Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH SPESIALITE OBAT

Patient-Centered Communication in Pharmacy Practice


(Komunikasi Berpusat pada Pasien dalam Praktik Farmasi)

Disusun Oleh:

Melvy Rosalina Ritansa (202110471011001)

Nelly Agustin (202110471011002)

Rifqi Amalia El Islami (202110471011003)

Analia Audhya Samsetya H.W (202110471011004)

Muhammad Syaifuddin Hisbullah (202110471011005)

Lailatul Wahyuni (202110471011006)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................................2

BAB I...............................................................................................................................................3

PENDAHULUAN..........................................................................................................................3

1.1 Latar belakang.....................................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................4

1.3 Manfaat.................................................................................................................................4

BAB II.............................................................................................................................................5

TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................5

BAB III.........................................................................................................................................11

SKENARIO..................................................................................................................................11

BAB IV..........................................................................................................................................13

KESIMPULAN............................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................14

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Untuk memenuhi tanggung jawab profesional sebagai apoteker. Seorang apoteker akan
lebih berpusat pada pasien dalam praktik kefarmasian. Apoteker dalam hal ini memiliki potensi
untuk berkontribusi lebih pada peningkatan pelayanan pasien dalam upaya mengurangi
kesalahan pengobatan dan meningkatkan kepatuhan penggunaan obat pada pasien. Dalam
pelayanan kefarmasian pada pasien keterampilan berkomunikasi dengan efektif sangat penting
dilakukan.
Komunikasi yang berpusat pada pasien sangat penting untuk praktik profesional, tetapi
pada penelitian yang dilakukan mengungkapkan bahwa kesalahan atau kurangnya keterampilan
berkomunikasi masih sering dijumpai pada praktiknya seperti halnya pada kasus Seorang pria
berumur 36 tahun diberi resep fentanyl patch untuk mengobati rasa sakit akibat cedera
punggung. Pasien tidak diberitahu bahwa panas bisa membuat fentanyl patch tidak aman untuk
digunakan sehingga pasien tertidur dengan bantal pemanas dan meninggal. Dan ditemukan
bahwa tingkat fentanil dalam aliran darahnya 100 kali lebih besar dibanding dengan tingkat yang
seharusnya (Fallik, 2006). Pada studi yang dilakukan oleh Weingart dkk (2005) menemukan
bahwa, sementara 27% pasien mengalami gejala yang mereka kaitkan dengan resep baru, banyak
dari gejala ini (31%) tidak dilaporkan ke dokter yang meresepkan. Spekulasi penulis tentang
mengapa pasien gagal melaporkan gejala difokuskan pada penyedia layanan kesehatan yang
tidak menanyakan masalah terapi obat dan pasien yang mengabaikan keseriusan efek samping
atau yang tidak ingin terlihat mengeluh kepada dokter tentang perawatan yang diresepkan.
Peranan apoteker dalam pelayanan terhadap pasien adalah tanggung jawab dalam
memastikan bahwa pasien menghindari efek samping obat dan juga mencapai hasil yang
diinginkan dari terapi mereka. Perubahan peran apoteker mengharuskan praktisi untuk beralih
dari praktik "berpusat pada pengobatan atau tugas" beralih ke perawatan yang berpusat pada
pasien. Seperti terungkap dalam situasi yang dijelaskan di atas, apoteker tidak cukup hanya
menyediakan obat. Tetapi apoteker harus berpartisipasi dalam kegiatan yang meningkatkan
kepatuhan pasien dan penggunaan obat yang bijaksana yaitu pemahaman pasien dan perilaku

3
minum obat yang sebenarnya. Perawatan yang berpusat pada pasien tergantung pada kemampuan
apoteker untuk mengembangkan hubungan saling percaya dengan pasien, untuk terlibat dalam
pertukaran informasi yang terbuka, untuk melibatkan pasien dalam proses pengambilan
keputusan mengenai pengobatan, dan untuk membantu pasien mencapai tujuan terapeutik yang
dipahami dan didukung oleh pasien serta oleh penyedia layanan kesehatan. Komunikasi yang
efektif sangat penting untuk memenuhi tanggung jawab perawatan pasien ini dalam praktik
kefarmasian.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan perawatan yang berpusat pada pasien?


2. Apa dua fungsi utama yang dilayani proses komunikasi antara profesional kesehatan dan
pasien?
3. Apa manfaat menganalisis proses penggunaan obat oleh pasien?

1.3 Manfaat

1. Mengetahui dan mengimplementasikan perawatan yang berpusat pada pasien


2. Mengetahui dan mengimplementasikan komunikasi antar profesional kesehatan dan
pasien
3. Mengetahui dan mengimplementasikan penggunaan obat yang tepat dan benar

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pentingnya komunikasi dalam memenuhi tanggung jawab pelayanan kefarmasian


terhadap pasien. Terdapat dua fungsi proses komunikasi antara apoteker dengan pasien
a. Membangun hubungan yang berkelanjutan antara apoteker dan pasien
b. Memberikan pertukaran informasi yang diperlukan untuk menilai kondisi
kesehatan pasien, mencapai keputusan tentang rencana pengobatan,
mengimplementasikan rencana, dan mengevaluasi efek pengobatan pada kualitas
hidup pasien.

Tujuan dari praktik kefarmasian adalah menjalin hubungan saling percaya terhadap
pasien. Hubungan yang efektif dapat membentuk apoteker dalam memenuhi tanggung
jawab profesional pelayanan kefarmasian terhadap pasien. Tujuan dari hubungan
apoteker dengan pasien juga berkaitan dengan terapi pengobatan yang dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien. Tujuan selanjutnya apoteker memberikan informasi
obat kepada pasien untuk memastikan bahwa pasien memahami penggunaan obat dengan
aman dan tepat, sehingga mencapai hasil pengobatan yang diinginkan. Komunikasi
pasien dengan apoteker merupakan sarana mencapai tujuan dalam hal membangun
hubungan terapeutik untuk memberikan pelayanan kefarmasian secara efektif sesuai
kebutuhan pasien. Kesejahteraan pasien adalah yang paling utama.

B. Perawatan berpusat pada pasien


Mead dan Bower (2000) menjelaskan lima dimensi perawatan medis yang berpusat pada
pasien antara lain :
1. Apoteker harus memahami faktor-faktor sosial dan psikologis serta biomedis
yang
berhubungan dengan pengalaman penyakit pasien.

5
2. Harus memahami “pasien sebagai pribadi” dan pengalaman sakit bermakna
bahwa yang menjadi perhatian adalah penyakit yang diderita sekaligus pribadi
yang menderita sakit.
3. Berbagi kekuasaan dan tanggung jawab atau berbagi latar belakang secara
bersama artinya dalam eksekusi program penatalaksanaan pasien dan keluarga
juga dibebani tanggung jawab meningkatkan kepatuhan terhadap program yang
telah dibangun secara bersama antara apoteker dan pasien serta keluarga.
4. Aliansi terapeutik atau kemitraan apoteker dengan pasien artinya pasien
berpartisipasi dengan apoteker dalam membuat keputusan terapeutik yang
berkaitan dengan masalah kesehatannya.
5. Apoteker harus mengembangkan kesadaran diri akan efek pribadi pada pasien

C. Memahami penggunaan obat dari perspektif pasien


Model proses peresepan yang “berpusat pada praktisi” terutama berfokus pada keputusan
yang dibuat dan tindakan yang diambil oleh dokter dan pelayanan kesehatan lainnya.

D. Mendorong peran pasien yang lebih aktif dalam pemantauan terapi


1. Nilai Rasio Normalisasi Internasional (INR) atau Hemoglobin A1c (HbA1c)
dapat
memberikan kenyamanan dasar “ilmiah” untuk pemantauan terapeutik.
2. Kondisi kronis harus mengandalkan laporan respons pasien terhadap pengobatan
3. Pengobatan depresi dan nyeri, misalnya hanya memiliki laporan diri pasien
sebagai dasar evaluasi respons terhadap terapi.
4. Banyak kondisi lain seperti asma, angina, penyakit refluks gastroesofageal
(GERD), epilepsi dan radang sendi sangat bergantung pada laporan gejala pasien.
5. Kesadaran glukosa darah (BGAT) mengajarkan pasien untuk mengenali tanda-
tanda hiperglikemia dan hipoglikemia. Sehingga pada program pelatihan BGAT
dapat meningkatkan kemampuan pasien dalam memperkirakan fluktuasi glukosa
darah dan mencegah episode hipoglikemik yang parah.

6
6. Dosis warfarin telah menyebabkan penurunan insiden perdarahan besar pada
kelompok intervensi pemantauan pasien. Studi ini menunjukkan kecanggihan
dimana pasien dapat memantau respon terapi dan membuat keputusan berdasarkan
informasi ketika pasien diajarkan bagaimana menafsirkan pengalaman gejala dan
hasil tes fisiologis.
7. Tindak lanjut pasien menemukan bahwa pasien kelompok intervensi telah
meningkatkan hasil kesehatan, termasuk peningkatan kontrol glikemik pada
pasien diabetes sampai satu tahun setelah intervensi.

E. Pandangan yang berpusat pada pasien tentang proses penggunaan obat


Pandangan yang berpusat pada pasien tentang proses penggunaan obat berfokus pada
peran pasien dalam proses tersebut. Proses penggunaan obat untuk pasien yang tidak
dilembagakan dimulai ketika pasien merasakan kebutuhan pelayanan kesehatan atau
masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Ini dialami sebagai penyimpangan dari apa
yang “normal” bagi individu. Mungkin pengalaman “gejala” atau jenis gangguan gaya
hidup lainnya yang menantang atau mengancam rasa sejahtera pasien. Pasien kemudian
menginterpretasikan masalah yang dirasakan. Interpretasi dipengaruhi oleh sejumlah
faktor psikologis dan sosial yang unik bagi individu, termasuk pengalaman sebelumnya
dengan sistem pelayanan kesehatan formal, pengaruh keluarga, perbedaan budaya dalam
konseptualisasi kesehatan dan penyakit, pengetahuan tentang masalah pada tingkat
pengetahuan medis dan biologis, keyakinan kesehatan yang mungkin tidak sesuai dengan
kesesuaian medis yang diterima, karakteristik psikologis, nilai-nilai pribadi, motif dan
tujuan, dan seterusnya. Selain itu interpretasi pasien dapat dipengaruhi oleh kekuatan
luar, seperti anggota keluarga yang menawarkan interpretasi dan saran mereka sendiri.
Pada titik ini pasien tidak mungkin mengambil tindakan untuk mengobati
kondisinya baik karena masalah dianggap kecil atau sementara atau karena pasien tidak
memiliki sarana untuk memulai pengobatan. Jika pasien mengambil tindakan tersebut
dapat mencakup inisiasi pengobatan sendiri, inisiasi berhubungan dengan pelayanan non
medis misalnya dukun, atau kontak dengan pelayanan kesehatan. Jika pasien mengambil
tindakan yang melibatkan hubungan dengan profesional pelayanan kesehatan baik dokter,
apoteker maupun praktisi pelayanan kesehatan lainnya, pasien harus menggambarkan

7
pengalaman (gejala) sampai batas tertentu interpretasinya tentang pengalaman tersebut.
Sehingga pasien menyerahkan ke profesional, karena profesional lah yang dapat
melegitimasi diagnosis. Kualitas penilaian profesional tergantung pada ketelitian laporan
pasien, keterampilan praktisi dalam memperoleh informasi yang relevan, dan profesional
menerima informasi penting dari pasien. Keterampilan praktisi dalam
mengkomunikasikan informasi tentang diagnosis dapat mengubah pasien tentang
pengalaman penyakitnya, membuat pemahaman pasien lebih baik dengan pelayan
kesehatan.
Setelah pelayanan kesehatan mencapai penilaian profesional atau diagnosis
masalah pasien berdasarkan laporan pasien, pemeriksaan pasien, dan data lainnya,
apoteker membuat rekomendasi kepada pasien. Ketika pasien menerima rekomendasi
untuk memulai terapi obat, mendapatkan obat, dan berusaha mengikuti regimen seperti
yang ditentukan, praktisi dapat melakukannya hanya dengan kemampuan terbaik dalam
memahami penggunaan obat. Bagi banyak pasien, minum obat termasuk penyalahgunaan
yang disebabkan oleh kesalahpahaman tentang pengobatan misalnya dosis obat. Sebagai
alternatif, pasien dapat memberikan obat tetapi dengan modifikasi regimen yang
disengaja. Dalam modifikasi yang tidak disengaja dan disengaja dari pengobatan yang
ditentukan, tindakan pasien dapat dipengaruhi oleh seberapa baik apoteker dan pelayanan
kesehatan lainnya berhasil dalam membangun rencana pengobatan yang dipahami dan
disepakati bersama. Terlepas dari praktik minum obat yang dilakukan pasien, apoteker
mengevaluasi konsekuensi pengobatan dalam hal manfaat yang dirasakan dan biaya atau
hambatan yang dirasakan. Evaluasi ini mengakibatkan pasien terus minum obat, apoteker
mengubah regimen pengobatan, atau menghentikan terapi obat. Bagaimanapun, pasien
terus-menerus memperkirakan apa yang apoteker rasakan sebagai efek dari tindakan
apoteker dan menyesuaikan perilaku apoteker. Tidak dapat dihindari bahwa, saat pasien
memulai pengobatan, apoteker akan memantau respon sendiri. Apoteker akan
memutuskan dan mencari tanda-tanda bahwa pengobatan tersebut efektif, tidak terdapat
indikasi. Masalahnya bukanlah pasien memantau respons apoteker terhadap pengobatan,
masalah yang ada adalah pasien sering kekurangan informasi tentang apa yang
diharapkan dari pengobatan.

8
Sifat hubungan antara apoteker dengan pasien dan pelayanan kesehatan lain,
sejauh mana pasien merasa aman dalam menceritakan kesulitan, keterampilan pelayanan
dalam memunculkan persepsi pasien dan sejauh mana rasa kemitraan telah dibangun
mengenai keputusan pengobatan bahwa semuanya mempengaruhi keputusan pasien untuk
menghubungi kembali penyedia layanan. Terlepas dari seberapa lengkap pasien
melaporkan pengalaman mereka dengan terapi ketika mereka menghubungi kembali
penyedia, penyedia akan membuat penilaian profesional terhadap respons pasien terhadap
pengobatan berdasarkan apa yang dilaporkan pasien dan/atau nilai laboratorium dan
tindakan fisiologis lainnya. Penilaian ini akan mengarah pada rekomendasi untuk
melanjutkan pengobatan seperti yang direkomendasikan sebelumnya, untuk mengubah
pengobatan yaitu, mengubah dosis, mengubah obat, menambah obat, atau untuk
menghentikan pengobatan.

F. Alasan untuk mendorong pasien untuk berbagi pengalaman mereka dengan terapi
1. Mereka memiliki pertanyaan yang belum terjawab
2. Mereka memiliki kesalahpahaman
3. Mereka mengalami masalah yang berhubungan dengan terapi
4. Mereka “memantau” respon mereka sendiri terhadap pengobatan
5. Mereka membuat keputusan sendiri mengenai terapi dan
6. Mereka mungkin tidak mengungkapkan informasi ini kepada apoteker kecuali
apoteker memulai dialog

G. Analisis proses penggunaan obat, meliputi beberapa hal :


1. Keputusan apoteker dan pelayanan kesehatan lain untuk merekomendasikan atau
meresepkan obat merupakan bagian kecil dari proses
2. Pasien dan profesional mungkin melakukan pengambilan keputusan dengan hanya
komunikasi sporadis tentang proses tersebut
3. Komunikasi yang terjadi mungkin tidak lengkap dan tidak efektif. Namun
apoteker dan pasien dapat terus membuat keputusan dan mengevaluasi hasil dari
kualitas pemahaman tujuan, tindakan, dan keputusan masing-masing. Salah satu
tujuan dari proses komunikasi harus membuat pemahaman pasien dan apoteker

9
tentang penyakit, pengalaman penyakit, dan tujuan pengobatan kongruen
mungkin.

Jelas bahwa ada banyak poin dalam proses, di mana kualitas hubungan pasien-
profesional dan ketelitian pertukaran informasi mempengaruhi keputusan pasien dan
profesional kesehatan. Pada titik-titik inilah keterampilan komunikasi apoteker sangat
penting dan dapat memiliki efek paling besar pada hasil pengobatan. Seperti yang dibahas
di seluruh buku teks ini, Anda harus memanfaatkan peluang dalam proses ini ketika
tersedia. Peluang ini akan terjadi dalam lingkungan terstruktur dan tidak terstruktur,
dalam berbagai pengaturan praktik, dan menggunakan jumlah waktu yang bervariasi.
Kuncinya adalah untuk memaksimalkan hasil pengobatan pasien dengan menggunakan
keterampilan komunikasi yang berpusat pada pasien.

10
BAB III

SKENARIO

Ada suami (Tn.X) dan istri (Ny.Y) datang ke Apotek A yang mengeluh sakit maagh.
Keduanya yakin kalau ini sakit maagh, karena sebelumnya sudah sering ke dokter dan selalu
diberi obat sakit maag, keduanya membawa obat-obat yang pernah dikonsumsi. Ada sisa
bungkus obat antasida, omeprazole, metoclopramide, paracetamol.

Apoteker : Selamat siang bapak, ada yang bisa saya bantu?


Tn.X : Selamat siang mbak begini saya mau beli obat lambung
Apoteker : Sebelumnya perkenalkan bapak ibu, saya apoteker X yang akan membantu
bapak/ibu.
Monggo bagaimana bapak atau ibu apa yang bisa saya bantu?
Tn.X : Begini mbak saya mau cari obat lambung yang ampuh untuk saya dan istri saya
Apoteker : Baik bapak, sebelumnya saya ingin menanyakan bagaimana keluhan bapak dan
ibu ?
Tn.X : Ini mbak saya sering mual muntah dan kurang nafsu makan
Apoteker : Bagaimana dengan ibu keluhannya bisa disampaikan?
Ny.Y : Saya merasa lemas tidak nafsu makan dan mual muntah juga mbak
Apoteker : Sudah pernah mengkonsumsi bat apa sebelumnya ibu dan bapak?
(Tn. X menunjukkan sekantong kresek bungkus obat -obatan yang mana isinya ada antasida
tablet, omeprazole, metocopramide dan paracetamol)
Apoteker : Bapak dan ibu apakah mengkonsumsi obat ini semua bersamaan atau
bagaimana?
Tn.X : Iya mbak
Ny.Y : Saya minum metoclopramide saja mbak
Apoteker : Bisa saya diceritakan ibu dan bapak untuk cara minum obat ini bagaimana?

11
Tn.X : Obatnya diminum sesudah makan mbak, tapi begini mbak saya sudah minum
obat ini sudah habis beberapa mplek tapi ga sembuh sembuh. Malah saya dan istri
tidak mau makan.
Apoteker : Mohon maaf sebelumnya bapak dan ibu untuk aktivitas sehari-harinya
bagaimana nggeh?
Tn.X : Saya sales mbak istri saya SPG
Apoteker : Nggeh pak buk, pagi sebelum bekerja apa kah sudah disempatkan untuk sarapan
buk pak?
Tn.X : Waduh gak sempet wesan mbak , saya itu heran mbak kok gak sembuh sembuh
saya
Apoteker : Baik, sebelumnya ijinkan saya menjelaskanterkait obat-obat untuk bapak dan ibu
Ny. Y : Iya mbak
Apoteker : Begini bapak ibu, untuk obat-obatan yang bapak dan ibu konsumsi sudah benar.
Lalu bagaimana supaya pengobatan dapat efektif? Begini bu pak, untuk obat -obat
lambung seperti antasida dikunyah , omeprazole dan metoclopramide baiknya
diminum saat perut kosong, dan untuk paracetamol diminum sesudah makan.
Tn.X : Oh begitu mbak
Apoteker : Nggeh bapak ibu, kemudian untuk untuk makan dan minum diusahakan rutin.
Walaupun sedikit tetapi sering dan dikurangi untuk makanan yang bersifat asam,
beristirahat yang cukup.
Tn.X : Oh pantes ya mbak saya kok kurang pas saat minum obat
Apoteker : Nggeh monggo bapak ibu diperbaiki untuk cara minum obatnya nggeh, jika
bapak atau ibu memerlukan penjelasan tentang obat-obatan monggo jangan
sungkan untuk berkonsultasi dengan kami apoteker. Insyaallah kami siap
membantu.
Ny.Y : Nggeh mbak terimakasih sekali untuk informasinya.
Apoteker : Nggeh ibu bapak, apakah ada yang saya bantu lagi?
Tn.X : Mbak bagaimana untuk istri saya yang lemas apa tidak ada obatnya selain obat
yang tadi
Apoteker : Nggeh monggo, saya sarankan untuk mengkonsumsi vitamin nggeh pak buk
Tn.X : Nggeh mbak sekalian beli vitamin nya juga ya

12
Apoteker : Nggeh pak, ini vitaminnya diminum sehari sekali sesudah makan ngge pak buk
Ny .Y : Baik mbak terimakasih banyak.
Apoteker : Sama -sama ibu bapak, senang bisa membantu.

BAB IV

KESIMPULAN
Berdasarkan studi kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa :
1. Dalam membangun hubungan yang efektif dengan pasien, tanggung jawab Apoteker
untuk membantu pasien mencapai hasil kesehatan yang diinginkan harus diingat bahwa
pasien adalah fokus dari proses penggunaan obat.
2. Keterampilan komunikasi Apoteker dapat memfasilitasi pembentukan hubungan saling
percaya dengan pasien. Hubungan seperti itu mendorong pertukaran informasi yang
terbuka dan rasa "kemitraan" antara Apoteker dan pasien.
3. Proses komunikasi yang efektif dapat mengoptimalkan kesempatan pasien untuk
membuat keputusan berdasarkan informasi, menggunakan obat dengan tepat, dan pada
akhirnya, memenuhi tujuan terapeutik.
4. Dari dialog antara pasien dengan Apoteker bahwa pasien masih memiliki pertanyaan
yang tersimpan dalam dirinya tentang pengobatannya. Kesalah pahaman dengan
penggunaan obat yang dilakukan pasien, pasien masih mengalami keluhan dengan
kondisinya walaupun sudah mencoba mengkonsumsi obat dan memutuskan sendiri untuk
terapi pengobatannya. Apoteker memberikan solusi mengenai cara mengkonsumsi obat
dengan baik, memberikan informasi kepada pasien sehingga pasien mendapatkan sesuai
yang dibutuhkan.

13
DAFTAR PUSTAKA
Bunting BA, Cranor CW. The Asheville Project: Long-term clinical, humanistic, and economic
outcomes of a community-based medication therapy management program for asthma.
Journal of the American Pharmaceutical Association 46: 133–147, 2006.
Committee on Quality of Health Care in America, Institute of Medicine. To Err is Human—
Building a Safer Health System. Washington, DC: National Academy Press, 1999.
Conrad P. The meaning of medications: Another look at compliance. Social Science and
Medicine 20: 29–37, 1985.
Cox DJ, Gonder-Frederick L, Julian DM, Clarke W. Long-term follow-up evaluation of blood
glucose awareness training. Diabetes Care 17: 1–5, 1994.
Cox DJ, Gonder-Frederick L, Polonsky W, et al. Blood glucose awareness training (BGAT-2):
Long-term benefits. Diabetes Care 24: 637–642, 2001.
Cranor CW, Bunting BA, Christensen DB. The Asheville Project: Long-term clinical and
economic outcomes of a community pharmacy diabetes care program. Journal of the
American Pharmaceutical Association 43: 173–184, 2003.
Donovan JL, Blake DR. Patient non-compliance: Deviance or reasoned decision-making? Social
Science and Medicine 34: 507–513, 1992.
Easton KL, Chapman CB, Brien JA. Frequency and characteristics of hospital admissions
associated with drug-related problems in paediatrics. British Journal of Clinical
Pharmacology 57: 611–615, 2004.
Ernst FR, Grizzle AJ. Drug-related morbidity and mortality: Updating the cost-of-illness model.
Journal of the American Pharmaceutical Association 41: 192–199, 2001.
Fallik D. Drug patch safety triggers an FDA probe. Philadelphia Inquirer. March 5, 2006
Garrett DG, Bluml BM. Patient self-management program for diabetes: First-year clinical,
humanistic, and economic outcomes. Journal of American Pharmacists Association 45:
130–137, 2005.
George J, Kong DC, Thoman R, Stewart K. Factors associated with medication nonadherence in
patients with COPD. Chest 128: 3198–3204, 2005.
Greenfield S, Kaplan SH, Ware FE. Expanding patient involvement in care: Effects on patient
outcomes. Annals of Internal Medicine 102: 520–528, 1985.

14
Greenfield S, Kaplan SH, Ware FE. Patient participation in medical care: Effects on blood sugar
and quality of life in diabetes. Journal of General Internal Medicine 3: 448–457, 1988.
Gurwitz JH, Field TS, Harrold LR, et al. Incidence and preventability of adverse drug events
among older persons in the ambulatory setting. Journal of the American Medical
Association 289: 1107–1116, 2003.
Heath KV, Singer J, O’Shaughnessy MV, et al. Intentional nonadherence due to adverse
symptoms associated with antiretroviral therapy. Journal of Acquired Immune Deficiency
Syndromes 31: 211–217, 2002.
Hepler CD. Regulating for outcomes as a systems response to the problem of drug-related
morbidity. Journal of the American Pharmaceutical Association 41: 108–115, 2001.
Hepler CD, Strand LM. Opportunities and responsibilities in pharmaceutical care. American
Journal of Hospital Pharmacy 47: 533–543, 1990.
Hickson GB, Clayton EW, Githens PB, Sloan FA. Factors that prompted families to file medical
malpractice claims following perinatal injuries. Journal of the American Medical
Association 267: 1359–1363, 1992.
Institute for Safe Medication Practices. Medication Safety Alert. Vol 3. Issue 4, April 2004.
Retrieved May 5, 2006 from www.ismp.org.
Johnson JA, Bootman JL. Drug-related morbidity and mortality. A cost-of-illness model.
Archives of Internal Medicine 155: 1949–1956, 1995.
Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations. Five Steps to Safer Healthcare.
Washington, DC: JCAHO, 2003.
Kaplan SH, Greenfield S, Ware JE. Assessing the effects of physician-patient interactions on the
outcomes of chronic disease. Medical Care 27: S110–S127, 1989.
Kimberlin C, Assa M, Rubin D, Zaenger P. Questions elderly patients have about on-going
therapy: A pilot study to assist in communication with physicians. Pharmacy World and
Science 23: 237–241, 2001.
Kinnaird D, Cox T, Wilson JP. Unclaimed prescriptions in a clinic with computerized prescriber
order entry. American Journal of Health-system Pharmacy 60: 1468–1470, 2003.
Leape LL, Cullen DJ, Clapp MD, et al. Pharmacist participation on physician rounds and adverse
drug events in the intensive care unit. Journal of the American Medical Association 282:
267–270, 1999.

15
Lowry KP, Dudley TK, Oddone EZ, Bosworth HB. Intentional and unintentional nonadherence
to antihypertensive medication. Annals of Pharmacotherapy 39: 1198–1203, 2005.
Manasse HR. Medication use in an imperfect world: Drug misadventuring as an issue of public
policy, Part 1. American Journal of Hospital Pharmacy 46: 929–944, 1989.
Mead N, Bower P. Patient-centredness: A conceptual framework and review of the empirical
literature. Social Science and Medicine 51: 1087–1110, 2000.
National Council on Patient Information and Education and the Agency for Healthcare Research
and Quality. Your Medicine: Play it Safe. Retrieved May 5, 2006 from
http://www.talkaboutrx.org/assocdocs/ TASK/19/playitsafe_bro.pdf.
Olson LM, Tang SF, Newacheck PW. Children in the United States with discontinuous health
insurance coverage. New England Journal of Medicine 353: 382–391, 2005.
Rodriguez-Monguio R, Otero MJ, Rovira J. Assessing the economic impact of adverse drug
effects. Pharmacoeconomics 21: 623–650, 2003.
Roter DL. Patient question asking in physician-patient interaction. Health Psychology 3: 395–
409, 1984.
Safran DG, Neuman P, Schoen C, et al. Prescription drug coverage and seniors: Findings from a
2003 national survey. Health Affairs Suppl Web Exclusives: W5-152-W5-166, 2005.
Schachinger H, Hegar K, Hermanns N, et al. Randomized controlled clinical trial of Blood
Glucose Awareness Training (BGAT III) in Switzerland and Germany. Journal of
Behavioral Medicine 28: 587–594, 2005.
Schnipper JL, Kirwin JL, Cotugno MC, et al. Role of pharmacist counseling in preventing
adverse drug events after hospitalization. Archives of Internal Medicine 166: 565–571,
2006.
Trostle JA. Medical compliance as an ideology. Social Science and Medicine 27: 1299–1308,
1988.
Weingart SN, Gandhi TK, Seger AC, et al. Patient-reported medication symptoms in primary
care. Archives of Internal Medicine 165: 234–240, 2005.
Wroe AL. Intentional and unintentional nonadherence: A study of decision making. Journal of
Behavioral Medicine 25: 355–372, 2002.

16

Anda mungkin juga menyukai