Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS STROKE INFARK


DI RUANG B2
RSAPAL DR. RAMELAN SURABAYA

Oleh:

BAGUS ADITYA PURNAWANDIKA

NIM: 1921003

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANGTUAH


SURABAYA

2021
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : BAGUS ADITYA PURNAWANDIKA

NIM : 1921003

JUDUL : LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN DIAGNOSA


MEDIS STROKE INFARK DI RUANG B2 RSPAL DR.
RAMELAN SURABAYA

Surabaya, Januari 2021

Mengetahui,
LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN
DENGAN DIAGNOSA MEDIS STROKE INFARK
DI RUANG B2
RSPAL DR. RAMELAN SURABAYA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik
fokal, regional maupun global yang berlangsung cepat, berlangsung 24
jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (WHO).
Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa
detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10–20 menit), tapi kurang dari 24
jam disebut serangan iskemia otak sepintas (Transient Ischemia
Attack/TIA). Stroke ¾ akibat obstruktif vaskuler (Trombi/emboli), ¼
akibat hemmorhagi, penyakit hipertensi dan hemmorrhagi intra serebral.
CVA adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya
suplai darah ke otak. (Smeltzer; 2001: 2131)
Stroke iskemik (non-hemoragic) yaitu tersumbatnya pembuluh darah
yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan
terhenti. 80% stroke adalah stroke iskemik. Stroke iskemik penyebab
infark yang paling sering terjadi, merupakan keadaan aliran darah
tersumbat atau berkurang di dalam arteri yang memperdarahi daerah otak
tersebut. (Kowalak, 2011: 310)
2. Etiologi
a. Trombosis serebral
Thrombosis pada arteri serebri yang memasok darah dalam otak atau
thrombosis pembuluh darah intracranial yang menyumbat aliran darah
(Kowalak, 2003:334). Thrombosis pembuluh darah besar dengan
aliran darah lambat adalah sebagian besar CVA ini sering berkaitan
dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan atau
stenosis di aorta karotis interna atu yang kebih jarang, di pangakal
arteria serebri media atau di taut arteria vertebralis dan asilaris (Price,
2002:1114)
Keadaan yang menyebabkan thrombosis:
1) Arterosklerosis
Akibat mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan elastisitas dinding PD. Oklusi mendadak pembuluh
darah.
2) Hiperkoagulasi pada polysitemia
Darah yang bertambah kental akan menyebabkan
viskositas/hematoksit meningkat dan melambatkan aliran darah
cerebral.
3) Arteritis ( radang pada arteri)
Radang pada arteri temporalis yang dapat meyebabkan defisit
non-reversible fokal yang parah (kebutaan dan stroke) (Price,
2002:1116).
b. Emboli serebral
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembulu darah otak
oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal
dari thrombus di jantung yang telepas dan menyumbat sistem arteri.
emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan dibawah ini yang dapat menimbulkan emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Disease
(RHD)
2) Myokard infark
3) Atrial Fibrilasi
Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endokardium (Muttaqin,
2008:128).
c. Hemoragik
Perdarahan intrakranal dan intraserebri meliputi perdarahan di
dalam ruang subarakhnoid atau di dalam jaringan otak sendiri yang
terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah
otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang
dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan
otak yang berdekatan sehingga otak membengkak, jaringannya
tertekan mengakibatkan infark otak, edema dan herniasi otak
(Muttaqin, 2008: 128).
d. Gangguan aliran
Gejala Stroke dapat disebabkan oleh aliran darah ke otak yang tidak
adekuat karena penurunan tekanan darah (terutama penurunan perfusi ke
otak) atau akibat peningkatan viskositas darah karena sickle cell disease
atau karena penyakit hematologi seperti multiple myeloma dan
polycythemia vera. Dalam hal ini, trauma cerebral dapat timbul karena
kerusakan sistem organ lain (Cruz,2013).
e. Oklusi Arteri besar
Oklusi arteri besar biasanya diakibatkan oleh emboli yang
berasal dari serpihan artherosklerosis dari dalambiasanya
mempengaruhi arteri carotis atau bersumber dari jantung.sebagian
kecil oklusi aretri besar terjadi karena ulserasi plak dan trombosis
(Cruz,2013).
f. Watershed Infarcts
Infark pada batas air dari pembuluh darah muncul pada area
paling distal dari arteri. Hal tersebut dipercaya merupakan penyebab
sekunder dari fenomena embolik atau disebabkan oleh hipoperfusi
yang parah, antara lain oklusi pada carotis dan hipotensi yang
berkepanjangan (Cruz, 2013).
3. Faktor Predisposisi
Yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu:
a. Usia
Faktor resiko terjadinya CVA meningkat pada usia lebih dari 64 tahun
walaupun biasanya CVA terjadi pada orang yang lebih tua, 1/3
kejadian terjadi pada usia kurang dari 65 tahun (Cruz, 2013).
b. Ras
Orang amerika keturunan afrika memiliki angka kejadian yang lebih
tinggi dari orang kaukasia (Price,2002:1106)
c. Seks
Pria memiliki resiko yang lebih tinggi dari wanita, dengan
insiden 62.8 per 100.000 kejadian, sementara wanita 59 per 100.000
kejadian (Cruz, 2011)
d. Keturunan (Cruz, 2013)
Adanya riwayat stroke pada orangtua meningkatkan faktor
resiko stroke. Hal ini diperkirakan melalui beberapa mekanisme antara
lain faktor genetic, faktor life style, penyakit-penyakit yang ditemukan
dan Interaksi antara ketiga mekanisme tersebut. Gangguan spesifik
pada gen dengan CVA, merupakan fenotip yang dapat menunjukkan
potensi terjadinya resiko CVA (Cruz, 2013)

Yang dapat dimodifikasi (Cruz, 2013)


a. Hipertensi
Pada pengidap hipertensi rentang otoregulasi meningkat
sampai setinggi 180 – 200 mmHg. Apabila tekanan sistemik
mendadak didalam rentang fisiologis, arteriol-arteriol berkontriksi
untuk mempertahankan aliran darah ke kapiler otak walaupun terjadi
peningkatan dorongan darah arteri. Hipertensi yang berlangsung lama
dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur pada arteriol
diseluruh tubuh ditandai dengan fibrasi dan hialinisasi (sklerosis)
dinding pembuluh darah
b. Penyakit kardiovaskuler
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi
dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak
output dan menurunkan aliran darah ke otak. Disamping itu dapat
terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan
pembuluh darah.
1) Penyakit arteri koronaria
2) Gagal jantung kongestif
3) Hipertrofi ventrikel kiri
4) Abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium)
5) Penyakit jantung kongestif
c. Diabetes Melitus
Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologi
berupa arterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang
disebabkan oleh insufiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis
penyakit vaskuler ini. Gangguan-gangguan ini berupa sorbitol dalam
intima vaskuler, hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah.
Pada akhirnya, makroangiopati diabetik ini akan mengakibatkan
penyumbatan vaskuler. Jika mengenai arteri-arteri perifer dapat
mengakibatkan insufiensi serebral dan stroke.
d. Merokok
Zat – zat yang terdapat dalam rokok dapat meningkatkan
permeabilitas endotel.
e. Penyalahgunan obat khususnya kokain dan alkohol
Berbagai obat tersebut (kokain, amfetamin, marijuana) dapat
mengganggu aliran darah, menginduksi vaskulitis, menyebabkan
embolisasi, endokarditis infektif, mengganggu agregasi platelet, dan
meningkatkan viskositas darah. Konsumsi alkohol berlebih akan
meningkatkan resiko hipertensi, hiperkoagulabilitas, mengurangi
aliran darah otak, dan meningkatkan resiko atrial fibrilasi (Goldstein
dkk,2006).
f. Obesitas dan kolesterol tinggi
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis
dan terbentuknya embolus dari lemak.
g. Pemakaian kontrasepsi oral yang lama
Studi epidemiologik menunjukkan adanya hubungan antara
obat ini dengan peningkatan risiko trombosis," kata dr Catharina
Suharti SpPD KHOM, Kepala Sub Bagian Hematologi-Onkologi
Medik FK Undip/RSUP Dr Kariadi.

4. Manifestasi Klinik
Secara umum tanda dan gejala dari stroke atau CVA berupa lemas
mendadak di daerah wajah, lengan atau tungkai, terutama di salah satu sisi
tubuh, gangguan penglihatan seperti ganda atau kesulitan melihat pada
salah satu atau kedua mata, bingung mendadak, tersandung selagi
berjalan, pusing bergoyang, hilangnya keseimbangan atau koordinasi,
nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas (Price, 2005:1117).
Menurut Kowalak (2011), keluhan dan gejala umum stroke meliputi :
a. Kelemahan ekstrimitas yang unilateral
b. Kesulitan bicara
c. Patirasi pada salah satu sisi tubuh
d. Sakit kepala
e. Gangguan penglihatan (diplopia, hemianopsia, ptosis)
f. Rasa pening
g. Kecemasan (ansietas)
h. Perubahan tingkat kesadaran
Menurut Stillwell (2011), Korelasi arteri serebri yang terkena stroke:
a. Arteri Carotis Interna
Parestesia kontralateral (sensasi abnormal) dan hemiparesis
(kelemahan) pada lengan, wajah dan tungkai. pada akhirnya terjadi
hemiplegia kontralateral komplit (paralisis) dan hemianesthesia
(kehilangan sensasi). Pandangan kabur atau berubah, hemionopsia
(kehilangan sebagaian lapang pandang), terjadi seranga kebutaan
berulang pada mata ipsi lateral, disfasia pada hemisfer dominan yang
terkena.
b. Arteri Cerebri Anterior
Kebingungan, amnesia dan perubahan kepribadian,
hemparesis, kontralateral atau hemiplegia dengan penurunan atau
kehilangan fungsi morik yang kebigungan dan sering terjadi pada
tungkai dari pada lengan. Kehilangan fungsi sensorik pada kaki,
tungkai dan kaki, ataksia(Inkoordinasi motorik), gangguan gaya
berjalan dan inkontinensia. timbulnya reflex primitif (menggengam,
menghisap) (Cruz,2013).
c. Arteri Cerebri Medial
Tingat kesadararan bervariasi dari kebingungan sampai koma,
Hemiparesis, kontralateral atau hemiplegia dengan penurunan atau
kehilangan fungsi motorik yang lebih sering terjadi pada wajah dan
lengan dari pada tungkai. Ganguan sensorik pada area yang sama
dengan hemplegia. Afasia (ketidak mampuan untuk mengekspresikan
atau mengintepretasikan perkataan), atau disfasia (gangguan bicara)
pada hemisfer dominan yang terkena. Hemianopsia homoning
(kehilangan penglihatan pada sisi yang sama dikedua lapang pandang),
ketidakmampuan melirikkan mata ke sisi yang paralisis.
d. Arteri Cerebri Posterior
Hemiplegia, kontralateral dengan kehilangan fungsi sensorik,
kebingungan, mempengaruhi memori, defisit kemampuan bicara
reseptif pada hemisfer dominan yang terkena, hemianopsia homonim.
Pertanda dari stroke pada sirkulasi posterior ialah defisit saraf kranial
ipsilateral, bertolak belakang dengan stroke anterior yang unilateral
(Cruz, 2013).
e. Arteri Vertebrobasilaris
Pusing, vertigo, mual, ataksia dan sincope, gangguan
penglihatan, nistagmus, diplopia, defisit lapang pandang dan kebutaan.
kebas dan paresis (wajah, lidah, mulut, satu atau lebih ektrimitas),
disfagia (ketidakmampuan untuk menelan), dan disartria (kesulitan
dalam artikulasi).
f. Lakunar Stroke
Stroke lakunar diakibatkan dari oklusi dari arteri kecil yang
perforasi pada area subcortikal yang dalam. Diameter infark biasanya
2-20 mm, biasanya yang termasuk sindrom lakunar ialah murni motor,
murni sensory, dan stroke ataxic hemiparetic, infark lakunar tidak
menyebabkan kerusakan kognitif, memori, bicara atau tingkat
kesadaran (Cruz,2013).

Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologic, bergantung


pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah yang kolateral
(sekunder atau aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya.
a. Kehilangan Motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontur volunteer terhadap gerakan motorik. Disfungsi
motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada satu sisi) karena
lesi pada sisi otak yang berlawanan.
b. Hemiperesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh
c. Paralisis atau hilang dan menurunnya refleks tendon dalam
d. Kehilangan komunikasi
- Disartria (kesulitan berbicara)
- Disfasia atau afasia (kehilangan bicara)
- Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya)
e. Gangguan Persepsi
Ketidakmampuan menginterpretasikan sensasi.
f. Homonimus Hemianopsia (Kehilangan setengah lapang pandang)
g. Disfungsi kandung kemih, misalnya inkontinensia urinarius
5. Patofisiologi
Faktor penyebab :

Kualitas pembuluh darah tidak baik

Trombosis pembuluh darah ( trombosis serebri ).

Emboli a.l dari jantung (emboli serebri ).

Arteritis sebagai akibat lues / arteritis temporalis.

Penurunan Blood Flow ke otak

6.Kecemasan ancaman
Ischemia dan hipoksia jaringan otak
kematian.

7.Kurang pengetahuan

prognosis dan terapi.


Infark otak

EDEMA JARINGAN OTAK


8.Resiko injury

9.Gangguan nutrisi (kurang 1.Jalan nafas tak efektif.


dari
Kematian sell otak 2.Resiko peningkatan TIK.
kebutuhan tubuh ).
3.Intoleransi aktifitas (ADL )
10.Inkoninensia uri. Kerusakan sistem motorik dan sensorik
4.Kerusakan mobilitas fisik.
11.Inkontinensia alfi.
( DEFICIT NEUROLOGIS )
5.Defisit perawatan diri.
12.Resiko kerusakan integritas
kulit.  Kelumpuhan / hemiplegi
13.Kerusakan komunikasi  Kelemahan / paralyse
verbal.
 Penurunan kesadaran dan Dysphagia
14.Inefektif bersihan jalan
nafas.

(Sumber : Susan C.dewit, ESSENTIALS OF MEDICAL SURGICAL NURSING,


W.B SOUNDERS COMPANY, 1998, hal.350 dan 363).
Suplai O2

1. Aliran darah otak


2. Fungsi otak

Sumbatan Pembuluh darah Pecah pembuluh darah

Hipoksia dan anosia Perdarahan intrakarnial

Iskemik Jaringan: Aliran darah dalam


1. Tekanan Perfusi Rendah pembuluh darah otak
2. P02 menurun. menambah penekanan,
3. PC02 meningkat pergeseran, pemisahan 
4. Penimbunan Asam otak.

Merangsang pusat vasomotor, Edema otak dan herniasi


Tekanan darah iskemik meningkat otak.
1. Bradikardi
2. Pernafasan lambat Meningkatkan TIK.
3. Gangguan Kesadaran
4. Hemiparese/Paralisis 1. Sakit Kepala.
2. edema,muntah-
muntah, perubahan

Infark jaringan tingkat kesadaran,

Hemiparese/Paralisis Permanen
6. Komplikasi
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah
serebral, dan luasnya area cedera.
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberikan oksigenasi darah
adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen
yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan
mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat yang dapat
diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
b. Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung,
dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan
intravena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan
memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrem
perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral
dan potensi meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi
atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme
akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan
aliran darah serebral. (Smeltzer, 2002; 2137)
7. Pemeriksaan Khusus
a. Laboratorium : analisis laboratorium standar mencakup urinalisis,
HDL, Laju endap darah (LED), faal hemostasis (APTT, PTT), panel
metabolic dasar (Natrium, kalium, klorida, bikarbonat, glukosa,
nitrogen urea darah, dan kreatinin) (Price, 2005:1123)
Polisitemia vera dan trombositemia esensial merupakan kelainan darah
yang dapat menyebabkan stroke. Polisitemia, nilai hematokrit yang
tinggi menyebabkan hiperviskositas dan mempengaruhi darah otak.
Kadar glukosa darah untuk mendeteksi adanya hipoglikemia dan
hiperglikemia dimana dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan
elektrolit bertujuan mendeteksi gangguan natrium, kalium yang dapat
menyebabkan depresi susunan saraf pusat.
Pada hipoglikemia dan hiponatremia gejala yang muncul dapat berupa
mimik stroke. APTT dan PTT dapat menunjukkan terjadinya
koagulopati sehingga bisa menjadi pedoman dalam penggunaan
trombolitik atau antikoagulan terapi (Cruz, 2013).
b. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung
(kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung
kongestif (Price, 2005:1123)
c. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi
gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa
stroke (Price, 2005:1123).
d. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke
secara Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia
fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis dan pembentukan
thrombus di pembuluh besar (Price, 2005:1123).
e. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET):
mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan
memetabolisme glukosa serta luas cedera (Price, 2005:1123)
f. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber
kardioembolus potensial (Price, 2005:1124).
g. CT scan : CT Scan berguna untuk membedakan infark serebri atau
perdarahan, yang berguna untuk menentukan tata laksana awal
(Ginsberg, 2007:91)
h. MRI : menunjukkan daerah infak, perdarahan, malformasiarteriovena
(MAR) (Baticaca, 2008:61).
i. Skrining toksikologi : skrining toksikologi mungkin berguna pada
pasien tertentu dalam rangka untuk membantu mengidentifikasikan
pasien yang yang intoksikasi dengan gejala atau perilaku dengan
mimik stroke (Cruz, 2013).
j. Analisa Gas Darah : Walaupun jarang, pada pasien dengan suspek
hipksemia, gas darah arteri menetapkan keparahan dari hipoksemia
dan mungkin mendeteksi gangguan asam basa. Jika pada trombolitik,
punksi arteri seharusnya dihindari kecuali benar-benar dibutuhkan
(Cruz, 2013)
8. Penatalaksanaan
Pasien yang koma dalam pada saat masuk RS dipertimbangkan
mempunyai prognosis buruk. Fase akut bias any berakhir 48-72 jam.
Dengan mempertahankan jalan nafas dan ventilasi adekuat adalah proritas
utama pada fase akut.
a. Pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan samapai tekanan vena
cerebral berkurang
b. Intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk pasien
dengan stroke massif, karena henti pernapasan biasanya faktor
utama yang mengancam kehidupan.
c. Pasien dipantau jika adanya komplikasi pulmonal (aspirasi,
atelektasis, pneumonia) yang mungkin berkaitan dengan
kehilangan refleks jalan napas, immobilisasi atau hipoventilasi
d. Jantung diperiksa untuk abnormalitas dalam ukuran dan irama seta
tanda gagal jantung kongestif
Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretic untuk
menurunkan edema cerebral yang mencapa tingkat maksimum 3-5 hari
setelah infark serebral. Antikoagulan dapat diresepkan untuk
mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis atau embolisasi
dari tempat lain dalam sistem kardiovaskular. (Smeltzer, 2002; 2137)

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian Fokus
a. Anamnesa
1) Identitas
Usia: Insiden stroke banyak terjadi pada usia lebih dari 65
tahun dan kasus terbanyak terjadi pada ras keturunan amerika
dan afrika. Stroke banyak menyerang laki-laki berkaitan
dengan faktor resiko stroke yaitu kebisaan merokok dan
konsumsi alcohol.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Lemas mendadak di daerah wajah, lengan atau tungkai,
terutama di salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan seperti
ganda atau kesulitan melihat pada salah satu atau kedua mata,
bingung mendadak, tersandung selagi berjalan, pusing
bergoyang, hilangnya keseimbangan atau koordinasi, nyeri
kepala mendadak tanpa kausa yang jelas. Nyeri kepala, mual,
muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar .
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Hiperkolesterolemia, arterosklerosis, arteritis, Transient
Ischemic Attacks, stenosis karotis, Sickle Cell Disease,
Polisitemia, penggunaan alat kontrasepsi, penyakit jantung
antara lain Atrial Fibrilasi, penyakit katup jantung, stenosis
mitral, gangguan aliran, oklusi arteri besar, perdarahan
intracranial.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau ada
riwayat stroke dari generasi terdahulu.
5) Riwayat psikososial
Adanya ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh). Mekanisme koping menurun, mudah marah, dan
ansietas. Ada perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesulitan untuk berkomunikasi. Faktor biaya juga
mempengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan
keluarganya
b. Nutrisi
Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut (peningkatan
TIK), kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, dan
tenggorok, disfagia.
c. Eliminasi
Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine, anuria.
d. Aktivitas & istirahat
Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa muda lelah,
susah untuk beristirahat, gangguan tingkat kesadaran, gangguan
tonus otot.
e. Hygine perseorangan: tidak dapat memenuhi secara mandiri karena
adanya hemiplegi dan hemiparese biasanya dibantu orang lain.
f. Sistem Pernapasan: ditemukan suara nafas tambahan (Ronchi),
peningkatan produksi sputum, pasien sering sesak napas, RR
meningkat, pernapasan Cheyne Stokes, terdapat batuk, penggunaan
otot bantu napas, pada palpasi didapatkan taktil premitus seimbang
kanan dan kiri, gargling.
g. Sistem Kardiovaskuler: peningkatan tekanan darah atau hipertensi
massif (tekanan darah >200 mmHg), bradikardi, (Muttaqin,
2008:135) disritmia, seperti atrial fibrilasi (Cruz, 2013)
peningkatan tekanan vena jugularis, adanya mur-mur dan gallop,
saat auskultasi jantung, carotid bruits saat auskultasi pada arteri
karotis
h. Sistem persarafan:
1) Sakit kepala, rasa pening, dizziness, peningkatan suhu tubuh
2) Pemeriksaan tengkorak dan tulang belakang, tanda-tanda
meningitis
3) Pengkajian tingkat kesadaran berkisar pada letargi, strupor,
semikomatosa
i. Pengkajian saraf kranial. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan
saraf cranial:
1) Saraf I. Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, VI. Jika akibat stroke mengakibatkan
paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan
penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi
yang sakit.
4) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan eksternus.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
Pasien tidak mampu mengangkat alis, mengerutkan dahi
atau menutup mata pada daerah yang terkena
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
perseptif.
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
9) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi
dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal
j. Pengkajian sistem motorik
1) Inspeksi umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda
yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus otot didapatkan meningkat.
4) Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalami
gangguan karena hemiparase dan hemiplegia.
k. Pengkajian refleks.
1) Pemeriksaan refleks profunda. Pengetukan pada tendon,
ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respon
normal.
2) Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks fisiologis
sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari
refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan
refleks patologis.
l. Gerakan Involunter. Tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan
distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami kejang
umum, terutama pada anak dengan stroke disertai peningkatan
suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area
fokal kortikal yang peka.
m. Pengkajian sistem sensorik: ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi, tidak memberikan atau hilangnya
respon terhadap propriosepsi (kemampuan merasakan posisi dan
gerakan bagian tubuh), serta kesulitan dalam menginterpretasikan
stimuli visual taktil, dan auditorius
n. Sistem perkemihan: inkontinensia urine karena hilang atau
berkurangnya sistem kontrol sfingter, inkontenesia yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis yang meluas.
o. Sistem pencernaan: didapatkan adanya kesulitan menelan, napsu
makan menurun, mual, muntah pada fase akut, bising usus
negative
p. hemiplegic dan hemiporesis karena disfungsi motorik
q. Sistem intergumen: jika pasien kekurangan O₂ kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgar kulit akan buruk.
Selain itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan hemiparesis,
kehilangan keseimbangan dan koordinasi, spastisitas dan cedera
otak
b. Deficit perawatan diri berhubungan dengan gejala sisa stroke
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
hemiparesis/heniplegia penurunan mobilitas
d. Gangguan Persepsi Sensori : Perabaan Yang Berhubungan Dengan
Penekanan Pada Saraf Sensori.
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Kelemahan Otot Mengunyah
Dan Menelan Sekunder Kehilangan Kesadaran
f. Resiko jatuh
g. Resiko trauma
h. Resiko Peningkatan Tik Berhubungan Dengan Penambahan Isi
Otak Sekunder Terhadap Hipoksia, Edema Otak.
3. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Resiko Peningkatan Tik Berhubungan Dengan Penambahan Isi
Otak Sekunder Terhadap Hipoksia, Edema Otak.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak
mengalami peningkatan tekanan intra cranial.
Kriteria hasil :
Tidak terdapat tanda peningkatan tekanan intra kranial :
 Peningkatan tekanan darah.
 Nadi melebar.
 Pernafasan cheyne stokes
 Muntah projectile.
 Sakit kepala hebat.
Pencegahan TIK meningkat di laksanakan.
NO INTERVENSI RASIONAL

1. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK Deteksi dini peningkatan


TIK untuk melakukan
 tekanan darah
tindakan lebih lanjut.
 nadi
 GCS
 Respirasi
 Keluhan sakit kepala hebat
 Muntah projectile
 Pupil unilateral
2. Tinggikan kepala tempat tidur 15-30 derajat kecuali Meninggikan kepala dapat
ada kontra indikasi.Hindari mengubah posisi membantu drainage vena
dengan cepat. untuk mengurangi kongesti
vena.

3. Hindari hal-hal berikut : Masase karotid


memperlambat frekuensi
Masase karotid
jantung dan mengurangi
sirkulasi sistemik yang
diikuti peningkatan sirkulasi
secara tiba-tiba.

Fleksi atau rotasi ekstrem


Fleksi leher atau rotasi > 45 derajat. leher mengganggu cairan
cerebrospinal dan drainage
vena dari rongga intra
kranial.
Aktifitas ini menimbulkan
manuver valsalva yang
Rangsangan anal dengan jari(boleh tapi dengan
merusak aliran balik vena
hati-hati ) hindari mengedan, fleksi ekstrem panggul
dengan kontriksi vena
dan lutut.
jugularis dan peningkatan
TIK.

4. Konsul dokter untuk mendapatkan pelunak feces Mencegah konstipasi dan


jika di perlukan. mengedan yang
menimbulkan manuver
valsalva.

5. Pertahankan lingkungan tenang, sunyi dan Meningkatkan istirahat dan


pencahayaan redup. menurunkan rangsangan
membantu menurunkan
TIK.

6. Berikan obat-obatan sesuai dengan pesanan:

 Anti hipertensi.  Menurunkan tekanan


darah.
 Mencegah terjadinya
 Anti koagulan.
trombus.
 Mencegah defisit cairan.
 Terapi intra vena pengganti cairan dan
elektrolit.
 Mencegah obstipasi.
 Pelunak feces.
 Mencegah stres ulcer.
 Anti tukak.
 Meningkatkan daya
 Roborantia.
tahan tubuh.
 Mengurangi nyeri.
 Analgetika.  Memperbaiki sirkulasi
 Vasodilator perifer. darah otak.
b. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Hemiparese /
Hemiplegi
Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya
Kriteria hasil:
- Tidak terjadi kontraktur sendi
- Bertambahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

INTERVENSI RASIONAL

1. Ubah posisi klien tiap 2 jam  Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan
akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang
tertekan
 Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan
2. Ajarkan klien untuk melakukan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan
latihan gerak aktif pada pernapasan
ekstrimitas yang tidak sakit  Otot volunter akan kehilangan tonus dan
3. Lakukan gerak pasif pada kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
ekstrimitas yang sakit
4. Berikan papan kaki pada
ekstrimitas dalam posisi
fungsionalnya
5. Tinggikan kepala dan tangan
6. Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk latihan fisik
klien
c. Gangguan Persepsi Sensori : Perabaan Yang Berhubungan Dengan
Penekanan Pada Saraf Sensori.
Tujuan:
Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara optimal.
Kriteria hasil :

 Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi


persepsi
 Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba
dan merasa
 Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi
terhadap perubahan sensori

INTERVENSI RASIONAL

1. Tentukan kondisi patologis klien 1. Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang
mengalami gangguan, sebagai penetapan
rencana tindakan
2. Penurunan kesadaran terhadap sensorik
2. Kaji kesadaran sensori, seperti dan perasaan kinetik berpengaruh
membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, terhadap keseimbangan/posisi dan
posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian kesesuaian dari gerakan yang
mengganggu ambulasi, meningkatkan
resiko terjadinya trauma.
3. Melatih kembali jaras sensorik untuk
mengintegrasikan persepsi dan intepretasi
diri. Membantu klien untuk
3. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan,
mengorientasikan bagian dirinya dan
seperti memberikan klien suatu benda
kekuatan dari daerah yang terpengaruh.
untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien
4. Meningkatkan keamanan klien dan
menyentuh dinding atau batas-batas
menurunkan resiko terjadinya trauma.
lainnya.

4. Lindungi klien dari suhu yang berlebihan,


kaji adanya lindungan yang berbahaya.
Anjurkan pada klien dan keluarga untuk
melakukan pemeriksaan terhadap suhu air
dengan tangan yang normal
5. Penggunaan stimulasi penglihatan dan
5. Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan
sentuhan membantu dalan
tangannya bila perlu dan menyadari posisi
mengintegrasikan sisi yang sakit.
bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien
sadar akan semua bagian tubuh yang
terabaikan seperti stimulasi sensorik pada
daerah yang sakit, latihan yang membawa
area yang sakit melewati garis tengah,
ingatkan individu untuk merawata sisi yang
sakit.
6. Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal
yang berlebihan.

6. Menurunkan ansietas dan respon emosi


7. Lakukan validasi terhadap persepsi klien yang berlebihan/kebingungan yang
berhubungan dengan sensori berlebih.
7. Membantu klien untuk mengidentifikasi
ketidakkonsistenan dari persepsi dan
integrasi stimulus.
d. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan gejala sisa stroke
Tujuan:
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil

 Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan


kemampuan klien
 Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk
memberikan bantuan sesuai kebutuhan

INTERVENSI RASIONAL

1. Tentukan kemampuan dan tingkat 1. Membantu dalam


kekurangan dalam melakukan perawatan mengantisipasi/merencanakan pemenuhan
diri. kebutuhan secara individual
2. Meningkatkan harga diri dan semangat
untuk berusaha terus-menerus
2. Beri motivasi kepada klien untuk tetap
3. Klien mungkin menjadi sangat ketakutan
melakukan aktivitas dan beri bantuan
dan sangat tergantung dan meskipun
dengan sikap sungguh
bantuan yang diberikan bermanfaat dalam
3. Hindari melakukan sesuatu untuk klien
mencegah frustasi, adalah penting bagi
yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi
klien untuk melakukan sebanyak mungkin
berikan bantuan sesuai kebutuhan.
untuk diri-sendiri untuk mempertahankan
harga diri dan meningkatkan pemulihan
4. Meningkatkan perasaan makna diri dan
kemandirian serta mendorong klien untuk
berusaha secara kontinyu
5. Memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembangkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat
4. Berikan umpan balik yang positif untuk penyokong khusus
setiap usaha yang dilakukannya atau
keberhasilannya
5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
e. Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan
Kelemahan Otot Mengunyah Dan Menelan Sekunder
Kehilangan Kesadaran
Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil

 Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan


 Hb dan albumin dalam batas normal
INTERVENSI RASIONAL

1. Tentukan kemampuan klien dalam 1. Untuk menetapkan jenis makanan yang


mengunyah, menelan dan reflek batuk akan diberikan pada klien
2. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada 2. Untuk klien lebih mudah untuk menelan
waktu, selama dan sesudah makan karena gaya gravitasi
3. Stimulasi bibir untuk menutup dan 3. Membantu dalam melatih kembali sensori
membuka mulut secara manual dengan dan meningkatkan kontrol muskuler
menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu
jika dibutuhkan
4. Letakkan makanan pada daerah mulut yang
tidak terganggu 4. Memberikan stimulasi sensori (termasuk
rasa kecap) yang dapat mencetuskan
usaha untuk menelan dan meningkatkan
masukan
5. Berikan makan dengan berlahan pada 5. Klien dapat berkonsentrasi pada
lingkungan yang tenang mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar
6. Makan lunak/cairan kental mudah untuk
6. Mulailah untuk memberikan makan peroral
mengendalikannya didalam mulut,
setengah cair, makan lunak ketika klien
menurunkan terjadinya aspirasi
dapat menelan air
7. Menguatkan otot fasial dan dan otot
7. Anjurkan klien menggunakan sedotan
menelan dan menurunkan resiko
meminum cairan
terjadinya tersedak
8. Dapat meningkatkan pelepasan endorfin
8. Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam
dalam otak yang meningkatkan nafsu
program latihan/kegiatan.
makan
9. Mungkin diperlukan untuk memberikan
9. Kolaborasi dengan tim dokter untuk cairan pengganti dan juga makanan jika
memberikan ciran melalui iv atau klien tidak mampu untuk memasukkan
makanan melalui selang segala sesuatu melalui mulut
DAFTAR PUSTAKA
Amin & Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis
Nanda Nic-Noc. Yogyakarta: Mediaction Publishing

Long, Barbara C (1989), Perawatan Medikal Bedah, Ikatan Alumni Pendidikan


Keperawatan Padjadjaran, Bandung

Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Medical


Book.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai