Sirkulasi enterohepatik (EHC) didefinisikan sebagai sebuah proses yang terdiri dari rangkaian beberapa tahap, termasuk : metabolisme hepatik, sekresi biliar, metabolisme usus, dan reabsorbsi dari usus kembali ke sirkulasi sistemik. Sebagai tambahan, dapat terjadi eliminasi fekal fraksi zat-zat yang disekresikan oleh empedu, dimana fraksi tersebut berbeda antara satu zat dengan zat lainnya.
Setelah transfer dari sirkulasi sistemik ke hepar, obat yang mengalami
EHC biasanya dimetabolisme menjadi sisa metabolik, dimana metabolit tersebut kemudian diekskresikan kedalam empedu. Pada contoh lain, obat itu sendiri dapat disekresikan kedalam empedu tanpa mengalami metabolisme. Namun yang jelas, zat-zat tersebut ditransfer keluar dari hepar melalui sistem biliar, yang kemudian akan disimpan di kantung empedu atau dialirkan langsung ke duodenum. Saat melihat, mencium, atau mengonsumsi makanan, mayoritas isi kantung empedu akan dilepaskan kedalam duodenum. Di usus, metabolit tersebut akan dikonversi kembali oleh flora usus menjadi obat awal, yang kemudian akan direabsorbsi kedalam sirkulasi portal. Semua (atau sebagain) obat yang terdapat dalam usus akan kembali ke hepar untuk mengulangi rangkaian EHC. Sisa dari obat yang terdapat di usus akan menjalani eliminasi fekal.
Beberapa obat mengalami proses EHC. Sebuah review artikel terbaru
menilai 45 obat yang menjalani EHC. Contoh dari obat-obatan tersebut adalah warfarin, morfin, eritromisin, doxycycline, ceftriaxone, dan asam mycofenol. Selain obat-obatan, proses EHC juga terjadi untuk zat-zat endogen. Asam empedu merupakan zat endogen utama yang menjalani proses EHC. Zat endogen lainnya yang juga menjalani proses EHC adalah: hormon seperti estrogen dan thyroxine (T4) serta triiodothyronine (T3); vitamin seperti vitamin D, dan folat; serta faktor pertumbuhan seperti insulin-like growth factors (IGF).
Terdapat kesalahpahaman mengenai perbedaan antara ekskresi biliar dengan proses EHC yang ada dalam literatur. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, proses EHC mencakup ekskresi biliar obat (atau metabolit) kedalam usus, dilanjutkan dengan transfer reversibel fraksi obat dari usus ke daerah pengukuran kadar obat (sirkulasi sistemik). Dalam literatur, ekskresi biliar sebagai sebuah proses yang berdiri sendiri, biasanya didefinisikan sebagai hilangnya obat (atau metabolit) irreversibel dalam feses melalui daerah pengukuran melalui rute biliar. Oleh karena itu, terlihat bahwa proses EHC dengan ekskresi biliar memiliki latar belakang fisiologis yang sama. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kesalahpahaman mengenai perbedaan antara ekskresi biliar dengan proses EHC. Namun penting untuk membedakan kedua proses tersebut, khususnya dalam hal model farmakokinetik. Perbedaan farmakokinetik tersebut terjadi karena adanya perbedaan efek keseimbangan massa dari kedua proses. Ekskresi biliar melibatkan hilangnya massa yang bersifat irreversibel sehingga dapat dianggap sebagai sebuah proses eliminasi. Sedangkan pada proses EHC, sebagian obat menjalani eliminasi fekal; namun sisa obat direabsorbsi kembali dari usus. Oleh karena itu, proses EHC melibatkan komponen distributif, bukan eliminasi saja. Jika kita mempertimbangkan asam empedu, hanya 3%-5% asam empedu dalam sirkulasi enterohepatik yang diekskresikan kedalam feses dan tidak direabsorbsi. Untuk lebih memudahkan, dengan asumsi tidak ada eliminasi fekal obat, maka proses EHC menjadi murni distributif. Pada kasus tersebut, maka lebih rasional untuk menganggap EHC sebagai sebuah proses distribusi, bukannya fraksi eliminasi.
1.2 Anatomi EHC
Penting untuk mengetahui aspek anatomis proses EHC. Hal ini untuk memastikan agar kita mengerti dengan jelas kinetik serta kemungkinan interaksi obat ketika terjadi EHC. Proses EHC melibatkan beberapa organ dan duktus termasuk hepar, vena porta, arteri hepatik, vena hepatik, sistem biliar, serta kantung empedu.
1.6 Faktor yang mempengaruhi proses EHC
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses EHC obat dan metabolitnya. Faktor-faktor tersebut umumnya dikategorikan menjadi faktor fisiologis seperti pengosongan lambung dan pH lumen; fisiokimia seperti berat molekul, pKa, dan kelarutan obat; genetik; interaksi antar obat; dan terakhir faktor lingkungan termasuk makanan, komposisi mikroflora usus serta efek penyakit.
Obat-obat yang menjalani EHC memiliki karakteristik fisiokimia yang
hampir sama, dan sebagai aturan umum pada manusia diperlukan berat molekul minimal 500 hingga 600 Da untuk ambang batas ekskresi biliar. Untuk ekskresi renal diperlukan berat molekul kurang dari 600 Da.
Variasi genetik transporter dapat mengakibatkan proses EHC atipikal.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan terhadap tikus MRP2-deficient, disposisi paracetamol hepatobiliar diketahui mengalami gangguan dibanding dengan tikus normal.
Keadaan sakit berat juga dihubungkan dengan perubahan proses EHC.
Misalnya, cholestasis akan mengakibatkan penurunan uptake hepatik dan oleh karena itu akan menurunkan metabolisme obat. Keadaan lain seperti sirosis akan mengakibatkan penurunan aliran darah dan fungsi hepatik, sehingga menghambat uptake hepatik obat.
Puasa merupakan faktor lain yang dapat mengakibatkan perubahan EHC.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan terhadap tikus, puasa menyebabkan penurunan sintesis, aliran, serta resirkulasi empedu. Dalam penelitian lain, pemberian sarapan kepada pasien akan mengakibatkan peningkatan aliran empedu yang signifikan. Penelitian lain menunjukkan bahwa kebanyakan asam empedu dalam serum orang sehat akan mengalami peningkatan signifikan dalam waktu 30 menit hingga 2 jam setelah makan.