Disusun oleh:
AJENG INAS SETYORINI
1606828066
Tanggal :
i Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT ABBOTT INDONESIA
CIMANGGIS, DEPOK
Menyetujui,
Pembimbing Lapangan
Ardila Fachrisa
PT Abbott Indonesia
ii Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT ABBOTT INDONESIA
Disusun oleh:
AJENG INAS SETYORINI
1606828066
Disusun untuk melengkapi prasyarat menjadi Sarjana Teknik pada program studi
Teknologi Bioproses Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia
dan telah disetujui dan diajukan dalam Presentasi Kerja Praktik.
Mengetahui,
Mengetahui, Menyetujui,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian Kerja Praktik di
PT. Abbott Indonesia serta mampu menyelesaikan laporan Kerja Praktik mengenai
Analisa Parameter Water Treatment pada Water Cooling System di PT Abbott Indonesia
dalam waktu yang ditetapkan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kerja praktik ini tidak akan
selesai tepat waktu tanpa adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Orangtua penulis sebagai keluarga yang selalu memberikan doa, dukungan, dan
semangat kepada penulis
(2) Cindy Dianita S.T., M.Eng, selaku dosen pembimbing dalam penyusunan laporan
Kerja Praktik yang telah banyak membantu memberikan saran, masukan serta
pembelajaran dalam penyelesaian laporan Kerja Praktik;
(3) Dr. Ir. Yuliusman, M.Eng. selaku koordinator mata kuliah Kerja Praktik
Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia;
(4) Dr. Ir. Asep Handaya Saputra, M.Eng. selaku Kepala Departemen Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Indonesia;
(5) Ir. Rita Arbianti, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan banyak nasihat, arahan dan motivasi selama perkuliahan dan dalam
penyelesaian laporan Kerja Praktik kepada penulis;
(6) Annnisaa Mumtazaa dan Nurul Hikmah selaku sahabat dan rekan saya dalam
melaksanakan Kerja Praktik selama satu bulan di PT. Abbott Indonesia yang
senantiasa bertukar wawasan serta berbagi suka dan duka;
(7) Ibu Ardila Fachrisa Manager of Quality System PT. Abbott Indonesia sekaligus
pembimbing Kerja Praktik dari pihak perusahaan yang telah sabar dan peduli
dalam membimbing selama pelaksanaan Kerja Praktik;
(8) Kak Ninis, Kak Dessy, Kak Mayang selaku karyawan Quality System yang telah
memberikan penulis banyak pengalaman dan pengetahuan baru selama
melaksanakan Kerja Praktik;
iv Universitas Indonesia
v
(9) Pak Tanzuri, Mas Japar, dan Mas Wirda yang telah banyak memberikan
pengetahuan dan wawasan kepada penulis mengenai pengolahan air yang
terstandariasasi untuk digunakan dalam Water Cooling System.
(10) Kak Berliana dan Kak Lendy selaku teman seperjuangan yang saya temui di PT.
Abbott Indonesia yang senantiasa memberikan penghiburan;
(11) Pak Sriyono dan seluruh karyawan Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Indonesia yang telah membantu dan memfasilitasi penulis dalam
megurus hal-hal administratif yang berkaitan dengan mata kuliah Kerja Praktik;
(12) Prayoga, Hakim, Luthfiya, Cinda, Imel, Hasna, Talitha, Septiana, dan sahabat
dekat penulis yang lain yang senantiasan memberikan semangat dan dukungan
kepada penulis selama melaksanakan kegiatan Kerja Praktik;
(13) Seluruh teman organisasi Departamen Olahraga BEM FTUI 2018 yang telah
banyak memberikan keceriaan dan semangat kepada penulis selama
melaksanakan Kerja Praktik;
(14) Seluruh mahasiswa Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Indonesia terutama angkatan 2016 atas bantuannya selama ini
(15) Segenap karyawan PT Abbott Indonesia yang telah memberikan penulis banyak
pengalaman dan pengetahuan baru selama melaksanakan Kerja Praktik yang
belum dapat penulis sebutkan satu persatu;
(16) Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan
bantuan dan dukungan kepada penulis dalam bentuk apapun.
Penulis memohon maaf apabila di dalam Laporan Kerja Praktik ini, terdapat
banyak kesalahan yang terjadi, baik teknis maupun non teknis. Kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan pada penulisan berikutnya. Semoga
Laporan Kerja Praktek ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, serta dapat menjadi
kontribusi nyata bagi perkembangan dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan
Penulis
v Universitas Indonesia
vi
DAFTAR ISI
vi Universitas Indonesia
vii
DAFTAR GAMBAR
ix Universitas Indonesia
x
DAFTAR TABEL
x Universitas Indonesia
1
1. BAB 1
PENDAHULUAN
Salah satu upaya yang dilakukan industri farmasi dalam rangka meningkatkan
kualitas obat yang diproduksinya yaitu dengan menerapkan GMP (Good Manufacturing
Practise). Di Indonesia, istilah GMP lebih dikenal dengan CPOB (Cara Pembuatan Obat
yang Baik) yang dinamis. Melalui pedoman CPOB semua aspek yang berhubungan
dengan produksi dan pengendalian mutu obat diperhatikan dan ditentukan sedemikian
rupa dengan tujuan untuk menjamin bahwa produk obat dibuat senantiasa memenuhi
persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Dalam memproduksi suatu obat, setiap industri farmasi harus dapat memenuhi
Cara pembuatan Obat yang Baik (CPOB) agar dapat menjamin dan menghasilkan produk
yang bermutu. Perkembangan yang sangat pesat dan teknologi farmasi dewasa ini
mengakibatkan perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta
persyaratan CPOB. CPOB merupakan pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di
Indonesia yang bertujuan untuk menjamin obat yang dibuat secara konsisten dapat
1 Universitas Indonesia
2
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunanya. CPOB
mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
Salah satu aspek dalam CPOB adalah mengenai personalia, yang salah satunya
adalah engineer. Dalam industri farmasi engineer berperan penting dalam industri farmasi
untuk menunjang dan memenuhi suatu proses produksi berjalan dengan baik sesuai
dengan standar yang telah ditentukan oleh suatu industri farmasi untuk menjamin kualitas
obat yang dihasilkan. Sehingga seorang engineer dituntut untuk mempunyai wawasan,
pengetahuan yang luas dan pengalaman praktis yang memadai serta kemampuan dalam
memahami dan mengambil keputusan agar dapat mengatasi permasalahan- permasalahan
baik itu menyangkut proses yang melibatkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
Departemen yang berkaitan langsung dengan hal tersebut salah satunya adalah
Departemen Engineering divisi Utility yang bertanggung jawab untuk menyediaan
sumber energi listrik, uap air panas, air bersih, pengatur suhu ruangan produksi (AC), dan
pemasangan peralatan.
1. Bagaimana proses produksi dan treatment alat utilitas di pabrik PT. Abbott
Indonesia Cimanggis?
Universitas Indonesia
3
a. Menciptakan keterkaitan dan kerja sama yang saling menguntungkan antara pihak
universitas dengan pihak perusahaan dalam rangka meningkatkan wawasan,
keterampilan, penguasaan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) serta
profesionalisme sebagai tuntutan di era globalisasi.
Universitas Indonesia
4
Universitas Indonesia
6
2. BAB 2
PROFIL UMUM PERUSAHAAN
Usaha ini dimulai dengan produksi obat granul "alkaloid" oleh Dr. Wallace C.
Abbott pada apotek miliknya yang bernama People’s Drug Store di Chicago. Obat-obat
yang ia temukan mengandung bahan aktif dari tumbuh-tumbuhan dan rumput-rumputan.
Penjualan tahun pertama mencapai $2.000. Selain itu, juga berkembang menjadi
perusahaan berbadan hukum yang bernama “Abbott Alkaloidal Company”. Abbott adalah
sebuah penerbit buku-buku kedokteran sekaligus pabrik.
Setiap tahun Abbott selalu berkembang dan menemukan banyak terobosan baru
seperti Chlorazene hingga Xience V, yang menjadi obat terdepan saat ini.
Selama lebih dari 125 tahun, Abbott telah beradaptasi dengan lingkungan
perawatan kesehatan yang semakin kompleks dengan mempertahankan fokusnya yaitu
membantu tiap individu mencapai kesehatan terbaik yang mungkin dicapainya, di semua
tahap kehidupan, di seluruh dunia.
Abbott berdedikasi untuk membuat produk yang terbaik yang meliputi lingkaran
kehidupan, dari bayi baru lahir hingga lanjut usia, dari nutrisi hingga diagnostik melalui
pelayanan kedokteran dan terapi obat farmasi. Abbott memajukan ilmu dan teknologi
untuk selalu menghasilkan terobosan terbaru.
Area bisnis Abbott meliputi nutrisi untuk memelihara tubuh, diagnostik untuk
memberikan informasi akurat, perawatan vascular untuk memberikan perawatan jantung
dengan teknologi terkini, perawatan diabetes untuk membantu penderita diabetes hidup
lebih baik dan aktif, serta farmasi untuk menyediakan obat-obatan terpercaya bagi
6 Universitas Indonesia
7
kesehatan.
Fokus inovasi Abbott saat ini adalah merintis pengelolaan diabetes dengan
teknologi penginderaan inovatif mampu menampilkan kadar glukosa dengan sekali
pemindaian, merevolusi kesehatan jantung menggunakan alat yang membuka pembuluh
darah jantung yang tersumbat dan larut seiring waktu, serta membawa pemeriksaan
diagnostik saat ini yang lebih tinggi melalui sebuah pendekatan yang sebelumnya tidak
pernah ada untuk memberikan solusi diagnostik yang lebih efisien dan lengkap.
Abbott percaya bahwa bisnis yang bertanggung jawab, berkelanjutan dan inklusif
berperan penting dalam membangun masyarakat yang sehat dan sejahtera, sehingga
Abbott berupaya mendukung perkembangan kesejahteraan ekonomi, lingkungan dan
sosial melalui bisnis dan kerja sama kami dengan pihak lain.
Setiap hari, banyak orang di seluruh dunia mengandalkan produk Abbott tidak
hanya untuk hidup lebih lama, namun juga lebih baik, sehingga Abbott menjalankan
bisnis dengan cara yang benar, untuk jangka panjang dan demi manfaat bagi banyak
orang.
Universitas Indonesia
8
1. Praktik bisnis yang bertanggung jawab, yaitu menjalankan bisnis dengan cara
yang benar untuk jangka panjang. Setiap hari, melalui tindakan besar maupun
kecil, memastikan bahwa bisnis yang dijalankan bermanfaat bagi banyak orang
yang akan dilayani.
2. Bisnis yang inklusif atau nilai bersama, yaitu dengan membangun kapasitas
rantai pasokan, menciptakan produk yang dilokalkan, memperluas jangkauan
produk dan mengatasi hambatan bagi pelayanan, Abbott bekerja untuk
memenuhi kebutuhan sosial yang sebelumnya terabaikan sekaligus membangun
bisnis.
3. Strategi kemanusiaan, yaitu Abbott dan yayasan Abbott Fund, mendukung
program sosial yang sejalan dengan bisnis kami, dengan memanfaatkan berbagai
keahlian khusus dari karyawan Abbott dan produk inovatif.
Sehingga misi PT Abbott Indonesia adalah “To become supply center for ASEAN
countries by providing high quality pharmaceutical products, with orientation to the
customer and stakeholder satisfaction whilst maintaining compliance to corporate and
ustomer regulations at the most effective cost”.
Pioneering (Pelopor)
Achieving (Meraih)
Caring (Peduli)
Universitas Indonesia
9
Enduring (Abadi)
gudang 2.420 m², sarana penunjang 833 m², parkir 1.939 m², taman 14.302 m², dan area
sisa 87 m².
PT Abbott
Indonesia
Universitas Indonesia
11
Universitas Indonesia
13
a) Perencanaan produksi
b) Perencanaan bahan dan kapasitas
c) Pengendalian persediaan
2) Gudang/Warehouse
Gudang PT.Abbott Indonesia memiliki fungsi diantaranya untuk penerimaan,
penyimpanan, penyiapan, penyaluran atau pengeluaran barang (bahan baku,
bahan pengemasan dan produk jadi).
a) Penerimaan
b) Penyimpanan
Barang-barang yang diterima dan disetujui oleh bagian pengawasan mutu
disimpan berdasarkan spesifikasinya, dan sistem penyimpanan dilakukan
secara locator system, yaitu dengan menggunakan abjad dan angka. Sistem
penyimpanan ini dimasukkan kedalam sistem komputerisasi BPCS, hal ini
dilakukan untuk mempermudah dalam penyimpanan dan pengambilan
barang.Gudang di PT.Abbott Indonesia.
c) Penyiapan barang
Gudang menyiapkan barang berupa bahan baku atau produk jadi untuk
dikirim ke distributor dan bagian produksi saat ada order. Gudang akan
mengeluarkan packing list berisi daftar barang yang harus disiapkan untuk
dikirim.
d) Pengeluaran barang
Barang dikeluarkan dari gudang ke bagian produksi atau ke distributor.
3) Purchasing
Universitas Indonesia
14
4) Distributor
5) Ekspor-Impor
2.8.2 Department Engineering and EHS &E (Environment, Health and Safety &
Energy)
Dalam pelaksanaan tugas, Engineering Department terdiri dari beberapa bagian, yaitu
:
2.8.2.1 Engineering
Bagian ini bertugas memelihara dan merawat perlengkapan, termasuk mesin-
mesin dan peralatan untuk proses produksi dan pengemasan.
2.8.2.2 Utility
Bertanggung jawab dalam penyediaan sumber daya yang diperlukan, agar pabrik
dapat berproduksi sesuai kebutuhan. Utility(sarana penunjang) meliputi Tenaga
listrik, compress air (udara bertekanan), Boiler (uap panas), HVAC (Heating,
Ventilation, and Air Conditioning) dan purified water (air bersih).
2.8.2.3 Kalibrasi
Semua alat ukur, mesin dan peralatan produksi harus dikalibrasi oleh bagian
kalibrasi agar tetap memiliki pengukuran sesuai standar.
Kalibrasi dapat dilakukan secara in situ dan ek situ. Kalibrasi alat secara in situ
dilakukan di tempat, sedangkan secara ek situ dilakukan oleh KIM LIPI (Kantor
Instrumentasi Metrologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Interval kalibrasi
dilakukan selama enam bulan atau satu tahun tergantung dari alat yang akan dikalibrasi.
Kemudian bagian departemen EHS & E dipimpin oleh seorang Manajer yang
bertanggung jawab dalam pengolahan limbah, kesehatan karyawan, keamanan dan
keselamatan karyawan dalam bekerja dan mengorganisir pengaturan energi.
a) Lingkungan ( Environment)
Departemen EHS bertanggung jawab terhadap pengolahan limbah industri
sebelum dibuang ke lingkungan.
Limbah yang dihasilkan oleh PT. Abbott Indonesia dibedakan menjadi dua
macam yaitu :
cair selain limbah B3 diolah sendiri oleh PT. Abbott Indonesia. Pengolahan
limbah cair dilakukan secara kimia dan biologi melalui bebererapa tahapan
yaitu :
d) Energi (Energy)
Mengorganisir pengaturan energi untuk mengurangi pemanasan global,
meminimalkan sumber daya yang tidak tergantikan.
Universitas Indonesia
18
1) Validasi
a) Validasi proses
Jenis- jenis validasi yang dilakukan diantaranya :
b) Kualifikasi peralatan/fasilitas/utility
Kualifikasi dilakukan terhadap alat maupun ruangan produksi meliputi
kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional dan kualifikasi
kinerja. Rekualifikasi dilakukan secara periodic dan tergantung peralatan.
c) Validasi pembersihan
Validasi pembersihan dilakukan untuk memastikan bahwa prosedur
pembersihan yang berlaku dan digunakan sudah tepat dan dapat dilakukan
berulang-ulang.
2) Pengembangan produk
Pengembangan produk baru dilakukan melalui percobaan formula dari Abbott
Laboratories menggunakan mesin dan peralatan yang dimiliki oleh PT. Abbott
Indonesia dan dilakukan penyesuaian hingga diperoleh produk yang sesuai
persyaratan.
3) Packaging development
a) Ekspor : Desain kemasan dirancang sesuai dengan permintaan negara tujuan
Universitas Indonesia
19
ekspor, menyangkut jenis kemasan primer yang digunakan, dan rancangan desain
tampilan kemasan.
b) Lokal : Desain kemasan dirancang sesuai dengan permintaan pasar.
4) Export product liaison meliputi :
a) Launching produk baru
b) Pengembangan produk ekspor baru
c) Penanganan keluhan ( complaint)
Beberapa Negara yang menjalin kerjasama impor dengan EPO PT. Abbott Indonesia
adalah Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, Vietnam dan Hongkong.
Universitas Indonesia
20
a. Dokumen Lokal
Dokumen local mencakup pengisian BOP dan pembuatan laporan
(MO,FO), koordinasi jadwal revisi BOP (setiap tiga tahun), memelihara
BOP yang terbaru di setiap area, memelihara gambar-gambar, mengatur
prosedur pemantauan kembali dan memelihara data distribusi, mengatur
arsip-arsip yang berhubungan dengan dokumen mutu (buku besar, catatan
kalibrasi, catatan perawatan mesin, dan lain-lain), mengatur dokumen
permintaan perubahan, memelihara dan memperbarui dokumen mutu dan
catatn pelatiham. Dokumen pencatatan batch (MO,FO) sebelum diturunkan
untuk proses produksi harus ditandatangani oleh manajer produksi untuk
memastikan bahwa dokumen yang diturunkan adalah dokumen yang telah
disetujui dan efektif saat itu.
b. Dokumen dari Kepala Bagian
Dokumen dari kepala bagian mencakup kebijaksanaan atau standar Abbott,
Formula Induk Pengolahan Produksi dan Alternatif Pengolahan Produksi
yang Disetujui, Prosuder Pengawasan Standar, dan Metode Uji Standar.
Universitas Indonesia
21
1) Analisa rutin untuk bahan baku, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi
termasuk investigasi hasil diluar spesifikasi.
2) Uji stabilitas.
3) Analisis metode transfer/verifikasi.
4) Kalibrasi dan validasi instrument.
5) Pengawasan kemungkinan terjadinya cross contamination dan prosedur
pembersihan.
6) Pengujian mikrobiologi, bioburdens, viable counts.
7) Microbiological monitoring area produksi.
8) Sampling bahan baku.
Pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan oleh bagian pengawasan mutu meliputi :
a) Bentuk padat
(1) Pemeriksaan kadar air (LOD) granulat yang akan dicetak.
(2) Terhadap produk yang sedang dan selesai dicetak
(3) Terhadap produk yang sudah di treatment dilakukan pemeriksaan
fisik atau kimia mengenai daya lepas, apakah hasilnya sudah baik
atau belum.
(4) Terhadap produk yang telah disalut dan diberi penandaan, dilakukan
pemeriksaan secara visual dan pemeriksaan ketahanan tablet.
Universitas Indonesia
22
b) Bentuk cair
Pemeriksaan tersebut meliputi bau dan warna, kejernihan, pH dan kadar
zat berkhasiat.
a) Sediaan padat
Meliputi pemeriksaan kadar bahan berkhasiat, waktu hancur, disolusi,
potensi antibiotika dan vitamin serta pemeriksaan fisik.
b) Sediaan cair
Meliputi pemeriksaan kadar bahan berkhasiat, pH larutan, kejernihan,
berat jenis, viskositas, potensi antibiotik dan vitamin.
Universitas Indonesia
23
a) Accelerated Stability
b) Long Term Stability
7) Kalibrasi dan validasi alat laboratorium
Kalibrasi alat dapat dilakukan oleh pihak internal maupun eksternal, tergantung
tingkat kerumitan alat. Alat-alat yang dikalibrasi oleh pihak eksternal, yaitu
a) pH/conductivity meter,
b) polarimeter,
c) refraktometer,
d) oven dan lain- lain.
Laporan hasil kalibrasi internal dan eksternal masuk ke bagian pengawasan
mutu. PT. Abbott Indonesia memiliki 3 fasilitas laboratorium yaitu :
a) Laboratorium kimia
Alat-alat yang terdapat di laboratorium kimia antara lain timbangan, pH
meter, konduktometri, oven untuk strerilisasi alat-alat, oven vakum
untuk mengeringkan zat-zat yang tidak tahan panas dalam pemeriksaan
LOD, tanur, climatic chamber, destilator, shaker, sentrifuge,
fluorometer, sonicator, Karl Fisher, polarimeter, disintegration tester,
viscometer Brookfield, dan lain- lain.
b) Laboratorium mikrobiologi
Alat-alat yang terdapat di laboratorium mikrobiologi antara lain
inkubator, autoclave, dan Laminar Air Flow.
Universitas Indonesia
24
c) Laboratorium instrumen
Alat-alat yang terdapat di laboratorium ini antara lain High Performance
Liquid Chromatography, Gas Chromatography, Flame Fotometer,
Spektrofotometri alat uji disolusi, climatic chamber, FTIR.
Universitas Indonesia
25
Gambar 2.7 Struktur Organisasi Departemen Pemastian Mutu (QA) PT Abbott Indonesia
Universitas Indonesia
26
Bagan alir proses produksi liquid liquid dapat digambarkan sebagai berikut.
Universitas Indonesia
27
Proses selanjutnya adalah proses compound atau pencampuran bahan – bahan baku
sesuai dengan komposisi produk. Setelah itu, dilakukan proses compressing atau
pencetakan tablet. Tablet yang telah dicetak kemudian dilapisi pada proses coating.
Setelah selesai, dilanjutkan dengan primary packaging stripping atau pengemasan tablet
ke dalam alumunium foil, kemudian blistering atau pengemasan tablet ke dalam alu – alu,
dan diakhiri di proses secondary packling atau penepakan akhir.
Bagan alir produksi solid dan limbah yang dihasilkan dapat digambarkan sebagai
berikut.
Universitas Indonesia
28
Universitas Indonesia
29
Universitas Indonesia
30
o. Surbex Z
p. Rytmonorm 150 mg
q. Urixin Tablet 400 g
r. Vidaylin L
2.10.2 Produk Impor untuk Pasar Lokal
A. Produk obat - obatan
a. Abbotic 500 mg
b. Abbotic XL
c. Aluvial Tablet
d. Chirocaine 5 mg
e. Depakote ER 200 mg dan 500 mg
f. Ethran 250 mg
g. Forane 250 mg
h. Lipanthyl
i. Hytrin Tablet
j. Isoptin SR
k. Niaspan
l. Norvir
m. Reductil
n. Sevorane 250 ml
o. Survanta 8 ml
p. Duphaston
B. Produk Nutrisi
c. Ensure
d. Pediasure
e. Isomil Plus
f. Isomil 1 Advance
g. Isomil 2 Advance
h. Similac Advance
i. Similac Grain Advance
j. Glucerna
Universitas Indonesia
31
Universitas Indonesia
32
3. BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
32 Universitas Indonesia
33
5. Tidak terdekomposisi.
Beberapa parameter penting dalam sistem air pendingin :
1. Konduktivitas mengindikasikan jumlah dissolved mineral dalam air.
2. pH, menunjukkan indikasi dari tingkat keasaman atau kebasaan dari air.
3. Alkalinitas, berupa ion carbonate (CO3-2) dan ion bicarbonate (HCO3-).
4. Hardness / kesadahan, menunjukkan jumlah ion calcium dan magnesium yang ada
dalam air.
Pada umumnya air digunakan sebagai media pendingin karena faktor-faktor sebagai
berikut:
1.Jernih, maksudnya air harus bersih, tidak terdapat partikel-parlikel kasar yaitu batu,
krikil atau partikel-partikel halus seperti pasir, tanah dan lumut yang dapat
menyebabkan air kotor.
2.Tidak menyebabkan korosi.
3.Tidak menyebabkan fouling, fouling disebabkan oleh kotoran yang terikut saat air
masuk unit pengolahan air seperti pasir, mikroba dan zat-zat organik.
Secara umum, industri menerapkan parameter air pendingin ialah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
34
Ada tiga system air pendingin yang biasa digunakan di industri yaitu :
1. Once through.system
2. Open evaporative recirculating.
3. Closed non-evaporative recirculating.
3.1.2 Jenis Sistem Air Pendingin
3.1.2.1 Once through system
Air pendingin digunakan sebagai pendingin pada heat exchanger hanya
dilewatkan sekali, selanjutnya langsung dikembalikan lagi ke badan air. Once through
systems digunakan bilamana kebutuhan air pendingin sangat banyak, ketersediaan sumber
air banyak dan murah serta memiliki fasilitas untuk menangani buangan air panas dari air
pendingin yang sudah digunakan. Once through system dimana air pendingin akan
melewati HE hanya sekali. Mineral-mineral dalam air akan relatif tetap jumlahnya, tidak
berubah. Polusi suhu yang disebabkan discharge dari sistem ini menjadi perhatian
lingkungan.
Universitas Indonesia
35
a. Korosi
b. Fouling
c. Sampah dan kotoran
d. Polusi / pencemaran temperatur di badan air
Air pendingin yang telah panas kemudian didinginkan di cooling tower untuk
kemudian disirkulasikan kembali ke dalam pabrik. Untuk menjaga kualitas air, misalnya
agar tidak terdapat algae/bacteria dan pengendapan (scaling), maka perlu diinjeksikan
beberapa jenis chemicals tertentu. Kualitas air juga dijaga melalui mekanisme make-
up dan blow-down.
Sistem ini banyak digunakan oleh pabrik yang berada dekat dengan sumber air
tawar atau jauh dari laut. Spesifikasi material untuk peralatan yang menggunakan air
tawar tidak perlu sebagus peralatan yang menggunakan air laut, karena air tawar lebih
tidak korosif dibandingkan dengan air laut. Open recirculating system banyak digunakan
dalam industri. Sistem ini terdiri dari pompa, HE, dan cooling tower. Pompa akan
meresirkulasikan air melalui HE, mengambil panasnya, lalu membuangnya di cooling
tower dimana panas tersebut akan dibuang dari air dengan cara evaporasi. Dalam sistem
ini, chemical akan lebih banyak digunakan karena komposisi air akan berubah saat
Universitas Indonesia
36
evaporasi berlangsung, dimana konstituen korosi dan scaling akan lebih pekat (Gumilar,
2011).
Air pendingin teruapkan sekitar 1% water. Kehilangan air akibat penguapan ini
harus dikompensasi oleh make up air pendingin.
Universitas Indonesia
37
tertutup kedalam pabrik. Air laut dipakai untuk mendinginkan “secondary cooler” dengan
cara hanya sekali pakai (once through), sumber air berasal dari laut kemudian dibuang
lagi ke laut. Closed Nonevaporative Recirculating Systems yang menggunakan air
pendingin yang sama dan disirkulasikan berulang kali dalam siklus yang kontinu. Pada
sistem ini, komposisi air juga relatif konstan.
Air pendingin didinginkan pada secondary heat exchanger. Tidak ada kehilangan
akibat penguapan juga tidak ada pengembalian.
Universitas Indonesia
38
Water Cooling System merupakan suatu sistem yang prinsip kerjanya mendinginkan
air yang dimana air tesebut digunakan untuk mendinginkan udara yang akan digunakan
dalam proses produksi obat dengan standar CPOB. Untuk menghasilkan pendingin
ruangan yang baik di ruang produksi maka dibutuhkan beberapa komponen yaitu dimulai
dari pendingin air Cooling Tower dan Chiller, serta AHU, dan Dehumidifier.
Universitas Indonesia
39
4. Evaporator, berfungsi untuk menguapkan refrijeran dari fasa cair + uap menjadi
fasa uap
3.2.1.2 Fungsi Cooling Tower
Semua mesin pendingin yang bekerja akan melepaskan kalor melalui kondensor,
refrijeran akan melepas kalornya kepada air pendingin sehingga air menjadi panas.
Selanjutnya air panas ini akan dipompakan ke menara pendingin. Menara pendingin
secara garis besar berfungsi untuk menyerap kalor dari air tersebut dan menyediakan
sejumlah air yang relatif sejuk (dingin) untuk dipergunakan kembali di suatu instalasi
pendingin atau dengan kata lain menara pendingin berfungsi untuk menurunkan suhu
aliran air dengan cara mengekstraksi panas dari air dan mengemisikannya ke atmosfer.
Menara pendingin mampu menurunkan suhu air lebih rendah dibandingkan dengan
peralatan-peralatan yang hanya menggunakan udara untuk membuang panas, seperti
radiator dalam mobil, dan oleh karena itu biayanya lebih efektif dan efisien energinya.
(Sumber: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22673/4/Chapter%20II.pdf )
Universitas Indonesia
40
Prinsip kerja menara pendingin dapat dilihat pada gambar di atas. Air dari
bak/basin dipompa menuju heater untuk dipanaskan dan dialirkan ke menara pendingin.
Air panas yang keluar tersebut secara langsung melakukan kontak dengan udara sekitar
yang bergerak secara paksa karena pengaruh fan atau blower yang terpasang pada bagian
atas menara pendingin, lalu mengalir jatuh ke bahan pengisi. Sistem ini sangat efektif
dalam proses pendinginan air karena suhu kondensasinya sangat rendah mendekati suhu
wet-bulb udara. Air yang sudah mengalami penurunan suhu ditampung ke dalam
bak/basin. Pada menara pendingin juga dipasang katup make up water untuk menambah
kapasitas air pendingin jika terjadi kehilangan air ketika proses evaporative cooling
tersebut berlangsung.
3.2.2 Chiller
3.2.2.1 Pengertian Chiller
Chiller adalah mesin refrigerasi yang memiliki fungsi utama mendinginkan air
pada sisi evaporatornya. Air dingin yang dihasilkan selanjutnya didistribusikan ke mesin
penukar kalor ( FCU / Fan Coil Unit ). Pada sistem pendinginan ini dikenal beberapa jenis
chiller berdasarkan kompressor dan kondensornya.
Universitas Indonesia
41
Penarikan panas atau kalor dimulai pada evaporator. Heat Exchanger disini adalah
sebuah pipa yang ada pipa lain didalamnya, Berfungsi untuk mengalirkan air pada pipa
besar sedangkan pipa didalamnya berfungsi mengalirkan udara atau refrigerant.
Air yang sudah menjadi dingin tersebut lalu diteruskan mengalir ke AHU (Air
Handling Unit) yang berfungsi untuk menjadikan udara menjadi dingin. AHU terdiri dari
Heat exchanger yaitu pipa dengan kisi-kisi yang mempunyai fungsi utama mendinginkan
air dan udara dengan proses pertukaran antara kedua komponen tersebut sehingga
menghasilkan suhu tertentu sesuai yang di inginkan.
Air yang dalam kondisi dingin ini akan melewati AHU kemudian suhunya akan
naik karena pertukaran kalor dari udara, kemudian air tersebut diteruskan kembali ke
chiller untuk di dinginkan lagi. Begitulah seterusnya cara kerja chiller ini berulang-ulang
sehingga dapat membantu mendinginkan udara misalnya pada sistem pendingin ruangan
atau Air Conditioner.
(sumber: google.com)
Universitas Indonesia
42
3.2.3 AHU
3.2.3.1 Pengertian AHU
AHU merupakan singkatan dari Air Handling Unit. Di AHU ini terjadi proses
pengkodisian udara seperti suhu, kelembaban dan kebersihan udara. Di AHU terdapat
Cooling Coil, Filter dan Blower (fan). Sedangkan Ducting adalah saluran yang berfungsi
menyalurkan udara. Disebut “sistem” karena AHU terdiri dari beberapa mesin/alat yang
masing-masing memiliki fungsi yang berbeda, yang terintegrasi sedemikian rupa
sehingga membentuk suatu sistem tata udara yang dapat mengontrol suhu, kelembaban,
tekanan udara, tingkat kebersihan, pola aliran udara serta jumlah pergantian udara di
ruang produksi sesuai dengan persyaratan ruangan yang telah ditentukan.
Universitas Indonesia
43
AHU merupakan cerminan penerapan CPOB dan merupakan salah satu sarana
penunjang kritis yang membedakan antara industri farmasi dengan industri lainnya.
(Sumber: google.com)
3.2.4 Dehumidifier
3.4.2.1 Pengertian Dehumidifier
Dehumidifier artinya adalah alat untuk mengurangi kelembaban udara melalui
proses dehumidifikasi. Proses dehumidifikasi merupakan suatu proses penurunan kadar
air dalam udara. Penggunaan dehumidifier banyak ditemui pada bidang farmasi bisa
digunakan untuk melindungi stok obat-obatan, melindungi peralatan-peralatan di rumah
sakit yang sensitif, dan memantau tingkat kelembaban pada area produksi. Pada bidang
percetakan untuk melindungi platplat dan mesin pencetak sehingga menjaga konsistensi
dan kualitas plat cetakan.
Universitas Indonesia
44
dapat diketahui setelah pengukuran terhadap suhu bola kering/ Dry Bulb Temperature
(DBT) dan laju aliran udara.
Dehumidifier bekerja dengan menarik dan menyedot air di udara dalam ruangan
dialirkan melalui pipa-pipa pendinginan sehingga terjadi pengembunan. Titik-titik air
yang terkumpul dari proses ini dibuang melalui tangki pembuangan atau keluar melalui
saluran pembuangan. Karena proses dehidrasi tersebut, maka udara yang disemburkan
kembali ke dalam ruangan menjadi kering dan hangat. Temperatur mengalami kenaikan
sekitar 40C.
1) Air laut
Air laut memiliki kandungan garam-garam yang cukup banyak jenisnya dan salah
satu diantaranya adalah garam NaCl (2,7%)
2) Air tawar
Air tawar dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
Air hujan
Air hujan merupakan sumber air yang sangat penting terutama bagi daerah
yang tidak memiliki atau memiliki sedikit sumber air tanah maupun air
permukaan.
Air Permukaan
Air permukaan merupakan air baku utama bagi produksi air minum di kota-
kota besar. Sumber air permukaan dapat berupa sungai, danau, mata air,
waduk, empang, dan air dari saluran irigasi.
Air Tanah
Air tanah merupakan sumber air yang berbentuk mata air atau sumur.
Universitas Indonesia
45
Zat pengotor dalam air pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam tigagolongan, yaitu
:Padatan tersuspensi, Padatan terlarut dan Gas terlarut.
3.4.3 Kesadahan
Kesukaran pembentukan busa oleh sabun dalam air merupakan indikasi kesadahan
air. Kesadahan air terutama diakibatkan oleh adanya ion-ion kalsium dan magnesium.
Sabun dalam air bereaksi lebih dulu dengan ion-ion ini sebelum dapat berfungsi untuk
menurunkan tegangan permukaan air. Kerugian yang dapat timbul akibat adanya
kesadahan dalam air industri diantaranya adalah pembentukan kerak dalam ketel dan
sistem pendingin, selain itu pemakaian sabun akan meningkat bila kesadahan terdapat
dalam air pencuci.
Universitas Indonesia
46
tinggi diperlukan pada air umpan ketel untuk mencegah korosi, akan tetapi kadar OH
yang terlalu tinggi dapat menimbulkan "kerapuhan kaustik" (Caustic Embrittlement).
3.3.1 Korosi
Istilah "korosi" (dalam sistem air pendingin) didefinisikan sebagai kerusakan
elektrokimia dari logam yang bersentuhan dengan air pendingin. Korosi terjadi ketika
arus listrik mengalir dari satu bagian logam (anoda) melalui air (elektrolit) ke bagian lain
dari logam (katoda). Korosi hanya terjadi di anoda. Katoda adalah kekuatan pendorong
aksi korosi. Bentuk korosi yang terkait dengan sistem air industri diilustrasikan pada
Gambar 3.7.
Universitas Indonesia
47
General attack terjadi apabila korosi yang muncul terdistribusi merata dan sama di
semua permukaan logam. Sedangkan pitting terjadi ketika hanya sebagian kecil dari
logam yang mengalami korosi. Walaupun begitu, pitting sangat berbahaya karena hanya
terpusat di sebagian area saja. Galvanic attack terjadi ketika dua logam yang berbeda
berkontak. Logam yang lebih aktif akan terkorosi secara cepat.
Faktor utama yang mempangaruhi terjadinya korosi adalah kondisi air pendingin itu
sendiri. Beberapa kondisi tersebut antara lain :
Universitas Indonesia
48
sampai kelarutan garam mineral penyebab skala tertentu terlampaui. Ketika situasi ini
terjadi dalam sistem air pendingin yang tidak diolah, scale akan terbentuk pada
permukaan apa pun yang bersentuhan dengan air, terutama pada permukaan perpindahan
panas. Mineral scale yang paling umum adalah kalsium karbonat, kalsium fosfat, kalsium
sulfat, dan silica. Pembentukan scale magnesium silikat juga dimungkinkan dalam
kondisi tertentu. Kebanyakan garam lain, termasuk silika, lebih larut dalam air panas
daripada air dingin. Namun, sebagian besar garam kalsium dan magnesium, termasuk
kalsium fosfat dan kalsium karbonat, lebih larut dalam air dingin daripada dalam air
panas. Ini disebut "kelarutan terbalik." Suhu air akan meningkat ketika air resirkulasi
melewati sistem pendingin. Akibatnya, scale kalsium dan magnesium dapat terbentuk di
mana saja dalam sistem, tetapi kemungkinan besar pada permukaan yang dipanaskan
seperti penukar panas atau kondensor permukaan. Silika akan terbentuk di daerah yang
memiliki suhu air terendah, seperti di menara pendingin.
3.3.3 Fouling
Istilah "fouling" mengacu pada pengendapan bahan yang biasanya ditahan dalam
suspensi dalam air pendingin yaitu lumpur, endapan, dan SS lainnya yang dibawa ke
dalam sistem dengan air makeup; debu, kotoran, dan puing-puing yang keluar dari udara
melewati menara; kebocoran produk seperti minyak; produk korosi dari sistem; dan
organisme biologis, baik yang hidup maupun yang mati. Kombinasi dari salah satu atau
semua bahan ini dapat ada dalam air pendingin.
Universitas Indonesia
49
Organisme mikrobiologis terdiri dari tiga kelas: alga, bakteri, dan jamur. Organisme
biologis besar seperti kerang, siput, kerang, atau spesies serupa disebut sebagai organisme
makrobiologis. Kehadiran setiap pertumbuhan biologis dapat merusak operasi menara
pendingin. Masalah termasuk pengotoran, korosi, dan hilangnya efisiensi. Masalah-
masalah ini dapat menyebabkan downtime, biaya operasi yang lebih tinggi, dan bahkan
penggantian peralatan prematur. Selain itu, beberapa bakteri bersifat patogen dan dapat
menimbulkan risiko bagi kehidupan manusia.Menara pendingin (cooling tower)
merupakan bagian dari sistem air pendingin yang memberikan lingkungan yang baik
untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisma. Faktor yang mendukung
pertumbuhan mikroba antara lain :
1. Nutrien, hidrokarbon atau substansi organik lainnya sbg makanan dari mikroba.
2. Atmosfir, pertumbuhan organisme bergantung pada ketersediaan oksigen atau
karbondioksida.
3. Temperatur, organisme dapat membentuk slime dapat membentuk slime pada
suhu 4,4 – 65,6 C.
3.6 Perawatan Water Cooling System
3.6.1 Pre-Treatment
3.6.3.1 Pengolahan Air
3.6.1.1.1 Pengolahan Eksternal
Pengolahan eksternal dilakukan di luar titik penggunaan air yang bertujuan
untuk mengurangi atau menghilangkan impurities. Jenis-jenis proses pengolahan :
Sedimentasi
Sedimentasi adalah suatu proses yang bertujuan memisahkan/mengendapkan
zat-zat padat atau suspensi non-koloidal dalam air. Pengendapan dapat
dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Cara yang sederhana adalah
dengan membiarkan padatan mengendap dengan sendirinya. Setelah partikel-
partikel mengendap, maka air yang jernih dapat dipisahkan dari padatan yang
semula tersuspensi di dalamnya. Cara lain yang lebih cepat adalah dengan
melewatkan air pada sebuah bak dengan kecepatan tertentu sehingga
padatannya terpisah dari aliran air dan jatuh ke dalam bak pengendap tersebut.
Filtrasi
Universitas Indonesia
50
Proses ini khusus untuk menghilangkan zat padat tersuspensi. Proses filtrasi
bertujuan untuk menahan zat-zat tersuspensi (suspended matter) dalam suatu
fluida dengan cara melewatkan tersebut melalui suatu lapisan yang berpori-
pori, misalnya : pasir, anthracite, karbon dan sebagainya.
Pelunakan (softening)
Deionisasi (Demineralization)
Pertukaran ion secara luas digunakan untuk pengolahan air dan limbah cair,
terutama digunakan pada proses penghilangan kesadahan dan dalam proses
demineralisasi air.
Deaerasi
Aerasi adalah proses mekanis pencampuran air dengan udara. Tujuan aerasi
adalah sebagai berikut :
Membantu dalam pemisahan logam-logam yang tak diinginkan seperti
besi (Fe) dan mangan (Mn).
Menghilangkan gas-gas yang terlarut dalam air terutama yang bersifat
korosif.
Menghilangkan bau, rasa dan warna yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Penurunan kualitas air tersebut disebabkan oleh bahan
organik yang mengalami dekomposisi, sisa-sisa atau bahan-bahan hasil
metabolisme mikroba.
Universitas Indonesia
51
Air adalah pelarut yang baik, oleh sebab itu di dalamnya air paling tidak terlarut
sejumlah kecil zat-zat anorganik dan organik. Dengan kata lain, tidak ada air yang benar-
benar murni dan ini menyebabkan dalam setiap analisis air ditemukan zat-zat lain.
Chemical Treatment pada air sirkulasi pada beberapa kasus tidka diperlukan jika
laju blowdown tinggi dan dijaga, namun beberapa kasus lainnya chemical treatment
diperlukan untuk mencegah terbentuknya kerak dan korosi. Asam Sulfat atau poliphospat
adalah yang paling umum digunakan untuk mengontrol terbentuknya kerak calcium
carbonat. Penambahan material yang mengandung cromat, fosfat atau campuran lainnya
juga sering diunakan untuk mengontrok korosi.
Air setelah beberapa waktu lama, akan tumbuh mikroorganisme seperti bakteri,
fungi, alga dan protozoa. Mikroorganisme ini akan berkembang terus dan menyebabkan
masalah berupa biological fouling yang mengurangi transfer panas pada cooling tower
dan menghambat laju alir air. Pengontrolan mikroorganisme harus dilakukan pada
cooling tower. Ada banyak pengolahan kimia untuk mengontrol mikroorganisme, namun
campuran yang mengandung copper tidak direkomendasikan. Campuran yang
mengandung chlorin atau bromin merupakan campuran yang efektif untuk mengontrol
mikroorganisme, tetapi penggunaan yang berlebihan dapat merusak material bangunan
cooling tower. Untuk pemeliharaan free residual clorin harus dijaga pada batas tertinggi
1 ppm (Mathie, Alton J. 1988). Berikut adalah beberapa chemical treatment yang serimg
digunakan.
Universitas Indonesia
52
NR CA – 330 Polimer kationik microbiocide yang sangat efektif dalam mengontrol pertumbuhan
1 (SEA WATER ANTI alga dan bakteri pada re-circulating cooling water systems dan mengontrol macro-
FOULANT) fouling pada one-through close system.
NR CCN – 202
(ANTI SCALE &
Larutan yang mengandung nitrite dan borate untuk mencegah terbentuknya kerak
2 CORROSION
dan karat pada sirkulasi air pendingin tertutup (chiller)
INHIBITOR FOR
CHILLER)
NR COB – 205
Mencegah terbentuknya pertumbuhan bakteri, alga, fungi dan slime pada sirkulasi
3 (MICROBIOCIDE FOR
air pendingin terbuka (cooling tower). Type non – oxidizing.
COOLING TOWER)
NR COB – 206 LIQUID Microbiocide berbentuk cairan untuk mencegah terbentuknya pertumbuhan
4 (MICROBIOCIDE FOR bakteri, alga, fungi dan slime pada sirkulasi air pendingin terbuka (cooling tower).
COOLING TOWER) Type oxidizing.
NR COB – 206 TABLET Microbiocide berbentuk tablet untuk mencegah terbentuknya pertumbuhan bakteri,
5 (MICROBIOCIDE FOR alga, fungi dan slime pada sirkulasi air pendingin terbuka (cooling tower). Type
COOLING TOWER) oxidizing.
NR COC – 203
(ANTI SCALE & Berfungsi sebagai dual purpose, scale dan corrosion inhibitor pada recirculation
6
CORROSION INHIBITOR cooling water system terbuka (cooling tower).
FOR COOLING TOWER)
NR COC – 204
(ANTI SCALE & Mencegah terbentuknya kerak dan korosi pada permukaan resirkulasi cooling
7
CORROSION INHIBITOR water system terbuka (cooling tower).
FOR COOLING TOWER)
NR EV Berfungsi sebagai scale inhibitor dan sequestering agents pada unit sea water
8
(ANTI SCALE) desalination.
NR MC – 207
Berfungsi untuk mengontrol pertumbuhan alga dan bakteri pada resirkulating
11 (CONCENTRATE
cooling water system.
MICROBIOCIDE)
Universitas Indonesia
53
NR SIR – 071 Menghilangkan silica yang terdapat dalam deposit atau kerak air pada boiler, heat
13
(SILICA REMOVER) exchanger, cooling tower, dan air conditioning.
(Sumber : newritachemical.com)
3.6.2 Monitoring
Untuk mengetahui kualitas cooling tower, maka parameter-parameter di dalamnya
harus ditunjau secara periodik melalui analisa laboratorium. Dengan mengetahui nilai
parameter kualitas air yang digunakan, maka pengendalian kualitas cooling tower dapat
dilakukan dengan baik. Berikut ini adalah parameter-parameter dalam analisa cooling
tower treatmenr yang harus dipantau secara periodik.
4.2.2.1 pH
Pembentukan kerak dan tendensi korosif karena air sebagian besar dipengaruhi
oleh pH. pH asam mengakibatkan korosi peralatan – peralatan logam setelah kontak
dengan air. pH basa dapat mengendapkan kalsium karbonat dari suatu larutan untuk
membentuk kerak pada permukaan perpipaan, pipa cooling water, peralatan pertukaran
panas, kondensor, dan lain- lain.
Banyak sistem pengolahan senyawa – senyawa kimia untuk mencegah kerak dan
korosi dikarenakan pH sebagai satu dari sekian banyak faktor pengendali yang penting.
Misalnya, pH air cooling water biasanya dikontrol pada nilai minimum sebesar 10,5.
Angka ini cukup tinggi untuk mencegah terjadinya korosi dan pada waktu yang sama juga
mengendapkan bermacam – macam garam pembentukan kerak. 6,5 hingga 9,0 adalah
kisaran pH netral khas untuk air yang bersirkulasi. Lebih disukai bahwa pH air yang
bersirkulasi dikendalikan dalam batas-batas ini sehingga kondisi korosif tidak terbentuk.
Pertimbangan khusus harus diberikan untuk persyaratan kondisi basa dalam sistem air
yang beredar.
4.2.2.2 M-Alkalinity
Alkalinitas dalam air disebabkan oleh adanya karbonat, bikarbonat, dan
hidroksida. M-Alkalinitas disebut sebagai alkalinitas metil oranye atau alkalinitas total
(titik akhir titrasi 4,4). Di bawah pH 4,4, tidak ada karbonat atau bikarbonat atau radikal
hidroksil gratis. Di bawah pH ini, keasaman mineral gratis membuat keberadaannya
Universitas Indonesia
54
diketahui. Ini berarti, pada atau lebih rendah dari pH 4,4, ada aktivitas ion hidrogen yang
cukup dalam air untuk menyebabkan keberadaan H2CO3, HCI dan lainnya. Cara
pengukuran menggunakan titrasi (volumetric) menggunakan asam kuat (HCl atau
H2SO4) indikator MO (M-Alkalinitas). Menyebabkan carry over dan korosi (Subyakto,
1997).
Jika nilai alkalinitas melebihi batas, maka bahan kimia polyphospat dapat dipakai
dengan konsentrasi 2-10 ppm. Bahan kimia ini dianggap ideal pada sistem resensi, karena
waktu retensi yang pendek sehingga tidak memungkinkan terjadinya perubahan menjadi
orthophospat (Subyakto, 1997).
4.2.2.3 Hardness
Menunjukkan jumlah calcium yang terlarut dalam air. Semakin tinggi konsentrasi
calsium yang terlarut maka nilai hardnessnya akan semakin dan kemungkinannya untuk
membentuk karat akan semakin tinggi pula.
Kalsium berintreaksi dengan phosphate organic maupun anorganik membentuk
lapisan pelindung korosi. Harga terkecil yang diperlukan 50 ppm sebagai CaCO 3. Bila
lapisan dibawah ini sebaiknya digunakan inhibitor seng atau molibdat.
Pada kadar kalsium tinggi (>10000 ppm sebagai CaCO3) perlakuan organic dan
basa mungkin akan memberikan masalah pengendapan. Perlakuan terbaik untuk ini ialah
phosphate terstabilkan dengan pH netral.
3.4.2.3.1 Ca-Hardness
Merupakan parameter penting dalam memperkirakan pertumbuhan kerak dari
kalsium karbonat dan biasa digunakan untuk meghitung cylcle number dari cooling tower.
Cycle number adalah perbandingan konsentrasi make up dengan konsentrasi padatan
terlarut dalam air blowdown.
3.4.2.3.2 T-Hardness
Jumlah hardness (kesadahan) dalam ar merupakan ukuran kapasitas konsumsi-
penyabunan dan tendensi pembentukan kerak. Senyawa kalsium dan magnesium
merupakan konstituen utama dari kesadahan pada air. Secara umum kesadahan air dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Universitas Indonesia
55
Pada air pendingin peningkatan kesadahan pada air dihindari karena dapat
menghasilkan endapan lumpur maupun kerak pada cooling tower. Maka karena alasan
inilah air cooling tower harus diolah sebaik mungkin sehingga presentase kemunculan
kesadahan pada air cooling tower mendekati nol.
Total Hardness dalam air dapat ditentukan dengan dua metode, yakni metode
titrasi penyabunan dan metode titrasi EDTA menggunakan indikator EBT. Erichrome
Black T (Erikrom Hitam T) adalah sejenis indikator yang berwarna merah muda bila
berada dalam larutan buffer pH 10 karena untuk mengurangi resiko gangguan selain itu
range pH agar indicator EBT dapat bekerja dengan baik. Diihat dari larutan EDTA pada
pH 10, larutan dapat menunjukkan persamaan jumlah molekuk antara molekul EDTA
sebagai titran dengan jumlah ion kesadahan sampel
4.2.2.4 Iron
Menunjujkkan jumlah ion besi yang terlarut dalam air. Ion besi diatas 4 ppm tidak
diperkenankan bila perlakuan phosphate terstabilkan dipergunakan. Baik itu dalam
bentuk terlarut dan tidak terlarut, iron dapat membentuk endapan besi dan menimbulkan
korosi pada endapan. Sehingga dapat menganggu kinerja Cooling Tower dan
mengkontaminasi air yang ada didalamnya.
4.2.2.5 Silica
Dalam badan air alami, silika terlarut atau silika reaktif tidak hadir melebihi 10
hingga 20 ppm kecuali jika sumber airnya berasal dari formasi geologi yang
mempromosikan jumlah silika yang lebih tinggi dalam air tanah, seperti yang ditemukan
di AS barat daya dan bentuk silika lainnya yang tidak larut dalam silika dapat dihilangkan
Universitas Indonesia
56
dengan pretreatment air baku yang efisien. Kelarutan silika tergantung pada suhu dan pH
air. Pada pH yang lebih tinggi, silika cenderung lebih mudah larut. Dalam kisaran pH dan
suhu normal, COC dari sistem air pendingin ditentukan sehingga konsentrasi silika
terlarut tidak melebihi 100 ppm seperti SiO2. Ketika air mentah itu sendiri mengandung
jumlah silika yang lebih tinggi, maka COC menjadi sangat terbatas. Semakin tinggi COC
bahwa sistem air pendingin dapat dioperasikan, semakin rendah jumlah makeup yang
diperlukan. Jika kadar silika tidak dijaga dalam kadar yang rendah, maka silica tersebut
akan menyebab kerak yang parah.
4.2.2.6 Ortho-Phosphate
Ortofosfat merupakan inhibitor anodik yang menggeser kurva-kurva polarisasi
anodik ke atas dan bersenyawa dengan ion-ion Ca serta ion-ion Zn membentuk lapisan
film pelindung yang tidak larut dalam air pada permukaan logam. Lapisan film yang
terbentuk antara ortofosfat dengan ion Ca2+ akan bereperan besar dalam proses inhibisi.
Ortofosfat akan berperan sebagai penghambat terbentuknya endapan CaCO3
(kapur) dengan jalan berikatan dengan Ca2+ membentuk kalsium fosfat (CaSO4).
Pembentukan lapisan kalsium fosfat akan mudah terbentuk pada katoda-katoda setempat
dari baja karbon. Penambahan garam-garam Zn mudah larut dalam sistem pendingin juga
berperan penting dalam proses inhibisi karena akan menabah kemampuan ortofosfat
dalam menghalangi proses korosi/perkaratan.
4.2.2.7 Conductivity
Daya hantar listrik adalah kemampuan air untuk mengalirkan arus listrik dan
kemampuan tercermin dari kadar padatan total dalam air dan suhu pada saat pengukuran.
Konduktivitas arus listrik mengalirkan arusnya tergantung pada mobilitas ion dan kadar
yang terlarut. Senyawa anorganik merupakan konduktor kuat dibandingkan dengan
senyawa organik. Pengukuran daya hantar listrik ini untuk melihat keseimbangan
kimiawi dalam air dan pengaruhnya terhadap kehidupan biota.
Menggambarkan kemampuan air dalam meneruskan listrik. Semakin baik suatu air
dapat menghantar listrik maka semakin banyak mineral terlarut di dalam air tersebut.
Semakin banyak mineral terlarut maka kemungkinan terbentuknya karat akan semakin
besar.
Universitas Indonesia
57
4.2.2.8 Turbidity
Merupakan tingkat kekeruhan dalam cairan yang ditunjukkan dengan jumlah
padatan yang tersuspensi di dalam air.
4.2.2.10 Chlorine
Merupakan parameter untuk pengendalian dosis disinfectant. Jika tingkat
chlorine tinggi maka tingkat keasaman dalam air tinggi sehingga sodium hipoklorit dapat
dikurangi, jika rendah maka disarankan untuk penambahan sodium hipoklorit. Dimana
sodium hipoklorit digunakan untuk membunuh bakteri. Sesuai panduan untuk
menghindari kontaminasi mikroba dari sistem, pertahankan residu bebas kontinu sebesar
0,5 ppm dalam air yang bersirkulasi hingga maksimum residu bebas 1 ppm (saat
melakukan syok klorinasi).
Universitas Indonesia
58
4.2.2.11 Chloride
Parameter yang biasa digunakan sebagai indeks untuk mengendalikan cycle
number cooling tower. Cooling tower dengan konsentrasi Chloride yang tinggi cenderung
lebih bersifat korosif. Klorida tidak boleh lebih dari 300 ppm jika air pendingin yang
bersirkulasi akan bersentuhan dengan besi galvanis atau baja karbon telanjang.
3.6.3 Controlling
3.6.3.1 Pengendalian Pembentukan Kerak
Tiga metode dasar digunakan untuk mencegah pembentukan kerak dalam sistem
air pendingin:
Universitas Indonesia
59
Dalam sistem air pendingin, dua teknik dasar digunakan untuk memberikan
perlindungan korosi pada logam yang kontak dengan air yaitu, penggunaan inhibitor
korosi kimia dan meningkatkan pH air pendingin. Gambar x mengilustrasikan pengaruh
pH terhadap laju korosi baja ringan. Banyak sistem air pendingin mengandung komponen
yang dibuat terutama dari paduan tembaga dan baja ringan. Baja galvanis ada di menara
pendingin galvanis dan baja stainless mungkin ada di perpipaan. Karena pH air pendingin
meningkat (idealnya dalam kisaran 8,0 hingga 9,5), laju korosi tembaga dan baja ringan
akan menurun seperti yang ditunjukkan pada Gambar x, meskipun tingkat ph yang sangat
tinggi bersifat korosif terhadap tembaga. Peningkatan pH saja tidak selalu dapat
melindungi logam secara memadai, terutama karena air pendingin memiliki aerasi tinggi
(saturasi oksigen). Inhibitor korosi kimia digunakan untuk memberikan perlindungan dari
korosi pada komponen logam dari sistem air pendingin. Strategi utama untuk program
perlindungan korosi sistem pendingin adalah untuk memastikan perlindungan logam pada
Universitas Indonesia
60
penukar panas (yaitu logam tertipis dalam sistem). Tujuan kedua adalah untuk
memberikan perlindungan dari korosi pada pipa baja ringan. Ketika menara pendingin
baja galvanis adalah bagian dari sistem pendingin, inhibitor korosi khusus adalah metode
kontrol terbaik. Baja galvanis terkorosi pada tingkat pH di atas 9.0 dan di bawah 6.0.
Gambar 3.8 Pengaruh pH terhadap laju korosi baja ringan yang tidak terlindungi dalam air
Universitas Indonesia
61
dan senyawa-senyawa tersebut acap kali digunakan bersama klorin. Padatan tersuspensi
dalam air merupakan masalah yang cukup serius. Padatan tersuspensi tersebut dapat
menempel pada permukaan perpindahan panas sehingga mengakibatkan berkurangnya
efisiensi perpindahan panas. Salah satu metoda yang digunakan untuk mengendalikan
padatan tersuspensi adalah dengan melakukan filtrasi secara kontinu terhadap sebagian
air yang disirkulasi.
Kotoran dari lumpur dan produk korosi dapat dikontrol dengan penambahan
dispersant polimer yang larut dalam air, seperti polyacrylate. Penambahan sekitar 4
hingga 5 ppm polimer aktif, bersama dengan kecepatan air yang cukup (mis., 1 meter per
detik [3,28 kaki per detik]), dapat menjaga foulant dalam suspensi dan mencegahnya
diendapkan pada permukaan perpindahan panas. Dosis yang lebih tinggi (5 hingga 20
ppm) dari polimer aktif dapat diperlukan untuk sistem yang sangat kotor. Cara terbaik
adalah mengurangi pemuatan SS dengan melepaskannya secara mekanis dari sistem
melalui blowdown, filtrasi, dan pembersihan bak fisik. Menghapus minyak atau bahan
berminyak membutuhkan surfaktan tanpa busa. Tabel x merangkum metode kontrol yang
kotor.
Universitas Indonesia
62
Universitas Indonesia
63
diturunkan atau dilemahkan. Bahan kimia yang mempunyai efek seperti ini
adalah senyawa garam ammonium kwartener, senyawa bromine dan lain-lain.
6. Pengikisan lumut: perawatan ini adalah mengikis lumut yang melekat pada
system pendingin dengan bahan-bahan kimia. Bahan kimia yang mempunyai
efek mengikis adalah senyawa klor, peroksida, senyawa amina dan lainlain.
Mekanisme kerja bahan-bahan kimia ini menurunkan daya pelekatan lumut
dengan jalan denaturasi getah lendir dan membentuk gelembung- gelembung,
akibat reaksi bahan kimia dengan lumut, sehingga lumut secara alami terkikis.
Dengan demikian setelah penambahan bahan kimia, dengan menaikkan
kecepatan aliran air akan meningkatkan efek pengikisan.
7. Pendispersi lumpur: padatan tersuspensi dalam air akan menjadi gumpalan
(flocs) akibat aktivitas mikroorganisme dan terakumulasi sebagai lumpur.
Pengolahan dispersi lumpur bukan hanya meredam pembentukan gumpalan
tetapi juga mendispersi gumpalan yang telah terbentuk. Padatan tersuspensi
yang terdispesi dibuang keluar melalui air blowdown sehingga volume
akumulasi lumpur dikurangi. Bahan kimia untuk pencegahan pelekatan lumut
dan pengikisan lumut juga digunakan untuk pendispersi lumut dan untuk
bioflokulasi (penggumpalan akibat mikrobiologi) padatan tersuspensi. Juga
polielektrolit atau polimer digunakan untuk pendispersi anorganik padatan
tersuspensi atau peredaman penggumpalan padatan tersuspensi.
8. Penyaringan pembantu merupakan suatu pengolahan untuk menurunkan
akumulasi lumpur dan pelekatan lumut yaitu dengan jalan penyaringan
sebagian air pendingin yang disirkulasikan untuk membuang padatan
tersuspensi (Lestari, 2010).
Universitas Indonesia
64
4. BAB 4
LAPORAN PENELITIAN
Mulai
Pengumpulan Data
Parameter Kondisi Air
Analisis Data
Output
Upaya Optimasi
Pengolahan Air dalam
Cooling Tower
Selesai
64 Universitas Indonesia
65
Selain studi literature, dilakukan juga studi lapangan. Studi lapangan dilakukan
untuk memahami secara nyata aliran proses dalam Water Cooling System dari air tanah
sampai menjadi uap dingin di ruang produksi. Informasi yang diperoleh dari studi
lapangan merupakan proses pada unit Water Cooling System, dan analisa parameter
Water Treatment untuk mencegah terjadinya kerusakan pada tiap unit Water Cooling
System. Selain itu juga mempelajari tipe dan jenis Cooling Tower, Chiller, AHU, dan
Dehumidifier yang digunakan beserta fungsinya pada pabrik. Kegiatan studi lapangan
juga dilakukan dengan diskusi dengan pembimbing lapangan dan operator di lapangan.
Universitas Indonesia
66
Sebelum dihasilkannya uap dingin di ruang produksi, air yang masuk kedalam
Cooling Tower dan Chiller harus melalui serangkaian treatment untuk menghilangkan
pengotor yang dapat menurunkan efisiensi dari alat tersebut. Air dari sumur ditampung
sementara di dalam ground tank, didalam ground tank ini air sumur diberikan sodium
hipoklorit untuk membunuh bakteri dan lumut sebanyak 180 ml/hari. Selanjutnya air dari
ground tank tersebut akan masuk kedalam cooling tower untuk didinginkan, dari suhu
35°C yang masuk akan dihasilkan 27°C air yang akan di alirkan ke chiller. Di cooling
tower terdapat beberapa chemical yang diinjeksikan yaitu CA15000MT sebanyak 1 L/hari
yang bertujuan untuk menurunkan kadar sifat-sifat pengotor seperti fosfat, silica, dan iron
yang dapat menyebabkan scaling dan karat. Sodium hipoklorit sebanyak 250 ml/hari yang
bertujuan untuk membunuh bakteri dan lumut namun pemberiannya juga dilihat dari
kadar pH di dalam cooling tower. MB215 sebanyak 500 ml/hari yang bertujuan untuk
Universitas Indonesia
67
membuat pH agar stabil, serta penambahan HCl sekitar 50ml-100ml jika pH terlalu basa.
Kotoran-kotoran yang ditimbulkan dari reaksi kimia tersebut yang tersisa di cooling tower
akan dibuang melalui blowdown.
Di dalam chiller terdapat 2 bagian yaitu kondensor dan evaporator. Air yang
dikirim dari cooling tower akan masuk ke bagian kondensor dan akan dikirim lagi ke
cooling tower untuk didinginkan kembali, lalu di bagian evaporator air yang didapat dari
AHU akan didinginkan lagi dengan kompresor yang bekerja karena hembusan dingin dari
kondensor. Pada evaporator suhu air berkisar 6°C. Di chiller juga terdapat chemical yang
diinjeksikan yaitu Ca999 sebanyak 25 kg dengan selang 3 bulan sekali yang bertujuan
untuk mencegah kerak dan korosi, mengetahui kadar nitrit, membuat pH agar stabil, serta
menjaga suhu agar selalu rendah.
Air dingin dari chiller yang masuk ke AHU 1 digunakan untuk mendinginkan
udara yang dikirim dari Return Air, lalu udara dingin yang bersuhu 10°C yang menjadi
output AHU 1 dibantu dengan blower dihembuskan ke dehumidifier untuk diturunkan
kelembabannya dengan cara dipanaskan agar udara yang dihasikan merupakan udara
kering. Udara yang menjadi output dari dehumidifier bersuhu sekitar 30°C.
Udara yang menjadi output dari dehumidifier akan didinginkan kembali dengan
AHU 2 dengan dibantu air dingin yang dikirim dari chiller sehingga menghasilkan udara
bersuhu20°C-27°C yang akan di bagikan di ruangan produksi. Di ruangan produksi
tersebut memiliki suhu sekitar 20°C-27°C, dengan tingkat kelembaban maksimal 40%
dan perputaran udara antara supply air dan return air yang dilakukan dalam sehari
sebanyak 5-20x.
Berikut merupakan bentuk alat yang digunakan PT Abbott Indoensia dalam proses
pembuatan udara dingin yang akan digunakan di ruangan produksi.
1. Ground Tank
PT Abbott Indonesia memiliki 4 ground tank dimana air yang disimpan di
ground tank merupakan air tanah.
Universitas Indonesia
68
2. Cooling Tower
Universitas Indonesia
69
3. Chiller
Chiller yang digunakan PT Abbot Indonesia adalah Water Cool Chiller. Mesin
refrigerasi dengan pendinginan air (water cooled chiller), pada prinsipnya hampir
sama dengan mesin refrigerasi pendinginan udara (air cooled chiller) dalam
distribusi udara dingin melalui AHU atau FCU. Perbedaan utamanya adalah
pendinginan refrigerannya, bukan dengan udara, tetapi dengan air, dimana airnya
didinginkan melalui menara air atau cooling tower. Mesin refrigerasi dengan
pendinginan air, pada umumnya ditempatkan dalam lantai bawah (basement)
suatu bangunan.
Universitas Indonesia
70
5. Dehumidifier
Dehumidifier artinya adalah alat untuk mengurangi kelembaban udara melalui
proses dehumidifikasi. Proses dehumidifikasi merupakan suatu proses penurunan
kadar air dalam udara. Penggunaan dehumidifier banyak ditemui pada bidang
farmasi bisa digunakan untuk melindungi stok obat-obatan, melindungi peralatan-
peralatan di rumah sakit yang sensitif, dan memantau tingkat kelembaban pada
area produksi.
4.2.3.2.1 pH
Analisa langsung dengan menggunakan alat ukur pH meter digital.
4.2.3.2.2 Conductivity
Analisa langsung dengan menggunakan alat ukur conductivity meter digital
Universitas Indonesia
71
4.2.3.2.3 P- Alkalinity
1. Mengambil 20 ml sampel kedalam Erlenmeyer yang telah dibersihkan
dengan aquades
2. Menambahkan 2 tetes larutan SO 222 (P Indikator)
Jika larutan tidak berwarna merah jambu maka P-Alkalinity = 0
Jika larutan berwarna merah jambu, maka dilanjutkan ke tahap 3
3. Mengisi buret sampai ke tanda 0 dengan larutan SO 226 (N-50 H2SO4),
mentitrasi sampe hingga tidak berwarna.
4. Mencatat jumlah SO 226 yang digunakan.
Menggunakan sampel yang sama untuk analisa M-Alkalinity
Perhitungan :
Ukuran sampel 10 ml :
Ukuran sampel 50 ml :
Keterangan :
SO - 222 - P.Indikator
4.2.3.2.4 M-Alkalinity
1. Menambahkan 5 tetes larutan SO 220 (M-Indikator) kedalam sampel yang
sama saat menguji P-Alkalinity, warna larutan akan menjadi biru
2. Tanpa mengisi kembali buret, melanjutkan titrasi dengan larutan SO 226
Universitas Indonesia
72
Ukuran sampel 10 ml :
Ukuran sampel 50 ml :
Keterangan :
SO - 260 - M.Indikator
4.2.3.2.5 Ca-Hardness
1. Membilas erlenmeyer dengan aquadest. Ukur 50ml sampel yang akan
dianalisa dan tuang ke dalam Erlenmeyer tersebut.
2. Menambahkan 2ml larutan SO279 sambil dikocok
3. Menambahkan sejumput reagent SO280 dan dicampur
Jika larutan berwarna ungu, Ca Hardness = 0
Jika larutan tidak berwarna ungu, lanjutkan ke prosedur 4
4. Mengsi buret dengan larutan SO274
5. Mentitrasi sampel dengan larutan menjadi ungu
Universitas Indonesia
73
Perhitungan :
Keterangan :
4.2.3.2.6 T-Hardness
4. Membilas erlenmeryer dengan aquadest. Ukur 50ml sampel yang akan
dianalisa dan tuang ke dalam Erlenmeyer tersebut
5. Menambhakan 2 ml larutan SO 275 sambil dikocok
6. Menambhakan sejemput reagent SO 277 dan dicampur
Jika larutan berwarna biru, total hardness = 0
Jika larutan tidak berwarna biru, lanjutkan ke prosedur 4
7. Mengisi buret dengan larutan SO 274
8. Mentitrasi sampel dengan larutan SO 274 hingga penambahan 1 tetes
;arutan SO 274 mengubah warna larutan menjadi biru
9. Menicatat jumlah ml ;arutan SO 274 yang dipakai
Perhitungan :
Keterangan :
Universitas Indonesia
74
4.2.3.2.7 Iron
Menyiapkan DR890, cuvet 2 buah, reagent FeHL dan air CT (sudah tidak
panas < 35C)
Memaasukkan 10 ml air CT ke dalam 2 buah cuvet
Cuvet pertama ditambahkan reagent FeHL (disebut sample) dan cuvet
kedua tidak ditambahkan reagent FeHL (disebut blanko)
Menghidupkan DR890, tekan program, tekan 33. Akan muncul
parameter deteksi Fe
Menekan timer 3 menit, enter
Setelah timer selesai (berbunyi), masukkan blanko ke dalam DR890 dan
tekan zero
Mengeluarkan blanko dan masukkan sample dan tekan read
Akan terlihat bacaan deteksi Fe di monitor DR890
4.2.3.2.8 Silica
1. Menyiapkan DR890, cuvet 2 buah, reagent Silica dan air CT (sudah tidak
panas < 35C)
2. Memasukkan 10 ml air CT ke dalam 2 buah cuvet
3. Cuvet pertama ditambahkan reagent Silica, yaitu SIH3, SIH1 (disebut
sample) dan cuvet kedua tidak ditambahkan reagent FeHL (disebut blanko)
4. Menghidupkan DR890, tekan program, tekan 89. Akan muncul parameter
deteksi Silica
5. Menekan timer 10 menit, enter
6. Setelah timer selesai (berbunyi), masukkan reagent Silica yaitu SIH2 ke
dalam sample dan air blanko tidak ditambahkan reagent Silica
7. Menekan timer 2 menit, enter
8. Setelah timer selesai (berbunyi), masukkan blanko ke dalam DR890 dan
tekan zero
9. Mengeluarkan blanko dan masukkan sample dan tekan read
10. Akan terlihat bacaan deteksi Silica di monitor DR890
Universitas Indonesia
75
4.2.3.2.9 Ortho-Phosphate
1. Menyiapkan DR890, cuvet 2 buah, reagent 460-SO726 (HCl 1:1), 460-
SH357 (TP 1), XP 2, sample air CT (sudah tidak panas < 35C)
2. Memaasukkan 1 ml air CT ke dalam 2 buah cuvet dan tambahkan 24ml
aquadest ke dalam 2 buah cuvet tersebut (pengenceran 25x)
3. Cuvet pertama ditambahkan 2ml reagent TP 1 dan 14 tetes XP 2 dan cuvet
kedua diatambahkan 2ml HCl 1:1 dan 14 tetes XP 2(disebut blanko)
4. Menghidupkan DR890, tekan program, tekan 155. Akan muncul parameter
deteksi Ortho-Phosphate
5. Menekan timer 10 menit, enter
6. Setelah timer selesai (berbunyi), masukkan blanko ke dalam DR890 dna
tekan zero
7. Mnegeluarkan blanko dan masukkan sample dan tekan read
8. Akan terlihat bacaan deteksi Silica di monitor DR890\
9. Nilai Ortho-Phosphate = hasil bacaan deteksi di monitor dikalikan 25
10. Apabila sample nya 25ml, dikalikan 25 (tidak pengenceran)
4.2.3.2.10 Turbidity
1. Menyiapkan DR890, cuvet 2 buah, aquadest dan air CT (sudah tidak panas
< 35C)
2. Memaasukkan 10 ml air CT ke dalam 1 buah cuvet (disebut sample)
3. Cuvet kedua masukkan aquadest (disebut blanko)
4. Menghidupkan DR890, tekan program, tekan 95. Akan muncul parameter
deteksi Turbidity
5. Memaasukkan blanki ke dalam DR890 dan tekan zero
6. Mengeluarkan blanko dan masukkan sample dan tekan read
7. Akan terlihat bacaan deteksi Turbidity di monitor DR890
Universitas Indonesia
76
4.2.3.2.12 Chlorine
1. Menyiapkan DR890, cuvet 2 buah, aquadest dan air CT (sudah tidak panas
< 35C)
2. Memasukkan 10 ml air CT ke dalam 1 buah cuvet (disebut sample)
3. Cuvet pertama ditambahkan reagent chlorine (disebut sample) dan Cuvet
kedua tidak dimasukkan reagent chlorine (disebut blanko)
4. Menghidupkan DR890, tekan program, tekan 9. Akan muncul parameter
deteksi Chlorine
5. Menekan timer 30 detik untuk free chlorine, dan 3 menit untuk total
chlorine
6. Memasukkan blanko ke dalam DR890 dan tekan zero
7. Mengeluarkan blanko dan masukkan sample dan tekan read
8. Akan terlihat bacaan deteksi Chlorine di monitor DR890
4.2.3.2.13 Chloride
1. Menambahkan 1 ml larutan SO224 (Chloride indicator( sambal diasuk, ke
sampel yang mana ketika selesai menganalisa p-alkalinity M-alkalinity,
warna larutan menjadi kuning kehijauan
2. Mentitrasi dengan larutan SO229 sampai warna kuning kehijauan larutan
hilang dan berubah menjadi merah bata.
Perhitungan :
Ukuran sampel 10 ml :
Universitas Indonesia
77
Ukuran sampel 50 ml :
Keterangan :
Universitas Indonesia
78
13 Juni 2019
22 Februari 2019
GROUND TANK
PARAMETER UNIT LIMIT CT I CT II LIMIT
II
Universitas Indonesia
79
14 Desember 2018
Universitas Indonesia
80
29 November 2018
8 Oktober 2018
GROUND TANK
PARAMETER UNIT LIMIT CT I CT II LIMIT
II
Universitas Indonesia
81
5 September 2018
terjadinya kerusakan pada alat tersebut sehingga tidak mempengaruhi laju pembentukan
udara dingin untuk pendingin ruang sebagai penunjang proses produksi.
Nilai limit yang tertera pada data pengamatan tersebut diperoleh dari perushaan PT
Abbott Indonesia, sebab paramater-parameter tersebut berbeda pada setiap pabrik
disesuaikan pada spesifikasi alat yang digunakan dan cakupan industri yang berbeda pula.
Uji analisa parameter Water Treatment dilakukan di tua tempat yaitu di Ground Tank saat
air tanah pertama kali di tampung sebagai pengujian pre-treatment pengolahan air dan di
Cooling Tower saat air pertama kali tersirkulasi untuk dikirimkan ke alat-alat pendingin
selanjutnya.
Selain uji analisa parameter dilakukan juga sistem injeksi inhibitor di Cooling
Tower dan Chiller untuk mengolah air yang disirkulasikan untuk mencegah scale dan
korosi. Untuk industri farmasi alat utiltitas sebagai penunjang proses produksi mengacu
pada CPOB. Parameter yang tertulis N/A pada data pengamatan mengartikan bahwa tidak
terdapat data dikarenakan reagen dari buffer untuk analisa belum ada sehingga tidak dapat
dilakukan penganalisaan untuk saat ini, namun pada umumnya operator PT Abbott
Indonesia melakukan analisa untuk parameter tersebut.
4.2.2.1 pH
PERBANDINGAN PH
9,5
9,0
8,5
8,0 7,8 - 8,8
7,5
7,0 6,3 - 7,2
6,5
6,0
Limit CT
Limit GT
Universitas Indonesia
83
PERBANDINGAN M-ALKALINITY
1300
1200
1100
1000
900
800
700
600
500
400
300
200 5 - 300
100 <200
0
Gambar 4.9 Grafik Perbandingan M-Alkalinity di Ground Tank dan Cooling Tower
Universitas Indonesia
84
bahwa parameter M-Alkalinity masih terkendali dengan baik kecuali pada bulan juli 2019
yang melebihi batas limit sampai angka 228. Sedangkan untuk di Cooling Tower
semuanya melebihi limit yang telah ditentukan. Namun untuk parameter alkalinity di
dalam Cooling Tower yang standar umum yang direkomendasikan adalah maksimal 1000
ppm. Jadi walaupun melebihi limit yang telah ditetapkan PT Abbott Indonesia, tetapi
belum masih masuk dalam standar umum alkalinity dalam cooling tower kecuali pada
September 2018, Oktober 2018, dan Novemver 2018 yang menjadi titik tertinggi kadar
alkalinitas dan melebihi standar umum namun belum terlalu jauh jadi masih dapat
dikendalikan atau diturunkan. Parameter M-Alkalinity pada ground tank dan cooling
tower yang melebihi limit yang telah ditentukan PT Abbott Indonesia dikarenakan oleh
nilai pH yang tinggi. Dimana alkalinitas menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang
mampu menetralisir kemasaman dalam air. Penggunaan sodium hipklorit yang berlebih
menyebabkan kapasitas pembuffferan dari ion bikarbonat, karbonat dan hidroksida dalam
air yang berlebih. Sehingga ketiga ion tersebut di dalam air akan bereaksi dengan ion
hidrogen sehingga menurunkan kemasaman dan menaikkan pH. Dikarenakan Nilai pH
semakin besar, maka Alkalinity juga semakin besar dan kemungkinan untuk terbentuknya
kerak akan semakin besar yang berarti dapat menurutkan efisiensi dari Cooling Tower.
4.2.2.3 Ca-Hardness
PERBANDINGAN CA-HARDNESS
110
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
<100
Gambar 4.10 Grafik Perbandingan Ca-Hardness di Ground Tank dan Cooling Tower
Universitas Indonesia
85
4.2.2.4 T-Hardness
PERBANDINGAN T-HARDNESS
300
270
240
210
180
150 <300
120
90
60
30 <150
0
Gambar 4.11 Grafik Perbandingan T-hardness di Ground Tank dan Cooling Tower
Universitas Indonesia
86
4.2.2.5 Iron
PERBANIDNGAN IRON
0,5
0,45 <0,5
0,4
0,35
0,3
0,25 <3
0,2
0,15
0,1
0,05
0
Gambar 4.12 Grafik Perbandingan Iron di Ground Tank dan Cooling Tower
Berdasarkan data yang diperoleh parameter Iron pada tiap bulannya berada pada
limit yang telah ditentukan yang berarti untuk parameter Iron di Ground Tank ataupun di
Cooling Tower tidak memiliki masalah yang signifikan dan masih terkendali dengan
sangat baik. Namun, penyebab untuk parameter iron mengalami penurunan di cooling
tower masih belum diketahui pasti penyebabnya melihat nilai conductivity pada cooling
tower juga lebih besar karena air di cooling tower mengalami pergerakan terus menerus
sehinnga kemampuan menghantarkan listrik lebih tinggi dan seharusnya nilai iron juga
lebih tinggi. Nilai Iron tertinggi terjadi pada CT 2 bulan Juni 2019.
Universitas Indonesia
87
4.2.2.6 Silica
PERBANDINGAN SILICA
70
60
<150
50
40
30
20
10 <30
0
Gambar 4.13 Grafik Perbandingan Silica di Ground Tank dan Cooling Tower
Berdasarkan data yang diperoleh parameter Silica pada ground tank 4 dari 7
melebihi limit yang telah ditentukan PT Abbott Indonesia tiap bulannya. Kadar tertinggi
terjadi pada bulan September 2018 yaitu 61.3. Sedangkan kadar silika di Cooling Tower
berada pada limit tiap bulannya yang menandakan bahwa parameter silica masih
terkendali dengan sangat baik saat di Cooling Tower. Kadar silika sebaiknya di jaga dalam
kadar yang rendah karena jika tidak, maka silika tersebut akan menyebabkan kerak yang
parah. Silika yang tinggi di ground tank dapat terjadi karena tidak dilakukannya dengan
rutin blowdown pada deep well / air sumur sebelum dialirkan ke ground tank. Karena di
air sumur masih banyak pengotor-pengotor yang terikat di dalamnya sehingga pengotor-
pengotor tersebut terbawa ke ground tank dan saat diberikan sodium hipklorit akan
mengendap menjadi lumpur.
4.2.2.7 Ortho-phosphate
Tabel 4.8 Perbandingan Ortho-Phosphate
Universitas Indonesia
88
4.2.2.8 Conductivity
PERBANDINGAN CONDUCTIVITY
5000
4000
3000 <4000
2000
1000
<400
0
Gambar 4.14 Grafik Perbandingan Conductivity di Ground Tank dan Cooling Tower
Universitas Indonesia
89
telah melebihi limit yaitu 4101. Tingginya angka ini dipengaruhi dengan kadar iron yang
pada bulan Juni 2019 memiliki kadar paling tinggi karena semakin banyaknya ion Fe
yang terlalut, maka kemampuan air untuk mengalirkan arus listrik semakin tinggi dimana
dapat dilihat dari nilai Conductivitynya. Pengukuran daya hantar listrik ini untuk melihat
keseimbangan kimiawi dalam air dan pengaruhnya terhadap kehidupan biota. Semakin
baik suatu air dapat menghantar listrik maka semakin banyak mineral terlarut di dalam
air tersebut. Semakin banyak mineral terlarut maka kemungkinan terbentuknya karat akan
semakin besar.
4.2.2.9 Turbidity
PERBANDINGAN TURBIDITY
40
30
<50
20
10
< 20
0
Gambar 4.15 Grafik Perbandingan Turbidity di Ground Tank dan Cooling Tower
Berdasarkan dari data yang diperoleh parameter Turbidity pada tiap bulannya
berada pada limit yang telah ditentukan yang berarti untuk parameter Turbididy di
Ground Tank ataupun di Cooling Tower tidak memiliki masalah yang signifikan dan
masih terkendali dengan baik kecuali pada bulan Oktober 2018 pada Cooling Tower di
CT 1 telah melebihi limit yaitu 21,5. Semakin tinggi nilai kekeruhan maka kualitas air
semakin tidak baik. Kekeruhan mengurangi kejernihan air dan diakibatkan oleh
pencemar-pencemar yang terbagi halus, dari manapun asalnya, yang ada didalam air.
Kekeruhan biasanya disebabkan oleh lempung, partikel-partikel tanah dan pencemar-
Universitas Indonesia
90
pencemar koloidal lainnya. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mendukung terjadinya
scale karna berarti banyak juga partikel-partikel koloid yang akan mengendap.
PERBANDINGAN TSS
6 5,01
5
4 4,9
3 2
2 1 1 1 1 <5
1 1 1
1 0 0 1 0
0 0 0
0
Gambar 4.16 Grafik Perbandingan TSS di Ground Tank dan Cooling Tower
Berdasarkan data yang diperoleh parameter TSS pada tiap bulannya berada pada
limit yang telah ditentukan yang berarti untuk parameter TSS di Ground Tank ataupun di
Cooling Tower tidak memiliki masalah yang signifikan dan masih terkendali dengan baik.
Parameter TSS mengalami kenaikan kadar dari ground tank ke cooling tower dikarenakan
cooling tower memiliki kapasaitas alat yang lebih besar dibandingkan ground tank dan
lebih banyak penambahan chemical serta treatment yang dilakukan di cooling tower.
Sehingga residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel
maksimal 2 mikrometer atau lebih besar dari ukuran partikel koloid semakin banyak.
Yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri
dan jamur.
Universitas Indonesia
91
4.2.2.11 Chlorine
PERBANDINGAN CHLORINE
0,65
0,05
Gambar 4.17 Grafik Perbandingan Chlorine di Ground Tank dan Cooling Tower
Berdasarkan data yang diperoleh parameter chlorine tiap bulannya berada pada
limit yang telah ditentukan yang berarti untuk parameter Chlorine di Ground Tank
ataupun di Cooling Tower masih terkendali dengan baik kecuali pada bulan November
2018 di Cooling Tower 1 parameter chlorine diluar limit yaitu 0,17. Rendahnya kadar
chlorine ini dikarenakan oleh konsentrasi NH3 content yang disaat awal terkontamnasi
yang menyebabkan pH turun dan kadar chlorine naik. Dapat dilihat parameter chlorine di
cooling tower lebih rendah dibandingkan di ground tank dikarenakan pH pada cooling
tower lebih tinggi yang disebabkan oleh penambahan sodium hipklorit kembali sehingga
total chlorine di cooling tower lebih rendah dibandingkan di ground tank. Walaupun
demikian, nilai parameter tersebut masih dalam range limit dimana masih aman untuk
proses alat tersebut.
4.2.2.12 Chloride
Tabel 4.9 Perbandingan Chloride
Universitas Indonesia
92
Treatment alat selain menggunakan water analysis juga dibantu dengan cara fisikal
yaitu dengan cara dikikis karat-karat atau lumpur yang menempel pada dinding-dinding
alat. Water analysis ini difokuskan untuk lebih menjaga kualitas air yang mengalir
sehingga mencegah terjaidnya karat, scale, foulig dan biological contaminant dan dapat
mengetahui penyebab awalnya kualitas air berubah sehingga operator dapat mengambil
langkah berikutnya untuk menangani permasalahannya. Namun metode water analysis
yang dilakukan oleh PT Abbott Indonesia masih sangat sederhana dan kurang akurat
dikarenakan masih menggunakan cara manual dimana sangat berpotensi untuk
mengalami kesalahan dalam pembersihan alat-alat laboratorium yang digunakan untuk
menganalisis sehingga ada pengotor yang membuat kurang akuratnya data yang
didapatkan serta ketidaktelitian analis saat melakukan pengambilan data untuk dianalisa,
sehingga alangkah baiknya untuk mengontrol kualitas air menggunakan online
monitoring dimana hal-hal yang tidak diinginkan dapat diminimalisir dengan komputer
dan dapat di atur juga penginjeksian chemical yang dibutuhkan serta lebih cepat dalam
mendeteksi masalah yang terjadi di dalam proses.
Universitas Indonesia
93
5. BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi dan pembahsasn yang telah dilakukan, diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
93 Universitas Indonesia
94
6. Pada parameter Ca-Hardness di ground tank tertinggi pada 93 dan pada cooling
tower tertinggi pada 97 yaitu pada bulan Oktober 2018 sedangkan terendah pada
24 di ground tank dan 29 di cooling tower pada bulan September 2018 dan
Februari 2019.
7. Pada parameter T-Hardness di ground tank tertinggi pada 144 dan pada cooling
tower tertinggi pada 152 yaitu pada bulan Oktober 2018 dan November 2018
sedangkan terendah pada 40 di ground tank dan 81 di cooling tower pada bulan
Februari 2019 dan Juni 2019.
8. Pada parameter Iron di ground tank tertinggi pada 0,47 dan pada cooling tower
tertinggi pada 0,2 yaitu pada bulan September 2018 dan Juni 2019 sedangkan
terendah pada 0,17 di ground tank dan 0,01 di cooling tower pada bulan Februari
2019 dan Juli 2019.
9. Pada parameter Silica di ground tank tertinggi pada 61,3 dan pada cooling tower
tertinggi pada 63,5 yaitu pada bulan September 2018 dan Juli 2019 sedangkan
terendah pada 21,5 di ground tank dan 38,1 di cooling tower pada bulan Desember
2018 dan Februari 2019.
10. Pada parameter Conductivity di ground tank tertinggi pada 400 dan pada cooling
tower tertinggi pada 4101 yaitu pada bulan September 2018 dan Juni 2019
sedangkan terendah pada 196 di ground tank dan 1210 di cooling tower pada bulan
Juli 2019 dan November 2018.
11. Pada parameter Turbidity di ground tank tertinggi pada 35,7 dan pada cooling
tower tertinggi pada 21,5 yaitu pada bulan Oktober 2018 sedangkan terendah pada
19 di ground tank dan 10 di cooling tower pada bulan November 2018.
12. Pada parameter TSS di ground tank tertinggi pada 1 dan pada cooling tower
tertinggi pada 5,01 yaitu pada bulan Desember 2018.
13. Pada parameter Chlorine di ground tank tertinggi pada 0,48 dan pada cooling
tower tertinggi pada 0,55 yaitu pada bulan Februari 2018 dan Desember 2018
sedangkan terendah pada 0,3 di ground tank dan 0,17 di cooling tower pada bulan
November 2018.
14. Air yang mengalir pada water cooling system masih memiliki kualitas yang cukup
baik untuk digunakan dalam proses pendinginan udara namun jika dilakukan
treatment yang lebih baik maka akan mengoptimalkan kerja alat proses
Universitas Indonesia
95
pendinginan air sehingga output yang diberikan juga memiliki kualitas yang baik
untuk menunjang proses produksi.
5.2 Saran
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh penulis, terdapat beberapa saran yang ingin
diberikan penulis kepada PT Abbott Indonesia, yaitu sebagai berikut:
Universitas Indonesia
96
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Teknik Teknik Dasar Dasar Plc, Boiler, Cooling Tower, Genset,
MesinMesin Listrik. Dapat diakses pada: http://dunia- engineer. co.id/2011
/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html [Diakses 28 Juli 2019].
Austin, George T. 1996. Industri Proses Kimia. Edisi kelima, Jilid 1, Erlangga, Jakarta.
Betz Laboratories, 1991. Betz Handbook of Industrial Water Conditioning The 9th edition,
Betz Laboratories, Inc
Gumilar, Arie. 2011. Sistem air Pendingin. Jakarta: STE.
Hardayanti, Nurandani. 2006. Studi Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Bersih Untuk
Kebutuhan Domestik Dan Non Domestik. Semarang: Universitas Diponegoro.
Hensley,J.C. 2009. Cooling Tower Fundamental 2nd edition. SPX Cooling
Technologies,Inc
Industrial Automation, PLC Programming, scada & Pid Control System. (2016). Types
of Control Valves – Application Advantages and Disadvantages.
https://automationforum.in/t/types-of-control-valves-application- advantages-and-
disadvantages/955 [Diakses 26 Juli 2019].
J. Paul Guyer. 2014. An Introduction to Cooling Tower Water Treatment. Continuing
Education and Development, Inc.
Keister, Timothy. 2008. Cooling Water Management Basic Principles and Technology.
New York: ProChemTech International.
Ludecke, H. and Kothe, B. 2006. Water Hammer. [ebook] Halle: KSB
Aktiengesselschaft.
Mathie, Alton J. 1998. Chemical Treatment for Cooling Tower Water. Fairmont Press.
MF Syahputra. 2010. Pengenalan Water Cooling System.Universitas Sumatra Utara.
Sumatra Utara.
Mulyono. Analisa Beban Kalor Menara Pendingin Basah Induced-Draft Aliran Lawan
Arah. Semarang; Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang. 2010.
Perry. Perry’s Chemical Engineers Handbook 8th ed. Page 12-17.
Roepandi, Opan. 2008. Pengoperasian Sistem Air Pendingin. Surabaya: PT. Indonesia
Power.
Setiadi, Tjandra. 2007. Pengolahan dan Penyediaan Air. Bandung:ITB.
96 Universitas Indonesia
97
Shah, R.K., dan Sekulic, D.P. (2003). Fundamentals of Heat Exchanger Design, pp.1-77.
John Wiley and Sons.
Society of Chemical Industry, 1996. Chemistry and Industry. Society of Chemical
Industry.
Toledo R T. 2007. Fundamentals of Food Process Engineering. New York (US): Springer
Science+Business Media, LLC.
WHO. (2012). WHO Good Manufacturing Practices: Water for Pharmaceutical Use.
WHO Technical Report Series, No. 970, 2012, Annex.
Universitas Indonesia