Anda di halaman 1dari 15

A.

Definisi
Tuberkulosis (TBC) adalah  penyakit akibat kuman Mycobakterium
tuberkculosis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi
terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif
Mansjoer, 2000).
Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah
TBC) adalah suatu penyaki yang disebabkan oleh infeksi  kompleks
Mycobacterium tuberculosis (id.wikipedia.org).
Tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksius yang
disebabkan kuman  Mycobacterium tuberculosis yang menyerang parenkim
paru, bersifat sistemis sehingga dapat mengenai organ tubuh lain, terutama
meningen, tulang, dan nodus limfe.
Penyakit TB Paru merupakan penyakit menahun/kronis (berlangsung
lama) dan menular. Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling
sering menyerang orang-orang yang berusia antara 15 – 35 tahun, terutama
mereka yang bertubuh lemah,  kurang gizi atau yang tinggal satu rumah dan
berdesak-desakan bersama penderita TBC. Lingkungan yang lembap, gelap
dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar bagi seseorang terjangkit
TBC.

B. Etiologi
Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang
aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas
dan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 – 0,6/um.
Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis kompleks  adalah:
 Mycobakterium tuberculosis
 Varian asian
 Varian african I
 Varian asfrican II
 Mycobakterium bovis
Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan  mycobakterial othetan
Tb (mott, atipyeal) adalah :Mycobacterium cansasli
 Mycobacterium avium
 Mycobacterium intra celulase
 Mycobacterium scrofulaceum
 Mycobacterium malma cerse
 Mycobacterium xenopi

C. Pathophysiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau
dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini
dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam
suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan
menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar
bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis
penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat
menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem
vaskuler dan tersebar keorgan-organ lain.

D. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala
khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara
klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk
menegakkan diagnosa secara klinik.
1. Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut:
a. Demam tidak terlalu tinggi yang  berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
b. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
c. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala khusus, antara lain sebagai berikut:
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat
penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan
suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada
kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

E. Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
 Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena
tersumbatnya jalan napas.
 Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial.
 Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
 Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan
ginjal.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Laboratorium
 Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap
aktif penyakit
 Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
 Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi
10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal
antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi
tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna
pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak
dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang
berbeda.
 Anemia bila penyakit berjalan menahun
 Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
 LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut
kembali normal pada tahap penyembuhan.
 GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan
paru.
 Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya
sel raksasa menunjukkan nekrosis.
 Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi
air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
b. Radiologi
 Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium
lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas
TB dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan
mengindikasikanTB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang
dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan
hitam dan diafragma menonjol ke atas.
 Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat
kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.
 Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC  adalah
penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks
(bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura).

G. Pencegahan
 Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan
sejak anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
 Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera
diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan
terjadi penularan.
 Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.
 Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
 Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak
melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah
dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus
baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam
rumah.
 Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah di
sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol
atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi
aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.
PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pasien (  Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah sebagai
berikut:
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif :Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas
pendek), demam, menggigil.
Objektif :Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap,
lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris
(40 -410C) hilang timbul.
b.  Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub
kutan.
c.  Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent,
mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe,
terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru,
takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural),
sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi
pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural),
deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d.  Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri
bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul
pleuritis.
e.  Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak
ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.
f.   Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
g.  Interaksi Sosial
Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan
pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.
H.  Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau
sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan
permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret
yang kental, edema bronchial.
c. Gangguan keseimbangan  nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea,
anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
e. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan
berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang
salah, informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya
pengetahuan/kognitif
h. Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan
dengan pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis
sekret, kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi,
terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman.
Diagnosa Keperawatan Intervensi
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan a. Kaji  ulang fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan
dengan sekret kental atau sekret darah, penggunaan otot aksesori.
kelemahan, upaya batuk buruk, edema b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter,
trakeal/faringeal. jumlah sputum, adanya hemoptisis. 
c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan
napas dalam.
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
Kolaborasi:
g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi,
berkurangnya keefektifan permukaan paru, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.b.    Evaluasi perubahan-tingkat
atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran
sekret yang kental, edema bronchial. mukosa, dan warna kuku. 
b. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan,
terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
c. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
d. Monitor GDA.
e. Kolaborasi: Berikan oksigen sesuai indikasi.
3. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa
kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau
yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, diare.
anoreksia, penurunan kemampuan finansial. b. Kaji ulang  pola diet pasien yang disukai/tidak disukai. 
b. Monitor intake dan output secara periodik.
c. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya
dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar
(BAB).
d. Anjurkan bedrest.
e. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
f. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat.
g. Kolaborasi:
h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
i. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru,
batuk menetap a. Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk. Selidiki perubahan
karakter /lokasi/intensitas nyeri.b.    Pantau TTV 
b. Berikan tindakan nyaman mis, pijatan punggung, perubahan posisi, musik
tenang, relaksasi/latihan nafas
c. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering..
d. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode
batukikasi.
e. Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi
5. Hipertermi berhubungan dengan proses a. Kaji suhu tubuh pasien
inflamasi aktif. b. Beri kompres air hangat 
c. Berikan/anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai
toleransi)
d. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap
keringat
e. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam
sekali atau sesuai indikasi
f. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat  laporan  dispnea, peningkatan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan kelemahan atau kelelahan.
oksigen. b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi. 
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatandan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
d. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat.
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase penyembuhan.
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, a. Kaji ulang  kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian, kelelahan, tingkat
pengobatan, pencegahan berhubungan dengan partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang b. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum
salah, informasi yang didapat tidak lengkap/tidak obat. 
akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif c. Jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi
dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat
Tuberkulosis dengan obat lain.
d. Jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan
penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah.
e. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
f. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
g. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya
misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
h.  Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
8. Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui
infeksi berhubungan dengan pertahanan primer bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko
tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.
malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga,
kurang informasi tentang infeksi kuman. teman, orang dalam satu perkumpulan. 
c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan
yang tertutup jika batuk.
d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
e. Monitor temperatur.
f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis
paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan
obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
h. Kolaborasi:
i. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
j. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS),
sikloserin, streptomisin.
k. Monitor sputum BTA.
14.   Evaluasi
Dx 1:Kebersihan jalan napas efektif, dengan kriteria evaluasi:
 Mempertahankan jalan napas pasien.
 Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
 Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.
 Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi.
 Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
Dx 2: Pertukaran gas efektif, dengan kriteria evaluasi:
 Melaporkan tidak terjadi dispnea.
 Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan
GDA dalam rentang normal.
 Bebas dari gejala distress pernapasan.
Dx 3: Kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria evaluasi:
 Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai
laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.
 Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat badan yang tepat.
Dx 4: Nyeridapat berkurang atau terkontrol, dengan kriteria evaluasi:
 Menyatakan nyeri berkurang atauterkontrol
 Pasien tampak rileks
DX 5 : Suhu tubuh kembali normal dengan kriteria evaluasi :
 Suhu tubuh 36°C-37°C.
DX 6 : Pasien mampu melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan 
kriteria evaluasi :
 Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan
tanda vital dalam rentan normal.
DX 7 : Tingkat pengetahuan pasien meningkat, dengan kriteria evaluasi:
 Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosisdan kebutuhan
pengobatan.
 Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki
kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis
paru.
 Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi.
 Menerima perawatan kesehatan adekuat.
DX 8 :Tidak terjadi penyebaran/ aktivitas ulang infeksi, dengan kriteria evaluasi:
 Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko
penyebaran infeksi.
 Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang. aman.

Daftar pustaka
Anonymous.(2010). Tuberkulosis.Retrieved: Kamis, 11 Maret 2010, from
http://id.wikipedia.org/wiki/Tuberkulosis
Content Team, Asian Brain. (2009 ). Tuberkulosis (TBC).Retrieved: Kamis, 11
Maret 2010, from http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/tbc.htm
Doengoes,  Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif ,dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi II. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI Media Aescullapius.
Price, Sylvia Anderson.2005.Patofisiologi:  Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit , Edisi 6.Jakarta:EGC
Smeltzer, Suzanne. C dan Bare, Brenda. G. 2001. Buku ajar  Keperawatan
Medikal Bedah Brunner dan Suddarth Volume 1. Jakarta: EGC
Underwood, J.C.E.1999.Patologi Umum dan Sistematik Volume 2.Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai