Anda di halaman 1dari 16

DEFINISI APOTEK

PP 26 tahun 1965 tentang Apotek


Apotik adalah suatu tempat tertentu dimana dilakukan usaha-usaha dalam bidang

farmasi dan pekerjaan kefarmasian.


PP 25 tahun 1980 tentang Apotik
Apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan

penyaluran obat kepada masyarakat.


Permenkes 922 tahun 1993 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik
Apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan

penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat.


Kepmenkes 1332 tahun 2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik
Apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan

penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.


Kepmenkes 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan

penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.


PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian

oleh apoteker
Permenkes 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian
oleh apoteker.

Definisi Lainnya menurut Permenkes 35 tahun 3014(sama dengan PP 51 tahun 2009 =


blok):

Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai


pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.

Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung


jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik
dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat
bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.

Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka

penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan


dan kontrasepsi untuk manusia.

Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan
dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada
manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker.

Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam


menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten
Apoteker

Definisi Lainnya menurut PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian:

Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan


Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional

Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang


terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian

Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab


kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil
yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Fasilitas

Pelayanan

Kefarmasian

adalah

sarana

yang

digunakan

untuk

menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi farmasi rumah


sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.

Standar Kefarmasian adalah pedoman untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada


fasilitas produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan kefarmasian.

Pengertian-pengertian terkait Apotek berdasarkan Kepmenkes 1332 tahun 2002


tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik:

Apoteker adalah Sarjana Farmasi Yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker.

Surat Izin Apotek atau SIA adalah Surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada
Apoteker

atau

Apoteker

bekerja

sama

dengan

pemilik

sarana

untuk

menyelenggarakan Apotek di suatu tempat tertentu.

Apoteker Pengelola Apotek adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek
(SIA).

Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotek di samping Apoteker


Pengelola Apotek dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka
Apotek.

Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan Apoteker pengelola Apotek


selama Apoteker Pengelola Apotek tersebut tidak berada di tempat lebih dari 3 (tiga)
bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Ijin Kerja dan tidak bertindak
sebagai Apoteker Pengelola Apotek di Apotek lain.

Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan


yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker;

Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan.

Perlengkapan Apotik adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan


pengelolaan Apotik.

Tugas Dan Fungsi Apotek


Berdasarkan PP no 25 tahun 1980 tentang Apotek, tugas dan fungsi apotek adalah:
1. Tempat pegabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan
2. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan
penyerahan obat atau bahan obat
3. Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan
masyarakat secara meluas dan merata.

PENDIRIAN APOTEK

Menurut Kepmeenkes 1332 tahun 2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotik:
-

Berdasarkan pasal 6 Kepmenkes RI No. 1332 tahun 2002, persyaratan apotek meliputi
beberapa hal, yaitu:
1) Untuk mendapatkan izin Apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama
dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat,
perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik
sendiri atau milik pihak lain.
2) Sarana Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan
komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.
3) Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan
farmasi.

Berdasarkan pasal 7, 8 dan 9 Kepmenkes RI No. 1332 tahun 2002, tata cara
pemberian izin apotek, yaitu:
1)

Permohonan

Izin

Apotek

diajukan

kepada

Kepala

Dinas

Kesehatan

Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1;


2) Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
selambat-lambatnya 6 hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta
bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat
terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan;
3) Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya
6 hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan
contoh Formulir APT-3;
4) Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan tidak
dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan
kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan
kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-4;
5) Dalam jangka waktu 12 hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud ayat (3), atau pernyataan dimaksud, ayat (4) Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan


menggunakan contoh Formulir Model APT-5;
6) Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala
Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dalam waktu. 12 hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan
dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-6;
7) Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker diberi
kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya
dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
8) Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan
dimaksud pasal 5 dan atau pasal 6, atau lokasi Apotek tidak sesuai dengan
permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka
waktu selambat-lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai
dengan alasan-alasannya dengan mempergunakan contoh Formuiir Model APT-7.
9) Dalam hal Apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana
dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara Apoteker dan pemilik
sarana. Pemilik sarana harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam
pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan
dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 25,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut surat ijin apotek apabila:
1. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan yang dimaksud pasal 5 Peraturan Menteri
Kesehatan No.992/MenKes/SK/X/1993 mengenai Persyaratan Apoteker Pengelola Apotik
yang menyatakan :
a) Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan.
b) Telah mengucapkan Sumpah/ Janji sebagai Apoteker.
c) Memiliki Surat Ijin Kerja dari Menteri.
d) Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya,
sebagai Apoteker.
e) Tidak bekerja di suatu Perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola
Apotik di Apotik lain.

2. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dimaksud dalam Pasal 12 Keputusan Menteri


Kesehatan No. 1332/MenKes/SK/X/2002 yang menyatakan:
Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi
yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin.
Sediaan farmasi yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang
digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain
yang ditetapkan oleh Menteri.
3. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) Peraturan Menteri
Kesehatan No.992/MenKes/SK/X/1993 yang menyatakan apoteker tidak diijinkan untuk
mengganti obat generik yang ditulis di dalam resep dengan obat paten.
4. Apoteker Pengelola Apotek terkena ketentuan dimaksud dalam pasal 19 ayat (5)
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/MenKes/SK/X/2002 yang menyatakan apabila
Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara
terus menerus, Surat Ijin Apotek atas nama apoteker bersangkutan dicabut.
5. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 yaitu pelanggaran terhadap Undang-undang no 35 tahun 2009
tentang Narkotika, Undang-Undang No. 23 tahun 1992 serta ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya yang terjadi di apotek dapat dikenakan sanksi pidana sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
6. Surat Ijin Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut.
7. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang- undangan di
bidang obat.
8. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan dimaksud dalam pasal 6 Peraturan Menteri
Kesehatan No.992/MenKes/SK/X/1993 yang menyatakan :
a) Untuk mendapatkan izin Apotik, Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan
pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat,
perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik
sendiri atau milik pihak lain.

b) Sarana Apotik dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan
komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.
c) Apotik dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.
APOTEKER
Pengertian-pengertian berdasarkan Permenkes 889 tahun 2011 tentang Registrasi, Izin
Praktek dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian:
a. Sertifikat kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi seorang Apoteker
untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktik profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji
kompetensi.
b. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kefarmasian yang telah memiliki sertifikat
kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta diakui secara hukum untuk menjalankan
pekerjaan/praktik profesinya.
c. Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap tenaga kefarmasian yang telah diregistrasi
setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.
d. Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
e. Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian, yang selanjutnya disingkat STRTTK adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah diregistrasi
f. Surat Izin Praktik Apoteker, yang selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin yang diberikan
kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan praktik kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
g. Surat Izin Kerja Apoteker, yang selanjutnya disebut SIKA adalah surat izin praktik yang diberikan
kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau
fasilitas distribusi atau penyaluran.
h. Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian, yang selanjutnya disebut SIKTTK adalah surat izin
praktik yang diberikan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat melaksanakan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
i. Komite Farmasi Nasional, yang selanjutnya disingkat KFN adalah lembaga yang dibentuk oleh
Menteri Kesehatan yang berfungsi untuk meningkatkan mutu Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.

Ketentuan terkait Apotek berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
889/Menkes/Per/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian,
yaitu:
STRA

a. Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat
tanda registrasi. Surat tanda registrasi berupa STRA bagi Apoteker dan STRTTK bagi Tenaga
Teknis Kefarmasian. STRA dan STRTTK dikeluarkan oleh Menteri. Menteri mendelegasikan
pemberian STRA kepada KFN dan STRTTK kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
STRA dan STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang selama
memenuhi persyaratan.
b. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:
1) memiliki ijazah Apoteker;
2) memiliki sertifikat kompetensi profesi;
3) memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;
4) memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin
praktik; dan
5) membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
c. Sertifikat kompetensi profesi dikeluarkan oleh organisasi profesi setelah lulus uji
kompetensi. Sertifikat kompetensi profesi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat dilakukan
uji kompetensi kembali setelah habis masa berlakunya.
d. Untuk memperoleh STRA, Apoteker mengajukan permohonan kepada KFN dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 1 terlampir.
Surat permohonan STRA harus melampirkan:
a. fotokopi ijazah Apoteker;
b. fotokopi surat sumpah/janji Apoteker;
c. fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku;
d. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin
praktik;
e. surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi; dan
f. pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan
ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
e. STRA atau STRTTK dapat dicabut karena:

1) permohonan yang bersangkutan;


2) pemilik STRA atau STRTTK tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk
menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan surat keterangan dokter;
3) melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian; atau
4) melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan putusan
pengadilan.
SIPA
a. Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki
surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja, berupa:
1) SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian;
2) SIPA bagi Apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian;
3) SIKA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas produksi atau
fasilitas distribusi/penyaluran; atau
4) SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian pada
fasilitas kefarmasian
b. Ketentuan mengenai SIPA dan SIKTTK:
1) SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA
hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian.
2) Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian berupa puskesmas dapat
menjadi Apoteker pendamping di luar jam kerja.
3) SIPA bagi Apoteker pendamping dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat
fasilitas pelayanan kefarmasian.
4) SIKTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas kefarmasian.
c. SIPA, SIKA, atau SIKTTK dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan.
Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan:
a. fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN;
b. surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan
dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas
produksi atau distribusi/penyaluran;

c. surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan


d. pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak
2 (dua) lembar;
d. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPA, SIKA atau SIKTTK
karena:
1) atas permintaan yang bersangkutan;
2) STRA atau STRTTK tidak berlaku lagi;
3) yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat izin;
4) yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk menjalankan
pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan pengawasan dan ditetapkan dengan surat
keterangan dokter;
5) melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan rekomendasi KFN; atau
6) melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan putusan
pengadilan.
Sumpah/Janji Apoteker
Lafal sumpah/janji apoteker berdasarkan PP No. 20 tahun 1962 tentang Lafal Sumpah/Janji
Apoteker yang berbunyi sebagai berikut:
SUMPAH/JANJI APOTEKER
1) Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan terutama
dalam bidang kesehatan
2) Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan
keilmuan saya sebagai apoteker
3) Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kefarmasian saya
untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan
4) Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat
dan tradisi luhur jabatan kefarmasian
5) Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh
supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik
kepartaian, atau kedudukan sosial
6) Saya ikrarkan sumpah/janji ini dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh
keinsyafan.

Kode Etik Profesi Apoteker


Kode etik profesi apoteker yang terbaru (hasil Kongres Nasional XVIII ISFI tahun 2009
nomor 006/2009), berisi sebagai berikut:
MUKADIMAH
Bahwasanya seorang Apoteker/Farmasis di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta
dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan
Tuhan Yang Maha Esa.
Apoteker di dalam pengabdiannya serta dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang
teguh kepada sumpah/janji Apoteker.
Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada
satu ikatan moral, yaitu:
KODE ETIK APOTEKER INDONESIA
BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan Sumpah/ Janji
Apoteker.
Pasal 2
Seorang Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan
Kode Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 3
Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker
Indonesia, serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan
dalam melaksanakan kewajibannya.
Pasal 4
Seorang Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada
umumnya, dan di bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya seorang Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha
mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur
jabatan kefarmasian.
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.

Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di
bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
BAB II
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan praktek kefarmasian harus mengutamakan kepentingan
masyarakat dan menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk hidup insani.
BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 10
Seorang Apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk memenuhi
ketentuan-ketentuan kode etik.
Pasal 12
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama
yang baik sesama Apoteker didalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian,
serta mempertebal rasa saling mempercayai didalam menunaikan tugasnya.
BAB IV
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT PETUGAS KESEHATAN LAIN
Pasal 13
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan
meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati sejawat
petugas kesehatan lain.
Pasal 14
Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat
mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat
petugas kesehatan lain.
BAB V
PENUTUP

Pasal 15
Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan kode etik Apoteker
Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari.
Pengelolaan Obat Wajib Apotek
Obat-obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria seperti dalam
Permenkes No. 919 tahun 1993 tentang kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep,
yakni:
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan wanita hamil, anak dibawah 2 tahun, dan
orang tua diatas 65 tahun.
b. Penggunaan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan
penyakit
c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan
d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia
e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk
pengobatan sendiri.
OBAT
1. Salbutamol
Tiap tablet mengandung salbutamol sulfat setara dengan salbutamol 2 mg
Tiap tablet mengandung salbutamol sulfat setara dengan salbutamol 4 mg
Tiap sendok takar (5 ml) sirup mengandung salbutamol sulfat 2,41 mg setara dengan
salbutamol 2 mg
-

Indikasi: kejang bronkus pada semua jenis asma bronkial, bronkitis kronis dan
emfisema.

Dosis:
Tablet:
Dewasa (>12 tahun): 2-4 mg, 3-4 kali sehari
Anak-anak:
2-6 tahun

: 1-2 mg, 3-4 kali sehari

6-12 tahun

: 2 mg, 3-4 kali sehari

Sirup:

Dewasa (>12 tahun): 1-2 sendok (5-10ml), 3-4 kali sehari


Anak-anak:

2-6 tahun

: 1/2-1 sendok (0,25-5ml), 3-4 kali sehari

6-12 tahun

: 1 sendok (5ml), 3-4 kali sehari

Interaksi obat:
o Efek salbutamol dihambat oleh 2 antagonis
o Pemberian bersama dengan monoamin oksidase dapat menimbulkan hipertensi
berat
o Salbutamol dan obat-obatan beta bloker nonselektif seperti propanolol, tidak
bisa diberikan bersamaan

Cara penyimpanan:
Tablet: simpan di bawah 300 C, terlindung dari cahaya
Sirup: simpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu kamar (25-300C)

2. Ambroxol
Tiap tablet mengandung ambroxol HCL 30 mg
Golongan Obat keras
-

Indikasi: sebagai sekretolitik pada gangguan saluran nafas akut dan kronis
khususnya pada ekaserbasi bronkitis kronis dan bronkitis asmatik dan asma
bronkial.

Cara Penggunaan:
Dewasa dan anak lebih dari 12 tahun

: 1 tablet 2-3 kali sehari

Anak 6-12 tahun

:1/2 tablet 2-3 kali sehari

Interaksi obat:
o Pemberian bersama dengan antibiotik (amoxicilin, cefuroxime, eritromisin,
doksisiklin) menyebabkan peningkatan penerimaan antibiotik ke dalam
jaringan paru-paru

Penyimpanan: simpan pada tempat sejuk (15-25 0C) dan kering. Terlindung dari
cahaya

3. Allopurinol
Allopurinol 100 mg: tiap tablet mengandung allopurinol 100 mg
Allopurinol 300 mg: tiap tablet mengandung allopurinol 300 mg
-

Indikasi:
o Hiperurisemia primer : gout

o Hiperurisemia sekunder : mencegah pengendapan asam urat dan kalsium


oksalat. Produksi berlebihan asam urat antara lain pada keganasan, polisitemia
vera, terapi sitostatik
-

Dosis:
Dewasa:
dosis awal: 100-300 mg sehari
dosis pemeliharaan: 200-600 mg sehari
dosis tunggal maksimum 300 mg. maksimal 900 mg perhari
untuk kondisi ringan: 2-10 mg/kg bb atau 100-200 mg sehari
kondisi sedang: 300-600 mg sehari
kondisi berat: 700-900 mg sehari
Anak-anak:
10-20 mg/kg BB sehari atai 100-400 mg sehari.
Penderita gangguan fungsi ginjal:
o Bersihan kreatinin
Dosis

: 2-10ml/menit
:100 mg sehari atau dengan interval lebih panjang

o Bersihan kreatinin
Dosis

: 10-20ml/menit
: 100-200 mg sehari

o Bersihan kreatini
Dosis

:>20ml/menit
:dosis normal

Dosis yang dianjurkan pada pasien penderita dialisis: 300-400 mg segera setelah
dialisa tanpa pemberian lagi di antara interval waktu
-

Interaksi obat:
o Allopurinol dapat meningkatkan toksisitas siklofosfamid dan sitotoksik lain
o Allopurinol dapat menghambat metabolisme obat di hati, misalnya warfarin
o Allopurinol dapat meningkatkan efek dari azathioprin dan merkaptopurin,
sehingga dosis perhari dari obat-obat tersebut harus dikurangi sebelum
dilakukan pengobatan dengan allopurinol
o Allopurinol

dapat

memperpanjang

waktu

paruh

klorpropamid

dan

meningkatkan risiko hipoglikemia, terutama pada penderita dengan gangguan


fungsi ginjal
o Efek allopurinol dapat diturunkan oleh golongan salisilat dan urikosurik,
seperti probenesid

Penyimpanan: simpan pada suhu dibawah 300C, terlindung dari cahaya

4. Antalgin
Tiap tablet mengandung antalgin 500 mg
-

Indikasi: untuk menghilangkan rasa sakit, terutama kolik dan sakit setelah operasi

Dosis
Melalui mulut peroral: Dewasa sehari 3 kali 1 tablet

Penyimpanan: simpan pada suhu 25-300C (kondisi penyimpanan normal)

5. Asam Mefenamat (NSAID)


Tiap kaplet mengandung asam mefenamat 500 mg
-

Indikasi: meredakan nyeri ringan sampai sedang sehubungan dengan sakit kepala,
sakit gigi, dismenora primer, termasuk nyeri akibat trauma, nyeri otot, dan nyeri
sesudah operasi

Cara Pakai:
Dewasa dan anak-anak>14 tahun: dosis awal 500 mg, kemudian dianjurkan 250
mg tiap 6 jam sesuai dengan kebutuhan.

Interaksi

obat:

penggunaan

bersama

dengan

antikoagulan

oral

dapat

memperpanjang prothrombin
-

Penyimpanan: simpan pada suhu di bawah 30 0C. Hindari dari sinar matahari
langsung.

Anda mungkin juga menyukai