INSOMNIA
Oleh:
Nurrafi Aliya Khasanah 1830912320110
Pembimbing
BANJARMASIN
Oktober, 2019
DAFTAR ISI
1. HALAMAN JUDUL 1
2. DAFTAR ISI 2
3. BAB I: PENDAHULUAN 3
7. BAB V: PENUTUP 33
8. DAFTAR PUSTAKA 34
2
BAB 1
PENDAHULUAN
untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu.
Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun dan beraktivitas
di siang hari. Sekitar sepertiga orang dewasa mengalami kesulitan memulai tidur
melaporkan sebuah episode dari insomnia pada beberapa waktu selama hidup
insomnia.1
Dalam beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Hal ini sering disebut
sebagai gangguan penyesuaian tidur karena paling sering terjadi dalam konteks
situasional stres akut. Insomnia biasanya hilang ketika stressor hilang atau
berulang ketika tegangan baru atau serupa muncul dalam kehidupan pasien.
Insomnia jangka pendek berlangsung selama 1-6 bulan. Hal ini biasanya
adalah setiap insomnia yang berlangsung lebih dari 6 bulan. Hal ini dapat
dikaitkan dengan berbagai kondisi medis dan psikiatri biasanya pada pasien
3
Meskipun kurang tidur, banyak pasien dengan insomnia tidak mengeluh
mengantuk di siang hari. Namun, mereka mengeluhkan rasa lelah dan letih,
dengan konsentrasi yang buruk. Hal ini mungkin berkaitan dengan keadaan
fisiologis hyperarousal.
kekambuhan penyakit primernya. Dalam hal ini, dokter perlu memahami bahwa
pasien mereka.3,4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
4
Menurut World Health organization (WHO), demensia adalah sindroma
klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan memori yang sedemikian
kronik yang disebabkan oleh berbagai latar belakang penyakit dan ditandai oleh
hilangnya daya ingat jangka pendek (recent memory) dan gangguan global fungsi
kesulitan merawat diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil dan hilangnya
pengenalan waktu dan tempat, tanpa adanya gangguan tingkat kesadaran atau
sosial.4
B. Epidemiologi
Alzheimer (AD) merupakan penyebab yang paling sering, ditemukan pada 50-
dunia (2010), yang akan meningkat mencapai 65,7 juta di tahun 2030,6 sehingga
diantara penduduk usia lanjut dunia, penyakit Alzheimer diidap oleh setidaknya
setelah demensia Alzheimer, dengan angka kejadian 47% dari populasi demensia
5
Sampai abad ke 19 istilah demensia dianggap sebagai masa terminal dari
penyakit kejiwaan yang membawa kematian. Baru pada awal abad ke 20, yaitu
Illnes involving cerebral cortex” pada pasien wanita umur 55 tahun. Kemudian
kasus itu ditabalkan sebagai penyakit Alzheimer. Pasien ini masih relatif muda
dan secara progresif bertahap mengalami gejala seperti psikosis dan demensia
kemudian meninggal 4-5 tahun setelah onset serangan pertama. Pada otopsi
ditemukan 1/3 dari bagian neuron kortek menghilang dari neuron yang tinggal
adanya perubahan kimiawi di dalam neurofibril. Alzheimer lah yang pertama kali
Disease.
C. Klasifikasi
6
b. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Neurologi:
seolah berdansa
Gerakan Normal Tremor, khorea,
diskinesia
Output verbal Normal Disatria, hipofonik,
anomia
Kognisi Abnormal (tidak Tak terpelihara
pengetahuan)
Memori Abnormal (gangguan Pelupa (gangguan
belajar) retrieval)
Kemampuan visuo- Abnormal (gangguan Tidak cekatan
7
spasial konstruksi) (gangguan gerakan)
Keadaan emosi Abnormal (tak Abnormal (kurang
menyadari)
Contoh Penyakit Alzheimer, Progressive
Parkinson, Penyakit
Wilson, Huntington.
Primer degeneratif
- Penyakit Alzheimer
- Penyakit Pick
- Penyakit Huntington
- Penyakit Parkinson
- Degenerasi olivopontocerebellar
- Penyakit Kuf
- Gangliosidoses
8
konvulsan (mis. Phenytoin, Barbiturat); anti-hipertensi
Bromide, Disulfiram).
Metabolik-gangguan gangguan elektrolit atau asam-basa; hipo-
hepatolenticular.
Gangguan intrakranial insufisiensi cerebrovascular; meningitis atau
bromide, hydrocarbons.
9
D. Etiologi
1. Demensia Alzheimer11,12,13
10
Adalah gangguan degeneratif yang menyerang sel-sel otak atau neuron
yang menderita pada usia kurang 65 tahun disebut sebagai early onset sedangkan
kelompok yang menderita pada usia lebih dari 65 tahun disebut sebagai late onset.
Faktor resiko penyakit Alzheimer sampai saat ini masih belum pasti, tetapi
a. Usia
Alzheimer, namun begitu penyakit ini dapat diderita oleh semua orang pada
b. Genetik
c. Jenis kelamin
d. Pendidikan
11
Secara makroskopik, perubahan otak pada alzheimer melibatkan
kerusakan berat pada neuron korteks dan hipokampus serta penimbunan amiloid
terdiri dari dua ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenari
soma (badan) dan/atau akson dan dendrit neuron. Dua ciri khas lesi tersebut yaitu
serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein "tau". Dalam sistem saraf pusat,
sitoskeleton sel neuron. Pada alzheimer ini, terjadi fosforilasi abnormal dari
protein "tau" yang secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak
lagi dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama-sama. Tau yang abnormal
dapat terpuntir masuk ke filamen heliks ganda. Dengan kolapsnya sistem transport
internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan
akhirnya diikuti oleh kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan
12
berkembangnya neuron yang rusak ini yang salah satunya menyebabkan
alzheimer.
Lesi khas yang kedua yaitu plak senilis, terdiri dari beta amiloid (A-beta)
yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel
neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekursor amiloid (APP) yang pada
enzim protease yang salah satu fragmennya adalah A-beta, suatu fragmen yang
lengket dan berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Pada alzheimer,
gumpalan tersebut akhirnya tercampur dengan bagian dari neuron dan sel-sel glia
membeku menjadi fibril-fibril yang membentuk plak yang matang, padat, tidak
dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Selain itu, A-beta
khas lain yang ditemukan pada alzheimer. Diketahui bahwa korteks otak manusia
terdiri dari sejumlah besar akson kolinergik yang melepaskan asetilkolin yang
berhubung akson kolinergiknya mengalami kerusakan. Oleh karena itu salah satu
13
obat-obatan yang bekerja berupa inhibitor kolinesterase yang bekerja menghambat
kondisi.
2. Demensia Vaskular12,13
hipoksik otak dengan penurunan fungsi kognitif mulai dari yang ringan sampai
paling berat dan tidak harus dengan gangguan memori yang menonjol.
otak. Tingkat prevalensi demensia adalah 9 kali lebih tinggi pada pasien yang
telah mengalami stroke. Satu tahun setelah stroke, 25% pasien masuk dengan
onset baru dari demensia. Prevalensi demensia vaskular akan semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya usia seseorang, dan lebih sering dijumpai pada laki-
vaskular pada laki-laki (khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada
dan sedang, yang mengalami infark menghasilkan lesi parenkim multipel yang
menyebar pada daerah otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi
14
pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal
3. Penyakit Pick14
terjadi secara progresif dan lambat. Kelainan terdapat pada kortikal fokal pada
lobus frontalis. Penyakit ini juga sulit dibedakan dengan Alzheimer hanya bisa
menonjol disertai euforia, emosi tumpul, dan perilaku sosial yang kasar,
ingat.
4. Penyakit Creutzfeldt-Jakob14,15
Suatu kelainan otak yang ditandai dengan penurunan fungsi mental yang
tahun. Penyakit yang mirip terjadi pada domba dan sapi, jadi penularan bisa
jaringan otak oleh suatu organisme yang menyerupai virus (protein yang bisa
15
depresi, kecemasan, demensia, penuruanan kemampuan intelektual, kesulitan
5. Penyakit Parkinson15
dengan gejala :
Disfungsi motorik.
Depresi.
6. Penyakit Huntington15
hilangnya sel-sel otak secara bertahap mulai timbul pada usia pertengahan dan
adanya degenerasi bagian otak pada ganglia basalis dan kortex serebral. Gejala
Adalah suatu infeksi oleh salah satu dari 2 jenis virus (retrovirus), yaitu
HIV-1 atau HIV-2, yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut
dan penyakit lainnya sebagai akibat dari gangguan kekebalan tubuh. Gejala pada
16
otak biasanya berupa hilangnya memori, kesulitan berpikir dan berkonsentrasi,
8. Trauma kepala
E. Patofisiologi
kerusakan berat pada neuron korteks dan hipokampus serta penimbunan amiloid
terdiri dari dua ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenari
soma (badan) dan/atau akson dan dendrit neuron. Dua ciri khas lesi tersebut yaitu
serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein "tau". Dalam sistem saraf pusat,
sitoskeleton sel neuron. Pada alzheimer ini, terjadi fosforilasi abnormal dari
protein "tau" yang secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak
lagi dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama-sama. Tau yang abnormal
dapat terpuntir masuk ke filamen heliks ganda. Dengan kolapsnya sistem transport
internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan
akhirnya diikuti oleh kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan
alzheimer.
17
Lesi khas yang kedua yaitu plak senilis, terdiri dari beta amiloid (A-beta)
yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel
neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekursor amiloid (APP) yang pada
enzim protease yang salah satu fragmennya adalah A-beta, suatu fragmen yang
lengket dan berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Pada alzheimer,
gumpalan tersebut akhirnya tercampur dengan bagian dari neuron dan sel-sel glia
membeku menjadi fibril-fibril yang membentuk plak yang matang, padat, tidak
dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Selain itu, A-beta
khas lain yang ditemukan pada alzheimer. Diketahui bahwa korteks otak manusia
terdiri dari sejumlah besar akson kolinergik yang melepaskan asetilkolin yang
berhubung akson kolinergiknya mengalami kerusakan. Oleh karena itu salah satu
18
enzim tersebut agar tidak mendegradasi asetilkolin sehingga tidak memperparah
kondisi.7
F. Manifestasi Klinis
kognitif berikut ini: afasia, apraksia, agnosia, atau gangguan dalam hal fungsi
a. Gangguan memori
atau lupa akan hal-hal yang baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari. Sebagian
seringkali kehilangan dompet dan kunci, lupa bahwa sedang meninggalkan bahan
masakan di kompor yang menyala, dan merasa asing terhadap tetangganya. Pada
penderita lupa akan pekerjaan, sekolah, tanggal lahir, anggota keluarga, dan
b. Gangguan orientasi
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat,
dan waktu. Orientasi dapat terganggu secara progresif selama perjalanan penyakit
19
demensia. Sebagai contohnya, pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana
c. Gangguan bahasa
Penderita akan terlihat sulit untuk mencari kata yang tepat dalam
atau tulisan penderita jadi sulit untuk dimengerti karena penderita menggunakan
kalimat dengan substitusi kata-kata yang tidak biasa digunakan. Contohnya: jika
penderita sulit menemukan sikat giginya, maka ia akan bertanya "sesuatu untuk
mulut saya".
d. Apraksia
e. Agnosia
fungsi sensoriknya utuh. Sebagai contoh, penderita tak dapat mengenali kursi,
pena, meskipun visusnya baik. Akhirnya, penderita tak mengenal lagi anggota
keluarganya dan bahkan dirinya sendiri yang tampak pada cermin. Demikian pula,
walaupun sensasi taktilnya utuh, penderita tak mampu mengenali benda yang
diletakkan di tangannya atau yang disentuhnya misalnya kunci atau uang logam.
20
dan penilaian. Misalnya penderita mengenakan baju tanpa mempertimbangkan
cuaca, memakai beberapa kaos di hari yang panas/ memakai pakaian yang sangat
g. Perubahan Kepribadian
mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena. Pasien dengan demensia juga
perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien demensia yang mempunyai waham
mengalami perubahan kepribadian yang jelas dan mungkin mudah marah dan
meledak-ledak. Selain itu penderita juga sering mengalami delusi paranoid dan
untuk gangguan perilaku, meliputi agitasi (aktivitas verbal maupun motorik yang
keluyuran), dan gangguan tidur (berupa disinhibisi, yaitu perilaku yang melanggar
individu)
G. Diagnosis
Diagnosis klinis tetap merupakan pendekatan yang paling baik karena sampai
saat ini belum ada pemeriksaan elektrofisiologis, neuro imaging dan pemeriksaan
lain untuk menegakkan demensia secara pasti. Beberapa langkah praktis yang
21
1.Riwayat medik umum Perlu ditanyakan apakah penyandang mengalami
demensia vaskular. Pada saat wawancara biasanya pada penderita demensia sering
TIA, trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat, riwayat epilepsi dan operasi otak
motorik, sensorik, gangguan berjalan, nyeri kepala saat awitan demesia lebih
memori. (memori jangka pendek dan memori jangka panjang) orientasi ruang dan
agresif, delusi, halusinasi, dan pikiran paranoid. Gangguan depresi juga dapat
22
5.Riwayat keracunan, nutrisi dan obat-obatan Intoksikasi aluminium telah
laporan yang ada masih inkonsisten. Defisiensi nutrisi, alkoholism kronik perlu
diketahui bahwa anti depresan golongan trisiklik dan anti kolinergik dapat
7.Pemeriksaan objektif
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
(a) - “thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
23
- “thought insertion or withdrawal” : isi yang asing dan luar masuk ke
mukjizat.
(c)Halusinasi auditorik :
berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara halusinasi lain ynag
24
atas manusia biasa, misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(e)Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja apabila disertai baik
(over valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
dan stupor.
(h)Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodoremal).
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalah mutu
25
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan
Sebagai tambahan :
(b)Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau bersifat seksual atau lain-
lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
H. Tata Laksana
demensia vaskuler dapat dihentikan dengan pengobatan terhadap faktor resiko dan
26
pengobatan simptomatis untuik substitusi defisit neurotransmitter. Namun hal ini
a. Pengobatan simptomatis:
Antioksidan
sehingga merusak sel neuron. Antioksidan ini terdapat pada sayuran dan buah-
Neurotropik
asetilkolin.
Obat yang bekerja pada beta amiloid protein tau, dan presenilin
27
Penatalaksanaan non-farmakologis ditujukan untuk keluarga, lingkungan,
dan penderita.
Mepertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap
memiliki orientasi.
Orientasi realitas:
monopoli, kartu, scrabble, mengisi teka-teki silang, sudoku, dll. Hal ini
Impairment)
Menciptakan lingkungan yang familiar , aman, dan tenang. Hindari
keleluasaan bergerak
28
I. Prognosis
dalam waktu 1 tahun. Pada demensia stadium lanjut, terjadi penurunan fungsi
Pada akhirnya penderita tidak mampu mengikuti suatu percakapan dan bisa
BAB 3
DATA PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. TH
Usia : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Berangas Barat RT.12
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Suku : Banjar
Bangsa : Indonesia
Status Perkawinan : Menikah
Berobat Tanggal : 24 September 2019
29
A. Keluhan Utama
Keluhan utama pasien adalah sulit memulai tidur dan sering
melupakan hal-hal yang ada di sekitarnya.
B. Riwayat gangguan sekarang
Pasien datang ke Poli Jiwa RS. H. Moch. Ansari Saleh pada
tanggal 24 September 2019 pukul 11.30 WITA. Saat di poli pasien dalam
keadaan agak lemas dan nampak murung. Pasien terlihat terawat dengan
mengenakan baju koko berwarna hijau lumut dan celana kain bewarna
hitam dengan rambut disisir rapi.
Pasien mengeluhkan sulit tidur dan sering lupa. Keluhan tersebut
muncul sejak kurang lebih satu tahun yang lalu. Pasien mengaku sulit
untuk memulai tidur. Biasanya pasien baru bisa tidur sekitar jam 2 atau
jam 3 pagi dan hanya bertahan sampai kurang lebih setengah jam, setelah
itu pasien akan terbangun dan tidak dapat tidur lagi, namun pasien tidak
mengeluhkan adanya rasa mengantuk ataupun kelelahan saat pagi
harinya. Pasien menyatakan bahwa penyebab sulit tidurnya karena pasien
terlalu banyak pikiran. Pasien sering memikirkan keadaannya yang sudah
pisah ranjang kurang lebih selama 1 tahun dengan istrinya. Pasien
mengaku alasan pisah ranjangnya karena pasien merasa malu akibat
keadaan pasien yang tidak bisa ereksi selama kurang lebih 3 tahun.
Pasien juga mengatakan dirinya sering lupa menaruh benda
seperti ponsel maupun dompet, barang-barang tersebut juga sering
tertinggal di rumah saat pasien sedang bepergian. Pasien kadang-kadang
lupa nama orang yang dikenalnya jika sudah lama tidak bertemu. Pasien
juga sering tersesat saat menuju suatu tempat tertentu yang sudah
dikenalnya sebelumnya. Pasien mengaku tidak pernah melihat bayangan
atau mendengar bisikan. Pasien agak kesusahan ketika diminta
menyebutkan kembali benda-benda yang sebelumnya sudah diperlihatkan
padanya. Riwayat stroke maupun trauma kepala disangkal.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien sebelumnya belum pernah mengalami keluhan seperti ini
ataupun gangguan psikiatri sebelumnya.
2. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Tidak terdapat riwayat penggunaan zat psikoaktif.
3. Riwayat penyakit dahulu (medis)
30
Diabetes Melitus (+), hipertensi (+), stroke (-).
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat prenatal dan natal
Ibu pasien rutin mengontrol kandungannya ke bidan. Selama hamil,
ibu pasien tidak pernah mengeluhkan sakit. Pasien dilahirkan secara
normal dengan dibantu oleh bidan kampung. Pasien lahir cukup bulan
dengan berat badan cukup.
2. Masa kanak-kanak awal
Pasien tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya, tidak ada
keterlambatan dalam tumbuh kembangnya.
3. Masa kanak-kanak akhir
- Hubungan sosial: pasien mengaku memiliki banyak teman.
- Riwayat sekolah: prestasi pasien baik dan tidak pernah tinggal
kelas.
4. Riwayat pekerjaan
Pasien bekerja sebagai buruh.
5. Riwayat agama
Pasien beragama islam. Pasien mengatakan rajin sholat lima waktu.
6. Aktivitas sosial
Pasien dapat bersosialisasi terhadap lingkungan sekitar dengan baik.
E. Riwayat keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa.
F. Situasi sosial sekarang
Pasien adalah seorang laki-laki berusia 60 tahun. Pasien
sudah menikah dan memiliki 2 orang anak serta 3 orang cucu. Pasien saat
ini tinggal di rumah milik pribadi bersama istri dan seorang anak laki-
lakinya yang kedua. Anak pasien yang pertama tinggal di luar kota
dengan istrinya dan sudah memiliki 3 orang anak. Pasien sekarang
bekerja sebagai seorang buruh. Pasien sering memikirkan keadaannya
yang sudah pisah ranjang kurang lebih selama 1 tahun dengan istrinya
karena pasien merasa malu akibat keadaan pasien yang tidak bisa ereksi
selama kurang lebih 3 tahun. Pasien dapat bersosialisasi dengan baik
terhadap orang-orang di lingkungan sekitar.
G. Persepsi (tanggapan) pasien tentang dirinya dan kehidupannya
1. Halusinasi (-)
31
Pasien laki-laki usia 60 tahun, tampak sesuai dengan usia, berpakaian
rapi, ramah, ekspresi tampak sedih, perawatan diri baik, proporsi
tubuh normal, dan warna kulit sawo matang.
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Perilaku pasien normal, tidak terdapat aktivitas psikomotor yang tidak
normal.
3. Sikap pasien terhadap pemeriksa
Kooperatif
B. Keadaan afektif (mood), perasaan, ekspresi afektif (hidup emosi) serta
empati :
1. Mood : Hipotimik
2. Afek : Menyempit
3. Keserasian : Serasi
C. Gangguan persepsi
Halusinasi (-), ilusi (-)
D. Pembicaran
Spontan, lancar, pelan, artikulasi jelas
E. Pikiran :
1. Proses pikir :
a. Bentuk pikiran : realistik
b. Arus pikiran : koheren
2. Arus pikiran : Waham (-)
F. Sensorium dan kognitif
1. Kesadaran : Compos mentis
2. Orientasi : Orientasi waktu, tempat, dan orang normal
3. Daya ingat : Ingatan jangka pendek, menengah dan panjang bagus,
sedangkan ingatan jangka segera buruk.
4. Konsentrasi : Baik dan mampu menjawab sesuai pertanyaan, namun
agak sulit menyebutkan kembali benda-benda yang baru saja di
ajarkan.
5. Perhatian: baik
6. Kemampuan membaca dan menulis : normal
7. Kemampuan visuospasial : normal
8. Pikiran abstrak : normal
9. Kapasitas intelegensia : normal
10. Bakat kreatif : tidak ada
11. Kemampuan menolong diri : pasien dapat merawat diri sendiri secara
normal
G. Kemampuan mengendalikan impuls :
Pasien dapat mengendalikan dorongan kemarahan
H. Tilikan
6
I. Taraf dapat dipercaya
Pasien dapat dipercaya.
32
IV. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda vital
- Tekanan darah: 130/90 mmHg - Frekuensi nadi: 92 x / menit
- Frekuensi napas: 20 x / menit - Suhu: Afebris
4. Bentuk badan : Kesan dalam batas normal
5. Sistem kardiovaskular : Tidak ada kelainan
6. Sistem muskuloskeletasl : Tidak ada kelainan
7. Sistem gastrointestinal : Tidak ada kelainan
8. Sistem urogenital : Tidak ada kelainan
9. Gangguan khusus : Tidak ada kelainan
B. Status Neurologis
1. GCS : E4V5M6
2. Gejala rangsngan selaput otak : Tidak ada kelainan
3. Gejala Tekanan Intrakranial : Tidak ada kelainan
4. Mata : gerakan : Tidak ada kelainan
Pupil bentuk : Bulat, Isokor
Reaksi cahaya : +/+
Reaksi kornea : +/+
Pemeriksaan oftalmoskopik : Tidak dilakukan
5. Motorik : Tonus : Eutoni
Turgor : Normal
Koordinasi : Normal
Refleks : Normal
6. Sensibilitas : Normal
7. Fungsi luhur :Normal
8. Gangguan khusus : Tidak terdapat gangguan khusus
33
7. Pasien memiliki 2 orang anak dan 3 orang cucu, anak kedua pasien
yang tinggal bersama di rumah.
8. Kegiatan pasien saat ini sebagai seorang buruh, penghasilan didapatkan
dari gaji pasien.
9. Pasien sudah menikah, tinggal bersama istri dan anak di rumah pribadi.
10. Pasien ini didapatkan gejala minimal dan tidak ada disabilitas.
VIII. PROGNOSIS
Prognosis ke arah baik
- Pasien sadar akan penyakitnya dan ada keinginan serta usaha untuk
sembuh
-Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami sakit serupa
- Pasien dapat bersosialisasi dengan baik
34
Prognosis ke arah buruk
- Perjalanan penyakit sudah berlangsung kurang lebih 1 tahun
- Pasien sudah berusia lanjut
Berdasarkan data-data diatas, dapat disimpulkan prognosis pasien adalah:
Ad vitam : bonam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
IX. TERAPI
Psikofarmaka :
Sanmol 1/2
Stelosi 1
Arkine 1
m.f.l.s da in caps I-I-II
Psikoterapi :
Pada pasien
- Edukasi tentang penyakit pasien dan kondisi pasien
- Edukasi tentang sleep hygiene seperti mandi dengan air hangat sebelum
tidur, tidak bermain dengan gadget sewaktu ingin tidur, membuat kamar
senyaman mungkin dan tidak menyalakan tv saat akan tidur
- Minum obat yang rajin dan rutin kontrol jika obat habis
- Semakin mendekatkan diri kepada Tuhan YME.
- Melakukan relaksasi
- Sharing kepada keluarga jika ada permasalahan
BAB 4
PEMBAHASAN
a. DIAGNOSIS
Fakta Teori
35
Anamnesis
Pasien perempuan, usia 48 tahun Insomnia didefinisikan sebagai
Gejala-gejala : sulit untuk memulai
keluhan dalam hal kesulitan untuk
tidur, sering terbangun pada malam
hari, lebih sensitive (mudah marah) memulai atau mempertahankan tidur
dengan orang sekitar, pasien sering
atau tidur non-restoratif yang
mengeluhkan sakit kepala hingga
tengkuk pada siang hari berlangsung setidaknya satu bulan dan
Keluhan dirasakan sejak 1 tahun
menyebabkan gangguan signifikan
yang lalu
Riwayat Penyakit Dahullu atau gangguan dalam fungsi individu.
Riwayat trauma (-), kejang (-)
Menurut The International
Riwayat konsumsi alkohol (-) dan
Napza (-) Classification of Sleep Disorders,
Riwayat merokok (-) insomnia adalah kesulitan tidur yang
Tidak pernah dirawat di Rumah
Sakit Jiwa terjadi hampir setiap malam, disertai
Status Psikiatrikus rasa tidak nyaman setelah episode
Kesan umum terawat
Kontak verbal (+), kontak visual tidur tersebut. Secara internasional
(+) insomnia masuk dalam 3 sistem
Kesadaran orientasi tempat, waktu
diagnostik yaitu International code of
dan orang tidak ada gangguan,
Atensi (+) diagnosis (ICD) 10, Diagnostic and
Emosi eutimik, afek luas
Statistical Manual of Mental Disorders
Proses berfikir, intelegensia cukup
Kemauan mandiri (DSM) IV dan International
Psikomotor normoaktif Classification of Sleep Disorders
(ISD). Dalam ICD 10, insomnia dibagi
menjadi 2 yaitu:
a. .Organik
b. NonOrganik
- Dyssomnias (gangguan pada
lama, kualitas dan waktu tidur)
- Parasomnias (ada episode
abnormal yang muncul selama
tidur seperti mimpu buruk, berjalan
sambil tidur, dll)
Dalam ICD 10 tidak dibedakan
antara insomnia primer atau
sekunder. Insomnia disini adalah
36
insomnia kronik yang sudah
diderita paling sedikit 1 bulan dan
sudah menyebabkan gangguan
fungsi dan sosial.
Pedoman diagnostic insomnia menurut
PPDGJ III yaitu:
a. Keluhan adanya kesulitan
masuk tidur atau
mempertahankan tidur, atau
kualitas tidur yang buruk.
b. Gangguan minimal terjadi 3
kali dalam seminggu selama
minimal 1 bulan.
c. Adanya preokupasi dengan
tidak bisa tidur dan peduli yang
berlebihan terhadap akibatnya
pada malam hari dan sepanjang
siang hari.
d. Ketidakpuasan terhadap
kuantitas dan atau kualitas
tidur menyebabkan penderitaan
yang cukup berat dan
mempengaruhi fungsi dalam
sosial dan pekerjaan.
e. Adanya gangguan jiwa lain
seperti depresi dan anxietas
tidak menyebabkan diagnosis
insomnia diabaikan.
f. Kriteria “lama tidur”
(kuantitas) tidak diguankan
untuk menentukan adanya
gangguan, oleh karena luasnya
variasi individual. Lama
gangguan yang tidak
37
memenuhi kriteria di atas
(seperti pada “transient
insomnia”) tidak didiagnosis di
sini, dapat dimasukkan dalam
reaksi stres akut (F43.0) atau
gangguan penyesuaian (F43.2)
sebagian besar dari gejala insomnia. Gambaran utama insomnia adalah muncul
kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman
insomnia pada pasien terjadi setiap hari sejak 1 tahun yang lalu, termasuk dalam
kriteria diagnosis insomnia menurut PPDGJ III, yaitu minimal terjadi 3 kali dalam
seminggu selama minimal sebulan. Pada aktivitas siang hari, pasien menjadi lebih
dalam sosial, serta adanya sakit kepala hingga tengkuk di siang hari.
a. PENATALAKSANAAN
Fakta Teori
Sanmol 500 mg (½) Terapi farmakologis harus sesuai
Stelosi 1 mg dengan intervensi psikososial untuk
Arkine 1 mg memperbaiki kualitas tidur pasien.
m.f.l.s da in caps I-I-II
Prinsip dasar terapi pengobatan
- Alprazolam 1 mg
insomnia yaitu, jangan menggunakan
obat hipnotik sebagai satu-satunya
terapi, pengobatan harus
dikombinasikan dengan terapi non
farmakologi, pemberian obat golongan
hipnotik dimulai dengan dosis yang
rendah, selanjutnya dinaikan perlahan
–lahan sesuai kebutuhan. Penilaian
38
keluarga terhadap kondisi pasien baik
saat sebelum, mulai terapi, dan saat
follow up harus diperhatikan.
1. Benzodiazepin
Efek benzodiazepin yang
diinginkan adalah efek hipnotik-
sedatif. Sifat yang diinginkan dari
penggunaan hipnotik-sedatif antara
lain adalah perbaikan anxietas,
euporia dan kemudahan tidur
sehingga obat ini sebagai pilihan
utama untuk insomnia.
Benzodiazepin (BZD)
memperbaiki insomnia dengan
mengurangi fase REM,
menurunkan latensi tidur, dan
menurunkan terbangun malam hari.
Penyerapan BZD tidak terpengaruh
oleh penuaan, namun penurunan
massa otot, penurunan protein
plasma, dan peningkatan lemak
tubuh yang terlihat pada usia lanjut
mengakibatkan peningkatan
konsentrasi obat tak-terikat dan
peningkatan waktu paruh eliminasi.
2. Nonbenzodiazepin Hipnotik
Nonbenzodiazepin hipnotik adalah
sebuah alternatif yang baik dari
penggunaan benzodiazepin
tradisional, dengan efek samping
minimal. Obat golongan non-
benzodiazepin juga efektif untuk
terapi jangka pendek insomnia.
Obat-obatan ini relative memiliki
waktu paruh yang singkat sehingga
lebih kecil potensinya untuk
menimbulkan rasa mengantuk pada
siang hari; selain itu penampilan
psikomotor dan daya ingat
nampaknya lebih tidak terganggu
dan umumnya lebih sedikit
mengganggu arsitektur tidur
normal dibandingkan obat
golongan benzodiazepine.
3. Sleep-promoting Agents
(Melatonin)
Melatonin adalah hormon yang
dibentuk di glandula pineal, yaitu
39
sebuah kelenjar yang hanya sebesar
kacang tanah yang terletak di
antara kedua sisi otak. Hormon ini
mempunyai fungsi yang sangat
khas karena produksinya dipicu
oleh gelap dan hening tetapi dapat
dihambat oleh sinar yang terang.
Adanya hormon ini dikatakan dapat
membantu meningkatkan kualitas
tidur seseorang. Dari beberapa
penelitian klinik menunjukkan
bahwa penggunaan melatonin
untuk insomnia ternyata sangat
signifikan dalam menurunkan
waktu yang dibutuhkan seseorang
untuk jatuh tertidur,
memperpanjang durasi tidur
termasuk kualitas tidurnya,
sehingga seseorang tidak
mengantuk lagi saat beraktifitas di
pagihari. Dosis melatonin yang
direkomendasikan ialah 3 mg dan
dapat ditingkatkan hingga 12 –15
mg. Efek samping yang dilaporkan
ialah sakit kepala, pusing,lemah,
iritabel. Megadosis (300mg
perhari) dapat menghampat fungsi
ovarium. Kontraindikasi pada
Wanita hamil dan menyusui.
4. Antihistamin
Three–diphenhydramine
hydrochloride, dypenhydramine
citrate dan doxylamine yang sering
digunakan untuk membantu tidur.
Efek samping penggunaanya
adalah pusing, lemah, mual.
5. Antidepresan
Dosis rendah pada antidepresan yg
memiliki efek sedasi seperti
trazodone (desyrel), amitriptyline
(elavil), doxepine (sinequen,
adapin) dan mirtazapin ( remeron)
sering diresepkan pada pasien
bukan depresi untuk pengobatan
insomnia, antidepresan sering
diberikan untuk insomnia karena
pemberiannya tidak terjadwal,
relatif tidak mahal, dan memiliki
40
sedikit potensi untuk
disalahgunakan.
.
BAB 5
PENUTUP
latar belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya daya ingat jangka pendek
(recent memory) dan gangguan global fungsi mental termasuk fungsi bahasa,
perubahan perilaku, emosi labil dan hilangnya pengenalan waktu dan tempat,
mengeluhkan pasien tidak tau dia sakit apa dan selalu menanyakan pertanyaan
karena pasien bisa saja tiba tiba lupa untuk melakukan suatu hal, dan itu
41
progesifitas dari penyakitnya agar pasien tetap dan beraktifitas namun tetap saja
Selain itu, Demensia dikaitkan dengan penuaan dimana wajar terjadi pada
beberapa orang di usia lanjut karena memang proses dari penuaan yang
satu faktor risiko depresi dan gejala dari sejumlah gangguan medis, dan juga
DAFTAR PUSTAKA
42
6. Alzheimer’s Disease International. World Alzheimer Report 2010 Executive
Summary. London, 2010.
7. WHO. Active Ageing:a policy framework. Genveva:WHO, 2002.
8. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Sinopsis Psikiatri (Edisi Bahasa Indonesia),
Edisi VII, Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997: 515-533.
9. Guberman A. Clinical Neurology. Little Brown and Coy, Boston, 1994: 67-69.
10. Gilroy J. Basic Neurology. Pergamon press, New York, 1992: 194-195.
11. http://www.alzfdn.org/AboutAlzheimers/definition.html (Alzheimer’s
Foundation Of America). Diakses 08 Mei 2014.
12. H, Juebin. Dementia. Merck Manual Home Health Handbook. 2008.
13. Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Edisi 6, ECG, Jakarta, 2006: 1134-1138.
14. Bird, Thomas D. Miller, Bruce L. 2006. Harrison’s Neurology in Clinical
Medicine: Alzheimer Disease and Other Dementias. McGrawHill.
15. Little, Ann A., Gomez-Hassan , Diana. 2010. Oxford American Handbook of
Neurology : Dementia . New York : Oxfor University Press.
16. Duus, Peter. 2005. Diagnosis Topik Neurologi : Anatomi , Fisiologi , Tanda ,
Gejala . Jakarta: ECG
17. Clark, David G., Cummings, Jeffrey. The Diagnosis and Management of
Dementia. Los Angeles, ISN 148-4196.
18. Brust, J.C.M. (2008). Current Diagnosis & Treatment: Neurology. McGraw-
HillCompanies, Inc. Singapore.
43