Anda di halaman 1dari 17

TUGAS PROJECT MANAJEMEN FARMASI

OLEH :

NAMA : Aprilia Ade Kartini (2043700239)

Dede Suhendar (2043700238)

Hernamirah (2043700233)

Linda Rattemanik Tiranda (2043700240)

Vikomilando Rumahlatu (2043700241)

KELAS : Profesi Apoteker PG - D

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
tugas project dari Bapak apt. PITER piter, S.Si, M.Farm, MM mata kuliah
Manajemen Farmasi dalam membuat ringkasan mengenai “Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Apotek dan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek ” . Penyusun menyadari
bahwa makalah ini dapat disusun dan selesaikan berkat bantuan dari berbagai
pihak.
Penyusun menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun
untuk kesempurnaan penyusunan makalah ini. Penyusun mengharapkan semoga
Allah SWT berkenan untuk selalu memberikan ilmu-Nya yang sangat bermanfaat
kepada kita semua dalam ilmu pengetahuan serta berbagai hal kebaikan. Semoga
tugas makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan untuk kita semua.
Aamiin yaa Rabbal’alamin.

Jakarta, 11 November 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN AWAL
KATA PENGANTAR……………………………………………………………. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….... ii
RINGKASAN……………………………………………………………………... 1

1.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun


2017 Tentang Apotek………………………………………………..……1
1.1 Pengertian Apotek……………………………………….………..1
1.2 Persyaratan Pendirian Apotek…………………….……………..1
1.3. Ketenagaan…………………………………….……………….....3
1.4. Perizinin…………………………………….……………………..3
1.5. Perubahan Izin………………………….……………………...…5
1.6. Penyelenggaraan…………………….………………………...….6
1.7. Pengalihan Tanggung Jawab (Pasal 26)……….…………...…...8
1.8. Pembinaan Dan Pengawasan (Pasal 27)….………………...…...9
1.9. Ketentuan Peralihan (Pasal 33)……...……………...……...……9
1.10. Ketentuan Penutup (Pasal 35)………………..………………….10
2.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun
2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian D
Di Apotek…………………………………………………………….….11
2.1. Pengertian……………………………………………………...…11
2.2. Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek……………...…….11
2.3. Ruang Lingkup Pelayanan Kefarmasian……………………….14

ii
RINGKASAN

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017


Tentang Apotek

1.1. Pengertian Apotek


Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefar
masian oleh Apoteker. Surat Izin Apotek yang selanjutnya disingkat SIA adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Apote
ker sebagai izin untuk menyelenggarakan Apotek.

Menurut Pasal 2  Pengaturan Apotek bertujuan untuk:

1. Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di Apotek.


2. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam memperoleh pelayan
an kefarmasian di Apotek.
3. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam memberikan pela
yanan kefarmasian di Apotek.
1.2. Persyaratan Pendirian Apotek

Menurut Pasal 3  Persyaratan Pendirian Apotek

1. Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari
pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan.
2. Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerjasama dengan pemilik m
odal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apo
teker yang bersangkutan.

Pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan (Pasal 4), meliputi:

a. Lokasi
b. Bangunan
c. Sarana, prasarana, dan peralatan
d. Ketenagaan.

1
a. Lokasi (Pasal 5)
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran Apotek d
i wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan p
elayanan kefarmasian.
b. Bangunan (Pasal 6)
Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan kemudahan d
alam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan dan keselamatan
bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang lanjut us
ia.
Bangunan Apotek harus bersifat permanen. Bangunan bersifat permanen
sebagaimana dimaksud dapat merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat p
erbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan bangun
an yang sejenis.
c. Sarana, Prasarana, dan Peralatan (Pasal 7)
Bangunan Apotek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 paling sedikit m
emiliki sarana ruang yang berfungsi:
1. Penerimaan Resep
2. Pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
3. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
4. Konseling
5. Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
6. Arsip

d. Prasarana Apotek (Pasal 8) paling sedikit terdiri atas:

a. Instalasi air bersih


b. Instalasi listrik
c. Sistem tata udara
d. Sistem proteksi kebakaran.
e. Peralatan Apotek (Pasal 9)

Meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayan


an kefarmasian. Peralatan sebagaimana dimaksud antara lain meliputi rak oba

2
t, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin, meja, kursi, komput
er, sistem pencatatan mutasi obat, formulir catatan pengobatan pasien dan per
alatan lain sesuai dengan kebutuhan.

Formulir catatan pengobatan pasien sebagaimana dimaksud merupakan cat


atan mengenai riwayat penggunaan Sediaan Farmasi dan/atau Alat Kesehatan atas
permintaan tenaga medis dan catatan pelayanan apoteker yang diberikan kepada p
asien. Sarana, prasarana, dan peralatan (Pasal 10) sebagaimana dimaksud dala
m Pasal 7 sampai dengan Pasal 9 harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi d
engan baik.

1.3. Ketenagaan

Menurut Pasal 11, Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apote


k dapat dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau tenaga a
dministrasi. Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud wa
jib memiliki surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-unda
ngan.

1.4. Perizinin

Surat Izin Apotek (Pasal 12):

a. Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri.

b. Menteri melimpahkan kewenangan pemberian izin sebagaimana dimaksud kep


ada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

c. Izin sebagaimana dimaksud berupa SIA.

d. SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyarat
an.

Menurut Pasal 13, Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan permoh
onan tertulis kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan menggunakan F
ormulir 1. Permohonan sebagaimana dimaksud harus ditandatangani oleh Apoteke
r disertai dengan kelengkapan dokumen administratif meliputi:

3
1. Fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli
2. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
3. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker
4. Fotokopi peta lokasi dan denah bangunan
5. Daftar prasarana, sarana, dan peralatan.

Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima permohonan d
an dinyatakan telah memenuhi kelengkapan dokumen administratif sebagaimana d
imaksud , Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menugaskan tim pemeriksa untuk
melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek dengan menggunaka
n Formulir 2.

Tim pemeriksa sebagaimana dimaksud harus melibatkan unsur dinas keseha


tan kabupaten/kota yang terdiri atas:

a. Tenaga kefarmasian
b. Tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan prasarana.

Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tim pemeriksa ditugaska
n, tim pemeriksa harus melaporkan hasil pemeriksaan setempat yang dilengkapi B
erita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota deng
an menggunakan Formulir 3. Paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja se
jak Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerima laporan sebagaimana dimaksud
dan dinyatakan memenuhi persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mene
rbitkan SIA dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi, Kepala Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Orga
nisasi Profesi dengan menggunakan Formulir 4.

Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dinyatakan masih belu


m memenuhi persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus mengeluarka
n surat penundaan paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja dengan men
ggunakan Formulir 5. Tehadap permohonan yang dinyatakan belum memenuhi p
ersyaratan sebagaimana dimaksud, pemohon dapat melengkapi persyaratan paling
lambat dalam waktu 1 (satu) bulan sejak surat penundaan diterima.

4
Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan persyaratan sebagaim
ana dimaksud, maka Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengeluarkan Surat Pen
olakan dengan menggunakan Formulir 6. Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/
Kota dalam menerbitkan SIA melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud, Apo
teker pemohon dapat menyelenggarakan Apotek dengan menggunakan BAP seba
gai pengganti SIA.

Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan SIA sebagaimana dimaksud dala


m Pasal 13 ayat (6), maka penerbitannya bersama dengan penerbitan SIPA untuk
Apoteker pemegang SIA. Masa berlaku SIA mengikuti masa berlaku SIPA.

1.5. Perubahan Izin


Menurut Pasal 15 :
a. Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan alamat dan pi
ndah lokasi, perubahan Apoteker pemegang SIA, atau nama Apotek harus
dilakukan perubahan izin.
b. Apotek yang melakukan perubahan alamat di lokasi yang sama atau perub
ahan alamat dan pindah lokasi, perubahan Apoteker pemegang SIA, atau n
ama Apotek, wajib mengajukan permohonan perubahan izin kepada Pemer
intah Daerah Kabupaten/Kota.
c. Terhadap Apotek yang melakukan perubahan alamat di lokasi yang sama a
tau perubahan nama Apotek sebagaimana dimaksud tidak perlu dilakukan
pemeriksaan setempat oleh tim pemeriksa.
d. Tata cara permohonan perubahan izin bagi Apotek yang melakukan peruba
han alamat dan pindah lokasi atau perubahan Apoteker pemegang SIA seb
agaimana dimaksud mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pa
sal 13.

1.6. Penyelenggaraan
Menurut Pasal 16, Apotek menyelenggarakan fungsi:
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis P
akai.

5
b. Pelayanan farmasi klinik, termasuk di komunitas.
Menurut Pasal 17 :
1. Apotek hanya dapat menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan B
ahan Medis Habis Pakai kepada:
a. Apotek lainnya
b. Puskesmas
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
d. Instalasi Farmasi Klinik
e. Dokter
f. Bidan praktik mandiri
g. Pasien
h. Masyarakat.
2. Penyerahan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pak
ai sebagaimana dimaksud huruf a sampai dengan huruf d hanya dapat di
lakukan untuk memenuhi kekurangan jumlah sediaan farmasi, alat kesehat
an, dan bahan medis habis pakai dalam hal:
a. Terjadi kelangkaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai di fasilitas distribusi
b. Terjadi kekosongan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai di fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Penyerahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai s
ebagaimana dimaksud huruf e sampai dengan huruf h hanya dapat dilak
ukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Menurut Pasal 18 :
1. Apotek wajib memasang papan nama yang terdiri atas:
a. Papan nama Apotek, yang memuat paling sedikit informasi mengenai
nama Apotek, nomor SIA, dan alamat.
b. Papan nama praktik Apoteker, yang memuat paling sedikit informasi
mengenai nama Apoteker, nomor SIPA, dan jadwal praktik Apoteker.

6
2. Papan nama sebagaimana dimaksud harus dipasang di dinding bagian depa
n bangunan atau dipancangkan di tepi jalan, secara jelas dan mudah terbac
a.
3. Jadwal praktik Apoteker sebagaimana dimaksud huruf b harus berbeda de
ngan jadwal praktik Apoteker yang bersangkutan di fasilitas kefarmasian l
ain.
Menurut Pasal 19 dan 20 :
1. Setiap Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus bekerja sesuai den
gan standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika
profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan kepentingan pasien.
2. Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Apotek harus menjamin keters
ediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai ya
ng aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.
Menurut Pasal 21 :
1. Apoteker wajib melayani Resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlia
n profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
2. Dalam hal obat yang diresepkan terdapat obat merek dagang, maka Apotek
er dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama ko
mponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/
atau pasien.
3. Dalam hal obat yang diresepkan tidak tersedia di Apotek atau pasien tidak
mampu menebus obat yang tertulis di dalam Resep, Apoteker dapat mengg
anti obat setelah berkonsultasi dengan dokter penulis Resep untuk pemilih
an obat lain.
4. Apabila Apoteker menganggap penulisan Resep terdapat kekeliruan atau ti
dak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis Resep.
5. Apabila dokter penulis Resep sebagaimana dimaksud tetap pada pendirian
nya, maka Apoteker tetap memberikan pelayanan sesuai dengan Resep den
gan memberikan catatan dalam Resep bahwa dokter sesuai dengan pendiri
annya.
Menurut Pasal 22 :

7
1. Pasien berhak meminta salinan Resep.
2. Salinan Resep sebagaimana dimaksud harus disahkan oleh Apoteker.
3. Salinan Resep sebagaimana dimaksud harus sesuai aslinya sesuai dengan k
etentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Pasal 23 :
1. Resep bersifat rahasia.
2. Resep harus disimpan di Apotek dengan baik paling singkat 5 (lima) tahun.
3. Resep atau salinan Resep hanya dapat diperlihatkan kepada dokter penulis
Resep, pasien yang bersangkutan atau yang merawat pasien, petugas keseh
atan atau petugas lain yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Menurut Pasal 24 :
1. Pengadaan obat dan/atau bahan obat di Apotek menggunakan surat pesana
n yang mencantumkan SIA.
2. Surat pesanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus ditandatangani
oleh Apoteker pemegang SIA dengan mencantumkan nomor SIPA.
Menurut Pasal 25 :
1. Apotek dapat bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan dan asuransi lainnya.
2. Kerja sama sebagaimana dimaksud dilakukan berdasarkan rekomendasi di
nas kesehatan kabupaten/kota.
1.7. Pengalihan Tanggung Jawab (Pasal 26)
1. Apabila Apoteker pemegang SIA meninggal dunia, ahli waris Apoteker waji
b melaporkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
2. Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) har
us menunjuk Apoteker lain untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan.
3. Apoteker lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melaporkan secara
tertulis terjadinya pengalihan tanggung jawab kepada Pemerintah Daerah ka
bupaten/kota dalam jangka waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam de
ngan menggunakan Formulir 7.

8
4. Pengalihan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disertai pe
nyerahan dokumen Resep Apotek, narkotika, psikotropika, obat keras, dan k
unci penyimpanan narkotika dan psikotropika.
1.8. Pembinaan Dan Pengawasan (Pasal 27)
Pembinaan dilakukan oleh Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi dan kep
ala dinas kesehatan kabupaten/kota secara berjenjang sesuai dengan kewenangann
ya terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan kefarmasian di
Apotek.
1.9. Ketentuan Peralihan (Pasal 33)
1. Permohonan izin Apotek yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan
Menteri ini tetap diproses berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehat
an Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pe
mberian Izin Apotik sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas -18-
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang K
etentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik.
2. Izin Apotek yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No
mor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberia
n Izin Apotik sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehat
an Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Me
nteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian Izin Apotik dinyatakan masih tetap berlaku sampai de
ngan 5 (lima) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.
3. Apotek yang telah melakukan pelayanan kefarmasian berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan d
an Tata Cara Pemberian Izin Apotik sebagaimana telah diubah dengan Kepu
tusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perub
ahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik wajib menyesuaika
n dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lama 2 (dua) tahun s
ejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku.

9
1.10. Ketentuan Penutup (Pasal 35)
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian I
zin Apotik sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomo
r 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehata
n Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotik, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (Pasal 36) Peraturan Menteri in
i mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, me
merintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.

RINGKASAN

2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016


Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek

10
2.1. Pengertian
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebag
ai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarma
sian. Sedangkan Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan ber
tanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan ma
ksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan ba
hwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaa
n Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian Obat, pela
yanan Obat atas Resep dokter, pelayanan informasi Obat serta pengembangan Oba
t, bahan Obat dan Obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang me
mpunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

2.2. Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek


Menurut pasal 2  Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertuj
uan untuk:

a. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian


b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasiona
l dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

Pasal 3 (1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar:

a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
b. Pelayanan farmasi klinik.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Paka
i sebagaimana dimaksud huruf a meliputi:

a. Perencanaan
b. Pengadaan
c. Penerimaan
d. Penyimpanan

11
e. Pemusnahan
f. Pengendalian
g. Pencatatan dan pelaporan.

Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud huruf b meliputi:

a. Pengkajian Resep
b. Dispensing
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
d. Konseling
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care)
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

Pasal 4

1. Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus didukung


oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian yang berorientasi kepada kesela
matan pasien.
2. Sumber daya kefarmasian sebagaimana dimaksud meliputi:
a. Sumber daya manusia
b. Sarana dan prasarana.

Pasal 5 dan 6

Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Apotek, harus dilakukan e


valuasi mutu Pelayananan Kefarmasian. Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian
di Apotek harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Ba
han Medis Habis Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.

Pasal 7

Penyelenggarakan Pelayanan Kefarmasian di Apotek wajib mengikuti Standar Pel


ayanan Kefarmasian sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 8

12
Apotek wajib mengirimkan laporan Pelayanan Kefarmasian secara berjenjang kep
ada dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan kementerian ke
sehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 9

1. Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini dila


kukan oleh Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala dinas kese
hatan kabupaten/kota sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
2. Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat melibatkan organisasi profesi.

Pasal 10

1. Pengawasan selain dilaksanakan oleh Menteri, kepala dinas kesehatan provi


nsi dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dala
m Pasal 9 Ayat (1), khusus terkait dengan pengawasan sediaan farmasi dala
m pengelolaan sediaan farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(1) huruf a dilakukan juga oleh Kepala BPOM sesuai dengan tugas dan fung
si masing-masing.
2. Selain pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala BPOM da
pat melakukan pemantauan, pemberian bimbingan, dan pembinaan terhadap
pengelolaan sediaan farmasi di instansi pemerintah dan masyarakat di bidan
g pengawasan sediaan farmasi.

Pasal 11

1. Pengawasan yang dilakukan oleh dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehat
an kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan pengawasan ya
ng dilakukan oleh Kepala BPOM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ay
at (1) dilaporkan secara berkala kepada Menteri.
2. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling sedikit 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

13
Pasal 12

1. Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dapat dikenai s


anksi administratif.
2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Peringatan tertulis
b. Penghentian sementara kegiatan
c. Pencabutan izin.
2.3. Ruang Lingkup Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan
yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, da
n Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus
didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan prasarana.

14

Anda mungkin juga menyukai