Anda di halaman 1dari 19

REFLEKSI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. A

Umur : 73 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Desa Sibowi Kec. Tanambulaya Kab. Sigi

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Status Perkawinan : Sudah menikah

Pendidikan : SD kelas 4

Tanggal masuk RS : 16 Juni 2019

Tanggal Pemeriksaan : 17 Juni 2019

Tempat Pemeriksaan : Ruang Anggur RSD Madani Palu

I. LAPORAN PSIKIATRI
A. Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama
Gelisah
2. Riwayat Gangguan Sekarang
Seorang perempuan berusia 73 tahun sudah menikah,
dibawa ke RSD Madani pada 16 Juni 2019 oleh keluarganya
karena galisah dan sering mondar-mandir, ± 2 hari berjalan di jalan
tanpa pakaian, intake menurun, tidak tidur. Selain itu pasien juga
merasakan nyeri pada daerah lutut dan sesak napas hingga tidak
bisa beraktifitas. Pasien menceritakan bahwa ia mendengar suara
yang sangat nyaman di dengar, menurut paien itu adalah suara
malaikat, dan pasien juga melihat seseorang yang sudah berumur
ribuan tahun namun masih berwajah seperti anak muda dan
tampan. Pasien mengatakan orang yang berumur ribuan tahun itu
memberikan kalung yang sampai saat ini digunakan pasien untuk
mengobati prnyakitnya. Pasien mengatakan tidak sadar saat tidak
berpakaian, keluarga pasienlah yang mengatakan kalau pasien
biasa keluar ke jalan tanpa pakaian. Pasien juga mengatakan ia
marah jika ada yang datang ke rumah untuk meminta kangkung di
rumahnya dan marah ketika melihat rumah kotor. pasien merasa
senang ketika di ajak bercerita.
3. Riwayat Kehidupan Pribadi
 Pada masa prenatal & perinatal, pasien tidak dapat mengingat
riwayat ini dengan jelas
 Pada usia 1-3 tahun, pasien tidak dapat mengingat riwayat ini
dengan jelas.
 Pada usia 3-11 tahun, pasien berhenti sekolah di kelas 4 SD
dan hanya bekerja membantu orang tua di rumah.
 Pada usia 12-18 tahun, pasien tidak melanjutkan pendidikan
ke jenjang berikutya, pasien anya bekerja dirumah membantu
orang tua.
II. EMOSI YANG TERLIBAT
Kasus ini menarik untuk dibahas karena pasien merupakan pasien
yang menderita Demensia yang tak terinci.
- Apa yang dimaksud demensia?
- Apa saja kriteria diagnostic demensia menurut DSM IV-TR?
- Apa saja klasifikasi demensia?
III. EVALUASI
a. Pengalaman baik
Pasien cukup kooperatif saat pemeriksaan, dimana pasien
menjawab pertanyaan yang diberikan, walau kadang-kadang tidak
nyambung.
b. Pengalaman buruk
Berjalan tanpa pakaian diluar rumah.
IV. ANALISIS
Definisi menurut Perdossi, demensia adalah kumpulan gejala
kronik yang disebabkan oleh berbagai latar belakang penyakit dan
ditandai oleh hilangnya daya ingat jangka pendek (recent memory) dan
gangguan global fungsi mental termasuk fungsi bahasa, mundurnya
kemampuan berpikir abstrak, kesulitan merawat diri sendiri, perubahan
perilaku, emosi labil dan hilangnya pengenalan waktu dan tempat,
tanpa adanya gangguan tingkat kesadaran atau situasi stress, sehingga
menimbulkan gangguan pekerjaan, aktivitas harian dan sosial.1
Demensia berhubungan dengan beberapa jenis penyakit:2

a. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Medik:


Hal ini meliputi hipotiroidisme, penyakit Cushing, defisiensi
nutrisi, kompleks demensia AIDS, dan sebagainya.
b. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Neurologi:
Kelompok ini meliputi korea Huntington, penyakit Schilder, dan
proses demielinasi lainnya; penyakit Creutzfeldt-Jakob; tumor otak;
trauma otak; infeksi otak dan meningeal; dan sejenisnya.
c. Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau tanda
yang mencolok:
Penyakit Alzheimer dan penyakit Pick

Demensia dari segi anatomi dibedakan antara demensia kortikal


dan demensia subkortikal. Dari etiologi dan perjalanan penyakit
dibedakan antara demensia yang reversibel dan irreversibel (tabel).
Tabel 1. Perbedaan demensia kortikal dan subkortikal3
Ciri Demensia Kortikal Demensia Subkortikal
Penampilan Siaga, sehat Abnormal, lemah
Aktivitas Normal Lamban
Sikap Lurus, tegak Bongkok, distonik
Cara berjalan Normal Ataksia, festinasi,
seolah berdansa
Gerakan Normal Tremor, khorea,
dyskinesia
Output verbal Normal Disatria, hipofonik,
volum suara lemah
Berbahasa Abnormal, parafasia, Normal
anomia
Kognisi Abnormal (tidak Tak terpelihara
mampu memanipulasi (dilapidated)
pengetahuan)
Memori Abnormal (gangguan Pelupa (gangguan
belajar) retrieval)
Kemampuan visuo- Abnormal (gangguan Tidak cekatan
spasial konstruksi) (gangguan gerakan)
Keadaan emosi Abnormal (tak Abnormal (kurang
memperdulikan, tak dorongan drive)
menyadari)
Contoh Penyakit Alzheimer, Progressive
Pick Supranuclear Palsy,
Parkinson, Penyakit
Wilson, Huntington.
Tabel 2. Beberapa penyebab demensia pada dewasa yang irreversibel3
Primer degenerative
- Penyakit Alzheimer
- Penyakit Pick
- Penyakit Huntington
- Penyakit Parkinson
- Degenerasi olivopontocerebellar
- Progressive Supranuclear Palsy
- Degenerasi cortical-basal ganglionic
Infeksi
- Penyakit Creutzfeldt-Jakob
- Sub-acute sclerosing panencephalitis
- Progressive multifocal leukoencephalopathy
Metabolik
- Metachromatic leukodyntrophy
- Penyakit Kuf
- Gangliosidoses

Tabel 3. Beberapa penyebab demensia yang dapat reversibel4


Obat-obatan anti-kolinergik (mis. Atropin dan sejenisnya); anti-
konvulsan (mis. Phenytoin, Barbiturat); anti-hipertensi
(Clonidine, Methyldopa, Propanolol); psikotropik
(Haloperidol, Phenothiazine); dll (mis. Quinidine,
Bromide, Disulfiram).
Metabolik-gangguan gangguan elektrolit atau asam-basa; hipo-
sistemik hiperglikemia; anemia berat; polisitemia vera;
hiperlipidemia; gagal hepar; uremia; insufisiensi
pulmonal; hypopituitarism; disfungsi tiroid, adrenal,
atau paratiroid; disfungsi kardiak; degenerasi
hepatolenticular.
Gangguan intrakranial insufisiensi cerebrovascular; meningitis atau
encephalitis chronic, neurosyphilis, epilepsy, tumor,
abscess, hematoma subdural, multiple sclerosis,
normal pressure hydrocephalus.
Keadaan defisiensi vitamin B12, defisiensi folat, pellagra (niacin).
Gangguan collagen- systemic lupus erythematosus, temporal arteritis,
vascular sarcoidosis, syndrome Behcet.
Intoksikasi eksogen alcohol, carbon monoxide, organophosphates, toluene,
trichloroethylene, carbon disulfide, timbal, mercury,
arsenic, thallium, manganese, nitrobenzene, anilines,
bromide, hydrocarbons.

1. Demensia Alzheimer5,6,7
Adalah gangguan degeneratif yang menyerang sel-sel otak atau neuron secara
progresif yang mengakibatkan hilangnya memori, kemampuan berpikir dan
berbahasa, serta perubahan perilaku. Penyakit Alzheimer merupakan penyakit
neurodegeneratif yang secara epidemiologi terbagi 2 kelompok yaitu kelompok
yang menderita pada usia kurang 65 tahun disebut sebagai early onset sedangkan
kelompok yang menderita pada usia lebih dari 65 tahun disebut sebagai late onset.
Faktor resiko penyakit Alzheimer sampai saat ini masih belum pasti, tetapi
beberapa faktor yang diperkirakan menjadi penyebab Alzheimer adalah :
a. Usia
Bertambahnya usia memang menjadi salah satu faktor resiko penyakit
Alzheimer, namun begitu penyakit ini dapat diderita oleh semua orang
pada semua usia. 96% diderita pada yang berusia 40 tahun keatas.
b. Genetik
Individu yang memiliki hubungan keluarga yang dekat dengan penderita
beresiko dua kali lipat untuk terkena Alzheimer.
c. Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, maka prevalensi wanita yang menderita
Alzheimer lebih banyak tiga kali lipat dibandingkan pria.
d. Pendidikan
Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi memiliki faktor
pelindung dari resiko menderita Alzheimer, tetapi hanya untuk menunda
onset manifestasi klinis.

Secara makroskopik, perubahan otak pada alzheimer melibatkan


kerusakan berat pada neuron korteks dan hipokampus serta penimbunan amiloid
pada pembuluh darah intrakranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan
morfologis (struktural) dan biokimia pada neuron-neuron. Perubahan morfologis
terdiri dari dua ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenari
soma (badan) dan/atau akson dan dendrit neuron. Dua ciri khas lesi tersebut yaitu
kekusutan neurofibrilaris dan plak senile.

Neurofibrillary Tangle merupakan suatu struktur intraseluler yang berisi


serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein "tau". Dalam sistem saraf pusat,
protein "tau" sebagian besar sebagai penghambat pembentuk struktural yang
terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari
sitoskeleton sel neuron. Pada alzheimer ini, terjadi fosforilasi abnormal dari
protein "tau" yang secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak
lagi dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama-sama. Tau yang abnormal
dapat terpuntir masuk ke filamen heliks ganda. Dengan kolapsnya sistem transport
internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan
akhirnya diikuti oleh kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan
berkembangnya neuron yang rusak ini yang salah satunya menyebabkan
alzheimer.

Lesi khas yang kedua yaitu plak senilis, terdiri dari beta amiloid (A-beta)
yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel
neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekursor amiloid (APP) yang pada
keadaan normal melekat pada membran neuron yang berperan dalam
pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen-fragmen oleh
enzim protease yang salah satu fragmennya adalah A-beta, suatu fragmen yang
lengket dan berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Pada alzheimer,
gumpalan tersebut akhirnya tercampur dengan bagian dari neuron dan sel-sel glia
(khususnya mikroglia dan astrosit). Setelah beberapa waktu, campuran tersebut
membeku menjadi fibril-fibril yang membentuk plak yang matang, padat, tidak
dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Selain itu, A-beta
mengganggu hubungan interselular dan menurunkan respons pembuluh darah
sehingga menyebabkan makin rentannya neuron-neuron terhadap stressor (missal
iskemia). Kemungkinan lain adalah bahwa A-beta menghasilkan radikal bebas
sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh
darah sehingga mengakibatkan rentannya neuron terhadap stressor.
Perubahan biokimia dalam sistem saraf pusat adalah temuan mikroskopis
khas lain yang ditemukan pada alzheimer. Diketahui bahwa korteks otak manusia
terdiri dari sejumlah besar akson kolinergik yang melepaskan asetilkolin yang
mana merupakan kunci neurotransmitter dalam fungsi kognitif yang kemudian
pada penderita alzheimer ini terjadi penurunan pada neurotransmitter ini
berhubung akson kolinergiknya mengalami kerusakan. Oleh karena itu salah satu
obat-obatan yang bekerja berupa inhibitor kolinesterase yang bekerja menghambat
enzim tersebut agar tidak mendegradasi asetilkolin sehingga tidak memperparah
kondisi.

2. Demensia Vaskular6,7
Demensia vaskuler merupakan suatu kelompok kondisi heterogen yang
meliputi semua sindroma demensia akibat iskemik, perdarahan, anoksik atau
hipoksik otak dengan penurunan fungsi kognitif mulai dari yang ringan sampai
paling berat dan tidak harus dengan gangguan memori yang menonjol.
Demensia vaskular diakibatkan oleh adanya penyakit pembuluh darah
serebral. Adanya infark tunggal di lokasi tertentu, episode hipotensi,
leukoaraiosis, infark komplit, dan perdarahan juga dapat menyebabkan timbulnya
kelainan kognitif. Sindrom demensia yang terjadi pada demensia vaskular
merupakan konsekuensi dari lesi hipoksia, iskemia, atau adanya perdarahan di
otak. Tingkat prevalensi demensia adalah 9 kali lebih tinggi pada pasien yang
telah mengalami stroke. Satu tahun setelah stroke, 25% pasien masuk dengan
onset baru dari demensia. Prevalensi demensia vaskular akan semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya usia seseorang, dan lebih sering dijumpai pada laki-
laki. Sebuah penelitian di Swedia menunjukkan resiko terjadinya demensia
vaskular pada laki-laki (khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada
sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular lainnya) sebesar 34,5% dan
perempuan sebesar 19,4%.
Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil
dan sedang, yang mengalami infark menghasilkan lesi parenkim multipel yang
menyebar pada daerah otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi
pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal
yang jauh sebagai contohnya katup jantung.
3. Penyakit Pick8
Penyakit Pick disebabkan penurunan fungsi mental dan perilaku yang
terjadi secara progresif dan lambat. Kelainan terdapat pada kortikal fokal pada
lobus frontalis. Penyakit ini juga sulit dibedakan dengan Alzheimer hanya bisa
dengan otopsi, dimana otak menunjukkan inklusi intraneunoral yang disebut
“badan Pick” yang dibedakan dari serabut neurofibrilaris pada Alzheimer.
Diagnostik penyakit demensia penyakit Pick:

 Adanya gejala demensia yang progresif.


 Gambaran neuropatologis berupa atrofi selektif dari lobus frontalis yang
menonjol disertai euforia, emosi tumpul, dan perilaku sosial yang kasar,
disinhibisi, apatis, gelisah.

 Manifestasi gangguan perilaku pada umumnya mendahului gangguan daya


ingat.

4. Penyakit Creutzfeldt-Jakob8,9
Suatu kelainan otak yang ditandai dengan penurunan fungsi mental yang
cepat, disertai kelainan pergerakan, terutama menyerang usia dewasa diatas 50
tahun. Penyakit yang mirip terjadi pada domba dan sapi, jadi penularan bisa
terjadi karena memakan jaringan hewan yang terinfeksi. Terjadi kerusakan
jaringan otak oleh suatu organisme yang menyerupai virus (protein yang bisa
ditularkan, yang disebut prion). Gejalanya ditandai dengan kemunduran mental
yang cepat, biasanya dalam beberapa bulan. Meliputi perubahan kepribadian,
depresi, kecemasan, demensia, penuruanan kemampuan intelektual, kesulitan
berbicara dan menelan, serta gerakan tersentak-sentak yang tiba-tiba.
5. Penyakit Parkinson9
Demensia ini disebabkan adanya penyakit parkinson yang menyertai
dengan gejala :

 Disfungsi motorik.

 Gangguan kognitif / demensia bagian dari gangguan.

 Lobus frontalis dan defisit daya ingat.

 Depresi.

6. Penyakit Huntington9
Suatu penyakit yang diturunkan, dimana sentakan atau kejang dan
hilangnya sel-sel otak secara bertahap mulai timbul pada usia pertengahan dan
berkembang menjadi korea, atetosis serta kemunduran mental. Disebabkan oleh
adanya degenerasi bagian otak pada ganglia basalis dan kortex serebral. Gejala
muncul pada usia 35-40 tahun berupa demensia progresif, hipertonisitas
mascular, gerakan koreiform yang aneh.

7. Human Immunodeficiency Virus (HIV)9


Adalah suatu infeksi oleh salah satu dari 2 jenis virus (retrovirus), yaitu
HIV-1 atau HIV-2, yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut
limfosit CD4+, dan menyebabkan AIDS )Acquired Immunodeficiency Syndrome)
dan penyakit lainnya sebagai akibat dari gangguan kekebalan tubuh. Gejala pada
otak biasanya berupa hilangnya memori, kesulitan berpikir dan berkonsentrasi,
demensia, lemas, tremor atau kesulitan berjalan.

8. Trauma kepala5,10
Gambaran utama demensia adalah munculnya defisit kognitif multipleks,
termasuk gangguan memori, setidak-tidaknya satu di antara gangguan gangguan
kognitif berikut ini: afasia, apraksia, agnosia, atau gangguan dalam hal fungsi
eksekutif. Defisit kognitif harus sedemikian rupa sehingga mengganggu fungsi
sosial atau okupasional (pergi ke sekolah, bekerja, berbelanja, berpakaian, mandi,
mengurus uang, dan kehidupan sehari-hari lainnya) serta harus menggambarkan
menurunnya fungsi luhur sebelumnya.
a. Gangguan memori
Dalam bentuk ketidakmampuannya untuk belajar tentang hal-hal baru,
atau lupa akan hal-hal yang baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari. Sebagian
penderita demensia mengalami kedua jenis gangguan memori tadi. Penderita
seringkali kehilangan dompet dan kunci, lupa bahwa sedang meninggalkan bahan
masakan di kompor yang menyala, dan merasa asing terhadap tetangganya. Pada
demensia tahap lanjut, gangguan memori menjadi sedemikian berat sehingga
penderita lupa akan pekerjaan, sekolah, tanggal lahir, anggota keluarga, dan
bahkan terhadap namanya sendiri.
b. Gangguan orientasi
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat,
dan waktu. Orientasi dapat terganggu secara progresif selama perjalanan penyakit
demensia. Sebagai contohnya, pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana
kembali ke ruangannya setelah pergi ke kamar mandi.
c. Gangguan bahasa
Penderita akan terlihat sulit untuk mencari kata yang tepat dalam
mengungkapkan isi pikirannya. Semakin parah penyakitnya, maka ucapan dan
atau tulisan penderita jadi sulit untuk dimengerti karena penderita menggunakan
kalimat dengan substitusi kata-kata yang tidak biasa digunakan. Contohnya: jika
penderita sulit menemukan sikat giginya, maka ia akan bertanya "sesuatu untuk
mulut saya".
d. Apraksia
Penderita sulit mengerjakan tugas yang familiar. Penderita sering
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas sehari-hari yang sangat mereka
ketahui, contohnya mereka tidak mengetahui langkah-langkah untuk menyiapkan
makanan, berpakaian, atau menggunakan perabot rumah tangga.
e. Agnosia
Ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda maupun
fungsi sensoriknya utuh. Sebagai contoh, penderita tak dapat mengenali kursi,
pena, meskipun visusnya baik. Akhirnya, penderita tak mengenal lagi anggota
keluarganya dan bahkan dirinya sendiri yang tampak pada cermin. Demikian pula,
walaupun sensasi taktilnya utuh, penderita tak mampu mengenali benda yang
diletakkan di tangannya atau yang disentuhnya misalnya kunci atau uang logam.
f. Gangguan fungsi eksekutif
Hal ini disebabkan karena frontal lobe penderita mengalami gangguan,
ditandai dengan: sulit menyelesaikan masalah, reasoning, pembuatan keputusan
dan penilaian. Misalnya penderita mengenakan baju tanpa mempertimbangkan
cuaca, memakai beberapa kaos di hari yang panas/ memakai pakaian yang sangat
minim ketika cuaca dingin.
g. Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian pasien demensia merupakan gambaran yang paling
mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena. Pasien dengan demensia juga
mungkin menjadi introvert dan tampaknya kurang memperhatikan tentang efek
perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien demensia yang mempunyai waham
paranoid biasanya bersikap curiga atau bermusuhan terhadap anggota keluarga
dan pengasuhnya. Pasien dengan gangguan frontal dan temporal kemungkinan
mengalami perubahan kepribadian yang jelas dan mungkin mudah marah dan
meledak-ledak. Selain itu penderita juga sering mengalami delusi paranoid dan
terkadang juga mengalami halusinasi (dengar, visual, dan haptic). Sedangkan
untuk gangguan perilaku, meliputi agitasi (aktivitas verbal maupun motorik yang
berlebihan dan tidak selaras), wandering (mondar-mandir, mencari-cari/
membututi caregiver ke mana pun mereka pergi, berjalan mengelilingi rumah,
keluyuran), dan gangguan tidur (berupa disinhibisi, yaitu perilaku yang melanggar
norma-norma sosial, yang disebabkan oleh hilangnya fungsi pengendalian diri
individu).

Diagnosis4,11,12
Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik
dan neuropsikologis.
a. Anamnesis
Wawancara sebaiknya dilakukan pada penderita dan mereka yang sehari-
hari berhubungan langsung dengan penderita (pengasuh). Hal yang penting
diperhatikan adalah riwayat penurunan fungsi terutama kognitif
dibandingkan dengan sebelumnya, mendadak/progresif lambat dan adanya
perubahan perilaku dan kepribadian.
 Riwayat kesehatan/medis umum
Ditanyakan faktor resiko demensia, riwayat infeksi kronis (misalnya
HIV dab sifilis), gangguan endokrin (hiper/ hipotiroid), diabetes
mellitus, neoplasma, penyakit jantung, penyakit kolagen, hipertensi,
hiperlipidemia, dan aterosklerosis.
 Riwayat neurologis
Untuk mencari etiologi demensia seperti riwayat gangguan
serebrovaskuler, trauma kapitis, infeki SSP, epilepsy, tumor serebri,
dan hidrosefalus.
 Riwayat gangguan kognitif

Riwayat gangguan memori sesaat, jangka pendek dan jangka panjang:


gangguan orientasi ruang, waktu dan tempat; gangguan berbahasa/
komunikasi (meliputi kelancaran, menyebut nama benda, maupun
gangguan komprehensi); gangguan fungsi eksekutif (meliputi
pengorganisasian, perencanaan, dan pelaksanaan suatu aktivitas),
gangguan praksis dan visuospasial. Selain itu perlu ditanyakan
mengenai aktivitas harian, di antaranya melakukan pekerjaan,
mengatur keuangan, mepersiapkan keperluan harian, melaksanakan
hobi, dan mengikuti aktivitas sosial.

 Riwayat Gangguan Perilaku dan Kepribadian

Gejala psikiatri dan perubahan perilaku sering dijumpai pada


penderita demensia. Hal ini perlu dibedakan dengan gangguan
psikiatri murni, misalnya depresi, skizofrenia, terutama tipe paranoid.
Pada penderita demensia dapat ditemukan gejala neuropsikologis
berupa waham, halusinasi, miss-identifikasi, depresi, apatis, dan
cemas. Gejala perilaku dapat berupa bepergian tanpa tujuan
(wandering), agitasi, agresivitas fisik maupun verbal, restlessness, dan
disinhibisi.

 Riwayat Intoksikasi

Adanya riwayat intoksikasi aluminium, air raksa, pestisida,


insektisida, dan lem; alkoholisme, dan merokok. Riwayat pengobatan
terutama pemakaian kronis obat antidepresan dan antidepresan dan
narkotik perlu diketahui pula.

 Riwayat keluarga
Adakah keluarga yang mengalami demensia atau riwayat penyakit
serebrovaskular, gangguan psikiatri, depresi, penyakit Parkinson,
Sindrom Down dan retardasi mental.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan umum, neurologis dan
neuropsikologis.

 Pemeriksaan fisik umum

Terdiri dari pemeriksaan medis umum sebagaimana yang dilakukan


dalam praktek klinis.

 Pemeriksaan neurologis

Adanya tekanan tinggi intra kranial, gangguan neurologis fokal,


misalnya: gangguan berjalan, gangguan motorik, sensorik, otonom,
koordinasi, gangguan penglihatan, pendengaran, keseimbangan, tonus
otot, gerakan abnormal/ apraksia, dan adanya refleks patologis dan
primitif.

c. Pemeriksaan neuropsikologis

Meliputi evaluasi memori, orientasi, bahasa, kalkulasi, praksis,


visuospasial, dan visuoperseptual. Mini Mental State Examination
(MMSE) dan Clock Drawing Test (CDT) adalah pemeriksaan penapisan
yang berguna untuk mengetahui adanya disfungsi kognisi, menilai
efektivitas pengobatan, dan untuk menentukan progresivitas penyakit.
Nilai normal MMSE adalah 24-30. Gejala awal demensia perlu
dipertimbangkan pada penderita dengan nilai MMSE kuurang dari 27,
terutama pada golongan berpendidikan tinggi. Selain itu pula dilakukan
pemeriksaan aktivitas harian dengan pemeriksaan Activity of Daily Living
(ADL) dan Instrumental Activity of Daily Living (IADL). Hasil
pemeriksaan tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, social, dan
budaya.

d. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium,


pencitraan otak, elektroenseflografi dan pemeriksaan genetika.
 Pemeriksaaan laboratorium

Pemeriksaaan yang dianjurkan oleh American Academy of Neurology


berupa pemeriksaan darah lengkap termasuk elektrolit, fungsi ginjal,
fungsi hati, hormone tiroid, dan kadar vitamin B12. Pemeriksaan HIV
dan neurosifilis pada penderita dengan resiko tinggi. Pemeriksaa
cairan otak dilakukan hanya atas indikasi.

 Pemeriksaaan pencitraan otak

Pemeriksaan ini berperan dalam menunjang diagnosis, menentukan


beratnya penyakit, meupun prognosis.

Computerized Tomography (CT)- Scan atau Metabolic Resonance Imaging


(MRI) dapat mendeteksi adanya kelainan structural, sedangkan Positron Emission
Tomography (PET) dan Single Photon Emission Tomography (SPECT) digunakan
untuk mendeteksi pemeriksaan fungsional. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi
adanya:

 Gambaran normal sesuai dengan usia


 Atrofi serebri umum
 Perubahan pada pembuluh darah kecil yang tampak sebagai
leukoensefalopati
 Atrofi fokal terutama pada lobus temporal medial yang khas pada
demensia Alzheimer
 Infark serebri, perdarahan subdural, atau tumor otak
MRI dapat menunjukkan kelainan struktur hipokampus secara jelas &
berguna untuk membedakan demensia Alzhimer dengan demensia vaskular pada
stadium awal.

 Pemeriksaaan EEG

EEG tidak menunjukkan kelainan yang spesifik. Pada stadium lanjut


dapat ditemukan adanya perlambatan umum dan kompleks periodik.
 Pemeriksaaan Genetika

Pemeriksaan genetika belum merupakan pemeriksaan rutin, dalam


penelitian dilakukan untuk mencari maka APOE, protein Tau, dll.

A. Axis I
 Berdasarkan alloanamnesis didapatkan ada gejala klinik
bermakna dan menimbulkan penderitaan (distress) berupa sulit
tidur, gelisah dan menimbulkan (disabilitas) berupa hendaya
yaitu hendaya sosial dan pekerjaan dapat disimpulkan bahwa
pasien mengalami Gangguan Jiwa
 Pada pasien terdapat hendaya berat dalam menilai realita, yaitu
terdapat halusinasi auditorik dan visual, sehingga pasien
didiagnosa Sebagai Gangguan Jiwa Psikotik.
 Berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan
status internus, terdapat adanya kelainan yang mengindikasi
gangguan medis umum yang menimbulkan gangguan fungsi
otak serta dapat mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita
pasien ini berupa gangguan daya ingat jangka panjang, sehingga
pasien didiagnosa sebagai Gangguan Jiwa Psikotik Organik
 Berdasarkan gambaran kasus pada pasien ini mengalami suatu
gangguan psikotik. Dimana gejala tersebut berupa hendaya
berat dalam memori dan daya nilai. Berdasarkan DSM IV-TR
pasien memenuhi kriteria demensia yaitu adanya gangguan
kognitif sehingga diagnosis pasien yaitu Demensia.
 Berdasarkan kriteria diagnostic DSM IV-TR, pasien memiliki
kriteria diagnostic demensia yang tak tergolongkan dimana
pasien tidak memenuhi kriteria dari beberapa jenis demensia
sehingga pasien didiagnosis Demensia yang tak tergolongkan
( F03.2)
B. Axis II
Gangguan kepribadian paranoid (F60.0).
C. Axis III
Hipertensi.
D. Axis IV
Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial dan keluarga.
E. Axis V
GAF scale 50-41 (gejala berat (serious) disabilitas berat).

V. RENCANA TERAPI
Perencanaan Terapi Farmakologis
haloperidol 1,5 mg
1-0-1
Trihexyphenidyl 0,75 mg
Diazepam 5 mg 0-0-1
Amlodipin 5 mg 0-0-1
Perencanaan Terapi Suportif
Terapi Perilaku
Terapi Suportif Berorientasi Tilikan

VI. KESIMPULAN
Demensia adalah kumpulan gejala kronik yang disebabkan oleh
berbagai latar belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya daya ingat
jangka pendek (recent memory) dan gangguan global fungsi mental
termasuk fungsi bahasa, mundurnya kemampuan berpikir abstrak,
kesulitan merawat diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil dan
hilangnya pengenalan waktu dan tempat, tanpa adanya gangguan tingkat
kesadaran atau situasi stress, sehingga menimbulkan gangguan pekerjaan,
aktivitas harian dan social.
Pada pasien memiliki gangguan daya ingat , kesulitas merawat diri
sendiri, perubahan perilaku, emosi labil sehingga sehingga menimbulkan
gangguan pekerjaan, aktivitas harian dan social.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dikot Y, Ong PA, 2007. Diagnosis Dini dan Penatalaksanaan Demensia.


Jakarta: PERDOSSI.
2. WHO. Active Ageing:a policy framework. Genveva:WHO, 2002.
3. Alzheimer’s Disease International. World Alzheimer Report 2010
Executive Summary. London, 2010.
4. WHO. Active Ageing:a policy framework. Genveva:WHO, 2002.
5. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Sinopsis Psikiatri (Edisi Bahasa
Indonesia), Edisi VII, Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997: 515-533.
6. Guberman A. Clinical Neurology. Little Brown and Coy, Boston, 1994:
67-69.
7. Gilroy J. Basic Neurology. Pergamon press, New York, 1992: 194-195.
8. http://www.alzfdn.org/AboutAlzheimers/definition.html (Alzheimer’s
Foundation Of America).
9. H, Juebin. Dementia. Merck Manual Home Health Handbook. 2008.
10. Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Edisi 6, ECG, Jakarta, 2006: 1134-1138.
11. Bird, Thomas D. Miller, Bruce L. 2006. Harrison’s Neurology in Clinical
Medicine: Alzheimer Disease and Other Dementias. McGrawHill.
12. Little, Ann A., Gomez-Hassan , Diana. 2010. Oxford American Handbook
of Neurology : Dementia . New York : Oxfor University Press.

Anda mungkin juga menyukai