yang Mulia;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;

Dalam perspektif hukum perdata, masalah wanprestasi bisa di identifikasi


kemunculan atau terjadinya melalui beberapa parameter sebagai berikut:

1. Dari Segi Sumber Terjadinya Wanprestasi


Wanprestasi timbul dari persetujuan ( agreement). Artinya untuk mendalilkan
suatu subjek hukum telah melakukan wanprestasi, harus ada lebih dahulu
perjanjian antara dua pihak atau lebih sebagaimana ditentukan Pasal 1320
BW/KUHPerdata yang pada pokoknya menyatakan bahwa:
"Supaya terjadi persetujuan yang sah dan mengikat, perlu dipenuhi
empat syarat yaitu: adanya kesepakatan para pihak yang mengikatkan
dirinya; adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan; adanya
suatu pokok persoalan tertentu yang disetujui; suatu sebab yang tidak
terlarang."
Secara umum, wanprestasi biasanya terjadi karena debitur (orang yang
dibebani kewajiban untuk mengerjakan sesuatu sesuai perjanjian) tidak
memenuhi isi perjanjian yang telah disepakati, yaitu:
1. tidak memenuhi prestasi sama sekali; atau
2. tidak tepat waktu dalam memenuhi prestasi; atau
3. tidak layak dalan pemenuhan prestasi sebagaimana yang dijanjikan.

2. Dari Segi Timbulnya Hak Menuntut Ganti Rugi


Penuntutan ganti rugi pada wanprestasi diperlukan terlebih dahulu adanya
suatu proses, seperti pernyataan lalai dari kreditor ( inmorastelling, negligent
of expression, inter pellatio, ingeberkestelling ). Hal ini penting karena Pasal
1243 BW telah menggariskan bahwa:
“perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat
sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu”.
Kecuali jika ternyata dalam perjanjian tersebut terdapat klausul yang
mengatakan bahwa debitur langsung dapat dianggap lalai tanpa memerlukan
somasi (summon) atau peringatan.
Ketentuan demikian juga diperkuat salah satu Yurisprudensi Mahkamah
Agung tertanggal 1 Juli 1959 yang menyatakan "apabila perjanjian secara

94 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
tegas telah menentukan tentang kapan pemenuhan perjanjian maka menurut
hukum, debitur belum dapat dikatakan alpa memenuhi kewajiban (baca:
wanprestasi) sebelum hal itu secara tertulis oleh pihak kreditur ".

3. Dari Segi Tuntutan Ganti Rugi


Mengenai perhitungan tentang besarnya ganti rugi dalam kasus wanprestasi
secara yuridis dihitung sejak saat terjadi kelalaian. Hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 1237 BW yang menegaskan bahwa:
"Pada suatu perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu
meniadi tanggungan kreditur sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai
untuk menyerahkan barang yang bersangkutan, maka barang itu,
semenjak perikatan dilahirkan, menjadi tanggungannya".
Selanjutnya ketentuan Pasal 1246 BW menyatakan:
"Biaya, ganti rugi dan bunga, yang boleh dituntut kreditur, terdiri atas
kerugian yang telah dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat
diperolehnya".

Berdasarkan pasal 1246 BW tersebut, dalam wanprestasi penghitungan ganti


rugi harus dapat diatur berdasarkan jenis dan jumlahnya secara rinci seperti
kerugian kreditur, keuntungan yang akan diperoleh sekiranya perjanjian
tersebut dipenuhi dan ganti rugi bunga ( interest). Dengan demikian kiranya
dapat dipahami bahwa ganti rugi dalam wanprestasi ( injury damage) yang
dapat dituntut haruslah terinci dan jelas. Hal tersebut berbeda jika
dibandingkan masalah tuntutan ganti rugi pada kasus perbuatan melawan
hukum. Dalam kasus demikian, tuntutan ganti rugi harus sesuai dengan
ketentuan Pasal 1265 BW/KUHPerdata, yakni tidak perlu menyebut ganti rugi
bagaimana bentuknya dan tidak perlu perincian. Jadi tuntutan ganti rugi
didasarkan pada hitungan objektif dan konkrit yang meliputi materiil dan
moril. Dapat juga diperhitungkan jumlah ganti rugi berupa pemulihan kepada
keadaan semula (restoration to original condition, herstel in de oorpronkelijke
toestand, herstel in de vorige toestand). Namun demikian, meski tuntutan
ganti rugi tidak diperlukan secara terinci, beberapa Yurisprudensi Mahkamah
Agung membatasi tuntutan besaran nilai dan jumlah ganti rugi dalam kasus
akibat perbuatan melawan hukum ini, seperti terlihat pada Putusan
tertanggal 7 Oktobet 1976 yang menyatakan “besarnya jumlah ganti rugi
perbuatan melawan hukum, diperpegangi prinsip Pasal 1372 KUHPerdata
yakni didasarkan pada penilaian kedudukan sosial ekonomi kedua belah
pihak. ”Demikian pula Putusan Mahkamah Agung tertanggal 13 April 1978,
yang menegaskan bahwa "soal besarnya ganti rugi pada hakekatnya lebih

95 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
merupakan soal kelayakan dan kepatutan yang tidak dapat didekati dengan
suatu ukuran".

Majelis Hakim Yang Mulia;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;

Setiap orang berhak untuk saling mengikatkan diri dalam suatu hubungan-
hubungan hukum dengan berpedoman pada asas kebebasan berkontrak yang
dianut dalam hukum perjanjian. Setiap perjanjian akan menimbulkan
beberapa perikatan yang berisi hak dan kewajiban bagi para pihak
yang membuatnya. Hubungan yang timbul dari hukum perikatan
bersifat khusus dan individual karena hanya memiliki kekuatan
mengikat bagi mereka yang membuatnya. Sehingga akibat hukum
yang timbul atas terlanggarnya hak dan kewajiban tersebut
merupakan domain hukum privat. Berbeda halnya dengan hukum pidana
dimana setiap kewajiban yang timbul semata-mata karena ditentukan oleh
penguasa dalam suatu peraturan perundang-undangan.

Dalam suatu rumusan delik sering kita menjumpai istilah ”melawan hukum”
yang sebenarnya merupakan terjemahan dari istilah ”wederrechtijkheid”
dalam Bahasa Belanda. Sifat melawan hukum harus selalu ada di dalam
setiap tindak pidana, baik dicantumkan secara tegas sebagai unsur tindak
pidana seperti pada Pasal 362, 372, dan 378 KUHP, maupun dianggap selalu
termuat dalam setiap rumusan tindak pidana. Wederrechtijkheid
diterjemahkan beberapa sarjana secara berbeda-beda dan tidak ada
keseragaman pendapat mengenai hal itu. Diantara beberapa batasan yang
berkembang antara lain, menurut Simon kata “ recht” dalam wederrechtelijk
diterjemahkan ”hukum”. Perbuatan yang mengandung wederrechtelijk tidak
perlu melawan hak orang lain, namun sudah cukup apabila perbuatan itu
melawan ”objectief recht”. Noyon mengartikan ”recht” itu sebagai hak
(subjectief recht), sedangkan H.R. dalam Putusannya tertanggal 18
Desember 1911 W. No. 9263 ”recht” ditafsirkan sebagai hak atau kekuasaan
dan wederrechtelijk berarti tanpa kekuasaan atau tanpa hak.

Menurut teori hukum pidana, sifat melawan hukum atau wederrechtelijkheid


dibagi menjadi dua aliran yaitu sifat melawan hukum materiil dan sifat
melawan hukum formil. Pengertian wederrechtelijk adalah suatu keadaan
yang hanya menunjuk pada pengertian ”zonder eigen recht” ternyata banyak
ditentang para sarjana seperti Simon yang mengatakan bahwa hanyalah ada

96 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
satu pendapat yang dapat diterima sebagai syarat untuk adanya suatu
wederrechtelijkheid yaitu bahwa telah dilakukan sesuatu yang bertentangan
dengan hukum atau ”dat er is gehandeld, in strijd met het recht”.

Dari beberapa teori di atas pada umumnya menyebutkan sifat melawan


hukum dalam suatu tindak pidana ditujukan pada perbuatan yang
melanggar atau bertentangan dengan hukum, sedangkan hukum yang
dimaksud adalah hukum yang berlaku secara umum baik dalam artian formil
maupun materiil. Pengertian hukum yang bersifat umum adalah hukum yang
mengatur dan mengikat kehidupan masyarakat secara umum. Selanjutnya
Noyon mengatakan zonder recht (tanpa hak) itu adalah berbeda dengan
tegen het recht (melawan hukum) dan perkataan wederrechtelijk itu dengan
tidak dapat disangkal lagi menunjuk pada pengertian yang terakhir.
Sedangkan terminologi wederechtelijkheid dalam kaitannya sebagai
bentuk ”melawan hak” adalah semata-mata merujuk pada hak yang
diberikan hukum yang berlaku secara umum/dibuat oleh penguasa,
bukan hak yang timbul dari hubungan kontraktual.

Berdasarkan uraian di atas, selanjutnya kita akan membandingkan antara


”melawan hukum” dalam suatu tindak pidana dengan ”melawan perikatan”
yang timbul dari hubungan kontraktual. Sifat melawan hukum melekat
pada suatu perbuatan sehingga perbuatan itu kemudian dapat
dipidana, baik karena bertentangan dengan undang-undang maupun karena
telah melanggar hak subjektif orang lain, namun pada akhirnya perbuatan
tersebut harus pula dilarang peraturan perundangan yang berlaku.
Sedangkan sifat ”melawan perikatan” melekat pada suatu perbuatan
yang bertentangan dengan hak dan kewajiban yang timbul dari
perjanjian, Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan ”semua
persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.” Apakah sebenarnya yang
dimaksud dengan kalimat ”sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”?

Jika kita simak makna kalimat di atas, sesungguhnya pembentuk undang-


undang ingin memberikan kekuatan mengikat yang sama antara perjanjian
yang dibuat secara sah dengan undang-undang yang dibuat penguasa,
namun perlu diperhatikan kedudukan tersebut hanya ditujukan bagi para
pihak yang membuat perjanjian saja, artinya meskipun suatu perjanjian
dipersamakan daya mengikatnya dengan undang-undang, namun bukan
berarti perjanjian memiliki kedudukan seperti undang-undang yang dapat

97 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
berlaku secara umum. Makna ”kekuatan mengikatnya sebagaimana undang-
undang” semata-mata terletak pada hak untuk menuntut pemenuhan
prestasi dan ganti kerugian di hadapan pengadilan negara seperti halnya jika
orang telah melanggar undang-undang.

Secara umum ”melawan hukum” dengan ”melawan perikatan”


memiliki beberapa perbedaan antara lain:
1) Sifat melawan hukum dalam suatu tindak pidana merupakan suatu
keadaan atau perbuatan yang telah bertentangan dengan hukum yang
berlaku secara umum, sedangkan melawan perikatan adalah suatu
keadaan atau perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang
berlaku secara khusus, karena hanya mengikat bagi mereka yang
membuatnya.
2) Suatu tindak pidana mengandung sifat melawan hukum yang oleh
karenanya perbuatan tersebut dapat dipidana, sedangkan wanprestasi
mengandung sifat melawan perikatan yang oleh karenanya kreditur
dapat menuntut pemenuhan prestasi, ganti rugi, denda maupun
bunga.
3) Sifat melawan hukum melekat pada perbuatan yang telah melanggar
aturan hukum yang dibuat oleh penguasa, sedangkan sifat melawan
perikatan melekat pada perbuatan yang telah melanggar aturan yang
dibuat oleh para pihak dalam suatu perjanjian.

Berdasarkan penelaahan di atas, jelas bahwa sifat melawan hukum


dalam suatu tindak pidana memiliki karakteristik yang berbeda
dengan sifat melawan perikatan dalam suatu perjanjian, sehingga di
antara keduanya harus dipisahkan secara tegas agar tidak menimbulkan
kesimpangsiuran dalam proses penyelesaian terhadap dua karakteristik
pelanggaran hukum tersebut. Setiap penegakan hukum yang telah
membawa suatu perbuatan yang melanggar hak dan kewajiban
dalam hukum perikatan ke dalam ranah hukum pidana (delik
penipuan atau delik penggelapan) merupakan suatu pelanggaran
prosedur (undue process) dan bertentangan dengan tertib hukum
yang berlaku.

PERBEDAAN ANTARA UNSUR ”TIPU MUSLIHAT” DAN SERANGKAIAN


KEBOHONGAN” DENGAN ”TIDAK MELAKSANAKAN PRESTASI”

Dalam memahami wanprestasi dan tindak pidana penipuan kita sering


tersesat dalam menafsirkan unsur ”tipu muslihat” dan ”serangkaian

98 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
kebohongan” dalam Pasal 378 KUHP dengan pengertian ”ingkar janji” dalam
hubungan kontraktual. Dilihat secara sepintas memang seperti sama, namun
jika ditelaah lebih mendalam, akan muncul beberapa perbedaan prinsip yang
bisa menjadi indikator untuk membedakan antara delik penipuan dengan
wanprestasi.

Tipu muslihat (listige kunstgrepen) berdasarkan Arrest HR tanggal 30 Januari


1911 adalah perbuatan-perbuatan yang menyesatkan yang dapat
menimbulkan dalih-dalih yang palsu dan gambaran-gambaran yang keliru
dan memaksa orang untuk menerimanya. Yang membedakan tipu muslihat
dengan kebohongan adalah pada bentuk perbuatannya. Tipu muslihat
merupakan perbuatan fisik sedangkan kebohongan merupakan bentuk
perbuatan lisan atau ucapan.

Istilah kebohongan berasal dari kata ”bohong” menurut Kamus Umum


Bahasa Indonesia bohong adalah suatu keadaan yang tidak sesuai dengan
hal (keadaan, kondisi, dan sebagainya) yang sebenarnya misalnya dalam
pernyataan: ”si pulan kemaren menggunakan baju merah”, sedangkan
kenyataannya kemaren si pulan menggunakan baju hitam. Kebohongan
adalah suatu pernyataan yang diungkapkan bertentangan dengan kenyataan
yang sebenarnya dan kenyataan itu telah ada pada saat pernyataan itu
diucapkan. Coba bandingkan dengan pernyataan ”si pulan berjanji besok
akan menggunakan baju merah” apakah pada saat mengungkapkan
pernyataan itu si pulan telah berbohong? Benar dan tidaknya pernyataan itu
belum bisa dibuktikan pada saat si pulan berjanji, karena setiap janji baru
bisa dibuktikan pada saat waktunya telah tiba. Lalu jika ternyata besok si
pulan tidak menggunakan baju merah apakah si pulan telah berbohong?
Menurut pengertian bahasa lebih tepat dikatakan bahwa si pulan telah ingkar
janji, karena ketika berjanji belum ada kebenaran apa-apa.
Untuk memperkuat landasan argumen dalam tulisan ini kita kutip pendapat
dari Adami Chazawi dalam bukunya Kejahatan Terhadap Harta Benda sebagai
berikut:
”Ketidakbenaran yang terdapat pada tipu muslihat maupun rangkaian
kebohongan harus telah ada pada saat melakukan tipu muslihat dan
lain-lain”

Menurut pendapat diatas untuk menentukan adanya tipu muslihat maupun


serangkaian kebohongan orang harus sudah bisa membuktikan
ketidakbenarannya ketika tipu muslihat atau kebohongan itu dilakukan.
Berbeda dengan ingkar janji yang ketidakbenarannya tidak bisa

99 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
dibuktikan pada saat mengucapkan janji. Menurut pengertian bahasa
”janji” adalah perkataan yang menyatakan kesudian hendak berbuat sesuatu,
janji selalu berhubungan dengan jangka waktu tertentu artinya pemenuhan
janji selalu digantungkan pada masa waktu setelah janji itu diucapkan. Dalam
setiap janji selalu akan memiliki dua komponen yaitu komponen waktu dan
komponen perbuatan, maka sesungguhnya ingkar janji merupakan bentuk
pelanggaran terhadap dua komponen tersebut.

Dari beberapa ilustrasi di atas, kita dapat mengidentifikasi beberapa indikator


yang dapat membedakan antara ”tipu muslihat” dan ”berbohong” dalam
unsur tindak pidana penipuan dengan ”ingkar janji” dalam hubungan
kontraktual sebagai berikut:
 Tipu muslihat dan serangkaian kebohongan bisa dibuktikan
ketidakbenarannya sejak perbuatan/pernyataan itu dibuat, sedangkan
ingkar janji harus dibuktikan ketidakbenarannya pada rentang waktu
tertentu setelah janji itu dibuat.
 Tipu muslihat dan serangkaian kebohongan bisa dilakukan terhadap
keadaan pada dirinya maupun keadaan di luar dirinya, sedangkan
berjanji selalu digantungkan pada kesanggupan dirinya walaupun
kesanggupan itu ditujukan supaya orang lain melakukan atau tidak
melakukan sesuatu.

Selain dari apa yang telah diuraikan di atas unsur ”serangkaian kebohongan”
atau menurut R. Soesilo disebut sebagai ”karangan perkataan-perkataan
bohong” dalam Pasal 378 KUHP diterjemahkan sebagai bentuk dari
”beberapa kebohongan” atau harus dipakai banyak kata-kata bohong yang
tersusun sedemikian rupa sehingga kebohongan yang satu dapat ditutup
dengan kebohongan yang lain dan keseluruhannya merupakan cerita sesuatu
yang seakan-akan benar. Jika kita telaah rumusan Pasal 378 KUHP, maka
untuk dapat memenuhi unsur ”serangkaian kebohongan” tidak cukup dengan
adanya satu kebohongan saja, namun harus merupakan satu akumulasi dari
beberapa kebohongan yang antara satu dengan yang lain saling mendukung
dan melengkapi sehingga mampu menggerakan orang untuk menyerahkan
barang, membuat utang atau menghapuskan piutang

PERBEDAAN ANTARA ”PENYERAHAN BARANG KARENA PENIPUAN”


DENGAN ”PENYERAHAN BARANG KARENA JANJI PERIKATAN”

Setelah perjanjian disepakati, maka para pihak akan melakukan penyerahan


objek perjanjian (levering). Dalam perjanjian hutang-piutang, si pemberi

100 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
hutang akan menyerahkan sejumlah uang kepada si penerima hutang,
dengan ketentuan bahwa dalam batas waktu tertentu si penerima hutang
harus mengembalikan utang pokok berikut dengan bunga kepada si pemberi
hutang. Terkadang ada kesulitan untuk melihat suatu penyerahan ( levering)
yang dilakukan secara normal sebagai bagian dari kewajiban perikatan
dengan penyerahan karena adanya unsur penipuan dalam kesepakatan yang
dibuat tanpa dibuktikan adanya keadaan di luar pokok perikatan yang telah
menggerakkan kehendak si pemberi hutang untuk menyerahkan uang
tersebut.

Janji berupa kesanggupan untuk membayar tidak dapat di kategorikan


sebagai bentuk penipuan, walaupun ternyata janji tersebut tidak terwujud,
karena dalam setiap perjanjian yang dibuat selalu akan ada kesanggupan-
kesanggupan untuk melakukan prestasi yang salah satunya adalah
kesanggupan untuk membayar. Setiap kesanggupan yang digantungkan pada
awal kesepakatan tidak selalu akan terwujud dengan sempurna, baik karena
si debitur lalai atau sengaja tidak berprestasi atau bahkan karena adanya
keadaan memaksa (overmacht) yang membuat si debitur tidak mampu untuk
berprestasi. Penipuan dapat menyebabkan sebuah perjanjian menjadi batal,
karena kesepakatan yang timbul telah diliputi oleh kehendak yang cacat
sehingga perjanjian yang dibuat tidak memiliki kekuatan hukum bagi para
pihak. Suatu penyerahan sebagai akibat dari kehendak yang digerakan
adanya tipu muslihat merupakan bentuk pengaruh yang ada diluar janji-janji
dalam pokok perikatan, karena Pasal 378 KUHP menyebutkan bahwa unsur-
unsur yang dapat menggerakan suatu kehendak itu antara lain: nama palsu,
keadaan palsu, tipu muslihat dan serangkaian kebohongan.
Suatu penyerahan prestasi karena adanya tipu muslihat dapat digambarkan
dalam sebuah ilustrasi dibawah ini:
A bersedia mengikatkan perjanjian utang piutang dengan B, karena B
mengaku sebagai anak seorang pengusaha kaya yang memiliki banyak
perusahaan, sehingga A tergerak oleh pengakuan B tersebut, setelah
uang diserahkan kepada B, A baru tahu bahwa ternyata B bukan anak
seorang pengusaha. Dalam kasus tersebut A telah menyerahkan uang
karena tergerak oleh kebohongan si B. Artinya jika sejak awal A
mengetahui kalau B bukan anak seorang pengusaha, maka A tidak
akan mau memberikan utang kepada B.

Dalam ilustrasi di atas bisa kita lihat bahwa kehendak si kreditur telah
digerakkan oleh suatu keadaan palsu yang disampaikan oleh si debitur.
Keadaan yang telah menggerakkan kehendak si kreditur itu bukan

101 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
merupakan bagian dari pokok perikatan yang diperjanjikan karena perikatan
pokok dalam perjanjian utang piutang adalah meyerahkan uang sebagai
utang dan mengembalikannya dengan/tanpa bunga sebagai jasa pemberian
utang.

Majelis Hakim Yang Mulia;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;

Sesuai dengan apa yang disampaikan di atas, wanprestasi dalam


hubungan kontraktual tidak memiliki sifat melawan hukum namun
yang ada hanyalah sifat melawan perikatan . Setiap keadaan tidak
melaksanakan prestasi (cidera janji) dalam sebuah perjanjian tidak
mengandung kesamaan dengan unsur-unsur di dalam Pasal 378 KUHP
seperti nama palsu, keadaan palsu, tipu muslihat dan serangkaian
kebohongan, karena wanprestasi semata-mata merupakan pelanggaran
terhadap janji dalam perikatan pokok yang selalu termuat dalam setiap
perjanjian. Demikian pula tidak mengandung unsur-unsur di dalam Pasal 372
KUHP seperti dengan sengaja, menguasai secara melawan hukum, suatu
benda, kepunyaan orang lain dan berada padanya bukan karena kejahatan.

Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung dalam beberapa putusan antara


lain Putusan MA-RI Nomor: 1061 K/Pid/1990 tanggal 26 Juli 1990, Putusan
MA-RI Nomor: 411 K/Pid/1992 tanggal 28 April 1994, Putusan MA-RI Nomor:
449 K/Pid/2001 tanggal 17 Mei 2001, Putusan MA-RI Nomor: 424 K/Pid/2008
tanggal 22 Mei 2008 dan Putusan MA-RI Nomor: 2161 K/Pid/2008 tanggal 14
Mei 2009 mengandung amar putusan bahwa perbuatan yang didakwakan
terbukti, namun perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana dan
selanjutnya menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum ( ontslag
van alle rechtsvervolging).

Majelis Hakim Yang Mulia;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;

Untuk membutkikan tindak pidana Penipuan sebagaimana diatur dan


diancam Pasal 378 KUHP telah terpenuhi sebagaimana mestinya, setidaknya
kita berangkat dari rangkaian pertanyaan sebagai berikut:

102 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
1. Bahwa si terdakwa telah menggerakan hati orang lain untuk
memberikan sesuatu barang atau mengakui suatu utang atau
menghapus piutang
2. Bahwa perbuatan itu dilakukan oleh si terdakwa dengan secara licin,
baik dengan memakai nama palsu, atau keadaan-keadaan yang palsu,
atau dengan akal-akalan yang cerdik atau dengan suatu karangan
perkataan-perkataan yang bohong isinya
3. Bahwa memang ada maksud si terdakwa dalam perbuatannya itu
untuk menarik sesuatu keuntungan yang tidak sah atau berlawanan
dengan hak si pemiliknya sendiri untuk dirinya sendiri atau untuk
orang lainnya

Dari apa yang tersebut diatas, dihubungkan dengan isi Pasal 378 KUHP yang
pada dasarnya terdiri atas unsur sebagai berikut:
1. Unsur Subyektif
1) Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum
Secara sederhana penjelasan dari unsur ini yaitu tujuan terdekat
dari pelaku artinya pelaku hendak mendapatkan keuntungan.
Keuntungan itu adalah tujuan utama pelaku dengan jalan
melawan hukum, jika pelaku masih membutuhkan tindakan lain,
maka maksud belum dapat terpenuhi. Dengan demikian maksud
ditujukan untuk menguntungkan dan melawan hukum, sehingga
pelaku harus mengetahui bahwa keuntungan yang menjadi
tujuannya itu harus bersifat melawan hukum
Dalam hal ini maksud si pelaku dalam melakukan perbuatan
menggerakkan harus ditujukan pada menguntungkan diri sendiri
atau orang lain yakni berupa unsur kesalahan (schuld) dalam
penipuan.
Terhadap sebuah kesengajaan selaian harus ditujukan pada
menguntungkan diri, juga ditujukan pada unsur lain di
belakangnya seperti unsur melawan hukum, menggerakkan,
menggunakan nama palsu dan lain sebagainya. Kesengajaan
dalam maksud ini harus sudah ada dalam diri si pelaku sebelum
atau setidak-tidaknya pada saat memulai perbuatan
menggerakkan. Menguntungkan artinya menambah kekayaan dari
yang sudah ada. Menambah kekayaan ini baik bagi diri sendiri
maupun bagi orang lain
Maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melakukan perbuatan menggerakkan haruslah berupa maksud

103 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
yang melawan hukum. Unsur maksud dalam rumusan penipuan
ditempatkan sebelum unsur melawan hukum yang artinya unsur
maksud itu juga harus ditujukan pada unsur melawan hukum.
Oleh karena itu, melawan hukum di sini adalah berupa unsur
subjektif. Dalam hal ini sebelum melakukan atau setidak-tidaknya
ketika memulai perbuatan menggerakkan, pelaku telah memiliki
kesadaran dalam dirinya bahwa menguntungkan diri sendiri atau
orang lain dengan melakukan perbuatan itu adalah melawan
hukum.
Melawan hukum di sini tidak semata-mata diartikan sekedar
dilarang oleh undang-undang atau melawan hukum formil,
melainkan harus diartikan yang lebih luas yakni juga bertentangan
dengan apa yang dikehendaki masyarakat, suatu celaan
masyarakat. Karena unsur melawan hukum ini dicantumkan dalam
rumusan tindak pidana, maka menjadi wajib dibuktikan dalam
persidangan. Perlu dibuktikan disini adalah si pelaku mengerti
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
menggerakkan orang lain dengan cara tertentu dan seterusnya
dalam rumusan penipuan sebagai hal yang dicela masyarakat.
2. Unsur Obyektif
1) Barangsiapa
Kata “barangsiapa‟ ini menunjukan orang. Apabila seseorang telah
memenuhi semua unsur tindak pidana penggelapan maka dia
dapat disebut pelaku atau dader.
Bahwa unsur “barangsiapa” atau setiap orang ini merupakan
elemen delict dan bukan bestandeel delict dalam suatu ketentuan
yang terdapat pada pasal perundang-undangan yang tentunya
harus dibuktikan Rekan Penuntut Umum berdasarkan fakta
dipersidangan dan bukan sekedar rekaan semata. Menurut hemat
kami, unsur “barangsiapa” atau kadang menggunakan istilah
“Setiap Orang” haruslah dihubungkan dengan perbuatan yang
telah didakwakan untuk selanjutnya dibuktikan apakah perbuatan
tersebut memenuhi unsur pidana atau tidak sebagaimana terdapat
dalam ketentuan pasal perundang-undangan yang mengaturnya.
Kalau unsur perbuatan tersebut terpenuhi atau terbukti secara sah
dan menyakinkan, maka barulah unsur barang siapa dapat
dinyatakan terpenuhi atau terbukti apabila memang unsur barang
siapa tersebut dapat ditujukan pada diri Terdakwa.
Dalam hal ini, menurut pendapat kami yang dimaksud barangsiapa
dalam surat dakwaan Rekan Penuntut Umum jelas ditujukan

104 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
kepada manusia atau orang sebagai subyek hukum yang berfungsi
sebagai hoofdader, dader, mededader atau uitlokker dari
perbuatan pidana (delict) yang telah memenuhi semua unsur
dalam rumusan delik sebagaimana tertulis dan tercantum pada
surat dakwaan di awal persidangan dan kemudian kepadanya
dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana atas perbuatan
pidana tersebut apabila dapat dibuktikan secara sempurna oleh
Penuntut Umum.
Barang siapa sendiri pada dasarnya bukanlah unsur namun dalam
perkembangan praktek peradilan “barangsiapa” atau “setiap
orang” menjadi bahasan serta ulasan baik oleh Penuntut Umum
maupun Pengadilan. Barangsiapa pada dasarnya mengandung
prinsip persamaan kedudukan di muka hukum (equality before the
law) sebagai asas hukum yang berlaku universal. Dan, dalam
melihat unsur barangsiapa ini sendiri tidak dapat dilepaskan atau
dipisahkan dari konsep serta prinsip ajaran tentang pertanggung
jawaban pidana kepada seseorang atau koorporasi.
2) Dengan menggunakan salah satu atau lebih alat penggerak penipuan
(nama palsu, martabat palsu/ keadaan palsu, tipu muslihat dan
rangkaian kebohongan).
Unsur ini pada dasarnya mengandung pengertian sifat penipuan
sebagai tindak pidana ditentukan oleh cara-cara dengan mana pelaku
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang (R. Soenarto
Soerodibroto, 1992: 241).
Adapun alat-alat penggerak yang dipergunakan untuk menggerakkan
orang lain adalah sebagai berikut:
 Nama Palsu, dalam hal ini adalah nama yang berlainan dengan
nama yang sebenarnya meskipun perbedaan itu nampaknya
kecil. Lain halnya jika si penipu menggunakan nama orang lain
yang sama dengan namanya dengan ia sendiri, maka ia dapat
dipersalahkan melakukan tipu muslihat atau susunan belit
dusta.
 Tipu Muslihat, yang dimaksud dengan tipu muslihat adalah
perbuatan-perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga
perbuatan itu menimbulkan kepercayaan atau keyakinan atas
kebenaran dari sesuatu kepada orang lain. Jika tipu muslihat ini
bukanlah ucapan melainkan perbuatan atau tindakan.
 Martabat / keadaan Palsu, pemakaian martabat atau keadaan
palsu adalah bilamana seseorang memberikan pernyataan
bahwa ia berada dalam suatau keadaan tertentu, yang mana

105 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
keadaan itu memberikan hak-hak kepada orang yang ada dalam
keadaan itu.
 Rangkaian Kebohongan, beberapa kata bohong saja dianggap
tidak cukup sebagai alat penggerak. Hal ini dipertegas oleh
Hoge Raad dalam arrestnya 8 Maret 1926 (Soenarto
Soerodibrooto, 1992: 245), bahwa :
“Terdapat suatu rangkaian kebohongan jika antara
berbagai kebohongan itu terdapat suatu hubungan yang
sedemikian rupa dan kebohongan yang satu melengkapi
kebohongan yang lain sehingga mereka secara timbal balik
menimbulkan suatu gambaran palsu seolah-olah
merupakan suatu kebenaran”.
Jadi rangkaian kebohongan Itu harus diucapkan secara
tersusun, sehingga merupakan suatu cerita yang dapat diterima
secara logis dan benar. Dengan demikian kata yang satu
memperkuat / membenarkan kata orang lain.
Unsur ini adalah hal yang terkait dengan upaya yang dilakukan dalam
hal agar tujuan pelaku dapat tercapai dengan sempurna yang terbagi
atas hal-hal sebagai berikut:
 Dengan menggunakan nama palsu (valsche naam), dalam hal
ini terdapat 2 (dua) pengertian nama palsu, antara lain:
Pertama, diartikan sebagai suatu nama bukan namanya sendiri
melainkan nama orang lain (misalnya menggunakan nama
seorang teman). Kedua, diartikan sebagai suatu nama yang
tidak diketahui secara pasti pemiliknya atau tidak ada
pemiliknya (misalnya orang yang bernama A menggunakan
nama samaran B). Nama B tidak ada pemiliknya atau tidak
diketahui secara pasti ada tidaknya orang tersebut. Dalam hal
ini kita harus berpegang pada nama yang dikenal oleh
masyarakat luas. Misalkan A dikenal di masyarakat dengan
nama C, maka A mengenalkan diri dengan nama C itu adalah
menggunakan nama palsu. Kemudian bagaimana bila seseorang
menggunakan nama orang lain yang sama dengan namanya
sendiri, tetapi orang yang dimaksudkan itu berbeda. Misalnya
seorang supir bernama A mengenalkan diri sebagai seorang
pegawai bank yang juga bernama A, si A yang terakhir benar-
benar ada dan diketahuinya sebagai seorang pegawai bank. Di
sini tidak menggunakan nama palsu, akan tetapi menggunakan
martabat atau kedudukan palsu.

106 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
 Menggunakan martabat atau kedudukan palsu ( valsche
hoedanigheid), dalam hal ini terdapat beberapa istilah yang
sering digunakan sebagai terjemahan dari perkataan valsche
hoedanigheid yakni, keadaan palsu, martabat palsu, sifat palsu,
dan kedudukan palsu. Adapun yang dimaksud dengan
kedudukan palsu itu adalah suatu kedudukan yang disebut atau
digunakan seseorang, kedudukan mana menciptakan atau
memiliki hak-hak tertentu, padahal sesungguhnya ia tidak
mempunyai hak tertentu itu. Jadi kedudukan palsu ini jauh lebih
luas pengertiannya daripada sekedar mengaku mempunyai
suatu jabatan tertentu, seperti dosen, jaksa, kepala, notaris,
dan lain sebagainya. Sudah cukup ada kedudukan palsu
misalnya seseorang mengaku seorang pewaris, yang dengan
demikian menerima bagian tertentu dari boedel waris, atau
sebagai seorang wali, ayah atau ibu, kuasa, dan lain
sebagainya. Hoge Raad dalam suatu arrest-nya (27-3-1893)
menyatakan bahwa perbuatan menggunakan kedudukan palsu
adalah bersikap secara menipu terhadap orang ketiga, misalnya
sebagai seorang kuasa, seorang agen, seorang wali, seorang
kurator ataupun yang dimaksud untuk memperoleh keperca-
yaan sebagai seorang pedagang atau seorang pejabat.
 Menggunakan tipu muslihat (listige kunstgreoen) dan rangkaian
kebohongan (zamenweefsel van verdichtsels), dalam hal ini
kedua cara menggerakkan orang lain ini sama-sama bersifat
menipu atau isinya tidak benar atau palsu, namun dapat
menimbulkan kepercayaan atau kesan bagi orang lain bahwa
semua itu seolah-olah benar adanya. Namun terdapat
perbedaan, yakni pada tipu muslihat berupa perbuatan,
sedangkan pada rangkaian kebohongan berupa ucapan atau
perkataan. Tipu muslihat diartikan sebagai suatu perbuatan
yang sedemikian rupa dan yang menimbulkan kesan atau
kepercayaan tentang kebenaran perbuatan itu, yang
sesungguhnya tidak benar. Karenanya orang bisa menjadi
percaya dan tertarik atau tergerak hatinya. Tergerak hati orang
lain itulah yang sebenarnya dituju oleh si penipu, karena
dengan tergerak hatinya atau terpengaruh kehendaknya itu
adalah berupa sarana agar si korban berbuat menyerahkan
benda yang dimaksud.

107 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
3) Menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu barang, atau
memberi utang, atau menghapus utang. Yang dalam hal ini dapat
dilihat hal-hal terkait dengan:
 Perbuatan menggerakkan (Bewegen). Kata bewegen dapat juga
diartikan dengan istilah membujuk atau menggerakkan hati.
Dalam KUHP sendiri tidak memberikan keterangan apapun
tentang istilah bewegen. Menggerakkan dapat didefinisikan
sebagai perbuatan mempengaruhi atau menanamkan pengaruh
pada orang lain, karena objek yang dipengaruhi yakni kehendak
seseorang. Perbuatan menggerakkan juga merupakan
perbuatan yang abstrak, dan akan terlihat bentuknya secara
konkrit bila dihubungkan dengan cara melakukannya, dan cara
melakukannya inilah sesungguhnya yang lebih berbentuk, yang
bisa dilakukan dengan perbuatan-perbuatan yang benar dan
dengan perbuatan yang tidak benar. Karena di dalam sebuah
penipuan, menggerakkan diartikan dengan cara-cara yang di
dalamnya mengandung ketidakbenaran, palsu dan bersifat
membohongi atau menipu.
 Yang digerakkan adalah orang. Pada umumnya orang yang
menyerahkan benda, orang yang memberi hutang dan orang
yang menghapuskan piutang sebagai korban penipuan adalah
orang yang digerakkan itu sendiri. Tetapi hal itu bukan
merupakan keharusan, karena dalam rumusan Pasal 378 KUHP
tidak sedikitpun menunjukkan bahwa orang yang menyerahkan
benda, memberi hutang maupun menghapuskan piutang adalah
harus orang yang digerakkan. Orang yang menyerahkan benda,
memberi hutang maupun menghapuskan piutang bisa juga oleh
selain yang digerakkan, asalkan orang lain atau pihak ketiga
menyerahkan benda itu atas perintah atau kehendak orang
yang digerakkan
 Menyerahkan benda, dalam hal ini pengertian benda dalam
penipuan memiliki arti yang sama dengan benda dalam
pencurian dan penggelapan yakni sebagai benda yang
berwujud dan bergerak. Pada penipuan benda yang diserahkan
dapat terjadi terhadap benda miliknya sendiri asalkan di dalam
hal ini terkandung maksud pelaku untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain. Pendapat ini didasarkan pada ketentuan
bahwa dalam penipuan menguntungkan diri tidak perlu menjadi
kenyataan, karena dalam hal ini hanya unsur maksudnya saja
yang ditujukan untuk menambah kekayaan.

108 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
 Memberi hutang dan menghapuskan piutang, dalam hal ini
perkataan hutang tidak sama artinya dengan hutang piutang,
melainkan diartikan sebagai suatu perjanjian atau perikatan.
Hoge Raad menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hutang
adalah suatu perikatan, misalnya menyetor sejumlah uang
jaminan. Oleh karenanya memberi hutang tidak dapat diartikan
sebagai memberi pinjaman uang belaka, melainkan diberi
pengertian yang lebih luas sebagai membuat suatu perikatan
hukum yang membawa akibat timbulnya kewajiban bagi orang
lain untuk menyerahkan atau membayar sejumlah uang
tertentu. Demikian juga dengan istilah utang, dalam kalimat
menghapuskan piutang mempunyai arti suatu perikatan.
Sedangkan menghapuskan piutang mempunyai pengertian yang
lebih luas dari sekedar membebaskan kewajiban dalam hal
membayar hutang atau pinjaman uang belaka, karena
menghapuskan piutang diartikan sebagai menghapuskan segala
macam perikatan hukum yang sudah ada, di mana karenanya
menghilangkan kewajiban hukum penipu untuk menyerahkan
sejumlah uang tertentu pada korban atau orang lain.
Dalam perbuatan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan
barang diisyaratkan adanya hubungan kausal antara alat penggerak
dan penyerahan barang. Hal ini dipertegas oleh Hoge Raad dalam
arrestnya Tanggal 25 Agustus 1923 (Soenarto Soerodibroto, 1992 :
242) bahwa :
“Harus terdapat suatu hubungan sebab musabab antara upaya
yang digunakan dengan penyerahan yang dimaksud dari itu.
Penyerahan suatu barang yang terjadi sebagai akibat
penggunaan alat-alat penggerak dipandang belum cukup
terbukti tanpa menguraikan pengaruh yang ditimbulkan karena
dipergunakannya alat-alat tersebut menciptakan suatu situasi
yang tepat untuk menyesatkan seseorang yang normal,
sehingga orang tersebut terpedaya karenanya, alat-alat
penggerak itu harus menimbulkan dorongan dalam jiwa
seseorang sehingga orang tersebut menyerahkan sesuatu
barang.”

Majelis Hakim Yang Mulia;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;

109 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Untuk membutkikan tindak pidana Peggelapan sebagaimana diatur dan
diancam pada Pasal 372 KUHP telah terpenuhi sebagaimana mestinya, maka
setidaknya kita berangkat dari rangkaian pertanyaan sebagai berikut:
1. Dapat dibuktikannya pelaku telah menghendaki atau bermaksud untuk
menguasai suatu benda secara melawan hukum
2. Dapat dibuktikannya pelaku mengetahui bahwa yang ingin dikuasai itu
adalah sebuah benda
3. Dapat dibuktikannya bahwa pelaku mengetahui benda tersebut
sebagian atau keseluruhannya adalah kepunyaan orang lain
4. Dapat dibuktikannya bahwa pelaku mengetahui benda tersebut berada
padanya bukan karena kejahatan

Van Haeringen mengartikan Istilah Penggelapan sebagai “geheel


donkermaken” atau sebagai “uitstraling van lichtbeletten ” yang artinya
“membuat segalanya menjadi gelap” atau “ menghalangi memancarnya
sinar”. Sedangkan Lamintang dan Djisman Samosir mengatakan lebih tepat
jika istilah penggelapan diartikan sebagai “penyalahgunaan hak” atau
“penyalahgunaan kekuasaan”. Akan tetapi para sarjana ahli hukum lebih
banyak menggunakan kata “Penggelapan“.
Unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 372 KUHP sendiri terdiri atas:
1. Unsur Subyektif
1) Dengan sengaja atau Opzettelijk
Melihat pada pengadturan yang terdapat KUHP sendiri tidak
memberikan pengertian yang jelas dan tegas akan maksud dari
“kesengajaan”. Pengertian “kesengajaan” dapat dilihat dari MvT yaitu
“Pidana pada umumnya hendaknya dijatuhkan hanya pada
barangsiapa melakukan perbuatan yang dilarang, dengan
dikehendakai dan diketahui”. Unsur ini memuat pengertian
mengetahui dan menghendaki (willens en wetens). Artinya seseorang
yang melakukan sesuatu tindakan dengan sengaja, harus
menghendaki dan menginsafi tindakan tersebut dan/atau akibatnya.
Berbeda dengan tindak pidana pencurian yang tidak mencantumkan
unsur kesengajaan atau “opzettelijk‟ sebagai salah satu unsur tindak
pidana pencurian. Rumusan Pasal 372 KUHP mencantumkan unsur
kesengajaan pada tindak pidana Penggelapan, sehingga dengan
mudah orang mengatakan bahwa penggelapan merupakan opzettelijk
delict atau delik sengaja.
Jadi kesengajaan dalam tindak pidana penggelapan ini termasuk
kesengajaan sebagai maksud yakni si pembuat menghendaki adanya
akibat yang dilarang dari perbuatannya.

110 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Unsur dengan sengaja merupakan satu-satunya unsur subjektif dalam
tindak pidana penggelapan yakni unsur yang melekat pada subjek
tindak pidana ataupun yang melekat pada pribadi pelakunya. Dengan
sendirinya unsur opzettelijk harus didakwakan dalam surat dakwaan
penuntut umum, dan karena unsur tersebut didakwakan terhadap
seorang terdakwa, dengan sendirinya juga harus dibuktikan di sidang
pengadilan yang memeriksa perkara terdakwa.
Kesengajaan yang harus ditujukan pada semua unsur yang ada
dibelakangnya harus dibuktikan dalam persidangan. Oleh karenanya
hubungan antara orang yang menguasai dengan barang yang
dikuasai harus sedemikian langsungnya, sehingga untuk melakukan
sesuatu terhadap barang tersebut orang tidak memerlukan tindakan
lain. Dalam hal ini, kesengajaan yang dimaksud haruslah meliputi
seluruh unsur subyektif dalam pasal, yaitu:
 Apabila unsur dengan sengaja dihubungkan dengan dengan
unsur secara melawan hukum atau zich toeeigenen, maka
perbuatan memiliki secara melawan hukum yang dilakukan
oleh pelaku haruslah secara sengaja dan perbuatan memiliki
tersebut haruslah sudah selesai dilakukan
 Apabila unsur dengan sengaja dihubungkan dengan melawan
unsur melawan hak atau wedderechtelijk, maka ini berarti si
pelaku harus mengetahui bahwa perbuatannya tersebut yang
berupa zich toeeigenen itu adalah bertentangan dengan hak
orang lain
 Apabila unsur dengan sengaja ini dihubungkan dengan unsur
yang seluruhnya atau sebagiannya milik orang lain, dalam hal
ini berarti pelaku haruslah mengetahui bahwa benda tersebut
seluruhnya atau sebagiannya kepunyaan orang lain
 Apabila unsur dengan sengaja ini dihubungkan dengan unsur
yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, maka
dalam ini hal ini berarti si pelaku haruslah mengetahui benda
yang telah ia miliki berada dalam kekuasaannya bukan karena
kejahatan
Bahwa dalam fakta persidangan jelas terungkap hubungan
hukum yang terjadi merupakan suatu hubungan hukum
keperdataan dalam lapangan kontraktuil. Dengan demikian,
terdakwa dalam melakukan perbuatannya berada dalam kapasitas
pertanggungjawaban dalam ranah hukum perdata dan bukan pada
pertanggungjawaban hukum pidana.

111 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Berdasarkan keterangan saksi, H. Bakri, Harsasi, Subakir,S.Sos,MM,
Lie Pie Fat, Soegianto Tjio dan juga keterangan terdakwa serta alat
bukti surat, jelas sekali hubungan hukum yang terjadi merupakan
hubungan hukum kontraktuil yang menimbulkan hak dan kewajiban
antara SAKSI Irwan Candra dengan Terdakwa Soleh Harijanto.
Dengan dasar bahwa perbuatan hukum tersebut berada dalam
lapangan hukum perdata, maka tidak ada unsur kesengajaan dengan
melawan hukum yang dilakukan terdakwa pada perbuatannya. Dalam
hal ini berdasarkan keterangan saksi H. Bakri, Saksi Harsasi
dan juga keterangan terdakwa, dapat ditarik kesimpulan
terdakwa telah membayar atas uang yang dipinjam oleh
terdakwa dari Saksi Irwan Candra yang dikamuflasekan
dalam perjanjian jual beli bawah tangan berikut dengan
keuntungan yang akan diraih Irwan Candra. Bahwa uang
yang harus dikembalikan terdakwa sebesar Rp 350 juta
ditambah dengan keuntungan yang akan diterima Saksi
Irwan Candra sebesar Rp 100 juta sehingga total kewajiban
terdakwa dan hak Irwan Candra sebesar Rp 450 juta. Tapi,
karena terdakwa membayar dengan cicilan maka kemudian
pembayaran yang dilakukan Terdakwa melalui saksi Harsasi
yang berasal dari uang Saksi H. Bakri menjadi Rp 500 juta
sesuai dengan kwitansi penerimaan yang telah diakui oleh
Saksi Irwan Candra di muka persidangan.
Kemudian Saksi Irwan Candra merasa uang yang menjadi
haknya tersebut belum dikembalikan terdakwa berikut
dengan keuntungan yang diharapkan. Dalam hal ini,
keterangan yang menyebutkan belum terbayarnya
pengembalian uang berikut dengan keuntungan hanya
didasarkan satu keterangan saksi Irwan Candra belaka,
sedangkan Saksi Siswati dan Saksi Desy Puspitasari sama
sekali tidak mengetahui apakah uang tersebut telah
dikembalikan berikut dengan keuntungannya. Pengetahuan
saksi Siswati dan Saksi Desi Puspitasari hanyalah didasarkan
atas pemberitahuan/omongan (testimonium de auditu) yang
disampaikan Saksi Irwan Candra dan bukan berdasarkan
fakta yang saksi dengar, saksi lihat atau saksi alami sehingga
keterangan yang disampaikan Saksi Siswati dan Saksi Desi
Puspitasari tidak memiliki nilai pembuktian sama sekali.
Berangkat dari hal tersebut, jelas dan tegas bahwa unsur dengan
sengaja sama sekali tidak terbukti secara sah dan menyakinkan

112 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
dilakukan oleh Terdakwa Soleh Harijanto Bin Slamet alias Hok Kian
Lai.
2. Unsur Obyektif
1) Barangsiapa
Kata “barang siapa‟ ini menunjukan orang. Apabila seseorang
telah memenuhi semua unsur tindak pidana penggelapan maka
dia dapat disebut pelaku atau dader.
Dalam hal ini, menurut pendapat kami yang dimaksud
Barangsiapa dalam surat dakwaan Rekan Jaksa Penuntut Umum
jelas ditujukan kepada manusia atau orang sebagai subyek hukum
yang berfungsi sebagai hoofdader, dader, mededader atau
uitlokker dari perbuatan pidana (delict) yang telah memenuhi
semua unsur dalam rumusan delik sebagaimana tertulis dan
tercantum pada surat dakwaan di awal persidangan dan kemudian
kepadanya dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana atas
perbuatan pidana tersebut apabila dapat dibuktikan secara
sempurna oleh Penuntut Umum.
Barangsiapa pada dasarnya bukanlah unsur namun dalam
perkembangan praktek peradilan “barangsiapa” menjadi bahasan
serta ulasan baik oleh Penuntut Umum maupun Pengadilan.
Barangsiapa pada dasarnya mengandung prinsip persamaan
kedudukan di muka hukum (equality before the law) sebagai asas
hukum yang berlaku universal. Dan, dalam melihat barangsiapa ini
sendiri tidak dapat dilepaskan atau dipisahkan dari konsep serta
prinsip ajaran tentang pertanggungjawaban pidana kepada
seseorang atau koorporasi.
Namun demikian, kami akan membahas hal yang disebutkan
Rekan Penuntut Umum dalam requisitoire-nya pada halaman 9,
yang menyebutkan :
“Yaitu setiap orang yang menjadi subyek hukum yang
kepadanya dapat dimintai pertanggungjawaban menurut
hukum atas perbuatan yang dilakukannya. Bahwa dalam
perkara ini adalah SOLEH HARIJANTO BIN SLAMET alias HOK
KIAN LAI sebagai pelaku tindak pidana dalam keadaan sehat,
tidak terganggung jiwanya serta dapat menjawab semua
pertanyaan yang diberikan baik oleh Hakim maupun oleh
Penuntut Umum sehingga dapat mempertanggungjawabkan
perbuatannya”
Bahwa unsur “Barangsiapa” ini merupakan elemen delict dan
bukan bestandeel delict dalam suatu ketentuan yang terdapat

113 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
pada pasal perundang-undangan yang tentunya harus dibuktikan
Rekan Penuntut Umum berdasarkan fakta di persidangan dan
bukan sekedar rekaan semata. Menurut hemat kami, unsur
Barangsiapa haruslah dihubungkan dengan perbuatan yang telah
didakwakan untuk selanjutnya dibuktikan apakah perbuatan
tersebut memenuhi unsur pidana atau tidak sebagaimana terdapat
dalam ketentuan pasal perundang-undangan yang mengaturnya.
Kalau unsur perbuatan tersebut terpenuhi atau terbukti secara sah
dan menyakinkan, maka barulah unsur barangsiapa dapat
dinyatakan terpenuhi atau terbukti apabila memang unsur barang
siapa tersebut dapat ditujukan pada diri Terdakwa. Jadi, dalam
hal ini yang terlebih dahulu dibahas dan dibuktikan bukanlah
unsur Barangsiapa ini melainkan terlebih dahulu harus
membuktikan secara sah dan menyakinkan unsur-unsur dalam
perbuatan.
Bahwa perjanjian antara terdakwa Soleh Harijanto
dengan Saksi Irwan Candra adalah perjanjian kersama
(lihat isi perjanjian pada bagian komparisi yang
menyebutkan “Pihak I dan Pihak II mengadakan
perjanjian kersama sbb: “), dengan demikian kapasitas para
pihak dalam perjanjian berada dalam lapangan hukum perdata,
dimana masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban sesuai
dengan isi perjanjian. Apakah salah satu atau kedua belah pihak
telah atau tidak melaksanakan isi dari perjanjian, maka itu
merupakan kewenangan yang ada pada lapangan hukum perdata
untuk menyelesaikannya dan bukan pada lapangan hukum pidana.
Dengan terbuktinya seluruh unsur perbuatan, barulah kemudian
dapat ditarik uraian unsur “Barangsiapa” yang akan ditujukan
kepada terdakwa sebagai subyek hukum yang didakwa melakukan
suatu perbuatan pidana. Tapi, apabila unsur pebuatan yang
merupakan bestandeel delict dari tindak pidana yang didakwakan
Rekan Penuntut Umum tidak terbukti, dengan sendirinya unsur
“Barangsiapa” sebagai subyek hukum tidak dapat dimintai
pertanggungjawaban pidananya.
Hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung RI No. 951
K/Pid/1982 tertanggal 10 Agustus 1983 yang pada intinya
menyebutkkan bahwa unsur stiap orang (barangsiapa) hanya
merupakan kata ganti orang, dimana unsur ini baru mempunyai
makna jika dikaitkan dengan unsur- unsur pidana lainnya, oleh
karenanya haruslah dibuktikan secara bersamaan dengan unsur-

114 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
unsur lain d alam perbuatan yang didakwakan dalam kaitan unsur
ini.
Dengan demikian, tidak secara otomatis unsur ini akan terbukti
hanya dengan mengajukan seorang terdakwa dalam persiangan,
melainkan harus dengan membuktikan dalam dakwaan kesatu
atau dakwaan kedua sebagaimana tersebut dalam surat dakwaan
Rekan Penuntut dalam persiangan ini yaitu terkait unsur: Dengan
Sengaja, Menguasai Secara Melawan Hukum, Suatu Benda,
Sebagian atau Keseluruhannya Milik Orang Lain, dan Berada
Padanya Bukan Karena Kejahatan.
2) Menguasai secara melawan hukum
Bahwa pada dasarnya alasan pembentuk undang-undang itu
mencantumkan unsur sifat melawan hukum itu tegas-tegas dalam
sesuatu rumusan delik karena pembentuk undang-undang khawatir
apabila unsur melawan hukum itu tak dicantumkan dengan tegas,
yang berhak atau berwenang untuk melakukan perbuatan-
perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang itu,
mungkin di pidana pula.
Bahwa makna yang terkandung pada unsur ini adalah bermaksud
memiliki, dan Menteri kehakiman pemerintahan kerajaan Belanda
menjelaskan maksud unsur ini adalah penguasaan secara
sepihak oleh pemegang sebuah benda seolah-olah
merupakan pemiliknya, bertentangan dengan hak yang
membuat benda tersebut berada padanya.
Kata secara melawan hukum (wedderechtelijk) dalam rumusan
Pasal 372 KUHP itu telah dipakai pembentuk undang-undang
untuk menunjukkan sifatnya yang melawan hukum dari perbuatan
‘menguasai’.
Menurut Profesor Van Bemmelen, yang dimaksud dengan
menguasai secara melawan hukum dalam konteks tindak pidana
penggelapan adalah “melakukan suatu perilaku yang
mencerminkan putusan pelaku untuk secara mutlak melaksanakan
kekuasaan yang nyata atas suatu benda”. Sehingga disini konteks
menguasai berbeda dengan memiliki. Karena ketika seseorang
menguasai suatu benda, orang tersebut tidak hanya sebatas
memiliki benda tersebut, namun orang tersebut juga dapat
melakukan tindakan atas benda yang ada dibawah kekuasaannya
tersebut seperti misalnya menjual, menyewakan, atau menitipkan
benda tersebut kepada pihak lain secara melawan hukum.

115 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Menurut Memorie van Toelichting Pasal 372 KUHP, yang dimaksud
dengan zich toeeigenen adalah (kalau diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia) “menguasai suatu benda seolah-olah ia adalah
pemiliknya”. Perlu ditekankan di sini bahwa ‘zich toeeigenen’
yang dimaksudkan oleh pembuat undang-undang adalah
‘zich toeeigenen’ yang melawan hukum (wederrechtelijk).
Apabila penguasaan tersebut tidak bertentangan dengan sifat dari
hak dengan hak mana benda itu dapat berada di bawah
kekuasaannya, maka ini tidak memenuhi unsur zich toeeigenen
sebagaimana dimaksud pasal ini.
Karakteristik perkara pidana di Indonesia telah menempatkan
unsur yang esensial dalam suatu perumusan delilk, baik yang
berwujud perumusannya yang tersirat maupun yang tersurat,
yaitu apa yang dinamakan unsur melawan hukum
(wedderechtelijk). Sebagai suatu delik formil, unsur melawan
dalam suatu perumusan delik kerap menempatkannya sebagai
suatu perbuatan yang primaritas untuk menentukan dipidana atau
tidaknya seorang terdakwa atau sering disebut dengan
“strafbarehandeling”
Perbedaan perbuatan “melawan hukum” dalam konteks Hukum
Pidana dengan dalam konteks Hukum Perdata adalah lebih
dititikberatkan pada perbedaan sifat Hukum Pidana yang bersifat
publik dan Hukum Perdata yang bersifat privat. Untuk itu, sebagai
referensi, disini kami mengutip pandangan Munir Fuady pada
buku Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer),
terbitan PT. Citra Aditya Bakti (Bandung: 2005), hal. 22, yang
menyatakan:
“Hanya saja yang membedakan antara perbuatan (melawan
hukum) pidana dengan perbuatan melawan hukum (perdata)
adalah bahwa sesuai dengan sifatnya sebagai hukum publik,
maka dengan perbuatan pidana, ada kepentingan umum yang
dilanggar (disamping mungkin juga kepentingan individu),
sedangkan dengan perbuatan melawan hukum (perdata) maka
yang dilanggar hanya kepentingan pribadi saja.”
Dalam hukum pidana, sifat melawan hukum memiliki empat
makna yakni:
Pertama, perbuatan melawan hukum diartikan syarat umum
dapat dipidananya suatu perbuatan sebagaimana definisi
perbuatan pidana yakni kelakuan manusia termasuk dalam
rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dapat dicela.

116 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Kedua, kata melawan hukum dicantumkan dalam rumusan delik.
Dengan demikian, sifat melawan hukum merupakan syarat
tertulis untuk dapat dipidananya suatu perbuatan.
Ketiga, sifat melawan hukum formal mengandung arti semua
unsur dari rumusan delik telah dipenuhi.
Keempat, sifat melawan hukum materil mengandung dua
pandangan sebagai berikut:
 Dari sudut perbuatannya mengandung arti melanggar atau
membahayakan kepentingan hukum yang hendak dilindungi
oleh pembuat undang-undang rumusan delik.
 Dari sudut sumber hukumnya, sifat melawan hukum
mengandung pertentangan dengan asas kepatutan, keadilan
dan hukum yang hidup di masyarakat. Perkembangan
berikut, sifat melawan hukum materil dibagi menjadi sifat
melawan hukum materl dalam negatif dan fungsi positif.
Sifat melawan hukum materil dalam fungsi negatif berarti
meski perbuatan memenuhi unsur delik tetapi tidak
bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat, maka
perbuatan itu tidak dipidana. Adapun sifat melawan hukum
materil dalam fungsi positif mengandung arti, meski
perbuatan tidak memenuhi unsur delik, tetapi jika perbuatan
itu dianggap tercela karena tidak sesuai rasa keadilan atau
norma di masyarakat, maka perbuatan itu dapat dipidana.
Bahwa ternyata dalam menguraikan unsur melawan hukum ini,
Rekan Penuntut Umum telah melakukan tindakan “koruptif”
guna membenarkan dalil dalam menyusun dan mengajukan
tuntutannya kepada terdakwa. Memang seakan menjadi hal yang
biasa bagi Penuntut Umum untuk tidak memuat secara lengkap
fakta yang terungkap di persidangan pada tuntutannya. Penuntut
Umum selalu mencantumkan fakta yuridis yang telah dimanipulir
sedemikian rupa sehingga seolah-olah perbuatan Terdakwa telah
dilakukan dengan cara melawan hukum. Kupasan yang dilakukan
Rekan Penuntut Umum telah menyembunyikan kalimat-kalimat
pada fakta persidangan dan kemudian mengambil yang hanya
menguntungkan Rekan Penuntut Umum tapi merugikan
terdakwa.
Mengamati semua bagian dalam tuntutan yang diajukan Rekan
Penuntut Umum, serta proses yang berlangsung dalam
persidangan ini, terlihat jelas bagaimana Surat Dakwaan dan
Tuntutan Penuntut Umum tidak benar dan tidak berdasar hukum.

117 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Memang, kedudukan Penuntut Umum dan Terdakwa atau
Penasihat Hukumnya selalu berada dalam posisi yang
berlawanan, namun perlu dimaknai sebagai bagian dari aparatur
penegak hukum meskipun mempunyai sudut pandang yang
berbeda tetap harus dalam proses menacapai tujuan persidangan
pidana berupa “mencari kebenaran materiil”.
Dengan demikian sikap “manipulatif” terhadap fakta persidangan
dengan mengambil sepotong-potong setiap fakta yang ada akan
menimbulkan penafsiran yang berbeda dengan maksud yang ada
dalam suatu fakta secara keseluruhan.
Berangkat dari keseluruhan fakta persidangan, telah jelas dan
mutlak unsur ini sama sekali tidak terpenuhi dilakukan oleh
Terdakwa Soleh Harijanto Bin Slamet alias Hok Kian Lai. Dalam
kaitannya dengan unsur melawan hukum dengan unsur
kesalahan (baik opzet maupun culpa) tidak ada sama sekali bukti
yang menyatakan terdakwa SOLEH HARIJANTO BIN SLAMET alias
HOK KIAN LAI melakukan kesalahan.
Bahwa berdasarkan keterangan yang diberikan para saksi-saksi,
penguasaan oleh Terdakwa terhadap 2 (dua) unit rumah yang
terletak di Jalan Kalijudan Taruna IV/70 dan Jl. Kalijudan Taruna
IV/72 adalah suatu penguasaan yang sah secara hukum dan
sama sekali tidak mengandung unsur melawan hukum. Bahwa
lokasi dibangunnya 2 (dua) unit rumah oleh Terdakwa Soleh
Harijanto Bin Slamet alias Hok Kian Lai adalah milik terdakwa dan
hingga saat selesainya pembangunan tidak pernah dialihkan
status kepemilikannya kepada orang lain. Saat terdakwa akan
menyelesaikan pembangunan 2 (dua) unit tersebut, Terdakwa
kekurangan modal pembangunan sehingga Terdakwa meminjam
uang/modal yang dikamuflasekan melalu perjanjian jual beli di
bawah tangan dengan SAKSI Irwan Candra. Dalam hal ini
kembali kami tegaskan hubungan hukum berada dalam
lapangan hukum perdata yang menimbulkan hak dan
kewajiban antara para pihak dalam perjanjian tersebut
sehingga hal ini merupakan “melawan perikatan” dan
bukan “melawan hukum”.
Bahwa dalam proses peminjaman uang dengan kamuflase jual
beli bawah tangan berdasarkan perjanjian yang dibuat pada
tanggal 1 Maret 2008, Terdakwa Soleh Harijanto memiliki hak
untuk menerima uang sebesar Rp 350.000.000,- (tiga ratus lima
puluh juta rupiah) dari SAKSI Irwan Candra dan kemudian

118 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Terdakwa memiliki kewajiban untuk mengembalikan berikut
dengan bunga/keuntungan kepada Irwan Candra sebesar Rp
450.000.000,- (empat ratus lima puluh juta rupiah) paling lama
sampai tanggal 1 September 2008 dan apabila Terdakwa
terlambat untuk mengembalikan maka Terdakwa diwajibkan
memberikan keuntungan/denda sebesar 1,5% per bulan kepada
SAKSIrwan Candra sampai lunasnya pembayaran uang tersebut.
Bahwa berdasarkan requisitoire Rekan Penuntut Umum halaman
10, tentang kajian unsur menguasai dengan melawan hukum ini,
patut kami tanggapi sebagai berikut:
Bahwa Rekan Penuntut Umum tidak menjelaskan secara
detail materiel feit dan juridis feit dari unsur dengan melawan
hukum ini sehingga menimbulkan kekaburan pengertian yang
berakibat tidak dapat dibuktikannya unsur ini oleh Rekan
Penuntut Umum secara sah dan menyakinkan
Bahwa Rekan Penuntut Umum telah mengaburkan
pengertian dari Surat Perjanjian Jual Beli tertanggal 1 Maret
2008 dengan menyebutkan “…. selanjutnya oleh terdakwa
pada tanggal 28 Pebruari 2008, 2 unit rumah tersebut dijual
kepada SAKSIRWAN CANDRA seharga Rp. 350.000.000,- ….”
Padahal jelas sekali dalam Surat Perjanjian Jual Beli tersebut
menegaskan “Pihak I dan Pihak II mengadakan
perjanjian kerjasama sbb :”
Bahwa Rekan Penuntut Umum membangun logikanya sendiri
tanpa didukung alat-alat bukti yang sah dengan
menyebutkan “selain itu tertuang pula dalam surat perjanjian
jual beli rumah tertanggal 01 Maret 2008 tersebut
bahwasanya SAKSI IRWAN CANDRA juga memberikan kuasa
kepada Terdakwa untuk menjualkan kembali 2 unit rumah
tersebut”. Darimanakah penarikan kesimpulan kuasa
untuk menjualkan kembali diperoleh oleh rekan
Penuntut Umum? Padahal jelas dan tegas hal itu sama
sekali tidak tertuang dalam alat bukti surat maupun dari alat
bukti keterangan saksi-saksi dan yang disebutkan hanyalah
“Pihak I membantu membantu menjualkan atau dapat
membeli kembali rumah tersebut paling lama sampai tanggal
1 September 2008 dengan harga Rp 450.000.000,-………….”
Bahwa pada dasarnya hubungan hukum yang terjadi antara
SAKSI Irwan Candara dengan terdakwa Soleh Harijanto
merupakan hubungan hukum keperdataan dalam lapangan

119 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
kontraktuil/perjanjian dan manakala salah satu pihak ingkar
janji, maka hal ini merupakan bentuk adanya wanprestasi
dari pihak yang ingkar janji (melawan perikatan dan bukan
melawan hukum)
Berangkat dari hal tersebut, jelas dan tegas bahwa unsur
dengan melawan hukum sama sekali tidak terbukti
secara sah dan menyakinkan dilakukan oleh Terdakwa
Soleh Harijanto Bin Slamet alias Hok Kian Lai.
3) Suatu benda
Benda yang menurut sifatnya dapat dipindah-pindahkan ataupun
dalam prakteknya sering disebut “benda bergerak‟.
Pengertian benda dinyatakan dalam pasal 499 KUH Perdata
sebagai berikut:
“Menurut paham undang-undang yang dinamakan kebendaan
ialah, tiap-tiap barang dan tiap- tiap hak yang dapat dikuasai oleh
hak milik.” Pengertian benda disini dapat dipahami sebagai benda
bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud serta benda tak
bergerak sebagaimana diatur dalam KUH Perdata. Sehingga
pemahaman soal unsur benda yang dimaksud dalam Pasal 372
KUHP mengenai penggelapan dapat dikategorikan sebagai benda
bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud sebagaimana
diatur dalam KUH Perdata.
Tidak sembarang benda dapat dijadikan objek penggelapan. Yang
dapat dijadikan objek penggelapan adalah benda berwujud dan
bergerak. Tanah dan rumah tidak dapat menjadi objek
penggelapan. Benda yang dimaksud di sini pun tidak perlu perlu
mempunyai nilai tukar (Arrest Hoge Raad tanggal 6 Januari 1919).
Dalam hal ini Rekan Penuntut Umum telah mencoba
mencampuradukkan pengertian akan “unsur benda” dalam perkara
ini dengan tidak menjelaskan benda apakah yang telah di gelapkan
oleh terdakwa. Apakah yang didakwakan sebagai penggelapan
oleh terdakwa adalah Asli Surat Pernyataan Pemilikan Tanah sesuai
Buku C No. 4014 Persil No. 25 klas I? Atau apakah yang digelapkan
oleh Terdakwa adalah uang milik Saksi Irwan Candra? Sama sekali
tidak ada penjelasan yang terurai dari Rekan Penuntut Umum
tentang “benda” yang masuk dalam fakta perkara ini.
Apabila yang didalilkan Rekan Penuntut Umum adalah benda yang
termasuk dalam kategori Asli Surat Pernyataan Pemilikan Tanah
Sesuai Buku C No. 4014 Persil No. 25 Klas I, maka sudah jelas
berdasarkan keterangan Saksi Kepala Kelurahan Subakir, S.Sos,

120 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
MM, sama sekali tidak ada bukti Petok D yang dikeluarkan oleh
Kelurahan Kalijudan atas obyek yang belum disertifikatkan. Bahwa
Kelurahan akan mengeluarkan bukti kepemilikan atas sebidang
tanah dan bangunan apabil ada peningkatan menjadi Sertifikat dan
apabila tidak ada peningkatan bukti kepemilikan ke sertifikat, maka
yang dipegang adalah Pernyataan yang ditandatangani oleh Pemilik
yang diketahui oleh Kepala Kelurahan berdasarkan data yang
terdapat pada Buku Indun C Desa yang ada di Kelurahan Kalijudan.
Dalam hal ini, jelas dan tegas Saksi Kepala Kelurahan Subakir,
S.Sos,MM, menyebutkan untuk tanah yang terdapat pada lokasi
Kalijudan Taruna IV Kav No. 26 kepemilikan terakhir ada pada
Terdakwa Soleh Harijanto dan tidak pernah dialihkan kepada pihak
lain dalam bentuk tindakan hukum keperdataan apa pun. Baru
terjadi proses pemindahan hak atas bidang tanah yang terletak
pada Kalijudan Taruna IV Kav. No. 26 akibat adanya jual beli
antara Terdakwa Soleh Harijanto dengan Saksi Sugianto Tjio dan
Saksi Lie Pie Fat. Dalam hal ini, baik Saksi Sugainto Tjio, Saksi Lie
Pie Fat, Saksi Subakir, dan berdasarkan keterangan Terdakwa
proses balik nama dari nama terdakwa kepada Saksi Sugianto Tjio
dan Saksi Lie Pie Fat tidak ada permasalahan dan sudah sesuai
dengan procedure yang berlaku. Selain itu, selama Saksi Sugianto
Tjio dan Saksi Lie Pie Fat menguasai obyek tersebut tidak pernah
complain ataupun sanggahan dari pihak manapun atas kepemilikan
yang telah beralih dari Terdakwa Soleh Harijanto kepada Saksi
Sugianto Tjio dan Saksi Lie Pie Fat ini.
Kemudian, apabila yang didalilkan Rekan Penuntut Umum adalah
sejumlah uang milik Saksi Irwan Candra yang menurut Penuntut
Umum berjumlah Rp. 450 juta, merupakan suatu logika hukum
yang tidak berdasar. Dalam hal ini, sudah jelas dan tegas
berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan baik itu bukti
surat dan bukti keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa,
dimana hubungan hukum antara Terdakwa Soleh Harijanto dengan
Saksi Irwan Candra berada dalam lapangan hukum perdata.
Dalam hal ini, Saksi Irwan Candra mendalilkan terdakwa belum
melaksanakan kewajibannya mengembalikan uang sebesar Rp 350
juta ditambah dengan keuntungan sebesar Rp 100 juta sehingga
total kewajiban yang belum dikembalikan terdakwa sebesar Rp 450
juta. Tapi, keterangan yang diberikan Saksi Irwan Candra hanyalah
keterangan satu orang saksi belaka (Unus Testis Nulus Testis)

121 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
serta tidak didukung oleh keterangan saksi lainnya dan juga tidak
didukung oleh alat bukti lain.
Apabila dilihat dan dikaji keterkaitan antara keterangan yang
diberikan oleh Saksi Harsasi, Saksi H. Bakri serta keterangan
terdakwa Soleh Harijanto, jelas dan tegas bahwa terdakwa dalam
hal ini telah melaksanakan kewajibannya kepada Saksi Irwan
Candra sebesar Rp 500 juta. Adapun naiknya nilai ini sebesar Rp 50
juta karena system pembayaran yang dilakukan terdakwa dengan
prinsip cicilan. Saksi Harsasi jelas mengeatakan telah memberikan
uang sebesar Rp 500 juta kepada Saksi Irwan Candra dan Saksi
Irwan Candra pun mengakui telah menerima uang ini. Meskipun
Saksi Harsasi tidak menjelaskan secara rinci pengembalian uang
yang dilakukannya ini untuk apa, tapi jelas Saksi Harsasi
menyebutkan uang tersebut untuk pengembalian atas bangunan
yang terletak do Kalijudan Taruna IV. Kemudian hal ini dipertegas
oleh keterangan Saksi H. Bakri yang menyebutkan uang tersebut
berasal dari miliknya sebesar Rp 500 juta untuk pengembalian
kepada Saksi Irwan Candra atas 2 (dua) unit bangunan yang
terletak di Jalan Kalijudan Taruna IV No. 70 Kota Surabaya dan
Jalan Kalijudan Taruna IV No. 72 Kota Surabaya. Keterangan 2
(dua) orang saksi ini pun didukung oleh keterangan terdakwa dan
juga alat bukti surat berupa kwitansi yang ditandatangani Saksi
Irwan Candra, dimana dalam kwitansi tertulis “untuk pembayaran 2
(dua) unit rumah di Kalijudan Taruna IV” dan hal ini pun
dibenarkan oleh Saksi Irwan Candra.
Berangkat dari hal tersebut, jelas dan tegas bahwa unsur suatu
benda sama sekali tidak terbukti secara sah dan
menyakinkan dilakukan oleh Terdakwa Soleh Harijanto
Bin Slamet alias Hok Kian Lai.

4) Sebagian atau keseluruhannya kepunyaan orang lain


Terhadap unsur ini HOGE RAAD dalam arrestnya tanggal 1 Mei
1922 menyatakan bahwa:
“Di sidang Pengadilan yang memeriksa seorang terdakwa yang
didakwa telah menggelapkan barang kepunyaan orang lain itu
tidak perlu dipastikan tentang siapa sebenarnya orang lain
tersebut.”

122 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Sehingga untuk dapat menyatakan seorang terdakwa memenuhi
unsur ini, cukup hanya dengan membuktikan bahwa benda
tersebut bukan merupakan milik terdakwa sendiri.
Bahwa berangkat dari fakta persidangan telah jelas dan tegas
Terdakwa sama sekali tidak pernah menggunakan benda yang
sebagian atau keseluruhannya adalah milik orang lain dalam
perkara ini. Hubungan antara terdakwa dengan Saksi Irwan
Candra berada dalam lapangan hukum perdata, sehingga harus
pula diselesaikan secara perdata.
Berangkat dari hal tersebut, unsur sebagian atau
keseluruhannya kepunyaan orang lain sama sekali tidak
terbukti secara sah dan menyakinkan dilakukan oleh
Terdakwa Soleh Harijanto Bin Slamet alias Hok Kian Lai.
5) Berada padanya bukan karena kejahatan
Bahwa untuk menganalisis unsure ini, harus ada hubungan
langsung yang sifatnya nyata antara pelaku dengan suatu benda
pada tindak pidana penggelapan.
Yang dimaksud dengan kata-kata “yang ada padanya” disini
adalah keharusan adanya suatu hubungan langsung yang sifatnya
nyata antara pelaku dengan suatu benda, yakni agar perbuatan
“menguasai secara melawan hukum” yang dilakukannya, dapat
dipandang sebagai tindak pidana penggelapan dan bukan
merupakan tindak pidana pencurian. Disamping itu hubungan
langsung yang sifatnya nyata antara pelaku dengan suatu benda
harus didasari oleh suatu peralihan hak yang sah dan bukan
karena kejahatan Unsur inilah salah satu tanda ciri yang
membedakan tindak pidana penggelapan dan pencurian.
Bahwa dalam hal ini kami sangat menyesalkan kesimpulan yang
telah diambil Rekan Penuntut Umum dalam Requisitoire-nya pada
halam 12 yang menyatakan :
“Bahwa berdasarkan keterangan saksi Irwan Candra, terdakwa
dapat menguasai uang hasil penjualan rumah di …… dst”
Suatu kesimpulan yang sangat tidak berdasarkan pada hukum
pembuktian yang mendasarkan pada hanya satu keterangan saksi
belaka. Bagaimana mungkin Rekan Penuntut Umum mampu
mendasarkan unsure ini hanya pada satu ketarangan saksi Irwan
Candra, padahal dalam hukum pembuktian untuk membuktikan
secara sah dan menyakinkan suatu unsure tindak pidana minimal
harus dilakukan berdasarkan 2 (dua) alat bukti yang sah. Disini
dengan sangat yakinnya Rekan Penuntut Umum hanya

123 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
menggunakan keterangan satu orang saksi pelapor yang
kemudian dihubungkan dengan alat bukti surat perjanjian jual beli
yang telah dimanipulir pengertian dan maknanya oleh Rekan
Penuntut Umum berdasarkan kepentingan Penuntut Umum sendiri
dan bukan berdasarkan logika serta analisis hukum. Sudah
semestinya hal ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar pembuktian
unsur ini. Satu orang saksi bukanlah saksi atau dikenal dengan
istilah “Unus Testis Nulus Testis”
Bahwa sebagaimana telah diuraikan pada bagian-bagian unsur
sebelumnya, hubungan hukum dalam perkara ini berada pada
hubungan kontraktuil yang harus diselesaikan secara hukum
keperdataan dan bukan hukum pidana. Dimana dalam hal ini
terjadi perbedaan pendapat antara Terdakwa dengan Saksi Irwan
Candra dalam pelaksanaan perjanjian kedua belah pihak dan
seharusnya diputus oleh Hakim Perdata.
Berangkat dari hal tersebut, jelas dan tegas bahwa unsur
berada padanya bukan karena kejahatan sama sekali
tidak terbukti secara sah dan menyakinkan dilakukan
oleh Terdakwa Soleh Harijanto Bin Slamet alias Hok Kian
Lai.

KESIMPULAN

Majelis Hakim Yang Mulia;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;

Bahwa berdasarkan analisis hukum yang telah kami lakukan terhadap surat
dakwaan maupun surat tuntutan berdasarkan fakta-fakta persidangan yang
telah terungkap, terbukti Penuntut Umum tidak dapat membuktikan
dakwaanya sehubungan dengan uraian yang tercantum pada surat dakwaan
yang telah diajukannya pada awal persidangan perkara ini.
Bahwa kami Penasihat Hukum terdakwa berkeyakinan Majelis hakim yang
mulia senantiasa berpegang teguh pada rasa keadilan demi tegaknya
keadilan dan kepastian hukum bagi terdakwa. Kami meyakini tidak ada
kebencian yang melekat pada diri kami atau dendam, tetapi semata-mata
didasarkan kepada tanggung jawab untuk melaksanakan tugas dan profesi
masing-masing dengan sebaik-baiknya yang berpedoman pada etika dan
norma hukum yang akhirnya kesemuanya berpulang kepada
pertanggungjawaban kita masing-masing kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

124 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
PERMOHONAN dan PENUTUP

Majelis Hakim Yang Mulia;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian;

Bahwa oleh karena persidangan dan nota pembelaan (pledooi) ini telah
selesai kami uraikan satu persatu dimana pada kesimpulan telah pula kami
jelaskan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan perbuatan
yang dilakukan terdakwa SOLEH HARIJANTO Bin SLAMET alias HOK KIAN LAI
tidak terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan perbuatan pidana
sebagaimana pada DAKWAAN Kesatu dan DAKWAAN Kedua dari Penuntut
Umum.

Dengan segala kerendahan hati kami para penasihat hukum terdakwa,


memohon dengan hormat kepada Majelis Hakim Yang Mulia yang mengadili
perkara ini berkenan memutuskan:
1. Menyatakan terdakwa SOLEH HARIJANTO Bin SLAMET alias HOK KIAN
LAI, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak
pidana sebagaimana disebutkan dalam Dakwaan Kesatu yaitu Pasal
378 KUHP
2. Menyatakan terdakwa SOLEH HARIJANTO Bin SLAMET alias HOK KIAN
LAI, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak
pidana sebagaimana disebutkan dalam Dakwaan Kesatu yaitu Pasal
372 KUHP
3. Membebaskan terdakwa SOLEH HARIJANTO Bin SLAMET alias HOK
KIAN LAI dari dakwaan-dakwaan tersebut (Vrijspraak) sesuai pasal
191 ayat (1) KUHAP atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa
SOLEH HARIJANTO Bin SLAMET alias HOK KIAN LAI dari semua
tuntutan hukum (onstlaag van alle rechtvervolging ) sesuai pasal 191
ayat (2) KUHAP.
4. Membebaskan terdakwa SOLEH HARIJANTO Bin SLAMET alias HOK
KIAN LAI dari tahanan;
5. Mengembalikan nama baik SOLEH HARIJANTO Bin SLAMET alias HOK
KIAN LAI di masyarakat, dengan mewajibkan kepada Penuntut Umum
agar mengiklankan di beberapa harian (media massa).
6. Membebankan biaya perkara dalam perkara ini kepada negara.

Atau :

125 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y
Apabila Majelis hakim berpendapat lain, kami mohon putusan yang seadil-
adilnya (ex aequo at bono) dengan tetap menjunjung tinggi hak-hak dasar
(azasi) terdakwa sebagai manusia dan dalam sistem peradilan yang adil.

Justitia Voor Iederen


Semoga Tuhan memberkati.

Surabaya; November 2013


Hormat kami,
Para Penasihat Hukum Terdakwa
SOLEH HARIJANTO Bin SLAMET alias HOK KIAN LAI

NOOR AUFA, SH S.P. WIBOWO, SH, MH

126 | P l e d o o i P e r k a r a : 2 1 5 2 / P i d . B / 2 0 1 3 / P N . S B Y

Anda mungkin juga menyukai