1. STRATEGI
Menyadari bahwa perilaku adalah sesuatu yang rumit. Perilaku tidak hanya
menyangkut dimensi kultural yang berupa sistem nilai dan norma, melainkan
juga dimensi ekonomi, yaitu hal-hal yang mendukung perilaku, maka promosi
kesehatan diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat paripurna
(komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru. Kebijakan
Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi
kesehatan yaitu :
1) Gerakan Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus-menerus
dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses
membantu sasaran agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu
atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan
dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek
practice).
Sasaran utama dari pemberdayaan adalah individu dan keluarga, serta
kelompok masyarakat.
Bilamana sasaran sudah akan berpindah dari mau ke mampu
melaksanakan, boleh jadi akan terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal
ini kepada yang bersangkutan dapat diberikan bantuan langsung, tetapi yang
seringkali dipraktikkan adalah dengan mengajaknya ke dalam proses
pengorganisasian masyarakat (community organisation) atau pembangunan
masyarakat (community development).
Untuk itu sejumlah individu yang telah mau, dihimpun dalam suatu
kelompok untuk bekerjasama memecahkan kesulitan yang dihadapi. Tidak
jarang kelompok ini pun masih juga memerlukan bantuan dari luar (misalnya
dari pemerintah atau dari dermawan). Disinilah letak pentingnya sinkronisasi
promosi kesehatan dengan program kesehatan yang didukungnya. Hal-hal
yang akan diberikan kepada masyarakat oleh program kesehatan sebagai
bantuan,hendaknya disampaikan pada fase ini, bukan sebelumnya. Bantuan
itu hendaknya juga sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
2) Binasuasana
Binasuasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang
mendorongindividu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku
yangdiperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan
sesuatuapabila lingkungan sosial dimana pun ia berada (keluarga di rumah,
orangorangyang menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis agama,
danain-lain, dan bahkan masyarakat umum) menyetujui atau mendukung
perilaku tersebut.
Oleh karena itu, untuk mendukung proses pemberdayaan
masyarakat,khususnya dalam upaya meningkatkan para individu dari fase
tahuke fase mau, perlu dilakukan Bina Suasana. Terdapat tiga pendekatan
dalam Bina Suasana, yaitu :
a. Pendekatan Individu
b. Pendekatan Kelompok
c. Pendekatan Masyarakat Umum
3) Advokasi
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait
(stakeholders). Pihak-pihak yang terkait ini bisa berupa tokoh masyarakat
formal yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan dan
penyandang dana pemerintah. Juga dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat
informal seperti tokoh agama, tokoh pengusaha, dan lain-lain yang umumnya
dapat berperan sebagai penentu kebijakan (tidak tertulis) dibidangnya dan
atau sebagai penyandang dana non pemerintah.
Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan yang diupayakan
melalui advokasi jarang diperoleh dalam waktu singkat. Pada diri sasaran
advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu (1) mengetahui atau
menyadari adanya masalah, (2) tertarik untuk ikut mengatasi masalah, (3)
peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai
alternatif pemecahan masalah, (4) sepakat untuk memecahkan masalah
dengan memilih salah satu alternatif pemecahan masalah, dan (5)
memutuskan tindak lanjut kesepakatan. Dengan demikian, maka advokasi
harus dilakukan secara terencana, cermat, dan tepat.
Bahan-bahan advokasi harus disiapkan dengan matang, yaitu :
Sesuai minat dan perhatian sasaran advokasi
Memuat rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah
Memuat peran si sasaran dalam pemecahan masalah
Berdasarkan kepada fakta atau evidence-based
Dikemas secara menarik dan jelas
Sesuai dengan waktu yang tersedia.
C. Konsep Perawatan di Rumah
Pelayanan keperawatan kesehatan di rumah merupakan sintesa dari
keperawatan kesehatan komunitas dan keterampilan teknikal tertentu yang
berasal dari spesialisasi keperawatan tertentu. Pelayanan keperawatan di rumah
mencakup pencegahan primer, sekunder, dan tersier yang berfokus pada asuhan
keperawatan individu dengan melibatkan keluarga atau pemberi pelayanan yang
lain (ANA, 1992).
Pelayanan keperawatan kesehatan di rumah adalah pelayanan
keperawatan yang diberikan kepada klien di rumahnya untuk menyembuhkan,
mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan kesehatan memelihara, dan
meningkatkan kesehatan fisik, mental/ emosi klien (Rice, 1996).
Pelayanan keperawatan kesehatan di rumah merupakan pemberian
pelayanan keperawatan keluarga yang berkualitas terhadap klien di lingkungan
rumahnya yang disediakan secara intermitten atau part time.
Pendamping klien/ keluarga (care giver) dan Pendamping klien/ keluarga
(care giver) dan lingkungan rumah di pandang sebagai elemen utama yang
menentukan keberhasilan pelayanan.
1. Tujuan Perawatan di Rumah
Umum :
Meningkatkan kualitas hidup klien dan keluarga
Khusus :
Terpenuhinya kebutuhan dasar (biologis, psikologis,
sosiokultural dan spiritual) bagi klien secara mandiri
Meningkatnya kemandirian keluarga dalam pemeliharaan
kesehatan dan perawatan klien di rumah
Meningkatnya kualitas pelayanan keperawatan kesehatan di
rumah
2. Manfaat
Pelayanan akan lebih sempurna, holistik dan
Komprehensif
Pelayanan lebih profesional
Pelayanan keperawatan mandiri dapat diaplikasikan dengan di
bawah naungan legal diaplikasikan dengan di bawah naungan legal
dan etik keperawatan
Kebutuhan pasien akan dapat terpenuhi sehingga pasien akan lebih
nyaman dan puas dengan askep yang profesional.
3. Ruang Lingkup
Memberikan pelayanan asuhan keperawatan secara komprehensif
pada proses penyembuhan kesehatan, rehabilitasi, pemeliharaan,
dan peningkatan kesehatan
Melakukan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarganya
tentang kondisi yang dialami
Mengembangkan pemberdayaan klien dan keluarga dalam rangka
mencapai kualitas hidup yang lebih baik
4. Prinsip Perawatan
Pengelolaan pelayanan keperawatan kesehatan di rumah
dilaksanakan oleh perawat / Tim yang memiliki keahlian khusus
bidang tersebut
Mengaplikasikan konsep sebagai dasar mengambil keputusan dalam
praktik
Mengumpulkan dan mencatat data dengan sistematis, akurat dan
komprehensif secara terus menerus dan komprehensif secara terus
menerus
Menggunakan data hasil pengkajian untuk menetapkan diagnosa
keperawatan
Mengembangkan rencana keperawatan didasarkan pada diagnosa
keperawatan yang dikaitkan dengan tindakan-tindakan pencegahan,
terapi dan pemulihan.
Memberikan pelayanan keperawatan dalam rangka menjaga
kenyamanan, penyembuhan, peningkatan kesehatan dan pencegahan
komplikasi.
Mengevaluasi secara terus menerus respon klien dan keluarganya
terhadap intervensi keperawatan
Bertanggung jawab terhadap klien dan keluarganya akan pelayanan
yang bermutu melalui; manajemen kasus, rencana penghentian
asuhan keperawatan (discharge planning), dan koordinasi dengan
sumber-sumber di komunitas.
Memelihara hubungan di antara anggota tim untuk menjamin agar
kegiatan yang dilakukan anggota tim saling mendukung agar
kegiatan yang dilakukan anggota tim saling mendukung
Mengembangkan kemampuan profesional dan berkontribusi pada
pertumbuhan kemampuan profesional tenaga yang lain.
Berpartisipasi dalam aktifitas riset untuk mengembangkan
pengetahuan pelayanan keperawatan kesehatan di rumah.
Menggunakan kode etik keperawatan dalam melaksanakan praktik
keperawata
5. Peran Perawat
Manajer Kasus : Mengelola dan mengkolaborasikan dengan anggota
keluarga dan penyedia pelayanan kesehatan atau pelayanan sosial
yang lain untuk meningkatkan pencapaian pelayanan.
Pelaksana /Pemberi Asuhan : Memberikan pelayanan langsung dan
melakukan supervisi pelayanan yang diberikan oleh anggota
keluarga atau pembantu perawat.
Pendidik : Mengajarkan keluarga tentang sehat sakit dan bertindak
sebagai penyedia informasi kesehatan.
Kolaborator : Mengkoordinir pelayanan yang diterima oleh keluarga
dan mengkolaborasikan dengan keluarga dalam merencanakan
pelayanan.
Pembela (Advocate) Melakukan pembelaan terhadap klien melalui
dukungan peraturan.
Konselor : Membantu klien dan keluarga dalam menyelesaikan
masalah dan mengembangkan koping yang konstruktif.
Penemu Kasus dan Melakukan Rujukan : Melibatkan diri dalam
menemukan kasus di keluarga dan melakukan rujukan secara cepat.
Penata lingkungan rumah : Melakukan modifikasi lingkungan
bersama klien dan keluarga dan tim kesehatan lain untuk menunjang
lingkungan sehat.
Peneliti : Mengidentifikasi masalah praktik dan mencari jawaban
melalui pendekatan ilmiah.
D. Keperawatan di Rumah
a. Manajemen Kasus
Kegiatan manajemen kasus mencakup proses manajemen yang
meliputi langkah-langkah yaitu; seleksi kasus, pengkajian kebutuhan
pelayanan, perencanaan kebutuhan pelayanan klien, pelaksanaan
koordinasi pemenuhan kebutuhan pelayanan, dan berikutnya
pemantauan dan evaluasi penyediaan pelayanan pelaksanaan
koordinasi pemenuhan kebutuhan pelayanan, dan berikutnya
pemantauan dan evaluasi penyediaan pelayanan multidisiplin.
b. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan yang diberikan pada klien di rumah
menggunakan metode proses keperawatan meliputi tahap pengkajian,
diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
c. Pencatatan dan Pelaporan
Adapun materi yang dilaporkan mencakup :
Jumlah klien yang dikunjungi dan pola penyakit berdasarkan
usia
Periode kunjungan untuk setiap kasus (frekuensi kunjungan
dan lama perawatan lama perawatan
Jumlah klien yang dapat pengobatan
Jumlah klien yang dirujuk ke pelayanan kesehatan lain
Jumlah klien yang meninggal dan penyebab kematian
Tingkat keberhasilan pelayanan yang diberikan (kemandirian
klien dan keluarga)
Tenaga kesehatan dan non kesehatan yang memberikan
pelayanan
c. Sasaran
Sasaran pelayanan UKS adalah seluruh peserta didik dari tingkat pendidikan :
1. Sekolah taman kanak-kanak
2. Pendidikan dasar
3. Pendidikan menengah
4. Pendidikan agama
5. Pendidikan kejuruan
6. Pendidikan khusus (di luar sekolah)
Sasaran pembinaan UKS adalah:
1. Kepala sekolah
2. Pembina UKS (teknis dan non teknis)
3. Peserta didik
4. Orang tua siswa
5. Masyarakat
d. Kegiatan
1. Pendidikan kesehatan di sekolah
1) Kegiatan intra kurikuler
Pendidikan kesehatan yang masuk ke dalam kurikulum, meliputi ilmu
kesehatan atau disiplin ilmu seperti : olah raga dan kesehatan, dan
ilmu pengetahuan alam.
e.Pengelolaan
1. Yang terlibat dalam UKS adalah :
a. Kepala sekolah
b. Guru UKS
c. Peserta didik
d. Petugas kesehatan masyarakat sekolah (BP3)
e. Orang tua atau wali murid
f. Masyarakat disekitar lingkungan sekolah
2. Kegiatan lintas sektoral
Kegiatan UKS melibatkan berbagai departemen sesuai dengan surat keputusan
bersama, beberapa departemen sebagai berikut :
a. Departemen kesehatan
b. Departemen pendidikan dan kebudayaan
c. Departemen dalam negeri
d. Departemen agama
3. Tolok ukur keberhasilan pembinaan
a. Dilihat dari segi peserta didik
1) Sehat, tidak sakit-sakitan dan bebas dari narkotika.
2) Absensi sakit menurun.
3) Pertumbuhan dan perkembangan peserta didik sesuai dengan
golongan usia.
4) Peserta didik telah mendapatkan imunisasi.
b. Dilihat dari lingkungan sekolah
1) Semua ruangan, kamar mandi, jamban, dan pekarangan bersih.
2) Tidak ada sampah.
3) Adanya sumber air bersih.
4) Peran perawat dalam kegiatan UKS
c. Sebagai pelaksana
1) Mengkaji masalah kesehatan dan keperawatan peserta didik dengan
melakukan pengumpulan data, analisa data, dan perumusan masalah
dan prioritas masalah.
2) Menyusun rencana kegiatan UKS bersama Pembina UKS di sekolah.
3) Melaksanakan kegiatan UKS sesuai perencanaan
4) Penilaian dan pemantauan kegiatan UKS.
5) Pencatatan dan pelaporan sesuai dengan rencana kegiatan yang
disusun.
d. Sebagai pengelola
Perawat yang ditunjuk oleh pihak puskesmas, bertanggung jawab sebagai
koordinator dalam mengelola kegiatan UKS.
e. Sebagai penyuluh
Perawat bertugas memberikan penyuluhan kepada peserta didik yang
bersifat umum dan klasikal, atau secara tidak langsung pada saat
melaksanakan pemeriksaan fisik peserta didik secara perorangan.
f. Pengkajian Pada Area Sekolah
1. Dimensi Biofisikal
Faktor- faktor yang perlu dikaji adalah kematangan dan usia, warisan
genetik dan fungsi fisiologis.
2. Dimensi Psikologis
Lingkungan psikis dalam sekolah dapat memelihara kesehatan yang baik
atau sebaliknya. Sudut pandang ini dapat dikaji melalui komponen:
a. Pengorganisasian
Kegiatan keseharian sekolah meliputi: periode aktifitas fisik, waktu dan
pengembangan kemampuan, waktu makan, minum, maupun toileting.
b. Keindahan (Aesthetic)
Dapat dilihat dari kebersihan ruangan, suasana kondusif atau bahkan
tertekan dan gelap terang ruangan.
c. Hubungan kekeluargaan
Meliputi beberapa besar partisipasi siswa dalam aktivitas kelompok,
kepedulian dan hubungan dengan orang lain.
d. Hubungan guru dengan murid
Hubungan yang baik sangat mempengaruhi kondisi psikis di sekolah.
Dalam hal ini perawat komunitas mengidentifikasi sikap guru terhadap
murid serta penggunaan hukuman terhadap siswa yang salah dengan
layak/ mendidik.
e. Hubungan guru dengan guru
Hubungan antar guru yang efektif berupa saling sharing, mendukung,
kerjasama, dan memberi pedoman terhadap perkembangan guru.
f. Disiplin
Perawat dapat mengkaji, bagaimana suatu peraturan dapat
dikomunikasikan secara jelas dan nyata pada siswa.
g. Kebijakan peraturan
Dapat dikaji bagaimana standar peraturan dilaksanakan secara
konsisten.
h. Hubungan orang tua dengan sekolah
Hubungan antar orang tua yang efektif berupa saling sharing,
mendukung, kerjasama, dan memberi pedoman terhadap
perkembangan kemajuan prestasi anak
i. Hubungan masyarakat sekitar dengan sekolah
Hubangan antara masyarakat dengan sekolah berupa menjaga
keamanan dan kenyamanan berlangsungnya proses pembelajaran
3. Dimensi Fisik
a. Lingkungan Internal
1) Bahaya api
2) Sanitasi
3) Zat berbahaya
4) Peralatan laboratorium
5) Peralatan dapur
6) Bahan-bahan kimia
7) Binatang pengerat
8) Suara, cahaya, ventilasi
b. Lingkungan Eksternal
1) Lalu lintas
2) Air berbahaya
3) Pestisida
4) Binatang berbahaya
5) Bahaya industri
6) Polusi
4. Dimensi Sosial
Dapat dikaji melalui sikap masyarakat terhadap pendidikan dan perawatan,
faktor sosial orang tua dan sosial ekonomi keluarga.
5. Dimensi Perilaku
Meliputi kekakuan peraturan sekolah, perilaku nutrisi (makan pagi/siang),
rekreasi dan istirahat.
6. Dimensi Sistem Kesehatan
Dipengaruhi oleh idividu dan masyarakat
Individu : Perawatan kesehatan individu dan keluarga
Masyarakat : Pelayanan untuk perawatan kesehatan yang
diperlukan dalam populasi sekolah.
F. Konsep Asuhan Keperawatan Sekolah
Asuhan keperawatan anak sekolah adalah salah satu specialisasi dari
keperawatan komunitas atau Comunity Health Nursing (CHN) tujuannya
meningkatkan kesehatan masyarakat sekolah dengan keperawatan sebagai
salurannya. Asuhan keperawatan sekolah pada umumnya sama dengan asuhan
keperawatan pada sasaran lainnya, yaitu :
1. Pengkajian ditujukan kepada :
a. Lingkungan sekolah mulai dari :
1) Lingkungan Fisik (Halaman, kebun sekolah, bangunan sekolah :
meja, papan tulis, kursi, lantai, kebersihan, ventilasi, penerangan,
kebisingan, papan tuilis, kepadatan), Sumber air minum,
Pembuangan Air Limbah (PAL), Jamban Keluarga, Tempat cucu
tangan, kebersihan kamar mandi dan penampungan air, pembuangan
sampah, pagar sekolah, dan lain-lain.
2) Lingkungan Psikologis : hubungan guru dengan murid baik baik
formal maupun non formal terutama kenyamanan dalam beljar.
3) Lingkungan Sosial : hubungan dosen dengan orang tua murid,
Persatuan Orang Tua Murid dan Guru (POMG) dan masyarakat
sekitar.
b. Keadaan/pelaksanaan UKS, dokter/perawat kecil.
1) Pengetahuan anak sekolah tentang kesehatan (PHBS) dan
pelaksanaan PHBS
2) Kondisi kesehatan/fisik anak sekolah terutama screening test (BB,
TB, tenggorokan, telinga/pendengaran, mata/penglihatan),
2. Diagnosa Keperawatan yang Dapat Dirumuskan pada Anak Sekolah :
1) Defisiensi aktivitas pengalihan anak sekolah yitu penurunan
stimulasi dan atau minat/keinginan untuk rekreasi atau melakukan
aktivitas bermain faktor yang berhubungan lingkungan sekolah yang
sempit/fasilitas yang tidak mendukung/kurang sumber daya.
2) Gaya hdup monoton anak sekolahyaitu menyatakan suatu kebiasaan
hidup yang dicirikan dengan tingkat aktivitas yang rendah
berhungan dengan kurang pengetahuan tentang keuntungan latihan
fisik.
3) Perilaku kesehatan anak sekolah cenderung beresiko faktor yang
berhubungan merolok/mimun alkohol, stress menghadapi tugas atau
ujian/kurang dukungan dan lain-lain.
4) Ketidak efektifan pemeliharaan kesehatan anak sekolah faktor yang
berhubungan kurang ketrampilan motorik kasar/motorik/halus atau
ketidak cukupan sumber daya.
5) Kesiapan meningkatkan status imunisasi anak sekolah batasan
karakteristik menunjukkan keinginan untuk meningkatkan status
imunisasi/mengekspresikan keinginan untuk meningkatkan status
imunisasi
6) Ketidak efektifan perlindungan pada anak sekolah faktor yang
berhubungan penyalahgunaa zat/obat-obatan
7) Ketidak efektifan manajemen kesehatan masyrakat sekolah faktor
yang berhubungan kurang pengetahuan/kurang dukungan
sosial/ketidakcukupan petunjuk untuk bertindak
H. Terapi Komplementer
Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang
digabungkan dalam pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan
terapi tradisional ke dalam pengobatan modern (Andrews et al., 1999).
Terminologi ini dikenal sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang
menambahkan pendekatan ortodoks dalam pelayanan kesehatan (Crips & Taylor,
2001). Terapi komplementer juga ada yang menyebutnya dengan pengobatan
holistik. Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi individu
secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan individu untuk mengintegrasikan
pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan fungsi (Smith et al., 2004).
Pendapat lain menyebutkan terapi komplementer dan alternatif sebagai
sebuah domain luas dalam sumber daya pengobatan yang meliputi sistem
kesehatan, modalitas, praktik dan ditandai dengan teori dan keyakinan, dengan
cara berbeda dari sistem pelayanan kesehatan yang umum di masyarakat atau
budaya yang ada (Complementary and alternative medicine/CAM Research
Methodology Conference, 1997 dalam Snyder & Lindquis, 2002).
Terapi komplementer dan alternatif termasuk didalamnya seluruh
praktik dan ide yang didefinisikan oleh pengguna sebagai pencegahan atau
pengobatan penyakit atau promosi kesehatan dan kesejahteraan.
Definisi tersebut menunjukkan terapi komplemeter sebagai pengembangan terapi
tradisional dan ada yang diintegrasikan dengan terapi modern yang
mempengaruhi keharmonisan individu dari aspek biologis, psikologis, dan
spiritual. Hasil terapi yang telah terintegrasi tersebut ada yang telah lulus uji
klinis sehingga sudah disamakan dengan obat modern. Kondisi ini sesuai dengan
prinsip keperawatan yang memandang manusia sebagai makhluk yang holistik
(bio, psiko, sosial, dan spiritual).
Prinsip holistik pada keperawatan ini perlu didukung kemampuan
perawat dalam menguasai berbagai bentuk terapi keperawatan termasuk terapi
komplementer. Penerapan terapi komplementer pada keperawatan perlu mengacu
kembali pada teori-teori yang mendasari praktik keperawatan. Misalnya teori
Rogers yang memandang manusia sebagai sistem terbuka, kompleks, mempunyai
berbagai dimensi dan energi. Teori ini dapat mengembangkan pengobatan
tradisional yang menggunakan energi misalnya tai chi, chikung, dan reiki.
Teori keperawatan yang ada dapat dijadikan dasar bagi perawat dalam
mengembangkan terapi komplementer misalnya teori transkultural yang dalam
praktiknya mengaitkan ilmu fisiologi, anatomi, patofisiologi, dan lain-lain. Hal
ini didukung dalam catatan keperawatan Florence Nightingale yang telah
menekankan pentingnya mengembangkan lingkungan untuk penyembuhan dan
pentingnya terapi seperti musik dalam proses penyembuhan. Selain itu, terapi
komplementer meningkatkan kesempatan perawat dalam menunjukkan caring
pada klien (Snyder & Lindquis, 2002).
Hasil penelitian terapi komplementer yang dilakukan belum banyak dan
tidak dijelaskan dilakukan oleh perawat atau bukan. Beberapa yang berhasil
dibuktikan secara ilmiah misalnya terapi sentuhan untuk meningkatkan relaksasi,
menurunkan nyeri, mengurangi kecemasan, mempercepat penyembuhan luka,
dan memberi kontribusi positif pada perubahan psikoimunologik (Hitchcock et
al., 1999). Terapi pijat (massage) pada bayi yang lahir kurang bulan dapat
meningkatkan berat badan, memperpendek hari rawat, dan meningkatkan respons.
Sedangkan terapi pijat pada anak autis meningkatkan perhatian dan belajar.
Terapi pijat juga dapat meningkatkan pola makan, meningkatkan citra tubuh, dan
menurunkan kecemasan pada anak susah makan (Stanhope, 2004). Terapi
kiropraksi terbukti dapat menurunkan nyeri haid dan level plasma prostaglandin
selama haid (Fontaine, 2005).
Hasil lainnya yang dilaporkan misalnya penggunaan aromaterapi. Salah
satu aromaterapi berupa penggunaan minyak esensial berkhasiat untuk mengatasi
infeksi bakteri dan jamur (Buckle, 2003). Minyak lemon thyme mampu
membunuh bakteri streptokokus, stafilokokus dan tuberkulosis (Smith et al.,
2004). Tanaman lavender dapat mengontrol minyak kulit, sedangkan teh dapat
membersihkan jerawat dan membatasi kekambuhan (Key, 2008). Dr. Carl
menemukan bahwa penderita kanker lebih cepat sembuh dan berkurang rasa
nyerinya dengan meditasi dan imagery (Smith et al., 2004). Hasil riset juga
menunjukkan hipnoterapi meningkatkan suplai oksigen, perubahan vaskular dan
termal, mempengaruhi aktivitas gastrointestinal, dan mengurangi kecemasan
(Fontaine, 2005).
Hasil-hasil tersebut menyatakan terapi komplementer sebagai suatu
paradigma baru (Smith et al., 2004). Bentuk terapi yang digunakan dalam terapi
komplementer ini beragam sehingga disebut juga dengan terapi holistik.
Terminologi kesehatan holistik mengacu pada integrasi secara menyeluruh dan
mempengaruhi kesehatan, perilaku positif, memiliki tujuan hidup, dan
pengembangan spiritual (Hitchcock et al., 1999).
Terapi komplementer dengan demikian dapat diterapkan dalam berbagai
level pencegahan penyakit.
Terapi komplementer dapat berupa promosi kesehatan, pencegahan
penyakit ataupun rehabilitasi. Bentuk promosi kesehatan misalnya memperbaiki
gaya hidup dengan menggunakan terapi nutrisi. Seseorang yang menerapkan
nutrisi sehat, seimbang, mengandung berbagai unsur akan meningkatkan
kesehatan tubuh. Intervensi komplementer ini berkembang di tingkat pencegahan
primer, sekunder, tersier dan dapat dilakukan di tingkat individu maupun
kelompok misalnya untuk strategi stimulasi imajinatif dan kreatif (Hitchcock et
al., 1999).
Pengobatan dengan menggunakan terapi komplementer mempunyai
manfaat selain dapat meningkatkan kesehatan secara lebih menyeluruh juga lebih
murah. Terapi komplementer terutama akan dirasakan lebih murah bila klien
dengan penyakit kronis yang harus rutin mengeluarkan dana. Pengalaman klien
yang awalnya menggunakan terapi modern menunjukkan bahwa biaya membeli
obat berkurang 200-300 dolar dalam beberapa bulan setelah menggunakan terapi
komplementer (Nezabudkin, 2007).
Minat masyarakat Indonesia terhadap terapi komplementer ataupun yang
masih tradisional mulai meningkat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya
pengunjung praktik terapi komplementer dan tradisional di berbagai tempat.
Selain itu, sekolah-sekolah khusus ataupun kursuskursus terapi semakin banyak
dibuka. Ini dapat dibandingkan dengan Cina yang telah memasukkan terapi
tradisional Cina atau traditional Chinese Medicine (TCM) ke dalam perguruan
tinggi di negara tersebut (Snyder & Lindquis, 2002).
Kebutuhan perawat dalam meningkatnya kemampuan perawat untuk
praktik keperawatan juga semakin meningkat. Hal ini didasari dari
berkembangnya kesempatan praktik mandiri. Apabila perawat mempunyai
kemampuan yang dapat dipertanggungjawabkan akan meningkatkan hasil yang
lebih baik dalam pelayanan keperawatan.
1. MACAM TERAPI KOMPLEMENTER
Terapi komplementer ada yang invasif dan noninvasif. Contoh terapi
komplementer invasif adalah akupuntur dan cupping (bekam basah) yang
menggunakan jarum dalam pengobatannya. Sedangkan jenis non-invasif seperti
terapi energi (reiki, chikung, tai chi, prana, terapi suara), terapi biologis (herbal,
terapi nutrisi, food combining, terapi jus, terapi urin, hidroterapi colon dan terapi
sentuhan modalitas; akupresur, pijat bayi, refleksi, reiki, rolfing, dan terapi
lainnya (Hitchcock et al., 1999)
National Center for Complementary/ Alternative Medicine (NCCAM)
membuat klasifikasi dari berbagai terapi dan sistem pelayanan dalam lima
kategori. Kategori pertama, mind-body therapy yaitu memberikan intervensi
dengan berbagai teknik untuk memfasilitasi kapasitas berpikir yang
mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh misalnya perumpamaan (imagery),
yoga, terapi musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan terapi
seni.
Kategori kedua, Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan
kesehatan yang mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis berbeda dari
Barat misalnya pengobatan tradisional Cina, Ayurvedia, pengobatan asli Amerika,
cundarismo, homeopathy, naturopathy. Kategori ketiga dari klasifikasi NCCAM
adalah terapi biologis, yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-hasilnya
misalnya herbal, makanan).
Kategori keempat adalah terapi manipulatif dan sistem tubuh. Terapi ini
didasari oleh manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya pengobatan kiropraksi,
macam-macam pijat, rolfing, terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi. Terakhir,
terapi energi yaitu terapi yang fokusnya berasal dari energi dalam tubuh
(biofields) atau mendatangkan energi dari luar tubuh misalnya terapetik sentuhan,
pengobatan sentuhan, reiki, external qi gong, magnet. Klasifikasi kategori kelima
ini biasanya dijadikan satu kategori berupa kombinasi antara biofield dan
bioelektromagnetik (Snyder & Lindquis, 2002).
Terapi komplementer ada yang invasif dan noninvasif. Contoh terapi
komplementer invasif adalah akupuntur dan cupping (bekam basah) yang
menggunakan jarum dalam pengobatannya. Sedangkan jenis non-invasif seperti
terapi energi (reiki, chikung, tai chi, prana, terapi suara), terapi biologis (herbal,
terapi nutrisi, food combining, terapi jus, terapi urin, hidroterapi colon dan terapi
sentuhan modalitas; akupresur, pijat bayi, refleksi, reiki, rolfing, dan terapi
lainnya (Hitchcock et al., 1999)
National Center for Complementary/ Alternative Medicine (NCCAM)
membuat klasifikasi dari berbagai terapi dan sistem pelayanan dalam lima
kategori. Kategori pertama, mind-body therapy yaitu memberikan intervensi
dengan berbagai teknik untuk memfasilitasi kapasitas berpikir yang
mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh misalnya perumpamaan (imagery),
yoga, terapi musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan terapi
seni.
Kategori kedua, Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan
kesehatan yang mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis berbeda dari
Barat misalnya pengobatan tradisional Cina, Ayurvedia, pengobatan asli Amerika,
cundarismo, homeopathy, naturopathy. Kategori ketiga dari klasifikasi NCCAM
adalah terapi biologis, yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-hasilnya
misalnya herbal, makanan).
Kategori keempat adalah terapi manipulatif dan sistem tubuh. Terapi ini
didasari oleh manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya pengobatan kiropraksi,
macam-macam pijat, rolfing, terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi. Terakhir,
terapi energi yaitu terapi yang fokusnya berasal dari energi dalam tubuh
(biofields) atau mendatangkan energi dari luar tubuh misalnya terapetik sentuhan,
pengobatan sentuhan, reiki, external qi gong, magnet. Klasifikasi kategori kelima
ini biasanya dijadikan satu kategori berupa kombinasi antara biofield dan
bioelektromagnetik (Snyder & Lindquis, 2002).
Klasifikasi lain menurut Smith et al (2004) meliputi gaya hidup
(pengobatan holistik, nutrisi), botanikal (homeopati, herbal, aromaterapi);
manipulatif (kiropraktik, akupresur & akupunktur, refleksi, massage); mind-body
(meditasi, guided imagery, biofeedback, color healing, hipnoterapi). Jenis terapi
komplementer yang diberikan sesuai dengan indikasi yang dibutuhkan.
Contohnya pada terapi sentuhan memiliki beberapa indikasinya seperti
meningkatkan relaksasi, mengubah persepsi nyeri, menurunkan kecemasan,
mempercepat penyembuhan, dan meningkatkan kenyamanan dalam proses
kematian (Hitchcock et al., 1999).
Jenis terapi komplementer banyak sehingga seorang perawat perlu
mengetahui pentingnya terapi komplementer. Perawat perlu mengetahui terapi
komplementer diantaranya untuk membantu mengkaji riwayat kesehatan dan
kondisi klien, menjawab pertanyaan dasar tentang terapi komplementer dan
merujuk klien untuk mendapatkan informasi yang reliabel, memberi rujukan
terapis yang kompeten, ataupun memberi sejumlah terapi komplementer (Snyder
& Lindquis, 2002). Selain itu, perawat juga harus membuka diri untuk perubahan
dalam mencapai tujuan perawatan integratif (Fontaine, 2005).
PERAN PERAWAT
Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang terapi
komplementer diantaranya sebagai konselor, pendidik kesehatan, peneliti,
pemberi pelayanan langsung, koordinator dan sebagai advokat. Sebagai konselor
perawat dapat menjadi tempat bertanya, konsultasi, dan diskusi apabila klien
membutuhkan informasi ataupun sebelum mengambil keputusan. Sebagai
pendidik kesehatan, perawat dapat menjadi pendidik bagi perawat di sekolah
tinggi keperawatan seperti yang berkembang di Australia dengan lebih dahulu
mengembangkan kurikulum pendidikan (Crips & Taylor, 2001). Peran perawat
sebagai peneliti di antaranya dengan melakukan berbagai penelitian yang
dikembangkan dari hasilhasil evidence-based practice.
Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan langsung misalnya
dalam praktik pelayanan kesehatan yang melakukan integrasi terapi
komplementer (Snyder & Lindquis, 2002). Perawat lebih banyak berinteraksi
dengan klien sehingga peran koordinator dalam terapi komplementer juga sangat
penting. Perawat dapat mendiskusikan terapi komplementer dengan dokter yang
merawat dan unit manajer terkait. Sedangkan sebagai advokat perawat berperan
untuk memenuhi permintaan kebutuhan perawatan komplementer yang mungkin
diberikan termasuk perawatan alternatif (Smith et al.,2004).