FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
OLEH :
Menurut BPOM (2018) Tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik,
Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.
Menurut Permenkes RI Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010, Industri
Farmasi merupakan badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan
kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Kegiatan pembuatan obat tersebut dikontrol dan
diawasi dengan ketat oleh pemerintah dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM),
sehingga obat yang dihasilkan dapat memenuhi kriteria mutu, kemanfaatan dan keamanan.
Industri Farmasi berfungsi antara lain proses pembuatan obat dan/atau bahan obat; pendidikan
dan pelatihan; dan penelitian dan pengembangan. Industri farmasi yang memproduksi obat
dapat mendistribusikan atau menyalurkan hasil produksinya langsung kepada pedagang besar
farmasi, apotek, instalasi farmasi rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, klinik, dan toko
obat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan industri farmasi
yang menghasilkan bahan obat dapat mendistribusikan atau menyalurkan hasil produksinya
langsung kepada pedagang besar bahan baku farmasi dan instalasi farmasi rumah sakit sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
KOMPETENSI KHUSUS 2
“PERSYARATAN PENDIRIAN INDUSTRI FARMASI”
Manajemen Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat, dengan tujuan
untuk memastikan bahwa obat memiliki mutu yang sesuai tujuan penggunaan. Oleh
karena itu Manajemen Mutu mencakup juga Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
CPOB diterapkan di semua tahap siklus hidup dari pembuatan obat untuk uji klinik,
transfer teknologi, produksi komersial hingga produk tidak diproduksi lagi.
1) Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
CPOB adalah bagian dari Manajemen Mutu yang memastikan obat dibuat dan
dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan
tujuan penggunaan dan persyaratan Izin Edar, Persetujuan Uji Klinik atau spesifikasi
produk. CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu.
2) Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang mencakup pengambilan sampel,
spesifikasi dan pengujian, serta mencakup organisasi, dokumentasi dan prosedur
pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah
dilakukan. Bahan tidak boleh diluluskan untuk digunakan dan produk tidak boleh
diluluskan untuk dijual atau didistribusi sampai mutunya dinilai memuaskan atau
layak.
3) Pengkajian Mutu Produk
Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat
terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi
proses, kesesuaian dengan spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi,
untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk
dan proses. Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun
dan didokumentasikan, dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya.
Industri farmasi dan Pemegang Izin Edar apabila berbeda, hendaklah mengevaluasi
hasil pengkajian dan penilaian apakah tindakan korektif dan pencegahan atau
validasi ulang yang telah dilakukan sesuai dengan yang ditetapkan Sistem Mutu
Industri Farmasi. Hendaklah disiapkan prosedur manajemen untuk pengelolaan
secara berkesinambungan dan pengkajian atas tindakan ini. Efektivitas dari prosedur
ini diverifikasi saat pelaksanaan inspeksi diri. Pengkajian mutu dapat
dikelompokkan menurut jenis produk, misal sediaan padat, sediaan cair, produk
steril.
4) Manajemen Resiko Mutu
Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian,
pengendalian, komunikasi dan pengkajian risiko terhadap mutu obat. Proses ini
dapat diaplikasikan baik secara proaktif maupun retrospektif.
2. PERSONALIA
Pembuatan obat yang benar mengandalkan sumber daya manusia. Oleh sebab itu
industri farmasi harus bertanggung jawab untuk menyediakan personel yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tanggung
jawab individual secara jelas dipahami oleh masing-masing dan didokumentasikan.
Seluruh personel hendaklah memahami prinsip CPOB yang menyangkut tugasnya serta
memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi higiene yang
berkaitan dengan pekerjaannya. Industri farmasi hendaknya memiliki personel dalam
jumlah yang memadai yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis. Tiap personel
tidak boleh terbebani tanggung jawab berlebihan sehingga menimbulkan risiko terhadap
kualitas. Dan harus memiliki struktrus organisasi yang berhubungan antara kepala
produksi, kepala pengawasan mutu dan kepala pemastian mutu. Dimana tugas porsenil
tersbut dapat didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk namum memiliki tingkat
kualifikasi yang memadai.
Manajemen puncak hendaklah menunjuk Personel Kunci termasuk Kepala
Produksi, Kepala Pengawasan Mutu, dan Kepala Pemastian Mutu. Posisi kunci tersebut
dijabat oleh Apoteker purnawaktu. Kepala Produksi, Kepala Pengawasan Mutu dan
Kepala Pemastian Mutu harus independen satu terhadap yang lain. Hendaklah personel
tersebut tidak mempunyai kepentingan lain yang dapat menimbulkan konflik
kepentingan pribadi atau financial.
1) Tugas Kepala Pemastian Mutu :
a. memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu;
b. ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan manual mutu
perusahaan;
c. memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala;
d. melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu;
e. memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit
terhadap pemasok);
f. memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi;
g. memastikan pemenuhan persyaratan teknik dan/atau peraturan BadanPengawas
Obat dan Makanan (Badan POM) yang berkaitan dengan mutu produk jadi;
h. mengevaluasi/mengkaji catatan bets;
i. meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan
mempertimbangkan semua faktor terkait;
j. memastikan bahwa setiap bets produk jadi telah diproduksi dan diperiksa sesuai
dengan peraturan yang berlaku di negara tersebut dan sesuai denganpersyaratan
Izin Edar; dan
k. tanggung jawab Kepala Pemastian Mutu dapat didelegasikan, tetapi hanya
kepada personel yang berwenang
2) Kepala Produksi memilih tanggung jawab sebagai berikut :
a. memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan;
b. memberikan persetujuan terhadap prosedur yang terkait dengan kegiatan
produksi dan memastikan bahwa prosedur diterapkan secara ketat;
c. memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani oleh
personel yang berwenang;
d. memastikan pelaksanaan kualifikasi dan pemeliharaan bangunanfasilitas serta
peralatan di bagian produksi;
e. memastikan bahwa validasi yang tepat telah dilaksanakan; dan
f. memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personel di
departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.
3) Kepala Pengawan Mutu memiliki tanggung jawab sebagai berikut :
a. memberi persetujuan terhadap spesifikasi, instruksi pengambilan sampel,
metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain;
b. memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan;
c. memberi persetujuan dan memantau semua analisis berdasarkan kontrak;
d. memastikan pelaksanaan kualifikasi dan pemeliharaan bangunan fasilitas serta
peralatan di bagian produksi pengawasan mutu;
e. memastikan bahwa validasi yang tepat telah dilaksanakan;
f. memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personel di
departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan; dan
g. menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara,produk
ruahan dan produk jadi sesuai hasil evaluasi.
3. BANGUNAN FASILITAS
Bangunan-fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan
letak yang memadai, serta dirawat kondisinya untuk kemudahan pelaksanaan operasi
yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk
memperkecil risiko terjadi ketidakjelasan, kontaminasi silang dan kesalahan lain, serta
memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan
kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat
menurunkan mutu obat.
Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan kontaminasi
dari lingkungan sekitar, seperti kontaminasi dari udara, tanah dan air serta dari kegiatan
industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil
tindakan pencegahan yang efektif terhadap kontaminasi tersebut.
Pasokan listrik, pencahayaan, suhu, kelembaban dan ventilasi hendaklah tepat
agar tidak mengakibatkan dampak merugikan baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap obat selama proses pembuatan dan penyimpanan, atau terhadap
keakuratan fungsi dari peralatan.
1) Area Penimbangan
Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk dengan cara penimbangan
hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah yang didesain khusus untuk kegiatan
tersebut. Area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau area produksi.
2) Area Produksi
Kontaminasi silang hendaklah dicegah untuk semua produk melalui desain dan
pengoperasian fasilitas pembuatan yang tepat. Tindakan pencegahan kontaminasi silang
hendaklah sepadan dengan risikonya. Prinsip Manajemen Risiko Mutu hendaklah
digunakan untuk menilai dan mengendalikan risiko.
Fasilitas tersendiri dipersyaratkan untuk pembuatan obat yang berisiko karena:
a. risiko tidak dapat dikendalikan secara memadai melalui pengoperasian dan/atau
tindakan teknis;
b. data ilmiah dari evaluasi toksikologi tidak mendukung risiko yang dapat
dikendalikan;
c. batas residu relevan berdasarkan hasil evaluasi toksikologi, tidak dapat ditentukan
secara memuaskan dengan metode analisis tervalidasi. termasuk produk yang
dapat menimbulkan alergi dari bahan yang menimbulkan sensitisasi tinggi (misal
betalaktam), preparat biologis (misal dari organisme hidup), dan produk lain
seperti hormon tertentu (misal hormon seks), sitotoksika tertentu, produk
mengandung bahan aktif tertentu berpotensi tinggi serta pembuatan produk non
obat.
Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa untuk :
a. memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang saling berhubungan
mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang
dipersyaratkan ;
b. mencegah kesesakan dan ketidakteraturan; dan
c. memungkinkan komunikasi dan pengawasan yang efektif.
Kelas kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat didasarkan pada jumlah
maksimum partikulat udara dan jumlah maksimum mikroba udara yang diperbolehkan
untuk tiap kelas kebersihan. Kelas kebersihan tersebut hendaklah disesuaikan dengan
tingkat risiko terhadap produk yang dibuat.
Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk pengolahan produk steril.
Persyaratan pembuatan produk steril dirangkum pada Aneks 1 Pembuatan Produk
Steril. Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pengolahan produk nonsteril,
dimana persyaratan jumlah maksimum partikulat udara pada kondisi non operasional
adalah 3.520.000 partikel/m untuk partikel ukuran ≥0,5µm dan 29.000 untuk partikel
ukuran ≥5µm. Jumlah maksimum mikroba udara ditetapkan oleh industri berdasar
kajian risiko dari jenis sediaan yang ditangani misal cair, krim, padat.
3) Area Penyimpanan
Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan
dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk seperti bahan awal dan bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, produk dalam status
karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak,produk yang dikembalikan
atau produk yang ditarik dari peredaran.
Area penyimpanan hendaklah didesain atau disesuaikan untuk menjamin kondisi
penyimpanan yang baik; Secara khusus area tersebut hendaklah bersih, kering dan
mendapat pencahayaan yang cukup serta suhunya dipertahankan dalam batas yang
ditetapkan. Area terpisah dan terkunci hendaklah disediakan untuk penyimpanan bahan
dan produk yang ditolak, atau yang ditarik kembali atau yang dikembalikan.
Bahan aktif berpotensi tinggi dan bahan radioaktif, narkotik, obat berbahaya lain,
dan zat atau bahan yang mengandung risiko tinggi terhadap penyalahgunaan, kebakaran
atau ledakan hendaklah disimpan di area yang terjamin keamanannya. Obat narkotik dan
obat berbahaya lain hendaklah disimpan di tempat terkunci.
4) Area Pengawsan Mutu
Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Area pengujian
biologi, mikrobiologi dan radioisotop hendaklah dipisahkan satu dengan yang lain.
5) Sarana Pendukung
Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area produksi dan laboratorium
pengawasan mutu. Fasilitas untuk mengganti pakaian kerja, membersihkan diri dan
toilet hendaklah disediakan dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses. Toilet tidak
boleh berhubungan langsung dengan area produksi atau area penyimpanan. Ruangganti
pakaian untuk area produksi hendaklah berada di area produksi namun terpisah dari
ruang produksi.
4. PERALATAN
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat,
ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat
terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk memudahkan
pembersihan serta pemeliharaan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan
debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk.
1) Desain dan Kontruksi
a. Peralatan manufaktur hendaklah didesain, ditempatkan dan dikelola sesuai
dengan tujuannya
b. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau
produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat
memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.
c. Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus, misalnya pelumas atau
pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga
tidak memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara
ataupun produk jadi.
d. Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor, tetesan pelumas dan
hal sejenis atau karena perbaikan, pemeliharaan, modifikasi dan adaptasiyang
tidak tepat
2) Pemasangan dan Penempatan
a. Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah risiko
kesalahan atau kontaminasi.
b. Peralatan satu sama lain hendaklah ditempatkan pada jarak yang cukup untuk
menghindarkan kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan
kecampurbauran produk.
c. Semua sabuk (belt) dan puli (pulley) mekanis terbuka hendaklah dilengkapi
dengan pengaman.
d. Air, uap dan udara bertekanan atau vakum serta saluran lain hendaklah dipasang
sedemikian rupa agar mudah diakses pada tiap tahap proses. Pipa hendaklah
diberi penandaan yang jelas untuk menunjukkan isi dan arah aliran.
e. Tiap peralatan utama hendaklah diberi tanda dengan nomor identitas yang jelas.
Nomor ini dicantumkan di dalam semua perintah dan catatan bets untuk
menunjukkan unit atau peralatan yang digunakan pada pembuatan bets tersebut
kecuali bila peralatan tersebut hanya digunakan untuk satu jenis produk saja.
3) Pembersihan dan Sanitasi Peralatan
a. Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar maupun
bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan
disimpan dalam kondisi yang bersih. Tiap kali sebelum dipakai, kebersihannya
diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari bets
sebelumnya telah dihilangkan.
b. Metode pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih dianjurkan.
Udara bertekanan dan sikat hendaklah digunakan dengan hati-hati dan bila
mungkin dihindarkan karena menambah risiko kontaminasi produk.
c. Pembersihan dan penyimpanan peralatan yang dapat dipindah-pindahkan dan
penyimpanan bahan pembersih hendaklah dilaksanakan dalam ruangan yang
terpisah dari ruangan pengolahan.
4) Pemeliharaan
a. Peralatan hendaklah dipelihara sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau
kontaminasi yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.
b. Kegiatan perbaikan dan pemeliharaan tidak boleh menimbulkan risiko terhadap
mutu produk.
c. Prosedur tertulis untuk pemeliharaan peralatan hendaklah dibuat dan dipatuhi.
d. Pelaksanaan pemeliharaan dan pemakaian suatu peralatan utama hendaklah
dicatat dalam buku log alat yang menunjukkan tanggal, waktu, produk, kekuatan
dan nomor setiap bets atau lot yang diolah dengan alat tersebut. Catatan untuk
peralatan yang digunakan khusus untuk satu produk saja dapat ditulis dalam
catatan bets.
5. PRODUKSI
Kegiatan produksi hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan
obat yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan
izin edar.
Seluruh penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina,
pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan,
pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai prosedur atauinstruksi tertulis
dan bila perlu dicatat. Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan,
peralatan atau mesin produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi
label ataupenandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan (bila ada)
dan nomor bets. Bila perlu, penandaan ini hendaklah juga menyebutkan tahap proses
produksi. Label pada wadah, alat atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti ganda dan
dengan format yang telah ditetapkan. Label berwarna sering kali sangat membantu
untuk menandakan status (misal: karantina, diluluskan, ditolak, bersih dan lain-lain).
Bahan awal di area penyimpanan hendaklah diberi label yang tepat. Label
hendaklah memuat keterangan paling sedikit sebagai berikut:
a. nama bahan dan bila perlu nomor kode bahan;
b. nomor bets/kontrol yang diberikan pada saat penerimaan bahan;
c. status bahan (misal: karantina, sedang diuji, diluluskan, ditolak); dan
d. tanggal kedaluwarsa atau tanggal uji ulang bila perlu.
Jika digunakan sistem penyimpanan terkomputerisasi yang divalidasi penuh, maka
semua keterangan di atas tidak perlu ditampilkan dalam bentuk tulisan terbaca pada label.
Perubahan signifikan terhadap proses pembuatan termasuk perubahan peralatan
atau bahan yang dapat memengaruhi mutu produk dan atau reprodusibilitas proses
hendaklah divalidasi.
6. CARA PENYIMPANAN DAN PENGIRIMAN OBAT YANG BAIK
Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting dalam kegiatan dan
manajemen rantai pemasokan obat yang terintegrasi. Dokumen ini menetapkan
langkah-langkah yang tepat untuk membantu pemenuhan tanggung jawab bagi semua
yang terlibat dalam kegiatan pengiriman dan penyimpanan produk. Dokumen ini
memberikan pedoman bagi penyimpanan dan pengiriman produk jadi dari Industri
Farmasi ke distributor.
Jika gudang industri farmasi bertindak juga sebagai pusat distribusi produk ke
fasilitas distribusi, fasilitas pelayanan kefarmasian dan fasilitas pelayanan kesehatan,
hendaklah industri farmasi juga menerapkan dan memenuhi pedoman Cara Distribusi
Obat yang Baik (CDOB).
Mutu obat dapat dipengaruhi oleh kekurangan pengendalian yang diperlukan
terhadap kegiatan selama proses penyimpanan dan pengiriman. Lebih lanjut, belum
ditekankan keperluan akan pembuatan, pengembangan dan pemeliharaan prosedur
penyimpanan dan pengiriman obat, serta pengendalian kegiatan proses distribusi.
Tujuan pedoman ini adalah untuk membantu dalam menjamin mutu danintegritas obat
selama proses penyimpanan dan pengiriman obat.
Untuk menjaga mutu awal obat, semua kegiatan dalam penyimpanan dan
pengirimannya hendaklah dilaksanakan sesuai prinsip CPOB dan CDOB. Pengiriman
dan transportasi obat hendaklah dimulai hanya setelah menerima pesanan resmi atau
rencana penggantian produk yang resmi dan didokumentasikan.
Hendaklah dibuat catatan pengiriman obat dan minimal meliputi informasi berikut:
a. tanggal pengiriman;
b. nama dan alamat perusahaan transportasi;
c. nama, alamat dan status penerima (misal apotek, rumah sakit, klinik);
d. deskripsi produk, mencakup nama, bentuk sediaan dan kekuatan (jika tersedia);
e. jumlah produk, misal jumlah wadah dan jumlah produk per wadah;
f. nomor bets dan tanggal kedaluwarsa;
g. kondisi transportasi dan penyimpanan yang ditetapkan; dan
h. nomor unik untuk order pengiriman.
7. PENGAWASAN MUTU
Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta
termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa
semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai
atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan persyaratan.
Bagian Pengawasan Mutu secara keseluruhan juga mempunyai tanggung jawab,
antara lain adalah membuat, memvalidasi dan menerapkan semua prosedurpengawasan
mutu, mengawasi pengendalian sampel pembanding dan/atau sampel pertinggal dari
bahan dan produk bila perlu, memastikan kebenaran label pada wadah bahan dan
produk, memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas produk, ikut serta dalam
investigasi keluhan yang terkait dengan mutu produk, dll. Semua
kegiatan tersebut hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur tertulis, dan dicatat di
mana perlu.
Dilakukan pengambilan sampel. Sampel hendaklah mewakili bets bahan atau
produk yang sampelnya diambil. Sampel lain dapat diambil untuk memantau bagian
proses berkondisi terkritis (misal, awal atau akhir suatu proses). Rencana pengambilan
sampel hendaklah dijustifikasi dengan benar dan berdasarkan pendekatan manajemen
risiko.
Tiap wadah sampel hendaklah diberi label yang menjelaskan isi, disertai nomor
bets, tanggal pengambilan sampel dan wadah yang diambil sampelnya. Kegiatan ini
hendaklah dilakukan sedemikian rupa untuk meminimalkan risiko ketercampurbauran
dan melindungi sampel dari kondisi penyimpanan yang merugikan.
8. INSPEKSI DIRI
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan
pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri
hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk
menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan
secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat
mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi
khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan obat jadi atau terjadi penolakan yang
berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan hendaklah dilaksanakan. Prosedur dan
catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dandibuat program tindak lanjut yang
efektif.
9. KELUHAN DAN PENARIKAN PRODUK
Untuk melindungi kesehatan masyarakat, suatu sistem dan prosedur yang sesuai
hendaklah tersedia untuk mencatat, menilai, menginvestigasi dan meninjau keluhan
termasuk potensi cacat mutu dan, jika perlu, segera melakukan penarikan obat termasuk
obat uji klinik dari jalur distribusi secara efektif.
Personel yang terlatih dan berpengalaman hendaklah bertanggung jawab untuk
mengelola investigasi keluhan dan cacat mutu serta memutuskan langkah-langkah yang
harus diambil untuk mengelola setiap potensi risiko yang muncul akibat masalah
tersebut, termasuk penarikan. Jika ditemukan atau dicurigai cacat mutu pada suatu bets,
maka hendaklah dipertimbangkan untuk memeriksa bets atau mungkin produklain
untuk memastikan apakah bets lain atau produk lain tersebut juga terkena dampak.
Terutama hendaklah diinvestigasi apabila bets lainmengandung bagian atau komponen
yang cacat. Cacat mutu hendaklah dilaporkan tepat waktu oleh pabrik pembuat kepada
pemegang izin edar dan semua otoritas pengawas obat terkait dalam kasus-kasus di
mana cacat mutu dapat mengakibatkan penarikan atau pembatasan pasokan produk.
Setelah produk diedarkan, pengembalian apa pun dari jalur distribusi sebagai akibat
dari cacat mutu hendaklah dianggap dan dikelola sebagai penarikan. (Ketentuan ini
tidak berlaku untuk pengambilan atau pengembalian sampel produk dari jalur distribusi
untuk memfasilitasi investigasi terhadap masalah/laporan cacat mutu).
Pelaksanaan penarikan hendaklah mampu untuk dilakukan segera setiap saat.Dalam
kasus tertentu, untuk melindungi kesehatan masyarakat pelaksanaan penarikan
mungkin perlu dimulai sebelum menetapkan akar masalah dan luas daricacat mutu.
Catatan distribusi bets/produk hendaklah tersedia untuk digunakan oleh personel
yang bertanggung jawab terhadap penarikan. Catatan distribusi hendaklah berisi
informasi yang lengkap mengenai distributor dan pelanggan yang dipasok secara
langsung (dengan alamat, nomor telepon, dan/atau nomor faxpada saat jam kerja dan di
luar jam kerja, nomor bets dan jumlah yang dikirim), termasuk distributor di luar negeri
untuk produk yang diekspor.
Selain penarikan, perlu dipertimbangkan tindakan tambahan untuk mengurangi
risiko yang terjadi akibat cacat mutu. Tindakan tersebut dapat mencakup penerbitan
surat yang memperingatkan tenaga kesehatan profesional terkait penggunaan bets yang
berpotensi cacat. Hal ini hendaklah dipertimbangkan berdasarkan kasus per kasus dan
didiskusikan dengan otoritas pengawas obat terkait.
10. DOKUMENTASI
Dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari sistem pemastian
mutu dan merupakan kunci untuk pemenuhan persyaratan CPOB. Berbagai jenis
dokumen dan media yang digunakan hendaklah sepenuhnya ditetapkan dalam Sistem
Mutu Industri Farmasi. Dokumentasi dapat dibuat dalam berbagai bentuk, termasuk
media berbasis kertas, elektronik atau fotografi. Tujuan utama sistem dokumentasi yang
dimanfaatkan haruslah untuk membangun, mengendalikan, memantau dan mencatat
semua kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung berdampak pada semua aspek
kualitas obat.
Ada dua jenis dokumentasi utama yang digunakan untuk mengelola dan mencatat
pemenuhan CPOB: prosedur/instruksi (petunjuk, persyaratan) dan catatan/laporan.
Pelaksanaan dokumentasi yang tepat hendaklah diterapkan sesuai dengan jenis dokumen.
11. KEGIATAN ALIH DAYA
Aktivitas yang tercakup dalam Pedoman CPOB yang dialihdayakan hendaklah
didefinisikan, disetujui dan dikendalikan dengan benar untuk menghindarkan
kesalahpahaman yang dapat menghasilkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang
tidak memuaskan. Hendaklah dibuat kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan
Penerima Kontrak yang secara jelas menentukan peran dantanggung jawab masing-
masing pihak. Sistem Mutu Industri Farmasi dari Pemberi Kontrak hendaklah
menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang
menjadi tanggung jawab penuh Kepala Pemastian Mutu.
Pembuatan obat alih daya di Indonesia hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi
yang memiliki sertifikat CPOB yang berlaku yang diterbitkan oleh Badan POM.
Sebelum kegiatan alih daya dilaksanakan, Pemberi Kontrak bertanggung jawab untuk
menilai legalitas, kesesuaian dan kompetensi Penerima Kontrak untuk dapat dengan
sukses melaksanakan kegiatan alih daya. Pemberi kontrak juga bertanggung jawab
untuk memastikan, melalui kontrak, bahwa semua prinsip dan Pedoman CPOB diikuti;
Penerima Kontrak hendaklah dapat melaksanakan pekerjaan yang diberikan oleh
Pemberi Kontrak dengan memuaskan misal memiliki bangunan-fasilitas, peralatan,
pengetahuan, pengalaman, dan personel yang kompeten. Penerima Kontrak hendaklah
memastikan bahwa semua produk, bahan dan transfer pengetahuan yang diterima sesuai
dengan tujuan alih daya.
Kontrak tertulis hendaklah dibuat antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak
dengan menetapkan tanggung jawab masing-masing pihak dan jalur komunikasi terkait
dengan kegiatan alih daya. Aspek teknis dari kontrak hendaklah dibuat oleh personel
yang memiliki kompetensi dan pengetahuan yang sesuai dengan kegiatan alih daya dan
CPOB. Semua pengaturan kegiatan alih daya harus sesuai dengan peraturan dan Izin
Edar produk terkait dan disetujui oleh kedua belah pihak.
12. KUALIFIKASI DAN VALIDASI
CPOB mempersyaratkan industri farmasi mengendalikan aspek kritis kegiatan
yang dilakukan melalui kualifikasi dan validasi sepanjang siklus hidup produk dan
proses. Tiap perubahan yang direncanakan terhadap fasilitas, peralatan, sarana
penunjang, dan proses, yang dapat memengaruhi mutu produk, hendaklah
didokumentasikan secara formal dan dampak pada status validasi atau strategi
pengendaliannya dinilai. Sistem komputerisasi yang digunakan untuk pembuatan obat
hendaklah juga divalidasi sesuai dengan persyaratan Aneks 7 Sistem Komputerisasi.
Pendekatan manajemen risiko mutu hendaklah diterapkan sepanjang siklus hidup
obat. Sebagai bagian dari sistem manajemen risiko mutu, keputusan mengenai cakupan
dan luas kualifikasi-validasi fasilitas, peralatan, sarana penunjang, dan proses
hendaklah didasarkan pada penilaian risiko yang dijustifikasi dan didokumentasikan.
Validasi retrospektif tidak lagi dianggap sebagai pendekatan yang dapat diterima. Data
pendukung kualifikasi dan/atau studi validasi yang diperoleh dari sumber di luar
program industri dapat digunakan, dengan syarat pendekatan ini telah dijustifikasi dan
ada jaminan yang memadai bahwa pengendalian telah dilakukan saat mengambil alih
data tersebut.
KOMPETENSI KHUSUS 4
“MAMPU MEMAHAMI 12 ASPEK CPOTB TAHUN 2021”
Rumus Struktur :
pH : 5,3-6,5
pKa : 9,5
3) Mikrobiologi
Cemaran Organik : Lakukan penetapan dengan cara Kromatografi cair kinerja
tinggi seperti tertera pada Kromatografi. resolusi, R antara puncak
parasetamol dan senyawa sejenis B parasetamol tidak kurang dari
2,0, antara puncak senyawa sejenis B parasetamol dan senyawa
sejenis C parasetamol tidak kurang dari 1,5
4) Farmakologi (Martindale, A to Z, DIH)
Kelas/Golongan : Analgesik, Antiinflamasi dan Antipiretik
Dosis : Dosis oral yang biasa adalah 0,5 sampai 1 g setiap 4 sampai 6 jam
maksimal 4 g sehari.
Interaksi Obat : Resiko toksisitas parasetamol dapat meningkat pada pasien yang
menerima obat lain yang berpotensi hepatotoksik atau obat-
obatan yang menginduksi enzim mikrosomal hati. Itu penyerapan
parasetamol dapat dipercepat oleh obat-obatan seperti
metoklopramid. Ekskresi mungkin terpengaruh dan konsentrasi
plasma berubah ketika diberikan dengan probenesid.
Colestyramine mengurangi penyerapan parasetamol jika
diberikan dalam waktu 1 jam setelah parasetamol.
BAHAN TAMBAHAN :
1. Mikrokristalin Selulosa (Handbook of Excipient)
Nama Resmi : Microcrystalline Cellulose
Nama Sinonim : Cellulose gel; Avicel PH; Celex; hellilosum
microcristallinum; Celphere; emcocel; vivapur; tabulose;
pharmacel; fibrocel; MCC sanaq.
Rumus Molekul : (C6H10O5)n
Berat Molekul : 36.00
Rumus Struktur :
1. Zat aktif dan eksipien masing-masing dihaluskan dalam mesin penggiling. Misalnya
menggunakan mesin “Tornado Mill”
2. Pencampuran zat aktif, zat pengisi, sebagian zat disentegran dalam mesin pencampur misalnya
“Planetary mixer” atau “Twin shell blender”. Atau pencampuran zat aktif, zat pengisi, zat
pengikat kering/sebagian zat disintegran (penambahan pengikat kering) dalam mesin
“Planetary mixer” atau “Twin shell blender”.
3. Penyiapan cairan penggranulasi basah, larutan musilago atau suspensi atau larutan gel. Atau
penyiapan air, alkohol, atau hidroalkohol untuk mengaktifkan pengikat kerinG
4. Pembuatan massa granulasi basah dengan cairan penggranulasi dalam mesin seperti “Sigma
blade mixer”
5. Massa lembab dibentuk menjadi granul dengan mengekstruksi melalui mesin “oscillating
granulator” dengan lempeng penyaring 6-12 mesh atau melalui mesin “fitz mill” dilengkapi
dengan lempeng penyaring besi yang diperforasi.
6. Granul lembab dikeringkan di oven pada suhu 500 C -600C atau dalam pengering “fluid bed
dryer”
7. Granul yang telah kering diekstruksi dalam mesin oscillating granulator dengan lempeng
penyaring 18-20 mesh atau dengan mesin fitz mill dengan lempeng penyaring 18-20 mesh.
8. Granul ditapis melalui penyaring 18-20 mesh kemudian dipindahkan ke mesin “twin shell
blender” dan dicampurkan dengan disintegran glidan dan lubrikan yang telah diayak dengan
pengayak 200 mesh.
9. Massa dikempa menjadi tablet.
Kelarutan Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1N;
mudah larut dalam etanol.
Bahan Aktif obat Tiap tablet fimol mengandung paracetamol, tidak kurang
tiap tablet dari 96,0% dan tidak lebih dari 100,0% dari jumlah yang
tertera pada etiket.
Rujukan ---
Karakteristik - Disolusi : Dalan waktu 15 menit harus larut tidak kurang
fisis/kimia dari 85% (Q) paracetamol, dari jumlah yang
tertera dietiket.
- Waktu Hancur : < 6 menit
- Kekerasan : 101 – 331 N
- Friability : < 0,5 %
- Kemurnia : Min. 99,81%
Spesifikasi Lain - Keseragaman sediaan : memenuhi syarat
- Diameter tablet : 12,90 – 14,12 mm
- Ketebalan 3,68 – 4,26 mm
- Tinggi : sekitar 2,4 mm
- Berat : 630 mg (592,0 – 679,6)
Spesifikasi kemasan
Lihat spesifikasi pada bahan pengemas.
dan penandaan
Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat dan dalam suhu ruang
terkendali.
Masa Simpan 5 tahun dalam suhu 15 – 25 ˚C
KOMPETENSI KHUSUS 11
“MERANCANG PROSEDUR PEMBUATAN SEDIAAN FARMASI STERIL
DAN NON STERIL DENGAN MEMEBUHI KETENTUAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN FARMASI YANG BAIK (GMP)”
(CPOB, 2012)
1. Bangunan dan tipe ruang yang digunakan dalam produksi yaitu bagunan dengan tipe
ruang kelas E karena Sodium divalproat merupakan produk nonsteril
2. Untuk produk nonsteril, area produksi menggunakan pengaturan udara dimana udara
dalam ruang produksi harus lebih rendah dari pada diluar dan dilengkapi dengan dust
collector sehingga bahan serbuk tidak keluar dari ruang produksi untuk menghindari
kontaminasi silang akibat serbuk keluar dari ruang produksi
3. Melakukan proses produksi menggunakan teknik pembuatan yang sesuai. Untuk tablet
Sodium divalproat mengunakan metode granulasi basah
4. Mesin pencetak tablet hendaklah dilengkapi dengan fasilitas pengendali debu yang
efektif dan ditempatkan sedemikian rupa untuk menghindarkan kecampurbauran antar
produk. Tiap mesin hendaklah ditempatkan dalam ruangan terpisah. Kecuali mesin
tersebut digunakan untuk produk yang sama atau dilengkapi sistem pengendali udara
yang tertutup maka dapat ditempatkan dalam ruangan tanpa pemisah. Hendaklah selalu
tersedia alat timbang yang akurat dan telah dikalibrasi untuk pemantauan bobot tablet
selama-proses.
3. Kompresi
Kompres ke dalam tablet 215 mg, menggunakan punch dan die diameter 6,24x11,90 mm.
Tahap “kompresi” harus dilakukan pada kelembaban relatif tidak lebih dari 40% dan tidak
lebih dari 26,5 °C.
KOMPETENSI KHUSUS 12
“MERANCANG KEMASAN, LABEL & BROSUR/LEAFLET SEDIAAN
FARMASI, SERTA MEMASTIKAN KETERSEDIAAN INFORMASI YANG
DIBUTUHKAN, A.L. ED, BUD, PELARUT, KOMPATIBILITAS, KONDISI
PENYIMPANAN”
1. Kemasan Primer
2. Kemasan Sekunder
KOMPETENSI KHUSUS 13
MENETAPKAN KESESUAIAN BAHAN BAKU DENGAN SPESIFIKASI
YANG DITETAPKAN.
Rumus Struktur :
PT. PARACETAMOL
8 Planetary Untuk
Mixer mencampurkan
segala bahan obat
menjadi satu
9 Rimek-Unit-1 Untuk mencetak
granul menjadi
Tablet
Dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari sistem pemastian mutu
dan merupakan kunci untuk pemenuhan persyaratan CPOB. Berbagai jenis dokumen dan
media yang digunakan hendaklah sepenuhnya ditetapkan dalam Sistem Mutu Industri Farmasi.
Dokumentasi dapat dibuat dalam berbagai bentuk, termasuk media berbasis kertas, elektronik
atau fotografi. Tujuan utama sistem dokumentasi yang dimanfaatkan haruslah untuk
membangun, mengendalikan, memantau dan mencatat semua kegiatan yang secara langsung
atau tidak langsung berdampak pada semua aspek kualitas obat (CPOB, 2018).
Manajemen mutu memiliki prinsip yaitu menjamin mutu suatu produk dimana tiap
personil harus memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat serta seluruh personil
hendaklah memahami prinsip CPOB (CPOB, 2018).
1. Penjaminan/Pemastian Mutu (QA) (CPOB, 2018)
Dalam organisasi, bagian pemastian mutu adalah bagian yang membangun,
mengembangkan dan memonitor pelaksanaan system mutu dari suatu perusahaan dan
memastikan penerapan CPOB dalam tiap langkah pembuatan obat (POPP 2013 : 3).
Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan
untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya dengan menerapkan sistem CPOB. CPOB adalah bagian dari Pemastian
Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk
mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan
dalam izin edar dan spesifikasi produk.
Kepala bagian Pemastian Mutu haruslah seorang apoteker yang terdaftar dan
terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang
memadai dan keterampilan manajerial. Adapun kewenangan dan tanggung jawab penuh
untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan sistem mutu/pemastian mutu yaitu
:
Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian,
pengendalian, komunikasi dan pengkajian risiko terhadap mutu obat. Proses ini dapat
diaplikasikan baik secara proaktif maupun retrospektif (CPOB, 2018).
Prinsip Manajemen Risiko Mutu (CPOB, 2018)
a. Evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara ilmiah,
pengalaman dengan proses yang sudah disetujui dan pada akhirnya dikaitkan pada
perlindungan pasien; dan
b. Tingkat upaya pengambilan tindakan, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen
risiko mutu sepadan dengan tingkat risiko.
Hasil dari proses Manajemen Risiko Mutu hendaklah menjadi dasar untuk menentukan
tingkat tindakan teknis dan tindakan terorganisasi yang diperlukan untuk mengendalikan risiko
kontaminasi silang.
Prinsip Manajemen risiko mutu yaitu proses sistematis untuk penilaian, pengendalian,
komunikasi dan tinjauan risiko terhadap kualitas produk obat di seluruh siklus hidup produk
(ICH Q9, 2015).
KOMPETENSI KHUSUS 22
“MENJELASKAN PEMBAGIAN KLASIFIKASI RUANGAN PRODUKSI BESERTA
PARAMETER DAN PENGUKURANNYA”
Kelas kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat didasarkan pada jumlah maksimum
partikulat udara dan jumlah maksimum mikroba udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas
kebersihan. Kelas kebersihan tersebut hendaklah disesuaikan dengan tingkat risiko terhadap
produk yang dibuat. Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk pengolahan
produk steril. Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pengolahan produk nonsteril,
dimana persyaratan jumlah maksimum partikulat udara pada kondisi nonoperasional adalah
3.520.000 partikel/m untuk partikel ukuran ≥0,5 µm dan 29.000 untuk partikel ukuran ≥ 5 µm.
Jumlah maksimum mikroba udara ditetapkan oleh industri berdasar kajian risiko dari jenis
sediaan yang ditangani misal cair, krim, padat (CPOB, 2018).
Pada pembuatan produk steril dibedakan menjadi 4 kelas bersih (CPOB, 2018) :
❖ Kelas A
Zona untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misal zona pengisian, wadah tutup karet,
ampul dan vial terbuka, penyambungan secara aseptis. Umumnya kondisi ini dicapai dengan
memasang unit aliran udara laminar (laminar air flow) di tempat kerja. Sistem udara laminar
hendaklah mengalirkan udara dengan kecepatan merata berkisar 0,36 – 0,54 m/detik (nilai
acuan) pada posisi kerja dalam ruang bersih terbuka. Keadaan laminar yang selalu terjaga
hendaklah dibuktikan dan divalidasi. Aliran udara searah berkecepatan lebih rendah dapat
digunakan pada isolator tertutup dan kotak bersarung tangan.
❖ Kelas B
Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptis, Kelas ini adalah lingkungan latar
belakang untuk zona Kelas A.
❖ Kelas C dan D
Area bersih untuk melakukan tahap proses pembuatan yang mengandung risiko lebih
rendah.
Jumlah maksimum partikulat udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan
adalah sebagai berikut:
Batas mikroba yang disarankan untuk pemantauan area bersih selama kegiatan
berlangsung :
❖ INSPEKSI DIRI
Menurut Peraturan BPOM Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Pedoman Cara Pembuatan
Obat yang Baik
Inspeksi diri adalah Audit yang dilakukan oleh orang dalam organisasi sendiri untuk
memastikan pemenuhan terhadap CPOB dan peraturan pemerintah. Tujuan Inspeksi diri untuk
mengevaluasi apakah semua aspek prosuksi dan pengawasan mutu industri farmasi telah
mememenuhi ketentuan CPOB, untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan
untuk menetapkan tindakan perbaikan atau tindakan penanganan yang diperlukan.
Inspeksi diri dilakukan dengan rutin, selain itu dilakukan juga pada kondisi khusus
seperti terjadi penarikan obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua prosedur dan
tindakan dalam inspeksi diri harus didokumentasikan. Hendaklah dibuat instruksi tertulis
untuk inspeksi diri yang menyajikan standar persyaratan minimal dan seragam. Daftar ini
sebaiknya berisi pertanyaan mengenai ketentuan CPOB yang mencakup antara lain:
- Personel;
- Bangunan-fasilitas termasuk fasilitas untuk personel;
- Pemeliharaan bangunan dan peralatan;
- Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi;
- Peralatan;
- Produksi dan pengawasan selama-proses;
- Pengawasan mutu;
- Dokumentasi;
- Sanitasi dan higiene;
- Program validasi dan revalidasi;
- Kalibrasi alat atau sistem pengukuran;
- Prosedur penarikan obat jadi;
- Penanganan keluhan;
- Pengawasan label; dan
- Hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan.
Aspek-aspek tersebut hendaklah diperiksa secara berkala menurut program yang telah
disusun untuk memverifikasi kepatuhan terhadap prinsip Pemastian Mutu. Inspeksi diri dapat
dilaksanakan per bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun inspeksi diri yang
menyeluruh sebaiknya dilaksanakan minimal 1 (satu) kali dalam setahun.
❖ AUDIT
Menurut Peraturan BPOM Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Pedoman Cara Pembuatan
Obat yang Baik
1. Audit Mutu
Audit mutu adalah suatu inspeksi dan penilaian independen terhadap seluruh atau
sebagian dari sistem mutu dengan tujuan untuk meningkatkan sistem mutu tersebut. Audit
mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang
dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan Audit mutu meliputi :
- Pemeriksaan
- Penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik
untuk meningkatkannya.
2. Audit dan Persetujuan Pemasok
Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) bertanggung jawab terkait
memberi persetujuan pemasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi
yang telah ditentukan. Dimana :
- Hendaklah dibuat daftar pemasok yang disetujui untuk bahan awal dan bahan
pengemas. Daftar pemasok hendaklah disiapkan dan dikaji ulang.
- Hendaklah dilakukan evaluasi sebelum pemasok disetujui. Evaluasi hendaklah
mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok.
- Jika audit diperlukan, audit tersebut hendaklah menetapkan kemampuan pemasok
dalam pemenuhan standar CPOB.
- Semua pemasok yang telah ditetapkan hendaklah dievaluasi secara berkala.
3. Audit Bahan Aktif
Audit hendaklah dilakukan terhadap pabrik pembuat dan distributor bahan aktif
untuk memastikan bahwa mereka memenuhi Pedoman Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif
Obat yang Baik dan Cara Distribusi Obat yang Baik yang lengkap dan jelas dilakukan;
pertimbangan hendaklah diberikan pada potensi kontaminasi silang dari bahan lain di
lokasi. Laporan berisi mengenai apa yang telah dilakukan dan diamati saat audit dengan
segala ketidaksesuaian yang diidentifikasi dengan jelas. Tindakan perbaikan dan
pencegahan yang diperlukan hendaklah dilaksanakan.
Audit lebih lanjut hendaklah dilakukan pada interval yang ditentukan berdasarkan
proses manajemen risiko mutu untuk memastikan pemeliharaan standar dan penggunaan
berkelanjutan dari rantai pasokan yang disetujui.
❖ Corrective action & preventive action (CAPA)
Menurut Peraturan BPOM Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik
Tindakan korektif dan tindakan pencegahan (TKTP) atau Corrective action &
preventive action (CAPA) yang tepat hendaklah diidentifikasi dan dilaksanakan sebagai
respons terhadap hasil investigasi. Efektivitas tindakan tersebut hendaklah dipantau dan dinilai,
sesuai prinsip Manajemen Risiko Mutu;
Menurut ICH Q10, 2015
Metode CAPA mempunyai tujuan untuk melaksanakan tindakan korektif dan preventif
yang dihasilkan dari penyelidikan keluhan, penolakan produk, ketidaksesuaian, penarikan,
penyimpangan, audit, inspeksi, temuan peraturan, kinerja proses dan pemantauan kualitas
produk.
Tingkat usaha, formalitas, dan dokumentasi dari investigasi harus sepadan dengan
tingkat risiko, sesuai dengan ICH Q9. Metodologi CAPA harus menghasilkan perbaikan produk
dan proses dan peningkatan pemahaman produk dan proses.
Penerapan sistem tindakan korektif dan tindakan pencegahan di seluruh siklus produk.
Perkembangan Manufaktur Penghentian
Transfer Teknologi
Farmasi Komersial Produk
Produk atau proses CAPA dapat CAPA harus CAPA harus
Variabilitas digunakan sebagai digunakan dan dilanjutkan setelah
dieksplorasi. sistem yang efektif efektivitasnya dari produk dihentikan.
Metodologi CAPA untuk umpan balik, tindakan yang harus NS dampak pada
adalah berguna di umpan maju dan terus dievaluasi. produk tersisa di
mana korektif menerus peningkatan. pasar seharusnya
tindakan dan dipertimbangkan
pencegahan serta produk lain
tindakan adalah yang mungkin
dimasukkan ke terpengaruh.
dalam desain
berulang dan proses
pengembangan.
❖ PENANGANAN KELUHAN
Menurut Peraturan BPOM Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik
Tujuan penaganan keluhan untuk melindungi kesehatan masyarakat, suatu sistem dan
prosedur yang sesuai hendaklah tersedia untuk mencatat, menilai, menginvestigasi dan
meninjau keluhan termasuk potensi cacat mutu dan, jika perlu, segera melakukan penarikan
obat termasuk obat uji klinik dari jalur distribusi secara efektif.
Prinsip penanganan keluhan mutu yaitu personel yang terlatih dan berpengalaman
hendaklah bertanggung jawab untuk mengelola keluhan dan cacat mutu serta memutuskan
langkah-langkah yang harus diambil untuk mengelola setiap potensi risiko yang muncul
akibat masalah tersebut, termasuk penarikan. Jika ditemukan atau dicurigai cacat mutu pada
suatu bets, maka hendaklah dipertimbangkan untuk memeriksa bets atau mungkin
produklain untuk memastikan apakah bets lain atau produk lain tersebut juga terkena
dampak. Terutama hendaklah diinvestigasi apabila bets lain mengandung bagian atau
komponen yang cacat.
Prosedur Penanganan dan Investigasi Keluhan Termasuk Cacat Mutu yang Mungkin
Terjadi
• Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci tindakan yang diambil setelah
menerima keluhan. Semua keluhan hendaklah didokumentasikandan untuk menetapkan
apakah terjadi cacat mutu atau masalah lain.
• Perlu diperhatikan keluhan atau cacat mutu yang dicurigai berkaitan dengan pemalsuan
atau tidak
• Dikomunikasikan kepada bagian atau personel yang relevan yang bertanggung jawab
atas investigasi dan pengelolaan keluhan terkait, misal dugaan efek samping.
• Ketika investigasi cacat mutu dimulai, hendaklah tersedia prosedur yang setidaknya
mencakup hal-hal berikut:
1. Deskripsi cacat mutu yang dilaporkan.
2. Penentuan luas dari cacat mutu. Hendaklah dilakukan pemeriksaan atau pengujian
sampel pembanding dan/atau sampel pertinggal, dan dalam kasus tertentu,
peninjauan catatan produksi bets, catatan sertifikasi bets dan catatan distribusi bets
(khususnya untuk produk yang tidak tahan panas) hendaklah dilakukan.
3. Kebutuhan untuk meminta sampel atau produk cacat yang dikembalikan dan bila
sampel telah tersedia, kebutuhan untuk melakukan evaluasi yang memadai.
4. Penilaian risiko yang ditimbulkan oleh cacat mutu, berdasarkan tingkat keparahan
dan luas dari cacat mutu.
5. Proses pengambilan keputusan yang akan digunakan terkait dengan kemungkinan
kebutuhan tindakan pengurangan-risiko dalam jaringan distribusi, seperti penarikan
bets/produk atau tindakan lain.
6. Penilaian dampak dari tindakan penarikan obat terhadap ketersediaannya di
peredaran bagi pasien, dan kebutuhan untuk melaporkan dampak penarikan obat
kepada otoritas terkait.
7. Komunikasi internal dan eksternal yang perlu dilakukan sehubungan dengan cacat
mutu dan investigasi.
8. Identifikasi potensi akar masalah dari cacat mutu.
9. Kebutuhan untuk melakukan identifikasi dan mengimplementasikan tindakan
korektif dan pencegahan yang tepat, dan penilaian terhadap efektivitasnya.
❖ PRODUK KEMBALIAN
Menurut Peraturan BPOM Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Pedoman Cara Pembuatan
Obat yang Baik
a. Produk yang dikembalikan dari peredaran dan telah lepas dari pengawasan industri farmasi
hendaklah dimusnahkan. Produk tersebut dapat dijual lagi, diberi label kembali atau
dipulihkan ke bets berikut apabila tidak ditemukan keraguan mutunya setelah dilakukan
evaluasi secara kritis bagian Pemastian Mutu sesuai prosedur tertulis. Evaluasi tersebut
meliputi pertimbangan sifat produk, kondisi penyimpanan khusus yang diperlukan, kondisi
dan riwayat produk serta lama produk dalam peredaran. Bilamana ada keraguan terhadap
mutu, produk tidak boleh dipertimbangkan untuk didistribusikan atau dipakai lagi,
walaupun pemrosesan ulang secara kimia untuk memperoleh kembali bahan aktif
dimungkinkan. Tiap tindakan yang diambil hendaklah dicatat dengan baik.
b. Industri farmasi hendaklah menyiapkan prosedur untuk penahanan, penyelidikan dan
pengujian produk kembalian serta pengambilan keputusan apakah produk kembalian dapat
diproses ulang atau harus dimusnahkan setelah dilakukan evaluasi secara kritis.
Berdasarkan hasil evaluasi, produk kembalian dapat dikategorikan sebagai berikut:
a) produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan karena itu dapat dikembalikan
ke dalam persediaan;
b) produk kembalian yang dapat diproses ulang; dan
c) produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat diproses ulang.
c. Prosedur hendaklah mencakup:
a) identifikasi dan catatan mutu produk kembalian;
b) penyimpanan produk kembalian dalam karantina;
c) penyelidikan, pengujian dan analisis produk kembalian oleh bagian Pengawasan Mutu;
d) evaluasi yang kritis sebelum manajemen mengambil keputusan apakah produk dapat
diproses ulang atau tidak; dan
e) pengujian tambahan terhadap persyaratan dari produk hasil pengolahan ulang.
d) Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan. Prosedur
pemusnahan bahan atau pemusnahan produk yang ditolak hendaklah disiapkan. Prosedur
ini hendaklah mencakup tindakan pencegahan terhadap kontaminasi lingkungan dan
penyalahgunaan bahan atau produk oleh orang yang tidak mempunyai wewenang.
KOMPETENSI KHUSUS 27
“MENJELASKAN PERSYARATAN HIGIENIS DAN PELATIHAN KARYAWAN”
SARANA PENUNJANG
Dilakukan kualifikasi dan pemantauan pada semua sarana penunjang yang dapat
mempengaruhi mutu produk (misal uap panas, gas, udara bertekanan dan sistem tata udara)
(CPOB, 2018).
1. AIR (CPOB, 2018)
• Air yang digunakan untuk proses pembuatan BAO hendaklah ditunjukkan
kesesuaiannya dengan tujuan penggunaannya.
• Kecuali ada justifikasi lain, air untuk proses hendaklah minimal memenuhi persyaratan
World Health Organization (WHO) untuk mutu air minum.
• Apabila air minum tidak memenuhi persyaratan untuk menjamin mutu BAO dan
dibutuhkan spesifikasi mutu air secara kimiawi dan/atau mikrobiologi yang lebih ketat,
hendaklah ditetapkan spesifikasi yang sesuai untuk sifat fisika/kimiawi, angka mikroba
total, organisme yang tidak diharapkan dan endotoksin.
• Apabila air yang digunakan pada proses, diolah oleh pabrik pembuat untuk mencapai
mutu yang ditetapkan, proses pengolahan hendaklah divalidasi dan dipantau dengan
batas bertindak yang tepat.
• Apabila pabrik pembuat BAO nonsteril baik bertujuan maupun mengklaim bahwa
BAO tersebut sesuai untuk digunakan pada proses lanjutan untuk memproduksi obat
(produk) steril, air yang digunakan untuk tahap isolasi dan pemurnian akhir hendaklah
dipantau dan dikendalikan terhadap aangka mikroba total, organisme yang tidak
diharapkan dan endotoksin.
❖ Spesifikasi Mutu Air (Juknis SPK – CPOB, 2013)
1) Air Pasokan (Feed Water)
Air pasokan yang setara dengan air minum tidak perlu dimodifikasi. Perlu
dilakukan pengolahan awal terhadap air yang berasal dari sumber alam, termasuk
mata air, sumur, sungai, danau dan laut. Pengolahan secara umum meliputi
pelunakan (softening), penghilang ion tertertentu, pengurangan partikel dan
mikroba.
2) Air murni (Purified water)
Air murni henfaklah dihasilkan dari air pasokan dan memenuhi spesifikasi
farmakope untuk kemurnian kimiawi dan mikroba. Selama penyimpanan dan
distribusi air murni hendaklah terlindung dari potensi pencemaran ulang dan
proliferasi mikroba.
3) Air dengan tingkat pemurnian tinggi/ATPT (Higly purified water/HPW)
ATPT/HPW hendaklah dibuat dari air murni. ATPT ini merupakan air
dengan spesifikasi khusus. Kualitas air ATPT hendaklah sesuai standar air untuk
injeksi termasuk persyaratan endotoksin, tetapi metode pengolahannya tidak
sehandal metode destilasi. ATPT dapat diproses dengan kombinasi metode seperti
Reverse Osmosis (RO), ultrafiltrasi dan deionisasi.
4) Air untuk injeksi (Water for Injection/WFI)
Air untuk injeksi hendaklah dibuat dari air murni, sebagai pesyaratan
minimum untuk air pasokan. WFI bukan air steril dan bukan produk jadi steril, tapi
merupakan produk antara atau produk ruahan.
❖ Jenis-jenis Air (Guideline on The Quality of Water for Pharmaceutical Use, 2018)
1) Portable water / Air Minum
Air Minum tidak tercakup dalam monografi farmakope tetapi harus
mematuhi peraturan tentang air yang ditujukan untuk konsumsi manusia dengan
kualitas yang setara dengan yang didefinisikan dalam Directive 98/83/EC atau
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
2) Water For Injection (WFI)
Air untuk Suntikan (WFI) adalah air untuk persiapan obat-obatan untuk
pemberian parenteral ketika: air digunakan sebagai pembawa (air untuk injeksi
dalam jumlah besar) dan untuk melarutkan atau mengencerkan zat atau sediaan
untuk pemberian parenteral (air steril untuk injeksi).
3) Purified Water
Air Murni adalah air untuk persiapan obat-obatan selain yang
dipersyaratkan keduanya steril dan apirogenik, kecuali jika dibenarkan dan
diizinkan. Air Murni yang memenuhi uji endotoksin yang dijelaskan dalam Ph. Eur.
4) Water for preparation of extracts
Air untuk sediaan ekstrak adalah air yang dimaksudkan untuk sediaan
ekstrak obat Herbal yang sesuai dengan bagian Air yang dimurnikan dalam jumlah
besar atau Air yang dimurnikan dalam wadah dalam monografi Air murni, atau air
yang dimaksudkan untuk konsumsi manusia dengan kualitas yang setara dengan
yang ditetapkan di Directive 98/83/EC yang dipantau menurut bagian Produksi
yang dijelaskan dalam monografi.
Produk Obat Steril
Produk Obat Steril Kualitas air minum yang dapat diterima
Parenteral WFI
Larutan Hemofiltrasi
WFI
Larutan Hemodiafiltasi
Produk Obat Non Steril Kualitas air minum yang dapat diterima
b. Limbah Udara/Gas
1) Sumber Pencemaran
a) Debu selama proses produksi
b) Uap lemari asam di laboratorium
c) Uap solvent proses film coating
d) Asap Steam boiler, generator listrik dan incinerator
2) Upaya Pengelolaan Lingkungan
a) Lemari asam dilengkapi dengan exhaust fan dan cerobong ± 6 m dilengkapi
dengan absorbent
b) Solvent di ruang coating digunakan dust collector (wet system)
c) Debu disekitar mesin produksi dipasang penyedot debu dan dust collector unit
d) Asap dari Genset dan Incenerator dibuat cerobong asap ± 6 m
3) Tolak ukur
SKMENLHNo.50/MENLH/1995 tentang baku mutu emisi sumber tidak bergerak
4) Pemantauan
Kualitas udara didalam dan diluar lingkungan pabrik, meliputi kadar H2S, NH,
SO2, CO, NO2, O3, total solid particle (TSP/debu), dan Pb (timbal)
c. Limbah Suara
1) Sumber Pencemaran
Suara dan getaran dari mesin-mesin pabrik, genset, dan steam boiler.
2) Upaya Pengelolaan Lingkungan
a) Untuk menanggulangi kebisingan yang ditimbulkan oleh genset, dibuatruangan
berdinding dua (double cover) dan dilakukan perawatan mesin secara berkala
b) Untuk menanggulangi getaran yang ditimbulkan oleh mesin genset dan mesin -
mesin lain, mesin-mesin ditempatkan pada lantai yang telah dicor beton dan
diberi penguat (pengunci antara mesin dan lantai)
3) Tolak ukur dampak
SKMENLHNo.48/MENLH/1995 tentang baku mutu tingkat kebisingan
SKMENLHNo.49/MENLH/1995 tentang baku mutu tingkat getaran
4) Pemantauan
Angka kebisingan dan getaran di dalam dan diluar area pabrik
Kebisingan : max 65 dB
Getaran : max 7,5 Hz
d. Limbah cair
1) Sumber Pencemaran berasal dari
a) Bekas cucian peralatan produksi, laboratorium, laundri dan rumah tangga
b) Kamar Mandi dan WC
c) Bekas reagensia di Laboratorium
2) Prinsip Pengelolaan limbah cair
1. Pengolahan limbah primer
Tujuan pengolahan limbah pada tahap ini adalah menghilangkan buangan yang
tidak larut terdapat empat tahap yaitu:
a) Screening, pada tahap ini berisi usaha-usaha untuk mengurangi atau
menghilangkan bahan buangan yang besar seperti: sampah, plastik, botol
bekas, kayu, barang rongsokan, dan sisa’-sisa lain yang berukuran besar.
Untuk menghilangkan limbah ini dapat dibuat saringan dengan
menggunakan kasa atau ijuk. Benda yang tertangkap Sharingan tersebut
dapat diambil secara manual atau dengan alat mekanis secara periodik dan
continue (misalnya setiap pagi atau setiap sore).
b) Canal longitudinal, benda-benda yang masih dapat melewati saringan kasa
besi atau ijuk (misalnya pasir) diendapkan dengan menggunakan semacam
kanal yang yang bagian bawahnya dibuat agar melebar (Canal longitudinal)
benda-benda yang mengendap di bagian bawah kanal tersebut selanjutnya
dapat diambil secara pada waktu-waktu tertentu secara periodik.
c) Penghilang lemak, minyak dan sejenisnya, tahap ini mempunyai prinsip
bahwa lemak, minyak dan sejenisnya memiliki berat jenis yang lebih kecil
dari air sehingga akan mengapung di bagian atas air. Untuk menghilangkan
jenis kotoran ini, air limbah dialirkan ke kolam yang berukuran relatif luas
dan memiliki aliran rendah dan tenang
d) Menghilangkan zat padat tersuspensi, pada tahap ini dilakukan dengan cara
mengalirkan limbah cair ke dalam suatu saluran yang dilengkapi dengan
menyaring penyaring dari kasa yang diperuntukkan untuk menyaring zat
yang tersuspensi.
2. Pengolahan limbah sekunder
Prinsip pengolahan limbah pada tahap ini adalah untuk menghilangkan
kontaminan kontaminan lain proses pada pengolahan primer, yaitu padatan
tersuspensi (solid suspenede). Senyawa-senyawa organik terlarut dan senyawa-
senyawa anorganik terlarut.
Cara untuk menghilangkan kontaminan kontaminan ini adalah dengan
cara filtrasi sederhana, penambahan suatu koagulator, penambahan arang aktif
(terutama untuk menurunkan kadar fenol), serta penambahan bahanbahan kimia
dengan bahan-bahan flokulan ( misalnya Al2 O3 , Ca(OH)2 ,kaporit, dan lain
sebagainya)
❖ Pemecahan Cincin Beta laktam
Dapat dilakukan dengan berbagai cara (Sri Sumiyati & Fitri Prabani, 2008) :
- Hidrolisa dengan menaikkan pH 10-12
- Hidrolisa dengan penambahan asam
- Hidrolisa dengan penambahan mercury chloride
Limbah beta laktam dipisahkan dengan limbah non beta laktam. Prinsip utama
pengolahan limbah beta laktam adalah pemecahan cincin beta laktam yaitu pada tangki
hidrolisa dengan cara melakukan hidrolisa pada pH 11,5 – 12 dengan penicillin sebagai
parameter antibiotiknya, dan hidrolisa dilakukan dengan penambahan NaOH. Alasan
dilakukan hidrolisa pada pH 11,5 – 12 adalah lebih aman bagi peralatan unit pengolahan
dan lingkungan serta mudah penanganannya. Jika dihidrolisa dengan menggunakan
asam dikhawatirkan dapat merusak peralatan, sedangkan dengan mercuri chloride
dikhawatirkan mercurinya tidak ramah atau tidak aman terhadap lingkungan.
Hasil olahan di tangki hidrolisa kemudian dialirkan ke tangki netralisasi untuk
menetralisasi basa sesudah proses hidrolisa dengan NaOH dengan melakukan proses
netralisasi dengan HCl sehingga nilai pH yang dihasilakan adalah sesuai dengan
ketentuan pH normal yaitu 6 – 9.
Pengolahan limbah Betalaktam (ß-lactamase) harus ditangani secara khusus
dan dipisahkan dari limbah non Betalaktam. Hal utama pengolahan air limbah
Betalaktam ialah pemecahan cincin (ß-lactamase) pada tangki hidrolisis dengan
penambahan natrium hidroksida pada pH 12 dengan penicillin sebagai parameter
antibiotiknya. Adapun cara pemecahannya adalah (1) Hidrolisa dengan menaikkan pH
sampai 10-12 dengan menggunakan natrium hidroksida (NaOH). (2) Hidrolisa dengan
penambahan asam (HCl). (3) Hidrolisa dengan penambahan merkuri klorida (HgCl2).
Alasan berbagai perusahaan memakai natrium hidroksida karena ekonomis dan ramah
lingkungan serta aman bagi peralatan IPAL. Jika hidrolisis menggunakan asam
dikhawatirkan merusak unit IPAL karena korosif dan jika menggunakan merkuri
klorida (HgCl2) dikhawatirkan merusak lingkungan dari sisa merkuri hasil hidrolisa
(Gede, dkk, 2021).
KOMPETENSI KHUSUS 29
“MENJELASKAN PENYIAPAN DOKUMEN REGISTRASI OBAT”
⚫ Dalam hal Pendaftar mengajukan Registrasi Obat Generik dengan lebih dari 1 (satu)
kekuatan Zat Aktif, pada kemasan harus dicantumkan kekuatan Zat Aktif setelah bentuk
sediaan dengan ukuran huruf sesuai dengan ukuran huruf nama generik.
Persyaratan Registrasi :
⚫ Nama Obat yang diregistrasi dapat menggunakan
⚫ Nama generik; atau
⚫ Nama dagang.
Nama generik sesuai dengan International Nonproprietary Names Modified yang
ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) atau nama yang ditetapkan
dalam program kesehatan nasional. Nama dagang merupakan nama yang diberikan oleh
Pendaftar sebagai identitas Obat.
⚫ Pemberian nama dagang berdasarkan kajian mandiri dan menjadi tanggung jawab
Pendaftar.
⚫ Kajian mandiri mengacu pada Pedoman Umum Nama Obat yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Kepala Badan ini.
⚫ Kajian mandiri tidak sesuai dengan Pedoman Umum Nama Obat, usulan nama Obat
tersebut tidak dapat disetujui.
⚫ Apabila di kemudian hari ada pihak lain yang lebih berhak atas nama Obat yang tercantum
dalam Izin Edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, Pendaftar harus
mengganti nama Obat.
Dokumen registrasi obat :
Dokumen registrasi obat terdiri dari:
- Bagian I : dokumen administratif, Informasi Produk dan Label.
⚫ Dokumen administrasi: surat pengantar, formular registrasi, pernyataan pendaftar,
Sertifikat dan dokumen admistrasi lain berdasarkan obat yang diproduksi, hasil
registrasi, kuitansi/bukti pembayaran.
⚫ Dokumen informasi : Ringkasan Karakteristik Produk/Brosur; dan Informasi Produk
untuk Pasien.
- Bagian II : dokumen mutu.
⚫ Sub bagian A (Ringkasan dokumen mutu/RDM) adalah ringkasan sesuai ruang
lingkup dan format pada dokumen mutu lengkap (body of data). RDM terdiri dari
sususan dan informasi yang tercantum didalamnya sebegai berikut:
⚫ S zat aktif (S1 informasi umum, S2 proses dan sumber zat aktif, S3 karakterisasi, S4
spesifikasi dan metode pengujian zat aktif, S5 baku pembanding, S6 spesifikasi dan
pengujian kemasan, S7 stabilitas).
⚫ P obat jadi (P1 pemerian dan formula, P2 pengembangan produk, P3 proses
pembuatan, P4 spesifikasi dan metode pengujian eksipien, P5 spesifikasi dan metode
pengujian, P6 baku pembanding, P7 spesifikasi dan pengujian kemasan, P8 stabilitas,
P9 data ekivalensi) Subbagian B (Dokumen mutu) format pada dokumen mutu
lengkap (body of data)
⚫ S zat aktif (S1 informasi umum, S2 proses dan sumber zat aktif, S3 karakterisasi, S4
spesifikasi dan metode pengujian zat aktif, S5 baku pembanding, S6 spesifikasi dan
pengujian kemasan, S7 stabilitas).
⚫ P obat jadi (P1 pemerian dan formula, P2 pengembangan produk, P3 proses
pembuatan, P4 spesifikasi dan metode pengujian eksipien, P5 spesifikasi dan metode
pengujian, P6 baku pembanding, P7 spesifikasi dan pengujian kemasan, P8 stabilitas,
P9 data ekivalensi)
- Bagian III : dokumen nonklinik.
Sub bagian A (tinjauan studi nonklinik) berisi tentang tinjauan Studi Non klinik harus
mencantumkan penilaian kritis dan terintegrasi dari evaluasi farmakologi, farmakokinetik
dan toksikologi Obat, Harus ada pernyataan bahwa studi nonklinik yang diserahkan sesuai
dengan Cara Berlaboratorium yang Baik (Good Laboratory Practice/GLP).
⚫ Sub bgaian B (ringakasan dan matriks studi nonklinik)
⚫ Sub bagian C (Laporan studi klinik).
⚫ Sub bagian D (Daftar Pustaka)
- Bagian IV : dokumen klinik.
⚫ Sub bagian A (tinjauan studi klinik) berisi tentang 1. Alasan Pengembangan Obat. 2.
Tinjauan Biofarmasetika. 3. Tinjauan Farmakologi Klinik. 4. Tinjauan Khasiat. 5.
Tinjauan Keamanan. 6. Kesimpulan Manfaat dan Risiko.
⚫ Subbagian B (ringkasan studi klinik)
⚫ Subbagian C (Matrik studi klinik) matrik adalah kerangka, bagan
⚫ Subbagian D (Laporan studi klinik)
⚫ Subbagian E (Daftar Pustaka)
Nomor Registrasi
A B C 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Digit Pertama
- D = Nama Dagang
- G = Generik
Digit Kedua
- B = Obat Bebas
- T = Obat Bebas Terbatas
- K = Obat Keras
- P = Psikotropika
- N = Narkotika
Digit ketiga
- L = Lokal
- I = Impor
Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting dalam kegiatan dan
manajemen rantai pemasokan obat yang terintegrasi.
❖ Penyimpanan sesuai GSP (CPOB, 2018)
a. Obat dan/atau bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat dan/atau
bahan obat dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya
matahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal lain.
b. Kontainer obat dan/atau bahan obat yang diterima harus dibersihkan sebelum disimpan.
c. Penyimpanan secara teratur sesuai kategorinya; obat dan/atau bahan obat dalam status
karantina, diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau diduga palsu.
d. Harus diambil langkah-langkah untuk memastikan rotasi stok sesuai dengan tanggal
kedaluwarsa obat dan/atau bahan obat mengikuti kaidah First Expired First Out
(FEFO).
e. Harus tersedia tempat khusus dengan label yang jelas, aman dan terkunci untuk
penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang ditolak, kedaluwarsa, penarikan kembali,
produk kembalian dan obat diduga palsu
❖ Penyimpanan Bahan Awal, Bahan Pengemas, Produk Antara, Produk Ruahan dan
Produk Jadi
a. Semua bahan dan produk disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah risiko
kecampurbauran atau kontaminasi serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan
b. Semua bahan dan produk disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah risiko
kecampurbauran atau kontaminasi serta memudahkan pemeriksaan dan sekelilingnya
c. Bahan dan produk disimpan dengan kondisi lingkungan yang sesuai. Penyimpanan
yang memerlukan kondisi khusus disediakan.
d. Kondisi penyimpanan obat dan bahan sesuai dengan yang tertera pada penandaan
berdasarkan hasil uji stabilitas.
e. Penyimpanan di luar gedung diperbolehkan untuk bahan yang dikemas dalam wadah
yang kedap (misalnya drum logam) dan mutunya tidak terpengaruh oleh suhu atau
kondisi lain.
f. Kegiatan pergudangan terpisah dari kegiatan lain.
g. Semua penyerahan ke area penyimpanan, termasuk kembalian, didokumentasikan
dengan baik.
h. Tiap bets bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi
yang disimpan di area gudang mempunyai kartu stok. Kartu stok tersebut secara berkala
direkonsiliasi dan bila ditemukan perbedaan dicatat dan dijustifikasi bila jumlah yang
disetujui untuk pemakaian berbeda dari jumlah pada saat penerimaan atau pengiriman.
Hal ini didokumentasikan dengan penjelasan tertulis.
❖ Penyimpanan Bahan Awal dan Bahan Pengemas
a. Pemisahan secara fisik atau cara lain yang tervalidasi (misalnya cara elektronis)
disediakan untuk penyimpanan bahan atau produk yang ditolak, kadaluwarsa, ditarik
dari peredaran atau kembalian. Bahan atau produk, dan area penyimpanan tersebut
diberi identitas yang tepat.
b. Semua bahan awal dan bahan pengemas yang diserahkan ke area penyimpanan
diperiksa kebenaran identitas, kondisi wadah dan tanda pelulusan oleh bagian
Pengawasan Mutu.
c. Bila identitas atau kondisi wadah bahan awal atau bahan pengemas diragukan atau tidak
sesuai dengan persyaratan identitas atau kondisinya, wadah tersebut dikirim ke area
karantina. Selanjutnya pihak Pengawasan Mutu menentukan status bahan tersebut.
d. Bahan awal dan bahan pengemas yang ditolak tidak boleh disimpan bersama-sama
dengan bahan yang sudah diluluskan, tapi dalam area khusus yang diperuntukkan bagi
bahan yang ditolak.
e. Bahan cetak disimpan di “area penyimpanan terbatas” (restricted storage area) dan
penyerahan di bawah supervisi yang ketat.
f. Stok tertua bahan awal dan bahan pengemas dan yang mempunyai tanggal kadaluwarsa
paling dekat digunakan terlebih dahulu (prinsip FIFO dan FEFO).
g. Bahan awal dan bahan pengemas di uji ulang terhadap identitas, kekuatan, mutu dan
kemurnian, sesuai kebutuhan, misalnya setelah disimpan lama, atau terpapar ke udara,
panas atau kondisi lain yang mungkin berdampak buruk terhadap mutu.
❖ Penyimpanan Produk Antara, Produk Ruahan dan Produk Jadi
a. Produk antara dan produk ruahan disimpan di bawah kondisi yang tepat.
b. Tiap penerimaan diperiksa untuk memastikan bahwa bahan yang diterima sesuai
dengan dokumen pengiriman.
c. Tiap wadah produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang diserahkan ke area
penyimpanan diperiksa kesesuaian identitas dan kondisi wadah.
d. Bila identitas atau kondisi `wadah produk antara, produk ruahan dan produk jadi
diragukan atau tidak sesuai dengan persyaratan identitas atau kondisinya, wadah
tersebut dikirim ke area karantina. Selanjutnya pihak Pengawasan Mutu menentukan
status produk tersebut.
KOMPETENSI KHUSUS 32
“MELAKSANAKAN DISTRIBUSI SESUAI GDP”
CDOB adalah pedoman yang memuat prinsip-prinsip Cara Distribusi Obat Yang Baik
(CDOB) atau Good Distribution Practice (GDP) disebut juga yang berlaku untuk aspek
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran, termasuk pengembalian obat dan/atau bahan obat
dalam rantai distribusi.
Distribusi sesuai GDP (Good Distribution Practice) (CPOB, 2018)
a. Fasilitas distribusi harus menetapkan dan mempertahankan prosedur untuk identifikasi,
pengumpulan, penomoran, pencarian, penyimpanan, pemeliharaan, pemusnahan dan akses
ke semua dokumen yang berlaku.
b. Fasilitas distribusi harus melaksanakan penilaian risiko secara berkesinambungan untuk
menilai risiko yang mungkin terjadi terhadap mutu dan integritas obat dan/atau bahan obat.
c. Penanggung jawab harus seorang Apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi
sesuai peraturan perundang-undangan. Di samping itu, telah memiliki pengetahuan dan
mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek keamanan, identifikasi obat dan/atau bahan
obat, deteksi dan pencegahan masuknya obat dan/atau bahan obat palsu ke dalam rantai
distribusi.
d. Personil yang terkait dengan distribusi obat dan/atau bahan obat harus memakai pakaian
yang sesuai untuk kegiatan yang dilakukan. Personil yang menangani obat dan/atau bahan
obat berbahaya, termasuk yang mengandung bahan yang sangat aktif (misalnya korosif,
mudah meledak, mudah menyala, mudah terbakar), beracun, dapat menginfeksi atau
sensitisasi, harus dilengkapi dengan pakaian pelindung sesuai dengan persyaratan kesehatan
dan keselamatan kerja (K3).
e. Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat harus
didesain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan standar yang ditetapkan. Harus tersedia
program perawatan untuk peralatan vital, seperti termometer, genset, dan chiller yang telah
terkalibrasi.
Menurut CPOB 2018
Kondisi Penyimpanan dan Transportasi
Prosedur Distribusi
a. Produk antara dan BAO diluluskan untuk distribusi kepada pihak ketiga hanya setelah
bahan tersebut diluluskan oleh unit mutu. Produk antara dan BAO dalam kondisi
karantina dapat dipindahkan ke unit lain di bawah pengawasan perusahaan bila
diotorisasi oleh unit mutu dan jika pengawasan dan dokumentasi yang sesuai tersedia.
b. Produk antara dan BAO diangkut sedemikian rupa sehingga tidak member dampak
buruk terhadap mutu bahan tersebut.
c. Kondisi khusus transportasi atau penyimpanan untuk produk antara dan BAO
dinyatakan pada label.
d. Untuk transportasi produk antara dan BAO, pabrik pembuat memastikan bahwa
penerima kontrak pengangkutan (kontraktor) memahami dan mematuhi kondisi
transportasi dan penyimpanan yang sesuai.
e. Tersedia suatu sistem di mana distribusi tiap bets produk antara dan/atau BAO dapat
segera ditetapkan untuk memungkinkan penarikan
Ketertelusuran BAO dan Produk Antara yang Didistribusikan
Para agen, perantara, pedagang, distributor, perusahaan pengemas ulang dan
perusahaan pela belulang memastikan ketertelusuran yang lengkap dari BAO dan produk
antara yang didistribusikan. Dokumen yang disimpan dan tersedia mencakup :
a) Identitas pabrik orisinal;
b) Alamat pabrik orisinal;
c) Surat pesanan;
d) Surat pemuatan barang atau bills of lading (dokumentasi transportasi);
e) Dokumen penerimaan;
f) Nama atau tujuan pengiriman BAO atau produk antara;
g) Nama pabrik pembuat dan nomor bets BAO atau produk antara;
h) Catatan transportasi dan distribusi;
i) Semua sertifikat analisis yang otentik, termasuk yang diterbitkan pabrik orisinal
j) Tanggal uji ulang atau tanggal kadaluwarsa.
KOMPETENSI 33
“MENGENAL PROFIL INDUSTRI FARMASI TEMPAT BER-PKPA”
Lafi Puskesad adalah Badan Pelaksana Pusat Kesehatan Angkatan Darat yang
berkedudukan langsung di bawah Direktur Kesehatan Angkatan Darat. Tugas pokok Lafi
Puskesad adalah membantu Puskesad dalam menyelenggarakan pembinaan dan
melaksanakan produksi, penelitian, serta pengembangan obat dalam rangka mendukung tugas
pokok Puskesad. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Lafi Puskesad
menyelenggarakan tugas sebagai berikut :
1. Dalam melaksanakan fungsi utama yaitu :
a. Produksi, meliputi segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan di bidang produksi obat.
b. Pengawasan mutu, meliputi segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan pemeriksaan fisika,
kimia, dan mikrobiologi terhadap bahan baku, bahan pendukung produksi, serta
pengawasan selama proses produk antara, produk ruahan, dan produk jadi
c. Penelitian dan pengembangan, meliputi segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan di
bidang penelitian dan pengembangan produk, sistem metode, dan personel dalam
rangka penyelenggaraan produksi obat.
d. Pemeliharaan, meliputi segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan dibidang pemeliharaan
dan perbaikan peralatan produksi, serta pengawasan mutu dan sistem penunjang.
e. Penyimpanan, meliputi segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan di bidangpenerimaan,
penyimpanan, serta pengeluaran bahan baku, bahan pendukung produksi, peralatan,
dan obat jadi.
2. Dalam melaksanakan fungsi organik yaitu : Fungsi organik militer Meliputi segala usaha,
pekerjaan, dan kegiatan dibidang intelijen, operasi, personil, logistik, teritorial,
perencanaan dan pengawasan serta pemeriksaan dalam rangka mendukung tugas pokok
Lafi Puskesad.