Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS FOCAL


BRAIN INJURY DI RUANG H1 RSPAL DR. RAMELAN SURABAYA

Disusun Oleh :
Wahyudin setiono
1921016

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
FOCAL BRAIN INJURY

Oleh
Nama : wahyudin setiono
NIM. : 1921016

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

Sri Anik Rustini., S.H., S.Kep.,Ns.,M.Kes Susi Mispeni


Nip. 03.033
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Dasar Brain Injury


Cedera kepala adalah trauma kepala dengan GCS 15 (sadar penuh) tidak ada
kehilangan kesadaran, mengeluh pusing, nyeri kepala hematoma abrasi dan laserasi
(Mansjoer,2009).
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak,
dan otak. Cedera kepala menjadi penyebab utama kematian disabilitas pada usia
muda. Penderita cedera kepala seringkali mengalami edema serebri yaitu akumulasi
kelebihan cairan di intraseluler atau ekstraseluler ruang otak atau perdarahan
intrakranial yang mengakibatkan meningkatnya tekanan intrakranial. (Morton,2012).
B. Anatomi Fisiologi

Otak terbagi menjadi 3 bagian utama, yaitu:

a) Sereblum

Sereblum merupakan bagian otak yang terbesar dan paling

menonjol. Disini terletak pusat-pusat saraf yang mengatur

semua kegiatan sensorik dan motorik, juga mengatur proses

penalaran, ingatan dan intelegensia. Sereblum dibagi menjadi

hemisfer kanan dan kiri oleh suatu lekuk atau celah dalam yang

disebut fisura longitudinalis mayor. Bagian luar hemisferium

serebri terdiri dari substansial grisea yang disebut sebagai

kortek serebri, terletak diatas substansial alba yang merupakan


bagian dalam (inti) hemisfer dan dinamakan pusat medulla.

Setiap hemisfer dibagi dalam lobus dan terdiri dari 4, yaitu:

1. Lobus Frontalis : Kontrol motorik gerakan volunteer,

terutama fungsi bicara, kontrol berbagai emosi, moral

tingkah laku dan etika.

2. Lobus Temporal :Pendengaran, keseimbangan, emosi dan


memori.
3. Lobus oksipitalis : Visual senter, mengenal objek.
4. Lobus Parietalis : Fungsi sensori umum, rasa (pengecapan)
b) Otak tengah
c) Otak belakang

C. Etiologi
Menurut Tarwoto (2007), penyebab cedera kepala adalah karena adanya
trauma yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu :
1) Trauma primer
Trauma primer terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung
(akselerasi dn deselerasi)
2) Trauma sekunder
Terjadi akibat dari truma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi
intrakranial, hipoksia, hiperkapnea atau hipotensi sistemik.
3) Kecelakaan lalu lintas
4) Pukulan dan trauma tumpul pada kepala
5) Terjatuh
6) Benturan langsung dari kepala
7) Kecelakaan pada saat olahraga
8) Kecelakaan industri.

D. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer, 2000 :
a. Pingsan tidak lebih dari sepuluh menit
b. Setelah sadar timbul nyeri
c. Pusing
d. Muntah
e. GCS : 13-15
f. Tidak terdapat kelainan neurologis
g. Pernafasan secara progresif menjadi abnormal
h. Respon pupil lenyap atau progresif menurun
i. Nyeri kepala dapat timbul segera atau bertahap
E. WOC
Benturan Kepala

Trauma Kepala

Ekstra Kranial Trauma akibat deselerasi/akselerasi Intra Kranial

Terputusnyya Kontinuitas Cedera Jaringan Jaringan Otak rusak


jaringan ,kulit,otot,dan (Kontusio Laserasi)
vaskuler
Hematoma
Perubahan Autoregulasi
-Perdarahan Oedema serebral
-Hematoma Perubahan pada cairan intra dan ekstra sel → edema
Peningkatan suplai darah ke daerah trauma → vasodilatasi

-Obstruksi jalan nafas


Perubahan Sirkulasi GCS Peningkatan TIK -Dispnea
-Henti nafas
-Perubahan pola nafas
Peningkatan TIK Aliran darah ke otak
menurun
Ketidakefektifan perfusi
jaringan otak
Risiko Perfusi serebral tidak efektif

-Mual muntah
Resiko Infeksi Bersihan jalan nafas
-Papilodema
-Pandangan Kabur tidak efektif
Nyeri Akut -Penurunan fungsi pendengaran
-Nyeri kepala
Resiko kekurangan volume cairan

Defisit Nutrisi
Gilus medialis lobus temporalis tergeser

Herniasi Unkus

Mensefalon tertekan Resiko Cedera Tonsil Cerebrum bergeser Kompresi medulla


oblongta
Gangguan Kesadaran Imobilisasi Gangguan Mobilitas
Fisik
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arif Mutaqin 2008 Pemeriksaan Penunjang Pasien Cedera Kepala :
a. CT Scan
Mengidentifikasi luasnya lesi, pendarahan, determinan, ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak.
b. MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radioaktif.
c. Cerebral Angiography
Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, pendarahan, dan trauma.
d. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis
e. BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil
f. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

G. Penatalaksanaan
a) Observasi ABC (Airway-Breathing-Circulation) 24 jam
b) Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya cairan
infus dextrose 5%, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya
kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak
c) Berikan terapi intravena bila ada indikasi
d) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma
e) Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu mannitol 20 % atau
glukosa 40 % atau gliserol 10 %
f) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidasol
g) Pembedahan bila ada indikasi (hematom epidural besar, hematom sub dural,
cedera kepala terbuka, fraktur impresi >1 diplo)
h) Lakukan pemeriksaan angiografi serebral, lumbal fungsi, CT Scan dan MRI
(Satynagara, 2010)

H. Komplikasi
a. Edema serebral dan herniasi
b. Defisit neurologic dan psikologic
c. Komplikasi lain secara traumati
d. Infeksi iskemik (pneumonia, SK, sepsis)
e. Infeksi bedah neurologi (infeksi, luka, meningitis, ventikulitis)

I. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
1) Identitas pasien
Cedera otak ringan dapat meningkat saat seseorang sedang dalam usia
produktif dan aktif seperti 15-24 tahun, atau lansia berusia 75 tahun ke
atas. Bayi yang baru lahir juga rentan mengalami kondisi ini hingga
berusia 4 tahun
2) Riwayat kesehatan
Tingkat kesadaran/GCS (<15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit
kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi
sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan
kejang.
3) Riwayat penyakit dahulu
haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persyarafan
maupun penyakit sistem sistemik lainnya
4) riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
5) Pengkajian Persistem
Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, somnolen, sopor, koma
a) B1 (breathing)
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas
bunyi ronchi.
b) B2 (blood)
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut nadi
bradikardi kemudian takikardi.
c) B3 (brain)
Kesadaran pasien umumnya akan menurun
d) B4 (bladder)
Pasien kemungkinan akan mengalami Inkotenensia, distensi kandung kemih
e) B5 (Bowel)
Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami perubahan
selera
f) B6 (Bone)
Kelemahan otot, deformasi
2. Diagnosa Keperawatan Prioritas
a. Resiko perfusi jaringan serebral b.d cedera kepala D.0017
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d jalan nafas buatan
c. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan
No Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
Resiko perfusi jaringan Setelah dilakukan Manajemen Peningkatan Tekanan 1. Untuk mengetahui penyebab TIK
1.
serebral b.d cedera tindakan Intrakranial (SIKI, 1.06194, hal 205): dan segera melakukan tindakan
keperawatan selama Observasi yang tepat.
kepala
3 x 24 jam, maka 1. Identifikasi penyebab peningkatan 2. Mengetahui status cairan klien.
perfusi serebral TIK 3. Meminimalkan adanya stimulus.
meningkat dengan 2. Monitor intake dan output cairan 4. Mengurangi tekanan intrathorakal
kriteria hasil (SLKI, Terapeutik dan intraabdominal sehingga
hal 86; hal 120): 3. Menyediakan lingkungan yang menghindari peningkatan TIK.
1) Tingkat kesadaran tenang 5. Untuk mencegah komplikasi yang
meningkat 4. Cegah terjadinya valsava manuver lebih parah.
2) 2. Nilai rata-rata Edukasi 6. Pemberian anti konvulsan
tekanan darah dapat membantu mengobati kejang.
5. Anjurkan mengkonsumsi obat
dan frekuensi
nadi membaik sesuai indikasi
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian anti
konvulsan jika perlu
Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Latihan Batuk Efektif (SIKI, 1.01006 hal 1. Untuk mengetahui kemampuan
2.
tidak efektif b.d jalan tindakan 142) pasien dalam mengeluarkan
keperawatan selama Observasi sputum secara mandiri
nafas buatan 1. Identifikasi kemampuan batuk
3 x 24 jam, maka 2. Agar tidak terjadi obstruksi jalan
bersihan jalan napas Terapeutik napas
meningkat dengan 2. Pertahankan kepatenan jalan napas 3. Cara pembersihan jalan napas
kriteria hasil (SLKI, 3. Lakukan penghisapan lendir kurang secara mekanik untuk pasien yang
hal 18): dari 15 detik tidak mampu batuk secara efektif
1. Batuk efektif 4. Berikan oksigenasi 4. Memaksimalkan pernapasan pasien
meningkat Edukasi 5. Agar pasien mampu mampu
2. Produksi sputum 5. Anjurkan tarik napas dalam melalui melakukan batuk efektif secara
menurun hidung selama 4 detik, ditahan mandiri
3. Dispnea menurun selama 2 detik, kemudian keluarkan Membantu mengencerkan sekret
4. Frekuensi dari mulut dengan bibir mencucu
napas membaik (dibulatkan) selama 8 detik.
Pola napas Anjurkan mengulangi tarik napas
membaik dalam hingga 3 kali dan batuk
dengan kuat setelah tarik napas
dalam yang ke-3
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian mukolitik
atau ekspektoran, jika perlu
Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan Manejemen nutrisi (hal.200) 1. Untuk mengetahui status nutrisi
3. tindakan keperawatan Observasi :
peningkatan pasien
selama 1 x 24 jam, 1. Identifikasi status nutrisi
2. Untuk meningkatkan nafsu
kebutuhan maka kebutuhan 2. Identifikasi makanan yang disukai
nutrisi meningkat 3. Identifikasi kebutuhan kalori dan makan pasien
metabolisme dengan kriteria hasil jenis nutrisi 3. Untuk mengetahui bb sebelum
Status Nutrisi 4. Monitor asupan makanan dan sesudah
(hal.121) 5. Monitor berat badan 4. Memaksimalkan kebutuhan
1. Porsi makan yang 6. Monitor hasil pemeriksaan hasil
dihabiskan lab nutrisi pasien
meningkat Terapeutik : 5. Membatu meningkatkan pola
2. Berat badan 1. Melakukan oral hygiene sebelum
makan pasien
membaik makan
3. Diare menurun 2. Berikan makanan tinggi serat
4. IMT membaik 3. Berikan suplemen makanan
5. Nafsu makan 4. Berikan tinggi kalori dan tinggi
membaik protein
6. Bising usus Edukasi
membaik anjurkan posisi duduk
ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan
kolaborasi dengan ahli gizi
4. Impelmentasi
Pelaksanaan adalah realisasi dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan
yang spesifik (Nursalam, 2006).
Jenis – jenis tindakan pada tahap pelaksanaan adalah :
a. Secara mandiri (independent) Adalah tindakan yang diprakarsai
sendiri oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi
masalahnya dan menanggapi reaksi karena adanya stressor.
b. Saling ketergantungan (interdependent) Adalah tindakan
keperawatan atas dasar kerja sama tim keperawatan dengan tim
kesehatan lainnya, seperti dokter, fisioterapi, dan lain- lain.
c. Rujukan/ketergantungan (dependent) Adalah tindakan keperawatan
atas dasar rujukan dan profesi lainnya diantaranya dokter, psikiater,
ahli gizi dan sebagainya.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan untuk mengukur respons pasien terhadap tindakan
keperawatan dan kemajuan pasien ke arah pencapaian tujuan (Reeder,
2011). Perawat melaksanakan evaluasi sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan dan terdapat 3 kemungkinan hasil, menurut Hidayat, A.(2007)
yaitu:
a. Tujuan tercapai Apabila pasien telah menunjukkan perubahan dan
kemajuan yg sesuai dengan kriteria yang telah di tetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian Jika tujuan tidak tercapai secara keseluruhan
sehingga masih perlu dicari berbagai masalah atau penyebabnya.
c. Tujuan tidak tercapai Jika pasien tidak menunjukkan suatu perubahan ke
arah kemajuan sebagaimana dengan kriteria yang diharapkan .
Daftar Pustaka

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan (Edisi 1, Cetakan II). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan (Edisi 1, Cetakan II). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

WHO. World Health Statistic2015 : World Health Organization; 2015.

Wahyudi, S. 2012. Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Tingkat


Keperawatan Cidera Kepala

Anda mungkin juga menyukai