Disusun Oleh:
Luthfiya Naifa Putri 1606871392
Dr. Ir. Yuliusman, M.Eng Dr. rer. nat. Ir. Yuswan Muharam, M.T.
Koordinator Kerja Praktek Pembimbing Kerja Praktek
NIP. 196607201995011001 196405131995121001
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KERJA PRAKTEK
PT. MEDCO E&P INDONESIA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya, sehingga saya
dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktik ini yang berjudul ANALISA HIDRAULIK
PADA JARINGAN PIPA GAS DARI STASIUN K MENUJU STASIUN T PT. MEDCO
E&P INDONESIA di PT. Medco E&P Indonesia. Saya menyadari, tanpa adanya bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, Laporan Kerja Praktek ini sulit untuk diselesaikan. Oleh karena
itu, saya berterimakasih kepada:
1. Allah SWT yang selalu memberikan petunjuk dan bimbingannya di setiap langkah
saya.
2. Kedua orang tua dan adik saya yang selalu memberi doa, dukungan, dan motivasi dalam
melaksanakan kerja praktik ini.
3. Dr. Ir. Yuliusman, M.Eng selaku coordinator kerja praktik Departemen Teknik Kimia
Universitas Indonesia dan Dr. rer. nat. Ir. Yuswan Muharam, M.T. selaku pembimbing
kerja praktik saya.
4. Dr. Ir. Asep Handaya Saputra, MEng. selaku ketua Departemen Teknik Kimia
Universitas Indonesia.
5. Pak Sriyono selaku sekretaris pusat administrasi Departemen Teknik Kimia Universitas
Indonesia yang membantu pengurusan administrasi terkait kerja praktik
6. Pak Ali Ridlo dan Pak Primaresa Utama selaku pembimbing lapangan yang telah
membantu memberikan pengarahan, ilmu – ilmu baru, dan saran selama praktik kerja
lapangan berlangsung.
7. Ibu Meiliza yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membantu saya dalam
segala alur dan proses kerja praktik, dimulai dari dari pengajuan proposal sampai
akhirnya bisa bekerja praktik di PT. Medco E&P Indonesia.
8. Pak Rully Chairullah selaku HRD PT. Medco E&P Indonesia yang telah memberi
kesempatan bagi penulis untuk dapat melaksanakan kerja praktik di PT. Medco E&P
Indonesia.
9. Talitha dan Badzlina sebagai teman kerja praktek yang saling mendukung dan
membantu saya serta menjadi teman untuk bertukar wawasan.
10. Reza Fahlevi yang mendukung saya dalam penulisan makalah ini.
4
11. Reza Ananta, Lisa, David, Tart, Ghalib, Izel, dan Kak Randy serta segenap karyawan
PT. Medco E&P Indonesia yang telah memberikan penulis banyak pengalaman dan
pengetahuan baru selama pelaksanaan kerja praktik.
12. Pitus, Alya, Ivan, Bison, Baspan, Ipang, Dafre, Hakim, Ajeng, Nuhi, Septi, dan Yoga
sebagai penyemangat saya di dunia perkuliahan selama ini.
Penulis menyadari dan memohon maaf apabila dalam menyusun dan menulis makalah
kerja praktek ini masih terdapat kekurangan, baik dalam segi bahasa penulisan maupun isi dari
setiap materi yang dibahas. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran
yang dapat menjadikan penulis untuk menjadi lebih baik dalam masa yang akan mendatang.
Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat untuk pembaca.
31 Juli 2019
Penulis
5
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 6
BAB I ....................................................................................................................................... 10
BAB II...................................................................................................................................... 13
2.1. Sejarah dan Ruang Lingkup Bisnis PT. Medco E&P Indonesia ........................ 13
2.2. Visi, Misi, dan Budaya PT. Medco E&P Indonesia ............................................ 14
2.3. Lokasi dan Tata Letak PT. Medco E&P Indonesia ............................................. 15
2.4. Surface Facilities Engineering Departement PT. Medco E&P Indonesia ....... 16
6
3.2. Aliran Fluida Dua Fasa .......................................................................................... 19
3.5. Korelasi Liquid Holdup dengan persamaan Beggs and Brill ............................... 25
BAB IV .................................................................................................................................... 28
4.1. Analisa Hidraulik Pada Jaringan Gas Stasiun K Menuju Stasiun T ................. 28
BAB V ..................................................................................................................................... 37
5.2. Saran......................................................................................................................... 37
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 39
7
DAFTAR TABEL
Table 3. 1. Batasan Untuk Menentukan Pola Aliran Menggunakan Metode Beggs and Brill 25
Table 3. 2. Persamaan Untuk Mencari Liquid Holdup Untuk Pipa Horizontal ....................... 26
Table 3. 3. Inclination Correction Factor Coefficient .............................................................. 26
Table A. 1. Panjang dan Elevasi Jalur Pipa Dari Stasiun K Menuju Stasiun T ....................... 39
8
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4. 1. Grafik Elevasi vs. Panjang Total Jalur Pipa Gas K ke T ................................... 28
Gambar 4. 2. Simulasi menggunakan HYSYS ........................................................................ 30
Gambar 4. 3. Simulasi menggunakan PIPESIM ...................................................................... 31
Gambar 4. 4. Segregated Flow ................................................................................................. 33
Gambar 4. 5. Variasi Pengaruh Perubahan Laju Alir .............................................................. 34
Gambar 4. 6. Variasi Pengaruh Perubahan Tekanan Stasiun T ............................................... 35
9
BAB I
PENDAHULUAN
10
2. Mendapatkan pengalaman kerja secara langsung dan aplikatif sebagai process
engineer di bagian Surface Facilities Engineering PT. Medco E&P Indonesia.
3. Memenuhi salah satu mata kuliah yang diwajibkan bagi mahasiswa Departemen
Teknik Kimia FTUI untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1).
4. Mendapatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapannya terkait
surface facility operations.
5. Mendapatkan kesempatan untuk menganalisis permasalahan yang mungkin
terjadi di lapangan dan mengetahui tindakan penanganan yang tepat.
b. Untuk Universitas
1. Menciptakan keterkaitan dan kerja sama (networking) yang saling
menguntungkan antara pihak universitas dengan pihak perusahaan dalam rangka
meningkatkan wawasan, keterampilan, penguasaan IPTEK (Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi), serta profesionalisme sebagai tuntutan di era globalisasi.
2. Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu yang telah
diberikan di perkuliahan dalam dunia kerja.
3. Mengetahui kesesuaian mata kuliah yang diadakan dengan kompetensi yang
dibutuhkan dalam dunia kerja sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan
kurikulum pembelajaran.
c. Untuk Perusahaan
1. Menciptakan keterkaitan dan kerja sama yang saling menguntungkan antara
pihak perusahaan dengan pihak universitas dalam rangka meningkatkan
wawasan, keterampilan, penguasaan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
serta profesionalisme sebagai tuntutan di era globalisasi.
2. Mewujudkan CSR (Corporate Social Responsibility) perusahaan dalam hal
memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat di bidang pendidikan.
3. Mendapatkan masukan dan ide baru dari mahasiswa untuk menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan.
1.2.4. Tempat dan Waktu Kerja Praktek
Kerja praktek dilakukan di Surface Facilities Engineering Department PT. Medco E&P
Indonesia yang berada di Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53, RT.5/RW.3, Daerah Khusus Ibukota
Jakarta 12190 dengan waktu kerja praktek selama 1 bulan (1 Juli – 31 Juli 2019). Kerja praktek
dilaksanakan pada Senin – Jumat pukul 07.00 WIB – 16.00 WIB.
11
1.2.5. Metode Pelaksanaan Kerja Praktek
Metode yang digunakan dalam kegiatan kerja praktek adalah sebagai berikut:
1. Diskusi Secara Langsung
Diskusi dilakukan bersama pembimbing kerja praktek untuk mengetahui ilmu-ilmu
terkait surface facilities.
2. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan melalui beberapa dokumen yang dimiliki oleh PT. Medco
E&P Indonesia, melalui internet, dan jurnal-jurnal ilmiah.
12
BAB II
PROFIL UMUM PERUSAHAAN
2.1. Sejarah dan Ruang Lingkup Bisnis PT. Medco E&P Indonesia
PT. Medco E&P Indonesia didirikan oleh Arifin Panigoro dengan nama Meta Epsi
Pribumi Drilling Company (MEDCO) di tahun 1980 sebagai perusahaan kontraktor
pengeboran. Medco kemudian melakukan ekspansi usaha di bidang eksplorasi dan produksi
minyak dan gas bumi dengan membeli hak pengeboran lahan minyak dan gas di Kalimantan
Timur pada tahun 1992.
13
mendapatkan kontrak jasa selama 10 tahun di lapangan minyak Karim Small di Oman dan
proyek geothermal di Sarulla, Sumatra Utara dengan kapasitas 3 x 110 MW.
Selang waktu yang terjadi, pada tahun 2007 Medco melakukan pemboran pada sumur
eksplorasi di Area 47 di Libya diikuti dengan mendapatkan operatorship dan membuat 3 sumur
temuan di tahun 2010. Di tahun yang sama pula, Medco melakukan perpanjangan kontrak 20
tahun untuk South & Central Sumatra Block, Block A, dan Block Bawean, Indonesia. 2 tahun
kemudian, Medco mengakuisisi Blok 9 Malik di Yaman, melakukan pengiriman perdana
batubara sebanyak 38000 ton dan mendapatkan PROPER Emas untuk Blok Rimau selama 2
tahun berturut-turut.
Di tahun 2013, Medco mengamankan pendanaan proyek Senoro sebesar 260 juta US$,
mensetujui swap asset dengan Salamander untuk asset Bangkanai dengan Simenggaris dan
Bengara. Satu tahun setelahnya, Medco mengakuisisi delapan wilayah kerja dan gas di Tunisia,
melalui akuisisi Storm Venture International (Barbados) Ltd. Medco menandatangani
perjanjian pasokan gas Block A dengan Pertamina dan mendapatkan tambahan 25 tahun
beroperasi di Karim Small Fields, Oman di tahun 2015. PT. Medco E&P Indonesia mengambil
alih 40% saham South Natuna Sea Block B dari ConoccoPhillips pada tahun 2016.
14
komunitas dan masyarakat luas. Visi ini diwujudkan dengan mengembangkan potensi sumber
daya energi menjadi portofolio investasi yang menguntungkan. Untuk mewujudkannya, PT.
Medco E&P Indonesia melaksanakan setiap proyeknya dengan tepat waktu sesuai standar
tertinggi tata kelola perusahaan yang baik dan memperhatikan keselataman. Selain itu, PT.
Medco E&P Indonesia berdedikasi terhadap perlindungan dan pelestarian lingkungan serta
implementasi program dengan bertanggung jawab terhadap kegiatan sosial yang efektif dan
berkesinambungan.
2.2.2. Budaya PT. Medco E&P Indonesia
PT. Medco E&P Indonesia mempunyai 4 tata nilai (values) yaitu:
1. Professional
PT. Medco E&P Indonesia memiliki tujuan untuk melaksanakan fungsinya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta pernyataan perusahaan secara
efektif dan efisien dengan memperhatikan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan.
2. Etis
PT. Medco E&P Indonesia berkomitmen untuk memperlakukan seluruh anggota
perusahaan, mitra kerja, dan pelanggan secara santun dan menghargai pendapatnya, serta
menjaga integritas pribadi sesuai dengan nilai yang diyakininya dan tata nilai perusahaan.
3. Terbuka
PT. Medco E&P Indonesia mendorong komunikasi non-formal dan terbuka di seluruh
tingkat karyawan untuk membangun suasana kepercayaan, rasa saling menghormati dan rasa
saling percaya di antara para karyawan dan manajemen.
4. Inovatif
PT. Medco E&P Indonesia menanam budaya “para perintis” kepada semua
karyawannya; untuk senantiasa mencari solusi inovatif untuk mencapai hasil-hasil dengan
pembiayaan efektif, lebih baik, lebih aman, dan lebih cepat.
15
3. Ruang fotokopi
4. Pantry
5. Toilet
6. Mushala
Surface facilities terdiri dari beberapa kelompok, yaitu wellhead, gathering system,
manifold system, separator, storage, dan pompa. Hidrokarbon yang terproduksi dari well akan
diangkat oleh wellhead sebelum dialirkan menuju manifold. Kemudian Hidrokarbon akan
melalui separator untuk memisahkan antara gas, minyak, dan air. Gas akan menuju ke
scrubber untuk menyaring sisa-sisa minyak dan air yang terbawa gas agar tidak merusak
16
generator, sedangkan minyak yang keluar dari separator akan di kirim ke FWKO untuk
memisahkan sisa fraksi air yang terkandung dalam minyak.
Proses pemurnian gas berfungsi untuk menghilangkan/memisahkan impurities (zat
pengotor) yang tidak dikehendaki di dalam gas alam tersebut, seperti garam yang akan
menyebabkan paraffin wax. Sebelum proses pemurnian dilakukan, gas alam yang diperoleh
dari sumur harus diuji di laboratorium untuk mengetahui senyawa-senyawa kimia yang terlarut
di dalamnya. Hal ini diperlukan untuk menentukan proses purifikasinya, jumlah unit proses,
jenis bahan kimia serta dosis bahan kimia yang akan digunakan.
Untuk melakukan transportasi fluida peralatan utama yang dipakai adalah flowline,
trunk line, dan pipeline, serta menggunakan pompa dan kompresor. Flow line digunakan untuk
transportasi jarak pendek dengan volume fluida yang relative kecil, sedangkan trunk line
digunakan untuk jarak yang lebih jauh dengan volume yang lebih besar. Kedua jenis pipa
tersebut digunakan untuk mengalirkan fluida dari area sumur. Pipeline digunakan untuk
mengantarkan fluida yang sudah sesuai spesifikasinya dengan keinginan pembeli.
17
bahwa cairan atau gas yang keluar telah dipisahkan dan tidak terjadi proses balik dari satu arah
ke arah yang lainnya.
Setelah dilakukan pemisahan, process engineer bertugas untuk mendesain pemurnian
gas dari sumur menggunakan acid gas removal unit menggunakan mono-ethanol-amine, di-
ethanol-amine, atau tri-ethanol-amine dan dehydration unit menggunakan glycol atau dessicant
yang sesuai untuk proses tersebut. Sementara itu, untuk pemurnian minyak umumnya
digunakan heat treater atau chemical treater yang digunakan untuk menghilangkan emulsi dari
aliran minyak dan penggunaan desalting unit untuk menghilangkan kandungan garam pada
minyak. Dalam penentuan unit yang diperlukan process engineer mempertimbangkan
komposisi dari fluida yang masuk dan keluar, serta aspek ekonominya. Selain proses tersebut
proses pemurnian fluida yang akan dibuang atau dianggap sebagai limbah juga ditentukan oleh
process engineer. Ada ketentuan dan syarat terkait fluida yang dapat dibuang kepada
lingkungan dan hal tersebut harus dipenuhi untuk menjaga kesehatan dan lingkungan.
18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Dilihat dari bilangan Reynold-nya, jika aliran mempunyai Re kurang dari 2000, maka
aliran fluida yang terjadi adalah laminar, yang ditandai oleh partikel cairan yang halus atau
dalam jalur yang teratur. Aliran transisi terjadi bila fluida mempunyai Re diantara 2000 sampai
4000 (bilangan Reynolds kritis). Sedangkan, saat Re lebih besar daripada 4000, maka aliran
fluida yang terjadi adalah aliran turbulen. Berbeda dengan aliran laminar, aliran turbulen
ditandai oleh pergerakan partikel cairan yang tidak teratur.
19
cairan. Sedangkan klasifikasi dispersi diterapkan ketika fase menempati wilayah ruang terputus
dan terdiri dari zat padat, cair atau gas. Ketika dua fase aliran terjadi di pipa, beberapa pola
aliran berbeda terbentuk, tergantung pada sifat fluida, kecepatan relatif dari fluida dan
kecenderungan pipa.
3.2.1. Two-Phase Horizontal Flow Regime
Ketika campuran dua fasa gas-cair terjadi di pipa, kedua fase cenderung terpisah dengan
cairan bagian bawah. Oleh sebab inilah, aliran dua fasa dalam pipa horizontal menunjukkan
pola aliran khas.
1. Bubble Flow
Bubble flow merupakan pola aliran fluida dimana kecepatan gas dan cairan pada pipa
diperkirakan sama besarnya sehingga cairan hampir meliputi seluruh bagian dari pipa
sementara gas mengalir dalam bentuk gelembung-gelembung pada bagian atas pipa. Bubble
flow tidak merupakan rezim aliran yang sepenuhnya berkembang (fully-developed flow regime)
karena saat waktu dan jarak tertentu, gelembung yang tercipta dapat bertubrukan dengan
gelembung lainnya sehingga terjadi aglomerasi yang menyebabkan terbentuknya gelembung
lebih besar atau terjadi slug flow.
2. Plug Flow
Plug flow terjadi ketika cairan mengalir disepanjang pipa bagian bawah sedangkan
kondisi gas yang semakin banyak dalam bentuk gelembung-gelembung tersebut bersatu
membentuk gelembung yang lebih besar dan mengalir di bagian atas pipa.
3. Stratified Flow
Fasa gas dan cairan terpisah sepenuhnya dengan gas di bagian atas dan cairan di bagian
bawah pipa. Saat laju gas meningkat, plug akan berubah menjadi kondisi yang kontinyu dengan
aliran gas diatas pipa dan cairan mengalir di bagian bawah. Kontak antarmuka antara fase
relatif halus dan fraksi yang ditempati oleh setiap fase tetap konstan. Dalam aliran yang
menanjak, stratified flow jarang terjadi. Sementara saat aliran menurun, stratified flow
ditingkatkan asalkan kemiringannya tidak terlalu curam. Jenis aliran ini hanya dapat terjadi
pada kecepatan rendah.
4. Wavy Flow
Wavy flow terjadi saat fluida gas mengalir semakin banyak maka gas akan mengalir
lebih cepat dibandingkan dengan cairan sehingga akan mengakibatkan efek karena gesekan
pada kontak area antara gas dan cairan. Wavy flow dapat terjadi saat aliran menanjak.
5. Slug Flow
20
Slug flow terjadi ketika fluida gas yang mengalir semakin banyak sehingga melebihi
batas kritisnya dan mengakibatkan puncak dari gelombang cairan akan menyentuh bagian atas
pipa dimana kecepatan alir dari gas dalam bentuk slug ini lebih cepat dibandingkan dengan
kecepatan rata-rata dari cairan itu sendiri. Dalam aliran gas di slug flow, tingkat cairan sangat
ditekan sehingga gas menempati sebagian besar aliran pipa. Saat aliran menanjak, slug flow
dimulai pada laju uap yang lebih rendah daripada di pipa horizontal. Sedangkan saat menurun,
dibutuhkan laju uap yang sangat tinggi agar slug flow terbentuk. Slug flow harus dihindari
karena dapat menyebabkan kerusakan pada pipa dan gangguan aliran.
6. Spray Flow
Spray flow terjadi saat kecepatan aliran fluida annular dalam pipa sangat tinggi, lapisan
cairan terseret dari dinding pipa dan ikut terbawa bersama dengan aliran gas dalam bentuk titik-
titik air.
7. Annular Flow
Annular flow terjadi saat cairan mengalir seperti lapisan annular dengan ketebalan yang
bervariasi di sepanjang dinding pipa sementara gas mengalir dengan kecepatan tinggi ditengah-
tengah pipa, dimana sebagian dari cairan akan ikut terbawa aliran gas dalam bentuk droplet
kecil yang suatu saat akan jatuh kembali jika telah berubah menjadi butiran besar. Sebagian
dari cairan terpotong dari lapisan oleh gas dan dibawa bersama dengan inti sebagai tetesan yang
terperangkap. Di waktu yang sama, pusaran bergolak dalam tetesan uap pada lapisan cairan.
Lapisan annular di dinding lebih tebal di bagian bawah pipa daripada di bagian atas. Pada
annular flow, efek penurunan tekanan gesek dan momentum lebih besar daripada efek gravitasi
sehingga orientasi pipa dan arah aliran memiliki pengaruh yang lebih kecil daripada pada rezim
aliran yang lain. Aliran annular adalah rezim aliran yang sangat stabil sehingga menguntungkan
untuk beberapa reaksi kimia.
Sumber: https://www.ingenieriadepetroleo.com
21
Gambar 3. 3. Horizontal Flow Regime
Sumber: https://www.ingenieriadepetroleo.com
22
Pada dasarnya, mist flow memiliki prinsip yang sama dengan spray flow pada pipa
horizontal. Laju uap yang sangat tinggi diperlukan untuk menghilangkan cairan pada pipa yang
bisa menghilangkan efek orientasi dan arah aliran. Dalam identifikasi rezim aliran dua fase
vertikal, annular flow dan mist flow sering dijadikan suatu kesatuan yang disebut dengan
annular mist flow.
(from left to right) a. Bubble flow, b. Slug flow, c. Froth flow, d. Annular flow, e. Mist flow
Sumber: https://www.ingenieriadepetroleo.com
dengan,
𝑅 2 𝑇𝑐2
𝑎 ≈ 0.45724 (3)
𝑝𝑐
23
𝑅𝑇𝑐
𝑏 ≈ 0.07780 (4)
𝑝𝑐
2
1
2
𝛼 = (1 + 𝜅 (1 − 𝑇𝑟 )) (5)
𝑇
𝑇𝑟 = 𝑇 (6)
𝑐
Parameter yang digunakan untuk menentukan pola aliran dalam metode Beggs and Brill
adalah:
𝐿1 = 316(𝜆𝐿 )0,302 (7)
𝐿2 = 0.0009252(𝜆𝐿 )−2.4684 (8)
𝐿3 = 0.1(𝜆𝐿 )−1.4516 (9)
𝐿4 = 0.4(𝜆𝐿 )−6.738 (10)
Pola aliran yang didapatkan menggunakan metode Beggs and Brill dapat diketahui
melalui batasannya, dimana masing-masing pola aliran mempunyai batasan yang berbeda.
24
Table 3. 1. Batasan Untuk Menentukan Pola Aliran Menggunakan Metode Beggs and Brill
25
4. Menghitung bilangan kecepatan cairan
𝜌 0.25
𝑁𝐿𝑉 = 𝑣𝑠𝑙 (𝑔𝜎𝐿 ) (14)
𝐿
5. Menentukan flow pattern aliran berdasarkan parameter pada persamaan (7) sampai
dengan persamaan (10)
6. Menentukan flow pattern berdasarkan batasan pada table 3.1
7. Menghitung horizontal holdup
Table 3. 2. Persamaan Untuk Mencari Liquid Holdup Untuk Pipa Horizontal
0.845 𝐶𝐿0.5351
Intermittent Flow 𝐸𝐿 (0) =
𝐹𝑟𝑚0.0173
1.065 𝐶𝐿0.5824
Distributed Flow 𝐸𝐿 (0) =
𝐹𝑟𝑚0.0609
Flow Pattern d e f g
Segregated uphill 0.011 -3.768 3.539 -1.614
Intermittent uphill 2.96 0.305 -0.4473 0.0978
Distributed uphill No correction C=0
All flow patterns downhill 4.7 -0.3962 0.1244 -0.5056
26
𝜆 = 0.541𝜆 untuk aliran downhill (19)
12. Ketika aliran adalah transition, maka
𝜆 = 𝑎𝜆1 + (1 − 𝑎)𝜆2 (20)
dengan
𝐿3 −𝑁𝐹𝑅
𝑎= (21)
𝐿3 −𝐿2
Dimana 𝜆1 adalah liquid holdup yang dihitung dengan asumsi aliran merupakan
segregated flow dan 𝜆2 adalah liquid holdup yang dihitung dengan asumsi aliran adalah
intermittent flow.
13. Menghitung rasio faktor friksional
𝑓𝑡𝑝
= 𝑒𝑠 (22)
𝑓𝑛𝑠
dimana
ln(𝑦)
𝑠 = −0.0523+3.182 ln(𝑦)−0.8725[ln(𝑦)]2 +0.01853[ln(𝑦)]4 (23)
dan
𝜆𝑛𝑠
𝑦= (24)
𝜆2
S menjadi tak terbatas saat berada di interval 1 < y < 1.2, sehingga fungsi S dalam
interval ini dihitung dengan persamaan
𝑠 = ln(2.2𝑦 − 1.2) (25)
14. Menghitung pressure gradient friksional
2
2𝑓𝑡𝑝 𝜌𝑛𝑠 𝑣𝑚
𝑑𝑝
[𝑑𝑥 ] = (26)
𝑓 𝑑𝑒
dengan SLV sebagai Static Liquid Volume in Pipe, TPV sebagai Total Pipeline Volume,
dan MLV sebagai Moving Liquid Volume. Jika SLV ditambahkan dengan MLV maka hasilnya
merupakan liquid holdup.
27
BAB IV
TUGAS KHUSUS
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengevaluasi hidraulik pipa yang
melingkupi penurunan tekanan, penurunan suhu, liquid holdup, dan volume cairan saat
dilakukan pigging sepanjang pipa. Kondisi operasi dan pipeline rating dari jaringan gas Stasiun
K menuju Stasiun T telah dilampirkan pada table 4.1 dan table 4.2.
Table 4. 1. Kondisi Operasi
Operating Conditions
Stasiun K Stasiun T
Tekanan: tidak diketahui Tekanan: 625 psig
Suhu: 110 oF Suhu: tidak diketahui
Laju alir gas: 5 mmscfd
28
Table 4. 2. Pipeline Rating
Pipeline Rating
Stasiun K – Receiver Receiver – Stasiun T
Panjang: 26791.55 m Panjang: 100 m
SCH 40, NPS 6
Koefisien Perpindahan Panas: 1.0000 Btu/hr-ft2-F
Suhu Ambient: 74 oF
Kedalaman Pipa: 1 ½ m
Laju gas dari Stasiun K yang dialirkan adalah sebesar 5 mmscfd dan dialirkan melalui
pipa dengan ID 6”. Suhu pada jaringan pipa di stasiun K adalah sebesar 110 oF sedangkan
tekanannya tidak diketahui. Sementara pada pipa Stasiun T, suhunya tidak diketahui dengan
tekanan sebesar 625 psig. Pipa ditanam dengan kedalaman 1 ½ m di dalam tanah dengan suhu
suhu ambient 74 oF. Data komposisi gas yang dialirkan telah diberikan pada table 4.4.
Table 4. 3. Analisis Komposisi Gas yang Dialirkan
29
4.2. Hasil Simulasi
Simulasi dilakukan dengan menggunakan software PIPESIM milik Schlumberger dan
HYSYS milik ASPENtech. Sebelum dialirkan melalui jaringan pipa, dry gas dari Stasiun K
disaturasi menggunakan air sehingga menjadi wet gas. Saturasi dry gas disimulasikan dengan
menggunakan software HYSYS dengan spesifikasi compressible gas pipe yang digunakan
adalah pipa mild steel dengan SCH 40. Pemilihan ini dilakukan karena untuk gathering
pipelines pipa yang sering digunakan adalah pipa mild steel dengan SCH 40. Hasil liquid
volume flows air yang didapatkan dari HYSYS digunakan sebagai basis water gas ratio untuk
simulasi PIPESIM. Hasil yang didapatkan adalah komposisi air yang dialirkan lewat pipa
bersama gas sebesar 1.3724 bbl/day, yang kemudian dibagi dengan 5 mmscfd sehingga
mendapatkan hasil 0.27448 bbl/mmscf.
Stasiun T
Stasiun T
Stasiun K
Stasiun K
Setelah mendapatkan data water gas ratio, simulasi dilakukan dengan menggunakan
software PIPESIM milik Schlumberger. Simulasi dimulai dengan memasukkan komposisi gas
dari stasiun K.
30
Kemudian dilanjutkan dengan membuat Source (sebagai Stasiun K), Junction (sebagai
Receiver), dan Sink (sebagai Stasiun T) kemudian menghubungkan ketiganya menggunakan
flowline.
Stasiun K Stasiun T
Penelitian terbagi menjadi 2 kasus. Kasus yang pertama adalah simulasi menggunakan
PIPESIM untuk mengetahui liquid holdup yang terdapat dalam pipa jika laju alir gas diubah
dan kasus yang pertama adalah simulasi menggunakan PIPESIM untuk mengetahui liquid
holdup yang terdapat dalam pipa jika tekanan akhir di Stasiun T diubah.
4.2.1. Variasi Pengaruh Perubahan Laju Alir
Kasus pertama bertujuan untuk mengetahui liquid holdup yang terdapat dalam pipa jika
laju alir gas divariasikan dengan jarak 1 mmscfd sampai dengan 10 mmscfd. Tekanan pada
Stasiun T telah ditetapkan yaitu sebesar 625 psig. Flow pattern yang didapatkan pada kasus
pertama adalah segregated flow. Hasil yang diperoleh dari simulasi adalah tekanan pada
Stasiun K, liquid holdup sepanjang pipa, dan kecepatan aliran yang telah tertera pada table 4.5.
Table 4. 4. Variasi Pengaruh Perubahan Laju Alir
31
pada Stasiun K, liquid holdup sepanjang pipa, dan kecepatan aliran melewati pipa telah tertera
pada table 4.6.
Table 4. 5. Variasi Pengaruh Perubahan Tekanan Stasiun T
32
Gambar 4. 5. Segregated Flow
Sumber: Piping Stress Analysis
Analisa pertama dimulai dari pengaruh laju alir terhadap perubahan tekanan dari
Stasiun K ke Stasiun T. Menurut persamaan Bernoulli, terdapat tiga variable yang dapat
mempengaruhi perubahan tekanan atau pressure drop, yaitu perubahan elevasi, perubahan
kecepatan, dan head loss, dimana persamaannya adalah
𝜌 𝑣22 −𝑣12
(𝑃1 − 𝑃2 ) = ((𝑍2 − 𝑍1 ) + ( ) + 𝐻𝐿 ) (28)
144 2𝑔
Head loss merupakan pengurangan energi total dari fluida yang merepresentasikan
pengurangan kemampuan fluida untuk bekerja. Head loss tidak mengurangi kecepatan fluida
dan tidak akan mempengaruhi ketinggian head fluida, sehingga head loss akan selalu dijadikan
untuk mengurangi head tekanan, atau tekanan statis dari fluida. Fluida akan mengalir dari
daerah yang total energinya lebih tinggi menuju ke daerah yang mempunyai energi lebih
rendah. Dari hasil simulasi yang telah dilakukan menggunakan PIPESIM, terlihat bahwa
semakin tinggi laju alir maka pressure drop yang terjadi juga akan meningkat. Terjadinya hal
ini sesuai dengan hubungan antara tekanan dengan laju alir dirumuskan dalam persamaan
Darcy-Weisbach, yaitu
𝑓𝐿𝜌𝑄 2
𝑑𝑃 = 2.161 ∗ 10−4 ( ) (29)
𝑑5
dimana laju alir dengan perubahan tekanan berbanding lurus, sehingga jika laju alir bertambah
maka perubahan tekanan friksional juga meningkat sehingga dibutuhkan tekanan tinggi untuk
mengalirkan gas dan pressure drop bertambah.
33
Pengaruh Perubahan Laju Alir Gas
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Q (mmscfd)
Analisa yang kedua mencakup pengaruh laju alir gas terhadap liquid holdup yang
terbentuk di dalam pipa sepanjang jalur jaringan gas Stasiun K – Stasiun T. Berdasarkan hasil
simulasi yang didapat, laju alir gas dengan liquid holdup berbanding terbalik. Saat laju alir gas
meningkat, liquid holdup akan menurun karena gas yang ada dalam aliran dua fasa secara
efektif akan mendorong cairan dari pipa dan kemungkinan terjadi slip antara fasa mengecil,
sehingga cairan dalam pipa tidak menumpuk. Sementara itu, saat laju aliran gas rendah,
kemampuan gas untuk mendorong cairan rendah dan tidak efektif. Hal inilah yang
menyebabkan liquid holdup akan semakin banyak saat laju alir gas rendah. Liquid holdup yang
tinggi tidak baik untuk pipa karena akan menyebabkan slugging. Slugging dapat menyebabkan
terjadinya bottleneck, meningkatkan laju korosi, menyebabkan terjadinya backpressure,
merusak pipa dan fasilitas lainnya, serta membuat seluruh system menjadi tidak stabil.
Analisa ketiga adalah tentang hubungan antara laju alir gas dengan kecepatan aliran
sepanjang pipa. Laju alir gas dan kecepatan aliran sepanjang pipa berbanding lurus, dimana
saat laju alir gas meningkat maka kecepatan aliran juga meningkat pula. Hubungan ini terjadi
sesuai dengan persamaan laju alir, yaitu
𝑄 = 𝐴𝑣 (30)
dengan Q merupakan laju alir, A merupakan area dari pipa, dan v adalah kecepatan aliran.
Kecepatan aliran juga berpengaruh pada pressure drop aliran.
34
4.3.2. Variasi Pengaruh Perubahan Tekanan Stasiun T
Kasus kedua yang akan dianalisa adalah pengaruh perubahan tekanan Stasiun T
terhadap tekanan Stasiun K dan pressure drop yang terjadi, liquid holdup sepanjang pipa, serta
kecepatan aliran dalam pipa. Untuk suhu di Stasiun K, suhu di Stasiun T, dan laju alir gas
hasilnya adalah tetap (fixed variable). Aliran yang terjadi pada kasus kedua sama dengan kasus
pertama, yaitu segregated flow.
Dari hasil plot grafik, dapat dilihat bahwa semakin tinggi tekanan yang ditentukan di
Stasiun T maka pressure drop yang terjadi akan semakin rendah. Fluida yang mengalir
melewati pipa dengan ketinggian serta elevasi tertentu akan mengalami pressure drop atau
kehilangan tekanan. Pressure drop terjadi ketika gaya friksi yang disebabkan oleh resistensi
aliran yang ditentukan oleh kecepatan fluida mengalir di pipa dan viskositasnya, dipaksa
bekerja pada fluida saat mengalir melalui pipa. Pressure drop dengan viskositas fluida
mempunyai hubungan yang erat, dimana bila viskositas fluida yang mengalir tinggi akan
menghasilkan pressure drop lebih besar pada bagian pipa, valve, atau elbow. Bila viskositasnya
rendah, pressure drop akan lebih rendah atau bahkan tidak ada. Karena pada kasus ini fluida
merupakan fluida dua fasa, gaya gesek juga mempengaruhi terjadinya pressure drop di
sepanjang pipa.
Jika dibandingkan dengan hasil dari kasus pertama, liquid holdup yang terjadi pada
kasus kedua lebih kecil. Hal ini menyatakan bahwa tekanan lebih memiliki pengaruh yang
35
besar terhadap terjadinya liquid holdup dibandingkan dengan laju alir. Hasil dari simulasi yang
dilakukan menunjukkan bahwa semakin tinggi tekanan akhir yang ditentukan maka liquid
holdup akan meningkat, sementara semakin rendah tekanan akhir pada Stasiun T maka liquid
holdup di sepanjang pipa semakin kecil. Hal ini dipengaruhi oleh pressure drop di sepanjang
jaringan pipa gas. Pressure drop meningkat seiring tekanan pada Stasiun T menurun dan
menyebabkan kecepatan aliran meningkat, sehingga liquid holdup menjadi semakin kecil
karena cairan disapu lebih efisien dari pipa.
36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Pada kasus 1, laju alir gas yang dialirkan dari Stasiun K divariasikan dalam range 1
mmscfd sampai 10 mmscfd. Saat laju alir gas 5 mmscfd (kondisi awal yang
ditentukan), liquid holdup yang dihasilkan sebesar 145.609 bbl. Kondisi liquid
holdup minimum tercapai saat laju alir diset menjadi 10 mmscfd, yaitu sebesar
135.367 bbl.
2. Pada kasus 2, tekanan akhir di Stasiun T divariasikan dari range tekanan 300 psig
sampai dengan 900 psig. Saat tekanan T mencapai 625 psig (kondisi awal yang
telah ditentukan), liquid holdup yang dihasilkan sebesar 145.609 bbl. Kondisi liquid
holdup minimum tercapai saat tekanan T diset sebesar 300 psig, dengan hasil liquid
holdup sebesar 82.8817 bbl.
3. Berdasarkan perbandingan dari kasus 1 dan kasus 2, dapat terlihat bahwa tekanan
lebih memiliki pengaruh terhadap liquid holdup. Semakin turun tekanan yang
ditentukan pada Stasiun T, pressure drop yang dibutuhkan meningkat dan
menyebabkan liquid holdup menurun.
4. Ketika laju alir bertambah, perubahan tekanan friksional akan meningkat sehingga
dibutuhkan tekanan tinggi untuk mengalirkan gas dan pressure drop bertambah.
5. Saat laju alir menurun, liquid holdup akan meningkat karena aliran gas tidak dapat
mendorong cairan dengan efektif sehingga cairan tertinggal dalam pipa dan menjadi
heavy liquid.
6. Bila viskositas fluida yang mengalir tinggi maka pressure drop yang dihasilkan
akan meningkat sehingga liquid holdup menurun.
5.2. Saran
1. Jika kondisi operasi yang digunakan adalah kondisi operasi awal (laju alir gas
sebesar 5 mmscfd dan tekanan Stasiun T sebesar 625 psig), maka dibutuhkan
penanganan fasilitas di Stasiun T. Penanganan fasilitas yang dimaksud adalah
dengan menambahkan slug catcher di Stasiun T.
2. Opsi kedua yang dapat dilakukan untuk meminimalisir liquid holdup yang terjadi
di sepanjang pipa adalah dengan menurunkan tekanan akhir di Stasiun T. Dari hasil
37
simulasi, tekanan awal yang dibutuhkan di Stasiun K adalah sebesar 392.79 psig
agar didapatkan tekanan akhir sebesar 300 psig di Stasiun T. Tetapi, jika opsi ini
dipilih maka harus disediakan kompresor di Stasiun T, baik kompresor baru atau
kompresor lama, untuk menaikkan tekanan akhir 300 psig menjadi 625 psig
(required pressure).
38
LAMPIRAN
LAMPIRAN A
Table A. 1. Panjang dan Elevasi Jalur Pipa Dari Stasiun K Menuju Stasiun T
39
Panjang Elevasi Panjang Elevasi Panjang Elevasi
Data Data Data
(m) (m) (m) (m) (m) (m)
27 3500 113.41 88 10229.5 117.521 149 20729.5 123.441
28 3700 131.204 89 10289.5 120.402 150 20929.5 119.178
29 3840 127.568 90 10529.5 110.583 151 21389.5 124.845
30 3920 133.645 91 10929.5 109.475 152 21649.5 120.785
31 4040 128.586 92 10989.5 113.756 153 21709.5 121.102
32 4120 130.202 93 11049.5 115.677 154 22429.5 114.952
33 4220 137.06 94 11209.5 108.479 155 22609.5 118.142
34 4320 133.18 95 11689.5 104.376 156 22989.5 113.172
35 4420 133.882 96 12029.5 112.124 157 23049.5 107.375
36 4600 130.343 97 12089.5 114.15 158 23169.5 104.191
37 4600 130.065 98 12169.5 106.952 159 23259.5 107.085
38 4840 133.912 99 12289.5 102.984 160 23509.5 100.06
39 4920 131.994 100 12369.5 104.048 161 23609.5 100.385
40 5040 136.439 101 12489.5 112.843 162 23789.5 112.166
41 5160 132.182 102 12609.5 104.628 163 23929.5 104.6
42 5460 136.877 103 12689.5 106.546 164 24189.5 109.224
43 5540 142.816 104 13009.5 101.946 165 24369.5 99.747
44 5620 138.289 105 13029.5 96.912 166 24609.5 99.774
45 5780 140.839 106 13049.5 103.151 167 24649.5 97.458
46 5920 135.958 107 13109.5 106.927 168 24669.5 99.821
47 6000 140.651 108 13189.5 103.385 169 24749.5 100.244
48 6140 139.895 109 13289.5 102.718 170 25069.5 107.635
49 6280 135.311 110 13349.5 104.717 171 25149.5 106.877
50 6400 142.007 111 13429.5 102.813 172 25229.5 103.285
51 6520 138.6 112 13529.5 105.179 173 25309.5 107.83
52 6600 140.662 113 13789.5 109.61 174 25629.5 114.512
53 6760 120.924 114 13889.5 105.26 175 25829.5 111.629
54 6860 118.801 115 14049.5 112.819 176 25889.5 113.299
55 6920 117.037 116 14169.5 122.502 177 26029.5 107.787
56 7120 138.008 117 14289.5 114.621 178 26109.5 112.135
40
Panjang Elevasi Panjang Elevasi Panjang Elevasi
Data Data Data
(m) (m) (m) (m) (m) (m)
57 7200 138.512 118 14489.5 131.06 179 26349.5 118.211
58 7260 141.223 119 14589.5 127.083 180 26569.5 107.753
59 7400 142.077 120 14729.5 111.445 181 26649.5 107.541
60 7500 139.109 121 14749.5 106.315 182 26764.16 115.109
61 7640 142.437 122 15049.5 132.93 183
41
DAFTAR PUSTAKA
42
Stanmech Technologies, Inc. (2019). Understanding the Difference Between Flow, Velocity,
and Pressure. [online] https://www.stanmech.com/articles/flow-velocity-and-pressure.
Diakses pada 19 Juli 2019.
Stewart, M. and Arnold, K. (2011). Surface Production Operations. Burlington: Elsevier
Science.
Trick, Mona. (2015). Preventing Costly Production Disruption Understanding Pipeline
Slugging. [online] https://www.software.slb.com/clp/pipeline-slugging. Diakses pada
22 Juli 2019.
Umam, Sayed Chairul. (2016). OPTIMASI LAJU ALIR MASSA GAS PADA MULTI GAS
WELLS SYSTEM MENGGUNAKAN SIMULASI PIPESIM. Surabaya: Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Wagner, J. (1999). GPSA engineering data book revitalization and maintenance. Tulsa, Okla.:
Gas Processors Association.
43