Oleh:
NIM: 1921003
2021
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 1921003
Mengetahui,
LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN
DENGAN DIAGNOSA MEDIS STROKE INFARK
DI RUANG B2
RSPAL DR. RAMELAN SURABAYA
4. Manifestasi Klinik
Secara umum tanda dan gejala dari stroke atau CVA berupa lemas
mendadak di daerah wajah, lengan atau tungkai, terutama di salah satu sisi
tubuh, gangguan penglihatan seperti ganda atau kesulitan melihat pada
salah satu atau kedua mata, bingung mendadak, tersandung selagi
berjalan, pusing bergoyang, hilangnya keseimbangan atau koordinasi,
nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas (Price, 2005:1117).
Menurut Kowalak (2011), keluhan dan gejala umum stroke meliputi :
a. Kelemahan ekstrimitas yang unilateral
b. Kesulitan bicara
c. Patirasi pada salah satu sisi tubuh
d. Sakit kepala
e. Gangguan penglihatan (diplopia, hemianopsia, ptosis)
f. Rasa pening
g. Kecemasan (ansietas)
h. Perubahan tingkat kesadaran
Menurut Stillwell (2011), Korelasi arteri serebri yang terkena stroke:
a. Arteri Carotis Interna
Parestesia kontralateral (sensasi abnormal) dan hemiparesis
(kelemahan) pada lengan, wajah dan tungkai. pada akhirnya terjadi
hemiplegia kontralateral komplit (paralisis) dan hemianesthesia
(kehilangan sensasi). Pandangan kabur atau berubah, hemionopsia
(kehilangan sebagaian lapang pandang), terjadi seranga kebutaan
berulang pada mata ipsi lateral, disfasia pada hemisfer dominan yang
terkena.
b. Arteri Cerebri Anterior
Kebingungan, amnesia dan perubahan kepribadian,
hemparesis, kontralateral atau hemiplegia dengan penurunan atau
kehilangan fungsi morik yang kebigungan dan sering terjadi pada
tungkai dari pada lengan. Kehilangan fungsi sensorik pada kaki,
tungkai dan kaki, ataksia(Inkoordinasi motorik), gangguan gaya
berjalan dan inkontinensia. timbulnya reflex primitif (menggengam,
menghisap) (Cruz,2013).
c. Arteri Cerebri Medial
Tingat kesadararan bervariasi dari kebingungan sampai koma,
Hemiparesis, kontralateral atau hemiplegia dengan penurunan atau
kehilangan fungsi motorik yang lebih sering terjadi pada wajah dan
lengan dari pada tungkai. Ganguan sensorik pada area yang sama
dengan hemplegia. Afasia (ketidak mampuan untuk mengekspresikan
atau mengintepretasikan perkataan), atau disfasia (gangguan bicara)
pada hemisfer dominan yang terkena. Hemianopsia homoning
(kehilangan penglihatan pada sisi yang sama dikedua lapang pandang),
ketidakmampuan melirikkan mata ke sisi yang paralisis.
d. Arteri Cerebri Posterior
Hemiplegia, kontralateral dengan kehilangan fungsi sensorik,
kebingungan, mempengaruhi memori, defisit kemampuan bicara
reseptif pada hemisfer dominan yang terkena, hemianopsia homonim.
Pertanda dari stroke pada sirkulasi posterior ialah defisit saraf kranial
ipsilateral, bertolak belakang dengan stroke anterior yang unilateral
(Cruz, 2013).
e. Arteri Vertebrobasilaris
Pusing, vertigo, mual, ataksia dan sincope, gangguan
penglihatan, nistagmus, diplopia, defisit lapang pandang dan kebutaan.
kebas dan paresis (wajah, lidah, mulut, satu atau lebih ektrimitas),
disfagia (ketidakmampuan untuk menelan), dan disartria (kesulitan
dalam artikulasi).
f. Lakunar Stroke
Stroke lakunar diakibatkan dari oklusi dari arteri kecil yang
perforasi pada area subcortikal yang dalam. Diameter infark biasanya
2-20 mm, biasanya yang termasuk sindrom lakunar ialah murni motor,
murni sensory, dan stroke ataxic hemiparetic, infark lakunar tidak
menyebabkan kerusakan kognitif, memori, bicara atau tingkat
kesadaran (Cruz,2013).
6.Kecemasan ancaman
Ischemia dan hipoksia jaringan otak
kematian.
7.Kurang pengetahuan
Hemiparese/Paralisis Permanen
6. Komplikasi
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah
serebral, dan luasnya area cedera.
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberikan oksigenasi darah
adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen
yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan
mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat yang dapat
diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
b. Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung,
dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan
intravena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan
memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrem
perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral
dan potensi meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi
atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme
akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan
aliran darah serebral. (Smeltzer, 2002; 2137)
7. Pemeriksaan Khusus
a. Laboratorium : analisis laboratorium standar mencakup urinalisis,
HDL, Laju endap darah (LED), faal hemostasis (APTT, PTT), panel
metabolic dasar (Natrium, kalium, klorida, bikarbonat, glukosa,
nitrogen urea darah, dan kreatinin) (Price, 2005:1123)
Polisitemia vera dan trombositemia esensial merupakan kelainan darah
yang dapat menyebabkan stroke. Polisitemia, nilai hematokrit yang
tinggi menyebabkan hiperviskositas dan mempengaruhi darah otak.
Kadar glukosa darah untuk mendeteksi adanya hipoglikemia dan
hiperglikemia dimana dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan
elektrolit bertujuan mendeteksi gangguan natrium, kalium yang dapat
menyebabkan depresi susunan saraf pusat.
Pada hipoglikemia dan hiponatremia gejala yang muncul dapat berupa
mimik stroke. APTT dan PTT dapat menunjukkan terjadinya
koagulopati sehingga bisa menjadi pedoman dalam penggunaan
trombolitik atau antikoagulan terapi (Cruz, 2013).
b. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung
(kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung
kongestif (Price, 2005:1123)
c. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi
gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa
stroke (Price, 2005:1123).
d. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke
secara Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia
fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis dan pembentukan
thrombus di pembuluh besar (Price, 2005:1123).
e. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET):
mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan
memetabolisme glukosa serta luas cedera (Price, 2005:1123)
f. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber
kardioembolus potensial (Price, 2005:1124).
g. CT scan : CT Scan berguna untuk membedakan infark serebri atau
perdarahan, yang berguna untuk menentukan tata laksana awal
(Ginsberg, 2007:91)
h. MRI : menunjukkan daerah infak, perdarahan, malformasiarteriovena
(MAR) (Baticaca, 2008:61).
i. Skrining toksikologi : skrining toksikologi mungkin berguna pada
pasien tertentu dalam rangka untuk membantu mengidentifikasikan
pasien yang yang intoksikasi dengan gejala atau perilaku dengan
mimik stroke (Cruz, 2013).
j. Analisa Gas Darah : Walaupun jarang, pada pasien dengan suspek
hipksemia, gas darah arteri menetapkan keparahan dari hipoksemia
dan mungkin mendeteksi gangguan asam basa. Jika pada trombolitik,
punksi arteri seharusnya dihindari kecuali benar-benar dibutuhkan
(Cruz, 2013)
8. Penatalaksanaan
Pasien yang koma dalam pada saat masuk RS dipertimbangkan
mempunyai prognosis buruk. Fase akut bias any berakhir 48-72 jam.
Dengan mempertahankan jalan nafas dan ventilasi adekuat adalah proritas
utama pada fase akut.
a. Pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan samapai tekanan vena
cerebral berkurang
b. Intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk pasien
dengan stroke massif, karena henti pernapasan biasanya faktor
utama yang mengancam kehidupan.
c. Pasien dipantau jika adanya komplikasi pulmonal (aspirasi,
atelektasis, pneumonia) yang mungkin berkaitan dengan
kehilangan refleks jalan napas, immobilisasi atau hipoventilasi
d. Jantung diperiksa untuk abnormalitas dalam ukuran dan irama seta
tanda gagal jantung kongestif
Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretic untuk
menurunkan edema cerebral yang mencapa tingkat maksimum 3-5 hari
setelah infark serebral. Antikoagulan dapat diresepkan untuk
mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis atau embolisasi
dari tempat lain dalam sistem kardiovaskular. (Smeltzer, 2002; 2137)
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian Fokus
a. Anamnesa
1) Identitas
Usia: Insiden stroke banyak terjadi pada usia lebih dari 65
tahun dan kasus terbanyak terjadi pada ras keturunan amerika
dan afrika. Stroke banyak menyerang laki-laki berkaitan
dengan faktor resiko stroke yaitu kebisaan merokok dan
konsumsi alcohol.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Lemas mendadak di daerah wajah, lengan atau tungkai,
terutama di salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan seperti
ganda atau kesulitan melihat pada salah satu atau kedua mata,
bingung mendadak, tersandung selagi berjalan, pusing
bergoyang, hilangnya keseimbangan atau koordinasi, nyeri
kepala mendadak tanpa kausa yang jelas. Nyeri kepala, mual,
muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar .
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Hiperkolesterolemia, arterosklerosis, arteritis, Transient
Ischemic Attacks, stenosis karotis, Sickle Cell Disease,
Polisitemia, penggunaan alat kontrasepsi, penyakit jantung
antara lain Atrial Fibrilasi, penyakit katup jantung, stenosis
mitral, gangguan aliran, oklusi arteri besar, perdarahan
intracranial.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau ada
riwayat stroke dari generasi terdahulu.
5) Riwayat psikososial
Adanya ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh). Mekanisme koping menurun, mudah marah, dan
ansietas. Ada perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesulitan untuk berkomunikasi. Faktor biaya juga
mempengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan
keluarganya
b. Nutrisi
Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut (peningkatan
TIK), kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, dan
tenggorok, disfagia.
c. Eliminasi
Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine, anuria.
d. Aktivitas & istirahat
Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa muda lelah,
susah untuk beristirahat, gangguan tingkat kesadaran, gangguan
tonus otot.
e. Hygine perseorangan: tidak dapat memenuhi secara mandiri karena
adanya hemiplegi dan hemiparese biasanya dibantu orang lain.
f. Sistem Pernapasan: ditemukan suara nafas tambahan (Ronchi),
peningkatan produksi sputum, pasien sering sesak napas, RR
meningkat, pernapasan Cheyne Stokes, terdapat batuk, penggunaan
otot bantu napas, pada palpasi didapatkan taktil premitus seimbang
kanan dan kiri, gargling.
g. Sistem Kardiovaskuler: peningkatan tekanan darah atau hipertensi
massif (tekanan darah >200 mmHg), bradikardi, (Muttaqin,
2008:135) disritmia, seperti atrial fibrilasi (Cruz, 2013)
peningkatan tekanan vena jugularis, adanya mur-mur dan gallop,
saat auskultasi jantung, carotid bruits saat auskultasi pada arteri
karotis
h. Sistem persarafan:
1) Sakit kepala, rasa pening, dizziness, peningkatan suhu tubuh
2) Pemeriksaan tengkorak dan tulang belakang, tanda-tanda
meningitis
3) Pengkajian tingkat kesadaran berkisar pada letargi, strupor,
semikomatosa
i. Pengkajian saraf kranial. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan
saraf cranial:
1) Saraf I. Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, VI. Jika akibat stroke mengakibatkan
paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan
penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi
yang sakit.
4) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan eksternus.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
Pasien tidak mampu mengangkat alis, mengerutkan dahi
atau menutup mata pada daerah yang terkena
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
perseptif.
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
9) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi
dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal
j. Pengkajian sistem motorik
1) Inspeksi umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda
yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus otot didapatkan meningkat.
4) Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalami
gangguan karena hemiparase dan hemiplegia.
k. Pengkajian refleks.
1) Pemeriksaan refleks profunda. Pengetukan pada tendon,
ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respon
normal.
2) Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks fisiologis
sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari
refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan
refleks patologis.
l. Gerakan Involunter. Tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan
distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami kejang
umum, terutama pada anak dengan stroke disertai peningkatan
suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area
fokal kortikal yang peka.
m. Pengkajian sistem sensorik: ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi, tidak memberikan atau hilangnya
respon terhadap propriosepsi (kemampuan merasakan posisi dan
gerakan bagian tubuh), serta kesulitan dalam menginterpretasikan
stimuli visual taktil, dan auditorius
n. Sistem perkemihan: inkontinensia urine karena hilang atau
berkurangnya sistem kontrol sfingter, inkontenesia yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis yang meluas.
o. Sistem pencernaan: didapatkan adanya kesulitan menelan, napsu
makan menurun, mual, muntah pada fase akut, bising usus
negative
p. hemiplegic dan hemiporesis karena disfungsi motorik
q. Sistem intergumen: jika pasien kekurangan O₂ kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgar kulit akan buruk.
Selain itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan hemiparesis,
kehilangan keseimbangan dan koordinasi, spastisitas dan cedera
otak
b. Deficit perawatan diri berhubungan dengan gejala sisa stroke
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
hemiparesis/heniplegia penurunan mobilitas
d. Gangguan Persepsi Sensori : Perabaan Yang Berhubungan Dengan
Penekanan Pada Saraf Sensori.
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Kelemahan Otot Mengunyah
Dan Menelan Sekunder Kehilangan Kesadaran
f. Resiko jatuh
g. Resiko trauma
h. Resiko Peningkatan Tik Berhubungan Dengan Penambahan Isi
Otak Sekunder Terhadap Hipoksia, Edema Otak.
3. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Resiko Peningkatan Tik Berhubungan Dengan Penambahan Isi
Otak Sekunder Terhadap Hipoksia, Edema Otak.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak
mengalami peningkatan tekanan intra cranial.
Kriteria hasil :
Tidak terdapat tanda peningkatan tekanan intra kranial :
Peningkatan tekanan darah.
Nadi melebar.
Pernafasan cheyne stokes
Muntah projectile.
Sakit kepala hebat.
Pencegahan TIK meningkat di laksanakan.
NO INTERVENSI RASIONAL
INTERVENSI RASIONAL
1. Ubah posisi klien tiap 2 jam Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan
akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang
tertekan
Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan
2. Ajarkan klien untuk melakukan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan
latihan gerak aktif pada pernapasan
ekstrimitas yang tidak sakit Otot volunter akan kehilangan tonus dan
3. Lakukan gerak pasif pada kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
ekstrimitas yang sakit
4. Berikan papan kaki pada
ekstrimitas dalam posisi
fungsionalnya
5. Tinggikan kepala dan tangan
6. Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk latihan fisik
klien
c. Gangguan Persepsi Sensori : Perabaan Yang Berhubungan Dengan
Penekanan Pada Saraf Sensori.
Tujuan:
Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara optimal.
Kriteria hasil :
INTERVENSI RASIONAL
1. Tentukan kondisi patologis klien 1. Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang
mengalami gangguan, sebagai penetapan
rencana tindakan
2. Penurunan kesadaran terhadap sensorik
2. Kaji kesadaran sensori, seperti dan perasaan kinetik berpengaruh
membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, terhadap keseimbangan/posisi dan
posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian kesesuaian dari gerakan yang
mengganggu ambulasi, meningkatkan
resiko terjadinya trauma.
3. Melatih kembali jaras sensorik untuk
mengintegrasikan persepsi dan intepretasi
diri. Membantu klien untuk
3. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan,
mengorientasikan bagian dirinya dan
seperti memberikan klien suatu benda
kekuatan dari daerah yang terpengaruh.
untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien
4. Meningkatkan keamanan klien dan
menyentuh dinding atau batas-batas
menurunkan resiko terjadinya trauma.
lainnya.
INTERVENSI RASIONAL
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.