Anda di halaman 1dari 75

UNIVERSITAS INDONESIA

MENINGKATKAN EFISIENSI LINI PROSES BISNIS PRODUCT


DEVELOPMENT DENGAN METODE LINE BALANCING DI PT
SENTRAL KREASI KENCANA

LAPORAN KERJA PRAKTIK

TRIAS PUSPITA ANGEL


1806148302

FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
DEPOK
2021
UNIVERSITAS INDONESIA

MENINGKATKAN EFISIENSI LINI PROSES BISNIS PRODUCT


DEVELOPMENT DENGAN METODE LINE BALANCING DI PT
SENTRAL KREASI KENCANA

LAPORAN KERJA PRAKTIK

Diajukan untuk memperoleh nilai mata kuliah Kerja Praktik

TRIAS PUSPITA ANGEL


1806148302

FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
DEPOK
2021
SURAT PERMOHONAN KERJA PRAKTIK

i
Universitas Indonesia
SURAT PERNYATAAN KERJA PRAKTIK

ii
Universitas Indonesia
LEMBAR MONITORING KERJA PRAKTIK

iii
Universitas Indonesia
iv
Universitas Indonesia
PERNYATAAN LAPORAN KERJA PRAKTIK

v
Universitas Indonesia
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KERJA PRAKTIK

vi
Universitas Indonesia
LEMBAR EVALUASI DAN PENILAIAN KERJA PRAKTIK (KP)

vii
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Kerja Praktik dengan
baik dan tepat waktu. Laporan Kerja Praktik berjudul “Meningkatkan Efisiensi Lini
Proses Bisnis Product Development dengan Metode Line Balancing di PT Sentral
Kreasi Kencana” merupakan laporan tertulis sebagai bentuk pertanggungjawaban
penulis ketika melaksanakan kegiatan kerja praktik, sekaligus pemenuhan mata kuliah
wajib dalam kurikulum Departemen Teknik Industri Universitas Indonesia.

Melalui pelaksanaan kerja praktik di PT Sentral Kreasi Kencana pada 7 Juni 2021 – 27
Agustus 2021, penulis dapat mencoba mengaplikasikan ilmu-ilmu teoritis yang telah
dipelajari selama perkuliahan, membandingkannya dengan realita yang terjadi di
lingkungan kerja, serta mendapatkan wawasan dan kesempatan untuk mengeksplorasi
lebih jauh proses bisnis pada industri manufaktur perhiasan emas khususnya di divisi
Product Development.

Selama proses pelaksanaan kerja praktik dan juga penyusunan Laporan Kerja Praktik,
penulis telah mendapatkan begitu banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, dikesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebanyak-banyaknya kepada:

1. Farizal, M.Sc., Ph.D, selaku Dosen Pembimbing Kerja Praktik penulis yang
memberikan arahan dan bimbingannya selama pelaksanaan kerja praktik dari
awal hingga akhir.
2. Prof. Isti Surjandari Prajitno, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing Akademis
penulis yang selalu memberikan nasihat dan arahan selama perkuliahan di
Departemen Teknik Industri.
3. Kak Benny Andreas Pasaribu, selaku Human Resources Executive di PT Sentral
Kreasi Kencana, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
berkembang dan belajar di PT Sentral Kreasi Kencana.

viii
Universitas Indonesia
4. Pak Try Budi Harso, selaku Product Development Manager di PT Sentral Kreasi
Kencana sekaligus user penulis yang selalu membimbing dan mengayomi
penulis saat kerja praktik.
5. Kak Rizqi selaku Assistant Manager of Product Engineering dan Kak Monic
selaku Assistant Manager of Product Design di PT Sentral Kreasi Kencana,
yang dengan sabar mengarahkan, membantu, memberikan masukan dan selalu
ada ketika penulis mengalami kesulitan selama kerja praktik.
6. Kak Imel, Kak Tya, Mang Odoy, terima kasih sudah meluangkan waktu di sela-
sela kesibukannya untuk membantu penulis mendapatkan informasi dan data
terkait perusahaan saat dibutuhkan.
7. Mba Renni, Mang Asep, Mang Gono, Mr. Salman, Mas Rifki, Mba Gita, Mas
Deni, Mang Dedi, Mba Opi, Mang Sanusi, Mas Pandu dan Kak Irma yang telah
meluangkan waktunya untuk direpotkan penulis saat proses pengambilan data.
8. Seluruh karyawan PT Sentral Kreasi Kencana yang membantu penulis
beradaptasi selama masa pengenalan, membuat penulis merasa nyaman, berbagi
pengalaman dan pengetahuan, yang selalu mengisi hari-hari penulis selama 3
bulan masa kerja praktik.
9. Bapak Sudomo dan Ibu Istilah selaku orang tua, serta kakak-kakak penulis yang
selalu ada saat dibutuhkan, selalu mendoakan, dan selalu memberikan dukungan
kapanpun dimanapun.
10. Kak Alya dan Kak Adinda, selaku senior Teknik Industri angkatan 2017 yang
telah membagikan pengalaman dan ilmu yang didapatkannya saat kerja praktik
kepada penulis.
11. Gracella, Gwyneth, Lavina, Ledi, Lisna, selaku teman-teman dekat penulis yang
selalu percaya kepada penulis, memberikan semangat dan menjadi tempat
penulis berkeluh kesah.
12. Tharif, Biya, Waskitha, Kiky, selaku teman-teman kerja praktik di PT Sentral
Kreasi Kencana atas bantuan dan masukan-masukannya terhadap proyek penulis
selama masa kerja praktik.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas kebaikan semua pihak yang telah
membantu, karena tanpa mereka akan sangat sulit bagi penulis untuk menyelesaikan
berbagai proses dalam Kerja Praktik ini. Penulis tentunya menyadari Laporan Kerja

ix
Universitas Indonesia
Praktik ini masih jauh dari kata sempurna dan memiliki banyak kekurangan karena
keterbatasan waktu, informasi, serta kemampuan penulis. Untuk itu penulis berharap
akan saran dan kritik yang membangun dari pembaca sebagai masukan untuk perbaikan
di masa mendatang. Penulis juga berharap semoga Laporan Kerja Praktik ini dapat
memberikan wawasan dan informasi yang berguna bagi banyak orang dan dunia
pendidikan.

Jakarta, 9 Desember 2021

Trias Puspita Angel

x
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

SURAT PERMOHONAN KERJA PRAKTIK.............................................................i


SURAT PERNYATAAN KERJA PRAKTIK..............................................................ii
LEMBAR MONITORING KERJA PRAKTIK.........................................................iii
PERNYATAAN LAPORAN KERJA PRAKTIK........................................................v
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KERJA PRAKTIK.....................................vi
LEMBAR EVALUASI DAN PENILAIAN KERJA PRAKTIK (KP).....................vii
KATA PENGANTAR..................................................................................................viii
DAFTAR ISI...................................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................xiii
DAFTAR TABEL.........................................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................................3
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian...................................................................3
1.6 Tempat dan Waktu Pelaksanaan..............................................................................4
1.7 Metodologi Penelitian..............................................................................................4
1.8 Sistematika Penulisan..............................................................................................7
BAB II PROFIL PERUSAHAAN..................................................................................8
2.1 Sejarah Perusahaan..................................................................................................8
2.2 Informasi Umum Perusahaan.................................................................................11
2.3 Visi, Misi dan Nilai Perusahaan............................................................................12
2.4 Produk Perusahaan.................................................................................................13
BAB III LANDASAN TEORI......................................................................................14
3.1 Product Development............................................................................................14
3.2 Pengukuran Kerja..................................................................................................17
3.2.1 Stopwatch Time Study.....................................................................................19
3.3 Line Balancing.......................................................................................................22
3.4 Lean Manufacturing..............................................................................................23
3.5 Process Improvement.............................................................................................27
3.5.1 Diagram Sebab-Akibat....................................................................................28

xi
Universitas Indonesia
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA.......................................30
4.1 Pendefinisian (Define)...........................................................................................30
4.1.1 Alur Proses Product Development..................................................................30
4.1.2 Problem Statement..........................................................................................35
4.2 Pengukuran (Measure)...........................................................................................36
4.2.1 Line Efficiency.................................................................................................36
4.2.3 Utilisasi Pekerja dan Mesin.............................................................................42
4.2.3 Jumlah Defect..................................................................................................44
BAB V ANALISIS DAN REKOMENDASI SOLUSI................................................45
5.1 Analisis (Analyze)..................................................................................................45
5.1.1 Manusia (Man)................................................................................................45
5.1.2 Metode (Method).............................................................................................46
5.1.3 Mesin (Machine).............................................................................................48
5.1.4 Bahan Baku (Material)...................................................................................48
5.1.5 Lingkungan (Environment).............................................................................49
5.2 Perbaikan (Improve)..............................................................................................50
5.2.1 Alokasi Pekerja yang Tidak Sempurna...........................................................50
5.2.2 Kapasitas Mesin yang Tidak Mencukupi........................................................52
5.2.3 Stasiun Kerja yang Berantakan.......................................................................53
5.2.4 Tidak Adanya Pedoman..................................................................................53
BAB VI PENUTUP........................................................................................................55
6.1 Kesimpulan............................................................................................................55
6.2 Saran......................................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................58

xii
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Alur Penelitian...............................................................................................6


Gambar 2.1 Logo PT Sentral Kreasi Kencana................................................................11
Gambar 2.2 Produk-Produk Di Bawah Merek Milik PT Sentral Kreasi Kencana..........13
Gambar 3.1 Tahapan Proses Pengembangan Produk (Ulrich et al., 2012).....................15
Gambar 3.2 Fase-Fase Pelaksanaan Penelitian Kerja (Wignjosoebroto, 2003)..............18
Gambar 3.3 Framework dari Lean Activities (Dennis et al., 2015).................................24
Gambar 3.4 Lima Langkah dalam Process Improvement (Pande et al., 2002)...............27
Gambar 3.5 Diagram Sebab-Akibat (Pande et al. 2002).................................................28
Gambar 4.1 Alur Proses Bisnis Divisi Product Development.........................................31
Gambar 4.2 Jenis Surat Perintah Kerja yang Diobservasi...............................................37
Gambar 4.3 Mesin dan Alat yang Digunakan Saat Sub-Proses Rubber Molding...........43
Gambar 4.4 Jumlah Surat Perintah Kerja yang Diselesaikan Sub-Proses Master
Finishing pada Juli 2021............................................................................44
Gambar 5.1 Analisis Akar Masalah Menggunakan Fishbone Diagram.........................45
Gambar 5.2 Persentase Jumlah Defect dari Keseluruhan Output Pada Juli 2021...........46
Gambar 5.3 Penamaan File yang Tidak Seragam di Server Bersama.............................48
Gambar 5.4 Stasiun Kerja Operator Master Finishing yang Berantakan........................49
Gambar 5.5 Standard Operation Procedure dalam Penamaan File Desain....................54

xiii
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Siklus Observasi yang Direkomendasikan (Niebel et al., 2009)........19
Tabel 3.2 Westinghouse Rating System (Niebel et al., 2009)..........................................21
Tabel 3.3 Besarnya Kelonggaran Berdasarkan Faktor-Faktor yang Berpengaruh
(Sutalaksana et al., 2006)................................................................................22
Tabel 4.1 Pendefinisian Masalah dengan SCQ Framework............................................36
Tabel 4.2 Hasil Rata-Rata Waktu Observasi...................................................................38
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Waktu Normal...................................................................39
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Waktu Baku.......................................................................40
Tabel 4.5 Perhitungan Utilisasi Pekerja..........................................................................42
Tabel 4.6 Perhitungan Kapasitas Mesin Volcanizing......................................................43
Tabel 5.1 Rekomendasi Penyesuaian Jumlah Pekerja.....................................................50
Tabel 5.2 Perhitungan Utilisasi Operator dengan Target Baru.......................................51
Tabel 5.3 Perhitungan Kapasitas Baru Sub-Proses Master Finishing.............................52

xiv
Universitas
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penambangan emas yang telah dilakukan selama beberapa dekade berdampak pada
menipisnya kawasan pertambangan yang berada di permukaan tanah. Artinya adalah
bahwa setiap perusahaan diharuskan untuk mengubah sistem tambang menjadi
penambangan bawah tanah. Perusahaan tambang yang ada di dunia sebagian besar
masih menggunakan sistem penambangan permukaan. Menghadapi perubahan jumlah
emas saat ini, tiap perusahaan diharuskan untuk melakukan transisi teknologi
pertambangan menjadi aktivitas bawah tanah. Hal ini berimbas juga pada penyusutan
jumlah produksi emas Indonesia dan dunia. Efek yang dirasakan oleh Indonesia terkait
hal ini adalah menurunnya jumlah produksi tambang emas di tahun 2020. Indonesia
sendiri merupakan salah satu produsen emas dunia. Pada tahun 2020 Cina menempati
urutan pertama dengan memproduksi kurang lebih 380 ton emas. Australia adalah
negara penghasil emas terbesar kedua dengan 320 ton, diikuti oleh Rusia dengan 300
ton dan Amerika Serikat dengan 190 ton. Sementara itu, Indonesia menduduki urutan
ketujuh produsen emas dunia dengan produksi 130 ton. Capaian ini lebih rendah 9 ton
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Menyusutnya produksi ini diprediksi masih
akan terjadi di tahun 2021, sebab proses transisi menuju sistem penambangan bawah
tanah diperkirakan bisa berlangsung selama 2 tahun lamanya. Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan bijih emas dan perak yang diproduksi
dari tambang dalam negeri akan menurun setelah tahun 2021 hingga setidaknya tahun
2024. Menurunnya bijih emas dan perak yang diproduksi juga berdampak pada
penurunan bijih yang diolah di dalam negeri mulai tahun 2022. Dengan menurunnya
jumlah bijih emas yang diolah di dalam negeri, ini berpotensi akan meningkatkan impor
emas, karena permintaan emas yang akan semakin meningkat setiap tahunnya.

Penurunan jumlah produksi bijih emas yang diolah di dalam negeri akibat transisi
ditambah pandemi Covid-19 yang melanda belakangan ini menyebabkan perekonomian
menjadi lesu dan terganggu. Untuk menekan impor, Kementerian Perindustrian terus
mendorong para pelaku industri agar tetap bersemangat untuk menjalankan bisnisnya di

1
Universitas
tengah tekanan yang berat akibat dampak pandemi Covid-19. Salah satu sektor yang
dipacu adalah perhiasan. Perhiasan/logam mulia/permata merupakan salah satu dari 10
barang ekspor non migas yang masih menjadi andalan Indonesia bersama dengan lemak
dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, besi atau baja, mesin dan perlengkapan
elektronik, kendaraan dan part-partnya, karet dan barang dari karet, produk kimia, dan
alas kaki. Perhiasan menjadi salah satu komoditas ekspor unggulan karena
sumbangsihnya dalam mendongkrak nilai ekspor industri pengolahan non migas sebesar
1,55 persen sepanjang tahun 2019. Total ekspor sektor industri perhiasan pada tahun
2019 mencapai USD 126,57 miliar. Pada tahun 2020, untuk triwulan I saja
kontribusinya sudah mencapai USD 284,9 juta. Bahkan, selama lima tahun terakhir
(2015-2019), neraca perdagangan perhiasan terjadi surplus setiap tahunnya. Potensi ini
yang membuat industri perhiasan menjadi industri yang menarik dan memiliki peluang
yang besar dalam meningkatkan market share di pasar ekonomi Indonesia maupun
dunia.

Bijih emas harus melewati serangkaian proses sebelum menjadi perhiasan emas yang
sering kita gunakan. Metode pembuatan perhiasan emas dibagi menjadi dua yaitu secara
konvensional atau manual dan menggunakan teknologi. Perusahaan saat ini mulai
memproduksi produknya dalam skala besar menggunakan sistem produksi masal dan
batch untuk memperluas jangkauan pasar, untuk itu cara konvensional dengan
mendesain, melebur dan menempa perhiasan satu persatu akan memakan banyak waktu
dan tidak efisien. Proses pembuatan perhiasan modern menggunakan bantuan komputer
dan mesin. Proses pembuatan perhiasan emas secara garis besar terdiri dari proses
desain baik 2D maupun 3D, proses pembuatan prototype sebelum diproduksi secara
massal, proses casting¸ proses produksi, dan proses quality control untuk mengecek
kadar dan desain perhiasan sudah sesuai atau belum sebelum dipasarkan. Perusahaan
perhiasan menghasilkan banyak jenis produk dengan keragaman bentuk, ukuran, dan
karakter, karena berbagai kebutuhan pelanggan. Sulit untuk merancang rencana
produksi karena banyaknya produk dan ketidakpastian permintaan. Rencana produksi
pun terkadang banyak mengalami kendala seiring berjalannya waktu karena variasi
permintaan tadi. Setiap produk memiliki perlakuan yang berbeda dan permasalahan
yang muncul di tahap proses perencanaan ini nantinya akan berdampak pada
keterlambatan pada keseluruhan proses yang mengikutinya

2
Universitas
1.2 Rumusan Masalah

Melihat dari latar belakang tersebut, permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian
ini adalah “Bagaimana meningkatkan efisiensi dalam proses bisnis divisi product
development di perusahaan perhiasan?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain:

1. Memahami penyebab ketidakefisienan proses bisnis di divisi product


development.
2. Memberikan rekomendasi solusi yang dapat dipertimbangkan sebagai upaya
untuk meningkatkan efisiensi lini di divisi product development.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah agar perusahaan mendapatkan gambaran secara garis
besar situasi dan permasalahan yang terjadi pada proses pembuatan silver master di
divisi product development, memahami akar permasalahan yang menyebabkan
terjadinya ketidakefisienan, sehingga dapat mengambil keputusan dari rekomendasi
yang diberikan guna menanggulangi akar permasalahan dan meningkatkan efisiensi lini
proses bisnis.

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan mengaplikasikan keilmuan teknik industri dalam mata


kuliah Perancangan Kerja, Metode & Standar Kerja, Sistem Kualitas, Proses dan Sistem
Produksi, serta Operasi dan Logistik Ramping dalam menganalisis pemecahan akar
masalah dan penyusunan saran perbaikan. Beberapa batasan yang ditetapkan antara lain:

1. Objek penelitian adalah proses bisnis di divisi product development PT Sentral


Kreasi Kencana, salah satu retailer dan produsen perhiasan emas di Indonesia.
2. Proses pengambilan data dilakukan selama bulan Agustus 2021 sehingga hanya
5 Surat Perintah Kerja yang diobservasi akibat keterbatasan waktu dan
ketersediaan Surat Perintah Kerja yang memadai untuk diambil datanya. Surat
Perintah Kerja dipilih berdasarkan tingkat kesulitan yang serupa dan dalam

3
Universitas
kondisi tidak mengalami defect yang akan menghambat proses pengambilan
data.
3. Penelitian tidak mencakup keseluruhan proses bisnis, hanya dari proses master
finishing hingga ke pembuatan bill of material dikarenakan divisi product
development PT Sentral Kreasi Kencana sedang dalam masa transisi dari
pembuatan produk perhiasan emas dengan batu ke produk eksperimental yang
tidak menggunakan batu.

1.6 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Nama Perusahaan : PT Sentral Kreasi Kencana

Alamat : Gedung CMK Studio Lantai 1, Jalan Suci Nomor 8, Ciracas,


Jakarta Timur, 13750

Divisi : Product Development

Waktu Penelitian : 7 Juni 2021 – 27 Agustus 2021

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode ilmiah standar dalam memecahkan permasalahan


melalui penelitian yang logis dan sistematis. Tahapan dalam metode ini adalah sebagai
berikut :

 Melakukan observasi
Penulis memulai penelitian dengan melakukan observasi secara keseluruhan.
Melihat proses bisnis dari awal hingga akhir tidak hanya terpaku di divisi
product development tetapi juga proses produksi untuk memperkaya wawasan
dan melihat permasalahan yang terjadi secara langsung. Dalam prosesnya
penulis melakukan banyak wawancara terhadap person in charge di masing-
masing sub-proses.
 Mengidentifikasi masalah
Setelah turun langsung melihat proses bisnis dari jarak dekat, serta melakukan
beberapa kali diskusi dengan PIC, ditemukan beberapa masalah yang sering

4
Universitas
terjadi. Permasalahan utama yang ingin disorot dirangkum dengan tools
Situation, Complication, Key Question.
 Menentukan tujuan penelitian
Dalam prosesnya penulis melakukan banyak sekali diskusi dengan user agar
metode yang dipilih dan keluaran dari penelitian dapat memberikan gambaran
dan solusi yang dibutuhkan oleh perusahaan.
 Studi literatur
Penulis mencoba mencari keterkaitan dengan ilmu-ilmu teoritis yang telah
dipelajari di bangku kuliah untuk menemukan alat pengukuran yang tepat,
seperti penggunaan metode pengukuran kerja, dan penghitungan efisiensi lini.
 Pengumpulan data
Proses pengambilan data dilakukan secara langsung dengan menghitung
observation time tiap-tiap pekerjaan yang ada. Dilakukan 5 kali pengulangan
dengan terhadap tiap-tiap proses dengan SPK berbeda yang memiliki tingkat
kesulitan yang sama. Jumlah observasi ini mengikuti rekomendasi siklus
observasi dalam Time Study Manual oleh Erie Works. Pemilihan operator untuk
setiap proses berdasarkan tingkatan pengalaman dan skill yang dimiliki.
Operator yang dipilih adalah operator yang memiliki skill yang normal ke atas
untuk mendapatkan akurasi pengukuran dan tentunya memastikan ketersediaan
sang operator untuk terlibat dalam penelitian.
 Pengolahan data
Waktu yang telah didapat saat observasi akan diolah untuk mendapatkan waktu
standar, waktu normal, dan efisiensi lini. Untuk mengukurnya penulis
menggunakan Westinghouse rating system dan Kelonggaran berdasarkan faktor
yang berpengaruh sebagai dasar penentuan rating factors dan allowance.
 Analisis
Penulis merangkum permasalahan-permasalahan yang terjadi dan mencari akar
permasalahannya menggunakan tools yang pernah dipelajari yaitu fishbone
diagram. Setelah dianalisis, akar permasalahan yang terjadi merupakan contoh
dari adanya waste dalam proses produksi seperti sumber daya yang tidak
terutilisasi dengan baik, pergerakan yang tidak diperlukan, dan defects. Untuk

5
Universitas
memperkuat akar permasalahan dan memperlihatkan urgensinya, penulis juga
menggunakan data historis produk defect perusahaan.
 Rekomendasi solusi
Fokusan solusi yang disarankan penulis adalah pengeliminasian waste yang ada.
Akar permasalahan yang terjadi mencakup 3 dari 8 wastes. Penulis memberikan
tidak hanya satu tapi beberapa alternatif rekomendasi untuk setiap waste yang
ada sehingga perusahaan dapat menimbang dengan baik solusi yang kiranya
cocok dan feasible untuk dilaksanakan.
 Kesimpulan dan Saran
Terakhir, penelitian ditutup dengan penarikan kesimpulan dari keseluruhan
proyek dan pemberian saran untuk penyempurnaan penelitian ini maupun
penelitian baru ke depannya.

Gambar 1.1 Alur Penelitian

6
Universitas
1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika dari penulisan Laporan Kerja Praktik ini adalah sebagai berikut:

 Bab 1 – Pendahuluan
Bab ini membahas tentang apa yang melatarbelakangi penelitian, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat dan waktu penelitian,
ruang lingkup dan batasan yang ada, serta metodologi yang digunakan.
 Bab 2 – Profil Perusahaan
Bab ini membahas tentang gambaran besar perusahaan seperti sejarah
perusahaan, informasi umum perusahaan, visi, misi, serta nilai perusahaan, dan
produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
 Bab 3 – Landasan Teori
Bab ini membahas teori-teori dari buku dan artikel-artikel jurnal sebagai dasar
peneliti dalam melakukan pengambilan dan pengolahan data, analisis, dan
pemberian rekomendasi diantaranya yaitu, teori mengenai product development,
line balancing, pengukuran kerja, lean manufacturing, dan process
improvement.
 Bab 4 – Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pada bab ini penulis menjabarkan proses pengidentifikasian masalah dan
pengukuran kerja untuk pengumpulan dan pengolahan data menggunakan tool
DMAIC. Terdiri dari pendefinisian masalah (define) dan pengukuran (measure).
 Bab 5 – Analisis dan Rekomendasi Solusi
Pada bab ini penulis menganalisis akar penyebab dari permasalahan utama dan
memberikan beberapa skenario rekomendasi solusi. Melanjutkan langkah
selanjutnya yaitu analisis (analyze) dan perbaikan (improve).
 Bab 6 – Penutup
Bab ini merangkum keseluruhan penelitian dalam sebuah kesimpulan dan
memberikan saran kepada perusahaan dalam memaksimalkan solusi yang telah
disarankan.

7
Universitas
BAB II

PROFIL PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Perusahaan

PT Central Mega Kencana merupakan salah satu perusahaan retail perhiasan


multinasional yang berdiri sejak tahun 1970an. Fokus utamanya adalah pada perhiasan
berlian dengan memasarkan 4 merek yaitu Mondial, Frank&Co, Miss Mondial dan The
Palace. Sebelum mengakuisisi Mondial yang merupakan merek berlian asal Singapura
10 tahun lalu, PT Central Mega Kencana sudah lebih dahulu memasarkan Frank&Co.
sejak tahun 1996 dan juga The Palace. Setelah PT Central Mega Kencana mengakuisisi
Mondial, dibuatlah merek baru di bawahnya yang bernama Miss Mondial dengan 99%
berlian untuk memasuki pasar usia 25-40 tahun yang sama dengan Frank&Co. Salah
satu mereknya yang lain yaitu The Palace merupakan perhiasan berlian yang difokuskan
untuk pasar 18 tahun ke atas dengan 70% berlian dan 30% emas.

PT Sentral Kreasi Kencana awalnya merupakan bagian dari PT Central Mega Kencana
yang berfokus untuk memproduksi perhiasan emas sebelum akhirnya menjadi
perusahaan yang berdiri sendiri pada tahun 2020. PT Sentral Kreasi Kencana adalah
perusahaan perhiasan emas dengan manajemen pengelolaan produk end-to-end dari
pengembangan produk, manufaktur, distribusi dan pemasaran. Memiliki 3 merek
unggulan yang didistribusikan secara nasional yaitu Hala Gold, Sandra Dewi Gold, dan
ILY Gold. Produk-produk di bawah merek Hala Gold dan Sandra Dewi Gold telah
dikerjakan bahkan sejak masih menjadi bagian PT Central Mega Kencana.

Hala Gold adalah merek pertama yang dimiliki, merupakan merek dengan koleksi
perhiasan muslimah Indonesia. Merek perhiasan ini mengomunikasikan produknya
sebagai perhiasan yang memegang empat pilar, H yang berarti Honesty, Hala Gold
merupakan perhiasan emas dengan KADAR PAS standar SNI 75.5, A untuk
Authenticity, desain-desain yang dihasilkan Hala Gold berasal dari ide orisinil bukan
hasil plagiasi dengan craftmanship terbaik sehingga seperti diamond (diamond look), L
yang berarti Lasting, Hala Gold memastikan untuk membuat produk berkualitas tinggi
yang berdaya tahan lama, dan terakhir A untuk Aspirational, Hala Gold membangun
ikatan emosional dengan Sahabat Hala sehingga menjadi merek aspirasional untuk

8
Universitas
konsumen. Hala Gold percaya kecantikan dari dalam diri lebih baik dari hanya
kepandaian, memberikan sebuah kebutuhan dasar dalam penampilan keseharian
perempuan dan juga nilai sepanjang waktu. Dengan nilai yang dibawanya untuk
menjadi perhiasan yang amanah dan teman baik bagi para perempuan, Hala Gold terus
berkolaborasi dengan wanita-wanita inspiratif Indonesia dibalik keindahan koleksi-
koleksi perhiasannya.

Sandra Dewi Gold meluncurkan lini bisnis perhiasan emas pada 12 Juli 2019. Merek ini
ingin mengajak para perempuan Indonesia untuk tidak hanya menjadikan perhiasan
sebagai alat untuk menambah kepercayaan diri tetapi juga sebagai aset untuk investasi
jangka panjang. Sandra Dewi Gold awalnya diproduksi oleh PT Central Mega Kencana
yang sudah memperkenalkan 21 model perhiasan yang dibagi ke dalam 4 konsep yakni
Princess Style, Fairy Tale, Eastern Fortune dan Flower Garden. Koleksi yang
dikeluarkan mengusung image mewah yang merepresentasikan karakter seorang Sandra
Dewi. Nama koleksi Princess Style misalnya, sangat melekat dengan pribadi Sandra
Dewi yang seperti putri kerajaan. Koleksi ini terinspirasi dari elemen mahkota kerajaan
yang kemudian diterjemahkan ke dalam perhiasan dengan batu zirconia. Terdapat 8
varian perhiasan dalam satu koleksi, terdiri dari dua set cincin, anting, liontin dan
gelang. Koleksi Fairy Tale, tidak jauh dari karakter Sandra Dewi yang sejak kecil suka
bermimpi. Aura positif dan optimisme dalam cerita dongeng menjadi inspirasi utama
dengan detail elemen dari negeri dongeng. Terdapat 5 varian perhiasan yang terdiri dari
masing-masing satu jenis cincin, liontin dan gelang serta 2 jenis anting. Koleksi Eastern
Fortune, yang berarti keberuntungan, disesuaikan dengan keyakinan Sandra Dewi akan
keberuntungan dalam hidup dan harapan agar perhiasannya memberikan keberuntungan
bagi penggunanya. Terinspirasi dari kecantikan kipas Jepang yang cocok untuk
digunakan saat acara-acara spesial. Terdiri dari satu set cincin, anting, liontin dan
gelang. Koleksi terakhir yaitu Flower Garden, terinspirasi dari sisi feminim Sandra
Dewi yang dihadirkan dalam koleksi bernuansa bunga. Ditujukan sebagai perhiasan
fashion yang cocok untuk dipadukan bersama baju bermotif bunga untuk menunjang
penampilan. Menghadirkan bunga berwarna violet dengan mata dari batu cubic zirconia.
Terdiri dari satu set cincin, anting, liontin dan gelang.

9
Universitas
ILY Gold menjadi merek paling baru dari PT Sentral Kreasi Kencana bersama dengan
Prilly Latuconsina. Nama ILY dalam ILY Gold dapat diartikan sebagai I Love You,
yang juga terinspirasi dari nama kecil Prilly Latuconsina. Merambah pasar untuk wanita
muda, perilisan ILY Gold dilakukan pada hari valentine yang jatuh pada tanggal 14
Februari 2021. Menghadirkan tampilan desain dengan gaya stylish, modern, daily wear,
dan fun, setiap koleksi ILY Gold dikembangkan dari cerita kehidupan wanita muda
dengan konsep edisi terbatas. Mematahkan anggapan bahwa perhiasan merupakan
barang mewah, ILY Gold membawa perhiasan yang tidak hanya dapat dijadikan
investasi tapi juga aksesoris penunjang penampilan yang bisa digunakan sehari-hari
dengan harga yang terjangkau. Diluncurkan secara virtual di akun Youtube ILY Gold,
ILY Gold meluncurkan 2 koleksi perhiasan untuk peluncuran perdana, yaitu Think Pink
dan Be With You. Koleksi perhiasan ILY Gold menggabungkan natural gemstone Rose
Quartz dan kadar emas pas standar SNI 9 Karat atau 37.5%. Karena warna alaminya
berwarna pink, Rose Quartz diasosiasikan sebagai batu universal love. Sebagai
rangkaian dari peluncuran perdana, ILY Gold juga memberikan teaser koleksi-koleksi
perhiasan emasnya lewat 4 episode webseries I Like You! I Love You? di Youtube ILY
Gold.

Tidak hanya menciptakan merek kenamaan yang berfokus pada segmentasi pasar dan
kolaborasi dengan artis-artis papan atas, pada tahun 2020 PT Sentral Kreasi Kencana
juga mendisrupsi pasar perhiasan emas Indonesia dengan menjadi satu-satunya
perusahaan perhiasan emas yang bersertifikasi SNI. Perhiasan emas dengan kadar emas
yang pas. SNI menjadi strategi PT Sentral Kreasi Kencana untuk membedakan diri
dengan brand lainnya. PT Sentral Kreasi Kencana mencoba untuk memberikan
pelayanan terbaik bagi konsumennya sehingga kualitas dan kepastian jaminan kadar
menjadi prioritas utama. Dengan menggunakan sertifikasi SNI ini, PT Sentral Kreasi
Kencana dapat memberikan kenyamanan dan kepastian kepada konsumennya bahwa
semua produk keluaran PT Sentral Kreasi Kencana kadar emasnya akan pas dan sesuai,
tidak perlu untuk mengecek ulang lagi. Perolehan SNI untuk produk ILY Gold baru
diraih pada 16 April 2021 sementara untuk produk Hala Gold & Sandra Dewi Gold
telah tersertifikasi sejak 2 Maret 2020. Badan Standardisasi Nasional (BSN) juga terus
mengedukasi pelaku usaha di Indonesia agar bisa menerapkan SNI, sehingga kualitas
produk yang dihasilkan memiliki daya saing di pasar.

1
Universitas
Selain jaminan kualitas produk kepada konsumen, seluruh produk keluaran PT Sentral
Kreasi Kencana juga telah terdaftar pada Direktorat Jenderal Hak Cipta dan Kekayaan
Intelektual (HAKI) di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Beberapa
koleksi desain-desain perhiasan karya PT Sentral Kreasi Kencana memiliki ciri khas
berbagai kebudayaan nasional yang autentik dan dapat bersaing di pasar global.

2.2 Informasi Umum Perusahaan

Gambar 2.1 Logo PT Sentral Kreasi Kencana

Nama Perusahaan : PT Sentral Kreasi Kencana

Tipe Perusahaan : Privately Held

Industri : Perhiasan dan Barang Mewah

Alamat : Gedung CMK Studio Lantai 1, Jalan Suci Nomor 8, Ciracas,


Jakarta Timur, 13750

Tahun Berdiri 2020

Jumlah Karyawan : 201-500 orang

Website : https://skkjewels.com

Telepon : +62812938913712

Email : contact@skkjewels.com

1
Universitas
2.3 Visi, Misi dan Nilai Perusahaan

2.3.1 Visi Perusahaan

PT Sentral Kreasi Kencana memiliki visi untuk “Menjadi perhiasan emas paling
terkemuka di Indonesia”.

2.3.2 Misi Perusahaan

Untuk mencapai visi tersebut PT Sentral Kreasi Kencana memiliki misi untuk
“Mendorong industri perhiasan dengan menyediakan produk dan layanan terbaik
dengan integritas dan terus berinovasi dengan brand yang berkelanjutan.

 Perusahaan dengan kepemimpinan yang berintegritas


 Produk & layanan terbaik
 Merek berkelanjutan
 Konsisten untuk terus berinovasi”

2.3.3 Nilai Perusahaan

Dalam menjalankan bisnisnya, PT Sentral Kreasi Kencana selalu berpegang teguh


terhadap nilai-nilai yang ingin ditanamkan. Nilai ini biasa disebut sebagai GOLD LIFE
yang merupakan singkatan dari :

 G = Grow to Win, tumbuh untuk menjadi terunggul, bukan sekedar menjadi


pemanis di industri perhiasan emas.
 O = Ownership, kepemilikan yang tinggi atas tanggung jawab yang diemban,
atas produk atau service yang dikerjakan, dan juga menjaga nama baik brand
dan SKK sebagai rumah kita bersama.
 L = Leadership, kepemimpinan harus dimulai dari diri sendiri. Diri Sendiri
adalah musuh utama yang harus ditaklukan untuk menjadi pribadi profesional
yang semakin baik dan mahir.
 D = Drive the Excellence, kualitas terbaik menjadi keunggulan SKK yang tidak
boleh dikompromikan dan harus konsisten. Standar kerja dan kualitas yang
sudah ditetapkan tidak boleh diturunkan dalam kondisi apapun.

1
Universitas
 L = Learn & Innovate Continuously, tanamkan diri sebagai pribadi yang masih
harus banyak belajar. Keterbukaan untuk terus belajar dari siapapun menjadi ciri
khas seorang individu di dalam SKK.
 I = Integrity, kejujuran dan integritas dalam hal apapun menjadi nilai dasar
setiap individu, setiap divisi, setiap brand dan seluruh elemen perusahaan.
 F = Focus on People, perlakukan konsumen, customer (pelanggan), dan tim
sebagai partner jangka panjang.
 E = Embrace Change with Agility, menjadi perusahaan paling unggul, gesit, dan
fleksibel dalam beradaptasi dengan dinamika tren masa depan.

2.4 Produk Perusahaan

Produk yang dikeluarkan oleh PT Sentral Kreasi Kencana dalam ketiga mereknya
terbagi menjadi dua kadar yaitu 18 karat dengan kemurnian emas 75,5%, dan 9 karat
dengan kemurnian emas 37,5%. Tersedia dalam tiga pilihan warna yaitu yellow gold,
silver gold dan rose gold. Dalam satu koleksi biasanya terdiri dari ring, bracelet,
bangle, earring, brooch, dan pendant. Namun tidak membatasi harus terdiri dari
keenam jenis perhiasan tersebut. Untuk ring, Hala Gold dan Sandra Dewi Gold
menyediakan ukuran 10, 12, 14 dan 16 sedangkan untuk ILY Gold menyediakan ukuran
8, 10, 12, dan 14. Ukuran untuk bangle tersedia dari XS, S hingga M. Produk-produk
PT Sentral Kreasi Kencana memiliki ciri khas berhiaskan batu Cubic Zirconia yang
memiliki kilauan setara dengan berlian.

(a) (b) (c) (d) (e) (f)


Gambar 2.2 Produk-Produk Di Bawah Merek Milik PT Sentral Kreasi Kencana (a) ring,
(b) bracelet, (c) bangle, (d) earring, (e) brooch, (f) pendant

1
Universitas
BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Product Development

Perancangan atau merancang merupakan suatu usaha untuk menyusun, mendapatkan,


dan menciptakan hal-hal baru yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dalam hal ini,
perancangan dapat berarti merancang suatu hal yang benar-benar baru atau
mengembangkan produk yang sudah ada, sehingga akan mendapatkan peningkatan
kinerja dari produk tersebut. Pengembangan produk merupakan serangkaian aktivitas
yang dimulai dari analisis persepsi dan peluang pasar, kemudian diakhiri dengan tahap
produksi, penjualan dan pengiriman produk ke konsumen (Ulrich et al., 2012). Secara
umum, dalam proses pengembangan produk terdapat fungsi-fungsi yang mendukung
langsung pengembangan produk tersebut seperti (Irawan, 2017) :

 Pemasaran. Bagian pemasaran sangat dekat dengan konsumen sehingga dapat


memberikan gambaran dan masukan kepada perancang mengenai berbagai hal
yang diinginkan oleh konsumen terhadap produk yang dihasilkan dan yang akan
dikembangkan maupun diproduksi selanjutnya.
 Perancang (Designer). Perancang memiliki tugas dan peranan yang sangat
penting untuk mendefinisikan bentuk produk, termasuk desain industri yang
meliputi estetika dan ergonomi.
 Manufaktur. Bagian manufaktur berfungsi untuk merancang dan
mengoperasikan sistem produksi sehingga dapat menghasilkan produk yang
berkualitas tinggi namun dengan harga yang kompetitif.
 Distribusi. Bagian distribusi bertugas untuk mendistribusikan produk ke
konsumen melalui sistem distribusi dan memastikan produk dapat diterima oleh
konsumen tepat waktu dengan kualitas yang tetap terjaga baik.

Berdasarkan hal tersebut dapat terlihat bahwa tim pengembangan produk merupakan
gabungan dari berbagai disiplin ilmu. Para ahli di bidang sales/marketing, industrial
design, engineering design, production design, bergabung menjadi satu tim yang utuh
dan saling mengisi satu dengan yang lain, untuk menghasilkan rancangan produk yang

1
Universitas
sesuai dengan kebutuhan konsumen dan dengan memperhatikan produk yang telah
dikeluarkan oleh kompetitor dalam kelompok produk yang sama.

Proses pengembangan produk merupakan urutan langkah atau kegiatan dimana


perusahaan berusaha untuk menyusun, merancang dan mengkomersilkan suatu produk,
sehingga dapat dimanfaatkan oleh konsumen dan kemudian perusahaan mendapatkan
keuntungan. Proses pengembangan produk meliputi kegiatan sebagai berikut (Irawan,
2017):

a. Perencanaan
b. Pengembangan konsep
c. Perancangan tingkat sistem
d. Perancangan detail
e. Pengujian dan perbaikan
f. Produksi awal
g. Peluncuran produk

Gambar 3.1 Tahapan Proses Pengembangan Produk (Ulrich et al., 2012)

Dilihat dari perspektif investor pada perusahaan yang mencari laba, proses
pengembangan produk yang berhasil dilihat dari produk yang dapat diproduksi dan
menguntungkan ketika dijual. Namun, profitabilitas seringkali sulit untuk didapatkan
dengan cepat dan langsung. Lima dimensi yang lebih spesifik yang semuanya pada
akhirnya berhubungan dengan keuntungan biasanya digunakan untuk menilai kinerja
suatu usaha pengembangan produk (Ulrich et al., 2012):

1
Universitas
 Kualitas produk. Seberapa baik produk yang dihasilkan dari proses
pengembangan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Kualitas produk dapat
terlihat dari market share dan harga yang bersedia dibayar oleh konsumen.
 Biaya produk. Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi produk. Biaya ini
termasuk pengeluaran untuk peralatan dan perkakas serta biaya tambahan untuk
memproduksi setiap unit produk. Biaya produk menentukan berapa banyak
keuntungan yang diperoleh perusahaan untuk volume penjualan tertentu dan
harga penjualan tertentu.
 Waktu pengembangan. Seberapa cepat tim menyelesaikan proses pengembangan
produk. Waktu pengembangan menentukan seberapa responsif perusahaan
dalam tekanan yang kompetitif dan perkembangan teknologi, juga seberapa
cepat perusahaan mendapatkan pengembalian ekonomi.
 Biaya pengembangan. Jumlah biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk
mengembangkan suatu produk. Biaya pengembangan biasanya merupakan
bagian yang signifikan dari investasi yang diperlukan untuk mencapai
keuntungan.
 Kapabilitas pengembangan. Kemampuan tim dan perusahaan untuk
mengembangkan produk lebih baik di masa depan sebagai hasil dari pengalaman
proyek pengembangan produk sebelumnya. Kemampuan pengembangan adalah
aset yang digunakan perusahaan untuk mengembangkan produk secara lebih
efektif dan ekonomis di masa depan.

Mengembangkan produk hebat itu sulit. Beberapa perusahaan sangat sukses lebih dari
separuh waktu. Peluang ini menghadirkan tantangan yang signifikan bagi tim
pengembangan produk. Beberapa karakteristik yang membuat pengembangan produk
menjadi menantang adalah (Ulrich et al., 2012):

 Trade-off. Sering kali perusahaan harus berhadapan dengan kenyataan di


lapangan yang berbeda dengan kondisi yang direncanakan. Salah satu aspek
paling sulit dari pengembangan produk adalah mengetahui, memahami dan
mengendalikan pertentangan dan perbedaan yang ada di antara tim
pengembangan produk dalam memutuskan suatu pilihan.

1
Universitas
 Dinamika. Peningkatan teknologi, evolusi preferensi konsumen, kompetitor
memperkenalkan produk baru, dan pergeseran lingkungan makroekonomi.
Pengambilan keputusan dalam lingkungan yang selalu berubah adalah tugas
yang berat.
 Detail. Dalam desain yang lebih detail perusahaan dihadapkan pada persoalan
teknis yang tidak mudah dipecahkan. Salah satunya adalah pemilihan komponen
secara detail yang berimplikasi kepada biaya. Bahkan pengembangan produk
dengan kompleksitas yang sederhana dapat memerlukan ribuan keputusan.
 Tekanan waktu. Perusahaan mengalami tekanan waktu untuk segera
menghasilkan dan meluncurkan produk baru karena kompetitor sudah
mengeluarkan produk terbaru atau konsumen sudah memintanya. Waktu
pengembangan sangat terbatas atau dibatasi oleh kompetitor, tren, dan
kebutuhan konsumen akan suatu produk tertentu. Kendala ini dapat diatasi
dengan sendirinya dalam beberapa waktu namun keputusan pengembangan
produk harus dibuat dengan cepat dan tanpa informasi yang lengkap.
 Ekonomi. Mengembangkan, memproduksi dan memasarkan produk baru
memerlukan investasi yang besar. Untuk mendapat pengembalian yang wajar
dalam investasi ini, produk yang dihasilkan harus di satu sisi menarik bagi
konsumen dan di sisi lain tidak terlalu mahal untuk diproduksi.

3.2 Pengukuran Kerja

Analisa dan penelitian kerja (work study, work design, atau job design) adalah suatu
aktivitas yang ditujukan untuk mempelajari prinsip-prinsip dan teknik-teknik
mendapatkan rancangan sistem dan tata kerja yang paling efektif dan efisien
(Wignjosoebroto, 2003). Prinsip maupun teknik-teknik tersebut diaplikasikan guna
mengatur komponen-komponen kerja yang terlibat dalam sebuah sistem kerja seperti
manusia, bahan baku, mesin, fasilitas kerja lainnya, serta lingkungan kerja fisik yang
ada sedemikian rupa sehingga dicapai tingkat efektivitas dan efisiensi kerja yang tinggi
yang diukur dari waktu yang dikonsumsikan, tenaga yang dipakai serta dampak sosio-
psikologis yang ditimbulkannya. Analisis dan penelitian kerja pada hakikatnya mencoba
mengidentifikasikan kondisi-kondisi kerja yang tidak produktif seperti banyaknya
waktu delay dan material handling kemudian membuat rancangan tata cara sistem kerja

1
Universitas
yang lebih baik. Pada tingkat perusahaan upaya peningkatan produktivitas akan
difokuskan melalui perekayasaan tata cara kerja (methods engineering atau methods
study) dan pengukuran kerja (work measurement).

Gambar 3.2 Fase-Fase Pelaksanaan Penelitian Kerja (Wignjosoebroto, 2003)

Penelitian dan analisis metode kerja pada dasarnya akan memusatkan perhatiannya pada
bagaimana suatu kegiatan dapat diselesaikan secara efisien. Suatu kegiatan dikatakan
diselesaikan secara efisisn apabila waktu penyelesaiannya berlangsung paling singkat.
Untuk menghitung waktu baku penyelesaian suatu pekerjaan diperlukan aktivitas
pengukuran kerja. Pengukuran kerja atau pengukuran waktu kerja (time study) adalah
suatu aktivitas untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator yang
memiliki kemampuan rata-rata dan terlatih baik dalam melaksanakan suatu kegiatan
kerja dalam kondisi dan tempo kerja yang normal (Wignjosoebroto, 2003). Tujuan
pokok dari aktivitas ini adalah menetapkan waktu baku (standard time) yang
bermanfaat untuk:

 Perencanaan alokasi tenaga manusia.


 Estimasi biaya untuk upah karyawan.
 Penjadwalan produksi dan penganggaran.
 Perencanaan sistem insentif dan pemberian bonus bagi karyawan yang
berprestasi.

1
Universitas
 Indikasi output yang mampu dihasilkan oleh seorang karyawan.

Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan karyawan yang memiliki tingkat
kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dikurangi kelonggaran
waktu (allowance time) yang diberikan dengan memperhatikan situasi dan kondisi.

Secara garis besar teknik pengukuran kerja dibagi menjadi dua, pertama secara langsung
dan kedua secara tidak langsung. Stopwatch Time Study dan Sampling Kerja (Work
sampling) adalah contoh cara pengukuran kerja secara langsung dimana kegiatan
pengamatan atau pengukuran untuk mendapatkan data pengamatan haruslah dilakukan
secara langsung di tempat kegiatan yang akan diukur. Di lain pihak adapula pengukuran
kerja secara tidak langsung seperti Time Study Standard dan Predeterminal Time
System.

3.2.1 Stopwatch Time Study

Seperti namanya, pengukuran kerja ini menggunakan stopwatch sebagai alat pengukur
waktu yang ditunjukan dalam penyelesaian aktivitas yang diamati (observation time).
Selain stopwatch sebagai alat pengukur, diperlukan juga time study form untuk mencatat
data waktu yang diukur. Kegiatan kerja yang akan diukur terlebih dahulu harus dibagi
bagi ke dalam elemen-elemen kerja secara detail. Jumlah siklus yang perlu diamati
dilihat dari cycle time, lalu dapat mengikuti rekomendasi jumlah siklus untuk observasi
yang ada di dalam Time Study Manual oleh Erie Works.

Tabel 3.1 Jumlah Siklus Observasi yang Direkomendasikan (Niebel et al., 2009)
Cycle time in minutes Recommended number of cycles
0,10 200
0,25 100
0,50 60
0,75 40
1,00 30
2,00 20
2,00 – 5,00 15
5,00 – 10,00 10
10,00 – 20,00 8
20,00 – 40,00 5
40,00 – above 3

1
Universitas
Sangat penting untuk mengukur operator yang tepat. Operator yang diperlukan adalah
operator normal dengan kemampuan di atas rata rata. Hal ini didasari karena operator
yang baik akan bekerja lebih cepat dari normal dan operator yang buruk lebih lambat
dari normal. Di samping itu operator yang dipilih adalah orang yang pada saat
pengukuran dilakukan mau bekerja secara wajar. Pengukuran dan pencatatan biasanya
menggunakan metode kontinyu dimana stopwatch tidak perlu dihentikan setiap kali
elemen atau siklus kerja selesai diukur. Setelah mengamati kegiatan yang diukur
selanjutnya pengukuran waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan setiap elemen
kerja tersebut diukur dan dicatat. Langkah berikutnya adalah menghitung waktu rata-
rata untuk setiap elemen kerja. Waktu baku penyelesaian suatu pekerjaan diperoleh
dengan terlebih dahulu menghitung waktu normal.

𝑁o𝑟𝑚𝑎𝑙 𝑡i𝑚e = 𝑂𝑏𝑠e𝑟𝑣e𝑑 𝑡i𝑚e × 𝑃e𝑟fo𝑟𝑚𝑎𝑛𝑐e 𝑟𝑎𝑡i𝑛𝑔

Setelah pengukuran berlangsung perlu mengamati kenormalan kerja yang ditunjukkan


operator. Ketidaknormalan dapat terjadi misalnya, operator bekerja tanpa kesungguhan,
sangat cepat seolah diburu-buru waktu atau karena menjumpai kesulitan-kesulitan
seperti kondisi ruangan yang buruk. Ketidaknormalan ini akan mempengaruhi
kecepatan kerja yang akan berakibat pada terlalu singkatnya atau terlalu panjangnya
waktu penyelesaian. Jika hasil rata-rata siklus/elemen yang diketahui diselesaikan
dengan kecepatan tidak normal oleh operator, maka agar rata-rata waktu tersebut
menjadi normal, perlu adanya penyesuaian.

Cara Westinghouse merupakan salah satu cara umum yang memberikan patokan untuk
mengarahkan penilaian pengukur terhadap kerja operator. Westinghouse mengarahkan
penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kenormalan atau ketidaknormalan
dalam bekerja yaitu keterampilan (skill), usaha (effort), kondisi kerja (condition) dan
konsistensi (consistency). Setiap faktor terbagi dalam kelas-kelas super skill, excellent,
good, average, fair dan poor dengan nilainya masing-masing. Keterampilan
didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Usaha adalah
kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya.
Kondisi kerja adalah kondisi fisik lingkungan tempat dilakukannya pengukuran seperti
keadaan pencahayaan, suhu, dan kebisingan ruangan. Konsistensi adalah variabilitas

2
Universitas
dari setiap elemen atau siklus dalam waktu penyelesaian operator saat pengukuran kerja
(Sutalaksana et al., 2006).

Tabel 3.2 Westinghouse Rating System (Niebel et al., 2009)


Skill Effort
+0,15 A1 Superskill +0,18 A1 Excessive
+0,13 A2 +0,12 A2
+0,11 B1 Excellent +0,10 B1 Excellent
+0,08 B2 +0,08 B2
+0,05 C1 Good +0,05 C1 Good
+0,03 C2 +0,02 C2
0,00 D Average 0,00 D Average
-0,05 E1 Fair -0.04 E1 Fair
-0,10 E2 -0,08 E2
-0,16 F1 Poor -0,12 F1 Poor
-0,22 F2 -0,17 F2
Condition Consistency
+0,06 A Ideal +0,04 A Perfect
+0,04 B Excellent +0,03 B Excellent
+0,02 C Good +0,01 C Good
0,00 D Average 0,00 D Average
-0,03 E Fair -0,02 E Fair
-0,07 F Poor -0,04 F Poor

Setelah mendapatkan waktu normal tiap tiap siklus, waktu baku didapatkan dengan
menambahkan faktor kelonggaran (allowances) ke dalam perhitungan. Umumnya
kelonggaran dinyatakan dalam persen dari waktu normal.

𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 𝑡i𝑚e = 𝑁o𝑟𝑚𝑎𝑙 𝑡i𝑚e (1 + %𝐴𝑙𝑙ow𝑎𝑛𝑐e𝑠)

Kelonggaran ini diberikan untuk tiga hal, yaitu kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa
fatigue (kelelahan), dan gangguan-gangguan yang mungkin terjadi dan tidak dapat
dihindarkan oleh operator. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi dan menghilangkan
kelelahan dapat mengikuti patokan yang ada dengan memperhatikan kondisi-kondisi
yang sesuai dengan pekerjaan yang bersangkutan. Untuk kelonggaran akibat gangguan
tak terhindarkan dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran khusus seperti work
sampling. Patokan yang dapat digunakan contohnya yaitu besarnya kelonggaran
berdasarkan faktor yang berpengaruh oleh Sutalaksana.

2
Universitas
Tabel 3.3 Besarnya Kelonggaran Berdasarkan Faktor-Faktor yang Berpengaruh
(Sutalaksana et al., 2006)

3.3 Line Balancing

Assembly Line Balancing atau hanya Line Balancing adalah masalah penugasan operasi
ke stasiun kerja di sepanjang jalur perakitan sedemikian rupa sehingga penugasan
menjadi optimal dalam beberapa hal. Sejak Henry Ford memperkenalkan assembly line,
penyeimbangan lini telah menjadi optimasi dari masalah lini produksi untuk

2
Universitas
meningkatkan efisiensi. Perbedaan antara penugasan yang optimal dan tidak optimal
dapat menghasilkan penghematan (atau pemborosan) mencapai jutaan dolar per tahun.
Line balancing adalah teknik optimisasi riset operasi klasik yang memiliki kepentingan
industri yang signifikan dalam sistem lean. Konsep produksi massal pada dasarnya
melibatkan line balancing dalam perakitan bagian atau komponen yang identik menjadi
produk akhir dalam berbagai tahap di stasiun kerja yang berbeda. Dengan peningkatan
pengetahuan, penyempurnaan dalam penerapan prosedur penyeimbangan lini juga
menjadi keharusan. Tujuan utama dari penyeimbangan lini adalah untuk
mendistribusikan tugas secara merata di seluruh stasiun kerja sehingga waktu idle baik
dari sisi karyawan ataupun mesin dapat diminimalkan. Keseimbangan lini juga
bertujuan untuk mengelompokkan fasilitas atau karyawan dalam pola yang efisien agar
memperoleh keseimbangan yang optimal atau paling efisien dari kapasitas dan aliran
proses produksi atau perakitan (Mahto, 2013). Menurut (Pianthong, 2007)
meminimalkan balance delay atau meminimalkan jumlah stasiun kerja merupakan salah
satu kepentingan dalam teknik line balancing. Balance delay/loss adalah ukuran hasil
inefisiensi lini dari waktu idle karena alokasi pekerjaan yang tidak sempurna di antara
stasiun kerja.

𝑁o. of o𝑝e𝑟𝑎𝑡o𝑟𝑠 × wo𝑟𝑘i𝑛𝑔 ℎo𝑢𝑟𝑠


𝑇ℎeo𝑟e𝑡i𝑐𝑎𝑙 o𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 =
𝑇o𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑎𝑠𝑘 𝑡i𝑚e

𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 o𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
𝐿i𝑛e effi𝑐ie𝑛𝑐𝑦 = × 100%
𝑇ℎeo𝑟e𝑡i𝑐𝑎𝑙 o𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡

𝐵𝑎𝑙𝑎𝑛𝑐e 𝑑e𝑙𝑎𝑦 = 100% − 𝐿i𝑛e effi𝑐ie𝑛𝑐𝑦

3.4 Lean Manufacturing

Produksi ramping, juga dikenal sebagai Sistem Produksi Toyota, berarti melakukan
lebih banyak dengan lebih sedikit waktu, lebih sedikit ruang, lebih sedikit tenaga
manusia, lebih sedikit mesin, lebih sedikit bahan dengan di saat bersamaan memberikan
apa yang diinginkan perusahaan kepada pelanggan (Dennis et al., 2015). Lean,
singkatnya, adalah bentuk perbaikan berkelanjutan berbasis tim yang berfokus pada
mengidentifikasi dan menghilangkan "pemborosan" (Myerson, 2012). Pemborosan,
dalam hal ini, adalah aktivitas yang tidak bernilai tambah dari sudut pandang pelanggan.

2
Universitas
Tetapi ini bukan hanya tentang mengurangi pemborosan dan overhead, prinsip produksi
ramping juga tentang meningkatkan kecepatan, efisiensi, dan meningkatkan kualitas
selain menghilangkan pemborosan. Dasar dari sistem lean adalah stabilitas dan
standarisasi. Dindingnya adalah pengiriman tepat waktu dari bagian produk dan jidoka,
atau otomatisasi dengan pikiran manusia. Tujuan (atap) dari sistem ini adalah fokus
pada pelanggan: untuk memberikan kualitas tertinggi kepada pelanggan, dengan biaya
terendah, dalam waktu terpendek. Inti dari sistem ini adalah keterlibatan: anggota tim
yang fleksibel dan termotivasi terus-menerus mencari cara yang lebih baik.

Gambar 3.3 Framework dari Lean Activities (Dennis et al., 2015)

Muda adalah kebalikan dari value, values sendiri yaitu apa yang bersedia dibayar oleh
pelanggan. Pelanggan tidak mau membayar untuk waktu tunggu, pengerjaan ulang, atau
kelebihan persediaan atau bentuk muda lainnya. Secara umum, pemborosan (waste) atau
muda dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tidak menambah nilai pada suatu
proses. Biasanya, ketika suatu produk atau informasi disimpan, diperiksa, ditunda,
menunggu dalam antrean, atau rusak, itu tidak menambah nilai dan 100 persen sia-sia.
"Tujuh pemborosan" asli berasal dari Toyota Production System (TPS). Ketujuh
pemborosan tersebut meliputi Transportasi atau perpindahan yang tidak perlu,
Inventory, Excess Motion, Waiting, Overproduction, Overprocessing, dan Defects atau

2
Universitas
error. Ada beberapa sumber yang menambahkan pemborosan kedelapan yaitu
pemborosan Perilaku (atau karyawan yang kurang dimanfaatkan) karena kadang-kadang
dapat menjadi pemborosan terbesar dari semuanya. Pemborosan ini berlaku untuk
proses apapun, baik itu manufaktur, administrasi, atau rantai pasokan dan logistik.
(Myerson, 2012).

 Inventory waste. Persediaan adalah penyangga antara pemasok, produsen, dan


pelanggan dan diperlukan untuk mengkompensasi lead time (misalnya, dalam
transportasi, manufaktur, dll) dan variabilitas dalam sistem, seperti kesalahan
perkiraan, pengiriman terlambat, waktu set up, scrap atau pengerjaan ulang,
masalah kualitas, dan downtime. Semua jenis persediaan membutuhkan biaya
untuk pemeliharaannya. Kelebihan persediaan sebenarnya merupakan “gejala”
dari ketidakefisienan. Identifikasi sumber variabilitas, kurangi atau hilangkan
variabilitas dan kemudian kurangi tingkat persediaan.
 Transportation/Movement waste. Jenis pemborosan ini dapat mencakup
pengangkutan, penempatan sementara, pengarsipan, penimbunan, penumpukan,
atau pemindahan material, orang, peralatan, atau informasi. Idealnya, ketika
bahan diterima, hanya boleh disentuh sekali untuk disimpan. Namun,
kenyataannya jarang terjadi seperti ini. Bahan dapat dipindahkan dari satu
tempat ke tempat lain di lantai, diletakkan di rak penyimpanan, ditarik untuk
menghilangkan beberapa bahan, kemudian dikembalikan ke rak yang berbeda,
dll. Semua gerakan berlebih ini sia-sia.
 Motion waste. Setiap gerakan yang tidak menambah nilai pada produk atau
layanan adalah pemborosan. Beberapa contoh pemborosan gerak adalah mencari
alat, membungkuk atau menjangkau yang berlebihan, dan bahan yang
ditempatkan terlalu jauh. Ketika berpikir tentang pemborosan gerak, istilah
ergonomi harus muncul di benak. Ergonomi adalah ilmu tentang bagaimana
manusia berinteraksi dengan peralatan dan tempat kerja. Jadi dalam hal gerakan,
tidak hanya mempertimbangkan efisiensi, tetapi juga keamanan untuk
menghindari cedera punggung, dll
 Waiting waste. Pemborosan waktu menunggu adalah waktu yang dihabiskan
untuk menunggu bahan, persediaan, informasi, dan orang-orang yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu tugas. Dalam sebagian besar proses,

2
Universitas
sebagian besar waktu tunggu produk atau layanan dihabiskan untuk menunggu.
Dalam banyak kasus, menunggu disebabkan oleh operasi berikutnya. Hal ini
dapat disebabkan oleh waktu penyiapan yang lama, ukuran batch yang besar,
dan waktu henti (downtime).
 Overproduction waste. Overproduction dan overprocurement, adalah
memproduksi, memesan, atau memproses sesuatu sebelum benar-benar
dibutuhkan. Ini biasanya menghasilkan kelebihan pemborosan besar lainnya
yang telah disebutkan, persediaan. Selain itu, hal ini dapat mengakibatkan waktu
tunggu yang lebih lama dari yang diperlukan, biaya penyimpanan yang lebih
tinggi, dan kemungkinan jumlah defect yang lebih besar (yang mungkin lebih
sulit untuk dideteksi) karena ukuran batch yang lebih besar dari yang
dibutuhkan.
 Overprocessing waste. Overprocessing terjadi ketika terlalu banyak waktu atau
usaha yang dimasukkan ke dalam pengolahan bahan atau informasi yang tidak
dipandang sebagai nilai tambah bagi pelanggan. Ini juga dapat mencakup
penggunaan peralatan yang mungkin lebih mahal, rumit, atau tepat daripada
yang sebenarnya dibutuhkan untuk melakukan operasi. Hal ini mungkin terjadi
ketika ada spesifikasi pelanggan yang tidak jelas, produk atau layanan terus
disempurnakan melebihi apa yang diinginkan atau dibutuhkan pelanggan, atau
melibatkan proses persetujuan yang panjang.
 Defect atau error waste. Dalam manufaktur, pemborosan defect terutama
mengacu pada perbaikan, pengerjaan ulang, atau scrapping material. Semakin
jauh defect itu didapat, semakin mahal biayanya bagi perusahaan perlu
mengolahnya kembali ke dalam sistem, membuangnya dan membuatnya lagi,
dan dalam kasus terburuk, mengembalikannya dari pelanggan. Banyak kegiatan
ekstra yang tidak bernilai tambah terjadi sebagai akibatnya, seperti inspeksi
ulang, dan penjadwalan ulang, yang mungkin mengakibatkan lembur dan, pada
akhirnya, kehilangan kapasitas. Ada banyak penyebab untuk jenis defect ini,
seperti proses yang buruk, terlalu banyak variasi, masalah pasokan, pelatihan
yang tidak memadai atau tidak tepat, peralatan dan perlengkapan yang tidak
dikalibrasi dengan benar atau tepat, tata letak yang buruk, penanganan yang
berlebihan atau tidak perlu, dan tingkat persediaan yang terlalu tinggi.

2
Universitas
 Behavioral waste atau underutilized employee. Contoh pemborosan perilaku ini
adalah tidak memanfaatkan kemampuan, pengetahuan dan keterampilan
karyawan. Padahal perusahaan membutuhkan kreativitas dan partisipasi
karyawan untuk menghilangkan tujuh pemborosan lainnya. Memberikan
pelatihan dan peluang yang tepat untuk kemajuan guna menjamin kesuksesan.

3.5 Process Improvement

Process Improvement mengacu pada strategi mencari solusi untuk menghilangkan akar
penyebab masalah kinerja dalam proses yang sudah ada di perusahaan. Upaya perbaikan
proses berusaha untuk memperbaiki masalah dengan menghilangkan penyebab variasi
dalam proses dengan tetap membiarkan proses dasar tetap utuh. Dalam istilah Six
Sigma, tim peningkatan proses menemukan penyebab kritis yang menciptakan defect
yang tidak diinginkan yang dihasilkan oleh proses. Terdapat lima langkah untuk
mengatasi masalah (Pande et al., 2002):

a. Define. Menentukan masalah dan apa yang dibutuhkan pelanggan.


b. Measure. Mengukur defect dan proses operasi.
c. Analyze. Menganalisis data dan menemukan penyebab masalah.
d. Improve. Meningkatkan proses untuk menghilangkan penyebab defect.
e. Control. Kontrol proses untuk memastikan defect tidak terulang.

Gambar 3.4 Lima Langkah dalam Process Improvement (Pande et al., 2002)

2
Universitas
3.5.1 Diagram Sebab-Akibat

Dalam tahap analyze salah satu tool yang dapat digunakan adalah diagram sebab akibat
atau dikenal dengan nama fishbone diagram. Diagram ini pertama kali diperkenalkan
oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Tokyo University pada tahun 1943. Untuk menghormati
sang penemu, kadang-kadang diagram ini disebut pula dengan Ishikawa diagram
(Wignjosoebroto, 2003).

Gambar 3.5 Diagram Sebab-Akibat (Pande et al. 2002)

Diagram ini sangat bermanfaat untuk mencari faktor-faktor penyebab dengan sedetail-
detailnya dan mencari hubungannya dengan masalah atau defect yang ditimbulkannya,
Diagram sebab-akibat merangkum pernyataan masalah pada "kepala" ikan, dengan
penyebab potensial berada di "tulang" yang terkait dengan kepala. Tulang terkecil
adalah jenis penyebab paling spesifik yang berkontribusi pada tingkat tulang berikutnya
yang lebih besar, dan seterusnya (Pande, 2002). Manfaat diagram sebab-akibat meliputi:

 Merupakan tool yang hebat untuk mengumpulkan ide dan masukan kelompok,
yang pada dasarnya merupakan metode “brainstorming terstruktur”.
 Dengan menetapkan kategori penyebab potensial, membantu memastikan
kelompok memikirkan banyak kemungkinan, daripada berfokus pada beberapa
area khas (mis., orang, bahan yang buruk).

2
Universitas
 Menggunakan diagram sebab-akibat untuk mengidentifikasi beberapa penyebab
memberikan fokus untuk membantu memulai proses dan analisis data.
 Membantu memulai fase analisis, atau menjaga proses pemikiran tetap berjalan
setelah eksplorasi awal data dan proses.

Untuk mencari penyebab-penyebab terjadinya masalah, ada 5 faktor penyebab utama


yang signifikan yang perlu diperhatikan yaitu (Wignjosoebroto, 2003): manusia (man),
metode kerja (method), mesin atau peralatan kerja lainnya (machine/equipment), bahan-
bahan baku (material), dan lingkungan kerja (environment).

2
Universitas
BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Pendefinisian (Define)

4.1.1 Alur Proses Product Development

Proses bisnis bagian Product Development dibagi menjadi dua dibedakan berdasarkan
perencanaan produksinya yaitu Silver Master dan Direct Casting. Perbedaan terletak
pada prosesnya, silver master biasanya untuk membuat prototype dari bahan perak dan
rubber master yang akan digunakan untuk produksi massal. Silver master juga sebelum
memasuki tahap produksi akan diuji coba terlebih dahulu di tahap yang bernama RO1.
Berbeda dengan silver master, untuk Direct Casting setelah pembuatan Jobcard maka
akan dibuat bill of material dan gambar tekniknya juga agar langsung di casting
menggunakan bahan emas, dan diproduksi. Jumlah produksi untuk direct casting tidak
sebanyak jika menggunakan silver master dikarenakan akan berisiko tinggi terjadinya
defect dalam proses pengecoran, namun kelebihannya proses ini memakan waktu yang
lebih cepat dibanding silver master karena tidak melalui tahap pembuatan perak dan
rubber. Untuk itu biasanya direct casting digunakan untuk memproduksi pesanan
konsumen dengan jumlah yang sedikit dan dalam tenggat waktu yang cepat. Dalam
menjalankan proses bisnisnya, divisi product development bersinggungan dengan divisi
produksi. Sub-proses di bawah divisi product development diantaranya adalah 2D
design, 3D design, Master Finishing, Rubber Molding serta Bill of material & technical
drawing. Sedangkan sub-proses 3D Printing, Casting, dan Sprue & Tree Making di
bawah divisi produksi.

3
Universitas
Gambar 4.1 Alur Proses Bisnis Divisi Product Development

3
Universitas
 Sub-proses 2D design
Sub-proses 2d design adalah sub proses pertama dari proses bisnis pada divisi
product development. Desainer akan mensketsakan desain perhiasan mereka
secara manual sebelum sketsa tersebut nantinya akan dimasukkan ke dalam
database yang bernama Trello. Desainer memiliki target untuk menyerahkan
100 desain dalam sebulan. Sketsa desain akan dipilih oleh para eksekutif
sebelum nantinya akan dibagi ke dalam koleksi dan dimasukkan ke rencana
produksi. Desain sketsa yang tidak dipilih akan tetap disimpan di database.
Desainer dari desain yang akan dirilis akan membuat sebuah Surat Perintah
Kerja yang memiliki informasi mengenai ukuran model, metode pengerjaan dan
gambar sketsanya. Surat Perintah Kerja akan dibuatkan Jobcardnya. Jobcard ini
yang nantinya akan menjadi dokumen informasi yang akan bergerak selama
proses. Sementara Surat Perintah Kerja akan dikembalikan kepada desainer
untuk membuat render setelah selesai pada sub-proses 3d design. Render berisi
informasi warna dan ukuran desain yang telah difiksasi sebelum diproduksi.
Render akan disatukan dengan jobcard saat akan memasuki sub-proses Bill of
Material & Technical Drawing. Sebelum dan sesudah memasuki tiap-tiap sub-
proses, akan dilakukan pembaruan posisi jobcard di CITRIX oleh admin untuk
memudahkan pelacakan.
 Sub-proses 3D design
Surat Perintah Kerja akan terlebih dahulu di evaluasi oleh Person in Charge di
sub-proses ini sebelum diassign ke desainer 3d. Surat Perintah Kerja menjadi
pedoman desainer 3d dalam membuat model perhiasan menggunakan perangkat
lunak RhinoGold. Tiap-tiap desain memiliki tingkat kesulitan yang berbeda.
Tingkat kesulitan ini diberikan penomoran dari 0,25 hingga 1 pada tiap-tiap
Surat Perintah Kerja. Desainer 3d diberikan target untuk menyelesaikan Surat
Perintah Kerja dengan akumulasi jumlah poin 20 dalam sebulan. Hasil model
akan dievaluasi oleh desainer awal dan Person in Charge sebelum di proses ke
tahap selanjutnya. Model 3d yang telah selesai akan disatukan ke dalam jobcard
oleh admin. Admin akan mencetak jobcard tersebut, memindahkan file ke server
bersama sesuai tanggal untuk memudahkan sub-proses selanjutnya menemukan
file yang akan dicetak.

3
Universitas
 Sub-proses 3D printing
File yang ada akan dievaluasi terlebih dahulu apakah memungkinkan untuk
meletakkan sprue atau tidak. Jika tidak memungkinkan maka akan dikembalikan
kepada desainer awal untuk mengubah desainnya. Model 3d yang telah diterima
akan ditambahkan sprue sebelum nantinya dicetak. Jumlah produk yang dicetak
untuk silver master biasanya hanya satu untuk setiap jobcard, sedangkan untuk
direct casting lebih banyak. Untuk sekali mencetak, mesin 3d printing dapat
memakan waktu hingga 8 jam, untuk itu dalam satu batch biasanya akan
mencetak banyak jobcard pada waktu yang bersamaan. Lilin yang digunakan
untuk mencetak berwarna ungu dan memiliki karakteristik mudah patah, dalam
beberapa kesempatan model dicetak lebih dari satu buah jika dirasa model cukup
rumit dan memiliki peluang patah yang besar saat sprue & tree making. Setelah
dicetak, dilakukan proses dewaxing untuk meluruhkan sisa-sisa lilin yang tidak
diperlukan dengan cairan kimia. Proses ini memakan waktu 15 menit untuk
sekali peluruhan. Setiap peluruhan hanya dapat menampung 1-3 model
tergantung ukurannya.
 Sub-proses sprue & tree making
Sprue hasil 3d printing akan diperbesar dan menambahkan sprue-sprue yang
lebih kecil atau disebut sebagai step menggunakan lilin berwarna biru yang lebih
kuat dibanding lilin ungu. Pembesaran dan penambahan sprue ini diperlukan
untuk proses pemasangan tree nantinya, cabang-cabang sprue pada tree akan
menjadi tempat aliran perak atau emas saat proses pengecoran. Proses ini
membutuhkan konsentrasi dan ketelitian yang tinggi karena model yang kecil
dan mudah patah. Model yang telah ditambahkan sprue-sprue penunjang akan
disatukan menjadi tree. Dalam satu tree dapat berisi lebih dari satu jobcard.
 Sub-proses casting
Tree akan dimasukan kedalam flask case sesuai ukurannya. Ukuran tree
berbeda-beda ada yang besar ada yang kecil. Lalu case akan diisi dengan cairan
gipsum dan didinginkan dalam suhu ruangan selama 2 jam untuk memadatkan
gipsum. Gipsum yang telah padat akan dipanggang di dalam oven selama 12 jam
untuk melelehkan lilin. Pada saat yang bersamaan mesin cor akan dipersiapkan
bersama dengan bahan-bahan yang diperlukan. Jumlah dan kadar bahan dihitung

3
Universitas
dan diproses oleh bagian yang bernama Quality Control di proses casting.
Setelah 12 jam, case akan langsung dimasukkan ke dalam mesin cor untuk
dilakukan pengecoran dengan bahan perak atau emas. Proses pengecoran
dilakukan satu per satu dan memakan waktu 10 menit tiap case. Setelah di
casting¸ case akan didinginkan dengan cara disemprotkan dengan air yang
mengalir. Gipsum pada case yang telah dingin akan dilarutkan menggunakan air
dan cairan asam. Setelah diluruhkan didapatkanlah silver master hasil
pengecoran dengan bahan perak yang masih dalam bentuk tree. Permukaan
silver master kemudian dihaluskan dengan metode tumbling, dan sandblasting.
Batang dari silver master yang masih dalam bentuk pohon akan dipotong
menyisakan silver master dengan spruenya saja. Selanjutnya bagian quality
control akan menimbang silver master dan mengambil sisa batang tadi. Sisa
batang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengecoran lagi.
 Sub-proses master finishing
Silver master dalam bentuk perhiasan sesuai desain dibawa ke Inventory & Stock
Keeper untuk dilakukan pengecekan kualitas kembali sebelum memasuki tahap
master finishing. Silver master terlebih dahulu ditimbang, kemudian dicek
kualitasnya, apakah terlalu kasar, ada bagian yang patah, apakah desainnya
sesuai dan lain sebagainya. Setelah melalui tahap pengecekan kualitas, Person in
Charge di sub-proses ini akan menetapkan operator yang akan mengerjakannya.
Satu operator akan mengerjakan satu jobcard dalam satu waktu. Proses master
finishing dapat memakan waktu hingga 12 jam. Proses ini kurang lebih
menghaluskan hasil cor yang masih kasar dan memperbaiki silver master agar
berbentuk sesuai dengan desain. Jika terjadi defect dan dirasa tidak perlu untuk
melakukan cor ulang, maka produk akan diperbaiki di proses ini. Sisa-sisa
produk yang terbuang saat proses akan dikumpulkan dan nantinya akan
digunakan kembali sebagai bahan pengecoran. Setelah selesai, permukaan silver
master akan dihaluskan dengan metode tumbling dan sandblasting. Silver
master akan dievaluasi terlebih dahulu oleh Person in charge sebelum pindah ke
proses selanjutnya yaitu pemeriksaan batu dan stone holdernya. Ketika batu dan
tempat batunya sudah sesuai¸ silver master akan dipoles, menjadikannya halus
dan berkilau seperti perhiasan sungguhan. Setelah dipoles permukaan silver

3
Universitas
master akan dihaluskan kembali menggunakan sinar ultra violet. Silver master
sekali lagi dilakukan pengecekan kualitas oleh quality control di bagian
produksi.
 Sub-proses rubber molding
Person in charge akan menentukan operator untuk mengerjakan jobcard. Tiap
komponen dalam satu jobcard akan memiliki satu buah rubber master. Proses
pembuatan rubber master memakan waktu hingga 45 menit. Setelah rubber
master jadi, rubber master akan melalui proses volcanizing, dimana rubber
master akan dipanaskan dan dipress secara bersamaan selama 1 jam. Kemudian
rubber master akan dipotong dan diuji coba dengan menginjeksikannya
menggunakan lilin biru, apakah model yang didapat dari hasil injeksi sudah
sesuai atau belum. Rubber master dan hasil injeksi akan dibawa ke sub-proses
selanjutnya sedangkan silver master akan dikembalikan untuk disimpan.
 Sub-proses bill of material & technical drawing
Admin akan menyatukan Surat Perintah Kerja yang telah dirender oleh desainer
dengan jobcard sebagai informasi tambahan. Person in charge memilih operator
yang sesuai untuk mengerjakan jobcard. Menggunakan rubber master dan hasil
injeksi, operator dapat menghitung perkiraan berat dari produk aktualnya
kemudian membuat bill of material dan gambar tekniknya. Bill of material berisi
komponen-komponen material serta bahan yang dibutuhkan dan proses-proses
yang harus dilakukan saat produksi. Sedangkan gambar teknik menggambarkan
komponen-komponen produk aktualnya saat sudah menjadi perhiasan utuh dan
cara pengerjaannya untuk memudahkan operator produksi saat bekerja. Bill of
material dan technical drawing yang telah jadi akan dicetak kemudian dikirim
ke proses selanjutnya yaitu PPIC, sedangkan rubber master akan dikembalikan
untuk disimpan. Proses bisnis di bawah divisi Product Development berakhir
disini.

4.1.2 Problem Statement

Setelah mengetahui kondisi yang terjadi di lapangan, langkah selanjutnya adalah


mendefinisikan masalah. Seperti yang telah dikatakan Srisawat Supsomboon (2019)
dalam penelitiannya, studi kasus perusahaan perhiasan menghasilkan banyak jenis

3
Universitas
produk dengan keragaman bentuk, ukuran, dan karakter, karena berbagai kebutuhan
pelanggan. Karena tipe proses produksi adalah job shop, maka manajer perencanaan
produksi sulit untuk merancang rencana produksi karena banyaknya produk dan
ketidakpastian permintaan. Kendala ini menyebabkan sistem produksi yang tidak
seimbang yang menyebabkan efisiensi proses yang rendah. PT Sentral Kreasi Kencana
sendiri seperti yang telah disebutkan pada Bab 2 menghasilkan berbagai macam tipe dan
variasi perhiasan, dari jenis, ukuran, warna, dll. Untuk mendefinisikan masalah,
digunakan tool SCQ (Situation, Complication, Key Question).

Tabel 4.1 Pendefinisian Masalah dengan SCQ Framework

Situation Complication Key Question


Divisi Product  Pada realisasinya, operator master finishing Bagaimana cara
Development mampu menyelesaikan 123 SPK pada bulan meningkatkan
menargetkan untuk Juli 2021. efisiensi di
menyelesaikan 100  54 dari 123 SPK mengalami defects, baik divisi product
SPK/bulan atau 5 dikerjakan ulang atau didesain ulang. development?
SPK/hari.

4.2 Pengukuran (Measure)

4.2.1 Line Efficiency

Proses pengambilan data menggunakan salah satu metode pengukuran kerja yaitu
Stopwatch Time Study. Untuk menentukan berapa siklus yang dibutuhkan untuk
dilakukannya observasi menggunakan tabel Jumlah Siklus Observasi yang
Direkomendasikan dalam Time Study Manual oleh Erie Works pada Tabel 3.1.

𝑃𝑟o𝑑𝑢𝑐𝑡io𝑛 𝑡i𝑚e 𝑝e𝑟 𝑑𝑎𝑦 8 ℎo𝑢𝑟𝑠 × 60


𝐶𝑦𝑐𝑙e 𝑡i𝑚e = = = 80 𝑚i𝑛/𝑑𝑎𝑦
𝐴𝑣e𝑟𝑎𝑔e o𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 𝑝e𝑟 𝑑𝑎𝑦 𝑚i𝑛
6 𝑆𝑃𝐾

Berdasarkan actual output yang dihasilkan pada bulan Juli 2021, dengan 6 SPK perhari,
waktu siklus business process divisi product development adalah 80 menit perhari. Bila
dilihat dari tabel, dengan waktu siklus tersebut jumlah siklus yang direkomendasikan
untuk diobservasi adalah 3 siklus.

3
Universitas
Karena batasan-batasan yang telah disebutkan pada Bab 1, elemen-elemen kerja yang
diobservasi hanyalah dari sub-proses master finishing hingga bill of material &
technical drawing yang jumlahnya sebanyak 26 task. Dalam proses persiapan
pengumpulan data, terlebih dahulu dipersiapkan Surat Perintah Kerja yang akan diambil
datanya. Pemilihan Surat Perintah Kerja berdasarkan tingkat kesulitan yang tidak jauh
berbeda dan diprediksi tidak akan mengalami salah satu defect baik pengerjaan ulang
atau desain ulang kedepannya. Dengan rekomendasi siklus sebanyak 3 ditetapkan 5
Surat Perintah Kerja yang terdiri dari 2 rings, 2 bangles, dan 1 earring seperti yang
terlihat dari Gambar 4.2. Diharapkan dengan jumlah pengulangan yang lebih banyak
maka sample akan semakin merepresentasikan keseluruhan proses.

RI 210586 RI 210614 BG210266 EA210442 BG210247

Gambar 4.2 Jenis Surat Perintah Kerja yang Diobservasi

Operator juga dipilih berdasarkan tingkat kemampuannya yang normal ke atas.


Pengambilan data dilakukan dengan kondisi yang sangat ideal. Waktu yang
diperhitungkan hanyalah waktu yang dihabiskan operator saat benar-benar mengerjakan
tugas tanpa ada gangguan. Hasil pengukuran kerja dan perhitungan rata-rata waktu
observasi terdapat dalam Tabel 4.2. Setelah mendapatkan rata-rata waktu observasi,
perlu dilakukan penyesuaian dikarenakan operator memiliki kemampuan di atas
operator normal sebelum menghitung waktu normal. Penyesuaian dilakukan untuk
setiap elemen kerja dengan mengikuti standar pada Tabel 3.2. Perhitungan terdapat pada
Tabel 4.3. Mengingat pentingnya kebutuhan pribadi operator dan waktu untuk
menghilangkan kelelahan, allowances harus ditetapkan pada pengukuran sebelum
menetapkan waktu baku. Waktu baku diperoleh dari mengalikan waktu normal dengan
persentase kelonggaran. Penetapan allowances mengikuti patokan pada Tabel 3.3.
Allowances diukur berdasarkan kondisi lingkungan kerja dan beban kerja yang dimiliki

3
Universitas
masing-masing operator. Perhitungan waktu baku dengan allowances dijabarkan pada
Tabel 4.4.

Tabel 4.2 Hasil Rata-Rata Waktu Observasi


T1 (ring 4 T2 (ring 8 T3 (bangle 4 T4 (earring 4 T5 (bangle 4
Avg
Task Description Operator comp) comp) comp) comp) comp)
(sec)
(sec) (sec) (sec) (sec) (sec)
Assigning the Jobcard to Master Mba
19 13 14 15
Finishing Operator Renni
Master finishing 19934 26524 31978 28308 29238 27.196
Mang
Refining the surface (tumbling, Asep
1810 910 887 1319 1560 1.297
sandblasting)
Mang
Evaluating the master silver 281 331 293 299 142 269
Gono
Mr.
Checking the stone holder size 1754 3878 1634 2169 3063 2.500
Salman
Polishing 1287 2996 3571 1451 3280 2.517
Mas Rifki
Refining the surface with UV light 313 307 302 407 533 372

Evaluating the finished master silver Mba Gita 210 278 110 113 370 216
Weighing the weight of the master
42 46 61 45 41 47
silver Mba
Administration (Transfer SPK to Renni
47 31 30 36
Rubber Molding)
Administration (Transfer SPK to
Mas Deni 20 23 40 32
Rubber Molding)
Eval & Assigning the Jobcard to Pak
112 377 193 546 107 267
Rubber Molding Operator Sanusi
Rubber Molding 2884 5403 4476 2598 4142 3.901

Volcanizing 4820 4058 3813 4864 3811 4.163


Mang
Cooling down the rubber into room Dedi
900 1800 1200 900 1200 1.200
temperature
Cutting the rubber master 1975 4093 3574 2017 4138 3.456

Administration (Transfer SPK to BOM) Mas Deni 61 47 45 51


Doing test injection wax in rubber
Mba Opi 277 269 158 195 168 213
master
Pak
Quality Control of injection result 166 519 179 441 207 337
Sanusi
Administration (Transfer SPK to BOM) Mas Deni 40 36 38 38
Administration & Storing the master
Kak Tya 149 37 101 25 134 89
silver
Administration & Assigning the Mas
35 41 54 43
Jobcard to BOM Making Operator Pandu
Making BOM for each jewelry size and
859 1225 2302 1542 2643 1.714
material
Making Technical drawing Mba Irma 364 524 694 608 737 585
Printing the BOM and Technical
67 125 68 34 105 80
Drawing
Mas
Administration (SPK Transfer to PPIC) 47 46 51 48
Pandu

3
Universitas
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Waktu Normal

Average Rating Factors Normal Time


Task Description Operator
Time (sec) Skill Effort Condition Consistency Total (sec)
Assigning the Jobcard to
Master Finishing Mba Renni 15 0,11 0,02 0,02 0,01 1,16 17,79
Operator
Master finishing 27.196 0,08 0,05 0,00 0,00 1,13 30731,93
Refining the surface Mang Asep
1.297 0,08 0,02 0,00 0,00 1,10 1426,92
(tumbling, sandblasting)
Evaluating the master Mang
269 0,11 0,02 0,00 0,00 1,13 304,20
silver Gono
Checking the stone
Mr. Salman 2.500 0,08 0,05 0,02 0,00 1,15 2874,54
holder size
Polishing 2.517 0,06 0,02 0,00 0,00 1,08 2718,36
Mas Rifki
Refining the surface with
372 0,06 0,02 0,00 0,01 1,09 405,92
UV light
Evaluating the finished
Mba Gita 216 0,06 0,02 0,02 0,01 1,11 239,98
master silver
Weighing the weight of
47 0,11 0,02 0,02 0,01 1,16 54,52
the master silver
Mba Renni
Administration (Transfer
36 0,11 0,02 0,02 0,01 1,16 41,76
SPK to Rubber Molding)
Administration (Transfer
Mas Deni 32 0,06 0,02 0,02 0,00 1,10 34,65
SPK to Rubber Molding)
Eval & Assigning the
Jobcard to Rubber Pak Sanusi 267 0,11 0,02 0,00 0,00 1,13 301,71
Molding Operator
Rubber Molding 3.901 0,11 0,05 0,00 0,01 1,17 4563,70

Volcanizing 4.163 0,11 0,05 0,00 0,01 1,17 4870,32


Cooling down the rubber Mang Dedi
1.200 0,11 0,05 0,00 0,01 1,17 1404,00
into room temperature
Cutting the rubber
3.456 0,11 0,05 0,00 0,01 1,17 4042,94
master
Administration (Transfer
Mas Deni 51 0,06 0,02 0,02 0,00 1,10 56,10
SPK to BOM)
Doing test injection wax
Mba Opi 213 0,06 0,02 0,00 0,01 1,09 232,61
in rubber master
Quality Control of
Pak Sanusi 337 0,11 0,02 0,00 0,00 1,13 380,25
injection result
Administration (Transfer
Mas Deni 38 0,06 0,02 0,02 0,00 1,10 41,80
SPK to BOM)
Administration & Storing
Kak Tya 89 0,11 0,02 0,02 0,01 1,16 103,47
the master silver
Administration &
Assigning the Jobcard to Mas Pandu 43 0,06 0,02 0,02 0,01 1,11 48,10
BOM Making Operator
Making BOM for each
1.714 0,08 0,02 0,02 0,01 1,13 1937,05
jewelry size and material
Making Technical
Mba Irma 585 0,08 0,02 0,02 0,01 1,13 661,50
drawing
Printing the BOM and
80 0,08 0,02 0,02 0,01 1,13 90,17
Technical Drawing
Administration (SPK
Mas Pandu 48 0,06 0,02 0,02 0,01 1,11 53,28
Transfer to PPIC)

3
Universitas
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Waktu Baku

Allowance
Normal
Task Standard
Operator Time
Description Personal Time (sec)
(sec) Power Attitude Motion Fatigue Temperature Atmosphere Environment Total
Needs

Assigning the
Jobcard to
Mba
Master 17,79 0,03 0,05 0,00 0,03 0,00 0,00 0,00 0,03 1,14 20,2768
Renni
Finishing
Operator
Master
30731,93 0,03 0,05 0,00 0,06 0,00 0,03 0,07 0,02 1,26 38722,23432
finishing
Refining the Mang
surface Asep
1426,92 0,03 0,05 0,00 0,00 0,00 0,03 0,07 0,02 1,20 1712,304
(tumbling,
sandblasting)
Evaluating the Mang
304,20 0,03 0,05 0,00 0,20 0,00 0,03 0,07 0,02 1,40 425,8744
master silver Gono
Checking the
Mr.
stone holder 2874,54 0,03 0,05 0,00 0,06 0,00 0,03 0,07 0,02 1,26 3621,9204
Salman
size

Polishing 2718,36 0,03 0,05 0,00 0,06 0,00 0,03 0,07 0,02 1,26 3425,1336
Mas
Refining the Rifki
surface with 405,92 0,03 0,05 0,00 0,00 0,00 0,03 0,07 0,02 1,20 487,0992
UV light
Evaluating the
Mba
finished 239,98 0,03 0,05 0,00 0,20 0,00 0,03 0,07 0,02 1,40 335,9748
Gita
master silver
Weighing the
weight of the 54,52 0,03 0,05 0,00 0,03 0,00 0,00 0,00 0,03 1,14 62,1528
master silver
Mba
Administration Renni
(Transfer SPK
41,76 0,03 0,05 0,00 0,03 0,00 0,00 0,00 0,03 1,14 47,6064
to Rubber
Molding)
Administration
(Transfer SPK Mas
34,65 0,03 0,05 0,00 0,03 0,00 0,00 0,00 0,02 1,13 39,1545
to Rubber Deni
Molding)
Eval &
Assigning the
Jobcard to Pak
301,71 0,03 0,05 0,00 0,20 0,00 0,03 0,05 0,02 1,38 416,3598
Rubber Sanusi
Molding
Operator
Rubber
4563,70 0,03 0,05 0,00 0,06 0,00 0,03 0,05 0,02 1,24 5658,99048
Molding

Volcanizing 4870,32 0,03 0,05 0,00 0,00 0,00 0,03 0,05 0,02 1,18 5746,9776

Cooling down Mang


the rubber into Dedi
1404,00 0,03 0,05 0,00 0,00 0,00 0,03 0,05 0,02 1,18 1656,72
room
temperature
Cutting the
4042,94 0,03 0,05 0,00 0,06 0,00 0,03 0,05 0,02 1,24 5013,2394
rubber master
Administration
Mas
(Transfer SPK 56,10 0,03 0,05 0,00 0,03 0,00 0,00 0,00 0,03 1,14 63,954
Deni
to BOM)
Doing test
injection wax
Mba Opi 232,61 0,03 0,05 0,00 0,06 0,00 0,00 0,05 0,03 1,22 283,77932
in rubber
master
Quality
Control of Pak
380,25 0,03 0,05 0,00 0,20 0,00 0,03 0,05 0,02 1,38 524,7381
injection Sanusi
result
Administration
Mas
(Transfer SPK 41,80 0,03 0,05 0,00 0,03 0,00 0,00 0,00 0,02 1,13 47,234
Deni
to BOM)

4
Universitas
Administration
& Storing the Kak Tya 103,47 0,03 0,05 0,00 0,03 0,00 0,00 0,00 0,03 1,14 117,95808
master silver
Administration
& Assigning
Mas
the Jobcard to 48,10 0,03 0,05 0,00 0,03 0,00 0,00 0,00 0,02 1,13 54,353
Pandu
BOM Making
Operator
Making BOM
for each
1937,05 0,03 0,05 0,00 0,06 0,00 0,00 0,00 0,03 1,17 2266,34382
jewelry size
and material
Making
Mba
Technical 661,50 0,03 0,05 0,00 0,06 0,00 0,00 0,00 0,03 1,17 773,95734
Irma
drawing
Printing the
BOM and
90,17 0,03 0,05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,03 1,11 100,09314
Technical
Drawing
Administration
Mas
(SPK Transfer 53,28 0,03 0,05 0,00 0,03 0,00 0,00 0,00 0,02 1,13 60,2064
Pandu
to PPIC)

SUM 71684,6357

19,9 hours

Waktu baku yang telah didapatkan selanjutnya akan digunakan untuk penghitungan
efisiensi kerja. Elemen kerja yang memerlukan waktu terlama dalam prosesnya disebut
bottleneck. Kapasitas yang dihasilkan elemen kerja bottleneck akan menentukan
kapasitas proses secara keseluruhan. Elemen yang menjadi bottleneck adalah master
finishing yang membutuhkan waktu 11 jam untuk menyelesaikan 1 Surat Perintah
Kerja. Jumlah keseluruhan operator adalah 28 operator dengan 10 diantaranya ada di
master finishing.

𝑃𝑟o𝑑𝑢𝑐𝑡io𝑛 𝑡i𝑚e 𝑝e𝑟 𝑑𝑎𝑦 × 𝑁o. of o𝑝e𝑟𝑎𝑡o𝑟 8 ℎo𝑢𝑟𝑠 × 10


𝑃𝑟o𝑑𝑢𝑐𝑡io𝑛 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐i𝑡𝑦 = = 7 𝑆𝑃𝐾/𝑑𝑎𝑦
𝐻i𝑔ℎe𝑠𝑡 𝑡𝑎𝑠𝑘 𝑡i𝑚e (𝑏o𝑡𝑡𝑙e𝑛e𝑐𝑘)
11 ℎo𝑢𝑟𝑠
=

𝑁o. of o𝑝e𝑟𝑎𝑡o𝑟𝑠 × Wo𝑟𝑘i𝑛𝑔 ℎo𝑢𝑟𝑠 28 × 8 ℎo𝑢𝑟𝑠


𝑇ℎeo𝑟e𝑡i𝑐𝑎𝑙 o𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 = = = 11 𝑆𝑃𝐾/𝑑𝑎𝑦
𝑇o𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑎𝑠𝑘 𝑡i𝑚e 20 ℎo𝑢𝑟𝑠

𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 o𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 6 𝑆𝑃𝐾


𝐿i𝑛e effi𝑐ie𝑛𝑐𝑦 × 100% = × 100% = 53,34%
= 𝑇ℎeo𝑟e𝑡i𝑐𝑎𝑙 o𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 11 𝑆𝑃𝐾

𝐵𝑎𝑙𝑎𝑛𝑐e 𝑑e𝑙𝑎𝑦 = 100% − 𝐿i𝑛e effi𝑐ie𝑛𝑐𝑦 = 100% − 53,34% = 46,66%

Theoretical output adalah kapasitas produksi yang dapat dicapai secara teoritis bila
seluruh operator dialokasikan dengan baik dan tidak terjadi bottleneck.

4
Universitas
4.2.3 Utilisasi Pekerja dan Mesin

Dilakukan penghitungan utilisasi mesin dan pekerja untuk melihat apakah kemampuan
sumber daya telah dimanfaatkan sepenuhnya. Setiap elemen kerja dan operator
dibreakdown dan dikelompokkan. Pengelompokkan ini tidak mengikuti pembagian sub-
proses yang ada di Gambar 4.1 mengingat adanya sub-proses lain yang bukan termasuk
dalam product development tetapi mengambil bagian dalam proses bisnisnya seperti
administrasi, stone setting, dan quality control. Flowrate adalah jumlah waktu yang
dibutuhkan unit aliran untuk melalui proses (Cachon, 2009). Flowrate ditentukan oleh
jumlah paling kecil dari available input, demand, dan process capacity. Seperti yang
telah disebutkan sebelumnya process capacity ditentukan oleh bottleneck, bottleneck
adalah elemen kerja yang membutuhkan waktu terlama dalam prosesnya, sehingga
memiliki capacity paling kecil. Utilisasi pekerja di setiap sub-proses dihitung dengan
membagi kapasitas yang tersedia dengan flowrate.

Tabel 4.5 Perhitungan Utilisasi Pekerja


Master Stone Rubber BOM
Polishing QC Administration Wax
Finishing Setting Molding Making
No of Operator 10 1 1 2 3 4 6 1

Activity Time 40860,41 3912,23 3621,92 1277,07 398,34 16419,21 3254,95 283,78 sec/SPK
Available
7,05 7,36 7,95 45,10 216,90 7,02 53,09 101,49 SPK/day
capacity
Target/Demand 5 SPK/day
Process
7 SPK/day
Capacity
Flow rate 5 SPK/day

Cycle time 5760 sec/SPK

Idle Time 0 1847,77 2138,08 4482,93 5361,66 0 2505,05 5476,22 sec/SPK

Utilization 70,94% 67,92% 62,88% 11,09% 2,31% 71,26% 9,42% 4,93%

Dalam industri perhiasan memang lebih banyak menggunakan keterampilan craftsman


dalam prosesnya namun, dalam product development terdapat penggunaan mesin
volcanizing dalam sub-proses rubber molding.

4
Universitas
(a) (b)

Gambar 4.3 Mesin dan Alat yang Digunakan Saat Sub-Proses Rubber Molding, (a)
mesin volcanizing, (b) cetakan rubber master

Tabel 4.6 Perhitungan Kapasitas Mesin Volcanizing

Rubber Molding Volcanizing


4 operators 4 machines
Activity time 1,57 hours 0,5 hours
Capacity 20 SPK/day 16 SPK/day

Ada dua jenis mesin volcanizing yang digunakan, mesin pertama berwarna merah
dengan kapasitas 4 SPK/hari. Dengan asumsi satu Surat Perintah Kerja rata-rata
memiliki 4 komponen, 1 cetakan rubber master hanya memiliki kapasitas 2 komponen
saja dan mesin tersebut hanya mampu memproses satu cetakan dalam satu waktu
sehingga dalam sejam hanya dapat menyelesaikan 0,5 Surat Perintah Kerja. Mesin
kedua yang berwarna kuning, mampu memproses satu cetakan dengan kapasitas 12
komponen atau 3 Surat Perintah Kerja dalam sekali volcanizing. Namun dalam
realitanya, mesin ini dijalankan dengan kapasitas yang sama dengan 3 mesin merah
yang lain yaitu 4 Surat Perintah Kerja per hari.

4
Universitas
4.2.3 Jumlah Defect

Gambar 4.4 Jumlah Surat Perintah Kerja yang Diselesaikan Sub-Proses Master
Finishing pada Juli 2021

Untuk mendapatkan data terkait jumlah output yang dihasilkan, diperlukan data historis
yang didapat dari database CITRIX. Terlihat bahwa pada bulan Juli 2021, sub-proses
Master Finishing menyelesaikan 123 Surat Perintah Kerja. Pendefinisian defect disini
adalah Surat Perintah Kerja yang mengalami pengerjaan ulang (rework) ataupun
mendesain ulang (redesign). Dari 123 Surat Perintah Kerja tersebut, 54 diantaranya
mengalami rework dan redesign.

4
Universitas
BAB V

ANALISIS DAN REKOMENDASI SOLUSI

5.1 Analisis (Analyze)

Setelah melakukan pendefinisian dan pengumpulan data, tahap selanjutnya adalah


menganalisis. Tool yang digunakan untuk mencari akar permasalahan yang ada adalah
fishbone diagram. Pada bagian ‘kepala’ dituliskan akibat atau permasalahan yang akan
dianalisis penyebab-penyebabnya yaitu ketidakefisienan lini silver master pada divisi
product development. Digunakan 5 faktor untuk mempermudah pengelompokkan akar
masalah yaitu man, method, machine, material, dan environment. Pada ‘tulang’ ikan
kemudian dituliskan hal-hal yang kiranya menjadi penyebab ketidakefisienan tersebut.
Akar masalah diberikan highlight berwarna merah yaitu alokasi pekerja yang tidak
sempurna, tidak adanya pedoman atau SOP, kapasitas mesin yang tidak mencukupi, dan
stasiun kerja yang berantakan.

Gambar 5.1 Analisis Akar Masalah Menggunakan Fishbone Diagram

5.1.1 Manusia (Man)

Dari sisi manusia akar permasalahan yang menyebabkan ketidakefisienan adalah alokasi
pekerja yang tidak sempurna. Seperti yang telah diukur pada Tabel 4.5, dengan target 5
Surat Perintah Kerja tiap hari, para operator belum terutilisasi dengan maksimal dan

4
Universitas
tidak merata. Kemampuan operator hanya terpakai 70% saja. Ketidakmerataan yang
terlihat perlu digaris bawahi bahwa sub-proses administration dan quality control
merupakan sub-proses yang melengkapi proses pembuatan silver master, bukan
merupakan sub-proses utama dibawah product development sehingga operator yang
tertera merupakan operator yang hanya melakukan elemen kerja yang bersangkutan
dengan proses silver master. Pada realitanya sub-proses tersebut memiliki lebih banyak
operator daripada yang tertera dan memiliki tugas lain. Begitu pula dengan sub-proses
wax atau sprue&tree making dan sub-proses bill of material & technical drawing,
walaupun merupakan sub-proses dalam pembuatan silver master¸ sub-proses tersebut
memiliki pekerjaan lain di samping pembuatan silver master. Contohnya pada sub-
proses sprue & tree making, jumlah operator yang ada lebih banyak dari pada 1 orang,
bahkan ada puluhan. Mereka selain membuat sprue dan tree untuk keperluan product
development baik silver master ataupun direct casting, mereka juga memiliki tanggung
jawab membuat sprue dan tree untuk produksi massal. 1 operator yang tertulis
merupakan operator yang bertugas melakukan injection test pada hasil rubber master.
Bahkan elemen kerja ini sebenarnya bukan menjadi elemen kerja utama mereka untuk
membuat sprue dan tree. Pada bagian bill of material & technical drawing, sama
kasusnya dengan sprue & tree making, walaupun jumlah operator yang tertera memang
merupakan jumlah keseluruhan operator yang ada, namun mereka memiliki tanggung
jawab lain selain membuat BOM dan gambar teknik bagi Surat Perintah Kerja untuk
pembuatan Silver master.

5.1.2 Metode (Method)

Gambar 5.2 Persentase Jumlah Defect dari Keseluruhan Output Pada Juli 2021

4
Universitas
Dari 123 Surat Perintah Kerja, 54 diantaranya mengalami defect dengan 35 Surat
Perintah Kerja mengalami rework dan 19 Surat Perintah Kerja mengalami redesign.
Kedua jenis defect ini adalah kesalahan yang bila terjadi maka proses harus diulang dari
proses tertentu, dan hal tersebut memakan waktu yang lama. Untuk menyelesaikan 1
Surat Perintah Kerja secara ideal saja berdasarkan perhitungan waktu baku
membutuhkan 20 jam, dan itu bahkan belum mencakup proses design, printing, casting,
dan sprue&tree making. Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan, secara gross
penyelesaian 1 Surat Perintah Kerja dari awal hingga akhir memakan waktu lebih dari 1
minggu. Jika sebuah Surat Perintah Kerja mengalami rework maka proses akan diulang
dari 3d printing. Rework biasanya terjadi jika silver master mengalami kerusakan
seperti permukaan yang kasar, bagian yang patah dan tidak bisa diperbaiki pada proses
master finishing sehingga harus dicor ulang. Redesign biasanya terjadi jika pada saat
dieksekusi menjadi silver master desain tersebut tidak ergonomis seperti yang
diharapkan, atau bisa juga jika desain terlalu rumit untuk penempatan sprue sehingga
harus didesain ulang dari awal lagi. Proses pengerjaan kembali yang memakan waktu
lama ini didukung fakta bahwa selain disebabkan dari sisi teknis, hal ini ditambah juga
dengan adanya miskomunikasi. Miskomunikasi membuat proses revisi yang sudah lama
menjadi lebih lama lagi. Di divisi product development belum menetapkan standar
untuk penamaan file desain yang di unggah ke server bersama, sehingga pada saat
proses selanjutnya yaitu 3d printing membutuhkan file tersebut, mereka akan bingung
untuk tau mana file yang sudah direvisi dan sudah terapproved untuk dilakukan
pencetakan. Penamaan file yang tidak terstandarisasi dapat dilihat pada Gambar 5.4.

4
Universitas
Gambar 5.3 Penamaan File yang Tidak Seragam di Server Bersama

5.1.3 Mesin (Machine)

Sama halnya dengan sisi manusia, akar masalah dari faktor mesin adalah kapasitas
mesin yang tidak mencukupi. Dengan kapasitas proses yang mendahuluinya sebesar 20
Surat Perintah Kerja per hari, keempat mesin volcanizing dengan kapasitas 16 Surat
Perintah Kerja per hari tidak dapat mengakomodasi hal tersebut sehingga seringkali
operator yang telah selesai rubber molding menunggu giliran untuk proses selanjutnya
yaitu menggunakan mesin volcanizing. Salah satu mesin yang memiliki kapasitas
menyelesaikan 24 Surat Perintah Kerja per hari pada realitanya hanya digunakan 17%
dari kapasitasnya. Perhitungan lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.6.

5.1.4 Bahan Baku (Material)

Hasil silver master yang tidak sempurna sangat dipengaruhi oleh bahan bakunya. Jika
silver master yang dihasilkan tidak sesuai yang diharapkan, patah, tidak tercor dengan
sempurna, permukaan kasar, maka harus menjalani pengerjaan ulang atau orul. Rework
ini akan menjadi defect dari output divisi product devevelopment seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya. Hasil silver master yang tidak sesuai beberapa disebabkan oleh

4
Universitas
penempatan sprue yang tidak sesuai, lilin ungu dalam 3d printing yang sifatnya
memang mudah patah sehingga ketika proses pengisian case dengan gipsum cair besar
kemungkinan tidak akan kuat menahan beban dari liquid. Dan juga kualitas dari bahan
baku silver yang digunakan tidak bagus. PT Sentral Kreasi Kencana menerapkan
penggunaan campuran bahan baru dengan sisa bahan hasil proses sebelumnya untuk
pengecoran baik emas ataupun perak. Sayangnya bahan-bahan ini terkadang memiliki
kualitas yang buruk dan kotor sehingga kualitas silver master yang dihasilkan tidak
akan bagus. Meskipun faktor ini merupakan salah satu faktor penting, setelah diamati
akar permasalahannya sangat memerlukan pengetahuan akan karakteristik material
dalam menyelesaikannya dan hal tersebut bukan merupakan cakupan dan ruang lingkup
penulis, sehingga penulis tidak meneliti lebih lanjut terkait faktor bahan baku ini.

5.1.5 Lingkungan (Environment)

Gambar 5.4 Stasiun Kerja Operator Master Finishing yang Berantakan

Pada saat bekerja, operator master finishing sebagian besar memiliki stasiun kerja yang
berantakan. Dengan keadaan stasiun kerja yang seperti ini, operator akan kesulitan
dalam mencari alat dan juga meningkatkan risiko kehilangan peralatan mereka. Waktu
yang terbuang bagi mereka untuk mencari peralatan di stasiun kerja mereka sendiri
maupun meminjam peralatan kepada operator lain merupakan salah satu bentuk
pemborosan yang tidak perlu.

4
Universitas
5.2 Perbaikan (Improve)

Setelah menganalisis akar-akar permasalahan yang menyebabkan ketidakefisienan


proses bisnis pembuatan silver master, langkah selanjutnya adalah memberikan
rekomendasi solusi atau saran perbaikan kepada perusahaan.

Keempat akar permasalahan yaitu alokasi pekerja yang tidak sempurna, tidak adanya
pedoman atau SOP, kapasitas mesin yang tidak mencukupi, dan stasiun kerja yang
berantakan setelah diamati lebih lanjut merupakan bentuk-bentuk pemborosan atau
waste. Alokasi pekerja yang tidak sempurna dan kapasitas mesin yang tidak mencukupi
merupakan contoh dari behavioral waste atau underutilized sources. Akibat yang
ditimbulkan dari stasiun kerja yang berantakan merupakan bentuk dari motion waste.
Usaha tambahan yang dikeluarkan karena informasi yang salah akibat tidak adanya
pedoman merupakan salah satu bentuk defect. Perbaikan yang disarankan akan berfokus
pada pengurangan bentuk-bentuk waste ini. Dengan menghilangkan pemborosan,
perusahaan dapat menyelesaikan lebih banyak pekerjaan tanpa sumber daya tambahan,
sehingga akan meningkatkan kecepatan, efisiensi, dan kualitas proses. Dalam meberikan
rekomendasi solusi, penulis mencoba memberikan beberapa skenario pada tiap akar
permasalahan untuk memberikan kebebasan dan keleluasaan bagi perusahaan dalam
mengambil keputusan.

5.2.1 Alokasi Pekerja yang Tidak Sempurna

 Skenario 1
Teori keseimbangan lini diterapkan untuk menentukan jumlah minimum pekerja
dan mesin (Supsomboon, 2019). Dengan target 5 Surat Perintah Kerja per hari,
dilakukan penghitungan ulang jumlah operator yang sesuai agar meningkatkan
utilisasi pekerja yang tadinya berkisar diangka 70% menjadi 100%. Jumlah
operator berdasarkan perhitungan tertera pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Rekomendasi Penyesuaian Jumlah Pekerja


Master Stone Rubber BOM
Polishing QC Administration Wax
Finishing Setting Molding Making
No of
8 1 1 1 1 3 1 1
Operator

5
Universitas
 Skenario 2
Melihat kondisi pandemi Covid-19 yang sedang terjadi, penulis memikirkan
rekomendasi lain mengingat sepertinya teori pada skenario 1 dirasa terlalu ideal
dimana pada realitanya akan sulit untuk melakukan penyesuaian jumlah pekerja
pada saat ini. Rekomendasi lain adalah dengan meningkatkan target yang
tadinya 5 Surat Perintah Kerja sehari menjadi 7 Surat Perintah Kerja sehari
mengikuti kapasitas proses yang telah dihitung berdasarkan waktu baku
(standard time) pada Bab 4. Perhitungan pada Tabel 5.2 memperlihatkan dengan
peningkatan jumlah target meningkatkan utilisasi pekerja hingga 99%.

Tabel 5.2 Perhitungan Utilisasi Operator dengan Target Baru


Master Stone Rubber BOM
Polishing QC Administration Wax
Finishing Setting Molding Making
No of Operator 10 1 1 2 3 4 6 1

Activity Time 40860,41 3912,23 3621,92 1277,07 398,34 16419,21 3254,95 283,78 sec/SPK
Available
7,05 7,36 7,95 45,10 216,90 7,02 53,09 101,49 SPK/day
capacity
Target/Demand 7 SPK/day
Process
7 SPK/day
Capacity
Flow rate 7 SPK/day

Cycle time 4114 sec/SPK

Idle Time 0 202,05 492,37 2837,21 3715,95 0 859,33 3830,51 sec/SPK

Utilization 99,31% 95,09% 88,03% 15,52% 3,23% 99,77% 13,19% 6,90%

𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 o𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 7 𝑆𝑃𝐾


𝐿i𝑛e effi𝑐ie𝑛𝑐𝑦 = × 100% = × 100% = 62,32%
𝑇ℎeo𝑟e𝑡i𝑐𝑎𝑙 o𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 11 𝑆𝑃𝐾

Target yang dieksekusi akan menjadi actual output yang nantinya juga akan
meningkatkan efisiensi lini yang tadinya 53,34% menjadi 62,32%.
 Skenario 3
Skenario ketiga didasarkan pada asumsi jika keseluruhan operator memiliki
kemampuan yang sama yaitu di atas rata-rata. Penghitungan dikhususkan pada
aktivitas master finishing yang merupakan bottleneck dan akan menjadi penentu
kapasitas produksi. Dengan asumsi tersebut, rating factors yang digunakan
untuk menormalkan hasil rata-rata waktu observasi dikarenakan kemampuan
operator di atas rata-rata dihilangkan.

5
Universitas
Tabel 5.3 Perhitungan Kapasitas Baru Sub-Proses Master Finishing

Task Master Finishing Polishing Stone Setting


Master finishing 27.196 1,26 34267,464
Refining the surface (tumbling, sandblasting) 1.297 1,20 1556,64
Evaluating the master silver 269 1,40 376,88
SUM 36200,984
10,0 hours

𝑁o. of o𝑝e𝑟𝑎𝑡o𝑟 × wo𝑟𝑘i𝑛𝑔 𝑡i𝑚e 10 × 8 ℎo𝑢𝑟𝑠


𝐴𝑣𝑎i𝑙𝑎𝑏𝑙e 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐i𝑡𝑦 = = = 8 𝑆𝑃𝐾/𝑑𝑎𝑦
𝑎𝑐𝑡i𝑣i𝑡𝑦 𝑡i𝑚e 10 ℎo𝑢𝑟𝑠

𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 o𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 8 𝑆𝑃𝐾


𝐿i𝑛e effi𝑐ie𝑛𝑐𝑦 = × 100% = × 100% = 71,12%
𝑇ℎeo𝑟e𝑡i𝑐𝑎𝑙 o𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 11 𝑆𝑃𝐾

Dengan meningkatkan kapasitas proses bottlenck, akan meningkatkan kapasitas


produksi secara keseluruhan sehingga efisiensi lini meningkat dari 53% hingga
71%. Skenario ketiga ini perlu pertimbangan lebih jauh dikarenakan pada
dasarnya keterampilan setiap operator berbeda-beda. Perlu adanya training
untuk meningkatkan kemampuan para operator dan pelaksanaannya memerlukan
biaya. Selain itu, penetapan jumlah target menjadi 8 Surat Perintah Kerja per
hari di atas standar yaitu 7 Surat Perintah Kerja sehari sehingga perlu diikuti
dengan pemberian insentif untuk memotivasi pekerja dalam masa transisi
dikarenakan umumnya orang bekerja dengan standar, tidak melebihi itu kecuali
ada insentif. Training di satu sisi merupakan suatu bentuk investasi jangka
panjang. Karyawan yang terlatih akan memberikan kemampuan dan
keterampilan terbaiknya untuk keberlanjutan perusahaan.

5.2.2 Kapasitas Mesin yang Tidak Mencukupi

 Skenario 1
Dengan kapasitas keempat mesin yaitu 16 Surat Perintah Kerja per hari,
diperlukan satu lagi mesin dengan kapasitas yang sama agar proses volcanizing
memiliki kapasitas yang sama dengan proses sebelumnya yaitu rubber molding.
Dengan penambahan mesin ini diharapkan operator tidak lagi idle pada saat
menunggu giliran penggunaan mesin.

5
Universitas
 Skenario 2
Dikarenakan skenario 1 akan memungkinkan adanya pengeluaran biaya,
skenario kedua berfokus pada peningkatan penggunaan mesin volcanizing yang
memiliki kapasitas 24 Surat Perintah Kerja per hari. Setelah dilakukan
wawancara kepada salah satu operator rubber molding yaitu Mang Dedi, beliau
mengatakan bahwa dahulu pernah mencoba menggunakan mesin dengan fully
capacity, menggunakan cetakan dengan kapasitas 3 Surat Perintah Kerja per jam
namun hasilnya rubber master tidak sepenuhnya terkompresi. Tekanan hidrolik
pada mesin hanya terfokus di tengah cetakan. Tekanan yang digunakan mesin
saat ini yaitu 45 Pa.

5.2.3 Stasiun Kerja yang Berantakan

Cara paling sederhana dan mudah untuk meningkatkan efisiensi adalah dengan
membersihkan stasiun kerja. Tempat kerja yang bersih, teratur, tertib, aman, efisien, dan
menyenangkan menghasilkan lebih sedikit kecelakaan, meningkatkan efisiensi,
mengurangi waktu pencarian alat dan sebagai landasan untuk semua kegiatan perbaikan
lainnya.

5S, yang merupakan singkatan dari sort out, set in order, shine, standardize, dan
sustain, adalah tool yang menghasilkan tempat kerja yang terorganisir dengan baik
lengkap dengan kontrol visual, tata letak yang ditingkatkan, dan ketertiban. Memiliki
prinsip untuk membuat lingkungan kerja yang memiliki segala sesuatu dan segala
sesuatu itu ada di tempatnya saat dibutuhkan. Dengan tempat kerja yang bersih, operator
menjadi berdaya, terlibat, dan bersemangat.

5.2.4 Tidak Adanya Pedoman

Kesalahan seperti miskomunikasi dapat terjadi jika tidak adanya pedoman dan standar
yang diterapkan dalam perusahaan. Prosedur Operasi Standar (SOP) dapat membantu
karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang dilakukan secara rutin. Tujuan dari
SOP adalah untuk mendorong efisiensi dan kualitas output sekaligus mengurangi
kemungkinan terjadinya miskomunikasi. Standard Operation Procedure memiliki
beberapa bagian yaitu tujuan dibuatnya pedoman, cakupan apa saja yang ada di
dalamnya seperti divisi yang terlibat dan pada proses apa, dan bagian tanggung jawab

5
Universitas
untuk memberikan informasi divisi apa saja yang bertanggung jawab untuk mengikuti
Standard Operation Procedure. Standard Operation Procedure juga dilengkapi dengan
diagram proses yang akan membantu pemangku kepentingan yang terlibat untuk
memahami alurnya. Pada bagian terakhir dijelaskan ketentuan standarisasi penamaan
file yang harus disetujui dan diterapkan bersama-sama.

Gambar 5.5 Standard Operation Procedure dalam Penamaan File Desain

5
Universitas
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Industri perhiasan merupakan industri yang memerankan peran penting dalam


peningkatan pendapatan negara. Sektor perhiasan merupakan salah satu komoditas
ekspor non-migas unggulan Indonesia. Ditambah lagi neraca perdagangan perhiasan
selama 5 tahun berturut-turut (2015-2016) terjadi surplus setiap tahunnya. PT Sentral
Kreasi Kencana sebagai salah satu perusahaan perhiasan emas di Indonesia memiliki
peluang yang sangat besar dalam meningkatkan market share di pasar ekonomi
Indonesia maupun dunia. Perusahaan perhiasan menghasilkan banyak jenis produk
dengan keragaman bentuk, ukuran, dan karakter, karena berbagai permintaan
pelanggan. Sulit untuk merancang rencana produksi karena banyaknya produk dan
ketidakpastian permintaan. Kendala ini menyebabkan sistem produksi yang tidak
seimbang yang menyebabkan efisiensi proses yang rendah.

Proses pengembangan produk terdiri dari beberapa loop berulang untuk sampai pada
produk akhir. Setiap loop berulang memberikan pengetahuan baru tentang produk apa
yang berhasil dan apa yang tidak. Hal ini dapat menjadi proses yang memakan waktu,
tetapi proses ini adalah salah satu proses yang tidak dapat dilewati. Ketidakefisienan
yang muncul pada proses perencanaan ini nantinya akan berdampak pada keterlambatan
keseluruhan proses yang mengikutinya. Permasalahan utama yang akan diteliti adalah
bagaimana meningkatkan efisiensi lini pada divisi product development. Dilakukan
pengambilan data menggunakan metode time study untuk mendapatkan waktu baku
yang akan digunakan dalam menghitung efisiensi lini proses. Angka efisiensi lini
pembuatan silver master pada divisi product development hanya mencapai 53%. Masih
terdapat 47% ketidakefisienan dari waktu idle di antara sub-proses. Akar permasalah
yang menyebabkan ketidakefisienan tersebut dianalisis menggunakan fishbone diagram.
Didapatkan 4 akar masalah yaitu alokasi pekerja yang tidak sempurna, kapasitas mesin
yang tidak mencukupi, stasiun kerja yang berantakan, dan tidak adanya pedoman.
Keempat akar permasalahan diidentifikasi sebagai bentuk-bentuk waste. Fokusan dari

5
Universitas
rekomendasi solusi yang diberikan adalah penghilangan pemborosan untuk
meningkatkan efisiensi.

Penulis memberikan beberapa skenario saran perbaikan kepada perusahaan diantaranya


penyesuaian jumlah operator, meningkatkan target atau memberikan pelatihan kepada
operator untuk meningkatkan utilitas, menambah jumlah mesin volcanizing atau
mengoptimalkan penggunaan mesin untuk mengurangi waktu idle operator saat
menunggu giliran menggunakan mesin, saran untuk menerapkan stasiun kerja yang
bersih dan rapi agar memudahkan operator dalam menemukan peralatan yang mereka
butuhkan, dan terakhir membuat pedoman dan standarisasi untuk meminimalkan
terjadinya miskomunikasi.

Skenario tersebut merupakan alternatif yang dapat menjadi pertimbangan bagi


perusahaan dalam mengambil keputusan. Untuk prioritasnya sendiri, permasalahan
kurang terutilisasinya operator menjadi prioritas pertama menurut penulis karena secara
teoritis berhubungan langsung terhadap penghitungan tingkat efisiensi lini. Prioritas
kedua adalah permasalahan ketidakcukupan mesin karena akan menimbulkan terjadinya
bottleneck antar elemen kerja. Diikuti penerapan standar dan disaat yang bersamaan
didukung oleh penerapan 5S (Sort of , Set in Order, Shine, Standardize, Sustain) untuk
meningkatkan efisiensi keseluruhan proses agar maksimal.

6.2 Saran

Fase control merupakan fase yang penting dimana dilakukan aktivitas pengendalian
terhadap implementasi solusi yang direkomendasikan serta melakukan evaluasi secara
berkala untuk melihat apakah solusi yang diberikan sudah mampu menyelesaikan
permasalahan secara efektif atau belum. Keterbatasan waktu kerja praktek membuat
penelitian hanya sampai fase improve saja dan tidak dapat melakukan fase control
dalam pengimplementasiannya di lapangan. Perlu adanya penelitian menyeluruh dari
sub-proses awal yaitu desain hingga sub-proses akhir pembuatan bill of material,
dengan lebih banyak data agar benar-benar dapat merepresentasikan keseluruhan proses
bisnis product development.

Dari analisis akar permasalahan memperlihatkan bahwa bahan baku material menjadi
salah satu faktor yang sangat berpengaruh dan diharapkan perusahaan memberi

5
Universitas
perhatian juga terhadap hal tersebut. Dari beberapa rekomendasi yang diajukan, penulis
juga menyarankan untuk adanya studi lebih lanjut seperti pada pengoptimalan mesin
volcanizing, penelitian terkait tekanan hidrolik yang sesuai agar tekanan yang diberikan
oleh mesin merata dan tidak hanya terfokus di tengah cetakan. Juga jika berbicara
mengenai pengeliminasian motion waste, untuk mendesain stasiun kerja yang memiliki
alat-alat yang dibutuhkan operator dengan jarak alat sesuai dengan jangkauan, terdapat
studi bernama motion study untuk mengukur hal tersebut. Selain agar penerapan solusi
untuk meningkatkan efisiensi menjadi maksimal, penelitian ini mengingat pada sisi
ergonomis pekerja dalam mengurangi terjadinya kecelakaan ataupun kelelahan.

5
Universitas
DAFTAR PUSTAKA

Cachon, G., & Terwiesch, C. (2009). Matching supply with demand (2nd ed.). New
York: Mc Graw-Hill Companies, Inc.

Dennis, P. (2015). Lean production simplified: A plain-language guide to the world’s


most powerful production system (3rd ed.). Boca Raton: CRC Press.

Irawan, A.P. (2017). Perancangan dan pengembangan produk manufaktur (1st ed.).
Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Jameel, B.I. (2015). The effectiveness of line balancing on production flow efficiency:
An experimental study. Engineering and Technology Journal, 33 (6), 1357-1356.
https://etj.uotechnology.edu.iq/article_105531.html

Manaye, M. (2019). Line balancing techniques for productivity improvement.


International Journal of Mechanical and Industrial Technology, 7 (1), 89-104.
https://www.researchpublish.com/issue/IJMIT/Issue-1-April-2019-September-
2019

Myerson, P. (2012). Lean supply chain and logistics management (1st ed.). New York:
Mc Graw-Hill Companies, Inc.

Niebel, B.W., & Freivalds, A. (2009). Niebel’s methods, standards, and work designs
(12th ed.). Boston: Mc Graw-Hill Companies, Inc.

Pande, P.S., Neuman, R.P., & Cavanagh, R.R. (2002). The six sigma way team
fieldbook: An implementation guide for project improvement teams. New York:
Mc Graw-Hill Companies, Inc.

Rocha, H.T., Ferreira, L.P., & Silva F.J.G. (2018). Analysis and improvement of
processes in the jewelry industry. Procedia Manufacturing, 17, 640-646.
https://doi.org/10.1016/j.promfg.2018.10.110

5
Universitas
Supsomboon, S. (2019). Simulation for jewelry production process improvement using
line balancing: A case study. Management Systems in Production Engineering, 27
(3), 124-137. https://doi.org/10.1515/mspe-2019-0021

Sutalaksana, I.Z., Anggawisastra R., & Tjakraatmadja J.H. (2006). Teknik perancangan
sistem kerja (2nd ed.). Bandung: Penerbit ITB.

Ulrich, K.T., & Eppinger S.D. (2012). Product design and development (5th ed.). New
York: Mc Graw-Hill Companies, Inc.

Wignjosoebroto, S. (2003). Pengantar teknik dan manajemen industri (1st ed.).


Surabaya: Penerbit Guna Widya.

5
Universitas

Anda mungkin juga menyukai