Anda di halaman 1dari 27

ASPEK UU NOMOR 5 TAHUN 1997

JUDUL PSIKOTROPIKA
LATAR BELAKANG Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan tersebut, psikotropika
memegang peranan penting. Disamping itu, psikotropika juga
digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan meliputi penelitian,
pengembangan, pendidikan, dan pengajaran sehingga
ketersediaannya perlu dijamin melalui kegiatan produksi dan impor.
DASAR HUKUM Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan
Convention on Psychotropic Substances 1971
KETENTUAN UMUM Definisi :
Psikotropika, Pabrik obat, Produksi, Kemasan psikotropika,
peredaran, perdagangan, pedagang besar farmasi, pengangkutan,
dokumen pengangkutan, transito, penyerahan, Lembaga penelitian
dan/atau lembaga Pendidikan, korporasi, menteri
TUJUAN a. menjamin ketersediaan psikotropika guna
kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan;
b. mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika;
c. memberantas peredaran gelap psikotropika
MATERI MUATAN BAB II RUANG LINGKUP DAN TUJUAN
BAB III PRODUKSI
BAB IV PEREDARAN
BAB V EKSPOR DAN IMPOR
 Surat Persetujuan Ekspor dan Surat Persetujuan Impor
 Transito
BAB VI LABEL DAN IKLAN
BAB VII KEBUTUHAN TAHUNAN DAN PELAPORAN
BAB VIII PENGGUNA PSIKOTROPIKA DAN REHABILITASI
BAB IX PEMANTAUAN PREKURSOR
BAB X PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
BAB XI PEMUSNAHAN
BAB XII PERAN SERTA MASYARAKAT
BAB XIII PENYIDIKAN
BAB XIV KETENTUAN PIDANA
BAB XV KETENTUAN PERALIHAN
BAB XVI KETENTUAN PENUTUP
MATERI FARMASI Psikotropika, produksi, peredaran, pedagang besar farmasi,
penyerahan, ekspor dan impor, penyaluran
SANKSI Denda dan pidana
ATURAN Aturan peralihan :
PERALIHAN/PENUTUP Pasal 73 : Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur
psikotropika masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan
undang-undang ini.
Penutup :
Pasal 74 : Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.

ASPEK UU NO 35 TAHUN 2009


JUDUL NARKOTIKA
LATAR BELAKANG Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat
Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu
dilakukan upaya peningkat di bidang pengobatan dan pelayanan
kesehatan, antara lain dengan mengusahakan ketersediaan
Narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat serta
melakukan pencegahan dan pemberantasan bahaya penyalahgunaan
dan peredaran gelap Narkotika dan prekursor Narkotika
DASAR HUKUM Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan
Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol Tahun 1972
yang Mengubahnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1976 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3085)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan United
Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and
Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan
Psikotropika, 1988) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3673)

KETENTUAN UMUN DEFINISI :


Narkotika, Prekursor Narkotika, Produksi, Impor, Ekspor,
Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, Surat
Persetujuan Impor, Surat Persetujuan Ekspor, Pedagang Besar
Farmasi, Industri Farmasi, Transito Narkotika, Pecandu Narkotika,
Ketergantungan Narkotika, Penyalah Guna, Rehabilitasi Medis,
Rehabilitasi Sosial, Permufakatan Jahat, Penyadapan, Kejahatan
Terorganisasi, Korporasi, menteri
TUJUAN a. menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi;
b. mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia
dari penyalahgunaan Narkotika;
c. memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika; dan d. menjamin pengaturan upaya rehabilitasi
medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.
MATERI MUATAN BAB II DASAR, ASAS, DAN TUJUAN
BAB III RUANG LINGKUP
BAB IV PENGADAAN
BAB V IMPOR DAN EKSPOR
BAB VI PEREDARAN
BAB VII LABEL DAN PUBLIKASI
BAB VIII PREKURSOR NARKOTIKA
BAB IX PENGOBATAN DAN REHABILITASI
BAB X PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
BAB XI PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
BAB XII PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
BAB XIV PENGHARGAAN
BAB XV KETENTUAN PIDANA
BAB XVI KETENTUAN PERALIHAN
BAB XVII KETENTUAN PENUTUP
MATERI FARMASI Narkotika, Prekursor Narkotika, Produksi, Impor, Ekspor,
Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, Surat
Persetujuan Impor, Surat Persetujuan Ekspor, Pedagang Besar
Farmasi, Industri Farmasi, Transito Narkotika.
SANKSI Pidana penjara dan denda
KETENTUAN .ketentuan peralihan :
PERALIHAN/PENUTUP - Pasal 149 : Badan Narkotika Nasional yang dibentuk
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007
tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika
provinsi, dan Badan Narkotika kabupaten/kota, dinyatakan
sebagai BNN, BNN provinsi, dan BNN kabupaten/kota
berdasarkan UndangUndang ini.
dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak
UndangUndang ini diundangkan, struktur organisasi dan
tata kerja Badan Narkotika Nasional yang dibentuk
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007
harus sudah disesuaikan dengan Undang-Undang ini
- Pasal 150 : Program dan kegiatan Badan Narkotika Nasional
yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83
Tahun 2007 yang telah dilaksanakan tetapi belum selesai,
masih tetap dapat dijalankan sampai dengan selesainya
program dan kegiatan dimaksud termasuk dukungan
anggarannya
Penutup :
- Pasal 152 Semua peraturan perundang-undangan yang
merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 67,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3698) pada saat Undang-Undang ini diundangkan, masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum
diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang
ini.

ASPEK UU NOMOR 13 TAHUN 2003


JUDUL KETENAGAKERJAAN
LATAR BELAKANG a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam
rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk
mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur,
yang merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan
Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga
kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat
penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan;
c. bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga
kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk
meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peransertanya
dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan
tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan;
d. bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan
untuk menjamin hak hak dasar pekerja/buruh dan
menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa
diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan
tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia
usaha;
e. bahwa beberapa undang undang di bidang
ketenagakerjaan dipandang sudah tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan
ketenagakerjaan, oleh karena itu perlu dicabut dan/atau
ditarik kembali;
DASAR HUKUM Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28,
dan Pasal 33 ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
KETENTUAN UMUM Definisi :
Ketenagakerjaan, Tenaga kerja, Pekerja/buruh, Pemberi kerja,
Pengusaha, Perusahaan, Perencanaan tenaga kerja, Informasi
ketenagakerjaan, Pelatihan kerja, Kompetensi kerja,
pemagangan, Pelayanan penempatan tenaga kerja, Tenaga kerja
asing, Perjanjian kerja, Hubungan kerja, Hubungan industrial,
erikat pekerja/serikat buruh, Lembaga kerja sama bipartite,
Lembaga kerja sama tripartite, Peraturan perusahaan, Perjanjian
kerja bersama, Perselisihan hubungan industrial, Mogok kerja,
Penutupan perusahaan (lock out), Pemutusan hubungan kerja,
Anak, siang hari, 1 (satu) hari, Seminggu, upah, Kesejahteraan
pekerja/buruh, Pengawasan ketenagakerjaan, Menteri.
TUJUAN a. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja
secara optimal dan manusiawi;
b. mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan
penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan
pembangunan nasional dan daerah;
c. memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam
mewujudkan kesejahteraan;
d. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan
keluarganya.
MATERI MUATAN BAB II LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
BAB III KESEMPATAN DAN PERLAKUAN YANG SAMA
BAB IV PERENCANAAN TENAGA KERJA DAN
INFORMASI KETENAGAKERJAAN
BAB V PELATIHAN KERJA
BAB VI PENEMPATAN TENAGA KERJA
BAB VII PERLUASAN KESEMPATAN KERJA
BAB VIII PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING
BAB IX HUBUNGAN KERJA
BAB X PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN
KESEJAHTERAAN
BAB XI HUBUNGAN INDUSTRIAL
BAB XII PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
BAB XIII PEMBINAAN
BAB XIV PENGAWASAN
BAB XV PENYIDIKAN
BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI
ADMINISTRATIF
BAB XVII KETENTUAN PERALIHAN
BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP
MATERI FARMASI Keselamatandan Kesehatan kerja
SANKSI Pidana penjara, denda dan sanksi administratif
ATURAN KETENTUAN PERALIHAN
PERALIHAN/PENUTUP - Pasal 191 : Semua peraturan pelaksanaan yang mengatur
ketenagakerjaan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan
yang baru berdasarkan Undang undang ini.
KETENTUAN PENUTUP
- Pasal 192 : Ordonansi tentang Pengerahan Orang
Indonesia Untuk Melakukan Pekerjaan Di Luar Indonesia
Ordonansi tanggal 17 Desember 1925 Peraturan tentang
Pembatasan Kerja Anak Dan Kerja Malam Bagi Wanita
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang
Penempatan Tenaga Asing
- Pasal 193 : Undang undang ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan undang undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

ASPEK PP 51 TAHUN 2009


Judul PEKERJAAN KEFARMASIAN
Latar belakang Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana diamanatkan oleh
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Tenaga Kefarmasian sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi
pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan penting
karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan, khususnya
Pelayanan Kefarmasian.
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pekerjaan Kefarmasian

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan


Ketentuan umum Definisi : pekerjaan kefarmasian, sediaan farmasi, tenaga kefarmasian,
pelayanan kefarmasian, apoteker, tenaga Teknik kefarmasian, Fasilitas
Kesehatan, Fasilitas Kefarmasian, Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi,
Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi, Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian, Pedagang Besar Farmasi, Apotek, Toko Obat,
Standar Profesi, Standar Prosedur Operasional, Standar Kefarmasian, .
Asosiasi, Organisasi Profesi. Surat Tanda Registrasi Apoteker, Surat
Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian, Surat Izin Praktik
Apoteker, Surat Izin Kerja, Rahasia Kefarmasian, Rahasia Kedokteran,
Menteri
Tujuan a. memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam
memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa
kefarmasian
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan
Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundangan-undangan
c. memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga
Kefarmasian.
Materi muatan/ aspek BAB II
yang diatur PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KEFARMASIAN
 Pekerjaan Kefarmasian Dalam Pengadaan Sediaan Farmasi
 Pekerjaan Kefarmasian Dalam Produksi Sediaan Farmasi
 Pekerjaan Kefarmasian Dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan
Farmasi
 Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian Pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian
 Rahasia Kedokteran Dan Rahasia Kefarmasian
 Kendali Mutu dan Kendali Biaya
BAB III TENAGA KEFARMASIAN
BAB IV DISIPLIN TENAGA KEFARMASIAN
BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
BAB VI KETENTUAN PERALIHAN
BAB VI KETENTUAN PENUTUP
MATERI FARMASI pekerjaan kefarmasian, sediaan farmasi, tenaga kefarmasian, pelayanan
kefarmasian, apoteker, tenaga Teknik kefarmasian, Fasilitas
Kesehatan, Fasilitas Kefarmasian, Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi,
Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi, Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian, Pedagang Besar Farmasi, Apotek, Toko Obat,
Standar Profesi, Standar Prosedur Operasional, Standar Kefarmasian, .
Asosiasi, Organisasi Profesi. Surat Tanda Registrasi Apoteker, Surat
Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian, Surat Izin Praktik
Apoteker, Surat Izin Kerja, Rahasia Kefarmasian.
SANKSI Surat izin kerja batal
ATURAN 1. KETENTUAN PERALIHAN
PERALIHAN /  PASAL 60 : Apoteker yang telah memiliki Surat Penugasan
PENUTUP dan/atau Surat Izin Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat
menjalankan Pekerjaan Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2
(dua) tahun wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah
ini
 PASAL 60 : Asisten Apoteker dan Analis Farmasi yang telah
memiliki Surat Izin Asisten Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat
menjalankan Pekerjaan Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2
(dua) tahun wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah
ini.
 Pasal 61 : Apoteker dan Asisten Apoteker yang dalam jangka
waktu 2 (dua) tahun belum memenuhi persyaratan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, maka surat izin untuk
menjalankan Pekerjaan Kefarmasian batal demi hukum.
 Pasal 62 : Tenaga Teknis Kefarmasian yang menjadi
penanggung jawab Pedagang Besar Farmasi harus
menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini
paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini
diundangkan.
2. KETENTUAN PENUTUP
 PASAL 63 : Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965
sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25
Tahun 1980 tentang apotek. Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 1990 tentang Masa Bakti Dan Izin Kerja Apoteker
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
 Pasal 64 : Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Aspek PP 72 TAHUN 1998


JUDUL PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT
KESEHATAN
LATAR BELAKANG  Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
sebagai landasan hukum dalam pembangunan kesehatan
telah memberikan arah pengaturan guna tercapainya
kesadaran, keamanan, dan kemampuan untuk hidup sehat
bagi setiap orang agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal, yang dilakukan melalui upayaupaya kesehatan
yang didukung oleh sumber daya Kesehatan
 Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilakukan
untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan
olang tidakuanaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
tidak tepat dan/atau yang tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan dan kemanfaatan.
DASAR HUKUM  Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.
 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
KETENTUAN UMUM DEFINISI : Sediaan farmasi, Alat Kesehatan, Produksi,
Peredaran, Pengangkutan, Kemasan.
TUJUAN Untuk melindungi masyarakat dari informasi yang tidak obyektif,
tidak lengkap dan/atau menyesatkan karena dapat mengakibatkan
penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak tepat,
peraturan pemerintah ini mengatur mengenai penandaan dan
informasi sesiaan farmasi dan alat keshatan.
MATERI MUATAN/ASPEK BAB II PERSYARATAN MUTU, KEAMANAN DAN
YANG DIATUR KEMANFAATAN
 Produksi
BAB III PEREDARAN
 Izin Edar
 Pengujian Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
 Penyaluran
 Penyerahan
BAB IV PEMASUKAN DAN PENGELUARAN SEDIAAN
FARMASI DAN ALAT KESEHATAN KE DALAM DAN
DARI WILAYAH INDONESIA.
BAB V KEMASAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT
KESEHATAN
BAB VI PENANDAAN DAN IKLAN
 Penandaan dan Informasi
 Iklan
BAB VII PEMELIHARAAN MUTU
BAB VIII PENGUJIAN DAN PENARIKAN KEMBALI
SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN DARI
PEREDARAN
 Pengujian Kembali
 Penarikan Kembali
BAB IX PEMUSNAHAN
BAB X PERAN SERTA MASYARAKAT
BAB XI PEMBINAAN
BAB XII PENGAWASAN
 Tanggung Jawab Pengawasan
 Tindakan Administratif
BAB XIV KETENTUAN PIDANA
BAB XV KETENTUAN LAIN
BAB XVI KETENTUAN PENUTUP
MATERI FARMASI Sediaan farmasi, Alat Kesehatan, Produksi, Peredaran,
Pengangkutan, Kemasan, definisi.
SANKSI pidana penjara dan pidana denda
ATURAN PERALIHAN / 1. KETENTUAN PERALIHAN
PENUTUP  Pasal 80 : Upaya pengamanan sediaan farmasi yang
berupa obat keras, sepanjang belum diatur dalam
peraturan pelaksanaan Ordonansi Obat Keras, dilakukan
berdasarkan pengamanan sediaan farmasi dan alat
kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah ini.
2. PENUTUP
 Pasal 81 : Dengan berlakunya Peraturan
Pemerintah ini, maka semua ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang telah ada, tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
 Pasal 82 : Pharmaceutissche Stoffen Keurings
Verordening, Verpakkings Verordening
Pharmaceutissche Stoffen Nomor 1, Verpakkings
Verordening Kinine
 Pasal 83 : Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan

ASPEK PP No 32 TAHUN 1996


judul Tenaga kesehatan
Latar belakang Pembangunan kesehatan sebagai bagian integral dari
Pembangunan Nasional pada hakekatnya adalah
penyelenggaraan upaya kesehatan untuk mencapai kemampuan
hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal yang besar artinya bagi pengembangan
dan pembinaan sumberdaya manusia sebagai modal
Pembangunan Nasional.
Dasar hukum  Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Ketentuan umum Definisi :
Tenaga Kesehatan, Sarana Kesehatan, Upaya Kesehatan, menteri
Tujuan Menetapkan PP tentang tenaga kesehatan
isi BAB II JENIS TENAGA KESEHATAN
BAB III PERSYARATAN
BAB IV PERENCANAAN, PENGADAAN DAN
PENEMPATAN
 Perencanaan
 Pengadaan
 Penempatan
BAB V STANDAR PROFESI DAN PERLINDUNGAN
HUKUM
 Standar profesi
 Perlindungan Hukum
BAB VI PENGHARGAAN
BAB VII IKATAN PROFESI
BAB VIII TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA
ASING
BAB IX PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
 Pembinaan
 Pegawasan
BAB X KETENTUAN PIDANA
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
Materi farmasi Tenaga Kesehatan, Sarana Kesehatan, Upaya Kesehatan.
sanksi Dipidana penjara dan denda
Ketentuan penutup PENUTUP :
Pasal 36 : Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka
semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan tenaga kesehatan yang telah ada masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini
Pasal 37 : Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

aspek PP No 44 tahun 2010


Judul TENTANG PREKURSOR
Latar belakang Prekursor sebagai bahan pemula atau bahan kimia banyak
digunakan dalam berbagai kegiatan baik pada industri farmasi,
industri non farmasi, sektor pertanian maupun untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pengadaan Prekursor untuk memenuhi kebutuhan industri
farmasi, industri non farmasi dan kebutuhan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi pada saat ini baru diatur dalam
tingkat Peraturan Menteri.
Dasar hukum 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Ketentuan umum Definisi :
Prekusor, narkotika, psikotropika, produksi, peredaran,
pengangkutan, transito, Menteri.
Tujuan  melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan
Prekursor;
 mencegah dan memberantas peredaran gelap Prekursor;
 mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan Prekursor;
dan
 menjamin ketersediaan Prekursor untuk industri farmasi,
industri non farmasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Isi BAB II PENGGOLONGAN DAN JENIS PREKURSOR
BAB III RENCANA KEBUTUHAN TAHUNAN
BAB IV PENGADAAN
 umum
 produksi
 penyimpanan
BAB V IMPOR DAN EKSPOR
 Surat Persetujuan Impor dan Surat Persetujuan Ekspor
 Pengangkutan
 Transito
BAB VI PEREDARAN
 Penyaluran
 Penyerahan
BAB VII PENCATATAN DAN PELAPORAN
BAB VIII PENGAWASAN
BAB IX KETENTUAN PERALIHAN
BAB X KETENTUAN PENUTUP
Materi farmasi Prekusor, narkotika, psikotropika, produksi, peredaran,
pengangkutan, transito.
Sanksi Tegurn lisan, peringatan tertulis, penghentian sementara
kegiatan, pencabutan izin
Ketentuan peralihan / penutup KETENTUAN PERALIHAN
Pasal : 21 Industri farmasi, industri non farmasi, Pedagang Besar
Bahan Baku Farmasi, distributor atau importir terdaftar, dan
lembaga pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal
diundangkan Peraturan Pemerintah ini.
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22 : Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Aspek PP NOMOR 40 TAHUN 2013
Judul PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN
2009 TENTANG NARKOTIKA
Latar belakang Narkotika merupakan zat atau obat yang dapat menyebabkan
penurunan, perubahan kesadaran, berkurang atau hilangnya rasa
nyeri, serta menimbulkan ketergantungan bagi penggunanya
Namun, apabila penggunaan Narkotika dilakukan sesuai dengan
standar, prosedur, dan ukuran atau dosis yang diizinkan serta
melalui pengawasan yang ketat dari dokter atau pejabat yang
berwenang maka Narkotika dapat bermanfaat di bidang medis
atau kedokteran, serta pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Dasar hukum Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Ketentuan umum Definisi :
Narkotika. Tanaman narkotika, prekusor narkotika, Surat
Persetujuan Impor yang selanjutnya disingkat SPI, Surat
Persetujuan Ekspor yang selanjutnya disingkat SPE ,
Pengangkutan , Penanggung Jawab Pengangkut, Pengangkut,
Transito Narkotika, Sarana Pengangkut, Produksi , Impor,
ekspor, peredaran, pelabelan, izin edar, barang sitaan,
pengambilan sampel, pengujian sampel, penyimpanan,
pengamanan, penyerahan, pemusnahan, harta kekayaan,
keluarga, perlindungan, saksi, pelapor, Menteri, badan narkotika
nasional
tujuan Melaksanakan UU no 35 tahun 2009
Materi muatan Transito narkotika, pengelolaan barang sitaan, narkotiak temuan,
hasil tindak pidana narkotika, pembinaan dan pengawasan
narkotika, ketentuan penutup
sanksi Sanksi administrative
Ketentuan peralihan/ penutup Penutup :
Pasal 64 : Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku,
ketentuan mengenai rencana nasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46 harus sudah ditetapkan dalam waktu paling lama
1 (satu) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini
Pasal 65 : Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku,
semua ketentuan yang berkaitan dengan syarat dan tata cara
Penyimpanan, Pengamanan, pengawasan, pengambilan dan
Pengujian Sampel, Penyerahan, dan Pemusnahan Barang Sitaan
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 66 : Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatanya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia

Aspek PERMENKES NO. 1010/MENKES/PER/XI/2008


Judul TENTANG REGISTRASI OBAT
Latar belakang Dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat yang
tidak memenuhi persyaratan, keamana, mutu, dan kemandaatan
perlu dilakukan penilaian melalui mekanisme registrasi obat.
Bahwa ketentuan registrasi obat yang telah diatur oleh Menteri
Kesehatan No 949/2000 perlu disederhanakan dan disesuaikan
dengan perkembangan globalisasi dan kebijakan pemerintah.
Dasar hukum OOK (Stbl.1949 No.419), UU No 23 th 1992 (tentang
kesehatan), UU No 5 Th 1997 (tentang psikotropika), UU No 22
Th 1997 (tentang narkotika), UU No 8. Th 1999 (perlindungan
konsumen), PP No 72 (tentang pengamanan sediaan farmasi dan
alat kesehatan), PP No 38 Th 2007 (pembagian urusan
pemerintahan antara pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota), PP No 9 Th 2005 (tentang kedudukan,
tugas, fungsi, susunan organisasi dan tata kerja kemnetrian
negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
PP no 94 Th 2006), Peraturan MENKES No
1575/Menkes/per2005 (tentang organisasi dan tata kerja
Departemen kesehata).
Ketentuan umum Definisi :
Tata Cara Registrasi Obat.
Tujuan Dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat
yang tidak memenuhi persyaratan, keamana, mutu, dan
kemandaatan perlu dilakukan penilaian melalui mekanisme
registrasi obat.
Isi BAB I KETENTUAN UMUM
 Pengertian Izin Edar, Obat, Prodak biologi, Registrasi, Obat
Kontrak, Pemberi Kontrak, Penerima kontrak, Obat import,
penandaan, obat palsu, psikotropika, narkotika, peredaran,
produk yang dilindungi paten, menteri, kepala Badan
 Pasal 2 Obat yang diedarkan di wilayah Indonesua,
sebelumnya harus dilakukan registrasi untuk memperoleh izin
edar.
BAB II KRITERIA
 Pasal 4 Obat yang memiliki izin edar harus memiliki kriteria,
khasiat, mutu, penandaan, sesuai dengan kebutuhan nyata
masyarakat, kriteria lain khusus untuk psikotropika harus
memiliki keunggulan kemandaatan dan keamanan, khusus
kontrasepsi untuk program nasional dan obat prigran lainnya.
BAB III PERSYARATAN REGISTRASI
 Registrasi Obat Produksi dalam Negeri
 Registrasi Obat Narkotika
 Registrasi Obat Kontrak
 Registrasi Obat Impor
 Registrasi Obat Khusus Ekspor
 Registrasi Obat yang Dilindungi Paten
BAB IV TATA CARA MEMPEROLEH IZIN EDAR
 Registrasi
 Biaya
 Evaluasi
 Pemberian Izin Edar
 Peninjauan Kembali
 Masa Berlaku Izin Edar
Izin Edar berlaku 5 tahun
BAB V PELAKSANAAN IZIN EDAR
 Pendaftar yang telah mendapat izin edar wajib memproduksi
atau mengimpor dan mengedarkan selambat-lambatnya 1
tahun setelah tanggal persetujuan dikeluarkan.
BAB VI EVALUASI KEMBALI
BAB VII SANKSI

BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN


BAB IX PENUTUP
Materi farmasi Tata Cara/Prosedur Registrasi Obat
Sanksi Sanksi administratif berupa pembatalan izin edar.
Ketentuan peralihan / penutup KETENTUAN PERALIHAN (pasal 24-25)
Pasal 24 : Bagi yang telah mengajukan permohonan dan
melengkapi dokumen sebelum diberlakukannya peraturan ini
tetap akan diproses sesuai peraturan menteri kesehatan No
94/2000 tentang registrasi obat jadi, obat yang telah mendapat
izin edar berdasarkan PERMENKES 94/2000 yang habis masa
berlakunya setelah ditetapkannya peraturan ini, dapat
diperpanjang untuk paling lambat 2 th terhitung sejak tgl
ditetapkanya peraturan ini.
KETENTUAN PENUTUP (pasal 26-27)
Pasal 26 : Dengan berlakunya peraturan ini, maka peraturan
menteri kesehatan No 94/MENKES/PER/VI/2000 tentang
Registrasi Obat Jadi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Aspek PERMENKES NO. 007/TAHUN 2012


Judul TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISONAL
Latar belakang bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat
tradisional yang tidak memenuhi persyaratan keamanan,
khasiat/manfaat, dan mutu perlu dilakukan penilaian melalui
registrasi obat tradisional sebelum diedarkan;
Dasar hukum UU No 8 Th 1999 (perlindungan konsumen), UU No 36 Th 2009
(kesehatan), PP No 72 Tn 1998 (pengamanan Sediaan farmasi
dan alkes), PP 51 Tn 2009 (Pekerjaan kefarmasian), Keputusan
Presiden No 103 Tn 2001, PERPRES No 24 Th 2010,
KEMENKES No 382 Tn 2007, PERMENKES No 1144/2010,
PERMENKES No 006 Tn 2012.
Ketentuan umum Tata Cara Registrasi Obat Tradisioonal.
Tujuan bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat
tradisional yang tidak memenuhi persyaratan keamanan,
khasiat/manfaat, dan mutu perlu dilakukan penilaian melalui
registrasi obat tradisional sebelum diedarkan;
Isi BAB I KETENTUAN UMUM
Pengertian Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan
yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang
secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan
dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat. .

BAB II IZIN EDAR


 Pasal 2 Obat tradisional yang diedarkan di wilayah Indonesia
wajib memiliki izin edar.
 Pasal 3 Izin edar berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang
selama memenuhi persyaratan.

BAB III PERSYARATAN REGISTRASI


 Registrasi Obat Tradisional Produksi Dalam Negeri
 Registrasi Obat Tradisional Kontrak
 Registrasi Obat Tradisional Lisensi
 Registrasi Obat Tradisional Impor
 Registrasi Obat Tradisional Khusus Ekspor
BAB IV TATA CARA MEMPEROLEH IZIN EDAR
 Umum
 Evaluasi
 Pemberian Izin Edar
 Peninjauan Kembali
 Pelaksanaan Izin Edar

BAB V EVALUASI KEMBALI


BAB VI KEWAJIBAN PEMEGANG NOMOR IZIN EDAR
 Pemegang nomor izin edar wajib melakukan pemantauan
terhadap keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk yang
beredar.
BAB VII SANKSI
BAB IX KETENTUAN PENUTUP
Materi farmasi Tata Cara/Prosedur Registrasi Obat Tradisional
Sanksi Sanksi administratif berupa pembatalan izin edar.
Ketentuan peralihan / penutup KETENTUAN PERALIHAN (pasal 24-25)
Pasal 24 :
 Permohonan registrasi yang telah diajukan sebelum berlakunya
Peraturan Menteri ini tetap diproses berdasarkan ketentuan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990
tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran
Obat Tradisional.

 Izin edar obat tradisional yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan


Menteri Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin
Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional
dinyatakan masih tetap berlaku.

KETENTUAN PENUTUP (pasal 25-27)


Pasal 25 : Semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha
Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
atau belum diganti berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Aspek PERMENKES NO 1176/MENKES/PER/VIII/2010
Judul TENTANG NOTIFIKASI KOSMETIKA
Latar belakang  bahwa masyarakat perlu dilindungi dari peredaran dan
penggunaan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan
mutu, keamanan, dan kemanfaatan;
 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 140/Menkes/Per/III/1991
tentang Wajib Daftar Alat Kesehatan, Kosmetika dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga sudah tidak sesuai
dengan perkembangan dan kebutuhan hukum;
Dasar hukum  UU No 8/1999 (perlindungan konsumen), UU No 32/2004
(PERDA), UU 36 2009 (kesehatan), PP No 72/98 (pengadaan
sediaan farmasi dan alkes), Keputusan Presiden No 103/2001,
PP No 47/2009, PP No 24/2010, PERMENKES No
1575/Menkes/Per/XI/2005,
PERMENKES/1175/Menkes/Per/VIII/2010.
Ketentuan umum Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Notifikasi Kosmetika.
Tujuan  bahwa masyarakat perlu dilindungi dari peredaran dan
penggunaan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan
mutu, keamanan, dan kemanfaatan;
Isi BAB I KETENTUAN UMUM
 Pengertian Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang
dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh
manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital
bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara
tubuh pada kondisi baik. .

BAB II NOTIFIKASI
 Umum.
Setiap kosmetika hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin
edar dari Menteri, Izin edar sebagaimana dimaksud berupa
notifikasi.
 Tata Cara Pengajuan Notifikasi
 Pembatalan

BAB III DOKUMEN INFORMASI PRODUK


 Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha
perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi
harus memiliki DIP sebelum kosmetika dinotifikasi
BAB IV PERTANGGUNG JAWABAN PRODUK
BAB V MONITORING EFEK SAMPING
KOSMETIK
 Kasus efek yang tidak diinginkan sebagaimana dimaksud
wajib dilaporkan kepada Kepala Badan melalui mekanisme
Monitoring Efek Samping Kosmetik (MESKOS).
BAB VI PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN
KOSMEETIKA

BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


 Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan ini dapat
dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;’
b. larangan mengedarkan kosmetika untuk
sementara;
c. penarikan kosmetika yang tidak memenuhi
persyaratan mutu, keamanan, kemanfaatan, dan
penandaan dari peredaran;
d. pemusnahan kosmetika; atau
e. penghentian sementara kegiatan produksi dan/atau
peredaran kosmetika.

BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN


BAB IX KETENTUAN PENUTUP
Materi farmasi Tata Cara/Prosedur Registrasi Obat Tradisional
Sanksi Sanksi administrative dan penarikan kosmetika.
Ketentuan peralihan / KETENTUAN PERALIHAN (pasal 21)
penutup Pasal 21:
 Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, izin edar kosmetika yang
telah dikeluarkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 140/Menkes/Per/III/1990 tentang Wajib Daftar Alat
Kesehatan, Kosmetika dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga, dinyatakan tetap berlaku untuk jangka waktu paling
lama 3 (tiga) tahun sejak tanggal Peraturan ini diundangkan.
 Permohonan izin edar kosmetika yang telah diajukan sebelum
berlakunya Peraturan ini diproses berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 140/Menkes/Per/III/1991 tentang
Wajib Daftar Alat Kesehatan, Kosmetika dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga.

KETENTUAN PENUTUP (pasal 22-23)


 Pasal 22: Pada saat Peraturan ini berlaku, Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 140/Menkes/Per/III/1991 tentang Wajib
Daftar Alat Kesehatan, Kosmetika dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga sepanjang yang mengatur izin edar kosmetika
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
 Pasal 23 : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari
2011..

Aspek PERMENKES NO 1190/MENKES/PER/VIII/2010


Judul TENTANG IZIN EDAR ALKES DAN PKRT
Latar belakang 
Dasar hukum  UU No 8/1999 (perlindungan konsumen), UU No 32/2004
(PERDA), UU 36 2009 (kesehatan), PP No 72/98 (pengadaan
sediaan farmasi dan alkes), PP No 38/2007, PP No 13/2009,
Keputusan Presiden No 103/2001, PP No 47/2009, PP No
24/2010, PERMENKES No 1575/Menkes/Per/XI/2005,
PERMENKES/1175/Menkes/Per/VIII/2010.
Ketentuan umum  Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Izin Edar Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
Tujuan  bahwa dalam rangka memberi pengamanan dari penggunaan
yang tidak tepat dan melindungi masyarakat dari peredaran
Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan perlu dilakukan penilaian sebelum diedarkan;
 bahwa ketentuan mengenai izin edar alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga yang telah diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1184/MenKes/Per/
X/2004 tentang Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga perlu disesuaikan dengan
perkembangan dan kebutuhan hukum;
Isi BAB I KETENTUAN UMUM
 Pengertian Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin
dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan
untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan
kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
 Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, yang selanjutnya
disingkat PKRT adalah alat, bahan, atau campuran bahan
untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia,

BAB II IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PKRT


 Umum.
 Izin Edar
 Tata Cara Permohonan Izin Edar

a. Permohonan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT


diajukan kepada Direktur Jenderal dengan mengisi
formulir pendaftaran dan melampirkan kelengkapan yang
diperlukan sesuai dengan contoh dalam Formulir 1 dan
Formulir 2 sebagaimana terlampir.
b. Permohonan izin edar Alkes dan PKRT dalam negeri
c. Permohonan izin edar ALKES dan PKRT impor
 Masa Berlaku Izin edar (berlaku 5 tahun)
 Perpanjang Masa berlaku Izin edar
 Perubahan izin edar
 Pelaporan

BAB III PENANDAAN ALKES DAN/ATAU PKRT


 Penandaan sekurang-kurangnya berisi:
a. nama produk dan/atau nama dagang;
b. nama dan alamat perusahaan yang memproduksi alat
kesehatan dan/atau PKRT;
c. nama dan alamat PAK dan/atau importir PKRT yang
memasukan produk kedalam wilayah Indonesia;
d. komponen pokok alat kesehatan dan/atau PKRT;
e. bahan aktif dan kadar untuk produk PKRT;
f. kegunaan dan cara penggunaan harus dalam bahasa
Indonesia;

BAB IV IKLAN ALKES DAN?ATAU PKRT


 Iklan alat kesehatan dan/atau PKRT yang diedarkan harus
memuat keterangan secara obyektif, lengkap, dan tidak
menyesatkan serta sesuai dengan penandaan yang telah
disetujui.
BAB V PEMELIHARAAN MUTU
BAB VI EKSPOR DAN IMPOR
 Umum
 Produk Bukan Baru dan Produk Rekondisi

BAB VII PERSELISIHAN KEAGENAN


BAB VIII PERAN SERTA MASYARAKAT
BAB IX PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
 Pembinaan
 Pengawasan
 Tanggung Jawab
 Penarikan Kembali
 Pemusnahan
 Sanksi
BAB X KETENTUAN PERALIHAN
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
Materi farmasi Tata Cara/Prosedur Registrasi Obat Tradisional
Sanksi Sanksi administrative dan penarikan kosmetika.
Ketentuan peralihan / penutup KETENTUAN PERALIHAN (pasal 57)
Pasal 57
 izin edar alat kesehatan dan PKRT yang telah diterbitkan
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1184/MenKes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat Kesehatan
Dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dinyatakan masih
tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya;
 permohonan izin edar yang sedang dalam proses diselesaikan
berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1184/MenKes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat Kesehatan
dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Penyesuaian
terhadap ketentuan Peraturan ini dilaksanakan paling lambat
dalam jangka waktu 1 ( satu ) tahun sejak ditetapkannya
Peraturan ini.

KETENTUAN PENUTUP (pasal 58-59)


 Pasal 58: Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1184/Menkes/Per/X/2004 tentang
Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga sepanjang mengatur mengenai izin edar alat kesehatan
dan PKRT dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
 Pasal 59 : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Anda mungkin juga menyukai