Anda di halaman 1dari 16

RICHARDANI NAWIPA, S.H.

& REKAN
ADVOKAT & KONSULTAN HUKUM
JALAN TEMBAGAPURA RT.01 RW.01 KELURAHAN NABIRE DISTRIK NABIRE KOTA KABUPATEN NABIRE PAPUA
RDN HP. 0822- 3963- 7519, ,Email : nawiparichardani10@gmail.com

NOTA KEBERATAN

(EKSEPSI)

Dalam Perkara Nomor : 24/Pid.Sus/2021/PN Nab

Atas Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Nomor Reg. Perkaran : PDM-03/NBR/Enz.2/03/2021

Atas Nama Terdakwan FRANK RICHARD RUMAROPEN

Diajukan oleh tim Penasehat Hukum :

SERGIUS WABISER, SH.,CPLC

FAISAL WAHYUDI WAHID PUTRA, SH.,M.H.,MKn

RICHARDANI NAWIPA, SH

Disampaikan di hadapan persidangan

Pengadilan Negeri Nabire

Hari selasa, 16 Maret 2021


I. TERDAKWA DIDAWA DENGAN PASAL-PASAL

PERTAMA :
Sebagaimana diatur dan diancam pidana berdasarkan ketentuan pasal 114 ayat (1) Jo Pasal 144
ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika 55 ayat (1) ke-1 KUHAP.
KEDUA :
Sebagaimana diatur dan diancam pidana berdasarkan ketentuan pasal 111 ayat (1) Jo Pasal 144
ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) ke-KUHAP
KETIGA :
Sebagaimana diatur dan diancam pidana berdasarkan ketentuan pasal 127 ayat (1) Jo Pasal 144
ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHAP

II. PENDAHULUAN
Majelis Hakim yang terhormat, Jakarta Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Terdakwa serta hadirin sidang yang kami hormati, serta sidang yang kami muliakan.
Terlebih dahulu perkenankan kami selaku Tim Penasehat Hukum Terdakwa berdasarkan Surat
Kuasa Khusus tertanggal 5 Maret 2021 bertindak untuk dan atas nama terdakwa FRANK
RICHARD RUMAROPEN, pada kesempatan ini kami memanjatkan segala puji dan syukur
kepada Tuhan Yang Mahasa Esah. Bahwa dengan ini kami selaku penasehat hukum terdakwa
menyampaikan terima kasih kepada majelis hakim atas kesempatan yang diberikan untuk
mengajukan Nota Keberatan (Eksepsi) terhadap Surat Dakwaan Penuntut Umum dalam perkara
atas nama FRANK RICHARD RUMAROPEN, Ekspedisi ini kami sampaikan dengan
pertimbangan bahwa ada hal-hal yang prinsipal yang perlu kami sampaikan berkaitan demi
tegaknya hukum, kebenaran dan keadilan dan demi memastikan terpenuhinya keadilan yang
menjadi Hak Asasi Manusia, sebagaimana tercantum Pasal 27 (1), pasal 28 D (1) UUD 1945,
pasal 7 dan pasal 8 TAP MPR No.XVII Tahun 1998 Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 17
Undang-Undang No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 17 Undang-Undang
No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dimana semua orang adalah sama dimuka
hukum dan tanpa diskriminasi apapun serta berhak atas perlindungan hukum yang sama.
Pengajuan Ekspedisi atau keberatan ini juga didasarkan pada hak Terdakwa sebagaimana diatur
dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP yang mengatur sebagai berikut : “Dalam hal terdakwa atau
penasehat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili
perkara atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka
setelah diberi kesempatan oleh Jaksa dan Penuntut Umum untuk menyatakan pendapatnya
Hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.

Pengajuan ekspedisi yang kami buat ini, sama sekali tidak mengurangi rasa hormat kami
kepada Jaksa Penuntut Umum yang sedang melaksanakan fungsi dan juga pekerjaannya, serta
juga pengajuan ekspedisi ini tidak semata-mata mencari kesalahan dari dakwaan Jaksa Penuntut
Umum atau Penuntut Umum. Namun, ada hal yang sangat fundamental untuk dapat diketahui
Majelis Hakim dan Saudara Jaksa Penuntut Umum demi tegaknya keadilan sebagaimana
semboyan yang sealalu kita junjung bersama selaku penegak hukum yakni Fiat Justitia Ruat
Caelum.

Pengajuan ekspedisi ini bukan untuk memperlambat jalannya proses peradilan ini, sebagaimana
disebutkan dalam Asas Trilogi peradilan. Namun, sebagaimana disebutkan diatas, bahwa
perbuatan dari ekspedisi ini mempunyai makna serta tujuan sebagai Penyeimbang dari Surat
Dakwaan yang disusun dan dibacakan dalam sidang. Kami selaku Penasehat Hukum Terdawa
percaya bahwa majelis hakim akan mempertimbangkan dan mencermati segala masalah hukum
tersebut, sehingga dalam keberatan ini kami mencoba untuk menggugah hati nurani Majelis
Hakim agar tidak semata-mata melihat permasalahan ini dari kacamata atau sudut pandang
yuridis atau hukum positif yang ada semata, namum menekankan nilai-nilai keadilan yang
hidup didalam masyarakat yang tentunya dapat meringankan hukuman Terdakwa.

Sebelum melangkah pada proses yang lebih jauh lagi maka perkenankan kami selaku kuasa
hukum untuk memberikan suatu adagium yang mungkin bisa dijadikan salah satu pertimbangan
majelis hakim yaitu : “Dakwaan merupakan unsur penting hukum acara pidana karena
berdasarkan hal yang dimuat dalam surat itu hakim akan memeriksa surat itu” (Prof. Andi
Hamzah, S.H).
Dalam hal ini maka Penuntut Umum selaku penyusun Surat Dakwaan harus mengetahui dan
memahami benar kronologis peristiwa yang menjadi fakta dakwaan. Salah satu fungsi hukum
adalah menjamin agar tugas Negara untuk menjamin kesejahteraan rakyat bisa terlaksana
dengan baik dan mewujudkan keadilan yang seadil – adilnya dan hukum menjadi panglima
untuk memwujudkan sebuah kebenaran dan keadilan. Melalui uraian ini kami mengajak
majelis hakim yang terhormat dan jaksa penuntut umum bisa melihat permasalahan secara
menyeluruh (komprehensif) dan tidak terburu-buru serta bijak, agar dapat sepenuhnya
meringangkan hukuman dan atau membebaskan dari segala dakwaan FRANK RICHARD
RUMAROPEN, sebagai terdakwa dalam perkara ini dan kami selaku kuasa hukum juga
memohon kepada Majelis Hakim dalam perkara ini untuk memberikan keadilan hukum yang
seadil-adilnya.

III. KEBERATAN TERHADAP SURAT DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM

Majelis Hakim yang terhormat, Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati, Terdakwa
serta hadirin sidang yang kami hormati, serta sidang yang kami muliakan.
Kami selaku Penasehat Hukum Terdakwa ingin mengajukan keberatan terhadap Surat
Dakwaan yang telah didakwakan oleh Jaksaan Penuntut Umum dengan alasan sebagai berikut :

A. TERDAKWA TIDAK DIDAMPINGI OLEH PENASEHAT HUKUM


Undang-undang no.8 tahun 1981 tentang kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) merupakan aturan-aturan yang mengatur bagaimana prosedur pemeriksaan
seorang yang disangka/didakwa melakukan tindak pidana hingga ia diputus/divonis
pengadilan. Didalamnya juga mengatur hak-hak tersangka/terdakwa yang wajib dihormati,
dan dipenuhi oleh aparat penegak hukum yang memeriksa agar pemeriksaan terhadap
tersangka/terdakwa berjalan secara adil dan berimbang.
Dalam konteks hak dan bantuan hukum, KUHAP menjamin hak tersangka atau terdakwa
untuk didampingi penasehat hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan sebagaimana diatur
dalam Pasal 114 Jo Pasal 56 ayat (1) KUHAP.
Pasal 114 KUHAP menyatakan : “Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak
pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, Penyidik wajib memberitahukan
kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam
perkaranya itu wajib didampingi oleh penasehat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
56 KUHAP”.
Pasal 56 ayat (1) KUHAP menyatakan : “Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau
didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana
lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan
pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, Pejabat yang
bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk
penasehat hukum bagi mereka”.
Melihat bunyi pasal di atas, kita tahu bahwa hak didampingi penasehat hukum itu wajib.
Penyidik atau pejabat yang memeriksa wajib memberitahukan hak tersangka dan menunjuk
Penasehat Hukum baginya agar ia didampingi ketika diperiksa sesuai Pasal 56 ayat (1)
KUHAP.
Seperti disebutkan diatas, Pasal 114 Jo Pasal 56 ayat (1) KUHAP sudah menegaskan bahwa
bantuan hukum itu wajib disediakan (dengan menunjuk Penasehat Hukum) oleh pejabat
yang memeriksa di setiap tingkat pemeriksaan. Lantas, apa konsekuensi hukum jika hal itu
tidak dilakukan oleh pejabat yang memeriksa? Jawabannya, berita acara pemeriksaan,
dakwaan atau tuntutan dari penuntut umum adalah tidak sah sehingga batal demi
hukum.
Bahwa salah satu alasan diajukan Ekspedisi ini, selain didasarkan pada hak Terdakwa
sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP, juga terdapatnya penyimpanan
dalam pelaksanaan KUHAP, dimana Terdakwa FRANK RICHARD RUMAROPEN,
didalam proses penyidikan tidak didampingi oleh penasehat hukum. Dan hal ini sangat
bertentangan dengan Pasal 56 ayat (1) KUHAP. Seorang tersangka dihadapan penyidik
Polisi membuat surat membuat surat pernyataan yang intinya tidak bersedia didampingi
penasehat hukum (advokat) adalah bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku dan
tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun juga. Dalam hal ini, senada dengan Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia yang berbunyi :
- Putusan Mahkamah Agung RI No.1565 K/Pid/1991, tanggal 16 September 1993 yang
pada pokoknya menyatakan “ Jika Jaksa Penuntut Umum dalam membuat dakwaan atas
dasar produk penyidik yang ilegal kemudian dakwaan selanjutnya dijadikan dasar
pemeriksaan di pengadilan, maka dakwaan juga tidak sah (tidak dapat diterima), sebagai
konsekuensi hukumnya tersangka/terdakwa diputus bebas karena pelanggaran Pasal 56
ayat (1) KUHAP”;
- Putusan Mahkamah Agung RI dengan No.367 K/pid/1998 tertanggal 16 Mei 1998 yang
ada pokoknya menyatakan “bahwa bila tak didampingi oleh penasehat hukum di tingkat
penyidikan, maka bertentangan dengan Pasal 56 KUHAP, hingga BAB penyidikan dan
penuntut umum batal demi hukum dan karenanya tuntutan penuntut umum tidak dapat
diterima, walaupun pemeriksaan di sidang pengadilan di dampangi penasehat hukum”;
- Putusan MA No.545 K/pid.Sus/2011 menyatakan “ Bahwa selama pemeriksaan
Terdakwa tidak didampingi oleh Penasehat Hukum, sedangkan Berita Acara
Penggeledahan dan Pernyataan tanggal 15 Desember 2009 ternyata telah dibuat oleh
Pejabat yang tidak melakukan tindakatan tersebut namun oleh petugas yang lain;
Dengan demikian Berita Acara Pemeriksaan Terdakwa, Berita Acara Penggeledahan
tida sah dan cacat hukum sehingga surat Dakwaan Jaksa yang dibuat atas dasar Berita
Acara tersebut menjadi tidak sah dan cacat hukum pula”;

Bahwa kami memahami logika perpikir para hakim yang tertuang dalam Yurisprudensi di atas.
Dasar atau landasan pemeriksaan Terdakwa, Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di kepolisian.
BAP itu haruslah benar dan sah. Salah satu indikator benar atau sahnya BAP adalah dipenuhi
hak-hak tersangka yaitu hak didampingi Penasehat pada saat diperiksa. Sehingga jika hak
tersebut tidak dipenuhi, maka tak sahlah BAP itu. Dan seterusnya dakwaan, tuntutan dan
putusan yang dihasilkan atau didasarkan dari BAP yang tak sah menjadi tidak sah pula.

Majelis Hakim yang terhormat, Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati, Terdakwa
serta hadirin sidang yang kami hormati, serta sidang yang muliakan.

hak tersangka dan/atau terdakwa untuk didampingi penasehat hukum diberikan oleh undang-
undang yaitu Pasal 56 ayat (1) KUHAP yang bersifat “wajib” tetapi terbatas (limitatif), yaitu
diberikan dengan syarat tertentu. Artinya hak tersebut tidak diberikan kepada semua tersangka
atau terdakwa, melainkan hanya diberikan terbatas pada tersangka perkara pidana 5 tahun atau
lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri karena tidak mampu.
Makna limitatif pada Pasal 56 ayat (1) KUHAP adalah “bahwa dalam keadaan tertentu seperti
dimaksud pada angka (1), (2) dan (3) di atas, hak tersangka yang semula bersifat “relatif” (dapat
digunakan atau dapat tidak digunakan tergantung pada kehendak pemilik hak yaitu tersangka),
berubah sifat menjadi “wajib yang berarti harus dilaksanakan” atau mutlak/absolut.

Pelaksanaan kewajiban Penyidik yang diatur dalam Pasal 56 ayat (1) dan Pasal 114 KUHAP
tersebut harus dilihat dalam konteks : (1) Upaya negara untuk memberikan perlindungan bagi
tersangka terhadap kesewenang-wenangan aparat penegak hukum; (2) Menjamin bahwa
tersangka mendapatkan proses hukum yang adil (due process of law); dan (3) Proses peradilan
pidana dilaksanakan berdasarkan atas praduga tak bersalah.

Guna menjamin tercapainya tujuan tersebut, maka tata cara peradilan pidana harus didasarkan
pada asas legalitas hukum acara pidana sebagaimana tercantum pada ketentuan Pasal 2 dan Pasal
3 KUHAP yang isinya adalah :

Pasal 2

“Undang-undang ini berlaku untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam linkungan
peradilan umum pada semua tingkat peradilan”.

Pasal ini mengisyaratkan makna bahwa KUHAP adalah undang-undang yang merupakan satu-
satunya (the only one) sumber atau dasar hukum acara pidana yang harus digunakan oleh aparat
penegak hukum untuk melaksanakan tata cara peradilan pidana di semua tingkatan sejak
pemeriksaan pendahuluan, penyidikan sampai perkaranya mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pasal 3

“Peradilan dilakukan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”

Pasal 3 KUHAP menentukan bahwa tata cara pelaksanaan peradilan pidana harus mengikuti
ketentuan-ketentuan yang diatur di dalam KUHAP. Implikasi dari ketentuan pasal ini adalah “
bahwa penggunaan sumber atau dasar hokum lain di luar KUHAP oleh aparat penegak hokum
untuk menyelenggarakan acara pidana adalah “tidak boleh”

Pasal 2 dan Pasal 3 KUHAP adalah “apa yang seharusnya” atau “das solen”, yang digunakan
untuk menguji keabsahan Surat Pernyataan Penolakan Didampingi Penasehat Hukum sebagai
“apa yang berlaku dalam praktik atau “das sein”. Surat Pernyataan Penolakan Didampingi
Penasehat Hukum bermula dari “hak tersangka didampingi hokum” yang bersumber dari
undang-undang yaitu Pasal 56 ayat (1) KUHAP. Hak itu sifatnya “ wajib” sehingga harus
dilaksanakan oleh aparat penegak hukum.

Pasal 2 dan Pasal 3 KUHAP adalah penjabaran dari asas legalitas hokum acara pidana. Kedua
Pasal inilah yang menjadi “batu uji” apakah suatu prosedur acara pidana dikatakan “sah” atau
“tidak sah” menurut hukum. Pengertian menurut hokum dalam hal ini adalah harus berdasarkan
atau mengacu pada semua ketentuan yang terdapat di dalam KUHAP.

Sebagai konsekuensi, apabila suatu prosedur atau acara pidana ternyata bertentangan atau tidak
sesuai dengan KUHAP, maka akibatnya adalah Batal Demi Hukum.

Majelis Hakim yang terhormat, Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati, Terdakwa
serta hadirin siding yang kami hormati, serta siding yang kami muliakan.

Bahwa menyikapi perintah Pasal 56 ayat (1) KUHAP tersebut, pendapat para pemangku
kepentingan (stakeholder) sebelah menjadi dua versi; (1) Versi aparat penegak hokum dari
unsure Negara, menyatakan bahwa Surat Pernyataan Penolakan Didampingi Penasehat Hukum
adalah “sah” secara hukum, karena didasarkan pada peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga
Negara yang memang memiliki kewenangan penyidikan dan/atau penuntutan yaitu Kejaksaan
Agung Republik Indonesia. Peraturan yang dimaksud adalah Surat Edaran Kejagung RI No.B-
570/FPK.1/1994. Surat Edaran ini dijadikan dasar hokum dan sekaligus alas an pembenar untuk
menggugurkan perintah Pasal 56 ayat (1) KUHAP mengenai kewajiban penyidik menunjuk
penasehat hokum bagi penasehat; (2) Versi aparat penegak hokum di luar unsure Negara
(penasehat hukum) menyatakan bahwa Surat Pernyataan Penolakan Didampingi Penasehat
Hukum adalah “tidak sah” menurut hokum karena tidak sesuai dengan KUHAP.

Bahwa lahirnya hak tersangka itu adalah karena perintah undang-undang, maka gugurnya hak
tersangka atau kewajiban aparat penegak hokum juga harus diatur dengan undang-undang yang
sama atau dengan peraturan lain yang setingkat. Jika suatu acara pidana (penolakan tersangka
didampingi penasehat hokum pada saat pemeriksaan) ternyata belum diatur di dalam KUHAP
atau belum ada peraturan pelaksanaannya, maka bukan berarti bahwa “acara pemeriksaan atau
penyidikan” bias dilaksanakan tanpa pendampingan penasehat hokum yang kemudian di
substitusi dengan Surat Pernyataan Penolakan Didampingi Penasehat Hukum berdasarkan Surat
Edaran (SE) Kejaksaan Agung RI No.B-570/F/FPK.1/1994.

Bahwa ditinjau dari perspektif Pasal 7 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undang (UU P3), maka hierarki dan kekuatan hukum
peraturan perundang-ungangan di Indonesia adalah sebagai berikut :

Pasal 7

(1) Jenis dan hieraki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas :


a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang /Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
(2) Kekuatan hokum Peraturan Perundang-undangan sesuai hierarki sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).

Bahwa jika dihubungkan dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1), (2), dan Pasal 8 ayat (1), (2) UU P3
No.12 Tahun 2011 mengenai jenis peraturan perundang-undangan selain yang ditetapkan pada
pasal 7, maka Surat Edaran (SE) Kejagung RI No.B570/FPK.1/9/1994 adalah bukan merupakan
peraturan perundang-undangan karena beberapa alasan sebagai berikut :

a. Bentuknya adalah Surat Edaran yang dibuat dan ditandatangani oleh Jaksa Agung Muda
dan bukan Peraturan Kepala Kejaksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU
P3 No.12 tahun 2011.
b. Substansinya adalah “ pengaturan teknik administrasi” sebagai petunjuk operasional di
lapangan.
c. Bukan produk hukum yang dapat menggugurkan kewajiban dan/atau hak yang diatur
oleh undang-undang (KUHAP).
Bahwa berdasarkan 3 (3) alasan tersebut di atas, maka Surat Edaran (SE) Kejagung RI
No.B570/F/FPK.19/1994 tidak dapat dijadikan sebagai dasar hukum atau alasan pembenar
untuk:

1) Menggugurkan “kewajiban” penyidik menunjuk penasehat hukum bagi tersangka;


2) Menggugurkan ha tersangka didampingi penasehat hukum, meskipun tersangka menolak;
3) Menetapkan prosedur beracara pidana seperti membuat Surat Pernyataan Penolakan
Didampinbgi Penasehat Hukum.

Bahwa makna substantif Pasal 56 ayat (1) KUHAP (yang berbeda dari makna harfiah/menurut
bahasa) adalah mengatur “Acara Pidana” bahwa dalam “keadaan khusus” sebagaimana diatur
oleh pasal tersebut, negara melalui pejabat yang menjalankan kekuasaannya (penyidik)
“bertanggungjawab” dan “berkewajiban” menjamin bahwa pemeriksaan tersangka harus
didampingi penasehat hukum. Dengan demikian, pendampingan penasehat hukum pada
pemeriksaan pendahuluam adalah suatu hal yang tidak boleh tidak harus ada (conditio sine qua
non).

Bahwa Hukum acara Pidana (KUHAP) menggunakan istilah undang-undang (wet) yang
maknanya adalah “hanya dengan undang-undang dalam arti formil seseorang dapat ditangkap,
ditahan, digeledah, diperiksah, dituntut, dan diadili. Merujuk pada Pasal 1 KUHAP (Vs)
Belanda menegaskan hal ini yang berbunyi : “Strafvordering heft alleen plaats op de wijze bij de
wet voorzien”. (Acara pidana dijalankan hanya menurut cara yang diatur oleh undang-undang).
Jadi, tidak boleh semua peraturan yang lebih rendah dari undang-undang dalam arti formil
mengatur acara pidana.

Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, kami Tim Penasehat Hukum Terdakwa berpendapat
bahwa penyidikan yang dilakukan tanpa didampingi penasehat hukum beserta Surat Pernyataan
Penolakan Didampingi Penasehat Hukum adalah “tidak sah” dan “batal demi hukum (null and
void)”

B. SURAT DAKWAAN TIDAK CERMAT, TIDAK JELAS DAN TIDAK LENGKAP


1. Bahwa pada dasarnaya alasan yang dapat dijadikan dasar hukum tidak memenuhi
ketentuan Pasal 143 ayat (2), berdasarkan Surat Dakwaan yang disusun oleh Jaksa
Penuntut Umum maka menurut hemat kami ada beberapa hal yang perlu ditanggapi
secara seksama mengingat di dalam surat dakwaan tersebut tidak cermat antara
Dakwaan Pertama, Kedua dan Ketiga dakwaan tersebut dalam SURAT EDARAN
JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SE-004/J.A/11/1993
“Terdakwa melakukan tindakan pidana yang masing-masing merupakan tindak
pidana yang berdiri sendiri-sendiri.
2. Bahwa dalam Dakwaan Pertama dalam uraian kronologis kejadian dengan unsur
dari Pasal 114 ayat (1) yaitu :
“Tanpa hak atau hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,
menjadi perantara dalam jual, menukar atau menyerahkam Narkotika Golongan I”
- Sebagaimana dalam uraian Jaksa berawalpada tanggal 17 November 2020 sekitar
jam 15.00 WIT, Terdakwa menghubungi Saksi ALLEN PAULUS PAPARE Alias
ALLEN, dalam kurun waktu tersebut, keterangan-keterangan dalam Dakwaan
hanya berdasarkan keterangan Saksi ALLEN PAULUS PAPARE Alias ALLEN,
dst.
- Selanjutnya pada paragraph kedua dalam Dakwaan Terdakwa ditangkap
berdasarkan pengembangan informasi Saksi ALLEN PAULUS PAPAGE Alias
ALLLEN, pada tanggal 20 November 2020 sekitar jam 16.30 WIT di ruang AMC
(Apron Movement Control) Bandar Udara bahwa berdasarkan keterangan
Masyarakat ALLEN PAULUN PAPARE Alias ALLEN, menyimpan Narkotika
Jenis Ganja. Berdasarkan pemerikasaan Lab 4898/NNF/XI/2020 tanggal 1
November 2020 barang bukti milik Terdakwa ALLEN PAULUS PAPARE Alias
ALLEN.
- Bahwa bila Terdakwa melakukan unsur yang ada didalam Pasal 114 ayat (1),
maka seharusnya keterangan Terdakwa diuraian dan/atau dikonfortirkan dengan
Saksi ALLEN PAULUS PAPARE Alias ALLEN, namum yang mana ketika
tertangkap Terdakwa hanya seorang diri dan barang bukti tidak ada pada
Terdakwa namun barang bukti ada pada Saksi ALLEN PAULUS PAPARE Alias
ALLEN dan kronologis kejadian tempat dan waktu dari Saksi ALLEN PAULUS
PAPARE Alias ALLEN dan Jaksa Penuntut Umum tidak menguraikan
komunikasi yang ada pada percakapan dari Terdakwa, karena unsur dari Pasal 114
ayat (1) tersebut, harus terlihat jelas dan cermat kejadian yang sebenarnya.
- Bahwa unsur “menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, menular atau menyerahkan” tidak jelas karena dalam
dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak menguraian secara berdasarkan hukum
mengenai apakah Terdakwa secara aktif menawarkan narkotika tersebut kepada
Saksi ALLEN PAULUS PAPARE Alias ALLEN karena dalam dakwaan hanya
menjelaskan bahwa Saksi ALLEN PAULUS PAPARE Alian ALLEN oleh
Terdakwa yang ingin menitipkan Ganja. Artinya disini keterangan Terdakwa
tidak dimasukan ke dalam Dakwaan dan tidak Objektif apa yang Jaksa uraian
dalam Terdakwa dengan Saksi ALLEN PAUPULUS PAPARA Alias ALLEN
bahwa Terdakwa menitipkan atau menyerahkan Narkotika tersebut.
- Bahwa apa yang diuraikan oleh JPU dalam dakwaannya tidak menjelaskan secara
cermat komunikasi antara Terdakwa dan Saksi-Saksi ALLEN PAULUS PAPARE
Alias ALLEN, penyerahan tersebut dilakukan oleh Terdakwa. Apakah
menyerahkan tersebut dimaksudkan dilakukan Terdakwa? Namun unsur Pasal 114
Ayat (1) merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Seluruh unsur
dalam Pasal 114 ayat (1) harus menjadi satu-kesatuan yang Saling berkaitan dan
tidak berdiri sendiri-sendiri. Untuk itu, Dakwaan unsur ini tidak terpenuhi.
- Bahwa Pasal 114 (1) tidak dapat berdiri sendir tanpa ada pasal 111 sehingga
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum kabur dan tidak jelas tanpa menguraikan Pasal
111 oleh karena tidak menguraikan Pasal 111 dan salah satu unsur dalam Pasal
114 ayat (1) tersebut barulah dikesampingkan karena jika salah satu unsur tidak
terbukti maka keseluruhan ketentuan pasal tersebut tidak terpenuhi. Hal ini
sejalan dengan Putusan Mahkamah Agung No.163 K/Kr/1975 yang menyatakan
bahwa : karena unsur-tindak pidana, yang juga dinyatakan dalam surat tuduhan,.
Tidaklah terbukti, terdakwa seharusnya “dibebaskan dari segala tuduhan” dan
tidak “ dilepaskan dari tuntutan hukum”
3. Bahwa dalam Dakwaan kedua dalam uraian kronologis kejadian dengan unsur dari
Pasal 111 ayat (1) yaitu :
“Tanpa hak atau melawan menanam, memelihat, memelihara, memiliki,
menyimpan, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I
dalam bentuk tanaman”
Sebagaimana dalam uraian Jaksa, Pada Dakwaan Ketiaga, bersama-sama dengan
ALLEN PAULUS PAPARE Alias ALLEN, pada hari Jum’at tanggal 20 November
2020 sekitar jam 18.00 WIT, bertempat di rumah Terdawa, telah melakukan
perbuatan yang melakukan, yang menyuruh lakukan atau turut lakukan perbuatan
tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menmyimpan, menguai atau menyediakan
Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman yang dalam waktu 3 (tiga) tahun
pengulangan ketidakpidana sebagaimana dimaksud Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113,
Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal
121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127, ayat (1) Pasal
128 ayat (1) Pasal 129.
- Sebagaimana dalam uraian Jaksa, pada Dakwaan Kedua, bersama sama dengan
ALLEN PAULUS PAPARE Alias ALLEN, pada hari jum’at tanggal 20
November 2020 sekitar jam 18.00 WIT, Terdakwa menghubungi saksi ALLEN
PAULUS PAPARE Alias ALLEN, dalam kurun waktu tersebut, keteragan-
keterangan dalam Dakwaan hanya berdasarkan keterangan Saksi ALLEN
PAULUS PAPARE Alias ALLEN, Dst.
- Bahwa kronologis terhadap Dakwaan Kedua hanya pengulangan dari Dakwaan
Pertama. Jelas dari Dakwaan Pertama dan Dakwaan Kedua terdapat ketidak-
jelasan dari Kronologis dan hanya memakai keterangan dari Saksi ALLEN
PAULUS PAPARE Alias ALLEN.
- Bahwa ketika dilakukan penangkapan Terdakwa, barang bukti tidak ada dalam
penguasaan Terdakwa dari Saksi ALLEN PAULUS PAPARE Alias ALLEN,
Jaksa Penuntut Umum tidak menguraikan bahwa barang bukti Ganjka tersebut
merupakan milik dari Terdawa, tetapi hanya menguraikan keterangan dari
Saksi ALLEN PAULUS PAPARE Alias ALLEN, secara sepihak tanpa
merumyuskan kronologis permasalahan unsur menanam, memelihara,
memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Golongan I dalam bentuk
tanaman yang menguraikan bahwa unsur tersebut ada pada Terdakwa. Namun
pada faktanya kesemua unsur dari Pasal 111 ayat (1) tidak ditemukan pada dari
Terdakwa.
4. Bahwa dalam Dakwaan Ketiga dalam uraian kronologis kejadian dalam unsur dari
Pasal 127 ayat (1) huruf a yaitu :
“setiap Penyala Guna (a). Narkoba Golongan I bagi diri-sendiri dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4(empat) tahun”
Sebagaimana dalam uraian Jaksa, Pada Dakwaan Ketiga, bersama-sama dengan
ALLEN PAULUS PAPARE Alias ALLEN, pada hari tanggal 20 November 2020
sekitar jam 18.00 WIT, bertempat di rumah Terdawa, telah melakukan perbuatan
yang melakukan, yang menyuruh lakukan atau turut lakukan perbuatan tanpa hak
atau melawan hukum memiliki, menmyimpan, menguai atau menyediakan Narkotika
Golongan I dalam bentuk tanaman yang dalam waktu 3 (tiga) tahun pengulangan
ketidakpidana sebagaimana dimaksud Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114,
Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal
122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127, ayat (1) Pasal 128 ayat
(1) Pasal 129.
- Sebagaimana dalam uraian Jaksa berawal pada tanggal 17 November 2020
sekitar jam 15.00 WIT, Terdawa menghubungi Saksi ALLEN PAULUS
PAPARE Alias ALLEN, dalam dan kemudian pada tanggal 19 November 2020
sekitar pukul 15.00 WIT Terdakwa menghubungi Saksi ALLEN PAULUS
PAPARE Alias ALLEN, Dst.
- Bahwa kronologis terhadap Dakwaan Ketiga hanya pengurangan dari Dakwaan
Pertama dan Dakwa Kedua. Jelas dari Dakwaan Pertama, Dakwaan Kedua dan
Dakwaan dan Dakwaan Ketiga terdapat ketidak-jelasan dari Kronologis dan
hanya memakai keterangan dari Saksi ALLEN PAULUS PAPARE Alias
ALLEN.
- Bahwa terdapat hasil lab Urine 4899?NNF/XI/2020, tertanggal 1 Desember
Terdakwa FRANK RICHARD RUMAROPEN, 2020, mengundang THC.
Hasil lab tersebut merupakan hasil visum et Urine repeertum adalah alat
pembuktia untuk menunjukan bahwa Terdakwa adalah seorang pengguna.
Namun pembuktian terdapat tidak bisa berdiri sendiri harus ada pembuktian
lainnya yaitu Kepemilikan Narkotika Jenis Ganja.
- Bahwa Pasal 127 huruf a tidak dapat dituntut hanya menggunakan Pasal 127
namun harus ada pembuktian lain yaitu kepemilikan sebagaimana Pasal 111.
Seorang pengguna tanpa pememilikan tidak memenuhi 2 alat bukti
sebagaimana Pasal 183 KUHAP. Jelas bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak
menguraikan Pasal 111 ayat (1) sehingga Pasal 127 tidak dapat terpenuhi
Dakwaannya.

Maka sudah sepatutnya surat Dakwaan Jaksa Penuntut dapat dikategorikan sebagai dakwaan
yang bersifat kabur dan tidak jelas (OBSCUUR LIBEL), berdasarkan berbagai Fakta yang telah
kami uraikan diatas maka kami Penasehat Hukum terdakwa FRANK RICHARD RUMAROPEN
mengumpulkan bahwa Ekspsi Penahsehat Hukum adalah permohononan berdasarkan fakta dan
kebenaran dan kami penasehat hukum terdakwa mohon kepada Majelis Hakim yang Terhormat
untuk mengambil putusan sebagai berikut :

1. Menerima keberatan (eksepsi) dari penasehat hukum FRANK RICHARD RUMAROPEN;


2. Menyatakan surat Dakwaan penuntut umum Nomor Reg. Perkara :
PDM-03/NBR/Enz.2/03/2020 sebagai dakwaan yang dinyatakan tidak dapat dapat diterima.
3. Menyatakan Terdakwa FRANK RICHARD RUMAROPEN dibebaskan dari segala
Dakwaan.
4. Membebankan biaya perkara kepada Negara.

Jika meajelis hakim berpendapat lain mohon putusan seadil-adilnya (et aquo et bono), Demikian
Nota Keberatan dan Eksepsi kami bacakan dan di serahkan kepada Majelis Hakim pada hari
Selasa, 16 Maret 2021.

Hormat Penasehat Hukum

Terdakwa FRANK RICHARD RUMAROPEN

SERGIUS WEBISER, SH, CPLC


FAISAL WAHYUDI WAHYUDI WAHID PUTRA, SH.,MH.,Mkn

RICHARDANI NAWIPA, SH

Anda mungkin juga menyukai