Anda di halaman 1dari 30

KISI -KISI UJIAN KOMPRE APOTEKER

1. SYARAT PENDIRIAN Apotek


1. Syarat Pendirian Apotek
PMK RI Nomor 9 tahun 2017 tentang Apotek
Persyaratan Apotek antara lain:
1. Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan atau modal dari pemilik modal
baik perorangan maupun perusahaan
2. Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerjasama dengan pemilik modal maka
pekerjaankefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan.

PMK No. 26 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik Sektor Kesehatan
disebutkan bahwa apotek diselenggarakan oleh pelaku usaha perseorangan. Pelaku usaha
perseorangan sebagaimana yang dimaksud sebelumnya adalah apoteker.
Persyaratan lain yang harus diperhatikan dalam mendirikan suatu Apotek antara lain menurut
PERMENKES No. 9 tahun 2017 adalah sebagai berikut:
a. Lokasi Diusahakan Menyebar, pemerintah daerah kab/kota dapat mengatur persebaran
Apotek
b. Bangunan harus memiliki persyaratan teknis, harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan,
dan kemudahan kususnya bagi penyandang cacat, anak-anak, dan orang lanjut usia. Boleh bagian
dari pusat perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah kantor dkk
c. Sarana, Prasarana dan Peralatan

Sarana paling sedikit:


• Penerimaan Resep
• Pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
• Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
• Konseling
• Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
• Arsip

Prasarana paling sedikit


• Instalasi air bersih
• Instalasi listrik
• Sistem tata udara
• Sistem proteksi kebakaran

Peralatan Apotek meliputi :


• Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan meliputi timbangan miligram dan timbangan gram
dengan anak timbangan yang sudah ditera, serta perlengkapan lain yang disesuaikan dengan
kebutuhan
• Perlengkapan dan alat perbekalan farmasi terdiri dari lemari dan rak untuk penyimpanan obat,
lemari pendingin, dan lemari untuk penyimpanan narkotika, psikotripika serta obat-obat tertentu
• Wadah pengemasan dan pembungkus seperti etiket, wadah pengemas dan pembungkus untuk
penyerahan obat

• Alat administrasi meliputi blanko pesanan obat, blanko kartu stok obat, blanko salinan resep,
blanko faktur dan nota penjualan, buku pencatatan dan pesanan obat narkotika dan psikotropika,
Obat-obat tertentu serta prekursor
• Buku standar yang diwajibkan yaitu farmakope indonesia edisi terbaru 1 buah dan kumpulan
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan Apotek.
d. Ketenagaan
Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek dapat dibantu oleh Apoteker lain,
Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau tenaga administrasi. Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian wajib memiliki surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

2. Struktur Organisasi Apotek

Definisi APA, APING, dan Apoteker pengganti (Kepmenkes 1332/Menkes/2002)


 APA (apoteker pengelola apoteik) Apoteker yg diberi SIA
 APINGApoteker yg bekerja di apotik, menggantikan APA pada jam, buka apotik
 Apoteker penggantiAPoteker yg mengganti APA yamg tidak ada dite,pat > 3 bulan (terus
menerus) punya surat izin kerja
 AAorang yg berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sbg asisten apoteker
 TTK PP 51 2009 tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian,
yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker.
3. Pengurusan SIPA

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 889/MENKES/PER/V/2011,


untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:

• Memiliki ijazah Apoteker


• Memiliki sertifikat kompetensi Apoteker
• Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker
• Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik
• Membuat pernyataan akan memenuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi

Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib mengurus SIPA di DINKES Kabupaten/Kota tempat
pekerjaan kefarmasian dilakukan. Permohonan SIPA harus melampirkan :
• Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN
• Surat pernyataan mempunyai praktek profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas
pelayanan kefarmasian
• Surat rekomendasi dari organisasi profesi
• Pas foto berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak dua lembar dan 3x4 cm sebanyak dua lembar

Sesuai dengan PMK No. 26 Tahun 2018 Persyaratan (komitmen) untuk memperoleh izin apotek
terdiri atas:
• STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker)
• SIPA (Surat Izin Praktik Apoteker)
• Denah bangunan
• Daftar sarana dan prasaran
• Berita acara pemeriksaan
Tata Cara Pemberian Surat Izin Praktik

Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)

a. Apoteker mengajukan permohonan SIPA kepada kepala dinas kesehatan atau


penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) kabupaten/kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilaksanakan.

b. Apoteker mengajukan permohonan SIPA sebagaimana dimaksud pada butir a


menggunakan formulir sebagai berikut:

1) Formulir 1 untuk SIPA di fasilitas pelayanan kefarmasian (terlampir);


2) Formulir 2 untuk SIPA di fasilitas produksi (terlampir); atau
3) Formulir 3 untuk SIPA di fasilitas distribusi/penyaluran (terlampir).
c. Permohonan SIPA harus melampirkan:

1) fotokopi STRA dengan menunjukkan STRA asli;

2) surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi dengan menggunakan contoh


sebagaimana tercantum dalam Formulir 4 terlampir atau surat keterangan dari
pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau
distribusi/penyaluran dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 5 terlampir;

3) surat persetujuan dari atasan langsung bagi apoteker yang akan melaksanakan
pekerjaan kefarmasian di fasilitas kefarmasian dengan menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 6 terlampir;

4) surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan

5) pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 3 (tiga) lembar.

d. Dalam hal apoteker mengajukan permohonan SIPA di fasilitas pelayanan kefarmasian,


untuk: 1) SIPA Kedua harus melampirkan fotokopi SIPA Kesatu; atau 2) SIPA Ketiga
harus melampirkan fotokopi SIPA Kesatu dan SIPA Kedua.

e. Dalam mengajukan permohonan SIPA harus dinyatakan secara tegas permintaan SIPA
untuk tempat pekerjaan kefarmasian.

f. Kepala dinas kesehatan atau penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
kabupaten/kota harus menerbitkan SIPA paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak
surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap dengan menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 7, Formulir 8, atau Formulir 9 terlampir.
4. Perundangan YanFar di Apotek

PP 51 2009 tentang pekerjaan kefarmasian


Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian meliputi:
 Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat menjamin keamanan,
mutu, manfaat dan khasiat Sediaan Farmasi. Diatur dlm PMK 72, 73, 74 tahun 2016
 Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi; Fasilitas Produksi Sediaan
Farmasi dapat berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat(3 apoteker bidang pemastian
mutu, produksi, dan pengawasan mutu), industri obat tradisional, dan pabrik kosmetika (1 Apoteker
peanggung jawab).
 Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi; dan
 Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi.

Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berupa :


a. Apotek;
b. Instalasi farmasi rumah sakit;
c. Puskesmas;
d. Klinik;
e. Toko Obat; atau
f. Praktek bersama.
5. Perencanaan, Pengadaan, penyimpanan, pengendalian
6. Pelaporan dan pencatatan
7. Pelayanan Farmasi Klinis terhadap obat resep dan non resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam
bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien
sesuai peraturan yang berlaku.
Skrining Resep

NON RESEP= Swamedikasi

a. Dipastikan dahulu bahwa seseorang yang akan di KIE adalah seseorang yang menebus resep
(konfirmasi kembali)
b. Perkenalan
c. Penjelasan tentang nama obat,
d. Jumlah, dan lama pengobatan
e. Indikasi/khasiat
f. Aturan pakai, diminum sebelum atau sesudah makan
g. Cara mengkonsumsi, Ex:
 Oralit berbentuk serbuk, cara konsumsi dilarutkan dengan segelas air dan diminum sampai habis
 Obat maag tabkunyah
h. Cara memakai obat khusus, Ex: suppositoria, insulin pen dll
i. Hal-hal yang harus dihindari. Ex: ada inetraksi obat jangan dikonsumsi bersamaan
j. Efek samping, ex: mengantuk jadi harus dihindari aktivitas yang memerlukan konsentrasi
k. Penyimpanan obat, ex: lacto, suppositoria di simpan dilemari es
l. Memberikan penjelasan tentang terapi nonfarmakologi menjelaskan tentang kebiasaan baik
dan hal yang harus dihindari guna untuk menunjang kesembuhan dan keberhasilan terapi.
Konsultasi dengan Pasien Swamedikasi :
Beri informasi tentang :
- Jenis obat
- Bentuk sediaan
- Cara dan lama pemakaian
- Cara penyimpanan
- Kontraindikasi serta efek samping yang
mungkin ditimbulkan
TIPS MENYIMPAN OBAT:
Jangan menyimpan obat di tempat yang kotor, lembab, atau terkena sinar matahari langsung
Jangan menyimpan berbagai macam obat dalam
satu tempat
Simpan obat agar terhindar dari jangkauan anak
kecil
Simpan obat tetap dalam wadah/kemasan aslinya
Simpan supositoria di tempat dingin
Buang sisa obat yang sudah rusak dan sudah kadaluarsa

8. Metode Pengadaan

Menurut Keputusan Menkes No. 1197 tahun 2004, bahwa perencanaan ialah suatu proses
pemilihan jenis, jumlah dan harga dari perbekalan farmasi yang mana perencanaan akan pemilihan
suatu sediaan farmasi sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk menghindari kekosongan obat.
Tiga metode perencanaan yang bisa digunakan yaitu:
1. metode morbiditas atau epidemiologi, perencanaan perbekalan farmasi dengan metode ini ialah
berdasarkan penyakit yang ada yang mana obat yang disediakan ialah obat yang paling sering
diminta untuk suatu jenis penyakit yang sering muncul pada suatu lingkungan masyarakat, maka
suatu apotek akan memenuhi permintaan atau kebutuhan masyarakat dari suatu sediaan farmasi
dari epidemiologi yang paling sering muncul.
2. metode konsumsi, metode perencaan obat ini didasarkan pada kebutuhan obat pada perioe
sebelumnya, yaitu dengan melihat pola konsumsi yang umumnya digunakan pada tahun-tahun
sebelumnya, metode ini paling mudah dilakukan namun membutuhkan waktu yang lebih
banyak. Metode konsumsi ini umumnya digunakan di apotek ataupun dirumah sakit karena
tidak memerlukan data penyakit dan standar pengobatan.
3. metode kombinasi atau gabungan antara keduanya , metode ini saling mengisi kelengkapan
diantara kedua metode tadi dan meminimalisir kekurangannya. Yang menggunakan metode ini
kombinasi ini umumnya rumah sakit besar yang telah berjalan cukup lama atau apotek yang
telah cukup maju. (Bogadenta,2012)

Metode Penentuan Skala prioritas dari Perencanaan


Setelah menentukan metode perencanaan maka selanjutnya ialah menentukan skala prioritas
kebutuhan suatu sediaan farmasi agar sesuai anggaran yang ada apotek. Metode yang digunakan
untuk menentukan skala prioritas ada 3 yaitu metode ABC (Always Better Control), VEN (Vital
Essensial dan Nonessensial) dan Put (Prioritas Utama tambahan),
1. metode ABC ialah didasarkan atas nilai ekonomis barang, dimana metode ini berdasarkan
pembiayaan dari suatu jenis obat yang di kelompokkan ke dalam tiga golongan yaitu
kelompok A jika obat tersebut mempunyai dana sebesar 80% tapi jumlah item obat tidak lebih
dari 20%, kelompok B jika dana yang tersedia sekitar 15% tapi jumlah item obat tidak lebih
dari 30% dan kelompok C jika dana yang tersedia sekitar 5% tapi jumlah item obat sekitar
50%.
2. metode VEN berdasarkan penggunaan obat yang berdampak pada kesehatan, metode ini juga
terbagi menjadi tiga kategori, kategori pertama yaitu V atau vital adalah obat-obat yang harus
ada yang merupakan obat-obat penyelamat hidup (life saving drugs) , obat-obat ini merupakan
obat penting yang harus ada yang dapat mengobati penyakit-penyakit penyebab kematian
terbesar contohnya ialah obat kemoterapi ataupun obat-obatan injeksi seperti adrenalin yang
harus selalu tersedia di UGD.Kategori E atau essensial ialah obat kausal yang langsung
mengobati sumber penyakit yang terbukti menyebuhkan pasien atau mengurangi kesakitan
dari pasien contohnya obat-obat antibiotik. Kategori N atau Nonessensial yaitu obat yang
kerjaya ringan yang digunakan untuk menjaga kenyamanan dari penyakit yang sebenarnya
dapat sembuh sendiri contohnya vitamin.
3. metode PUT atau prioritas utama tambahan merupakan gabungan antara VEN dan ABC yang
mana metode ini digunakan jika kebutuhan dana dari pengadaan obat yang di inginkan
melebihi biaya yang disediakan oleh suatu apotek maupun rumah sakit.

Adapun Standar Operasional Prosedur dari perencanaan ialah pertama dilakukannya review terhadap
pola penyakit, kemampuan daya masyarakat serta kebiasaan setempat kemudian dilakukan kompilasi
penggunaan obat setiap bulan lalu dianalisa untuk menetapkan prioritas dan jumlah sediaan yang
akan diadakan, selanjutnya dilakukan monitoring distributor sediaan farmasi dan alat kesehatan
untuk menjamin keabsahan distributor dan menjamin bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan
memenuhi persyaratan mutu, terakhir dilakukan prakiraan perencanaan kebutuhan sediaan farmasi
dan alat kesehatan dan prakiraan pembelian ke masing-masing distributor serta frekuensi pengadaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya
dan kemampuan masyarakat.
Tujuan perencanaan untuk pengadaan obat adalah :

1. Mendapatkan jenis dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang sesuai kebutuhan
2. Menghindari terjadinya kekosongan obat/ penumpukan obat

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:


1. Pola penyakit.

Yaitu perencanaan perbekalan farmasi yang sesuai data jumlah pengunjung dan jenis penyakit yang
banyak di keluhkan atau di konsultasikan dengan APA atau TTK diApotek, hal ini juga dapat di lihat
dari data-data yang sesuai, contohnya data UPDS(Upaya Pengobatan Diri Sendiri) atau data HV
(Obat Bebas).
2. Kemampuan/daya beli masyarakat

Yaitu perencanaan perbekalan farmasi yang sesuai hasil analisis data konsumsi obat pada periode
sebelumnya yang dapat dilihat dari resep-resep yang masuk setiap hari. jika obat atau barang yang
habis atau laku keras maka dilakukan perencanaan pemesanan obat tersebut.
3. Budaya masyarakat (kebiasaan masyarakat setempat)
4. Pola penggunaan obat yang lalu
Kegiatan pokok dalam perencanaan adalah memilih dan menentukan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan yang akan diadakan.
9. Penerimaan Obat/barang

Penerimaan adalah suatu kegiatan dalam menerima perbekalan farmasi yang diserahkan dari unit-
unit pengelola yang lebih tinggi (PBF) kepada unit pengelola dibawahnya (Apotek).
Tahapan penerimaan barang di apotek:
1. PBF akan mengirimkan barang yang dipesan disertai dengan faktur pengiriman barangrangkap
empat.
2. Barang yang datang kemudian dicocokkan dengan item yang tertulis pada faktur,diperiksa nama
sediaan, jumlah, dosis, expiredate, dan kondisi sediaan.
3. Faktur kemudian ditangani oleh APA atau AA dengan mencantumkan nama dan nomor SIK.
4. Tiga lembar faktur dikembalikan ke PBF dan satu lembar untuk apotek. Jika barang yang datang
tidak sesuai dengan surat pesanan (SP) atau ada kerusakan fisik maka bagian pembelian akan
melakukan retur barang tersebut ke PBF yang bersangkutan untuk di tukar dengan barang yang
sesuai.

Barang tersebut diretur karena:


 Tidak cocok dengan yang dipesan
 Kemasan rusak
 Mendekati Expire date atau sudah masuk Expire date

10. Pemusnahan Obat/Barang

Obat Kadaluwarsa/ Rusak selain NPP


- Mengupayakan pengembalian ke produsen terutama obat-obatan antibiotik, sitostatika,
disinfektan dll
- Dilakukan dengan tidak mencemari lingkungan
- Dimusnahkan dengan disaksikan karyawan apotek setempat yang memiliki SIP
- Mengisi BAP disertai tandatangan pada Formulir 1
- Mengirimkan kepada Kemenkes RI, BPOM, Dinker Propinsi dan arsip apotek
Pemusnahan obat biasa (PMK NO 73 tahun 2016 Hal 13)
Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan.
Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan
oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja.
Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan Formulir 1
sebagaimana terlampir.
Berita acara ini dibuat rangkap 4 (empat) dan dikirim kepada :
1.Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
2.Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan
3.Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
4.Arsip di Apotek

*Provinsi atau kota : Balai POM


Pusat : Badan POM
Kota-Kota besar : Balai Besar POM (Misal Surabaya)
Pemusnahan Obat Narkotika
Obat yang mengandung NPP (PMK No. 3 tahun 2015)
- Dilakukan dengan tidak mencemari lingkungan
- Dilakukan dengan tidak membahayakan masyarakat
- Dimusnahkan dengan disaksikan oleh Dinkes Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar
POM setempat dengan mengirimkan surat pemberitahuan dan permohonan saksi.
Selanjutnya, instansi terkait yang akan menetapkan petugas sebagai saksi
- Sebelum dilakukan pemusnahan, dilakukan pemastian kebenaran secara organoleptis
oleh saksi
- Apabila membutuhkan pihak ketiga dalam pemusnahan, harus dihadiri pemilik obat
tsb.
- Mengisi BAP (Berita Acara Pemusnahan) yang tersedia di formulir 10 disertai tanda
tangan pihak-pihak terkait
- Mengirimkan kepada Kemenkes RI, BPOM, Dinker Propinsi dan arsip apotek
Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika
dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota PMK 73
hal 13
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut: PMK No 3 Tahun 2015 Pasal 40
a. penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan menyampaikan surat
pemberitahuan dan permohonan saksi kepada:
1. Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, bagi Instalasi Farmasi
Pemerintah Pusat;
2. Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan
setempat, bagi Importir, Industri Farmasi, PBF, Lembaga Ilmu Pengetahuan, atau Instalasi
Farmasi Pemerintah Provinsi; atau
3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan
Makanan setempat, bagi Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik,
Instalasi Farmasi Pemerintah Kabupaten/Kota, Dokter, atau Toko Obat.
b. Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas Kesehatan Provinsi,
Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat, dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota menetapkan petugas di lingkungannya menjadi saksi pemusnahan sesuai
dengan surat permohonan sebagai saksi.
c. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada
huruf b.
d. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku, produk antara,
dan produk ruahan harus dilakukan sampling untuk kepentingan pengujian oleh petugas
yang berwenang sebelum dilakukan pemusnahan.
e. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi harus dilakukan
pemastian kebenaran secara organoleptis oleh saksi sebelum dilakukan pemusnahan.
Berita acara ini dibuat rangkap 4 (empat), dan dikirimkan kepada:
1. Kementerian Kesehatan RI c.q. Ditjen Bina Kefarmasisan dan Alat Kesehatan
2. Badan POM RI
3. Dinas Kesehatan Provinsi
4. Pertinggal

Jenis-jenis pemusnahan obat :


a. Penimbunan = ex tablet, kapsul, dll
b. Pengenceran = ex sirup, infus, larutan antisepsik, dll
c. Insenerasi suhu tinggi = 1200 – 1450 ºC
d. Emkapsulasi = sitostatika dan antibiotika

11. Pengelolaan SDM


Mengetahui Cara Pengelolaan Sumber Daya Manusia Di Apotek
a. Menentukan jumlah SDM yang dibutuhkan di apotek
b. Memastikan kebutuhan SDM berdasarkan kriteria/ kompetensi
(pendidikan/keahlian/usia/jenis kelamin,dll)
c. Melakukan penerimaan dan screening karyawan berdasarkan kriteria yang
dibutuhkan (pengumuman/iklan selanjutnya dilakukan wawancara dan negosiasi)
d. Memberikan hak yang layak bagi karyawan (kesehatan, gaji, dll)
e. Menerapkan sistem reward and punishmen
f. Membagi/ menentukan tugas dan tanggungjawab kepada SDM lain
g. Menjadi leader dalam tim dan dalam situasi multidisipliner, dengan memberikan
solusi dengan bijak dan keputusan yang tepat dalam penyelesaian masalah
h. Mmpu berkomunikasi dengan baik
i. Memberikan contoh yang baik bagi SDM lai
SDM di ApotekBerdasarkan peraturan pemerintah no 51 tahun 2009 tentang
pekerjaan kefarmasian, apoteker juga dapat dibantu oleh tenaga teknis
kefarmasian dalam menjalakan pekerjaan kefarmasian di apotek. Tenaga teknis
kefarmasian terdiri dari sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analisis farmasi, dan
tenaga menengah farmasi/asisten apoteker. Sumber daya manusia di apotek juga
dapat mencangkup tenaga non kefarmasian seperti tata usaha, OB, dll.
12. RUMUS

13. Penggolongan Obat


 Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep
dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau
dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh Paracetamol, antasida (Pedoman
Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas Terbatas Depkes, 2007)
 Obat bebas terbatas adalah obat yang termasuk obat keras tetapi dapat dijual atau
dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus
pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi
berwarna hitam. (Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas Terbatas Depkes,
2007)

P1= Procold P4 = Sigeret asma, decoderm,


Neoidoine
P2= Hexadol, gargline P5 = Dulcolax
P3= Kalpanax, Betadine Feminine, insto P6 = Superhoid (Obat Wasir)
 Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter.
Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah
dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh, Glimepirid, Glibenklamid, Amoxicillin
(Antibiotik Oral).
 OWA adalah Obat Keras yang dapat dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh
Apoteker di Apotik dengan jumlah tertentu
Penggolonggan bisa liat di SK Menkes 347 tahun 1990
 Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (UU No 5/1997)
Golongan I
Dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi. Psikotropika
golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat
kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan, Contoh Cathinone, Etrytamine, DET
(UU No 5/1997)
Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan. (UU No 5/1997) Contoh : Amphetamine, Zipeprol
Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan. (UU No 5/1997) Contoh Cathine,
Phenobarbital
Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi. (Permenkes 9-
2015 Perubahan Penggolongan Psikotropika) Contoh Diazepam, Ethinamate
 Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran,hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan
menimbulkan ketergantungan. (PBPOM No 4 2018)
Gol 1: Heroin, kokain, Ganja
Gol 2: Morfin, Petidin, Fentanil, Metadon,
Gol 3: Codein, Polkodina, Propiram
 OOT adalah obat-obat yang bekerja di sistem susunan syaraf pusat selain Narkotika
dan Psikotropika, yang pada penggunaan di atas dosis terapi dapat menyebabkan
ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. contoh :
Tramadol; Triheksifenidil; Klorpromazin; Amitriptilin; Haloperidol,
dekstrometorfan (Perban BPOM 2019 ttg pedoman pengelolaan oot)
 Prekursor farmasi Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia
yang dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi
Industri Farmasi atau produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang
mengandung efedrin, pseudoefedrin, norefedrin/fenilpropanolamin, ergotamin,
ergometrin, atau potassium permanganat. (Perkabpom No 40 Tahun 2013)

14. Pembuatan etiket, copy resep, dan kuitansi


Etiket dan kwitansi jawab penalaran saja

15. KIE obat resep dan non resep

“Konseling pasien dimaksudkan untuk memperbaiki outcome terapi dengan memaksimalkan


penggunaan obat yang tepat.” (The American Society of Health System Pharmacists)
Tujuan Konseling:
• Berbagi informasi tentang penyakit dan pengobatannya
• Meningkatkan kepatuhan melalui kesepakatan dengan klien perihal perubahan perilaku
• Membantu klien membuat keputusan.
16. Pedoman Dalam Konseling:
Pedoman dalam konseling yang dapat membantu farmasis berkomunikasi lebih efektif, yaitu :
• Bahasa yang Layak: Dalam konseling digunakan bahasa klien dengan lancar. Jika perlu sebaiknya
menggunakan bahasa setempat.
• Lengkap: Farmasis berkomunikasi dengan cara yang mudah dipahami, yakni menghindari istilah-
istilah tingkat tinggi, dan mempertimbangkan tingkat budaya dan pendidikan dari klien.
• Pengorganisasian informasi: Farmasis memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan agar
mudah diingat oleh klien.
• Bisa diterima: Farmasis memberikan pilihan-pilihan pengobatan, menggali informasi tentang hal-
hal yang lebih disukai klien, dan melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan.
• Memadai: memberikan informasi yang memadai kepada klien agar pasien bisa memahami
sakitnya, berpartisipasi dalam mengambil keputusan tentang pengobatannya, dan mengikuti protokol
pengobatan.
• Relevansi: Farmasis memusatkan pada informasi yang paling penting bagi pasien selama
pertemuan
• Pemberdayaan: konseling meningkatkan kepercayaan, dan kemampuan dalam rangka
meningkatkan kepatuhan dan perubahan perilaku yang sesuai dengan kondisinya
. Rekomendasi perilaku: Farmasis membuat rekomendasi dalam hal perilaku yang konkrit,
misalnya, untuk meminta pasien menurunkan berat badannya, sebaiknya farmasis
merekomendasikan perilaku tertentu (jalan setiap hari, mengurangi yang manis-manis) yang akan
membantu klien mencapai tujuan perlahan-lahan
• Verifikasi: Di akhir sesi farmasis mengecek pemahaman klien selama sesi tersebut dengan
meminta klien mengulangi pesan-pesan kunci dengan mengajukan pertanyaan seperti, “Hal-hal
penting apa yang akan anda lakukan setelah ini?”,bukan pertanyaan yang kurang efektif: Apakah
anda paham apa yang harus anda lakukan di rumah nanti?

17. Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Obat


33 monitoring keamanan obat
Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat
yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek
samping.
Kriteria Pasien:
1. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
2. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.
3. 3. Adanya multidiagnosis.
4. 4. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
5. 5. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.
6. 6. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.
Kegiatan:
1. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
2. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang terdiri dari
riwayat penyakit, riwayat penggunaan Obat dan riwayat alergi; melalui wawancara
dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain
3. Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah terkait Obat antara lain adalah
adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian Obat tanpa indikasi, pemilihan Obat
yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi Obat yang
tidak diinginkan atau terjadinya interaksi Obat
4. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan menentukan
apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi
5. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana pemantauan
dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang
tidak dikehendaki
6. Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh
Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk
mengoptimalkan tujuan terapi.
7. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat dengan menggunakan
Formulir 9 sebagaimana terlampir.

Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak
diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Kegiatan:
1. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami
efek samping Obat.
2. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
3. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan
menggunakan Formulir 10 sebagaimana terlampir.
Faktor yang perlu diperhatikan:
1. Kerjasama dengan tim kesehatan lain.
2. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) pada dasarnya mengidentifikasi dan menganalisis dalam
hal ini membandingkan penggunaan obat antar satu daerah dengan daerah lain. Pentingnya
membandingkan penggunaan obat telah dirasakan
KISI -KISI UJIAN KOMPRE APOTEKER
Rumah Sakit

1. Alur Pelayanan

2. Manajemen perencanaan, analisis dan evaluasi persediaan obat dan perbekalan


farmasi di RS

3. Sistem penerimaan, penataan dan penyimpanan obat, vaksin dan alkes di RS

4. peran farmasi klinik di rumah sakit

5. Alur pendistribusian di Rumah Sakit

6. Interprofessional Education (IPE)

7. pengelolaan dan penanganan sediaan steril dan sitostatika, pengelolaan sediaan


aseptik

8. Penanganan limbah

9. Sistem pengendalian infeksi di rumah sakit


KISI -KISI UJIAN KOMPRE APOTEKER
Pemerintahan
1. Undang-undang kefarmasian

2. Tupoksi Apoteker dan Pengelolaan obat di DINKES dan PUSKESMAS

3. Alur Perijinan dan pelaporan penggunaan obat di DINKES

4. Apoteker dan BPJS Kesehatan

5. alur pengelolaan obat di puskesmas

6. Penyiapan Obat di puskesmas

7. Perencanaan, Pengadaan, dan penyimpanan obat dan obat program di puskesmas

8. Tugas pokok BPOM dan BBPOM

9. Alur registrasi obat/batra/kosmetik di BPOM

10. Pelaporan napza ke BPOM

11. Perlindungan pangan oleh BPOM

12. Sistem manajemen mutu dan jaminan mutu Laboratorium

13. Bidang Kerja dari Balai Besar POM

14. Peraturan Pendistribusian obat dan alkes untuk tenaga medis lain

Anda mungkin juga menyukai