Anda di halaman 1dari 20

TUGAS STUDI KASUS

MANAJEMEN FARMASI

NOVI ARIFANI
201210410311022
Farmasi A
SOAL STUDI KASUS (1)
Di KOTA SURABAYA terdapat apotik B yang
merupakan kerjasama antara Apoteker pengelola apotik
(APA) dengan Pemilik Saham Apotik (PSA) apotek
membeli obat dari jalur tidak resmi.

Bagaimana PENDAPAT ANDA ATAS KASUS


TERSEBUT tersebut beri penjelasan dan APA sangsi
hukum menurut Undang Undang Kesehatan no 36 tahun
2009 dan Peraturan Pemerintah tahun 72 1998
Pendapat saya atas kasus tersebut jelas bahwa kerjasama yang dilakukan antara Apoteker

pengelola apotik (APA) dengan Pemilik Saham Apotik (PSA) dan apotek membeli obat dari jalur

tidak resmi telah melanggar ketentuan hukum yang berlaku.

Undang-undang Kesehatan Nomer 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan sendiri telah

mengatur secara jelas, sesuai yang tertera pada Bagian kelima belas pasal 98 ayat (2) setiap orang

yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, dan mengolah,

mempromosikan dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat.

Sementara itu pada pasal 98 ayat (3) juga dijelaskan bahwa Ketentuan mengenai

pengadaan, penyimpanan, pengolahan, promosi, pengedaran sediaan farmasi dan alat kesehatan

harus memenuhi standar mutu pelayanan farmasi yang ditetapkan dengan Peraturan.
Kemudian pada pasal 106 ayat (1) dijelaskan bahwa sedian farmasi dan alat
kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar. Jika kita melihat
dari kasus diatas jelas bahwa apoteker pengelola apotik (APA) dan pemilik
saham apotik (PSA) membeli obat secara ilegal yang notabene tidak diketahui
asal usulnya, serta tidak jelas standar dan mutunya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

Sanksi bagi apoteker pengelola apotik (APA) dan pemilik saham apotik (PSA)
yang membeli obat secara ilegal jelas tertera pada:

Pasal 106 ayat (3) bahwa Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan
memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi
persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat disita dan
dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Pasal 196 Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang
tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan,
khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
 Pasal 197 Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang
tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Peraturan Pemerintah Nomer 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sedian
Farmasi dan Alat Kesehatan juga telah mengatur bahwa :
 Pasal 3 Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diproduksi oleh badan
usaha yang teleh memiliki izin usaha industri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
 Pasal 9 sedian farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah
memperoleh izin edar dari menteri.
 Pasal 72 ayat (1) Menteri dapat mengambil tindakan administratif terhadap
sarana kesehatan dan tenaga kesehatan yang melanggar hukum di bidang sediaan
farmasi dan alat kesehatan.
 Pasal 72 ayat (2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat berupa :
a. Peringatan secara tertulis.
b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah
untuk menarik produk sediaan farmasi dan alat kesehatan dari
peredaran yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan
kemanfaatan.
c. Perintah pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan, jika terbukti
tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan.

d. Pencabutan sementara atau pencabutan tetap izin usaha industri, izin


edar sediaan farmasi dan alat kesehatan serta izin lain yang diberikan.

 Pasal 74 Barangsiapa dengan sengaja memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi


berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) sesuai
dengan ketentuan dalam dalam Pasal 80 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang kesehatan.

Pasal 75 huruf (b) Barang siapa dengan sengaja :


Mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan tanpa izin edar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp.140.000.000,- (seratus empat puluh juta rupiah) sesuai dengan ketentuan
Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
SOAL STUDI KASUS (2)

Di Kota Malang terdapat produsen industri Rumah


tangga tidak mempunyai izin memproduksi mie
basah dengan menggunakan formalin dan borax
sehingga menyebabkan keracunan pada anak anak
dengan gejala mual muntah dan diare.

Berikan penjelasan atau analisa saudara apa yang


seharusnya dilakukan dan dikaitkan peraturan
menurut Undang Undang Kesehatan no 36 tahun
2009 dan Peraturan Pemerintah tahun 72 1998
Di dalam Undang-undang Kesehatan Nomer 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan, bagian keenam belas
mengenai pengamanan makanan dan minuman
khususnya yang tertera pada pasal 109 bahwa : Setiap
orang dan/atau badan hukum yang memproduksi,
mengolah, serta mendistribusikan makanan dan
minuman yang diperlakukan sebagai makanan dan
minuman hasil teknologi rekayasa genetik yang
diedarkan harus menjamin agar aman bagi manusia,
hewan yang dimakan manusia, dan lingkungan.
Pasal 111
(1) Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus
didasarkan pada standar dan/atau persyaratan kesehatan.
(2) Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin
edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar,
persyaratan kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran,
dicabut izin edar dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
 
Dari beberapa penjelasan pasal diatas dapat disimpulkan hal utama yang
perlu dilakukan dalam kasus tersebut yaitu menarik kembali mie yang
mengandung boraks dan formalin tersebut dari peredaran untuk segera
dilakukan pemusnahan, kemudian menyita tempat tersebut serta
memberikan sanksi hukum yang tegas sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
SOAL STUDI KASUS (3)
 Di kampung saudara terdapat penjual jamu obat tradisional
yang tidak terdapat izin edar dan tidak ada penandaan apapun
dalam bentuk serbuk dalam kemasan kertas dibungkus plastik
dijual di warung dan toko jamu.

Jelaskan apa yang seharusnya saudara lakukan dan informasi


apa saudara berikan, sesuai dengan Undang–Undang
Kesehatan no 36 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah tahun
72 1998?
Yang akan saya lakukan adalah memberikan informasi kepada penjual jamu
tersebut terkait dengan ketentuan produksi obat tradisional yang tertera dalam undang
undang.
Pada kasus ini telah dibahas dalam Undang–Undang Kesehatan no 36 tahun 2009
pada beberapa pasal, yaitu :
 Pasal 100
(2) Pemerintah menjamin pengembangan dan pemeliharaan bahan baku obat
tradisional .
 Pasal 101
(1) Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengolah,
memproduksi, mengedarkan, mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan
obat tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya.
Pada pasal 100 dan pasal 101 tersebut dapat dilihat bahwa jamu yang dijual
harus aman dan dapat dipertanggungjawabkan manfaat serta keamanannya.
Sedangkan terkait izin edar, pada Undang-undang Kesehatan Nomer 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan sendiri telah mengatur secara jelas pada
Pasal 106 ayat (1) yaitu, Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat
diedarkan setelah mendapat izin edar.

Dan pada izin edar sebagaimana dijelaskan kembali pada Peraturan


Pemerintah Nomer 72 Tahun 1998 pada bagian 2 tentang izin edar pasal 9
yaitu :

Pasal 9

(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah
memperolah izin edar dari Menteri.

(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi
sediaan farmasi yang berupa obat tradisional yang diproduksi oleh
perorangan.
Sedangkan terkait kemasan jamu yang dijual harusnya memenuhi
ketentuan sebagaimana dijelaskan pada Peraturan Pemerintah Nomer 72
Tahun 1998 pasal 24 dan pasal 25 dimana kemasan jamu yang diedarkan
harus aman tidak membahayakan kesehatan manusia dan/atau dapat
mempengaruhi berubahnya persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan
sediaan farmasi dan alat kesehatan. Dan jelas bahwa sediaan farmasi yang
mengalami kerusakan kemasan yang langsung bersentuhan dengan
produk sediian farmasi dan alat kesehatan dilarang untuk diedarkan.

Dan juga dijelaskan pada Peraturan Pemerintah Nomer 72 Tahun 1998


pasal 26, 27, dan 28. Dimana penandaan pada kemasan dan informasi
harus memenuhi persyaratan berbentuk tulisan yang berisi keterangan
mengenai sediaan farmasi secara obyektif, lengkap serta tidak
menyesatkan. Tetapi pada Pasal 30 di tegaskan bahwa ketentuan
mengenai penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang diatur dalam peraturan pemerintah ini tidak berlaku bagi sediaan
farmasi yang berupa obat tradisional yang diproduksi oleh perorangan.
SOAL STUDI KASUS (4)
 Ketika anda pergi ke pasar tradisional anda menjumpai seorang
ibu yang berjualan kosmetik antara lain lipstik, lipsglos dengan
huruf cina dan mandarin tanpa ada huruf dan bahasa Indonesia
maupun bahasa Inggris, dengan harga yang lebih murah
dibanding dengan harga pasaran.

Bagaimana pendapat saudara jelaskan juga dikaitkan dengan


Undang –undang Kesehatan no 36 tahun 2009 dan Peraturan
Pemerintah tahun 72 1998??
Menurut pendapat saya, Ibu yang menjual produk kosmetik tersebut perlu
dipertanyakan mutu, kualitas, dan aman atau tidaknya. Karena dijual dengan
harga yang dibilang lebih murah. Selain itu, adanya keterangan yang dapa
menyulitkan pembeli karena keterengan tersebut menggunakan huruf
mandarin. Dan menurut saya pada pembelian apapun jangan terpaku pada
harga yang murah, karena kebanykan harga murah belum tentu memberikan
kualitas yang baik. Dan perhatikan juga dampak bagi kesehatan kita
kedepannya.

Dilihat dari segi keamanannya pun perlu dipertanyakan, apakah kosmetik


tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomer 72 Tahun 1998 pasal 2
yaitu, Sediaan farmasi yang berupa kosmetika sesuai dengan peryaratan
dalam buku odeks Kosmetika Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri. Serta
memenuhi persyaratan seperti yang disebutkan pada Undang –undang
Kesehatan Nomer 36 tahun 2009 pasal 105 yaitu :
(2) Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat
kesehatan harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditentukan.
Selain itu, apabila suatu produk merupakan produk import luar negeri, maka
haruslah memperhatikan Peraturan Pemerintah Nomer 72 Tahun 1998 pasal 17
yaitu produk yang diedarkan harus memenuhu persyaratan mutu, keamanan dan
pemanfaatan. Sebaiknya pada produk tersebut haruslah dicantumkan juga
bahasa inggris yakni bahasa global yang setidaknya mudah dipahami
masyarakat secara umum agar tidak menyesatkan atau membingungkan
pembeli. Hal ini berakitan Peraturan Pemerintah Nomer 72 Tahun 1998 pasal 26
dan 28. Pada pasal 26 ayat (2) jelas bahwa Penandaan dan informasi sediaan
dan alat kesehatan dapat berbentuk gambar, warna, tulisan atau kombinasi
antara atau ketiganya atau bentuk lainnya yang disertakan pada kemasan atau
dimasukkan dalam kemasan, atau merupakan bagian dari wadah dan/atau
kemasannya. Selain itu terdapat pula pada pasal 28 ayat 1.
SOAL STUDI KASUS (5)

Suatu pabrik kosmetika di kota Surabaya diduga


menambahkan Rhodamin B ke dalam produknya dan produk
tersebut sudah diedarkan di pasaran.

Bagaimana pendapat dan apa yang saudara lakukan jika


menemukan hal tersebut dan dikaitkan dengan UU 36 th 2009
dan Peraturan Pemerintah tahun 72 1998?
Jelas bahwa Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna
sintetis yang biasa digunakan pada industri tekstil dan
kertas . Zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang
penggunaannya pada makanan melalui Menteri Kesehatan
(Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85.

Menurut saya, kosmetik tersebut tidaklah aman jika


digunakan. Karena dapat membahayakan pemakainya.
Telah kita ketahui bahwa Rhodamin B adalah zat pewarna
untuk industri tekstil dan kertas bukan untuk kulit wajah
sebagaiman yang terdapat pda kosmetik tersebut.
Dilihat dari segi keamanan, ada beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi, seperti yang tercantum pada dan Peraturan
Pemerintah Nomer 72 Tahun 1998 pasal 2 ayat 2 yaitu :
Sediaan farmasi yang berupa kosmetika sesuai dengan
peryaratan dalam buku odeks Kosmetika Indonesia yang
ditetapkan oleh Menteri.
Selain itu, hal ini tercantum pula pada Undang –undang
Kesehatan Nomer 36 tahun 2009 pasal 105 yang berisi :
Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika
serta alat kesehatan harus memenuhi standar dan/atau
persyaratan yang ditentukan.
Sebaiknya sebuah rumah produski harus memperhatikan
zat-zat yang akan ditambahkan kedalam produknya. Agar tidak
membhayakan dan juga tidak merugikan konsumen.

Anda mungkin juga menyukai