Anda di halaman 1dari 7

KANTOR HUKUM ABRAHAM, S.H., M.

H PARTHNERS
Jln. Jenderal Sudirman No.15, Kel. Air Hitam, Kec. Payung Sekaki, Kota Pekanbaru
Provinsi Riau
Phone : 0882-7169-1561 Email : AbrahamLawoffice@gmail.com

EKSEPSI
ATAS DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM
DALAM PERKARA NOMOR : 04/Pid.B/2022/PN.PBR-SEMU
ATAS NAMA TERDAKWA NADA AFRA RAHMADANI

Diajukan oleh Tim Penasihat Hukum :

RETNO NOVIRA, S.H., M.H

Disampaikan di hadapan persidanganPengadilan


Negeri Pekanbaru Hari Sabtu, 16 April2022

DIDAKWA :
KESATU:
Sebagaimana diatur dan diancam pidana berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (3) Jo.
===========

Atau;

KEDUA:
Sebagaimana diatur dan diancam pidana berdasarkan ketentuan Pasal 45 ayat (1) Undang-
Undang RI No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
=====================

Untuk dan atas nama Terdakwa :


Nama Lengkap : Nada Afra Rahmadani
Tempat Lahir : Pekanbaru
Tanggal Lahir : 26 November 2001
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Jl. Soekarno Hatta No.30, Kota Pekanbaru Provinsi Riau
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikan : SMA
Sesuai dengan hak asasi Terdakwa untuk mendapatkan hak membela diri dan hak yang
diberikan oleh Undang-undang kepada Terdakwa, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156
ayat (1) KUHAP dan Pasal 143 ayat (2) dan (3) KUHAP, bersama ini kami, Penasehat
Hukum Terdakwa, Untuk dan atas nama Terdakwa mengajukan NOTA KEBERATAN
terhadap Surat Dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum dalam Persidangan yang
mulia ini.

I. PENDAHULUAN
Hakim Yang Terhormat,
Saudara Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,Serta Sidang yang
kami muliakan,

Pertama-tama, kami dari Tim Penasihat Hukum Nada Afra Rahmadani menyampaikan
ucapan terima kasih yang setinggi- tingginya kepada Hakim Yang Mulia, yang
memeriksa dan mengadili perkara pidana ini. Kami Tim Penasihat Hukum
merasa bahwa Hakim Yang Mulia telah bertindak adil dan bijaksana terhadap semua
pihak dalam persidangan ini. Hakim Yang Mulia telah memberikan kesempatan yang
sama baik kepada Jaksa Penuntut Umum untuk menyusun dakwaannya, maupun
kepada Terdakwa dan penasihat hukumnya juga telah diberi kesempatan yang sama
yaitu untuk mangajukan Eksepsi (Nota Keberatan).

Eksepsi ini kami sampaikan dengan pertimbangan bahwa ada hal-hal prinsip yang
perlu kami sampaikan berkaitan demi tegaknya hukum, kebenaran dan keadilan serta
demi memastikan terpenuhinya keadilan yang menjadi hak Terdakwa sebagaimana
diatur dalam Pasal
156 ayat (1) KUHAP yaitu : "Dalam hal Terdakwa atau penasihat hukum mengajukan
keberatan bahwa Pengadilan tidak berwenang mengadili perkara atau dakwaan tidak
dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan
oleh Jaksa Penuntut Umum untuk menyatakan pendapatnya Hakim
mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnyamengambil keputusan".

Pengajuan Eksepsi yang kami buat ini, sama sekali tidak mengurangi rasa hormat kami
kepada Jaksa Penuntut Umum yang sedang melaksanakan fungsi dan juga
pekerjaannya, serta juga pengajuan Eksepsi ini tidak semata-mata mencari kesalahan dari
dakwaan Jaksa Penuntut Umum ataupun menyanggah secara apriori dari materi ataupun
formal dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penutut Umum. Namun ada hal yang sangat
fundamental untuk dapat diketahui Hakim Yang Mulia dan saudara Jaksa Penuntut
Umum demi tegaknya keadilan sebagaimana semboyan yang selalu kita junjung
bersama selaku penegak hukum yakni FiatJustitia Ruat Caelum.

Pengajuan Eksepsi ini bukan untuk memperlambat jalannya proses peradilan ini,
namun sebagaimana disebutkan diatas bahwa pengajuan dari Eksepsi ini mempunyai
makna serta tujuan sebagai penyeimbang dari Surat Dakwaan yang disusun dan
dibacakan dalam sidang. Kami selaku penasihat hukum Terdakwa percaya bahwa
Hakim Yang Mulia akan mempertimbangkan dan mencermati segala masalah hukum
tersebut, sehingga dalam keberatan ini kami mencoba untuk menggungah hati
nurani Hakim Yang Mulia agar tidak semata-mata melihat permasalahan ini dari
aspek yuridis atau hukum positif yang ada semata, namun juga menekankan pada
nilai-nilai keadilan yang hidup didalam masyarakat yang tentunya dapat meringankan
hukuman Terdakwa.

Sebelum melangkah pada proses yang lebih jauh lagi, perkenankan kami selaku kuasa
hukum untuk memberikan suatu adagium yang mungkin bisa dijadikan salah satu
pertimbangan Hakim Yang Mulia yaitu : “dakwaan merupakan unsur penting hukum
acara pidana karena berdasarkan hal yang dimuat dalam surat itu hakim akan
memeriksa surat itu“ (Prof. Andi Hamzah, S.H).

Dalam hal ini maka Penuntut Umum selaku penyusun Surat Dakwaan harus
mengetahui dan memahami benar kronologi peristiwa yang menjadi fakta dakwaan,
apakah sudah cukup berdasar untuk dapat dilanjutkan ke tahap pengadilan ataukah
fakta tersebut tidak seharusnya diteruskan karena memang secara materiil bukan
merupakan tindak pidana. Salah satu fungsi hukum adalah menjamin agar tugas
negara untuk menjamin kesejahteraan rakyat bisa terlaksana dengan baik dan
mewujudkan keadilan yang seadil-adilnya dan hukum menjadi panglima untuk
mewujudkan sebuah kebenaran dan keadilan. Melalui uraian ini kami
mengajak Hakim Yang Mulia dan Jaksa Penunutut Umum Yang Terhormat untuk bisa
melihat permasalahan secara komprehensif dan tidak terburu-buru serta bijak, agar dapat
sepenuhnya menilai ulang Nada Afra Rahmadani sebagai Terdakwa dalam perkara
ini dan kami selaku kuasa hukum juga memohon kepada Hakim Yang Mulia yang
memeriksa perkara ini untuk memberikan keadilan hukumyang seadil-adilnya.

II. KEBERATAN TERHADAP SURAT DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM


Hakim Yang Mulia,
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,Serta sidang
yang terhormat,

Bahwa berdasarkan Surat Dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum maka
menurut hemat kami ada beberapa hal yang perlu ditanggapi secara seksama mengingat
di dalam Surat Dakwaan tersebut terdapat berbagai kejanggalan dan ketidakjelasan yang
menyebabkan kami mengajukan keberatan.

Berdasarkan uraian di atas kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa ingin


mengajukan keberatan terhadap Surat Dakwaan yang telah didakwakan oleh Jaksa
Penuntut Umum dengan alasan sebagai berikut :
1. KETIDAKJELASAN UNDANG-UNDANG YANG DIGUNAKAN
Dalam surat dakwaannya, JPU menguraikan kronologis peristiwa yang terjadi pada
tanggal 17 Desember 2021. Dalam uraiannya, pertama-tama JPU menjabarkan
mengenai tweet terdakwa yang menanggapi pernyataan dari akun @triomacan2000.
Dalam tanggapannya, terdakwa menunjukkan ketidaksepakatan atas pernyataan akun
@triomacan2000 yang menyebut bahwa Misbakhun merupakan pembongkar kasus
korupsi Century. Hal ini ditanggapi terdakwa sebagai pernyataan yang lucu dan ironis
karena menurut terdakwa Misbakhun termasuk yang ikut merampok Bank Century.
Pernyataan inilah yang kemudian menjadi awal mula hubungan antara terdakwa
dengan korban yaitu, Misbakhun.

Setelah pernyataan tersebut diketahui, korban kemudian meminta klarifikasi atas


pernyataan terdakwa melalui media sosial yang sama yaitu, twitter. Korban menyoroti
terutama atas penggunaan kata merampok dan penyebar fitnah pada tweet terdakwa.
Dalam percakapannya dengan korban, terdakwa menjelaskan perihal kata merampok
dalam tweetnya merupakan kiasan yang kemudian tidak diterima oleh korban karena
penggunaan kata tersebut tanpa menggunakan tanda petik. Korban mengartikan hal
tersebut sebagai satu hal yang jelas tanpa ada maksud sebagai kiasan. Korban juga
merasa keberatan karena kasusnya telah diputus oleh Majelis PK Mahkamah Agung
yang memutuskan bahwa terdakwa bebas murni yang berarti dakwaan terhadapnya
tidak terbukti. Percakapan antara keduanya terus berlangsung hingga akhirnya korban
merasa terhina dan nama baiknya tercemar dan kemudian mengadukan terdakwa ke
Polda Metrojaya pada tanggal 20 Desember 2021.

Atas perbuatan tersebut, JPU kemudian mengenakan terdakwa dengan dakwaan


tunggal menggunakan pasal 27 ayat (3) jo pasal 45 ayat (1) UU ITE. Adapun unsur-
unsur pasal tersebut adalah sebagai berikut: 1. Setiap orang; 2. Dengan sengaja dan
tanpa hak; 3. Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik; 4. Yang memiliki
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Namun demikian, JPU tidak menggunakan pasal penghinaan dan/atau pencemaran


nama baik yang diatur dalam KUHP melainkan hanya mencantumkan ketentuan pada
UU ITE saja. Penggunaan dakwaan tunggal yang hanya menggunakan ketentuan pada
UU ITE tersebut bertentangan dengan Putusan MK No. 50/PUU-VI/2008 dan No.
2/PUU-VII/2009 mengenai judicial review terhadap pasal 27 ayat (3) UU ITE.

Hakim Yang Terhormat,


Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,Serta sidang
yang kami muliakan,

Bahwa salah satu isu yang dibahas dalam putusan tersebut adalah mengenai
kedudukan norma hukum pidana dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE dengan kaitannya
dengan norma hukum pidana dalam pasal‐pasal KUHP yang mengatur tindak pidana
penghinaan. Majelis menafsirkan bahwa Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengenai
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik tidak bisa dilepaskan dari norma hukum
pidana sebagaimana dimuat dalam Bab XVI KUHP tentang Penghinaan. Jadi, norma
hukum pokok/dasar (genus delict) berasal dari KUHP, sedangkan norma hukum
dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE merupakan pemberlakuan secara khusus ke dalam
undang-undang.

Pemberlakuan secara khusus dilakukan terkait dengan karakteristik yang tidak bisa
diterapkan begitu saja dengan keadaan umum. Oleh karena itu, penggunaan delik
penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik diperluas ke dalam bidang informasi dan
transaksi elektronik. Perluasan tersebut dilakukan karena bentuk-bentuk
penyebarluasan delik penghinaan dilakukan dengan berbagai macam cara baik yang
bersifat umum maupun yang bersifat khusus/tertentu. Sedangkan, unsur penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik tidak dapat dipidahkan dari norma hukum pokok
dalam KUHP.

Kedudukan norma pada UU ITE yang demikian menunjukkan bahwa karakteristik


penghinaan dalam UU ITE tetap merujuk pada pengaturan pada KUHP. Salah satunya
adalah mengenai syarat pengaduan untuk dapat dituntut yang harus juga diberlakukan
pada pasal 27 ayat (3) UU ITE. Selain itu, penggunaan pasal 27 ayat (3) UU ITE juga
harus merujuk pada salah satu bentuk penghinaan yang diatur dalam KUHP. Hal ini
tentunya dilakukan untuk memberikan kepastian hukum kepada tersangaka/terdakwa
mengenai tuduhan yang dipersangkakan kepadanya.

Dakwaan tunggal yang hanya menggunakan ketentuan pada UU ITE membuat


pembuktian unsur pasalnya menjadi tidak jelas terutama dalam hal pembuktian unsur
“yang memiliki unsur penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. Dalam hal ini,
penggunaan pasal 27 ayat (3) UU ITE tanpa merujuk pada pasal Penghinaan di KUHP
mengakibatkan tidak jelasnya bentuk penghinaan yang dituduhkan/didakwakan. Hal
ini tentunya memberikan ketidakpastian hukum bagi terdakwa terutama dalam
menyusun pembelaan. Sehingga memberi kesan bahwa suatu kasus dipaksakan tanpa
diikuti dengan pemahaman hukum yang kurang dari aparat penegak hukum itu
sendiri.

Hakim Yang Terhormat,


Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati, Serta sidang
yang kami muliakan,

Bahwa rumusan pasal 27 ayat (3) UU ITE bersifat kabur dan sempit. Bersifat kabur
karena dalam pasal ini tidak ditemukan perbuatan apa yang diklasifikasikan sebagai
penghinaan. Bersifat sempit karena tidak memuat penggolongan penghinaan, padahal
penggolongan tersebut pada dasarnya dapat ditemukan apabila JPU merujuk pada
ketentuan Bab XVI Buku II KUHP tentang Penghinaan. Dengan demikian, penerapan
pasal 27 ayat (3) UU ITE tanpa merujuk pada ketentuan penghinaan di KUHP
menimbulkan ketidakpastian hukum.

Hal ini tentunya harus diperjelas dalam dakwaan JPU dengan mengaitkan ketentuan
pasal 27 ayat (3) UU ITE dengan ketentuan penghinaan pada KUHP. Bahkan, JPU
tidak merujuk pada pengertian apapun mengenai apa yang dimaksud dengan muatan
penghinaan atau pencemaran nama baik termasuk pengertian unsur-unsur dari
menyerang kehormatan dan atau nama baik seseorang. Dalam hal ini, maka
argumentasi tersebut perlu dipertanyakan mengingat perasaan tercamar nama baik dan
kehormatan bersifat subjektif sehingga perlu diobjektivisir dengan menggunakan
ukuran-ukuran yang umum di masyarakat.

III. PENUTUP
Berdasarkan pada pokok-pokok Eksepsi yang kami uraikan di atas, maka kami
selaku Penasihat Hukum Terdakwa Nada Afra Rahmadani memohon kepada Hakim
Yang Mulia untuk menjatuhkan Putusan Sela dengan Amar Putusan yang pada
pokoknya menyatakan sebagai berikut:
1. Menerima Eksepsi dari penasihat hukum Nada Afra Rahmadani untuk
seluruhnya;
2. Menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum dengan Nomor Register Perkara:
PDM I-25/PKU/02/2022 BatalDemi Hukum;
3. Menetapkan pemeriksaan perkara terhadap Terdakwa Nada Afra Rahmadani
tidak dilanjutkan;
4. Membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan;
5. Memulihkan hak Terdakwa Nada Afra Rahmadani dalam hal kemampuan,
kedudukan, harkat serta martabatnya;

ATAU :
Apabila Hakim Yang Mulia berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex
aequo et bono).

Di akhir dari Nota Keberatan ini, perkenankanlah kamimengutip definisi


keadilan tertua yang dirumuskan olehpara ahli hukum zaman romawi, berbunyi
demikian: “Justitia est constans et perpetua voluntas jus suumcuique
tribuendi”, artinya: “Keadilan adalah kemauanyang tetap dan kekal
untuk memberikan kepada setiaporang apa yang semestinya”.

Selanjutnya Prof. Mr. Wirjono Prodjodikoro, seorang ahli hukum berpesan sebagai
berikut: “sebelum memutus perkara, supaya berwawancara dahulu dengan hati
nuraninya”. Oleh karena itu, kami yakin dan percaya bahwa Hakim
Yang Mulia akan menjatuhkan putusan yang adil dan benar berdasarkan fakta
hukum dan keyakinannya.

Akhirnya, kami serahkan nasib dan masa depan Nada Afra Rahmadani kepada
Hakim Yang Mulia, karena hanya Hakimlah yang dapat menentukannya
dengan bunyi ketukan palu, mudah-mudahan ketukan palu tersebut memberikan
pertanggungjawaban yang benar demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.

Demikianlah Eksepsi atas nama Nada Afra Rahmadani kami baca dan kami
sampaikan kepada Hakim Yang Mulia dalam persidangan pada hari Sabtu, 16 April
2022 di Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Hormat Kami
Kuasa Hukum Terdakwa,

RETNO NOVIRA, S.H., M.H

Anda mungkin juga menyukai