Anda di halaman 1dari 16

KONSEP DASAR MEDIS

A.   DEFINISI
Orchitis  adalah suatu inflamasi testis (kongesti testikular), biasanya
disebabkan oleh faktor-faktor piogenik, virus, spiroseta, parasit, traumatis,
kimia atau faktor yag tidak diketahui ( Smeltzer, 2002).
Orchitis  adalah peradangan testis yang jika bersama dengan
epididimitis menjadi epididimoorkitis  dan merupakan komplikasi yang
serius dari epididimitis (Price, 2005).
Orchitis  merupakan peradangan satu atau kedua testis, ditandai
dengan pembengkakan dan nyeri. Keadaan ini sering disebabkan oleh
 parotitis, sifilis, atau tuberculosis (Hartanto, 2008).
B.   ETIOLOGI 
Penyebab orchitis bisa piogenik bakteria, gonokokokus, basil tuberkal,
atau virus seperti paramiksovirus, penyebab dari gondongan ( parotitis).
Sekitar 20% dari orchitis  timbul sebagai komplikasi dari gondongan
( parotitis) setelah pubertas (Baradero, 2006)
Menurut Price, 2005 virus adalah penyebab orchitis yang paling
sering. Orchitis parotiditis adalah infeksi virus yang paling sering terlihat,
walaupun imunisasi untuk mencegah parotiditis pada masa anak-anak telah
menurunkan insiden. 20-30% kasus parotiditis pada orang dewasa terjadi
 bersamaan dengan orchitis, terjadi bilateral pada sekitar 15% pria dengan
orkitis parotiditis. Pada laki-laki pubertas atau dewasa, biasanya terdapat
kerusakan tubulus seminiferus dengan resiko infertilitas, dan pada beberapa
kasus, terdapat kerusakan sel-sel leydig yang mengakibatkan
hipogonadisme difesiensi testosterone. Orchitis paroditisis jarang terjadi
 pada laki-laki prapubertas, namun bila ada, dapat diharapkan kesembuhan
yang sempurna tanpa disfungsi testiskular sesudahnya. Virus lain yang
dapat menyababkan orchitis dan memberikan gambaran klinis yang sama
adalah : virus Coxsakie B, Varisela, dan mononukleosis.
Orchitis bakterial piogenik disebabkan oleh bakteri (Escherichia coli,
Klebsiella pneumonia, Pseudmonas aeruginosa) dan infeksi parasitik
(malaria, filariasis, skistosomiasis, amebiasis) atau kadang-kadang infeksi

riketsia yang ditularkan pada epididimitis. Seseorang dengan orchitis


 parotiditis terlihat sakit akut dengan demam tinggi, edema, peradangan
hidrokel akut, dan terdapat nyeri skrotum yang menyebar ke kanalisis
inguinalis. Komplikasinya termasuk infark testis, abses, dan terdapatnya pus
dalam skrotum.
Orchitis granulomaktosa dapat disebabkan oleh sifilis, penyakit
mikrobakterial, aktinomikosis, penyakit jamur, mycobacterium tuberculosis,
dan mycobacterium leprae. Infeksi dapat menyebar melalui funikulus
spermatikus menuju testis. Penyebaran selanjutnya melibatkan epididimis

dan testis, kandung kemih, dan ginjal.


C.   FAKTOR RESIKO 
Menurut Ulfiyah, 2012 faktor resiko pada orchitis ada dua yaitu:
1.   Faktor resiko untuk orchitis yang tidak berhubungan dengan penyakit
menular seksual adalah :
a.   Imunisasi gondongan yang tidak adekuat
 b.  Usia lanjut (lebih dari 45 tahun)
c.  Infeksi saluran berkemih berulang
d.  Kelainan saluran kemih

2.   Faktor resiko untuk orkitis yang berhubungan dengan penyakit


menular seksual adalah:
a.   Berganti-ganti pasangan
 b.  Riwayat penyakit menular seksual pada pasangan
c.  Riwayat gonore atau penyakit menular seksual lainnya
D.   PATOFISIOLOGI 
Kebanyakan penyebab orchitis pada laki-laki yang sudah puber adalah
gondongan (mumps), dimana manifestasinya biasanya muncul mendadak
dalam 3 sampai 4 hari setelah pembengkakan kelenjar parotis. Virus

 parotitis juga dapat mengakibatkan orchitis sekitar 15 %  –   20% pria


menderita orchitis akut bersamaan dengan parotitis. Anak laki-laki pra
 pubertas dengan orchitis parotitika dapat diharapkan untuk sembuh tanpa
disertai disfungsi testis. Pada pria dewasa atau pubertas, biasanya terjadi

kerusakan tubulus seminiferus dan pada beberapa kasus merusak sel-sel


leydig, sehingga terjadi hipogonadisme akibat defisiensi testosteron. Ada
resiko infertilitas yang bermakna pada pria dewasa dengan orchitis
 parotitika. Tuberkukosis genitalia yang menyebar melalui darah biasanya
 berawal unilateral pada kutub bawah epididimis. Dapat terbentuk nodula-
nodula yang kemudian mengalami ulserasi melalui kulit. Infeksi dapat
menyebar melalui fenikulus spermatikus menuju testis. Penyebaran lebih
lanjut terjadi pada epididimis dan testis kontralateral, kandung kemih, dan
ginjal. (Price, 2005)

E.   MANIFESTASI KLINIS 
Menurut Price, 2005 tanda dan gejala orchitis  berkisar dari
ketidaknyamanan ringan pada testikular dan edema hingga nyeri testicular
yang parah dan terbentuknya edema dalam waktu sekitar 4 hingga 6 hari
setelah awitan penyakit dengan demam tinggi, mual, dan muntah.
Gejala yang dirasakan meliputi nyeri pada testis hingga ke pangkal
 paha, pembengkakan dan kemerahan pada testis, menggigil, dan demam
yang dapat bilateral atau unilateral, mual, muntah, nyeri saat buang air kecil
dan nyeri saat hubungan seksual, darah pada semen. Keadaan ini dapat

 berakibat steril atau impotensi. Terapi terhadap inflamasi ini dengan


istirahat di tempat tidur, kompres panas atau hangat, dan antibiotik (bila
 perlu)
   Orchitis ditandai dengan nyeri testis dan pembengkakan.
    Nyeri berkisar dari ketidaknyamanan ringan sampai nyeri yang hebat.
   Kelelahan / mialgia
   Kadang-kadang pasien sebelumnya mengeluh gondongan
   Demam dan menggigil
   Mual


  Sakit kepala
   Pembesaran testis dan skrotum
   Erythematous kulit skrotum dan lebih hangat.
   Pembengkakan KGB inguinal


  Pembesaran epididimis yang terkait dengan epididymo-orchitis

F.   KOMPLIKASI 

Menurut Price, 2005 komplikasi dari orchitis dapat berupa:

1.  Testis yang mengecil ( Atrofi)


2.    Abses (Nanah) pada kantong testis
3.    Infertilitas  (Sulit memiliki keturunan), terutama jika orkhitis terjadi
 pada kedua testis.
Menurut Ulfiyah, 2012 komplikasi dari orchitis adalah:

1.   Sampai dengan 60% dari testis yang terkena menunjukkan beberapa


derajat atrofi testis.
2.   Gangguan kesuburan dilaporkan 7-13%.
3.   Kemandulan jarang dalam kasus-kasus orchitis unilateral.
4.   Hidrokel communican atau pyocele mungkin memerlukan drainase
 bedah untuk mengurangi tekanan dari tunika.
5.   Abscess scrotalis
6.  Infark testis
7.   Rekurensi
 
8. Epididimitis kronis
9.   Impotensi tidak umum setelah epididimitis akut, walaupun kejadian
sebenarnya yang didokumentsikan tidak diketahui. Gangguan dalam
kualitas sperma biasanya hanya sementara.
10.   Yang lebih penting adalah azoospermia yang jauh lebih tidak umum,
yang disebabkan oleh gangguan saluran epididimal yang diamati pada
laki-laki penderita epididimitis yang tidak diobati dan yang diobati
tidak tepat. Kejadian kondisi ini masih belum diketahui.
G.   PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK  

Menurut Ulfiyah, 2012 pemeriksaan diagnostic pada pasien orchitis:

1.  Pemeriksaan urin kultur

2.  Urethral smear (tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoe)


3.  Pemeriksaan darah CBC (complete blood count )
4.   Dopller ultrasound, untuk mengetahui kondisi testis, menentukan
diagnosa dan mendeteksi adanya abses pada skrotum
5.   Testicular scan
6.  Analisa air kemih
7.  Pemeriksaan kimia darah
H.   PEMERIKSAAN PENUNJANG 
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita orkhitis
antara lain:
1.   Pemeriksaan urin
2.   Pemeriksaan discharge  uretra untuk mengetahui mikroorganisme
 penyebab
3.   Sistoskopi, pielografi intravena, dan sistografi dapat dilakukan jika
dicurigai adanya patologi pada kandung kemih.
I.  PENATALAKSANAAN MEDIS 

Pengobatan suportif: Bed rest, analgetik, elevasi skrotum. Yang

 paling penting adalah membedakan orchitis dengan torsio testis karena


gejala klinisnya hampir mirip. Tidak ada obat yang diindikasikan untuk
 pengobatan orchitis karena virus.
Pada pasien dengan kecurigaan bakteri, dimana penderita aktif secara
seksual, dapat diberikan antibiotik untuk menular seksual (terutama gonore
dan klamidia) dengan ceftriaxone, doksisiklin, atau azitromisin. Antibiotik
golongan Fluoroquinolon tidak lagi direkomendasikan oleh Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk pengobatan gonorrhea
karena sudah resisten.
Contoh antibiotik:

1.  Ceftriaxone
Sefalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas, aktivitas gram-

negatif; efikasi lebih rendah terhadap organisme gram-positif.


Menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat satu atau
lebih  penicillin-binding proteins. Dewasa: IM 125-250 mg sekali,
anak: 25-50 mg / kg / hari IV; tidak melebihi 125 mg / d
2.  Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri dengan cara
mengikat 30S dan kemungkinan 50S subunit ribosom bakteri.
Digunakan dalam kombinasi dengan ceftriaxone untuk pengobatan
gonore. Dewasa cap 100 mg selama 7 hari, Anak: 2-5 mg / kg / hari

PO dalam 1-2 dosis terbagi, tidak melebihi 200 mg / hari


3.  Azitromisin
Mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh strain
rentan mikroorganisme. Diindikasikan untuk klamidia dan infeksi
gonorrheal pada saluran kelamin. Dewasa 1 g sekali untuk infeksi
klamidia, 2 g sekali untuk infeksi klamidia dan gonokokus. Anak: 10
mg / kg PO sekali, tidak melebihi 250 mg / hari
4.  Trimetoprim-sulfametoksazol
Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis asam

dihydrofolic. Umumnya digunakan pada pasien > 35 tahun dengan


orchitis. Dewasa 960 mg q12h untuk 14 hari. Anak 15-20 mg / kg /
hari, berdasarkan TMP, PO tid / qid selama 14 hari

5.  Ciprofloxacin
Fluorokuinolon dengan aktivitas terhadap pseudomonas, streptococci,
MRSA, S epidermidis, dan gram negatif sebagian besar organisme,
namun tidak ada aktivitas terhadap anaerob. Menghambat sintesis
DNA bakteri dan akibatnya pertumbuhan bakteri terhambat. Dewasa
tab 500 mg PO selama 14 hari. Anak tidak dianjurkan
J.  PROGNOSIS 
   Sebagian besar kasus orchitis karena mumps menghilang
secara spontan dalam 3-10 hari.


  Dengan pemberian antibiotik yang sesuai, sebagian besar
kasus orchitis bakteri dapat sembuh tanpa komplikasi.
KONSEP DASAR

KEPERAWATAN A.  PENGKAJIAN 


1.   Identitas 

 Nama, umur, alamat, jenis kelamin, agama, suku, bangsa,


 pekerjaan, no. MRS, diagnose medis.
2.   Riwayat Kesehatan 
a.   Keluhan Utama: Biasanya pasien orchitis mengeluh  testis
mengalami pembengkakan disertai nyeri dan warna kemerahan
 pada daerah testis yang terkena, selain itu testis terasa berat dan
 penuh.
b.   Riwayat penyakit sekarang: Biasanya pasien mengalami
demam, rasa lemah, nyeri otot, tubuh terasa tidak nyaman,
mual,

dan sakit kepala


c.   Riwayat penyakit dahulu: Perlu dikaji imunisasi gondongan
yang tidak adekuat, infeksi saluran berkemih berulang,
kelainan saluran kemih, riwayat penyakit menular seksual pada
 pasangan, riwayat gonore atau penyakit menular seksual
lainnya. Biasanya pasien mempunyai riwayat gondongan.
d.   Riwayat penyakit keluarga: perlu dikaji apakah keluarga juga
 pernah mengalami penyakit yang sama dengan pasien.
e.   Riwayat lingkungan: Biasannya klien tinggal di lingkungan

yang kurang bersih atau kumuh yang dapat menyebabkan


infeksi.
3.   Pemeriksaan fisik  
a.   Keadaan umum: biasanya composmentis
b.   TTV: 
TD: biasanya meningkat (N:120/80 mmHg)
 Nadi: biasanya meningkat (N: 100x/menit)
RR:biasanya normal (N: 16-20x/menit)
S: biasanya meningkat (N: 36,5-37.5oC)
4.   Review of
system a. 
B1 (Breath) 
Biasanya pasien dengan orchitis tidak di temukan masalah pada

sistem pernafaan. Kecuali jika ada penyakit yang menyertai atau


kemungkinan komplikasi.
b.   B2 (Blood)
Biasanya pasien dengan orchitis didapatkan peningkatan
tekanan darah dan nadi.
c.   B3 (Brain) 
Biasanya pasien dengan orchitis GCS composmentis dan
terdapat sakit kepala.
d.   B4 (Bladder) 

Biasanya pada   pemeriksaan nampak testis yang membesar,


konsistensinya kenyal, namun dapat juga mengeras, tampak
merah, epididimis membesar, dan kulit skrotum meregang, nyeri
 pada testis hingga ke pangkal paha, mual, muntah, nyeri saat
 buang air kecil dan nyeri saat hubungan seksual, darah pada
semen
e.   B5 (Bowel) 
Biasanya pasien dengan orchitis mengalami mual dan muntah.
f.   B6 (Bone) 

Biasanya pasien dengan orchitis mengalami rasa lemah, nyeri


otot, tubuh terasa tidak nyaman.
5.   Pola fungsi kesehatan
a.   Pola nutrisi dan metabolism 
Biasanya klien mengalami penurunan nafsu makan karena mual,
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali.
 b.  Pola eliminasi 
Eliminasi alvi klien tidak mengalami konstipasi atau
diare.Sedangkan eliminasi urine mengalami gangguan yaitu
nyeri waktu berkemih.

c.   Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan 


Biasanya pasien mengatakan kesehatan merupakan hal yang
 penting, jika ada keluarga yang sakit maka akan segera dibawa
ke pelayanan kesehatan terdekat.
d.   Pola aktifitas dan latihan 
Biasanya aktivitas klien akan terganggu karena adanya rasa
nyeri yang diderita.
e.   Pola tidur dan istirahat 
Biasanya pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan dengan

nyeri.
f.   Pola persepsi dan konsep diri 
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan
ketakutan merupakan dampak psikologi klien. Pada konsep diri
 pasien mengalami harga diri rendah karena komplikasi yang
diderita seperti infertil.
g.   Pola persepsi sensori dan kognitif  
Biasanya pasien tidak mengalami gangguan dalam

persepsi. h.  Pola reproduksi seksual 

Biasanya pasien mengalami gangguan pada reproduksi


seksual. i.  Pola hubungan dan peran 
Biasanya hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan
dengan klien dirawat di rumah sakit dan klien harus bedrest
total.
 j.  Pola penanggulangan stress 
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena
keadaan sakitnya.
k.  Pola tata nilai dan kepercayaan 
Biasanya dalam hal beribadah biasanya terganggu karena
 bedrest total tapi pasien yakin akan cepat sembuh dan

menganggap ini merupakan cobaan dari Allah SWT.


B.  DIAGNOSA KEPERAWATAN 
1.   Hipertermi b.d proses inflamasi
2.    Nyeri b.d infeksi pada saluran kemih
3.   Perubahan pola eliminasi urin b.d gangguan pada sistem urinaria
4.   Gangguan pemenuhan kebutuhan seksual b.d nyeri pada saat
hubungan seksual
5.   Gangguan harga diri rendah b.d infertilitas
C.  INTERVENSI KEPERAWATAN 

Diagnosa 1 
Hipertermi b.d proses inflamasi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan suhu tubuh klien kembali normal
Kriteria Hasil:
1.   Suhu tubuh klien dalam rentang normal (36,5 C-37,5 C),
2.  Klien tidak tampak menggigil,
3.  Klien melaporkan panas badannya turun,
4.  Tidak tampak pembengkakan pada skrotum
5.   Tidak terdapat kemerahan di kulit sekitar skrotum klien
6.   Nadi klien dalam batas normal (60-100 x/menit)
Intervensi Rasional
1.   Monitor suhu tubuh, tekanan
1.   Suhu diatas 37,5C
darah, nadi, dan respirasi
menunjukkan proses
secara berkala (minimal tiap
 penyakit infeksius akut.
2 jam)
Menggigil sering mendahului
 puncak suhu.
2.   Pantau suhu lingkungan,
2.   Suhu ruangan/jumlah selimut
 batasi penggunaan selimut.
harus diubah untuk
mempertahankan suhu
mendekati normal.
3.   Berikan kompres hangat 3.   Membuat vasodilatasi
 pembuluh darah sehingga
dapat membantu mengurangi
demam
4.   Anjurkan klien untuk 4.   Untuk mencegah dehidrasi
mempertahankan asupan akibat penguapan cairan
cairan adekuat karena suhu tubuh yang
tinggi
5.   Berikan antipiretik dan 5.   Digunakan untuk
antibiotic sesuai indikasi mengurangi demam dengan
aksi sentralnya pada
hipotalamus

Diagnosa 2 
 Nyeri b.d infeksi pada saluran kemih
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan nyeri klien berkurang
Kriteria Hasil:
1.   Klien tampak rileks
2.   Klien dapat beristirahat
3.  Skala nyeri 0-3
4.   TTV dalam rentang normal
5.   Pasien mengetahui penyebab nyeri

Intervensi Rasional
1.   Catat lokasi, lamanya 1.   Membantu mengevaluasi
intensitas (skala 0-10) dan tempat dan kemajuan gerakan
 penyebaran. Perhatikan kalkulus. Nyeri panggul sering
tanda non verbal, contoh menyebar ke punggung , lipat
 peninggian TD dan nadi,  paha, genitelia, sehubungan
gelisah, merintih, dengan proksimitas saraf
menggelepar.  pleksus dan pembuluh darah
yang mencetuskan ketakutan,
gelisah, ansietas berat.

2.   Observasi TTV 2.   Mengetahui perkembangan


lebih lanjut

3.   Jelaskan penyebab nyeri dan 3.   Memberikan kesempatan untuk


 pentingnya melaporkan ke
 perawat terhadap perubahan  pemberian analgesic sesuai
kejadian/ karakteristik nyeri. waktu (membantu dalam
 peningkatan kemampuan
koping pasien dan dapat
menurunkan ansietas) dan
mewaspadakan perawat akan
kemungkinan terjadi
komplikasi.
4.   Berikan tindakan nyaman
4.   Meningkatkan relaksasi,
menurunkan tegangan otot, dan
meningkatkan koping.
5.   Bantu atau dorong
5.   Mengarahkan kembali
 penggunaan distraksi dan
 perhatian dan membantu dalam
aktivitas terapeutik.
relaksasi otot.

6.   Kolaborasi dalam pemberian


6.   Untuk mengurangi nyeri dan
analgesik
rasa tidak nyaman.

Diagnosa 3 
Perubahan pola eliminasi urin b.d gangguan pada sistem urinaria
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan maslah teratasi
Kriteria Hasil:
a.  Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasa
 b.  Klien akan menunjukan perilaku yang meningkatkan kontrol kandung
kemih.
c.  Tidak terdapat bekuan darah sehingga urine lancar lewat kateter.

Intervensi Rasional
1.   Kaji kebiasaan pola
1.  Merupakan nilai dasar untuk
eliminasi urine klien
 perbandingan dan menetapkan
tujuan lebih lanjut
2.   Kaji terhadap tanda dan
2.  Berkemih 20-30cc dengan
gejala retensi urine: jumlah
teratur dan haluaran kurang dari
dan frekuensi urine, distensi
masukan adalah tanda retensi
supra pubis, keluhan tentang
urine
dorongan untuk berkemih
dan ketidak nyamanan
3.   Lakukan kateterisasi pada 3.  Menetapkan jumlah urine yang
 pasien untuk menunjukan tersisa
 jumlah urine residu
4.   Awasi pemasukan, 4.  Memberikan informasi tentang
 pengeluaran dan fungsi ginjal dan adanya
karakteristik urine. komplikasi, contoh infeksi dan
 perdarahan. Perdarahan dapat
mengindikasikan peningkatan
obstruksi / iritasi ureter

5.   Kolaborasi ambil urine 5.  Menentukan adanya ISK, dari


untuk kultur urine dan gejala komplikasi.
sensitivitas.
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary Dkk. 2006. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan System
 Reproduksi & Seksualitas. Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E. 2012.  Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
 Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Hartanto, Huriawati. 2008. Kamus Saku Mosby: Kedokteran, Keperawatan & Kesehatan.
Edisi 4. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6 Vol
2. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2. Jakarta: EGC
Snell, R. A. 2000. Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN

ORCHITIS

OLEH:

NAMA : ANDI REZKI IDIR

RAHMA NIM : PO.71.4.201.15.1.053

CI LAHAN CI INSTITUSI

( )  ( ) 

POLTEKKES KEMENKES

MAKASSAR PRODI D.IV

KEPERAWATAN

2017

Anda mungkin juga menyukai