( 149082 )
( 149084 )
( 149086 )
( 149088 )
( 149090 )
( 149092 )
( 149094 )
( 149096 )
( 149114 )
( 149120 )
Menurut Basis Pasta (Cooper n Gunn`s : Dispensing for Pharm. Student hlm 210,211)
1. Hidrokarbon
2. Basis absorpsi
3. Basis air-misibel
4. Basis larut air
1.2 KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PASTA
Ansel, C. Howard.,`Pengantar Sediaan Farmasi`, edisi keempat, Penerbit UI, 1989, hal
107) Pasta mengandung lebih banyak bahan padat dan oleh karena itu lebih kental dan
kurang meresap daripada salep. Pasta biasanya digunakan karena kerjanya melindungi dan
kemampuannya menyerap kotoran seru dari luka-luka di kulit. Jadi bila kerja melindungi
lebih dibutuhkan dari terapeutiknya maka akan lebih dipilih panggunaan pasta
Aulton, pharmaceutical Practice
Konsep pembuatan pasta adalah bahwa konsentrasi zat padat yang tinggi dapat
mebgabsorpsi eksudat kulit, namun karena partikel tersebut disalut lemak, maka membatasi
penyerapan air. Pada kenyataannya, pasta lebih berhasil menyerap bahan kimia beracun
seperti amonia yang dihasilkan mikroba dalam urin. Konsistensinya yang tinggi menjadikan
pasta dapat berfungsi sebagai pelokalisasi zat yang iritan. Pasta kurang berminyak
dibandingkan salep kerena jumlah zat padat yang tinggi dalam pasta dapat menyerap
hidrokarbon cair
FI IV hal 14
Pasta berlemak ternyata kurang berminyak dan lebih menyerap dibanding salep kerena
tingginya kadar obat yang mempunyai afinitas terhadap air. Pasta ini cenderung untuk
menyerap sekresi seperti serum dan mempenyai daya penetrasi dan daya maserasi lebih
rens=dah daripada salep. Oleh karena itu pasta digunakan untuk lesi akut yang cenderung
membentuk kerak, menggelembung atau mengeluarkan cairan
FI IV hal 14 Pasta gigi digunakan untuk pelekatan pada selaput lendir untuk memperoleh
efek lokal (misal pasta gigi Triamsinolon asetonida)
Bahan abrasif yang terdapat dalam pasta gigi umumnya berbentuk bubuk pembersih
yang dapat memolish dan menghilangkan stain dan plak. Bentuk dan jumlah bahan
abrasif dalam pasta gigi membantu untuk menambah kekentalan pasta gigi. Contoh
bahan abrasif ini antara lain silica atau silica hydrate, sodium bikarbonat, aluminium
oxide, dikalsium fosfat dan kalsium karbonat.
b)
Humectant adalah bahan penyerap air dari udara dan menjaga kelembaban. Misalnya
gliserin, alpha hydroxy acids (AHA) dan asam laktat. Bahan ini digunakan untuk
menjaga pasta gigi tetap lembab.
c)
Bahan perekat
Bahan perekat ini dapat mengontrol kekentalan dan memberi bentuk krim dengan cara
mencegah terjadinya pemisahan bahan solid dan liquid pada suatu pasta gigi. Dalam
sediaan pasta gigi terdapat sebanyak 1-5% bahan perekat. Contohnya glycerol, sorbitol
dan polyethyleneglycol dan Cellulose gum.
d)
Bahan deterjen yang banyak terdapat dalam pasta gigi di pasaran adalah Sodium Lauryl
Sulfat (SLS) yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan, mengemulsi
(melarutkan lemak) dan memberikan busa sehingga pembuangan plak, debris, material
alba dan sisa makanan menjadi lebih mudah. SLS ini juga memiliki efek antibakteri.
e)
Pelarut (20-40%)
Biasanya pasta gigi menggunakan pemanis buatan untuk memberikan cita rasa yang
beraneka ragam. Misalnya rasa mint, stroberi, kayu manis bahkan rasa permen karet
untuk pasta gigi anak. Tambahan rasa pada pasta gigi akan membuat menyikat gigi
menjadi menyenangkan. American Dental Association (ADA) tidak merekomendasikan
pasta gigi yang mengandung gula tetapi pasta gigi yang mengandung pemanis buatan
(misalnya saccharin). Bahan pelembab gliserin dan sorbitol juga memberikan rasa
manis pada pasta gigi.
g)
Ada macam-macam bahan pemutih yang digunakan antara lain Sodium carbonate,
Hydrogen peroxida, Citroxane, dan Sodium hexametaphosphate.
h)
Bahan terapeutik yang terdapat dalam pasta gigi adalah sebagai berikut :
1)
Bahan antimikroba
Bahan ini digunakan untuk membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri. Contoh
bahan ini adalah Trikolsan (bakterisidal), Zinc citrate atau Zinc phosphate
(bakteriostatik). Selain itu ada beberapa herbal yang ditambahkan sebagai anti mikroba
dalam pasta gigi contohnya ekstrak daun sirih dan siwak.
2)
Bahan ini digunakan untuk mengurangi kalsium dan magnesium dalam saliva sehingga
keduanya tidak dapat berdeposit pada permukaan gigi. Contohnya Tetrasodium
Pyrophosphate.
3)
Fluoride
Penambahan fluoride pada pasta gigi dapat memperkuat enamel dengan cara
membuatnya resisten terhadap asam dan menghambat bakteri untuk memproduksi asam.
Adapun macam- macam fluoride yang terdapat dalam pasta gigi adalah sebagai berikut:
Stannous fluoride
Tin fluor merupakan fluor yang pertama ditambahkan dalam pasta gigi yang digunakan
secara bersamaan dengan bahan abrasif (kalsium fosfat). Fluor ini bersifat antibakterial
namun kelemahanya dapat membuat stein abu-abu pada gigi.
Sodium fluoride
NaF merupakan fluor yang paling sering ditambahkan dalam pasta gigi, tapi tidak dapat
digunakan bersamaan dengan bahan abrasif.
Sodium monofluorofosfat
4)
Bahan desensitisasi
Bahan desensitisasi yang digunakan dalam pasta gigi adalah sebagai berikut:
i)
1.4
2.
Penjelasan Formula
a) Zat aktif
Zat aktif yang sering digunakan misalnya Zinc Oksida, sulrur dan zat aktif lain
yang tentunya dapat dibuat dalam bentuk sediaan semisolid. Penggunaan pasta pada
umumnya untuk antiseptik, perlindungan, penyejuk kulit dan absorben sehingga zat
aktif yang sering digunakan ialah zat aktif yang memiliki aktivitas farmakologi
seperti yang telah disebut diatas. Sifat zat aktif yang perlu di[erhatikan ialah zat aktif
harus mampu didispersikan secara homogen pada basis namun dapat lepas dengan
baik dari basis dan dapat menembus kulit untuk mencapai tujuan farmakologisnya
(Lahman- Teori & Praktek Farmasi Industri hal 548)
b) Basis
Menurut Cooper n Gunn`s : Dispensing for Pharm. Student hal 210-211 : Basis
yang digunakan untuk pembuatan pasta ialah basis berlemak atau basis air Macammacam basis yang dapat digunakan untuk pembuatan pasta :
1. Basis Hidrokarbon
Karakteristik dari basis ini yaitu :
Tidak diabsorbsi oleh kulit
Tertinggal diatas kulit sebagai suatu lapisan yang menutupi, dimana akan
membatasi hilangnya kelembaban sehingga keadaan kulit tetap lunak dan
menahan panas tubuh
Tidak tercampurkan dengan air
Diatas permukaan kulit akan sukar dibersihkan
Lengket
Akan memperpanjang waktu kontak dengan kulit dan obat, tetapi memberikan
rasa tidak menyenangkan kepada pemakai
Inert
Daya absorpsi air rendah
2. Basis absorpsi
Karakterstiknya : bersifat hidrofil dan dapat menyerap sejumlah tertentu air dan
larutan cair. Terbagi menjadi 2 kelas, yaitu :
a. Basis non-emulsi
Dapat menyerap air dan larutan cair membentuk emulsi A/M. Mengandung
campuran dari emulgen tipe sterol dengan satu atau lebih parafin. Jika dibandingkan
dengan basis hidrokarbon :
Kurang bersifat oklusif namun emolien yang baik
Membantu obat larut minyak untuk penetrasi kulit
Lebih mudah menyebar/ dioleskan (spread)
Emulgen sterol yang penting adalah :
Wool fat
Wool alkohol
Bees wax
Kolesterol
b. Emulsi A/M
Dapat mengabsorpsi air lebih banyak dari basis non emulsi. Terdiri dari :
Hydrous wool fat (lanolin)
Oily cream BP
Emulsifying wax merupakan basis pada pasta zinc dan coal tar.
3. Basis air-misibel
Keuntungannya antara lain :
Misibel/ bercampur dengan eksudat dari luka
Mengurangi gangguan terhadap fungsi kulit
Kontak baik dengan kulit karena kandungan surfaktannya
Penerimaan terhadap kosmetik yang cukup baik
Mudah dibersihkan dari rambut. Pasta dengan basis hidrocarbon/ absorpsi sangat
tidak cocok untuk kondisi Scalp karena sulit dibersihkan/ dihilangkan dan tidak
menyenangkan.
c) Bahan tambahan
a. Pengawet
Bahan pengawet yang digunakan perlu dijaga kestabilannya. Bahan pengawet
dapat berinteraksi dengan zat lainnya termasuk zat aktif juga dengan wadah sediaan
sehingga benar-benar perlu diperhatikan interaksi antar bahan yang ada. Selain itu
bahan pengawet ada yang bersifat iritan terhadap kulit sehingga juga perlu
diperhatikan pemakaiannya.
Contohnya : Metil paraben dan Propil paraben lebih mengiritasi kulit hidung
dibanding ammonium kuartener. Yang paling penting bahan pengawet yang
digunakan harus tern=bukti efektif untuk menjaga sediaan dari kontaminan terutama
mikroba yang dapat membahayakan.
b. Antioksidan
Antioksidan diperlukan jika kemungkinan teroksidasi ada dan dapat merusak
sediaan atau bahkan membahayakan. Namun formulasi ini harus memperhatikan
toksisitas, potensi, iritasi, kompabilitas, bau, warna, kelarutan dan kestabilan sediaan.
Misalnya asam sitrat dan asam fosfat.
c. Emulsifier
Pada penggunaaan emulsifier yang harus diperhatikan ialah stabilitas.
Penggunaan emulsifier lebih baik dikombinasikan sehingga diperoleh stabilitas yang
lebih baik dan sifat iritan yang lebih rendah. Macam-macam emulsifier yang dapat
digunakan ialah emulsifier anionik (natrium lauril sulfat), triaetanolaminstearat),
emulsifier kationik (ammonium kuartener, cetrimide) dan bemulsifier nonionik (ester
glikol, ester gliserol)
d. Zat Penstabil
Bahan ini perlu ditambahakan jika sediaan sulit mencapai stabilitas yang baik
terutama selama penyimpanan.
e. Humektan
Bahan ini digunakan untuk mengurangi sediaan semisolid dari kehilangan air.
Contohnya gliserol dan PEG
BAB II
FORMULASI
10 %
15 %
3%
0,5 %
10 %
5%
0,03 %
2.2 PENIMBANGAN
1. Air Perasan Jeruk Nipis
10
x 32 ml=3,2ml
100
2. Kalsium Karbonat
15
x 30 g=4,5 g
100
3. CMC
3
x 30 g=0,9 g
100
Air Korpus
4. Sodium Luryl Sulfat (SLS)
= 0,9 g x 10 = 9 ml
0,5
x 30 g=0,015 g
= 100
=
0,015 g
x 6=0,09 ml
1
10
x 30 g=3 g
100
6. Sorbitol
5
x 30 g=1,5 g
100
7. Metil Paraben
0,3
x 30 g=0,09 g
100
9. Kertas perkamen
2.4 PROSEDUR KERJA
1. Siapkan alat dan bahan
2. Ambil dan timbang masing-masing bahan
3. Kembangkan CMC dengan air korpus didalam cawan penguap hingga mengembang
4. Masukkan CaCO3 kedalam lumpang, tambahkan CMC gerus ad homogen
5. Larutkan metil paraben dengan air secukupnya didalam gelas beaker aduk ad larut,
sisihkan
6. Larutkan sodium lauryl sulfat (SLS) dengan air secukupnya didalam gelas beaker,
aduk ad larut, sisihkan
7. Masukkan gliserin kedalam gelas beaker tambahkan sorbitol aduk ad larut
8. Tambahkan no.7 kedalam lumpang tadi, gerus ad homogen
9. Masukkan no.5 kedalam lumpang gerus ad homogen
10. Masukkan no.6 kedalam lumpang gerus perlahan hingga homogen
11. Tambahkan air perasan jeruk nipis gerus ad homogen
12. Masukkan kedalam wadah
13. Lakukan evaluasi terhadap sediaan pasta
2.5 URAIAN BAHAN
1. Gliserin
a. Sinonim
: gliserol, glycerolin, propana 1,2,3 triol
b. Rumus Molekul
: C3H8O3
c. BM
: 92,09
d. Bobot/ml
: 1,255-1,260 sesuai dengan kadar 98 % sampai 100%
C3H8O3
e. Pemerian
Bentuk
: Cairan
Warna
: Jernih
Bau
: Tidak berbau
Rasa
: Manis diikuti rasa hangat
f. Kelarutan
: dalam air, methanol, dan etanol 95%dan propilenglikol, agak
larut dalam aseton, praktis tidak larut dalam kloroform, benzen dan campuran
minyak.
g. Konsentrasi
: Humectant 30 %
: Sweetening agent in alcoholic elixirs 20%
h. Penggunaan
: sebagai antimikroba preservatif, emolien, humektan,
plasticizer dalam pelapis film tablet, solven dalam formula parenteral,dan
pemanis.
i. Penyimpanan : gliserin bersifat higroskopis, sehingga di simpan dalam wadah
kedap udara, jika di simpan dalam temperatur rendah gliserin mungkin akan
menjadi kristal. Kristalnya tidak akan melebur sampai temperatur diatas 200C.
j. Inkompatibilitas
: Dapat meledak jika di campur dengan oksidasi yang kuat
seperti potassium permanganat, potassium klorat.
(Farmakope Indonesia Edisi IV, Handbook of Pharmaceutical Excipient Edisi 6)
2. Sorbitol
a. Pemerian
: Serbuk, granul atau lempengan; higroskopis; warna putih
rasa manis.
b. Kelarutan
: Sangat mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol,
metanol dan asam asetat.
c. Konsentrasi : 20 35%
d. Khasiat
: Pemanis.
e. Stabilitas
: Dapat bercampur dengan kebanyakan bahan tambahan, stabil di
udara, keadaan dingin dan asam basa encer.
f. Inkompatibilits
: Ion logam divalent dan trivalent dalam asam kuat dan
suasana basa.
g. Penyimpanan : Wadah tertutup rapat.
(Farmakope Indonesia Edisi IV, Handbook of Pharmaceutical Excipient Edisi 6)
3. CaCo3
a. Sinonim
: Calcii carbonas; carbonic acid calciumsalt
b. Pemerian
: Serbuk putih atau kristal , tidak berbau dan tidak berasa
c. Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam air; tidak larut dalam etanol, larut dalam asam asetat.
d. pH
: >7 (basa)
e. Stabilitas
: Tidak stabil dalam Ph asam; Tidak stabil terhadap air
f. Titik leleh/lebur : 825C
g. Inkompatibilitas : Inkompatibilitas terhadap asam dan garam ammonium.
h. Konsentrasi : sebagai bahan abrasive 15-50% b/b ( Standart Harrys
Cosmeticology)
i. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik sejuk dan kering
j. Khasiat
: sebagai bahan abrasif
Alasan pemilihan bahan : Memberikan unsur kalsium pada pasta sehingga dapat menguatkan
gigi
(Rowe, Raymond C., Paul J Sheskey, Marian E Quinn, 2009, Handbook
Of Pharmaceutical Excipient Sixth Edition, Pharmaceutical Press andAmerican
Pharmacists Association, USA.)
4. Natrium Lauryl Sulfate/Sodium Lauryl Sulfate (SLS)
a. Nama Lain : Dodecyl Sodium Sulfat, Sodium Monolauryl Sulfat.
b. Pemerian : Serbuk atau hablur, putih atau kuning pucat, bau lemah dank has.
c. Rumus Molekul : C12H25NaO4S
d. Struktur Molekul :
e. Kegunaan : Anionic surfactant; detergent; emulsifying agent; skin penetrant;
tablet and capsule lubricant; wetting agent. tablet dan kapsul ; wetting agent.
f. Kadar : Lubrikan 1-2%.
g. Kelarutan : Sangat larut dalam air, Larutan berkabut, Larut sebagian dalam etanol
(95%) p.
h. OTT : Kationik surfaktan, garam alkaloid, garam potassium.
i. Incompatibilitas : Natrium lauryl sulfate bereaksi dengan surfaktan kationik,
menyebabkan hilangnya aktivitas bahkan dalam konsentrasi terlalu rendah dapat
menyebabkan presipitasi. Pada pH 9,5-10,0 Natrium Lauryl Sulfat agak korosif
terhadap baja ringan, tembaga, kuningan, perunggu, dan aluminium. Natrium
Lauryl Sulfate juga tidak kompatibel dengan beberapa garam alkaloid dan
presipitat dengan garam potassium.
j. Stabilitas : Natrium Lauryl Sulfat stabil dalam kondisi penyimpanan normal.
Namun dalam larutan di bawah kondisi ekstrim yaitu pada pH 2,5 atau di
bawahnya. Hal itu dapat menyebakan hidrolisis pada lauryl alcohol dan Sodium
Bisulfat. Bahan harus di simpan dalam wadah tertutup, jauh dari pengoksidasi
yang kuat, dalam tempat yang dingin, tempat kering.
(Farmakope Indonesia Edisi IV, Handbook of Pharmaceutical Excipient Edisi 6)
5. Carboxy Metyl Cellulosium Natrium (CMC-Na)
a. Sinonim
: Akucell; carmellosum natricum
b. Pemerian
: serbuk atau granul putih sampai krem, hampir tidak berbau,
hampir tidak berasa
Kelarutan
: Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloid; Tidak
larut dalam etanol, dalam eter dan dalam pelarut organik lain.
c. Titik leleh
:2270 dalam keadaan terbakar 2520 C
d. pH larutan
:7 - 9
e. Stabilitas
: Higroskopik dan dapat menyerap air pada kelembapan tinggi.
Stabil pada pH 2-10, pengendapan terjadi pada pH 2, viskositas berkurang pada pH
lebih dari pH 10. Sterilisasi cara kering pada suhu 1600 C selama 1 jam, akan
mengurangi viskositas dalam larutan. Perlu penambahan antimikroba dalam
larutan.
f. Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan larutan asam kuat dan dengan larutan
garam dari beberapa logam pengendapan terjadi pada pH 2 dan pada saat
pencampuran dengan etanol 95%. Membentuk kompleks dengan gliserin dan
pektin.
g. Konsentrasi
: 0,02%, 0,04% dan 0,08%
h. Khasiat dan Penggunaan : Suspending agent.
i. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
(Farmakope Indonesia Edisi IV, Handbook of Pharmaceutical Excipient Edisi 6)
6. Metil Paraben
a.
Sinonim
: Metil paraben atau Nipagin M
b.
Pemerian
: berbentuk serbuk hablur halus, putih hampir tidak berbau, tidak
mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal.
c.
Titik lebur
: pada suhu 125-128
d. Kelarutan : larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam larutan
alkali hidroksida larut dalam 60 bagian giserol dan dalam 40 bagian minyak lemak
nabati panas. Jika di dinginkan tetap jernih.
e.
Khasiat
: pengawet.
f.
Konsentrasi : 0,05% - 0,5%
g.
Inkompatibilitas
: Aktivitas antimikroba Methylparaben dan parabens
lainnya jauh berkurang dengan adanya surfaktan nonionik, seperti polisorbat 80, sebagai
akibat dari micellization. Namun, propilen glikol (10%) telah terbukti mempotensiasi
antimikroba aktivitas paraben dengan adanya surfaktan nonionik dan mencegah interaksi
antara Methylparaben dan polisorbat 80. Inkompatibilitas dengan bahan lain, seperti
bentonit, magnesium trisilikat, bedak, tragakan, natrium alginat , minyak esensial,
sorbitol, dan atropin, telah dilaporkan. Hal ini juga bereaksi dengan berbagai gula dan
alkohol gula yang terkait Penyerapan Methylparaben oleh plastik juga telah dilaporkan.;
jumlah diserap tergantung pada jenis plastik dan kendaraan. Telah menyatakan bahwa
low-density dan high-density polyethylene botol tidak menyerap Methylparaben.
Methylparaben berubah warna dengan adanya besi dan tunduk pada hidrolisis oleh basa
lemah dan asam kuat.
h.
Stabilitas dan Penyimpanan Kondisi : Larutan encer dari Methylparaben pada pH
Mei 3-6 disterilisasi dengan autoklaf pada 1208C selama 20 menit, tanpa dekomposisi.
Larutan encer pada pH 3-6 stabil (kurang dari 10% dekomposisi) sampai sekitar 4 tahun
pada suhu kamar, sedangkan larutan air pada pH 8 atau diatas dikenakan hidrolisis cepat
(10% atau lebih setelah sekitar 60 penyimpanan hari pada suhu kamar); Methylparaben
harus disimpan dalam wadah yang tertutup di tempat yang sejuk dan kering.
7. Jeruk Nipis
Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) merupakan zat herbal yang ditambahkan pada
pasta gigi karena berkaitan dengan kemampuannya yang mampu menghambat
pertumbuhan mikroba. Jeruk nipis mempunyai kandungan minyak atsiri yang berfungsi
sebagai antibakteri. Selain itu, jeruk nipis berasal dari tumbuh-tumbuhan, dimana bahan
tersebut aman dan alami. Untuk mengetahui pengaruh jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
dalam bentuk larutan ekstrak terhadap pembentukan plak gigi, sehingga dapat
menurunkan angka kejadian karies. Jeruk nipis dapat menghambat pembentukan plak
dengan cara menghambat pembentukan pelikel, pertumbuhan koloni kuman dan
meningkatan kecepatan saliva dan penurunan viskositas saliva. Daya antibakteri minyak
atsiri jeruk nipis disebabkan oleh adanya senyawa fenol dan turunannya yang dapat
mendenaturasi protein sel bakteri. Salah satu senyawa turunan itu adalah kavikol yang
memiliki daya bakterisida lima kali lebih kuat dibandingkan fenol. Fenol merupakan
senyawa toksik, mengakibatkan struktur tiga dimensi protein terganggu dan terbuka
menjadi struktur acak tanpa adanya kerusakan pada struktur kerangka kovalen. Hal ini
menyebabkan protein saliva dan bakteri terdenaturasi. Deret asam amino protein tersebut
tetap utuh setelah denaturasi, namun aktivitas biologis menjadi rusak sehingga protein
tidak dapat melakukan fungsinya. Tidak hanya sebagai antibakteri, minyak atsiri/minyak
esensial pada jeruk nipis dapat meningkatkan sekresi serta menambah jumlah produksi
dari saliva. Peningkatan kecepatan dan penurunan viskositas saliva dapat menghambat
terbentuknya plak pada gigi. Saliva juga mengandung enzim lisozim dan
laktoperoksidase yang dapat mengurangi aktivitas metabolisme bakteri dan menjadi
buffer yang dapat menetralkan pH plak. Enzim lisozim bersifat bakterisida yaitu mampu
membuat bakteri tidak berdaya dengan cara menyerang dinding sel bakteri (melisiskan
mikroorganisme) sehingga bakteri kehilangan cairan sel akhirnya mati, sedangkan enzim
BAB III
HASIL PENGAMATAN
3.1 FORMULASI SEDIAAN DAN FUNGSI
Formula
Fungsi
Zat Aktif
Konsentrasi
(Range)
10 %
Konsentrasi yang
Digunakan
10 %
Air Perasan
Jeruk Nipis
Kalsium
Karbonat
CMC
Sodium Lauryl
Sulfate
Glyserin
Sorbitol
Metil Paraben
15 % - 50 %
15 %
Pengental (Pengikat)
Agen Pembentuk Busa
3%-6%
0,5 % - 2 %
3%
0,5 %
Humektan (Pendingin)
Humektan (Pemanis)
Pengawet Fase Air
30 %
3 % - 15 %
0,05 % - 0,5 %
10 %
5%
0,3 %
Warna
Putih
kekuningan
Putih
Bau
Jeruk nipis
Rasa
manis
Tekstur
Lembut
Tidak berbau
Manis
Lembut
Pembanding
Putih
Mint
2. Uji Homogenitas
Replikasi
Pasta + Zat aktif
Pasta tanpa zat aktif
Pembanding
Kejernihan
Ada butiran kecil
Homogen
Homogen
3. Uji PH
Replikasi
Pasta + Zat aktif
Pasta tanpa zat aktif
Pembanding
PH
9
9
9
Manis agak
pedas
Lembut
Berat jenis
10g
50g
100g
10g
50g
100g
10g
50g
100g
Busa
Ada
Ada
Ada
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasta adalah sediaan berupa massa lembek yang dimaksudkan untuk pemakaian
luar. Biasanya dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang berbentuk serbuk dalam
jumlah besar dengan vaselin atau parafin cair atau dengan bahan dasar tidak berlemak
yang dibuat dengan gliserol, mucilago atau sabun. Digunakan sebagai antiseptik, atau
pelindung kulit. Pada praktikum yang telah dilakukan, kami mencoba membuat formula
pasta gigi dengan menggunakan bahan aktif yaitu air perasan jeruk nipis. Alasan kami
menggunakan jeruk nipis karena jeruk nipis dapat menghambat pembentukan plak
dengan cara menghambat pembentukan pelikel, pertumbuhan koloni kuman dan
meningkatan kecepatan saliva dan penurunan viskositas saliva. Didalam jeruk nipis
tersebut terdapat minyak atsiri yang berfungsi sebagai antibakteri. Daya antibakteri
minyak atsiri jeruk nipis disebabkan oleh adanya senyawa fenol dan turunannya yang
dapat mendenaturasi protein sel bakteri. Selain mengandung minyak atsiri, jeruk nipis
juga mempunyai kandungan asam sebesar 7-7,6%. Asam dapat mendenaturasi protein
(protein sel bakteri) dengan cara mengacaukan jembatan garam dengan adanya muatan
ionic. Kemudian kami menggunakan bahan tambahan yaitu : CMC yang berguna sebagai
pengental, Kalsium Karbonat sebagai agen pengikis (abrasive), bahan tambahan ini yang
digunakan untuk menghilangkan flak. Kemudian ada gliserin dan sorbitol yang berfungsi
sebagai humektan, sorbitol juga dapat digunakan sebagai pemberi rasa manis pada pasta.
Untuk agen pembentuk busa kami gunakan Sodium Lauryl Sulfat (SLS) dan kami juga
gunakan Metil Paraben (nipagin) sebagai pengawet, karena formula yang kami buat ini
menggunakan bahan alam yang mengandung air, sedangkan air akan mudah sekali
ditumbuhi oleh jamur. Oleh sebab itu kami menggunakan Metil Paraben sebagai
pengawet fase air.
Pembuatan pasta ini kami lakukan dengan cara, pertama kami melarutkan CMC
dengan air korpus di dalam cawan penguap hingga mengembang. Setelah itu kami
masukkan kedalam lumpang dan di campur kan dengan kalsium karbonat. Disisi lain,
sorbitol dan gliserin di campurkan didalam gelas beaker, karena kedua bahan tersebut
berbentuk cair. Setelah larut disisihkan terlebih dahulu. Metil paraben juga dimasukkan
kedalam gelas beaker dan dilarutkan dengan air secukupnya (sisihkan juga). Setelah itu
SLS juga dilarutkan di dalam gelas beaker dengan air yang sudah diperhitungkan
sebelumnya. Setelah itu sorbitol dan gliserin yang sudah dilarutkan dimasukkan kedalam
campuran CMC dan kalsium karbonat di lumpang (gerus), kemudian tambahkan metil
paraben (gerus), setelah itu baru tambahkan SLS. Pada saat penambahan SLS dilakukan
penggerusan perlahan, agar tidak menimbulkan busa. Dan terakhir masukkan air jeruk
nipis (gerus hingga homogen).
Pada formula ini kami menggunakan 2 sediaan lain sebagai pembanding, yaitu
formula dengan bahan yang sama tetapi tidak menggunakan zat aktif dan produk yang
sudah teruji dan beredar dipasaran. Dan ini adalah perbedaannya berdasarkan hasil
ujinya:
1. Uji Organoleptis
Uji ini dilakukan dengan menggunakan panca indra untuk melihat warna dari
sediaan, mencium bau, mengetahui rasa dan tekstur dari sediaan pasta yang telah
dibuat. Agar dapat mengetahui kestabilan dari pasta tersebut. Dan dari hasil
pengamatannya diketahui bahwa dari ketiga pasta tersebut memiliki tekstur,
warna dan rasa yang sama, yaitu tekstur yang lembut, rasa yang manis tetapi pada
produk pembanding rasa manis agak pedas, dan memiliki warna putih. Tetapi
pada sediaan dengan bahan aktif jeruk nipis warnanya putih agak kekuningan
karena air dari jeruk nipis tersebut yang berwarna kuning. Sedangkan untuk bau,
ketiga sediaan tersebut memiliki aroma yang berbeda. Untuk sediaan dengan zat
aktif beraroma khas jeruk nipis, sediaan tanpa zat aktif tidak memiliki bau apaapa dan untuk pasta pembanding memilik aroma mint. Dan dari hasil uji tersebut
dapat diketahui bahwa pasta yang telah kami buat sudah stabil.
2.
Uji Homogenitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui merata atau tidaknya zat aktif dalam sediaan
tersebut, dengan cara mengoleskan pasta pada kaca objektif. Kemudian kaca
tersebut diarahkan pada cahaya. Dan dari hasil penamatan yang telah kami
lakukan. Pada pasta dengan zat aktif jeruk masih terdapat butiran-butiran kecil,
yang artinya pasta tersebut belum homogen. Pada pasta tanpa zat aktif sudah tidak
ada lagi butiran-butiran yang artinya pasta tersebut sudah homogen. Dan pada
pasta pembanding sudah tidak adalagi butiran-butiran dan tandanya pasta tersebut
sudah homogen. Dan dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa pasta yang kami
buat sudah homogen. Meskipun pada pasta yang ditambah zat aktif jeruk nipis
masih ada butiran-butiran kecil, tetapi itu sangat sedikit sekali. Hal itu terjadi
karena penggerusan yang kurang lama atau juga karena penyaringan air jeruk
nipisnya yang kurang efektif.
3. Uji pH
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah pH sediaan yang dibuat sudah sesuai
dengan pH didalam mulut dan pH gigi. Cara mengukur pH ini bisa dengan dua
cara yaitu dengan menggunakan kertas pengukur pH atau yang lebih efektif
dengan alat pengukur pH yaitu pH meter. Tetapi pada praktikum ini kami menguji
pH dengan menggunakan kertas pengukur pH. Caranya dengan mengoleskan
pasta pada kertas pH, ditunggu beberapa menit kemudian hitung ph nya dengan
melihat warna yang sesuai dengan nomor pH. Pada praktikum kami, sebelumnya
kami menghitung pH pada pasta pembanding terlebih dahulu dan pH nya adalah
9. Setelah itu kami menghitung pH pada sediaan kami dan didapatkan hasil yang
sama yaitu 9. Yang artinya pasta yang kami buat sudah sesuai, karena pH nya
sama dengan pH pasta pembanding yang merupakan pasta yang sudah teruji dan
sudah beredar dipasaran. Dan juga dari pengujian pH ini diketahui bahwa zat aktif
yang kami gunakan tidak mempengaruhi sediaan, walaupun bahan aktif yang
kami gunakan bersifat asam (pH nya 1) tetapi hasilnya tetap stabil.
4.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas mengenai praktikum pembuatan pasta yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa formula pasta gigi yang kami buat dengan bahan
aktif Air Jeruk Nipis sudah baik, sudah sesuai dengan syarat-syarat pasta gigi melalui
uji-uji yang sudah kami lakukan. Uji organoleptis, uji homogenitas, uji pH, uji
penimbulan busa dan juga uji daya sebar yang sudah sesuai. Dan untuk meyakin kan
juga telah dilakukan pembandingan dengan pasta gigi yang sudah teruji dan sudah
banyak dan sering digunakan di pasaran.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes R.I. 1978. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Anief, Moh, (2004), Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Depkes R.I. (1995). Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Syamsuni, H.A. (2005). Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Penerbit Kedokteran :
Jakarta.
Duin , C F Van . 1954. Ilmu resep dalam praktek dan teori. Soeroengan ; Jakarta
Ansel, H.C, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi ke-4. UI-Press, Jakarta.
Sulaiman, T.N.S. dan Rina K., 2008, Teknologi dan Formulasi Sediaan Semipadat,
Pustaka Laboratorium Teknologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Rowe, R.C., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, Pharmaceutical Press and American
Pharmacists Association, USA.
Voigt, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Depkes, 1979, Formularium Indonesia edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Depkes, 1995, Formularium
Indonesia,Jakarta.
Indonesia
edisi
IV,
Departemen
LAMPIRAN
Kesehatan
Republik