Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS PATIENTS SAFETY DI PUSKESMAS TANJUNG

PINANG KOTA JAMBI


Topic 2,4,6

Oleh :
Riyan Irawan
Rizky syarfini wilis utami
Hafizani Rahamah

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017
Latar Belakang
Rumah sakit merupakan layanan jasa yang memiliki peran penting dalam kehidupan
masyarakat di bidang kesehatan. Sebagai tempat yang sangat kompleks dengan ratusan
macam obat, ratusan tes dan prosedur, banyak terdapat alat dan teknologi, bermacam profesi
yang memberikan pelayanan pasien, selama 24 jam secara terus menerus, dimana
keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila rumah sakit tidak dikelola dengan
baik dapat menimbulkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse events) yang sangat
mengancam keselamatan pasien.1 Keselamatan pasien merupakan pencegahan cidera
terhadap pasien. Pencegahan cidera didefinisikan bebas dari bahaya yang terjadi dengan tidak
sengaja atau dapat dicegah sebagai hasil perawatan medis. Praktek keselamatan pasien adalah
mengurangi resiko kejadian yang tidak diinginkan yang berhubungan dengan paparan
terhadap lingkungan diagnosis atau kondisi perawatan medis.2 Keselamatan pasien di rumah
sakit kemudian menjadi isu penting karena banyaknya kasus Medical Error yang terjadi di
berbagai Negara. Setiap tahun di Amerika hampir 100.000 paien yang dirawat di Rumah sakit
meninggal karena Medical Error.
Sekitar tahun 2000 Institut of Medicine (IOM) Amerika Serikat menerbitkan laporan
To Err is Human, Building to Safer Health System yang menyebutkan bahwa rumah sakit
di Utah dan Colorado ditemukan KTD sebesar 2,9% dan 6,6% diantaranya meninggal,
sedangkan di New York ditemukan KTD 3,7% KTD dan 13,6% diantaranya meninggal.
Selanjutnya, angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di Amerika Serikat
berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000 jiwa sampai 98.000 jiwa. Selain itu, publikasi
WHO tahun 2004 menyatakan KTD dengan rentang 3,2 16,6% pada rumah sakit di
berbagai Negara yaitu Amerika, Inggris, Denmark dan Australia.
Sesuai dengan UU.No1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien
disebutkan bahwa KTD merupakan insiden yang dapat mengakibatkan cidera pada pasien.
Besarnya kasus KTD yang terjadi di rumah sakit yang disebutkan diatas mengharuskan pihak
rumah sakit harus melakukan langkah-langkah yang lebih mengutamakan keselamatan
pasien. Hal ini dikarenakan jika keselamatan pasien terabaikan akan menyebabkan kerugian
bagi pasien dan pihak rumah sakit, seperti biaya yang harus ditanggung oleh pasien menjadi
lebih besar, pasien semakin lama dirawat di rumah sakit dan terjadinya resistensi obat.
Kerugian bagi rumah sakit yang harus dikeluarkan menjadi lebih besar yaitu pada upaya
tindakan pencegahan terhadap kejadian luka tekan, infeksi nosokomial, pasien jatuh dengan
cidera, kesalahan obat yang mengakibatkan cidera.3

Tujuan Umum

Mendapatkan informasi mengenai gambaran keselamatan pasien di Puskesmas


Tanjung Pinang Kota Jambi Tahun 2017.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

a. Untuk mengindentifikasi masalah yang dihadapi terkait keselamatan pasien di


wilayah kerja Puskesmas Tanjung Pinang Jambi Tahun 2017.
b. Untuk menentukkan alternatif pemecahan masalah terkait keselamatan pasien di
wilayah kerja Puskesmas Tanjung Pinang Kota Jambi Tahun 2017.
Topik Bahasan

Topik 2 : Memahami Factor Manusia Dalam Keselamatan Pasien

Kesadaran bahwa faktor manusia sebagai salah kontributor yang sangat penting dalam
terjadinya kejadian tidak diinginkan di setting pelayanan kesehatan. Peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien perlu mempertimbangkan kemampuan dan
keterbatasan manusia yang terlibat di di dalamnya. Sistem pelayanan kesehatan yang
menerapkan prinsip keselamatan pasien perlu meminimalkan kejadian tidak diinginkan
namun tetap memerhatikan faktor kelebihan dan kekurangan faktor manusia sebagai penyedia
pelayanan kesehatan.

To err is human

Error adalah kegagalan untuk melaksanakan suatu hal yang direncanakan untuk
mencapai luaran yang diinginkan. Error dapat terjadi karena adanya situasi tertentu dan
adanya faktor individual yang menjadi predisposisi terjadinya error. Faktor yang
mempengaruhi IM SAFE = Illness (I), Medication (M), Stress (S), Alcohol (A), Fatigue (F),
Emotion (E).

Faktor manusia membahas hubungan antara manusia dan sistem yang terbentuk dalam
interaksi antar manusia, yang berfokus pada peningkatan efisiensi, kreativitas, produktivitas
dan kepuasan kerja dengan tujuan meminimalisir kesalahan (error). Kegagalan penerapan
prinsip-prinsip faktor manusia merupakan kunci dari berkembangnya kejadian tidak
diinginkan di setting pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, semua tenaga kesehatan perlu
memahami prinsip-prinsip faktor manusia ini. Pepatah mengatakan, tenaga kesehatan yang
tidak memahami prinsip dasar faktor manusia adalah seumpama seorang ahli kontrol infeksi
yang tidak memahami mikrobiologi.

Istilah faktor manusia dan ergonomik digunakan untuk menjelaskan interaksi yang
terjadi antara tiga aspek yang saling berkaitan: individu di tempat kerja, pekerjaan yang
sedang ditangani, dan tempat kerja itu sendiri. Faktor manusia merupakan ilmu yang
menerapkan berbagai disiplin (seperti anatomi, fisiologi, fisika dan biomekanika) untuk
memahami bagaimana seseorang bertindak dalam berbagai lingkungan. Sehingga dapat
dikatakan bahwa faktor manusia adalah suatu ilmu mengenai segala jenis faktor yang
membuat suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan lebih mudah dan cara yang benar.

Pelajaran dan contoh dari berbagai industri menunjukkan, dengan mengaplikasikan


prinsip-prinsip faktor manusia dapat meningkatkan produktivitas proses pengerjaan tugas di
pelayanan kesehatan. Sebagai contoh, penyebab banyaknya kejadian merugikan disebabkan
miskomunikasi antara seseorang dalam sistem dan tindakannya. Banyak orang berpikir
kesulitan komunikasi antaranggota tim kesehatan berkaitan dengan fakta bahwa masing-
masing orang memiliki banyak tugas yang harus dikerjakan dalam waktu bersamaan. Ahli
faktor manusia menemukan bahwa hal yang penting bukanlah banyaknya tugas yang harus
diselesaikan, namun jenis tugasnya. Seorang profesional mampu menjelaskan langkah-
langkah prosedur suatu tindakan sederhana kepada mahasiswa tahap klinik sambil dirinya
memeragakan prosedur tersebut, namun dalam kasus yang lebih rumit ia tentu tidak dapat
melakukan tugas tersebut karena harus berkonsentrasi pada pekerjaannya. Pengertian faktor
manusia dan kepatuhan pada prinsip-prinsip faktor manusia merupakan komponen mendasar
bagi keselamatan pasien.

Manusia bukanlah mesin. Bila dibandingkan mesin, manusia cenderung tidak dapat
diprediksi dan tidak dapat diandalkan (unpredictable and unreliable), Kualitas pelayanan
kesehatan versus Keterbatasan manusia. Manusia bukanlah mesin. Bila dibandingkan mesin,
manusia cenderung tidak dapat diprediksi dan tidak dapat diandalkan (unpredictable and
unreliable), dan memiliki keterbatasan memproses informasi dikarenakan keterbatasan
kapasitas memori. Meskipun begitu, pemikiran manusia sangatlah kreatif, mawas diri,
imajinatif dan fleksibel. Selain itu, manusia juga mudah terdistraksi, yang merupakan
kelebihan sekaligus kekurangan. Hal ini sebenarnya merupakan sensor yang dimiliki manusia
untuk mendeteksi bila ada sesuatu yang terjadi di luar kebiasaan. Namun, kondisi distraksi
dapat menyebabkan manusia gagal menyimpan informasi yang penting. Bayangkan bila hal
tersebut terjadi dalam dunia medis, saat apoteker melakukan kesalahan racikan obat karena
mengangkat telepon, atau perawat salah menyuntik pasien karena pasien sebelahnya
mengalami kejang-kejang. Otak manusia pun sering memainkan trik sehingga
mengakibatkan terjadi mispersepsi terhadap suatu kejadian, yang mengakibatkan kekeliruan.
Semua hal ini penting untuk dipertimbangkan oleh seorang praktisi dalam dunia kesehatan,
bahwa pada dasarnya manusia memiliki keterbatasan.
Dalam pelayanan kesehatan, pengetahuan mengenai faktor manusia membantu proses
perencanaan sehingga dokter dan perawat dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.
Pertimbangan faktor manusia dapat menunjukkan bagaimana memastikan pemberian resep
obat yang aman, komunikasi yang baik dalam tim dan penyampaian informasi ke profesi
kesehatan lain. Tugas tersebut, mungkin dianggap sederhana, namun dalam pelaksanaannya
cukup rumit karena kompleksnya pelayanan dan sistem kesehatan. Para ahli faktor manusia
percaya bahwa kesalahan dapat dikurangi dengan memfokuskan pada penyedia layanan
kesehatan dan mempelajari bagaimana mereka berinteraksi dengan lingkungan.

Tujuan desain faktor manusia yang baik adalah untuk mengakomodir semua
pengguna sistem. Faktor manusia menggunakan panduan prinsip-prinsip berbasis bukti dalam
merancang suatu prosedur kegiatan agar lebih mudah, aman dan efisien, seperti: (1)
pemesanan obat-obatan, (2) penyaluran informasi, (3) pemindahan/transfer pasien, (4) grafik
pengobatan dan lainnya dilakukan secara elektronik. Bila tugas-tugas ini dirancang lebih
mudah, maka para praktisi kesehatan dapat melakukan pelayanan kesehatan dengan lebih
aman. Kemudahan tugas ini ditunjang dengan solusi rancangan sistem meliputi software
(sistem pemasukan data melalui komputer), hardware (contoh, IV pump), peralatan (contoh,
skapel, syringe, tempat tidur pasien), dan tampilan fisik termasuk pencahayaan lingkungan
kerja. Sistem pelayanan kesehatan yang menerapkan prinsip keselamatan pasien perlu
meminimalisir kejadian tidak diinginkan namun tetap memerhatikan faktor kelebihan dan
kekurangan manusia sebagai penyedia layanan kesehatan.

To err is human

Dalam istilah sederhana, error adalah kegagalan untuk melaksanakan suatu hal yang
telah direncanakan untuk mencapai luaran yang diinginkan. Error dapat terjadi karena
melakukan sesuatu yang salah, atau gagal melakukan sesuatu dengan benar. Pelanggaran
berbeda dengan error. Pelanggaran adalah suatu tindakan menyimpang dari aturan atau
standar yang berlaku, yang bersifat disengaja.

Error dapat terjadi karena adanya situasi tertentu dan adanya faktor individual yang
menjadi predisposisi terjadinya error. Situasi yang dimaksud antara lain kurangnya
pengalaman, waktu yang sempit, pengecekan yang tidak adekuat, buruknya prosedur, dan
kurang informasi. Adapun faktor individual meliputi keterbatasan kapasitas memori manusia,
kelelahan, stress, kelaparan dan sakit tertentu, bahasa atau faktor budaya, dan sikap
berbahaya. Kurang pengalaman, sikap berbahaya, buruknya prosedur sering terjadi pada
mahasiswa tahap klinik yang akan melakukan tindakan pada pasien pertama kali tanpa
adanya persiapan yang matang. Saat melakukan tindakan medis tertentu untuk pertama
kalinya, mahasiswa tahap klinik sebaiknya disupervisi atau disaksikan oleh pembimbing
selagi melakukan prosedur medis. Kelelahan, stress, kelaparan dan penyakit tertentu dapat
mengakibatkan gangguan fungsional tubuh sehingga tubuh tidak dapat melakukan aktivitas
secara prima. Terlebih, kelelahan akan mempengaruhi ingatan dan daya konsentrasi
seseorang. Bahasa dan budaya berpotensi menjadi penyebab error komunikasi dan interaksi
antara pasien dan tenaga kesehatan.

IM SAFE

Akronim IM SAFE dibentuk di lingkungan industri penerbangan sebagai teknik


menilai diri sendiri apakah seseorang aman untuk bekerja ketika mereka masuk ke tempat
kerja. IM SAFE sendiri terdiri dari:

I Illness - Sakit

M Medication Obat-obatan (mengonsumsi obat tertentu dari dokter, alkohol atau


lainnya)

S Stress Stres, beban pikiran, tekanan

A Alcohol Konsumsi Alkohol

F Fatigue Kelelahan

E Emotion Emosi

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, penyebab error yang terjadi dapat


disebabkan situasi tertentu maupun faktor individual. Instrumen asesmen ini diharapkan
dapat menjadi panduan bagi tenaga medis untuk menilai performa dirinya sendiri. Terdapat
bukti ilmiah yang kuat menghubungkan kelelahan dengan gangguan performa seseorang yang
berisiko pada keselamatan pasien. Jam kerja yang terlalu panjang pun diketahui
mengakibatkan kemerosotan performa, sama merosotnya dengan seseorang dalam keadaan
mabuk alkohol.

Selain IM SAFE, dapat juga digunakan akronim HALT yang terdiri dari:

H Hungry Lapar

A Angry Marah
L Late Terlambat

T Tired Lelah

Pembahasan

Kejadian 1: tidak ditemukan adanya kejadian yang spesifik pada topic 1. Hanya saja sering
ada keterlambatan dalam melakukan pelayanan di puskesmas tanjung pinang, sehingga
pasien menunggu lebih lama dan terjadi penumpukan pasien, hal ini tentunya dapat
mengakibatkan kurangnya konsentrasi dan timbulnya kelelahan pada petugas kesehatan
dalam memberikan pelayanan akibat pasien yang telah menumpuk. Namun hal tersebut
belum melebihi beban kerja petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan.

Saran

Diharapkan para petugas dapat lebih disiplin dalam waktu sehingga pelayanan
kesehatan dapat dilakukan sesuai dengan jadwal pelayanan sehingga pasien tidak menunnggu
terlalu lama dan terjadi penumpukan pasien.
Topik 4 : Kerjasama Tim yang Efektif
Pengertian tim sebagai satu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu yang
berinteraksi secara dinamis, memiliki tujuan/misi yang sama, mendapatkan tugas spesifik
yang sama dan memiliki keahlian khusus yang saling melengkapi.
Macam-macam tim pelayanan kesehatan (Team STEPPS):
1. Tim inti (core team) yang bertugas langsung menyediakan pelayanan kesehatan
pasien.
2. Tim koordinasi (coordinating team) yang bertanggung jawab untuk operasional
sehari-hari, manajemen sumber daya dan koordinasi.
3. Tim tanggap cepat (contingency team) yang dapat dibentuk untuk keadaan g
awat/keadaan luar biasa atau tim yang harus bekerja cepat (cardiac arrest team, dll).
Tim I ni biasanya diambil dari anggota core team.
4. Ancillary team yang bertugas menyediakan pendukung untuk pelayanan pasien, dan
biasanya tidak berhubungan langsung dengan pasien
Tahapan pembentukan tim: forming, storming, norming, performing
Pentingnya kepemimpinan dalam tim yang efektif.
Komunikasi antar anggota tim pelayanan kesehatan sangat diperlukan: SBAR
(situation-background-assessment-recommendation), call out, check back,
handover/hand off (I pass the button)

Manajemen konflik dalam tim pelayanan kesehatan


CUS: I am Concerned, I am Uncomfortable, this is Safety issue
DESC: Describe the specific situation or behaviour and provideconcrete evidence or
data, Express how the situation makes you feel and what your concerns are, Suggest
other alternatives and seek agreement, Consequences should be stated in terms of
impact on established team goals or keselamatan pasien. The goal is to reach
consensus)
Kerjasama tim yang efektif di pelayanan kesehatan dapat berdampak positif dan
meningkatkan keselamatan pasien. Kolaborasi profesi kesehatan sebagai bentuk kerjasama
tim sangat diperlukan. Faktor-faktor yang mendukung hal tersebut di antaranya adalah
meningkatnya kompleksitas penyakit dan spesialisasi pelayanan kesehatan, meningkatnya
kejadian komorbiditas, penyakit kronis, tuntutan sumber daya kesehatan yang kompeten dan
menginisasi waktu kerja yang efektif. Sehingga, konsep kolaborasi atau kerjasama tim yang
ditinjau dari berbagai perspektif profesi kesehatan akan meningkatkan keselamatan pasien.

Tim didefinisikan sebagai dua atau lebih individu yang berinteraksi yang memiliki
karakteristik yaitu:

1. Memiliki peran spesifik dan interaksi bersama untuk mencapai tujuan

2. Terbentuk untuk membuat suatu keputusan

3. Memungkinkan adanya pendapat yang berbeda untuk mencapai suatu aksi bersama

4. Memiliki keahlian baik pengetahuan maupun keterampilan khusus agar tercapai


visi dan misi tim.

Baik dunia kesehatan maupun bentuk tim secara umum, tim dapat terdiri dari satu
profesi yang sama (contoh: organisasi profesi), multiprofesi (contoh: tim gawat darurat), tim
yang bekerja bersama di satu tempat (contoh: organisasi puskesmas atau RS), terdistribusi
secara geografis (contoh: kepengurusan nasional), memiliki anggota yang relatif konstan
(contoh: IDI, PPNI, dll), dan tim dengan keanggotaan yang berubah (contoh: pengurus
tahunan).

Banyak contoh sifat dan fungsi tim bila dikonversikan dalam kinerja tim di bidang
kesehatan. seperti tim pelayanan kesehatan primer di komunitas yang terdiri dari bidan,
perawat, dokter, ahli gizi, ahli lingkungan dan pekerja sosial. Contoh lain dalam konteks
pelayanan sekunder yaitu emergency team yang terdiri dari dokter triage, perawat, bidan
(untuk kasus obstetri), farmasi, radiografer, laboran, dan lain-lain. Namun, peran dari
individu tersebut seringkali menjadi fleksibel dan oportunis seperti kepimpinan, tergantung
pandangan tim tersebut dalam kontak dengan komunitas atau pasien. Hal yang penting pada
konteks keselamatan pasien adalah bagaimana tim tersebut bekerja secara efektif dan efisien,
seperti dalam penentuan keputusan, melibatkan pasien atau komunitas dalam pengambilan
keputusan, dan kualitas pelayanan yang diberikan.
Menurut Team STEPPSTM bentuk tim yang dapat diadaptasikan pada pelayanan kesehatan
adalah:

Tabel 1. Bentuk Tim Definisi Contoh


Implementasi Team Implementasi
STEPPSTM No.
1. Core team Tim yang terdiri Tim perawatan
dari pemimpin dan inap (dokter,
anggota yang perawat,
terlibat secara fisioterapis,
langsung pada farmasis).
pelayanan pasien.

Tim ini terdiri dari


penyedia
pelayanan secara
langsung dan
pelayanan yang
berkelanjutan.
Biasa bekerja
secara rutin
2. Coordinating team Tim yang Tim Komite Medik
bertanggung jawab
Tim HRD
untuk:

a. manajemen
operasional sehari-
hari

b. fungsi
koordinasi
c. manajemen
SDM untuk core
team

3. Contingency team Terbentuk pada Blue team atau Tim


kejadian yang IGD (dokter triage,
spesifik atau perawat,
emergency evakuator)

Bertugas pada
waktu yang
terbatas

Dapat terdiri dari


kumpulan core
team
4. Ancillary services Tim yang Konsultasi gizi
menunjang kinerja yang sesuai dengan
core team, yang kondisi pasien (ahli
bersifat langsung, gizi, dokter
tugas spesifik, penaggungjawab
interaksi pelayanan pasien, juru
terbatas pada masak).
pasien namun
mendukung atau
memfasilitasinya,
yang menunjang
kualitas
keselamatan
pasien.
5. Support services Tim yang Tim penjamin
menunjang core mutu
team yang bersifat
tidak langsung,
spesifik bekerja
pada fasilitas
sarana kesehatan,
dan menunjang
terwujudnya
pelayanan prima
pada pasien.
6. Administration Tim yang terdiri Direksi atau
dari executive pimpinan fasilitas
leadership dari layanan kesehatan.
unit-unit kesehatan
dan
bertanggungjawab
pada seluruh fungsi
dan manajemen
organisasi.

Pembahasan

Kejadian 1: seorang lansia datang berobat ke puskesmas didampingi keluarga, pasien


kemudian dibawa ke poli lansia untuk dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan
pemeriksaan pasien dibawa keluar poli lansia diantarkan petugas puskesmas ke poli Tb untuk
dilakukan konseling dan pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian terjadi kesalah pahaman antara
petugas poli lansia dan poli tb tentang prosedur dan persyaratan pada pasien tersebut.
Sehingga pasien tidak segera mendapatkan pelayanan dan pelayanan yang diberikan tidak
maksimal.

Saran

Antar bagian di puskesmas diharapkan mampu menjalin komunikasi dan menjalakan


prosedur yang telah diberikan dengan baik, serta harus saling mengetahui prosedur dalam
pelayanan di bagian lain, sehingga pelayanan terhadap pasien lebih optimal.
Topik 6: Pengelolaan Risiko Klinis4

Pengertian
Risiko: peluang terjadinya sesuatu yang akan berdampak pada tujuan
Risiko klinis: segala sesuatu yang dapat berdampak terhadap pencapaian layanan yang
bermutu tinggi, aman dan efektif bagi pasien
Insiden Keselamatan Pasien (IKP): setiap kejadian atau situasi yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang tidak seharusnya terjadi.
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD): suatu insiden yang mengakibatkan cedera pada
pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien.
Kejadian Sentinel: Kejadian Tidak Diharapkan yang sampai menyebabkan pasien
meninggal/ cacat fungsi tubuh permanen
Kejadian Nyaris Cedera (KNC)/near miss: suatu insiden yang hampir menyebabkan
cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dapat terjadi karena
"keberuntungan" (misal: pasien menerima suatu obat dengan overdosis lethal, tetapi
staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), atau "peringanan"
(suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan
antidotumnya).
Tahap-tahap pengelolaan risiko klinis
Adapun tahap-tahap pengelolaan risiko klinis adalah:
1. Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko adalah usaha mengidentifikasi situasi yang dapat menyebabkan
cedera, tuntutan, ataupun kegagalan pemberian layanan yang aman kepada pasien.
Cara Identifikasi Risiko
Risiko dapat diidentifikasi dengan melihat:
Laporan kejadian (Kejadian Tidak Diinginkan, Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian
Sentinel, dsb)
Review rekam medik (Melakukan telaah rekam medik untuk melihat ada/ tidaknya
penyimpangan dari standar pelayanan medik)
Komplain pelanggan
Survei
Self assessment
Laporan Kejadian
Apabila ditemukan insiden keselamatan pasien, harus dibuat laporan selambatlambatnya
2x24 jam setelah insiden terjadi untuk mengurangi dampak/akibat yang tidak diharapkan.
Laporan diisi dalam formulir oleh orang yang melihat insiden keselamatan pasien. Format
laporan dapat dilihat pada lampiran. Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan kepada
atasan langsung pelapor. (Atasan langsung disepakati sesuai keputusan Manajemen:
Supervisor/ Kepala Bagian/ Instalasi/ Departemen/ Urut, Ketua Komite Medis/ Ketua SMF).
Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko terhadap insiden
yang dilaporkan.
Penilaian Probabilitas dan Dampak Risiko
Besarnya risiko berbanding lurus dengan probabilitas terjadinya risiko dan dampak
risiko, oleh karena itu Skor Risiko (SR) dinilai dari hasil kali antara Probabilitas (P) dan
Dampak (D). SR=P x D.
Probabilitas
Penilaian tingkat probabilitas/frekuensi risiko adalah dengan memperkirakan seberapa
seringnva insiden tersebut terjadi.
Skor 1 : sangat jarang : terjadi sekali dalam > 5 tahun
Skor 2 : jarang : terjadi sekali dalam 2-5 tahun
Skor 3 : mungkin : terjadi sekali dalam 1-2 tahun
Skor 4 : sering : terjadi beberapa kali setahun
Skor 5 : sangat sering : terjadi beberapa kali sebulan

Dampak
Penilaian dampak/akibat suatu insiden adalah dengan memperkirakan seberapa berat
akibat yang dialami pasien (yang bukan karena penyakit yang dideritanya).
Skor 1 : Tidak signifikan, tidak ada cedera
Skor 2 : Minor, cedera ringan, dapat diatasi dengan pertolongan pertama,misal: luka lecet
Skor 3 : Moderat, cedera sedang, atau setiap kasus yang memperpanjang perawatan, atau
berkurangnya fungsi fisik, psikologis, ataupun intelektual secara reversibel, misal: luka robek
Skor 4 : Mayor, cedera luas/berat, atau kehilangan fungsi fisik, psikologis, ataupun
intelektual secara ireversibel, misal: cacat, lumpuh
Skor 5 : Katastrofik, pasien meninggal
NB: Pasien yang mengalami cedera karena penyakit yang dideritanya BUKAN termasuk
insiden keselamatan pasien, tetapi termasuk komplikasi penyakit.
Skor Risiko dinilai dengan mengalikan skor Probabilitas (P) dan Dampak (D). Hasil
kali antara P dan D kemudian dinilai dengan tabel grading di bawah.
Tabel 2.1 Grading Skor Risiko Cidera

Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisis yang akan dilakukan.
Grade rendah : Investigasi sederhana, waktu maksimal 1 minggu.
Grade sedang : Investigasi sederhana, waktu maksimal 2 minggu
Grade tinggi : Investigasi komprehensif/analisis akar masalah oleh Tim Keselamatan
Pasien, waktu maksimal 45 hari
Grade ekstrim: Investigasi komprehensif/analisis akar masalah oleh Tim Keselamatan
Pasien, waktu maksimal 45 hari.

2. Penanggulangan Risiko
Risiko ditanggulangi berdasarkan hasil evaluasi tersebut. Pada tahap ini dibuat
rencana tindakan yang akan dilakukan untuk menanggulangi resiko.
Bentuk-bentuk penanggulangan risiko di antaranya:
Menghindari risiko dengan memutuskan untuk tidak melanjutkan aktivitas yang
menimbulkan risiko, misal untuk menghindari salah transfusi diputuskan untuk tidak
melakukan transfusi di klinik tersebut.
Mengurangi probabilitas terjadinya risiko, misal untuk mengurangi/ menghilangkan risiko
terjadinya salah identifikasi, dilakukan identifikasi minimal dengan dua penanda
identifikasi.
Mengurangi dampak terjadinya risiko/mitigasi, misal untuk mengurangi dampak
kebakaran, dilakukan pemasangan alarm kebakaran dan alat pemadam api otomatis.
Berbagi risiko dengan pihak lain, misal: asuransi, kontrak dengan pihak luar, metode ini
sesuai untuk risiko yang jarang terjadi, tetapi dampaknya besar, misal kebakaran, gempa,
bencana alam, penggunaan alat medis yang sangat mahal.
Mempertahankan risiko, metode ini sesuai untuk risiko yang jarang terjadi dan dampaknya
kecil, misal pasien kehilangan sandal.
Setelah pengenanggulangan risiko dilakukan, tahap selanjutnya adalah evaluasi apakah
penanggulangan yang diberikan sudah berhasil mencapai target yang diharapkan
(berkurang/hilangnya risiko). Jika belum tercapai perlu dilakukan penanggulangan dengan
strategi yang lain.
Pembahasan

Kejadian 1: Dari hasil pengamatan di puskesmas Tanjung Pinang kota jambi terdapat
kejadian dimana seseorang yang bertugas pada bagian farmasi dan kesehatan masyarakat
menggantikan dokter dalam pelayanan terhadap pasien dan melakukan peresepan obat untuk
pasien yang diperiksanya tersebut. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan kewenangan dan
kompetensi yang dimilikinya sehingga ditakutkan timbul resiko klinis akibat dari tindakan
tersebut berupa ketidak sesuaian antara diagnose pasien dengan terapi pengobatan yang
diberikan.

Kejadian 2: seorang anak laki-laki 12 tahun melakukan khitan/sunat di puskesmas. Pada


saat proses penyunatan/ pemotongan preputium petugas tidak melakukan eksplorasi gland
penis dan preputium terlebih dahulu dan langsung menggunting preputium setelah dilkukan
pembiusan. Hal ini tentunya beresiko terhadap kejadian nyaris cidera dimana bisa saja terjadi
perlengketan gland penis dan preputium sehingga gland penis dapat ikut terpotong.

Saran

Puskesmas harus melakukan evaluasi dan pembagian wewenang yang sesuai dengan
kompetensi dan bidang keilmuan dari masing-masing pegawai yang ada di puskesmas dalam
memberikan pelayanan medis terhadap pasien, sehingga resiko klinis yang mungkin
ditimbulkan dapat ditekan seminimal mungkin.

Menerapkan dengan seksama SOP dalam setiap tindakan medis agar terhindar dari
kejadian cidera yang diakibatkan oleh tidak dilakukannya SOP dalam penanganan pasien

DAFTAR PUSTAKA
1. DepKes RI. 2008. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient
Safety). 2nd, Bakti Husada, Jakarta.
2. Hughes, Ronda. G. 2008. Patient Safety and Quality an Evidence Based Handbook of
Nurses. Rockville MD: Agency for Healthcare Research and Quality Publications,
diakses 25 February 2015, http://www.ahrg.gov/QUAL/nurseh dbk.
3. PERMENKES RI. 2011. Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Menteri Kesehatan
Republik Indonesia.
4. Ristekdikti. 2015. Modul Pelatihan untuk Pelatih Keselamatan Pasien. Diakses dari
http://fk.ui.ac.id/uncategorized/e-book-modul-pelatihan-untuk-pelatih-keselamatan-
pasien.html pada tanggal 28 April 2017

Anda mungkin juga menyukai