Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker serviks merupakan jenis kanker urutan ke-8 yang paling sering
ditemukan pada wanita di Australia, dengan satu dari 101 wanita mengalami
kanker serviks disepanjang usia mereka (Glass, Cluxton & Rancour, 2001
Dalam Hartono, 2006).
Lemaire (2004) Dalam Nurlelawati, Devi & Sumiati (2018)
mengatakan diseluruh dunia, kanker serviks merupakan malignasi urutan
kedua yang paling sering terjadi setelah kanker payudara. Jumlah kematian
yang disebabkan oleh kanker serviks telah menurun dalam tempo 40 tahun
terakhir dan penurunan tersebut terjadi karena penegakan diagnosis yang lebih
baik serta lebih dini melalui pemeriksaan pap smear yang dilakukan secara
luas.
Peningkatan resiko kanker serviks terlihat pada wanita berstatus
sosioekonomi rendah, wanita tersebut melakukan aktivitas seksual dini
(sebelum usia 17 tahun), berganti pasangan, mengalami infeksi human
papilloma virus, dan mempunyai kebiasan merokok (risiko semakin
meningkat dengan semakin lamanya durasi merokok, jumlah rokok yang
diisap, dan penggunaan rokok sigaret yang tidak berfilter). Kanker serviks
juga lebih sering terjadi pada wanita multipara dan mempunyai pasangan yang
tidak dikhitan (Nathan, 2003 Dalam Hartono, 2006).
Nurlelawati, Devi & Sumiati (2018) mengatakan bahwa leher rahim
atau serviks terletak di bagian atas vagina dan merupakan bagian bawah dari
rahim. Infeksi oleh virus papiloma manusia (hpv) (keluarga virus yang
menginfeksi kulit dan selaput mukosa yang melapisi tubuh) bisa menyebabkan
perubahan tidak normal pada sel-sel serviks, suatu kondisi yang disebut
dengan neoplasia intraepithelial serviks (cin). Cin bukanlah kanker, namun
ada peluang di mana cin bisa berkembang menjadi kanker.
Kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak diderita perempuan
di indonesia. Menurut data WHO (2010) Setiap dua menit wanita meninggal
dunia karena kanker serviks di negara berkembang. Di indonesia, kasus baru
kanker serviks ditemukan 40-45 kasus per hari. Diperkirakan setiap satu jam,
seorang perempuan meningal karena kanker serviks. Artinya dalam waktu
sehari semalam atau 24 jam, terjadi kematian sebanyak 24 orag perempuan.
Perempuan indonesia sangat tinggi resikonya terkena kanker serviks. Hal ini
disebabkan banyak wanita indonesia yang miskin dan tidak mampu
memenuhu kebutuhan gizi sehat sehingga sistem kekebalan tubuhnya
melemah tidak ada pemeriksaan biaya diri untuk melakukan tes pap ke dokter,
banyak juga yang terjangkiti dari pihak suaminya yang sering berganti
pasangan, tingkat pengetahuan yang rendah sehingga mereka kurang
kesadaran menjaga kebersihan badan dan juga vagina yang menyebabkan
timbul dan berkembang biaknya virus. yayasan kanker indonesia
memaparkan, angka kematian kanker serviks terbanyak diantara jenis kanker
lain dikalangan perempuan diperkirakan 52 juta perempuan indonesia beresiko
terkena kanker serviks, sementara 36% perempuan dari seluruh penderita
kanker adalah pasien kanker serviks. Ada 15 ribu kasus pertahun dengan
kematian 8000 oranng/tahun (Nurwijaya, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah konsep kanker serviks dan patofisiologi kangker
serviks serta asuhan keperawatan pada kangker serviks?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan tentang konsep kanker serviks dan
patofisiologi disertai asuhan keperawatan pada kangker serviks
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui Pengertian Kanker Serviks?
2. Mengetahui Penyebab, Gejala Dan Pencegahan Kanker Serviks?
3. Mengetahui Faktor-Faktor Kanker Serviks?
4. Mengetahui Derajat Dan Stadium Kanker Serviks?
5. Mengetahui Komplikasi,Diagnosis Dan Tindakan Kanker Serviks?
6. Mengetahui Penanganan Pada Kanker Serviks?
7. Mengetahui Patofisiologi Kanker Serviks?
8. Mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Kanker Serviks?

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Untuk Istitusi Pendidikan
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang konsep dan asuhan
keperawatan kanker servik dapat dijadikan bahan bacaan terutama bagi
mahasiswa dan mahasiswi keperawatan.
1.4.2 Manfaat Untuk Mahasiswa
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang konsep dan asuhan
keperawatan kanker serviks terhadap ilmu keperawatan..
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) kanker serviks merupakan
penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari
adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan
normal di sekitarnya.
Seperti halnya menurut Nurlelawati, Devi & Sumiati (2018) kanker
serviks ataupun lebih dikenali sebagai kanker leher rahim adalah tumor ganas
yang tumbuh di dalam leher rahim /serviks yang merupakan bagian terendah
dari rahim yang menempel pada puncak vagina.
Sedangkan menurut Kemenkes RI (2015) menyatakan bahwa kanker
serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks dimana tumbuhnya
sel-sel abnormal pada jaringan leher rahim. Serviks merupakan sepertiga
bagian bawah uterus, berbentuk silinder, menonjol dan berhubungan dengan
vagina melalui ostium uteri eksternum.

2.2 Etiologi Kanker Serviks


Penyebab terjadinya kelainan pada sel-sel serviks tidak diketahui
secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap
terjadinyan kanker serviks:
1. Hpv (human papillomavirus)
Hpv merupaka virus penyebab kutil genitalid (kondiloma akuminata) yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya
(Nurarif & Kusuma, 2015).
2. Riwayat penyakit keluarga
Jika salah satu keluarga seperti nenek, ibu atau saudara kandung
mempunyai riwayat penyakit kanker serviks maka wanita tersebut
memiliki resiko lebih besar dari pada yang tidak memiiki riwayat keluarga
demikian (Savitri, 2015).
3. Melahirkan pada usia sangat muda dibawah umur 18 tahun sangat rentan
karena rahim belum cukup siap (Mitayani, 2013).
4. Merokok
Tembakau mengandung sebagai bahan utama pembuatan rokok uang
mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai rokok
atau dikunyah.Tembakau merusak sistem kekebalan dan mempengaruhi
kemampuan tubuh untuk melawan infeksi hpv pada serviks. Pada wanita
perokok, konsentrasi nikotin dalam getah serviks 56 kali lebih tinggi
dibandingkan didalam serum yang dapat menurunkan status imun lokal
sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus. Wanita dengan status
perokok pasif memiliki 3 kali resiko lebih besar terkena kanker serviks
dibandingkan yang tidak pernah bersentuhan dengan rokok hanya karena
menghirup asap rokok bersama perokok aktif(Savitri, 2015).
5. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini dibawah umur
dibawah 20 tahun karena pada usia dibawah 20 tahun organ reproduksi
wanita belum memiliki tingkat kematangan yang sesuai. Wanita pada usia
20-35 adalah usia paling optimal dalam proses reproduksi (Savitri, 2015).
6. Berganti ganti pasangan seksual
Wanita yang memiliki enam partner seksual atau lebih memiliki resiko 10
kali lipat resiko terkena kanker serviks atau berhubungan seksual tanpa
pengaman pada banyak partner (Savitri, 2015).
7. Kelebihan berat badan yang dilihat dari hitungan IMT
8. Pemakaian pil kb
Wanita yang menggunakan kontrasepsi oral dalam jangka waktu yang
lama (>5 tahun)(savitri, 2015).
9. Sering mengalami infeksi di daerah kelamin bahkan timbul benjolan yang
nyeri disertai nanah namun hilang beberapa hari semacam jerawat (Nurarif
& Kusuma, 2015).
10. Paritas yang tinggi
Paritas atau kelahiran yang paling optimal adalah kelahiran sampai tiga
kali. Semakin sering seorang wanita melahirkan maka akan tinggi berisiko
terkena kanker karena proses melahirkan, janin keluar dari servik akan
menimbulkan trauma. Maka semakin sering kelahiran terjadi maka
semakin trauma leher rahim (Savitri, 2015).
11. Usia
Sebagian besar wanita yang menderita kanker servik berusia 40 tahun
keatas. Sangat jarang ditemukan seseorang umur 35 tahun kebawah
menderita kanker tersebut karena virus HPV perlu waktu 10-20 tahun
yntuk berubah mnjadi kanker serviks. Karena semakin tua umur seseorang
maka akan semakin rendah daya tahan tubuhnya (Savitri, 2015).
12. Defesiensi nutrisi
Defesiensi nutrisi pada wanita dapat beresiko terkena kanker. Beberapa
penelitian menyatakan bahwa defesiensi asam folat, makanan rendah beta
karotin dan retanol (vitamin a) (Savitri, 2015).
13. Perawatan organ reproduksi yang salah
Beberapa kesalahan dalam membersihkan dan perawatan reproduksi antara
lain, sebagai berikut.
1. kesalahan membersihkan vagina yaitu dari belakang kedepan.
2. Menggunakan toilet umum yang kotor apalagi toilet duduk.
3. Menggunakan pembalut berbahan dioksit
4. Menyepelekan keputihan

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kanker Serviks


Menurut Nurlelawati, Rafika & Sumiati (2016), ada beberapa faktor-
faktor yang mempengaruhi kanker serviks yaitu :
1. Faktor sosio demografi yang meliputi usia, status sosial ekonomi
2. Faktor aktivitas seksual yang meliputi usia pertama kali melakukan
hubungan seksual, pasangan seksual yang berganti-ganti pasangan seksual
yang tidak disirkumsisi, paritas, kurang menjaga kebersihan genital,
merokok, riwayat penyakit kelamin, riwayat keluarga.
3. Faktor terinfeksi Hpv: riwayat kehamilan, perilaku seksual, penggunaan
kontrasepsi, merokok, nutrisi, dan genetic.

2.4 Derajat Kanker Serviks


Menurut Nurlelawati, Rafika & Sumiati, (2016) Ada beberapa derajat
kanker menurut perubahan ketebalan epitel serviks yaitu:
a. Derajat I : mengenai sepertiga lapisan epitel
b. Derajat II : sepertiga hingga dua pertiga
c. Derajat III : dua pertiga hingga seluruh lapisan epitel serviks berubah

2.5 Stadium Kanker Serviks


Menurut Savitri (2015) menyatakan bahwa kanker serviks terdiri dari
5 stadium, diantaranya :
a. Stadium 0 : kanker stadium 0 atau biasa disebut karsinoma in situ. Pada
tahap ini, sel kanker hanya ditemukan pada lapisan servix.
b. Stadium I : sel kanker telah menerobos jaringan subkutan (yang terletak di
bawah permukaan kulit), tetapi tetap berada di uteri serviks.
c. Stadium II : sel kanker telah menyebar ke jaringan di sekitar leher rahim
atau bagian atas vagina, namun sel kanker belum menyebar ke dinding
perpic (sepertiga bagian bawah vagina).
d. Stadium III : sel kanker telah menyebar ke sisi rongga panggul atau 1/3
dari bagian bawah vagina. Jika kanker yang ada berukuran besar besar,
mungkin memblok saluran urin dari ginjal sehingga menyebabkan ginjal
tidak berfungsi dengan baik.
e. Stadium IV : sel kanker telah menyebar ke organ utama lainnya, misalnya
kandung kemih, rektum, paru-paru, tulang, dan hati.

2.6 Pencegahan
Menurut Nurlelawati, Rafika & Sumiati (2016), ada beberapa
pencegahan kanker serviks yaitu :
1. Berhenti merokok.
2. Menjaga kebersihan diri dengan saksama. Mempraktikkan hubungan
seksual yang aman. Menggunakan kondom secara konsisten bisa
membantu mengurangi kemungkinan infeksi hpv atau penyakit hubungan
seksual menular lainnya.
3. Pemeriksaan kanker serviks secara berkala (dikenal juga sebagai "tes
pap") bisa mengurangi kemungkinan kanker serviks hingga 90%.
Pemeriksaan kesehatan harus dilakukan satu kali setiap tahun dan setelah
mendapat dua hasil pemeriksaan yang normal secara berturut-turut,
pemeriksaan bisa dilakukan satu kali setiap tiga tahun setelahnya.
4. Vaksinasi kanker serviks

2.7 Gejala Kanker Serviks


Menurut Hextan, (2017) Kanker serviks stadium awal mungkin
tidak akan menunjukkan gejala kesehatan apa pun. Segera lakukan
konsultasi dengan dokter anda dan ikuti pemeriksaan kesehatan jika
merasakan hal-hal sebagai berikut ini :
1. Perdarahan vagina yang tidak normal
2. Perdarahan tanpa adanya datang bulan atau setelah melakukan hubungan
seksual
3. Perdarahan vagina setelah menopause
4. Sekresi cairan vagina yang berwarna kemerahan
5. Sekresi cairan vagina yang berbau tidak sedap
6. Sakit punggung, kaki bengkak, atau kesulitan buang air besar bisa terjadi
pada kanker serviks stadium lanjut.

2.8 Diagnosis Kanker Serviks


Jika diduga terdapat kanker serviks setelah proses anamnesis, dokter
akan menetapkan pemeriksaan kesehatan berikut ini:
1. Pemeriksaan kanker serviks atau “tes pap smear”: tes kesehatan yang
hanya membutuhkan waktu beberapa menit. Prosedur tindak lanjut
mungkin diperlukan jika terdeteksi adanya perubahan yang tidak normal
atau sel-sel kanker di mulut rahim.
2. Kolposkopi: pemeriksaan dan evaluasi tumor di serviks
3. Biopsi serviks: jika tumor ditemukan pada serviks selama pemeriksaan
dilakukan, sampel jaringan akan diambil dan dikirimkan untuk keperluan
uji patologi.
4. Tes darah, sinar x, dan berbagai macam pemindaian: untuk menentukan
daerah yang terkena kanker dan untuk membuat panduan tindakan
pengobatan yang perlu dilakukan (Hextan,2017).

2.9 Komplikasi Kanker Serviks


Menurut Hextan (2017) komplikasi yang mungkin terjadi selama
tindakan operasi bedah kanker serviks:
5. Kerusakan pembuluh darah utama akibat tindakan operasi yang
menyebabkan perdarahan pasif. Kondisi ini bisa mengancam
keselamatan jiwa pasien.
6. Kerusakan pada kandung kemih, rektum, ureter (saluran dari ginjal ke
kandung kemih), dan saraf. Pasien mungkin harus menjalani tindakan
operasi lagi bila diperlukan.
Potensi efek samping yang merugikan pasca operasi:
1. Sulit untuk buang air kecil
2. Edema (retensi cairan yang menyebabkan pembengkakan pada daerah
yang terkena dampaknya) pada tungkai bagian bawah, mati rasa ringan di
bagian paha
3. Getah bening terakumulasi di dalam rongga panggul sehingga
menyebabkan limfosel (massa kistik berukuran besar yang berisi cairan
limfatik) dan infeksi
4. Perdarahan atau hematosel (pengumpulan darah) di vagina, infeksi luka
• tidak bisa hamil

2.10Penanganan
Tindakan bergantung pada usia, paritas, tua kehamilan dan stadium
kanker
1. Wanita relatif muda dan hamil tua dengan kanker stadium dini, dapat
melahirkan janin secara spontan.
2. Dalam trimester I dijumpai kanker serviks, dilakukan abortus buatan,
kemudian diberikan pengobatan radiasi.
Dalam trimester II kehamilan: segera lakukan histerektomi untuk
mengeluarkan hasil konsepsi, kemudian diberikan dosis penyinaran.

2.11Tindakan Kanker Serviks


Menurut Mitayani (2013) ada beberapa tindakan atau
penatalaksanaan yang dilakukan untuk kanker serviks, yaitu :
1. Tindakan bedah
Selain tumor di serviks, rahim, bagian dari vagina, jaringan di sekitar
rahim, dan jaringan limfatik akan diangkat. Usia pasien akan
dipertimbangkan untuk menentukan apakah pengangkatan indung telur
diperlukan atau tidak.
2. Tindakan radioterapi
Ada dua jenis radioterapi, radioterapi eksternal dan radioterapi internal.
Biasanya kedua metode ini digunakan secara bersamaan untuk
mendapatkan hasil pengobatan terbaik.
a. Radioterapi eksternal - menggunakan akselerator linier untuk
mengirimkan sinar radiasi berenergi tinggi ke tempat tumor dan rongga
panggul untuk membasmi tumor.
b. Radioterapi internal - prosedur ini dilakukan di ruang operasi saat
pasien berada di bawah pengaruh anestesi umum. Dokter akan
memasukkan alat kecil ke dalam vagina pasien dan leher rahim untuk
memancarkan radiasi yang diperlukan untuk pengobatan. Pasien
biasanya perlu menjalani 3 hingga 4 sesi pengobatan dengan durasi 10
hingga beberapa menit di setiap sesinya.
Potensi efek samping dari radioterapi:
a. Diare dan dan rasa lelah
b. Pendarahan kandung kemih atau rektum
c. Penyempitan vagina
7. Tindakan kemoterapi
Kemoterapi membantu mengecilkan ukuran tumor dan
melengkapi tindakan radioterapi untuk meningkatkan efek
pengobatannya. Kemoterapi intravena biasanya digunakan dengan
menyuntikkan obat melalui pembuluh darah. Jumlah hitungan darah
pasien akan menurun jika kemoterapi dilakukan secara bersamaan
dengan radioterapi, yang bisa menyebabkan rasa lelah dan rentan
terhadap infeksi. Pasien mungkin perlu mengonsumsi obat antibiotik
dan pasien yang menderita anemia mungkin perlu melakukan transfusi
darah. Pengobatan dengan tindakan bedah dan radioterapi memiliki
efek penyembuhan yang sama pada kanker serviks stadium i dan ii.
Namun bagi pasien yang berusia lebih muda dan dalam kondisi
kesehatan yang lebih baik, tindakan bedah lebih dipilih untuk
menyelamatkan ovarium demi keperluan hormon reproduksi.
Tindakan ini juga bisa menurunkan aktivitas kehidupan seksual yang
terkait dengan penyempitan dan pengerasan vagina sebagai akibat dari
radioterapi. Efek jangka panjang dari tindakan operasi biasanya lebih
sedikit daripada radioterapi.
Untuk kanker serviks stadium lanjut, radioterapi dan kemoterapi
adjuvan menjadi tindakan pengobatan utama.

2.12Patofisiologi Kanker Serviks


Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat,
diawali adanya perubahan displasia yang perlahan lahan menjadi
progresif. Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi
epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi,
infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam
jangka waktu 7-10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk
preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan
adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan
luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis
serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada servik, parametria
dan akhirnya dapat menginvasib ke rektum dan atau vesika urinaria.
Virus dna ini menyetang epitel permukaan serviks pada sel basal zona
transpormasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibakan perubahan
gen pada molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap dan
kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga terjadi
keganasan (Suryohudoyo, 2014).
Serviks mempunyai dua jenis sel epitel yang melapisi
nektoserviks dan endoserviks, yaitu sel epitel kolumner dan sel epitel
squamosa yang disatukan oleh sambungan squamosakolumnr (SSK).
Proses metaplasia adalah proses pergantian epitel kolumner dan epitel
squamosa. Epitel kolumner akan digantikan oleh squamosa baru
sehingga sskakan berubah menjadi squamosa berlapis.
Pada awalnya metaplasia berlangsung fisioogis namun dengan
adanya mutagen dari agen yang ditularkan melalui hubungan seksual
eperti sperma, viirus herpes simplek tope ii, maka yang semula
fisiolagis berubah menjadi displasia. Displasia merupakan karakteritik
konsistitusional sel seperti potensial untuk menjadi ganas. Hampir
semua ca serviks didahului dengan derajat pertumbuhan prakanker
yaitu displasia dan karsinoma insitu. Proses perubahan yang terjadi
dimulai dari daerah squamosa columner junction (sjc) atau ssk dari
selaput lendir partio. Pada awal perkembangannya, ca serviks tidak
memberikan tanda-tanda dan keluha. Pada pemeriksaan speculum,
tampak sebagai partio yang erosive (metaplasia squamosa) yang
fisiologik atau patologik.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA WANITA DENGAN KANKER
SERVIKS

A. Pengkajian
1. Identitas pasien (nama, jenis kelamin, alamat)
2. Riwayat kesehatan
 Keluhan utama
Pasien biasanya datang dengan keluhan intra servikal dan disertai
keputihan seperti air.
 Riwayat kesehatan sekarang
Pada stadium awal klien tidak merasakan kelihan yang mengganggu,
baru pada stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti: perdarahan, keputihan
dan nyeri intra serviks.
 Riwayat kesehatan dahulu
Data yang perlu dikaji adalah riwayat abortus, infeksi pasca abortus,
infeksi masa nifas, riwayat operasi kandungan, serta adanya tumor.
 Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada yang menderita penyakit yang sama dengan klien.
3. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
 Rambut : bersih, tidak ada ketombe, dan tidak ada rontok.
 Wajah : tidak ada odema.
 Mata : konjungtivs tidak anemis.
 Hidung : simetris, tidak ada sputum.
 Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen.
 Mulut : bibir tidak kering, tidak sianosis, mukosa bibir
lembab, tidak terdapat lesi
 Leher : tidak ada pembesaran kelenjer tiroid dan tidak ada
pembesaran kelenjer getah bening
b. Dada
 Inspeksi : simetris
 Perkusi : sonor seluruh lapang paru
 Palpasi : vokal fremitus simetris kanan dan kiri
 Auskultasi: vesikuler
c. Jantung
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis terasa
 Perkusi : pekak
 Auskultasi : tidak ada bising
d. Abdomen
 Inspeksi : simetris, tidak acites
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan
 Perkusi : tympani
 Auskultasi : bising usus normal
e. Genetalia
Ada lesi, adanya pengeluaran pervagina, berbau
f. Ekstermitas
Tidak oedem

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan diagnosa kanker, takut akan rasa nyeri,
kehilangan feminitas, dan perubahan bentuk tubuh.
2. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan seksualitas, fertilitas,
serta hubungan dengan pasangan dan keluarga.
3. Perubahan eliminasi urinalis berhubungan dengan trauma mekanis,
manipulasi darah, adanya edem jaringan lokal, hematoma, dan gangguan
sensorik motorik.
4. Nyeri berhubungan dengan pembedahan dan terapi tambahan lainnya.
5. Kurangnya pengetahuan tentang aspek perioperatif histerektomi dan
perawatan diri.

C. Interverensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diterapkan pada klien dengan kanker
serviks adalah sebagai berikut.
1. Diagnosa 1
Ansietas berhubungan dengan diagnosa kanker, takut akan rasa nyeri,
kehilangan feminitas, dan perubahan bentuk tubuh.
Dibuktikan dengan:
a. Meningkatnya ketegangan, gemetar, ketakutan, dan gelisah.
b. Mengekspresikan masalah mengenai perubahan dalam kejadian hidup.
Tujuan : menghilangkan rasa cemas.
Kreteria : menunjukkan rentang yang tepat dari perasaan dam berkurangnya
rasa takut.
Intervensi:
a. Tinjau ulang pengalaman klien atau orang terdekat sebelumnya dengan
kanker. Tentukan apakah dokter telah menjelaskan kepada ibu dan
apakah kesimpulan ibu telah tercapai.
Rasional:
Membantu dalam indentifikasi rasa takut dan kesalahan konsep
berdasarkan pada pengalaman pada kanker.
b. Berikan dukungan emosional untuk klien atau orang terdekat selama tes
diagnosa dan fase pengobatan.
Rasional:
Meskipun mampu beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan efek.
Kanker atau efek samping terapi, tetapi banyak klien memerlukan
dukungan tambahan selama priode ini.

Kolaborasi

a. Rujuk klien/orang terdekat pada program kelompok pendukung (bila


ada).
Rasional:
Kelompok pendukung biasanya sangat menguntungkan, baik untuk
klien maupun orang terdekat, memberikan kontak kepala klien
terhadap kanker pada berbagai tingkat pengobatan dan pemulihan.
b. Rujuk pada konsling profesional bila diindikasikan.
Rasional:
Munkin perlu untuk memulai dan mempertahankan struktur
psikososial positif bila sistem pendukung orang terdekat klien
terganggu.
2. Diagnosa 2
Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan seksualitas, fertilitas,
serta hubungan dengan pasangan dan keluarga.
Dibuktikan dengan:
a. Menggunakan perubahan dalam gaya hidup tentang tubuh , perasaan
tidak berdaya, putus asa, dan ketidak mampuan.
b. Tidak mengambil tanggung jawab untuk perawatan diri, kurang
mengikuti perubahan pada persepsi diri atau orang lain tentang peran.

Tujuan : Meningkatkan harga diri klien.

Kriteria hasil : klien mengungkapkan pemahaman tentang perubahan tubuh,


penerimaan diri dalam situasi yang sedang dialami.

Intervensi:

a. Motivasi diskusi tentang efek kanker atau pengobatan pada peran klien
sebagai ibu rumah tangga, orang tua dan sebagainya.
Rasional:
Dapat membantu menurunkan masalah yang mempengaruhi
penerimaan pengobatan atau merangsang kemajuan penyakit.
b. Akui kesulitan klien yang mungkin dialami, berikan informasi bahwa
melakukan konseling sesering mungkin karena penting dalam proses
adaptasi.
Rasional:
Memvalidasi perasaan ibu dan memberi izin untuk tindakan apa pun
perlu dilakukan untuk mengatasi apa yang terjadi.
c. Pertahankan potensi kanker tak menetap, pertahankan drainase selang
bebas lipatan.
Rasional:
Meningkatkan drainase bebas urine, menurunkan resiko stasis urine
retensi dan infeksi.
3. Diagnosa 3
Perubahan eliminasi urinalis berhubungan dengan trauma mekanis,
manipulasi darah, adanya edem jaringan lokal, hematoma, dan gangguan
sensorik motorik.
Tujuan: eliminasi kembali lancar seperti biasa
Dibuktikan dengan:
a. Sensasi kandung kemih penuh dengan tiba-tiba.
b. Frekuensi sedikit untuk berkemih atau tidak ada keluarnaya urine,
inkontenensial.
c. Aliran berlebih distensi kandung kemih.

Intervensi:

a. Perhatiakan pola berkemih dan awasi keluaran urine.


Rasional:
Dapat mengedentifikasikan retensi urine bila sering berkemih dalam
jumlah sedikit atau kurang dari 100 ml.
b. Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
Rasional:
Memberikan kesempatan untuk mengetahui rasa takut realisti serta
kesalahan konsep diagnosa.
c. Berikan informasi akurat konsistensi mengenai prognosis, hindari
memperdebarkan persepsi klien tentang situasi.
Rasional:
Dapat menurunkan ansietas dan memungkinkan kliendalam membuat
keputusan atau pilihan berdasarkan realita.
4. Diagnosa 4
Nyeri berhubungan dengan pembedahan dan terapi tambahan lainnya.
Dibuktikan dengan:
a. Keluhan nyeri.
b. Memfokuskan pada diri sendiri atau penyempitas fokus.
c. Gelisah
d. Distraksi atau perilaku berhati-hati.

Tujuan: nyeri hilang atau berkurang.

Kriteria hasil: melaporkan nyeri hilang atau berkurang.

Intervensi:

a. Tentukan riwayat nyeri, misalnya: lokasi nyeri, frekuensi, durasi, dan


intensitas (0-10), serta tindakan kehilangan yang digunakan.
Rasional:
Informasi memberi data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau
keefektifan intervensi.
b. Berikan tindakan kenyamanan dasar, misalnya: repoisi, gosokkan
punggung dan aktivitas hiburan, misalnya: musik dan televisi.
Rasional:
Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali
perhatian.
c. Palpasi kandung kemih, sedikit keluhan merasa ketidak nyaman dalam
berkemih.
Rasional:
Persepsi kandung kemih penuh, distensi kandung kemih diatas simfisis
pubis menunjukkan retensi urin.
d. Berikan tindakan berkemih, posisi normal, aliran air pada baskom
penyiraman air hangat pada pereneum.
Rasional:
Meninhgkatkan relaksasi otot parinel dan dapat mempermudah upaya
berkemih.
e. Berikan perawatan kebersihan perineum dan perawatan kateter.
Rasional:
Meningkatkan kebersihan menurunkan resiko infeksi saluran kemih
asenden.
f. Kaji karakteristik urine, perhatikan warna, kejernihan, dan baunya.
Rasional:
Retensi urine, draenase vagina, dan kemungkinan adanya kateter
intermiter atau tak menetap meningkatkan resiko infeksi, khususnya
bila klien mempunyai jahitan perineum.
g. Pemasangan kateter bila diindikasikan.
Rasional:
Edema atau pengaruh suplai sarap dapat menyebabkan atonia kandung
kemih/retensi kemih memerlukan dekompresi kandung kemih.
h. Dekompresi kandung kemih secara perlahan.
Rasional:
Jika jumlah besar urine terakumulasi, dekompresi kandung kemih cepat
menghilangkan tekanan pembuluh pelvis, meningkatkan pengumpulan
vena.

D. Implementasi Keperawatan
Implimentasi merupakan tindakan yang dilakukan sesuai dengan
yang telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.

Tindakan mandiri adakan mandiri adalah tindakan keperawatan


berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat, dan bukan atas petunjuk tenaga
kesehatan lain.

Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan


oleh hasil keputusan bersama bersama dengan dokter atau petugas kesehatan
lain.

E. Evaluasi

Evaluasi keperawatan merupakan hasil perkembangan klien dengan


berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai.
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Setelah memahami konsep kanker serviks dan kesimpulannya kanker
serviks merupakan penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim
sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan
merusak jaringan normal di sekitarnya. Salah satu penyebab kanker serviks
hpv merupaka virus penyebab kutil genitalid (kondiloma akuminata) yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya, dan
mencegah kanker serviks dengan berhenti merokok, menjaga kebersihan diri
dengan seksama. Memperaktikkan hubungan seksual yang aman
menggunakan kondom secara konsistensi bisa membantu mengurangi,
kemungkinan infeksi hpv atau penyakit hubungan seksual menular lainnya.

4.2 Saran
4.2.1 Saran bagi mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa agar daoat mengetahui berbagai penyebab
dan faktor yang mempengaruhi kanker serviks serta asuhan keperawatan
dalam menangani kanker serviks.
4.2.1 Saran bagi institusi
Dengan adanya tugas makalah ini diharapkan bagi institusi untuk
memberikan bimbingan kepada mahasiswa terkait dengan kanker serviks
agar tidak memberikan informasi yang salah kepada masyarakat.
Daftar pustaka

Fridayanti,W & Laksono, B. (2017). Keefektifan promosi kesehatan terhadap


pengetahuan, sikap dan perilaku tentang tes iva pada wanita usia 20-59
tahun. Public health perspective journal. 02(2). Diakses pada tanggal 24
Februari 2019 http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/phpj.
Hartono, A. (2006). Patofisiologi aplikasi pada praktik keperawatan. Jakarta :
EGC.
Hextan. (2017). Kanker Serviks. Diakses pada tanggal 24 Februari 2019.
Mitayani. (2013). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif., H.D & Kusuma.,K. (2015). Nanda Nic –Noc. Yogyakararta : Media
Action.
Nurlelawati, E., Devi, T.E & Sumiati,I. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian kanker serviks di rumah sakit pusat pertamina jakarta
tahun 2016. Jurnal bidan “midwife journal. 01(5). Diakses pada tanggal
24 Februari 2019 file:///f:/patoisiologi/234022-faktor-faktor-yang-
berhubungan-dengan-ke-4c9aa2a2.pdf.
Nurwijaya, H. (2010). Cegah dan deteksi kanker serviks. Jakarta : PT. Alex Media
Komputindo.
Rio,S & Suci,E.S.T.(2017). Persepsi tentang kanker serviks dan upaya
prevensinya pada perempuan yang memiliki keluarga dengan riwayat
kanker. Jurnal kesehatan reproduksi. 03(4). Diakses pada tanggal 24
Februari 2019 file:///f:/patoisiologi/36511-92930-1-pb.pdf.
Savitri, A. (2015). Kupas Tuntas Kanker Payudara, leher Rahim dan Rahim.
Yogyakarta: 2015.

Anda mungkin juga menyukai