Anda di halaman 1dari 29

Bagian Ilmu Obstetri dan Gynecologi

Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako

REFLEKSI KASUS OBSTETRI DAN GYNECOLOGI


“MIOMA UTERI”

DISUSUN OLEH :
DWI PASCA CAHYAWATI
N 111 18 089

PEMBIMBING KLINIK :
dr. MELDA MM SINOLUNGAN, Sp.OG

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN OBSTETRI DAN GYNECOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Dwi Pasca Cahyawati

No. Stambuk : N 111 18 089

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Kedokteran

Judul Refleksi Kasus : Mioma Uteri

Bagian : Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan

Bagian Ilmu Kandungan dan Penyakit Kandungan

RSUD Undata Palu

Fakultas Kedokteran

Universitas Tadulako

Palu, Juni 2020

Pembimbing Klinik Ko – Assisten

dr. Melda MM Sinolungan , Sp.OG Dwi Pasca Cahyawati

N 111 18 089
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang paing umum dan sering
dialami oleh wanita. Jarang sekali ditemukan pada wanita berumur 20 tahun
dan belum pernah (dilaprkan) terjadi sebelum menarche, paling banyak
ditemkan pada wanita berumur 35-45 tahun (proprsi 25%). Setelah
menopause hanya kira-kira 10% mioma masih tumbuh. 1,7
Mioma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan
terapi yang efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi
mengenai etiologi mioma uteri itu sendiri. Walaupun jarang menyebabkan
mortalitas, namun morbiditas yang ditimbulkan oleh mioma uteri ini cukup
tinggi karena mioma uteri dapat menyebabkan nyeri perut dan perdarahan
abnormal, serta diperkirakan dapat menyebabkan kesuburan rendah. 1, 2
Mioma selama kehamilan atau masa nifas kadang-kadang mengalami
degenerasi “merah” atau “karneosa” akibat infark hemoragik. Gejala dan
tandanya adalah nyeri lokal, disertai nyeri tekan pada palpasi dan kadang-
kadang demam ringan. Sering terjadi leukositosis.2
Pengaruh mioma uteri pada kehamilan tergantung pada jumlah,
ukuran dan lokasinya. Mioma uteri selama kehamilan dapat menyebabkan
banyak komplikasi perinatal, seperti perdarahan pada kehamilan, keguguran,
sakit akibat degenarasi merah, malpresentasi, persalinan premature, ketuban
pecah dini, solusio plasenta, dan berkaitan dengan insiden yang lebih tinggi
dari operasi Caesar, atonia uteri dan perdarahan post partum. Infeksi post
partum lebih sering terjadi pada pasien dengan mioma karena dapat
menyebabkan retensi plasenta.4
Mioma uteri ditentukan oleh jumlah, tipe, ukuran dan lokasi mioma.
Tatalaksana dan penangana yang dipilih juga berpengaruh pada prognosis
mioma uteri. Selain itu, mioma uteri dapat menimbulkan berbagai
komplikasi yang juga berkaitan dengan prognosis bagi pasien tersebut.
1.2. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk
mengetahui dan mempelajari mengenai mioma uteri, bagaimana mendiagnosis
sebuah kasus mioma uteri serta bagaimana penanganan yang tepat terhadap kasus
mioma uteri.
BAB II

LAPORAN KASUS

Tanggal Pemeriksaan : 03 Maret 2020


Jam : 13.00 WITA
Ruangan : Merak RSU Anutapura Palu

I. IDENTITAS
Nama : Ny. R Nama suami : Tn. S
Umur : 36 tahun Umur : 38 Tahun
Alamat : Jl. Malonda Alamat : Jl. Malonda
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana Pendidikan : Sarjana

II ANAMNESIS

G1P0A0
Menarche : ± 13 tahun
Perkawinan : 4 tahun
 Keluhan Utama :
Nyeri perut

 Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSU Anutapura rujukan dari praktek, Pasien
masuk dengan keluhan Benjolan di perut bawah, keluhan ini dirasakan
sejak 1 tahun yang lalu. Pasien sempat mengkonsumsi obat-obatan namun
tidak ada perubahan, beberapa bulan terakhir benjolan ini semakin
membesar. Terkadang mengeluhkan adanya keluar darah, sejak sebulan
yang lalu, dengan volume yang kadang normal dan kadang banyak. Pasien
mengakui bahwa siklus haidnya lancar dan nyeri perut yang normal dan
terkadang volumenya cukup banyak.

 Riwayat Penyakit Dahulu :


Hipertensi (-), diabetes(-), alergi (-), keputihan (-).

 Riwayat Obstetri :
Riwayat Obstetri :-
Riwayat ANC : -
Riwayat Imunisasi :-

 PEMERIKSAAN FISIK
KU : baik
Kesadaran : composmentis

 Tanda Vital :
Tekanan Darah : 110/70
Nadi : 88x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 36,9 ºC

 Kepala-Leher:
Konjungtiva anemis (-/-) skera ikterus (-/-), edema palperbra -/-,
pembesaran KGB –

 Thorax :
I : Pergerekan thoraks simetris, retraksi –
P: Taktil fremitus ka=ki
P: sonor di semua lapangan paru
A: vesicuar +/+ . RH -/-, Wh -/-
 Abdomen :
I : perut tampak lemas, benjolan (-)
A: peristaltik kesan normal
P: tympani
P: teraba massa dua jari di atas umbilikus, konsistensi padat kenyal,
permukaan bulat, letak ditengah, mobile, nyeri tekan ada.

 Ekstermitas :
Edema ekstermitas atas dan bawah -/-

 PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
 Pemeriksaan luar
Inspeksi : pembesaran abdomen (-)
Palpasi : nyeri tekan (+) pada bagian perut bawah
Leopold I : tidak teraba bagian bayi,
Leopold II : tidak teraba bagian bayi
Leopold III : tidak teraba bagian bayi
Leopold IV : tidak teraba bagian bayi
DJJ : tidak terdengar bunyi jantung fetus
HIS :(-)
Pergerakan Janin :-
Janin Tunggal : -

 Pemeriksaan Dalam (VT)


Vulva : tidak ada kelainan
Vagina : tidak ada kelainan
Portio : konsistensi kenyal, teraba permukaan licin, OUE
tertutup, nyeri goyang (-), massa tumor (-)
Uterus : posisi antefleksi, uterus membesar, teraba adanya massa
Adneksa : Tidak ada massa, nyeri (-)
Pelepasan : darah segar (-)
 PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium :
HB : 9,6 g/dL
WBC : 6,8 103/mm
PLT : 242 103/mm
HCT : 47,3 %
RBC : 4,72 106/mm

 Pemeriksaan darah
CEA : 0,68 (<5 ng/ml)
CA 125 : 13,75 ( <35 u/ml
Gula darah sewaktu : 106 mg/dl
Ureum : 23 mg/dl
Creatinin : 0,92.
HbsAg : nonreaktif
Anti Hiv : nonreaktif

 RESUME
Pasien masuk dengan keluhan Benjolan di perut bawah, keluhan ini
dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Pasien sempat mengkonsumsi obat-
obatan namun tidak ada perubahan, beberapa bulan terakhir benjolan ini
semakin membesar. Terkadang mengeluhkan adanya keluar darah, sejak
sebulan yang lalu, dengan volume yang kadang normal dan kadang
banyak. Pasien mengakui bahwa siklus haidnya lancar dan nyeri perut
yang normal dan terkadang volumenya cukup banyak. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan dalam batas normal. Palpasi abdomen : teraba massa dua
jari di atas umbilikus, konsistensi padat kenyal, permukaan bulat, letak
ditengah, mobile, nyeri tekan ada. Hasil USG kesan Mioma uteri

 DIAGNOSIS
P0A0 + Mioma Uteri (8-10cm)
 PENATALAKSANAAN
Rencana operasi hysterectomy total

 Dokumentasi
FOLLOW UP

04 MARET 2020
S. perdarahan pervaginam +, nyeri perut bawah +, nyeri ulu hati -, pusing +,
mual -, sesak -,nafsu makan menurun, muntah-, BAB-, BAK +
O. TD: 110/70 MmHg
S: 37,6 ºC
P: 23x/ menit
N: 90x/menit
Mata anemis -/-
Lokia (+)
A. P0A0 + Mioma Uteri
P. IVFD RL 24 tpm
Injeksi cefixime 1 gram/12 jam
Meloxicam 2x7,5
Vit C 3x 1
Mobilisasi tetap

05 MARET 2020
S. perdarahan pervaginam -, nyeri perut bawah -, mual - , muntah-, BAB+,
BAK +
O. TD: 110/70 MmHg
S: 36,5 ºC
P: 18x/ menit
N: 82x/menit
Konjungtiva anemis -/-
A. P0A0 + Mioma Uteri

P. IVFD RL 24 tpm
Injeksi cefixime 1 gram/12 jam
Meloxicam 2x7,5 mg
Vit C 3x 1
Siapkan operasi. Siapkan darah 2 kantong, cukur.

06 MARET 2020
S. Sakit bekas operasi + , perdarahan pervaginam - , mual -, Mutah -, sesak
-,nafsu makan menurun, muntah-, BAB -, Flatus +, BAK (pasang kateter)
O. TD: 130/90 MmHg
S: 36,8ºC
P: 15x/ menit
N: 82x/menit
Mata anemis -/-
Laboratorium (darah lengkap)
HB : 10,8 g/Dl
WBC : 6,7 103/mm
PLT : 353 103/mm
A. P0A0 + Mioma Uteri
P. IVFD RL 24 tpm
Injeksi cefixime 1 gram/12 jam
Meloxicam 2x7,5 mg
Vit C 3x 1
Ket : dilakukan hysterectomy total pukul 12 : 00 wita

07 MARET 2020
S. Sakit bekas operasi + , perdarahan pervaginam - , mual -, Mutah -, sesak
-,nafsu makan menurun, muntah-, BAB -, Flatus +, BAK (pasang kateter)
O. TD: 120/90 MmHg
S: 38,6 ºC
P: 20x/ menit
N: 80x/menit
Mata anemis -/-
A. P0A0 + Mioma Uteri
P: IVFD RL 24 tpm
Injeksi cefixime 1 gram/12 jam
Meloxicam 2x7,5 mg
Vit C 3x 1

08 MARET 2020
S. Nyeri bekas operasi + berkurang, perdarahan pervaginam, nyeri ulu hati -,
pusing +, mual -, muntah-, BAB+, BAK + , flatus +
O. TD: 120/80 MmHg
S: 36,6 ºC
P: 20x/ menit
N: 80x/menit
Mata anemis -/-
A. P0A0 + Mioma Uteri
P. IVFD RL 24 tpm
Cefadroxil 3x 500 mg
Meloxicam 2x7,5 mg
Vit C 3x 1

09 MARET 2020
S. Nyeri bekas operasi + berkurang, perdarahan pervaginam sedikit, nyeri ulu
hati -, pusing - , mual -, muntah-, BAB+, BAK +
O. TD: 120/80 MmHg
S: 36,5 ºC
P: 20x/ menit
N: 85x/menit
Konjungtiva anemis -/-
A. P0A0 + Mioma Uteri
P. Cefadroxil 3x 500 mg
Meloxicam 2x7,5 mg
Vit C 3x 1
Pasien diperbolehkan pulang
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Diagnosis
Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat yang menumpanginya. Dikenal juga dengan sebutan fibromioma,
leiomioma atau pun fibroid. Pada kasus ini, pasien perempuan berusia 48 tahun
Pasien masuk dengan keluhan Benjolan di perut bawah, keluhan ini dirasakan
sejak 1 tahun yang lalu. Pasien sempat mengkonsumsi obat-obatan namun tidak
ada perubahan, beberapa bulan terakhir benjolan ini semakin membesar.
Terkadang mengeluhkan adanya keluar darah,sejak sebulan yang lalu,dengan
volume yang kadang normal dan kadang banyak. Pasien mengakui bahwa siklus
haidnya kadang tidak lancer dan nyeri perut yang normal
Berdasarkan pemeriksaan fisik, pada palpasi abdomen nyeri tekan (-),
teraba massa kenyal, permukaan bulat letaknya dua jari diatas umbilikus nyeri
tekan(-) ukuran kurang lebih 12 cm x 15 cm. Pada pemeriksaan VT teraba porsio
dengan konsistensi kenyal, teraba permukaan licin, tidak ada pembukaan, nyeri
goyang (-), tidak teraba massa, pelepasan : darah segar.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Wbc 6.8 x 103/l, Hgb 16,8 gr/dl,
Hct 47,3 %, Plt 242 x 103/l, Rbc 4.72 x 1012/l,CEA 0,68 ng/ml, CA 125 :13,75
u/ml. Pada pemeriksaan USG, didapatkan kesan mioma uteri.
Penegakkan diagnosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang yang sesuai. Pada pasien ini, didapatkan beberapa faktor
resiko, tanda dan gejala terkait kejadian mioma uteri, diantaranya :
1. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar
10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering
memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
2. Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri
atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua
keadaan ini saling mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadiaan
mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada
wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma. Pada pasien ini
didapatkan satu dari beberapa faktor resiko yang ada, dimana pasien berumur
45 tahun yang merupakan salah satu predisposisi untuk kejadian mioma uteri,
beberapa teori telah dikemukakan sebelumnya tentang kejadian mioma uteri
ini, namun faktor predisposisi yang pasti untuk kadian mioma uteri ini belum
diketahui seluruhnya, adapun faktor predisposisi yang lain berupa jumlah
paritas dan faktor ras dan genetik, pasien ini tidak termasuk karena memliki
anak 3 artinya bahwa pasien ini multipara sedangkan untuk prdisposis miom
uteri adalah nullipara. Begitupun dengan faktor genetik pasien tidak memilki
faktor keturunan yang memiliki riwayat kista.
Tanda dan gejala yang didapatkan :
Penegakan diagnosis pada kasus mioma uteri memerlukan manajemen
yang tepat dimulain dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, seperti manifestasi klinis yang didapat pada pasien mioma uteri
sebagai berikut :1,2.4
1. Perdarahan uterus abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia
dan dapat juga terjadi metroragia. Beberapa faktor yang menjadi penyebab
perdarahan ini, antara lain adalah :
 Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai
adeno karsinoma endometrium.
 Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
 Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
 Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang
mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit
pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
Ini telah sesuai dengan teori bahwa mioma uteri menimbulkan
perdarahan yang banyak ketika haid, dan pada pasien ini juga kadang kadang
mengalami haid yang banyak hingga pasien biasanya 5 kali mengganti
pembalut.
2. Rasa Nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan
sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan
peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan,
pula pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat
menyebabkan juga dismenore. Nyeri juga dirasakan oleh pasien dan biasanya
menyebabkan dismenore.
3. Gejala dan Tanda Penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan lokasi mioma uteri. Penekanan pada
kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan
retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis,
pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh
darah dan pembuluh limfe dipanggul dapat menyebabkan edema tungkai dan
nyeri panggul. Secara anatomi posisi uterus ini berada diantara rektum dan
vesika urinari, jadi ketika ada pembesaran yang biasanya disebabkan oleh
mioma uteri maka dapat terjadi penekanan pada organ-organ tersebut
sehingga pada traktus urinarius yang terkena dapat tejadi gangganguan pada
aliran sistem urinnya , dan begitupun jika pembesaran tersebut menyebabkan
penekanan pada gastointestinal maka akan terjadi penyempitan atau sumbatan
pada saluran tersebut, pada pasien ini sudah memperlihatan gejala penekanan
berupa BAK yang kadang sedikt sedikit.
4. Infertilitas dan Abortus
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan
terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Rubin (1958)
menyatakan bahwa apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan, dan
mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu
indikasi untuk dilakukan miomektomi.
Penegakan diagnosis pada mioma uteri :
1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya,
faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat
diduga dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak
teratur, gerakan bebas, tidak sakit.
3. Pemeriksaan Penunjang :
a. Pemeriksaan laboratorium
Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat perdarahan
uterus yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan
laboratorium yang perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama
untuk mencari kadar Hb. Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan
keluhan pasien.
b. Imaging
 Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen
pada uterus. Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa
pada abdomen bawah dan pelvis dan kadang terlihat tumor dengan
kalsifikasi.
 Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang
tumbuh ke arah kavum uteri pada pasien infertil.
 MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma
uteri, namun biaya pemeriksaan lebih mahal.2,2,3
Pada kasus ini sudah sesuai teori yang diberikan dari anamnensis dan
dignosis yang diberikan.

3.2. Penatalaksanaan
A. Terapi Emergensi
Transfusi darah mungkin diperlukan untuk memperbaiki anemia.
Transfusi dikemas sel darah merah lebih digunakan daripada whole
blood. Operasi biasa diindikasikan untuk pasien ketika mereka menjadi
secara hemodinamik stabil. Operasi emergensi diindikasikan untuk
infeksi mioma, torsi akut, atau obstruksi usus yang disebabkan oleh
pedunkulata atau parisitik mioma. 5

B. Terapi medikamentosa
Tujuan daripada perawatan medis adalah untuk meringankan atau
mengurangi gejala. Meskipun tidak ada terapi medikasi yang
pasti ada pada saat ini tersedia untuk mioma uteri, gonadotropin
releasing hormone (GnRH) agonis membuktikan bahwa GnRH adalah
sangat berguna untuk membatasi pertumbuhan atau membantu
mengurangi ukuran tumor. GnRH agonis dapat menyebabkan
hypogonadism melalui hipofisis desensitisasi, mengatur turun reseptor,
dan penghambatan gonadotropin. Terapi gonadotropin yang dilakukan
untuk mioma uteri untuk 3 bulan akan mencapai penyusutan maksimum
mioma uteri untuk lebih kurang 35%-60% daripada volumnya dan hasil
amenorrhea akan membaiki dalam parameter hematologik. Terapi GnRH
dilimitasi oleh efek samping hipopoestrogenik dan keropos tulang,
terutama dengan terapi yang dilakukan untuk lebih 6 bulan. 5
C. Terapi operasi
Operasi adalah terapi yang paling penting untuk mioma.
Pemeriksaan Imaging paling sering harus disertai dengan evaluasi untuk
menyingkirkan proses neoplastik panggul lainnya. Semua pasien harus
mengikuti serviks Papanicolaou smear test dan endometrium evaluasi
jikalau perdarahannya irregular. Sebelum operasi definitive, volume
darah yang diperlukan harus disediakan terlebih dahulu dan
langkahlangkah lain seperti administrasi antibiotika profilatik atau
heparin harus dipetimbangkan. Mekanikal dan persediaan antibiotika
usus dapat digunakan bila operasi panggul menjadi sukar. 5
a. Miomektomi:
Miomektomi adalah salah satu pilihan simptomatik pasien yang
ingin untuk memelihara fertilitas atau melindungi uterus. Kerugian
signifikan adalah resiko untuk mioma yang akan timbul. Pasca
miomektomi setelah 5 tahun, 50-60% pasien akan mempunyai
mioma baru yang akan dideteksi dalam ultrasound, dan lebih dari
25% pasien akan memerlukan operasi major untuk kali kedua.
Pasangan harus menjalani evaluasi infertilitas menyeluruh sebelum
wanita tersebut menjalani miomektomi untuk memajukan fertilitas.

Gambar 1 teknik miomektmi terbuka


Kebanyakkan wanita akan dinasihati untuk melambatkan kehamilan
untuk 3-6 bulan selepas miomektomi abdomen dan untuk
merencanakan sektio sesarean selepas mengeliminasi mioma
transmural. Resiko untuk kerusakan uterus disebabkan oleh paritas
selepas miomektomi abdomen dilaporkan sebanyak 0,0002%.
Miomektomi yang dilakukan melalui histeroskopi dalam kasus
mioma submukosa dan melalui laparaskopi untuk mioma subserosa
yang angkanya kecil atau mioma intramural sedang meningkat.
Kekuatan penutupan uterus dalam laparaskopi mioma ialah
kontroversi, dan kerusakan uterus dilaporkan apabila masa gestasi
33 minggu. Pasien yang menginginkan fertilitas dinasihatkan tentang
resikonya.3,5
Pedunculated mioma submukosa yang bertumbuh dalam vagina
dapat disingkirkan kadang-kala dengan menggunakan tali yang ada
lengkungan atau melalui histereskopi. Tindakan ini adalah langkah
yang paling efektif jikalau tidak ada tumor yang diperlukan untuk
dieliminasi. Jikalau pedunculated mioma tidak dapat disingkirkan
melalui vagina maka biopsi dilakukan untuk mengelakkan
miosarcoma atau mesodermal sarcoma. Indikasi untuk miomektomi
dalam kehamilan adalah tanda torsi dalam mioma pedunculated di
mana hemostasis stalk dapat dicapai dengan keselamatan relatif.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tindakan ini mempunyai
resiko yang besar untuk mendapatkan perdarahan atau transfusi. 3,5

Gambar 2 miomektomi dengan histeroskopi

b. Histerektomi
Mioma uteri adalah indikasi paling sering untuk histerektomi
dengan resiko kumulatif sebanyak 7% untuk semua wanita yang
berusia dalam lingkungan 25 tahun - 45 tahun. Lebih dari 50%
histerektomi dilakukan pada wanita yang kulit hitam disebabkan
oleh mioma, dengan resiko kumulatif sebanyak 20% sehingga umur
45 tahun. Histerektomi menyingkirkan gejala dan rekuren.
Uterus dengan mioma kecil mungkin dapat dieliminasikan dengan
tindakan histerektomi vagina total, terutamanya jika relaksasi vagina
membutuhkan perbaikan cystocele, rectocele, atau entrocele.
Bila tumor yang besar ditemukan banyak, histerektomi abdomen
total diindikasikan. Ovari umumnya dipelihara pada wanita
premenopausal. Tidak ada komplikasi dalam mengangkat ovary
daripada wanita yang pasca menopause. 3,5

Gambar 3 Histerektomi

c. Embolisasi mioma uteri


Okulasi emboli arteri uterus adalah suatu alternatif untuk
operasi major pada wanita premenopausal yang tidak menginginkan
fertilitas tetapi menginginkan untuk terus memelihara uterus atau
mengelakkan efek samping daripada terapi medikasi. Dalam
prosedur ini, arteriogram akan dilaksanakan untuk
mengidentifikasikan suplai darah ke mioma. Selepas itu satu kateter
akan dimasukkan ke dalam bagian distal arteri uterus, biasanya
melalui arteri femoris sebelah kanan. Arteri tersebut akan diinfusi
dengan agen embolisasi (polyvinyl alcohol particles atau tris-acryl
gelatine microspheres) sehingga alirannya terhenti. Prosedur ini
akan bertahan selama 1 jam secara menyeluruh. Studi observasi
menunujukkan bahwa terapinya sama efektif seperti histeretomi dan
miomektomi, dengan banyak komplikasi minor dan dengan
komplikasi major yang sikit. Frekuensi mioma rekuren adalah sedikit
dengan embolisasi dibandingkan dengan miomektomi. 3,5
Gambar 4 Embolisasi mioma uteri
d. Ablasi Endometrium:
Untuk wanita yang tidak menginginkan fertilitas, ablasi
endometrium dapat mengkontrol gejala perdarahan. Prosedur ini
lebih efektif jika dikombinasikan dengan miolisis. 3,5
e. Miolisis
Prosedur ini adalah teknik laparascopic thermal coagulation
tidak membutuhkan penjahitan dan senang untuk dilaksanakan.
Destruksi jaringan lokal mungkin akan mengakibatkan kerusakan
pada masa kehamilan. 3,5
f. Laparaskopi uterus okulasi arteri
Tindakan ini dilaksanakan dengan kateterisasi arteri uterus
melalui laparaskopi. 3,5
g. Magnetic resonance-guided focused ultrasound surgery
Cara ini diluluskan oleh Food and Drug Administration (FDA) pada
tahun 2004 untuk terapi mioma pada wanita premenopausal yang
sudah memiliki anak. Prosedur outpatient yang menggunakan MRI
untuk real-time monitoring of thermoablative teknik yang
menukarkan multipel ambangan energi ultrasound pada volume
jaringan yang kecil untuk dimatikan \5
Pada pasien ini, direncakan penanganan dengan tindakan operatif, yaitu akan
dilakukan histerektomi total. Pemilihan tindakan operatif didasarkan pada
beberapa indikasi menurut ACOG (American Association of Obstetricians and
Gynecologist) dan ASRM (American Society for Reproductive Medicine),
diantaranya :
 Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
 Sangkaan adanya keganasan
 Pertumbuhan mioma pada masa menopause
 Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba
 Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu
 Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
 Anemia akibat perdarahan
Pada pasien ini, sudah sesuai teori yang dijelaskan akan direncakan
penanganan dengan tindakan operatif, yaitu dilakukan histerektomi total.

3.3. Patogenesis
Penyebab mioma uteri tidak diketahui. Glukosa-6-fosfat menunjukkan
bahwa masing-masing mioma individu unisellular berasal (monoclonal).
Meskipun tidak ada bukti menunjukkan bahwa penyebab mioma adalah
estrogen terlibat dalam pertumbuhan mioma. Mioma mengandung reseptor
estrogen dalam konsentrasi tinggi dari miometrium sekitarnya tetapi dalam
konsentrasi lebih rendah dari endometrium. 1

Progestrone meningkatkan aktivitas mitosis dari mioma pada wanita


muda. Progestrone memungkinkan untuk pembesaran tumor dengan
penurunan apoptosis dalam tumor.Estrogen dapat berkontribusi untuk
pembesaran tumor denganmeningkatkan produksi matriks ekstrasellular.
Mioma bertambah besardengan terapi estrogen dan selama kehamilan. Ada
spekulasi bahwa pertumbuhan mioma pada kehamilan berkaitan dengan
sinergis estradiol dan laktogen plasenta (hPL). Biasanya ukuran akan
menurun setelah menopause.1

Patofisiologi mioma uteri sebagai tumor monoklonal yang tumbuh dari


jaringan otot halus di uterus yaitu pada lapisan miometrium. Tumor ini
tergolong dalam tumor jinak yang terdiri dari miofibroblas-miofibroblas tidak
beraturan yang terkubur dalam matriks ekstraseluler yang berjumlah besar.
Matriks ekstraseluler ini sendiri berkontribusi cukup besar pada volume
tumor. Kejadian yang mencetuskan tumor ini sendiri masih belum diketahui
secara pasti.1,4

Paling tidak terdapat dua komponen yang berbeda yang berkontribusi


dalam pertumbuhan mioma uteri, yaitu:

 Transformasi miosit-miosit normal menjadi miosit yang tidak normal,


akibat mutasi somatik

 Pertumbuhan miosit-miosit yang tidak normal menjadi tumor yang


nampak secara klinis1,4

Stem cells miometrium diketahui tumbuh menjadi mioma uteri di bawah


pengaruh beberapa hormon. Selain itu, faktor-faktor lainnya, seperti genetik,
tidak beraturannya matriks ekstraseluler, dan faktor-faktor pertumbuhan juga
ditemukan memiliki peran dalam terbentuknya mioma uteri. 1,4

Hormonal

Sel-sel pada mioma berproliferasi dengan kecepatan sedang dan


pertumbuhannya tergantung dari hormon-hormon steroid yang diproduksi
oleh ovarium yaitu estrogen dan progesteron. Adanya ketergantungan
terhadap hormon-hormon ini yang menyebabkan menciutnya sebagian besar
kasus mioma uteri setelah menopause. 1,4

Estrogen estradiol yang poten akan menginduksi produksi reseptor


progesteron melalui reseptor estrogen alfa (ER-α). Reseptor-reseptor
progesteron ini merupakan komponen penting dalam respons jaringan mioma
terhadap progesteron yang disekresi oleh ovarium. Oleh karenanya, baik
progesteron dan reseptor progesteron sangat diperlukan bagi terjadinya
pertumbuhan tumor, peningkatan proliferasi sel, serta bagi ketahanan dan
peningkatan pembentukan matriks-matriks ekstraseluler. Estrogen dan ER-
α sendiri tidaklah cukup untuk pertumbuhan mioma uteri tanpa adanya
progesteron dan reseptor progesteron. 1,4

Genetik

Meskipun dulunya mioma uteri tidak dianggap sebagai penyakit genetik,


berbagai bukti-bukti klinis yang baru menunjukkan bahwa faktor genetik
berperan pada paling tidak sebagian kasus mioma uteri. Beberapa survei-
survei sitogenik menunjukkan bahwa pada sekitar 40% mioma uteri
mengalami perubahan kromosom dan memiliki anomali sitogenik yang sama
dengan beberapa tipe tumor yang lain. Sebagai contoh yaitu di mana beberapa
penelitian yang menunjukkan adanya translokasi antara kromosom 12 dan 14,
trisomi 12, translokasi antara kromosom 6 dan 10, serta delesi kromosom 3
dan 7. Gen-gen yang diduga terlibat dalam munculnya mioma uteri yang
paling sering di antaranya yaitu High Mobility Group A2 (HMGA2),
regulator transkripsi mediator complex subunit 12 (MED12), mutase
pada collagen type IV, alpha-5 dan alpha-6 (COL4A5 dan COL4A6). 1,4

Matriks Ekstraseluler

Komponen-komponen matriks ekstraseluler yang tidak beraturan juga


merupakan salah satu karakteristik khas dari pertumbuhan mioma. Matriks
ekstraseluler ini sebagian besar terdiri dari berbagai subtipe kolagen,
fibronektin, dan proteoglikan. Baru-baru ini beberapa subtipe kolagen
ditemukan terekspresi lebih banyak pada sel-sel mioma dibandingkan pada
sel-sel miometrium, seperti COL1A1, 4A2, 6A1, 7A1, dan 16A1. 1,4

Faktor-faktor Pertumbuhan

Beberapa faktor-faktor pertumbuhan juga ditemukan berperan dalam


terbentuknya mioma uteri. Faktor-faktor ini di antaranya yaitu vascular
endothelial growth factor (VEGF), epidermal growth factor (EGF), heparin
binding epidermal growth factor (HB-EGF), protein derived growth
factor (PDGF), insulin-like growth factor (IGF), tumour growth factor-
α (TGF-α), tumour growth factor-β (TGF-β), acidic fibroblast growth
factor (aFGF), dan basic fibroblast growth factor (bFGF) 1,4

3.4. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi berupa perubahan sekunder pada mioma uteri yang
terjadi sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya
pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan sekunder tersebut antara lain :
1,3,4,5

 Atrofi : sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi


kecil.
 Degenerasi hialin : perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut.
Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi
sebagian besar atau hanya sebagian kecil dari padanya seolah-olah
memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
 Degenerasi kistik: dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian
dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak
teratur berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan
bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi
yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu
kehamilan.
 Degenerasi membatu (calcereus degeneration) : terutama terjadi pada wanita
berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya
pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras
dan memberikan bayangan pada foto rontgen.
 Degenerasi merah (carneus degeneration) : perubahan ini terjadi pada
kehamilan dan nifas. Patogenesis : diperkirakan karena suatu nekrosis
subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat
sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan pigmen
hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi
pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor
pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti
pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.
 Degenerasi lemak : jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.
Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri 1,3,5 :
 Degenerasi ganas.
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6%
dari seluruh mioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus
yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma
uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam
menopause.
 Torsi (putaran tangkai).
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah
sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut
tidak terjadi.
 Nekrosis dan infeksi.
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan
karena gangguan sirkulasi darah padanya.
Pada kasus ini komplikasi sesuai dengan teori yang didapatkan dimana
pasien mengalami disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada
uterus membesar dan nyeri pada perabaan

3.5. Prognosis
Histerektomi dengan eliminasi semua mioma adalah penyembuhan
sempurna. Miomektomi yang berlanjutan akan menyebabkan uterus dan
kavitasnya kembali ke keadaan normal. Salah satu keprihatinan major
adalah resiko rekuren selepas miomektomi. Studi yang dilakukan
menunjukkan 2% - 3% per tahun mengalami simptomatik mioma selepas
miomektomi 9
Prognosis mioma uteri ditentukan oleh jumlah, tipe, ukuran dan lokasi
mioma. Tatalaksana dan penangana yang dipilih juga berpengaruh pada
prognosis mioma uteri. Selain itu, mioma uteri dapat menimbulkan berbagai
komplikasi yang juga berkaitan dengan prognosis bagi pasien tersebut.
Pada kasus ini sudah sesuai teori, dimana pasien dilakukan
histerektomi. Atau dubia ad bonam
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus
dan jaringan ikat yang menumpanginya. Dikenal juga dengan sebutan
fibromioma, leiomioma atau pun fibroid.
2. Berdasarkan tempat tumbuh atau letaknya, mioma uteri dapat
diklasifikasikan menjadi : Mioma intramural, Mioma submukosum,
Mioma uteri subserosum.
3. Gejala mioma uteri yaitu hipermenorea, rasa nyeri pada bagian perut,
gejala dan tanda penekanan, infertilitas dan abortus.

4.2 Saran
Untuk Refleksi Kasus selanjutnya, disarankan kepada penulis agar
melanjutkan tulisan ini dengan mencari bahan-bahan yang lebih lengkap dan
terbaru yang relevan dengan keadaan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro H., 2005, Ilmu Kandungan Edisi Kedua, Didalam: Saifudin,


Abdul Bahri dan Triatmojo Rachimhadhi (ed), Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

2. Fortner, Kimberly B, dkk. 2007, The Johns Hopkins Manual of Gynecology


and Obstetrics, 3rd ed. Department of Gynecology and Obstetrics, The Johns
Hopkins University School of Medicine, Baltimore, Maryland.

3. Taran, Andrei F et al., 2010, Characteristics indicating adenomyosis


coexisting with leiomyomas: a case–control study, Hum Repro Update, 5(25):
1177-1182.

4. Schorge et al., 2008, William Ginecology, 22nd ed, The McGraw-Hill


Company, Inc.

5. Pernoll, M.L., 2001, Benson and Pernoll’s handbook of Obstetrics


Gynecology, 10th ed , The McGraw-Hill Company, Inc.

6. Flake, Gordon P,Janet Andersen, Darlene Dixon., 2003, Etiology And


Pathogenesis Of Uterine Leiomyomas: A Review, Environmental Health
Perspective, 111(8).p; 1037-1054.

7. Pratiwi, Lilis, Eddy Suparman, Freddy Wagery, 2013, Hubungan Usia


Reproduksi dengan Kejadian Mioma Uteri di RSUP Prof DR. R.D. Kandou
Manado, vol I, no. 1. Jurnal e-Clinic.

8. Kurniasari, Tri., 2010, Karakteristik Mioma Uteri di RSUD dr. Moewardi


surakarta periode Januari 2009 - Januari 2010, Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta: Surakarta (Skripsi).

9. Sara Y. Brucker, et al, 2014, Clinical characteristics indicating adenomyosis


coexisting with leiomyomas: a retrospective, questionnaire-based study,
American Society for Reproductive Medicine, 110 (1): 237-241

Anda mungkin juga menyukai