Anda di halaman 1dari 29

NOTA PEMBELAAN

No. Perkara : 339/Pid.B/2022/PN.Bdg

ATAS NAMA TERDAKWA

Nama Lengkap : NONO MOEDJIYANTO


Tempat Lahir : Bandung
Umur / Tanggal Lahir : 57 Tahun / 30 April 1965
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Jl. Karang Asih No. 97/151 RW 013
Kel. Sadang
Serang, Kecamatan Coblong Kota
Bandung
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta

Majelis Hakim yang terhormat


Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati
Serta sidang yang kami muliakan

Perkenalkanlah kami Tim Penasihat Hukum dari POSBAKUM (POS


BANTUAN HUKUM) DPC IKADIN BANDUNG, yang beralamat di
Gedung Pengadilan Negeri Bandung Kelas 1A Khusus, Jl. L.L.R.E.
Martadinata No. 74-80, Kota Bandung yang dalam hal ini bertindak untuk
dan atas nama Terdakwa Nono Moedjiyanto.
Pertama-tama kami mengucapkan yang sebesar-besarnya kepada
Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara A quo karena telah
sabar dan penuh kebijaksanaan memimpin jalannya persidangan
sehingga lancar dan tidak ada hambatan, Kami juga mengucapkan
terimakasih kepada Panitera Pengganti yang telah sabar dan teliti
mencatat fakta-fakta yang muncul dipersidangan yang mulia ini.
Tak lupa pula kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada Jaksa Penuntut Umum yang telah dengan penuh dedikasi
menjalankan tugas dan kewajibannya, terlepas adanya perbedaan
pandangan dan pendapat dalam persidangan ini akan tetapi semuanya
adalah untuk menemukan Kebenaran Materiil.

I. Pendahuluan
“Negara membuat Undang-Undang tetapi tidak memberikan
kekuasaan untuk menentukan siapa yang melanggar Undang-Undang,
akan tetapi, hal itu harus dilakukan oleh Pihak Ke-3, yaitu Hakim”.
Mengutip dari Buku “Teori-Teori dan Kebijakan Pidana” (Muladi dan
Barda Nawawi) ucapan yang terkenal dari SENECA seorang filsuf Romawi
yang mengatakan “tidak seorang normal pun dipidana karena telah
melakukan suatu perbuatan jahat, tetapi ia dipidana agar tidak ada
perbuatan jahat” selanjutnya selaras dengan hal tersebut BECCARIA juga
mengatakan “Let the punishment fit the crime” yang memiliki muatan arti
“skala keadilan tidak ditergantungkan pada prasangka-prasangka
perseorangan (personal prejudices) yang tentu saja itu bersifat buta”.
Melalui hal tersebut di atas Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (2)
Undang-Undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
menentukan:
Pasal 4 ayat (1):
“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-
bedakan orang”.
Pasal 6 ayat (2)
“Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana kecuali apabila
pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut
Undang-Undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang
dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas
perbuatan yang didakwakan atas dirinya”.

Dari uraian di atas bahwa Pemidanaan hanya dapat dijatuhkan oleh


Hakim yang karena dengan seluruh keobjektifannya dan irah-irah
putusannya yang diucapkan di muka sidang yang terbuka untuk umum
dengan menyebutkan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa” maka penjatuhan pidana tidak semata-mata sebagai
pembalasan, akan tetapi Pengadilan melalui Hakim yang memeriksa,
mengadili dan memutus perkara quo dianggap sebagai benteng terakhir
penegakan hukum dipercayai akan memutus suatu perkara tersebut
dengan kearifan dan kebijaksanaannya berdasarkan hukum, sehingga
putusan tersebut tidak hanya berdampak bagi pelaku tetapi juga bagi
masyarakat luas dan bukan untuk memenuhi rasa kemarahan atau
dendam dari pihak-pihak tertentu akan tetapi pemidanaan itu telah sesuai
dengan teori-teori pemidanaan yang seyogyanya dengan tujuan hukum
didalam keadaan dewasa ini.
Selanjutnya, adapun yang menjadi dasar kami sebagai Penasihat
Hukum Terdakwa atas nama NONO MOEDJIYANTO untuk mendampingi
dan membela hak-hak yuridisnya adalah Penunjukan oleh Majelis Hakim
yang terhormat yang didasarkan pada ketentuan Pasal 14, Pasal 22 ayat
(1) dan (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Jo.
Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana Jo. Pasal 56 ayat (1) dan (2) Jo. Pasal 57 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Kemudian yang menjadi dasar kami sebagai Penasihat Hukum
mengajukan Nota Pembelaan (Pledoi) ini adalah Pasal 182 ayat (1) huruf
b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
yang menentukan:
“Selanjutnya terdakwa dan/atau penasihat hukum
mengajukan pembelaannya yang dapat dijawab oleh penuntut
umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat
hukum selalu mendapat giliran terakhir”.
A. Mengenai Dakwaan
Primair:
--- Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
“Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa
orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord)
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
tertentu, paling lama dua puluh tahun”
Subsidair:
--- Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
“Barang siapa senagaj merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhandengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”

II. Fakta Persidangan


Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana yang menyebutkan:
“Peradilan dilakukan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini”.

Secara implisit mengenai fakta persidangan tertulis dalam Pasal 197


ayat (1) huruf d yang menyebutkan:

“pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan


keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari
pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan
kesalahan terdakwa”

Adapaun yang dimaksud sebagai alat bukti dalam Hukum Acara


Pidana adalah yang sebagaimana ditentukan Pasal 184 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, yaitu:
a. Keterangan Saksi;
b. Keterangan Ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan Terdakwa;

A. Alat Bukti Saksi


Sebelum kami menguraikan fakta persidangan mengenai Alat Bukti
Keterangan Saksi perlu kami sampaikan selaku penasihat hukum
terdakwa atas nama NONO MOEDJIYANTO bahwa keterangan saksi atas
nama Restu Dwi Cahyo sebagai anak kandung dari korban maupun
terdakwa sepatutnya tidak dapat didengar keterangannya sebagiamana
Pasal 168 huruf a,b,c dan Pasal 169 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
Selanjutnya, Kami selaku Penasihat Hukum juga memohon kepada
majelis hakim, terhadap keterangan saksi Restu Dwi Cahyo untuk
mempertimbangkan Pasal 185 ayat (6) huruf c yang menyebutkan:
“Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk
memberikan keterangan yang tertentu”
Selanjutnya, Untuk mengetahui apakah ada atau tidak tindak pidana
dalam peristiwa ini dan apakah dakwaan Jaksa Penuntut Umum dapat
dibuktikan, maka perlu kita cermati fakta-fakta yang benar terungkap
dipersidangan;
1. Keterangan Saksi Restu Dwi Cahyo Tanggal 24 Mei 2022
 Bahwa saksi akan menikah 12 Februari 2022;
 Bahwa menurut keterangan saksi terdakwa mengancam ibu saksi
akan dibunuh, setelah saksi mengetahui dari ibu kandung (korban);
 Bahwa terdakwa melakukan pengancaman melalui sms yang
ditujukan kepada saksi melalui saudara;
 Bahwa menurut saksi terdakwa malu tidak dilibatkan dalam
pernikahan saksi dan akhirnya terdakwa melakukan pengancaman
melalui sms;
 Bahwa menurut keterangan saksi terdakwa mengupdate status tidak
peduli dengan pernikahan saksi;
 Bahwa saksi bertemu dengan terdakwa di SD Tilil dengan kepala
sekolah, ibu korban dan terdakwa pada hari jumat 4 Februari 2022;
 Bahwa menurut keterangan saksi Agus (penjaga sekolah) bercerita,
terdakwa datang ke sekolah pada malam hari sekitar jam 10
Bersama rekan nya kemudian datang ke ruang sekolah dimana
korban mengajar;
 Bahwa menurut keterangan saksi pisau diambil dari rumah terdakwa,
saksi mengetahuinya dari kakak saksi yang tinggal bersama
terdakwa;
 Bahwa menurut keterangan saksi saat ditanya oleh penasihat hukum
saksi tidak mengetahui secara pasti apakah benar pisau tersebut
dibawa terdakwa dari rumah;
 Bahwa menurut keterangan saksi terdakwa bercerai dengan korban
pada tahun 2007 serta secara hukum tahun 2008;
 Bahwa hubungan terdakwa dengan korban tidak baik gara2 saja
sejak tidak dilibatkan dalam pernikahan saksi dan mulai memburuk
pada tahun 2020;
 Bahwa menurut keterangan saksi terdakwa bakal mengancam
membunuh Saksi;
 Bahwa saksi menyatakan pisau diambil dari rumah terdakwa;
 Bahwa saksi datang ke lokasi kejadian 10 menit setelah kejadian dan
melihat terdakwa dari jarak 10m dan jaket terdakwa sudah berada di
tubuh korban;
 Bahwa awal konflik karena tidak dilibatkan dalam pernikahannya dan
juga saksi tidak dianggap anak ketika lahir;

Keterangan Saksi Tanggal 31 Mei 2022


2. Agus Septiana (Penjaga sekolah)
 Bahwa Kejadian awal saksi berada di gerbang sekolah sedang
nyapu kejadian hari senin tanggal 7 bulan februari 2022;
 Bahwa setelah mendapat kabar dari ibu Nindya bahwa ada keributan
kecil di depan gerbang sekolah;
 Bahwa saat saksi kedepan korban sudah di rangkul oleh terdakwa;
 Bahwa Saksi tidak mengetahui keributan tentang apa;
 Bahwa Saksi kemudian melihat terdakwa membawa pisau dan saksi
sebelumnya tidak melihat terdakwa membawa pisau kemudian saksi
mundur;
 Bahwa Saksi mendengar terdakwa mengatakan “kamu jahat sama
saya” kepada korban;
 Bahwa Saksi mengetahui korban mantan Istri terdakwa;
 Bahwa Saksi mengenal korban sebagai guru di SD Tilil;
 Bahwa saksi melihat terdakwa menusuk korban di luar pagar berada
di jarak 1m merangkul dengan tangan kanan dan menusuk korban
memakai tangan kiri di pinggang sebelah kiri dan melihat 1 kali
tusukan;
 Bahwa Saksi melihat korban berontak membalikkan badan saling
berhadapan kemudian mendorong korban ke dalam sekolah;
 Bahwa Terdakwa membalikkan korban saksi melihat korban masih
hidup;
 Bahwa Saksi melihat terdakwa mengusap wajah korban;
 Bahwa Saksi melihat ada anak kecil yang melihat kejadian;
 Bahwa reaksi saksi mundur kemudian melihat terdakwa membuka
jaket menutup tubuh korban kemudian diam berdiri di dekat korban;
 Bahwa Terdakwa menyuruh saksi melapor polisi kemudian saksi
melapor kepada kepala sekolah di depan gerbang;
 Bahwa saksi Kembali ke TKP dan sudah melihat banyak orang
sudah berkerumun;
 Bahwa Terdakwa tidak kabur dan diam diluar kelas;
 Bahwa pernah bertemu terdakwa hari jumat di sekolah sikapnya
biasa dan tidak mengetahui Ada cekcok atau tidak;
 Bahwa menurut keterangan saksi terdakwa datang jam 10 malam;
 Bahwa terdakwa datang lagi sore hari dan bilang ada yang
ketinggalan kunci kantor di toilet;
 Bahwa Terdakwa dibukakan pintu oleh saksi kemudian melihat
terdakwa membawa kertas digulung;
 Bahwa Terdakwa datang pada Jumat pagi dan kemudian balik
Kembali ke SD TiIil pada jumat malam;
 Bahwa saksi Mengetahui anak korban akan menikah;
3. Osa (Kepala Sekolah)
 Bahwa reaksi saksi ketika terjadinya kejadian kemudian melapor
pada polisi dan kondisi gerbang sudah tertutup;
 Bahwa menurut keterangan saksi kerumunan sudah ramai dan
korban sudah terkapar;
 Bahwa saksi menunggu kedatangan polisi 1 jam;
 Bahwa saksi baru bisa masuk halaman Ketika polisi datang;
 Bahwa saksi tidak mengetahui awal kejadian;
 Bahwa Korban menjabat sebagai guru dan benar terdakwa sebagai
mantan suami korban;
 Bahwa saksi mengetahui korban sudah bercerai dengan terdakwa
pada tahun 2007 menurut saksi
 Bahwa Saksi pernah kedatangan terdakwa mengadu kepada saksi
tentang perselingkuhan korban dan tidak ditanggapi kejadian hanya
sebentar kejadian sesudah cerai pada tahun 2010;
 Bahwa Pada Hari jumat diadakan mediasi antara korban dan
terdakwa kemudian saksi meminta polisi untuk mengawal mediasi
karena saksi berhalangan hadir pada hari Jumat tersebut;
4. Ibu Nindiah Sri Wahyuni (Guru)
 Bahwa saksi melihat terdakwa sudah dirangkul oleh terdakwa tidak
mengetahui ribut soal apa dan memanggil Pak Agus;
 Bahwa Saksi kemudian langsung masuk ruang guru karena takut
 Bahwa saksi tidak melihat terdakwa membawa pisau;
 Bahwa menurut keterangan saksi penjaga sekolah sedang berada di
dalam sekolah sedang menyapu;
 Bahwa saksi tidak mengetahui ada cekcok lagi;
 Bahwa saksi pada Hari Jumat 28 Januari melihat terdakwa datang ke
SD dan saksi melihat terdakwa;
 Bahwa saksi Dengar tidak diajak ke datang pernikahan sekolah;
5. Imam Abu Khoer (Penjaga warung)
 Bahwa saksi melihat terdakwa sedang duduk di warung;
 Bahwa saksi mengetahui bahwa terdakwa merupakan suami dari
korban;
 Bahwa saksi Ketika menanyakan kepada terdakwa apakah bikin kopi
akan tetapi terdakwa diam saja;
 Bahwa saksi sedang beres-beres tiba-tiba saksi mendengar korban
teriak minta tolong jarak sekitar 10m;
 Bahwa Saksi mengatakan suasananya sedang hujan;
 Bahwa Saksi meminta tolong kepada tukang nasi kemudian menuju
gerbang dan melihat korban sudah terkapar;
 Bahwa Terdakwa kelihatan murung dan tidak merespon;
 Bahwa Tidak melihat terdakwa membawa sesuatu;
 Bahwa saksi mendengar suara teriakan korban sekitar 5 menitan;
 Bahwa Tidak tahu terdakwa membawa pisau;
6. Nandi (Pemilik Warung Ayam Goreng)
 Bahwa Pisau di atas Gerobak milik saksi;
 Bahwa saksi berdagang ayam goreng di depan SD;
 Bahwa saksi tidak mengetahui pisau terletak di gerobak saksi dan
telah dibawa oleh terdakwa;
 Bahwa saksi tidak mengetahui kejadian karena berjualan sore;
 Bahwa saksi dipanggil oleh polisi 2 minggu kemudian untuk
menunjukkan pisau yang dipakai terdakwa;
 Bahwa Dagangan saksi berada di sebelah Pak Abu;
 Bahwa saksi tidak pernah menyimpan pisau di luar laci selalu di
dalam;
 Bahwa terdakwa mendorong korban dan menusuk korban memakai
tangan kiri;
7. Sandi Apandi Penjaga sekolah (Teman Agus)
 Bahwa saksi melihat korban sudah dipiting di luar gerbang sekolah;
 Bahwa saksi tidak ada Tindakan karena tidak berani dan terdakwa
sedang membawa pisau;
 Bahwa saksi berada dibelakang agus dan melihat terdakwa sekitar
jarak 3 M;

B. ALAT BUKTI SURAT


- Visum et repertum No. R/VeR/18/II/2022 Doksik tertanggal 7
Februari 2022 dari Rumkit Bhayangkara Sartika Asih Bandung yang
ditandatangani oleh dr. Fahmi Arief Hakim, dr.,S,Sp.F.M, pada
pemeriksaan Punggung kiri, jari ketiga tangan kiri, serta luka terbuka
dan perdarah pada rongga dada akibat kekerasan benda tajam.

C. Keterangan Terdakwa

Terdakwa NONO MOEDJIYANTO dimuka persidangan memberikan


keterangan sebagai berikut:
 Bahwa terdakwa bercerai dengan korban pada tahun 2007;
 Bahwa terdakwa datang ke sekolah untuk membahas mengenai
perselingkuhan;
 Bahwa pada Hari jumat 9.30 terjadi konfirmasi dipertemukan di
sekolah;
 Bahwa pada Hari senin 7 Februari terdakwa datang ke sekolah dari
tempat kerja di jalan kampung;
 Bahwa terdakwa bekerja security penjaga sekolah;
 Bahwa Setengah 5 datang ke sekolah naik angkot;
 Bahwa terdakwa berangkat dari tempat kerja jalan kaki naik angkot
sadang serang jalan kaki lagi terus menuju sd tilil tiba jam 6;
 Bahwa terdakwa menunggu di warung terdekat;
 Bahwa terdakwa menemukan pisau di atas gerobak dan
mengambilnya;
 Bahwa menurut terdakwa Pisau bergagang solatip berwarna hitam
terdapat sarung di pisau tersebut;
 Bahwa terdakwa memegang pisau memakai tangan kiri;
 Bahwa menurut Terdakwa, ia menunggu korban sekitar 10 menitan
sambil membawa pisau;
 Bahwa menurut keterangan terdakwa Korban memakai baju
seragam warna coklat sambil membawa payung;
 Bahwa terdakwa kemudian merangkul korban memakai tangan
kanan dan tangan kiri dalam keadaan pisau disarungkan;
 Bahwa terdakwa tidak sadar sarung pisau sudah terbuka sehingg
tertusuk ke korban;
 Bahwa terdakwa mengatakan dia tidak sengaja menusuk korban;
 Bahwa terdakwa ketika pisau tersebut menancap di tubuh korban
langsung mencabutnya;
 Bahwa terdakwa menjabat sebagai security saksi punya pentungan
sebagai alat jaga diri;
 Bahwa Terdakwa kesal karena bilang korban akan nikah lagi dan
anak akan menikah tidak diundang;
 Bahwa menurut keterangan terdakwa, anak terdakwa atas nama
Restu mengatakan selingkuh dengan korban di hotel;
 Bahwa motif terdakwa adalah cemburu;
 Bahwa terdakwa cemburu korban akan menikah lagi;
 Bahwa terdakwa menemui korban karena ingin meminta kepastian
kepada korban ;

III. ANALISA FAKTA

Perlu bagi kami untuk melakukan analisis fakta hukum secara


sistematis selama berlangsungnya proses persidangan sebelum kami
melakukan analisis yuridis terhadap fakta-fakta yang terungkap selama
persidangan demi memberikan kejelasan terhadap kedudukan terdakwa di
hadapan hukum:
1) Bahwa Terdakwa merupakan mantan suami dari korban;
 Berdasarkan Keterangan Restu Dwi Cahyo:
Bahwa menurut keterangan saksi terdakwa bercerai dengan korban
pada tahun 2007 serta secara hukum tahun 2008;
 Berdasarkan Keterangan Saksi Agus Septiana:
Bahwa Saksi mengetahui korban mantan Istri terdakwa;
 Berdasarkan Keterangan Saksi Osa:
Bahwa Korban menjabat sebagai guru dan benar terdakwa sebagai
mantan suami korban;
 Berdasarkan Keterangan Saksi Abu Khoer:
Bahwa saksi mengetahui bahwa terdakwa merupakan suami dari
korban;
 Berdasarkan Keterangan Terdakwa:
Bahwa terdakwa bercerai dengan korban pada tahun 2007;

2) Bahwa awal permasalahan dikarenakan terdakwa tidak


diundang pada pernikahan anaknya dan mengetahui mantan
istrinya selingkuh padahal akan menikah kembali dengan
terdakwa;
 Berdasarkan Keterangan Saksi Restu Dwi Cahyo:
Bahwa hubungan terdakwa dengan korban tidak baik gara2 saja
sejak tidak dilibatkan dalam pernikahan saksi dan mulai memburuk
pada tahun 2020;
 Berdasarkan Keterangan Saksi Agus Septiana:
Bahwa pernah bertemu terdakwa hari jumat di sekolah sikapnya
biasa dan tidak mengetahui Ada cekcok atau tidak;
Bahwa saksi Mengetahui anak korban akan menikah;
 Berdasarkan Keterangan Saksi Osa:
Bahwa Saksi pernah kedatangan terdakwa mengadu kepada saksi
tentang perselingkuhan korban dan tidak ditanggapi kejadian hanya
sebentar kejadian sesudah cerai pada tahun 2010;
 Berdasarkan Keterangan Saksi Nindiah Sri Wahyuni:
Bahwa saksi Dengar tidak diajak ke datang pernikahan sekolah;

3) Bahwa Terdakwa bermaksud menemui korban pada hari senin


tangal 7 Februari 2022 di tempat kerja korban untuk meminta
kepastian;
 Berdasarkan Keterangan Saksi Agus Septiana:
Bahwa Kejadian awal saksi berada di gerbang sekolah sedang
nyapu kejadian hari senin tanggal 7 bulan februari 2022;
 Berdasarkan Keterangan Saksi Osa
Bahwa Pada Hari jumat diadakan mediasi antara korban dan
terdakwa kemudian saksi meminta polisi untuk mengawal mediasi
karena saksi berhalangan hadir pada hari Jumat tersebut;
 Berdasarkan Keterangan Terdakwa:
Bahwa terdakwa datang ke sekolah untuk membahas mengenai
perselingkuhan;
Bahwa terdakwa menemui korban karena ingin meminta kepastian
kepada korban ;

4) Bahwa Terdakwa menemukan pisau dari atas gerobak pemilik


warung di lingkungan tempat kerja korban;
 Berdasarkan Keterangan Saksi Agus Septiana:
Bahwa Saksi kemudian melihat terdakwa membawa pisau dan saksi
sebelumnya tidak melihat terdakwa membawa pisau kemudian saksi
mundur;
 Berdasarkan Keterangan Saksi OSA
Bahwa saksi tidak mengetahui awal kejadian;
 Berdasarkan Keterangan Saksi Nindiah Sri Wahyuni
Bahwa saksi tidak melihat terdakwa membawa pisau;
Bahwa Tidak melihat terdakwa membawa sesuatu;
Bahwa Tidak tahu terdakwa membawa pisau;
 Berdasarkan Keterangan Terdakwa
Bahwa terdakwa menemukan pisau di atas gerobak dan
mengambilnya;

5) Bahwa Terdakwa kemudian mendatangi dan merangkul korban


setelah korban datang ke tempat kerjanya dan hal tersebut
disaksikan oleh Nindiah Sri Wahyuni;
 Berdasarkan Keterangan Saksi Agus Septiana:
Bahwa setelah mendapat kabar dari ibu Nindya bahwa ada
keributan kecil di depan gerbang sekolah;
Bahwa saat saksi kedepan korban sudah di rangkul oleh
terdakwa;
 Berdasarkan Keterangan Saksi Apandi:
Bahwa saksi melihat korban sudah dipiting di luar gerbang
sekolah;
 Berdasarkan Keterangan Terdakwa:
Bahwa terdakwa kemudian merangkul korban memakai tangan
kanan dan tangan kiri dalam keadaan pisau disarungkan;

6) Bahwa Terdakwa merangkul korban menggunakan tangan


kanan dan memegang pisau dengan tangan kirinya;
 Berdasarkan Keterangan Saksi Agus Septiana
Bahwa saat saksi kedepan korban sudah di rangkul oleh
terdakwa;
 Berdasarkan Keterangan Saksi Apandi
Bahwa saksi tidak ada Tindakan karena tidak berani dan terdakwa
sedang membawa pisau;

7) Bahwa sebelumnya saksi Agus Septiana berusaha melerai


korban dan kemudian saksi mundur karena melihat terdakwa
memegang pisau;
 Berdasarkan Keterangan Saksi Agus Septiana:
Bahwa Saksi kemudian melihat terdakwa membawa pisau dan
saksi sebelumnya tidak melihat terdakwa membawa pisau
kemudian saksi mundur;

8) Bahwa kemudian korban berontak dan melawan lalu tertusuk


oleh Terdakwa;
 Berdasarkan Keterangan Saksi Agus Septiana:
Bahwa Saksi melihat korban berontak membalikkan badan saling
berhadapan kemudian mendorong korban ke dalam sekolah;
Bahwa saksi melihat terdakwa menusuk korban di luar pagar
berada di jarak 1m merangkul dengan tangan kanan dan menusuk
korban memakai tangan kiri di pinggang sebelah kiri dan melihat 1
kali tusukan;
 Berdasarkan Keterangan Saksi Nindiah Sri Wahyuni:
Bahwa saksi tidak melihat terdakwa membawa pisau;
 Berdasarkan Keterangan Terdakwa
Bahwa terdakwa tidak sadar sarung pisau sudah terbuka sehingg
tertusuk ke korban;
Bahwa terdakwa mengatakan dia tidak sengaja menusuk korban;
Bahwa terdakwa ketika pisau tersebut menancap di tubuh korban
langsung mencabutnya;

9) Bahwa setelah mengetahui korban tertusuk, kemudian terdakwa


mendorong korban sehingga korban terjatuh;
 Berdasarkan Keterangan Saksi Agus Septiana:
Bahwa Saksi melihat korban berontak membalikkan badan saling
berhadapan kemudian mendorong korban ke dalam sekolah;

10) Bahwa terdakwa tidak lari dari tempat kejadian dan menutup
wajah korban dengan jaket milik terdakwa setelah memeriksa
apakah korban masih hidup atau telah meninggal;
 Berdasarkan Keterangan Saksi Agus Septiana:
Bahwa Saksi melihat terdakwa mengusap wajah korban;
Bahwa reaksi saksi mundur kemudian melihat terdakwa membuka
jaket menutup tubuh korban kemudian diam berdiri di dekat
korban;
Bahwa Terdakwa tidak kabur dan diam diluar kelas;

11) Bahwa kemudian Terdakwa menyuruh para saksi untuk


memanggil polisi;
 Berdasarkan Keterangan Saksi Agus Septiana:
Bahwa Terdakwa menyuruh saksi melapor polisi kemudian saksi
melapor kepada kepala sekolah di depan gerbang;
 Berdsarakan Keterangan Saksi OSA:
Bahwa reaksi saksi ketika terjadinya kejadian kemudian melapor
pada polisi dan kondisi gerbang sudah tertutup;
Bahwa saksi menunggu kedatangan polisi 1 jam;
Bahwa saksi baru bisa masuk halaman Ketika polisi datang;

12) Bahwa Korban meninggal dunia akibat tertusuk pisau yang


dipegang oleh Terdakwa sebagaimana Surat Visum et Repertum
Nomor: R/VeR/18/II/2022/DOKPOL;
 Berdasarkan Keterangan Saksi Agus Septiana:
Bahwa Saksi melihat terdakwa mengusap wajah korban;
Bahwa reaksi saksi mundur kemudian melihat terdakwa membuka
jaket menutup tubuh korban kemudian diam berdiri di dekat
korban;
 Berdasarkan keterangan Saksi OSA:
Bahwa menurut keterangan saksi kerumunan sudah ramai dan
korban sudah terkapar;

SAKSI-SAKSI YANG TIDAK MENGETAHUI KEJADIAN:


a. Saksi Restu Dwi Cahyo
 Bahwa saksi datang ke lokasi kejadian 10 menit setelah kejadian dan
melihat terdakwa dari jarak 10m dan jaket terdakwa sudah berada di
tubuh korban;
b. Saksi Osa
 Bahwa saksi tidak mengetahui awal kejadian;
c. Saksi Nindiah Swi Wahyuni
 Bahwa Saksi kemudian langsung masuk ruang guru karena takut
d. Saksi Abu Khoer
 Bahwa saksi sedang beres-beres tiba-tiba saksi mendengar korban
teriak minta tolong jarak sekitar 10m;
e. Saksi Nandi
 Bahwa saksi tidak mengetahui kejadian karena berjualan sore;

IV. ANALISA HUKUM

Bahwa Terdakwa NONO MOEDJIYANTO dihadapkan dimuka


persidangan karena didakwa melanggar pasal 340 atau 338 sebagaimana
tertuang dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

Pasal 340 KUHP:


“Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa
orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord)
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
tertentu, paling lama dua puluh tahun”
Pasal 338 KUHP:
“Barang siapa senagaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhandengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”

Sampailah Kami menyampaikan Analisa hukum kami atas unsur-unsur


pasal sebagaimana dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum, adalah
sebagai berikut :

Ad.1. Unsur Barang siapa

Bahwa unsur “Barang Siapa” pada dasarnya merupakan Subjek Hukum


yang mengacu pada Pelaku Tindak Pidana (subjet staarbarfeit), bahwa
subjek strafbaar feit adalah manusia (natuurlijke personen). Disamping itu
pula mengenai ajaran subyek hukum disampaikan pula oleh Van Hattum,
didalam bukunya hlm. 139 no. 105 van Hattum mengatakan:
“…didalam hukum Pidana Negeri Belanda hanya manusia dan badan
hukum (suatu kelompok manusia yang mempunyai tujuan tertentu)
dapat menjadi subjek strafbaar feit …”

Bahwa yang dimaksud “ barang siapa ” dalam perkara ini, adalah


siapa saja atau setiap orang yang didakwa dan dijadikan “ subyek hukum ”
dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, sebagai pendukung hak dan
kewajiban yang dinyatakan dalam keadaan sehat jasmani maupun
rohaninya serta dianggap memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab
(toerekenings vaanbaarheid) terhadap perbuatan pidana yang didakwakan
kepada dirinya. Dikarenakan kedudukan unsur “ Barang siapa “ sebagai
subyek hukum yang dimaksud dalam Surat Dakwaan tersebut mempunyai
korelasi yang sangat penting dan menentukan dalam hubunganya
terhadap terjadinya suatu tindak pidana serta untuk menemukan dan
menentukan siapa pelaku (dader) dari tindak pidana itu sendiri. Tanpa
pelaku tidak mungkin ada tindak pidana (no actor no crime actions)
Menurut Dr. A. Widiada Gunakaya dalam bukunya Pengantar Ilmu
Hukum, hlm 139-140 memberikan intensi dalam pengertian subjek hukum
merupakan pendukung hak dan kewajiban yaitu orang (natuurlijke person)
dan Badan Hukum (rechts person), sedangkan apa yang dimaksud
“Pelaku” Mr. J. M. Van Bemmelen dalam bukunya Hukum Pidana 1
halaman 230 menyebutkan Pelaku ialah “Pelaku yang bertanggungjawab”,
dalam hukum pidana, terhadap “melakukan sesuatu” selalu dihubungkan
pertanggungjawaban yang melakukan itu, untuk pertanggungjawaban itu
toh kita harus mengetahui terlebih dahulu apakah orang itu
melakukan perbuatan yang dilarang”. Oleh karena itu “pelaku” pertama-
tama ialah, ia yang melaksanakan bagian-bagian dari delik, yang
memenuhi semua syarat yang dirumuskan dalam rumusan delik.
Bahwa jika yang dimaksud unsur “Barang Siapa” adalah siapa saja yang
dihadapkan di muka pengadilan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani
dan tidak dalam pengampuan (dapat bertanggung jawab sebagai subjek
hukum), maka unsur barang siapa terpenuhi, tetapi jika dimaksudkan
menunjuk kepada pelakunya maka haruslah dilihat dan dibuktikan
terlebih dahulu unsur lainnya.
Hal tersebut sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik
Indonesia didalam Putusan Nomor : 951.K/Pid/1982 Tanggal 10 Agustus
1983 antara lain menerangkan bahwa Unsur tersebut baru mempunyai
makna apabila dikaitkan dengan unsur-unsur pidana lainnya, oleh
karenanya haruslah dibuktikan secara bersamaan dengan unsur-
unsur lainnya dalam perbuatan yang didakwakan dan dituntut.

Ad.2. Unsur Dengan sengaja

Unsur kesengajaan (opzet) merupakan salah satu unsur yang


terpenting. Dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan ini, maka apabila
didalam suatu rumusan tindak pidana terdapat perbuatan dengan sengaja
(opzettelijk), maka unsur dengan sengaja ini menguasai atau meliputi
semua unsur lain yang ditempatkan dibelakangnya dan harus dibuktikan.
Sengaja berarti juga adanya kehendak yang disadari yang ditujukan untuk
melakukan kejahatan tertentu. Maka berkaitan dengan pembuktian bahwa
perbuatan yang dilakukannya itu dilakukan dengan sengaja, terkandung
pengertian menghendaki dan mengetahui (willens en wetens). Yang
dimaksudkan disini adalah seseorang yang melakukan suatu perbuatan
dengan sengaja itu haruslah memenuhi rumusan menghendaki apa yang
ia perbuat (willens) dan memenuhi unsur wettens atau haruslah
mengetahui akibat dari apa yang ia perbuat (wettens).
Bahwa “willens en wetens” atau “menghendaki dan mengetahui”
telah dipergunakan dalam Memorie van Toelichting (M.v.T) dimana para
penyusunnya telah mengartikan “opzettelijk plegen van een misdrijf” atau
“kesengajaan melakukan suatu kejahatan” sebagai “het teweegbrengen
van verboden handeling willens en wetens” atau sebagai melakukan
tindakan yang terlarang secara dikehendaki dan diketahui. Oleh karena itu
Profesor Van Hamel berpendapat , bahwa dalam suatu Voltooid delict,
atau dalam suatu delik yang dianggap telah selesai dengan dilakukannya
perbuatan yang dilaran atau dengan timbulnya akibat yang dilarang, opzet
itu hanyalah dapat berkenaan dengan “apa yang secara nyata telah
dilakukan” dan “apa yang secara nyata telah ditimbulkan oleh si pelaku
(Van Hamel, Inleiding, hlm. 284)
Bahwa perkataan “willens en wetens” dapat memberikan suatu
kesan, seorang pelaku itu baru dapat dianggap sebagai telah melakukan
kejahatannya dengan sengaja apabila ia memang benar-benar
berkehendak untuk melakukan kejahatan tersebut dan mengetahui
tentang maksud dari perbuatannya itu sendiri. (Yurisprudensi Mahkamah
Agung Republik Indonesia didalam Putusan Nomor :951.K/Pid/1982
Tanggal 10 Agustus 1983)
Bahwa mengenai istilah “diketahui” menurut van Hattum, hal itu
harus dimaknakan sebagai tujuan subjektif daripada pelaku. Pelaku harus
sungguh-sungguh menginginkan keadaan tersebut.
Bahwa Moeljatno dalam bukunya “Asas-Asas Hukum Pidana” yang
diterbitkan oleh Rineka Cipta, hal.185 sebagaimana dinyatakan didalam
Memrie van Toelichting Swb bahwa “Pemidanaan terhadap Terdakwa
hendaknya dijatuhkan hanya kepada barang siapa perbuatan yang
dilarang dengan dikehendaki dan diketahui”.

Bahwa sebagaimana fakta yang terungkap di persidangan setelah di


analisa sehingga ditemukan fakta:
- Bahwa Terdakwa bermaksud menemui korban pada hari senin tangal 7
Februari 2022 di tempat kerja korban untuk meminta kepastian;
- Bahwa Terdakwa merangkul korban menggunakan tangan kanan dan
memegang pisau dengan tangan kirinya;
- Bahwa sebelumnya saksi Agus Septiana berusaha melerai korban dan
kemudian saksi mundur karena melihat terdakwa memegang pisau;
- Bahwa kemudian korban berontak dan melawan lalu tertusuk oleh
Terdakwa;

Bahwa Terdakwa tidak menghendaki tertusuknya korban


dikarenakan Terdakwa hanya berniat mengajak berbicara dengan Korban
dan Terdakwa tidak mengetahui atau sebagaimana dimaksudkan van
Hattum tentang istilah “diketahui” bahwa Terdakwa tidak bersungguh-
sungguh menginginkan keadaan tersebut.

Bahwa sebagaimana uraian tersebut di atas, UNSUR DENGAN


SENGAJA TIDAK TERBUKTI SECARA SAH DAN MEYAKINKAN
BERDASARKAN HUKUM
Ad.3. Dengan Rencana Terlebih Dahulu

Mengutip Jurnal Yudisial dari Komisi Yudisial yang berjudul UNSUR


RENCANA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA
(Kajian Putusan Nomor 201/Pid.B/2011/PN.Mrs) halaman 25 , yang
menyebutkan “mempertegas mengenai syarat yang ketiga di atas, dengan
pertanyaan, pada tahap manakah perbuatan seseorang dimintai
pertanggungjawaban secara hukum, apakah pada saat adanya niat
permulaan; apakah pada saat adanya niat untuk berbuat, apakah pada
saat ada gerakan tubuh, atau pada saat melakukan tindakan atau
perbuatan. Menurut Atmasasmita (2017:158) hukum pidana hanya melihat
pada aspek yang tampak saja, yakni tahap keempat, pada saat
melakukan perbuatan atau tindak pidana. Apa yang dinyatakan
Atmasasmita tersebut sesuai dengan pendapat Remmelink yang
menyatakan “hukum pidana tidak menjangkau lebih jauh terhadap apa
yang ada dalam pikiran manusia”
Masih dalam jurnal yang sama dengan di atas, Pendapat
Atmasasmita di atas menegaskan seseorang dapat dimintai
pertanggungjawaban pidana pada saat seseorang telah melakukan
perbuatan atau tindak pidana, karena hukum pidana tidak dapat
menjangkau lebih jauh terhadap apa yang ada dalam pikiran manusia.
Demikian juga dalam tindak pidana pembunuhan berencana, seseorang
dapat dimintai pertanggungjawaban pidana jika dia telah melakukan
perencanaan dan perencanaan itu dilakukan untuk melakukan
pembunuhan terhadap orang yang telah direncanakan sebelumnya
Senada dengan hal tersebut, Jan Remmelink dalam bukunya Hukum
Pidana (Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Indonesia) (Penerbit:Gramdeia Pustaka Utama:2003)
mengemukakan hal sebagai berikut:
“Furs denken kann man keinen henken”
yang memiliki arti
“pikiran dan perasaan seseorang terletak jauh di luar
jangkauan hukum pidana”.
Muatan arti adagium di atas bahwa janganlah seseorang dihukum
karena apa yang ada dipikirannya dan dirasakannya ataupun oleh karena
apa yang dipikirkan orang lain dan menurut perasaan orang lain akan
tetapi seseorang haruslah dihukum berdasarkan daripada apa yang nyata
diperbuatnya jelas tampak secara terang-benderang.
Yang terpenting bukan kualifikasi pelaku sebagai individu yang
berbahaya secara sosial, namun perbuatan atau tindakan yang
dilakukannya.
Melihat adagium dan muatan artinya sebagaimana terurai diatas
tidaklah dapat dipisahlepaskan dari Asas yang paling utama khususnya
dalam hukum pidana yang sepatutnya diketahui oleh semua sarjana
hukum yang dikemukakan dari von Feurbach di dunia yaitu:
“Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenalli”
Dalam buku karangan Prof. Moeljatno berjudul Asas-Asas Hukum
Pidana (Penerbit: Rineka Cipta:Jakarta) hlm. 27 yang menyebutkan,
Biasanya Asas Legalitas ini dimaksud mengandung tiga pengertian, yaitu:
(1) Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan
pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan
dalam suatu aturan undang-undang;
(2) Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak
boleh digunakan analogi (kias);
(3) Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.

S..R. Sianturi, dalam buku Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya


(Penerbit: Alumni AHM-PTHM Jakarta) dalam halaman 489, menyebutkan
“Dengan rencana terlebih dahulu dipandang ada jika sipetindak dalam
suatu waktu yang cukup telah memikirkan serta menimbang-nimbang dan
kemudian menentukan waktu, tempat, cara, atau alat dan lain
sebagainya yang akan digunakan untuk pembunuhan tersebut. Dapat
juga telah terfikirkan olehnya akibat dari pembunuhan itu ataupun
cara-cara lain sehingga orang lain tidak dengan mudah mengetahui
bahwa dialah pembunuhnya. Apakah ia secara tenang atau emosional
pada waktu yang cukup itu untuk memikirkannya, TIADALAH TERLALU
PENTING. Yang penting ialah bahwa waktu yang cukup itu tidak dapat
dipandang sebagai suatu reaksi yang menyebabkan dia berkehendak
melakukan pembunuhan itu.
Bahwa dari seluruh uraian di atas pengertian Unsur Dengan
Rencana itu tidak berisi syarat bahwa harus ada “tenggang waktu antara
adnya niat untuk membunuh dengan pelaksanaan pembunuhan, ada
waktu untuk memikirkan dengan tenang bagaimana cara melakukan
pembunuhan itu, ada waktu memikirkan apakah pembunuhan itu
dilanjutkan atau dihentikan” sebagaimana tuntutan Jaksa Penuntut Umum,
akan tetapi Dengan Rencana itu dimaksudkan bahwa ada persiapan-
persiapan serta menimbang-nimbang dan kemudian menentukan waktu,
tempat, cara, atau alat dan lain sebagainya yang akan digunakan
untuk pembunuhan tersebut ataupun cara-cara lain sehingga orang
lain tidak dengan mudah mengetahui bahwa dialah pembunuhnya.
Sama dengan memori penjelasan dalam M.v.T. dan pendapat Prof.
Simons dalam buku Drs. P.A.F. Lamintang, S.H. dan Theo Lamintang,
S.H. berjudul „Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, &
Kesehatan” (Edisi Kedua:Penerbit:Sinar Grafika:2018) Halaman 54 yang
menyebutkan:
“Pertimbangan secara tenang itu bukan hanya disyaratkan bagi
pelaku pada waktu ia menyusun rencananya dan mengambil
keputusannya melainkan juga pada waktu ia melakukan kejahatannya. Hal
mana adalah sesuai dengan kehendak Undang-Undang yang mengatakan
bahwa het misdrijf met voorbedachte raad moet zijn gepleegd yang artinya
bahwa kejahatan dengan direncanakan terlebih dahulu itu harus
dilaksanakan.
Bahwa bukan memikirkan apakah akan melakukan atau tidak
melakukan pembunuhan akan tetapi rencana tersebut telah nyata
dilaksanakan didalam perbuatan dan rencana tersebut bukan apa yang
ada di alam pikiran Terdakwa akan tetapi persiapan-persiapan
memudahkan melakukan pembunuhan.
Bahwa apabila melihat fakta yang terungkap dalam persidangan dan
setelah dianalisa ditemukan fakta, yaitu :
- Bahwa Terdakwa bermaksud menemui korban pada hari senin tangal 7
Februari 2022 di tempat kerja korban untuk meminta kepastian;
- Bahwa Terdakwa menemukan pisau dari atas gerobak pemilik warung
di lingkungan tempat kerja korban;
- Bahwa Terdakwa kemudian mendatangi dan merangkul korban setelah
korban datang ke tempat kerjanya dan hal tersebut disaksikan oleh
Nindiah Sri Wahyuni;
- Bahwa Terdakwa merangkul korban menggunakan tangan kanan dan
memegang pisau dengan tangan kirinya;
- Bahwa sebelumnya saksi Agus Septiana berusaha melerai korban dan
kemudian saksi mundur karena melihat terdakwa memegang pisau;
- Bahwa kemudian korban berontak dan melawan lalu tertusuk oleh
Terdakwa;
- Bahwa setelah mengetahui korban tertusuk, kemudian terdakwa
mendorong korban sehingga korban terjatuh;
- Bahwa terdakwa tidak lari dari tempat kejadian dan menutup wajah
korban dengan jaket milik terdakwa setelah memeriksa apakah korban
masih hidup atau telah meninggal;
Bahwa berdasarkan sumber hukum formil yaitu doktrin sebagai
acuan pertama dalam melakukan penemuan hukum dalam mencari
makna dalam suatu Pasal yang tidak memberikan penjelasan tentang
suatu kata dalam Pasal tersebut dan dengan dihubungkan dengan fakta
yang terungkap di persidangan maka Perbuatan Terdakwa tidaklah
perbuatan yang dengan rencana terlebih dahulu sebagaimana yang
telah di maksudkan Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya.
Sebab menduga-duga apakah dia memiliki pikiran untuk hal tersebut
dalam maksud Jaksa Penuntut Umum telah menyimpangi pon ke-1 dan
Ke-2 dari isi Asas Legalitas dalam hukum pidana yang tegas menyatakan
hanya perbuatanlah yang dapat dipidana dan dengan tegas melarang
untuk dilakukannya analogi dalam menentukan dan menghakimi isi pikiran
dan perasaan seseorang .
Bahwa dikarenakan perbuatan tersebut bukanlah perbuatan yang
dengan direncanakan terlebih dahulu sehingga, UNSUR DENGAN
RENCANA TERLEBIH DAHULU TIDAK TERPENUHI SECARA SAH
DAN MEYAKINKAN BERDASARKAN HUKUM.

Ad.4. Unsur Menghilangkan Nyawa Orang Lain

Prof. Simons berpendapat bahwa juga dengan melalaikan, orang


dapat bersalah melakukan pembunuhan. Prof. Noyon berpendapat bahwa
selaku suatu perbuatanlah yang merupakan syarat pembunuhan. Dalam
cetakan ke-6 buku Noyon Langemeijer mengatakan bahwa yang
dianggapnya sebagai perampasan nyawa ialah “melalaikan, dimana si
pelaku, justru supaya orang lain hilang nyawanya, menyimpang dari
tingkah laku, yang baginya bukan hanya merupakan suatu kewajiban,
akan tetapi juga sesuatu yang harus dikerjakan secara normal”.
Saya sendiri (van Bemmelen dalam buku berjudul Hukum Pidana 3
(Bagian Khusus Delik-Delik Khusus yang diterbitkan Binacipta) mau
mengatakan lebih jauh lagi dan mau menganggap sebagai “merampas
nyawa” setiap kealpaan dimana seseorang : 1. Mempunyai kewajiban
untuk bertindak dan sekaligus: 2. Mempunyai maksud supaya orang lain
itu akan kehilangan nyawanya apabila dibiarkannya (pelaku) saja dan
kealpaannya itu menyebabkan matinya orang lain itu.

Remmelink mengatakan tentang ini dalam cetakan ke-7 dari Noyon-


Langemeijer, bahwa untuk dapat dikenakan pidana, kealpaan secara
sengaja sudah cukup apabila kealpaan itu terjati bertentangan dengan
kewajiban untuk bertindak.

Dalam buku Hukum Pidana I karya Zainal Abidin unsur melakukan


perbuatan menghilangkan nyawa orang lain terdapat 3 syarat yang harus
dipenuhi, yaitu:
1. Adanya Wujud perbuatan
2. Adanya suatu kematian orang lain
3. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan dan
kematian orang lain tersebut.

Menurut sebagian para pakar hukum mempergunakan istilah kata


“merampas jiwa orang lain”. Yang dimana setiap perbuatan dengan
sengaja untuk menghilangkan atau merampas jiwa orang lain adalah
sebuah tindakan pembunuhan. Di dalam bukunya yang berjudul
“Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2” Adami Chazawi menjelaskan
Pembunuhan adalah berasal dari kata “bunuh” yang mendapat awalan
“mem” dan akhiran “an” yang menjadi “pembunuhan” maka pembunuhan
berarti perkara atau perbuatan membunuh, kata bunuh berarti mematikan,
menghilangkan nyawa. Membunuh artinya membuat supaya mati,
pembunuhan artinya orang atau alat yang membunuh, pembunuh berarti
perkara membunuh, perbuatan atau hal membunuh. Dengan demikian,
pengertian pembunuhan adalah suatu proses perampasan, peniadaan
atau menghilangkan nyawa seseorang yang dilakukan oleh orang lain.
Pengertian proses dalam hal ini mencakup pengertian luas, yaitu semua
yang menyebabkan terjadi pembunuhan tersebut baik yang terlibat
langsung maupun tidak langsung.
Apabila disesuaikan dengan fakta persidangan yaitu sebagai berikut:

- Bahwa kemudian korban berontak dan melawan lalu tertusuk oleh


Terdakwa;
- Bahwa setelah mengetahui korban tertusuk, kemudian terdakwa
mendorong korban sehingga korban terjatuh;
- Bahwa Korban meninggal dunia akibat tertusuk pisau yang dipegang
oleh Terdakwa sebagaimana Surat Visum et Repertum Nomor:
R/VeR/18/II/2022/DOKPOL;

Bahwa dengan membawa pisau sepatutnya Terdakwa mengetahui


hal tersebut dapat membahayakan orang lain dan baginya bukan hanya
merupakan suatu kewajiban untuk tidak membawa benda yang dapat
membahayakan, akan tetapi juga sesuatu yang harus dikerjakan secara
normal untuk tidak membawa suatu benda yang berbahaya bagi
kesehatan dan/atau nyawa dan karena hal ketidak hati-hatian tersebut
membuat seseorang kehilangan nyawanya yang dalam perkara a quo
adalah Korban atas nama ATI ROHAENI.
Bahwa unsur menghilangkan nyawa orang lain terbukti secara sah
dan meyakinkan berdasarkan hukum.

V. KESIMPULAN

Majelis Hakim yang kami terhormat,


Dan Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Serta sidang yang kami muliakan.
Bahwa perbedaan antara pembunuhan biasa dengan pembunuhan
dengan rencana adalah terhadap pembunuhan dengan rencana harus
dibuktikan yang dimaksud dengan rencana tersebut dan dalam
persidangan pidana tugas untuk membuktikan hal tersebut merupakan
tanggungjawab jaksa penuntut umum yang merupakan tugasnya dan
sejalan dengan Asas “reo negate actori incumbit probatio” yakni jika
Terlawan tidak mengakui dalil yang disangkakan, maka pelawan harus
membuktikannya; hal tersebut sejalan dengan asas “affirmanti, non
neganti, incumbit probation” yakni pembuktian bersifat wajib bagi yang
mengajukan bukan yang menyangkal. Akan tetapi sampai dengan Nota
Pembelaan ini dibacakan tidak ada satupun bukti yang dapat
menerangkan adanya pelaksanaan terhadap perencanaan tersebut atau
dengan kata lain tidak ada alat bukti yang dapat membuktikan bahwa
perbuatan Terdakwa merupakan perbuatan yang telah direncanakan
sebagaimana teori-teori hukum dan sumber hukum formil serta fakta yang
terungkap di dalam persidangan.
Sesuai dengan apa yang telah Penasihat Hukum uraikan diatas,
dan juga berdasarkan fakta-fakta yang telah terungkap di persidangan
baik keterangan para saksi dan keterangan Terdakwa maupun bukti
petunjuk lainnya serta pengetahuan dalam ilmu hukum, kiranya Majelis
Hakim sependapat dengan Penasihat Hukum, bahwa ada hal-hal yang
perlu dijadikan sebagai pertimbangan oleh Majelis Hakim dalam memberi
putusan atau menjatuhkan hukuman kepada Terdakwa.

Disamping pertimbangan yang bersifat yuridis, pertimbangan yang


bersifat non-yuridis juga menjadi bahan pertimbangan Majelis Hakim
dalam mengambil putusannya, karena pertimbangan yuridis saja tidaklah
cukup untuk menentukan nilai keadilan dalam pemidanaan, tetapi faktor
intern dan ekstern dari Terdakwa juga harus dipertimbangkan oleh Majelis
Hakim.

Sebagaimana perkembangan dalam praktek peradilan di Indonesia


bahwa pemidanaan tidak ditujukan sebagai pembalasan yang
merendahkan harkat dan martabat manusia serta mengingat bahwa salah
satu saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum yaitu Restu Dwi
Cahyo adalah anak kandung daripada korban sekaligus anak kandung
dari terdakwa yang telah menikah dan akan memiliki keturunan, dengan
mengingat tujuan daripada pemidanaan salah satunya adalah
memperbaiki diri si terdakwa dan agar si terdakwa dapat menjadi orang
yang diterima lagi dalam masyarakat. Bahwa dikarenakan hubungan
mutlak terdakwa adalah orang yang akan menjadi kakek daripada
keturunan saksi Restu Dwi Cahyo yang merupakan anak kandung korban
dan terdakwa serta tiada suatu pemidanaan pun yang dapat
menghapuskan hubungan keperdataan antara orang tua dengan anaknya
beserta keturunannya.

Berdasarkan uraian-uraian kami tersebut di atas, maka kami dalam


Nota Pembelaan ini dengan memperhatikan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku dan kepentingan hukum atas diri Terdakwa, serta
melihat kepada hal-hal yang meringankan dari Terdakwa dan melihat hal
yang jauh kedepan yang tidak semata-mata hanya untuk menjatuhkan
pemidanaan terhadap diri terdakwa dalam bentuk pembalasan.
sehingga kami memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Bandung
Kelas IA Khusus melalui majelis hakim yang memeriksa dan memutus
perkara a quo untuk dapat menjatuhkan putusan sebagai berikut:
1. Menerima Nota Pembelaan Penasihat Hukum Atas Nama Terdakwa
Nono Moedjiyanto Untuk Seluruhnya;
2. Membebaskan Terdakwa atas nama Nono Moedjiyanto dari Pasal
340 KUHP sebagaimana Dakwaan Primair dan Tuntutan Jaksa
Penuntut Umum;
3. Menyatakan Terdakwa bersalah melakukan perbuatan sesuai
dengan ketentuan Pasal 338 KUHP sebagaimana Dakwaan
Subsidair dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Nomor:
PDM-319/BDUNG/04/2022;
4. Menjatuhkan Hukuman yang jauh lebih ringan daripada Tuntutan
Jaksa Penuntut Umum;
5. Membebankan biaya perkara ini kepada Negara;

Demikian Nota Pembelaan/Pledoi ini Kami sampaikan, dan atas perkenan


Ketua Pengadilan Negeri Bandung Kelas IA Khusus melalui yang Majelis
Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, Kami ucapkan terima
kasih.

Melius est accipere quam facere injuriam


Bandung, 21 Juni 2022
Hormat Kami,
Tim Penasihat Hukum Terdakwa,

Anda mungkin juga menyukai