Anda di halaman 1dari 55

TUGAS UNDANG – UNDANG DAN ETIKA FARMASI

PERBANDINGAN PERSYARATAN & PROSES PERIZINAN SESUAI PER-UU-AN INDUSTRI


OBAT DAN KOSMETIK

Disusun oleh :
kelompok 2

1. Rosiyana (20344004)
2. Febi Ramadona (20344005)
3. Muhammad Fermadianto (20344006)

KELOMPOK 9
1. Rina Josia Kristiani Aruan (20344027)
2. Egya Ryan Prasadhana (20344028)
3. Aldhi Noerfaizi (20344029)
4. Okta Asri Naimah (20344030)
Kelas : D

Dosen : Fauzi Kasim, Drs.M.Kes. Apt.

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL


PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
JAKARTA
2020
1. HIRARKI PER-UU-AN INDUSTRI OBAT
UUD 1945

UU No 35 Tahun 2009 UU No 5 Tahun 1997 UU No 8 Tahun 1999 UU No 36 Tahun 2009


Tentang Narkotika Tentang Psikotropika Tentang Perlindungan Tentang Kesehatan
Konsumen

PP No 51 Tahun 2009 PP No 72 Tahun 1998


Tentang Pekerjaan Tentang Pengamanan Sediaan
Kefarmasian Farmasi Dan Alkes

PMK NO PMK NO 26 Tahun 2018 Pelayanan


1799/MENKES/PER/XII/2010 Jo Perijinan Berusaha Terintegrasi
PMK No 16 Tahun 2013 Tentang Secara Elektronik Sektor kesehatan
Industri Farmasi

Perka BPOM No 26 Tahun 2018


Tentang
Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi Secara Elektronik
Sektor Obat Dan Makanan
2. HIRARKI PER-UU-AN INDUSTRI KOSMETIK

UUD 1945

UU No 8 Tahun 1999 UU No 36 Tahun 2009


Tentang Perlindungan Tentang Kesehatan
Konsumen

PP No 51 Tahun 2009 PP No 72 Tahun 1998


Tentang Pekerjaan Tentang Pengamanan Sediaan
Kefarmasian Farmasi Dan Alkes

PMK NO PMK NO 26 Tahun 2018 Pelayanan


1175/MENKES/PER/VIII/2010 Jo Perijinan Berusaha Terintegrasi
PMK NO 63 TAHUN 2013 Secara Elektronik Sektor kesehatan
TENTANG IZIN PRODUKSI
KOSMETIKA

Perka BPOM No 26 Tahun 2018


Tentang
Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi Secara Elektronik
Sektor Obat Dan Makanan
3. HIRARKI PER-UU-AN HUBUNGAN ANTARA INDUSTRI FARMASI DENGAN INDUSTRI KOSMETIK
UUD 1945

UU No 35 Tahun 2009 UU No 5 Tahun 1997 UU No 8 Tahun 1999 UU No 36 Tahun 2009


Tentang Narkotika Tentang Psikotropika Tentang Perlindungan Tentang Kesehatan
Konsumen

PP No 51 Tahun 2009 PP No 72 Tahun 1998


Tentang Pekerjaan Tentang Pengamanan Sediaan
Kefarmasian Farmasi Dan Alkes

PMK NO PMK NO 26 Tahun 2018 Pelayanan PMK NO


1799/MENKES/PER/XII/2010 Jo Perijinan Berusaha Terintegrasi 1175/MENKES/PER/VIII/2010 Jo PMK
PMK No 16 Tahun 2013 Tentang Secara Elektronik Sektor kesehatan NO 63 TAHUN 2013 TENTANG IZIN
Industri Farmasi PRODUKSI KOSMETIKA

DASAR
Perka BPOM No 26 Tahun 2018
Tentang
INDUSTRI FARMASI
Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi Secara Elektronik
Sektor Obat Dan Makanan KEDUANYA

INDUSTRI KOSMETIK
1. RANGKUMAN PER-UU-AN INDUSTRI FARMASI / OBAT DAN INDUSTRI KOSMETIK

Aspek OBAT KOSMETIK


Yang Peraturan yang Isi aturan Peraturan Yang
diatur terkait Terkait
Definsi Undang-Undang Pasal 1 ayat 8 Undang-Undang Pasal 1 Ayat 4
Secara Nomor 36 Tahun Nomor 36 Tahun
umum 2009 tentang Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk 2009 tentang Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat
Kesehatan produkbiologi yang digunakan Kesehatan tradisional, dan kosmetika.
untukmempengaruhi ataumenyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan,pemulihan, peningkatan kesehatan PMK No. Pasal 1 Ayat 1
dan kontrasepsi,untuk manusia. 1175/MenKes/Per/V
II/2010 tentang Izin Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang
Produksi Kosmetika dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar
tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir
UU Nomor 35 Pasal 1 ayat 1 dan organ genital bagian luar) atau gigi dan
2009 tentang membran mukosa mulut terutama untuk
narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari membersihkan, mewangikan, mengubah
tanamanatau bukan tanaman, baik sintetis penampilan dan atau memperbaiki bau badan
maupun semisintetis,yang dapat menyebabkan atau melindungi atau memelihara tubuh pada
penurunan atau perubahankesadaran, hilangnya kondisi baik
rasa, mengurangi sampaimenghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkanketergantungan

UU No 5 Tahun Pasal 1 ayat 1


1997 Tentang
Psikotropika Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah
maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas
PerMenKes Nomor mental dan prilaku.
3 tahun 2015 Pasal 1 ayat 3
tentang Peredaran, Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula
Penyimpanan, atau bahan kimiayang dapat digunakan sebagai
pemusnahan, dan bahan baku/penolong untuk keperluan
Pelaporan proses produksi industri farmasi atau produk
Narkotika,Psikotro antara, produk ruahan,dan produk jadi yang
pika,dan Prekursor mengandung ephedrine, pseudoephedrine,
Farmasi norephedrine/phenylpropanolamine, ergotamin,
ergometrine, atauPotasium Permanganat.
PMK NO 26 Tahun Pasal 1 PMK NO 26 Tahun Pasal 1
2018 Pelayanan Perizinan Berusaha adalah pendaftaran yang 2018 Pelayanan
Perijinan Berusaha diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai Perijinan Berusaha Industri Kosmetika adalah industri yang
Terintegrasi Secara dan menjalankan usaha dan/atau kegiatan dan Terintegrasi Secara memproduksi kosmetika yang telah memiliki
Elektronik Sektor diberikan dalam bentuk persetujuan yang Elektronik Sektor Izin Usaha industri sesuai dengan ketentuan
kesehatan dituangkan dalam bentuk surat/keputusan atau kesehatan peraturan perundang-undangan.
pemenuhan persyaratan dan/atau komitmen.
Pasal 1 Pasal 1
Sertifikat Produksi Industri Farmasi adalah Sertifikat Produksi Kosmetika adalah
persetujuan untuk melakukan produksi, persetujuan untuk melakukan produksi atau
pengembangan produk dan sarana produksi pemanfaatan sumber daya produksi,
dan/atau riset yang digunakan untuk pelaksanaan melaksanakan pendidikan dan pelatihan,
percepatan pengembangan Industri Farmasi dan/atau penelitian dan pengembangan sesuai
dengan rencana produksi yang digunakan untuk
pelaksanaan percepatan pengembangan Industri
Kosmetika.
Pasal 1 Pasal 1
Cara Pembuatan Obat yang Baik yang Rencana Produksi Kosmetika adalah dokumen
selanjutnya disebut CPOB adalah cara yang diajukan oleh Pelaku Usaha yang berisi
pembuatan obat yang bertujuan untuk antara lain penjabaran dari produk dan
memastikan agar mutu obat yang dihasilkan pengembangan, sarana produksi, serta kegiatan
sesuai dengan persyaratan dan tujuan penyelenggaraan Industri Kosmetika
penggunaannya
STANDAR YANG DIPAKAI

Aspek Yang Obat Kosmetik


diatur Peraturan yang Isi aturan Peraturan yang terkait Isi aturan
terkait
Standar PP 72 tahun 1998 Pasal 2 ayat 2 PP 72 Tahun 1998 Tentang Pasal 2 ayat 2
Mutu, Pengamanan Sediaan
keamanan Persyaratan mutu, keamanan, dan Farmasi dan Alat Kesehatn Persyaratan mutu, keamanan,
dan kemanfaatan sebagaimana dimaksud dan kemanfaatan sebagaimana
kemanfaatan dalam ayat (1) untuk: dimaksud
a. sediaan farmasi yang berupa bahan dalam ayat (1) untuk:
obat dan obat sesuai dengan persyaratan
dalam buku Farmakope atau buku 1. sediaan farmasi yang
standar lainnya yang ditetapkan oleh berupa kosmetika
Menteri; sesuai dengan
persyaratan dalam
buku Kodeks
Kosmetika Indonesia
yang ditetapkan oleh
Menteri;
Standar PP 51 tahun 2009 Pasal 10 PMK No. Pasal 3
Produksi 1175/MenKes/Per/VII/2010 Pembuatan kosmetika hanya
Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi tentang Izin Produksi dapat dilakukan oleh industri
Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud Kosmetika kosmetika.
dalam Pasal 7 harus memenuhi ketentuan .
Cara Pembuatan yang Baik yang
ditetapkan oleh Menteri.
PerKa. BPOM No. Pasal 2 ayat 1 PerKa. BPOM No. 25 Pasal 2 Ayat 1
34 tahun 2018 Pedoman CPOB wajib menjadi acuan tahun 2019 tentang Industri Kosmetika dalam
tentang Pedoman bagi industri farmasi dan sarana yang Pedoman CPKB melakukan kegiatan pembuatan
CPOB melakukan kegiatan pembuatan obat dan Kosmetika wajib menerapkan
bahan obat pedoman CPKB.
Tahapan Proses Perizinan dan Persyaratan

Aspek yang Obat Kosmetik


diatur
Peraturan yang terkait Isi aturan Peraturan yang terkait Isi Aturan
Izin industri PP 72 Tahun 1998 tentang Pasal 3 PP 72 Tahun 1998 tentang Pasal 3
Pengamanan Sediaan Farmasi Pengamanan Sediaan
dan Alat Kesehatan Sediaan farmasi harus diproduksi oleh badan Farmasi dan Alat Sediaan farmasi dan alat
usaha yang mempunyai izin usaha industri Kesehatan kesehatan hanya dapat diproduksi
oleh badan usaha yang telah
memiliki izin usaha industri
Pasal 4 sesuai dengan ketentuan
PMK 1799 Tahun 2010 peraturan perundang-undangan
tentang Industri Farmasi Setiap pendirian Industri Farmasi wajib yang berlaku
memperolehizin industri farmasi dari
Direktur Jenderal Permenkes No 1175 Tahun Pasal 3

Pasal 5 Pembuatan kosmetika hanya


dapat dilakukan oleh industri
Persyaratan untuk memperoleh izin industri kosmetika.
farmasi sebagaimana dimaksud
Adalah sebagai berikut: Pasal 4
a. Berbadan usaha berupa pt;
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan (1) Industri kosmetika yang akan
pembuatan obat; membuat kosmetika harus
c. Memiliki npwp; memiliki izin produksi.
d. Memiliki secara tetap paling sedikit (2) Izin produksi sebagaimana
apoteker wni masing2 sebagai pj dimaksud pada ayat (1) diberikan
pemastian mutu, produksi dan pengawasan oleh Direktur Jenderal.
mutu;
e. Komisaris dan direksi tidak terlibat secara
langsung ataupun tidak langsung dalam
pelanggaran peraturan per-uu-an bidang Pasal 5
kefarmasian.
Izin produksi berlaku selama 5
(lima) tahun dan dapat
Pasal 13 diperpanjang selama memenuhi
ketentuan yang berlaku.
Surat Permohonan izin industri harus
ditandatangani oleh direktur utama dan Pasal 6
apoteker penanggung jawab pemastian mutu
dengan kelengkapan sebagai berikut : (1) Izin produksi kosmetika
a. Fotokopi persetujuan prinsip industri diberikan sesuai bentuk dan jenis
farmasi sediaan kosmetika yang akan
b. Surat persetujuan penanaman modal untuk dibuat.
industri farmasi dalam rangka penanaman (2) Izin produksi sebagaimana
modal asing atau penanaman modal dalam dimaksud pada ayat (1)
negeri. dibedakan atas 2 (dua) golongan
c. Daftar peralatan dan mesin-mesin yang sebagai berikut:
digunakan. a. golongan A yaitu izin
d. Jumlah tenaga kerja atau kualifikasinya produksi untuk industri
e. Fotokopi sertifikat upaya pengelolaan kosmetika yang dapat
lingkungan dan upaya pemantauan membuat semua bentuk
lingkungan/analisis mengenai dampak dan jenis sediaan
lingkungan. kosmetika;
f. Rekomendasi kelengkapan administrasi b. golongan B yaitu izin
izin industri farmasi dari kepala dinas produksi untuk industri
kesehatan provinsi kosmetika yang dapat
g.Rekomendasi pemenuhan persyaratan membuat bentuk dan jenis
CPOB dari kepala badan sediaan kosmetika
h. Daftar pustaka wajib seperti Farmakope tertentu dengan
Indonesia edisi terakhir menggunakan teknologi
i. Asli surat pernyataan kesediaan bekerja sederhana.
penuh dari masing-masing apoteker (3) Bentuk dan jenis sediaan
penanggung jawab produksi, apoteker kosmetika tertentu sebagaimana
penanggung jawab pengawasan mutu dan dimaksud pada ayat (2) huruf b
apoteker penanggung jawab pemastian mutu. ditetapkan oleh Kepala Badan.
j. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing- Pasal 7
masing apoteker penanggung jawab (1) Industri kosmetika dalam
produksi, pengawasan mutu dan pemastian membuat kosmetika wajib
mutu dari pimpinan perusahaan menerapkan CPKB.
k. Fotokopi ijazah dan STRA dari masing- (2) CPKB sebagaimana
masing apoteker penanggung jawab dimaksud pada ayat (1)
produksi, pemastian mutu dan pengawasan ditetapkan oleh Menteri.
mutu (3) Ketentuan lebihlanjut
l. Surat pernyataan komisaris dan direksi mengenai pedoman penerapan
tidak pernah terlibat, baik langsung atau CPKB ditetapkan oleh Kepala
tidak dalam pelanggaran perundang- Badan.
undangan di bidang kefarmasian.

Permohonan izin industri farmasi diajukan


kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada kepala badan dan
kepala dinas kesehatan provinsi setempat.
Izin usaha PMK 1799 Tahun 2010 Pasal 8 PMK No. Pasal 8
tentang Industri Farmasi 1175/MenKes/Per/VII/2010 (1) Izin produksi industri
(1).Industri farmasi wajib memenuhi tentang Izin Produksi kosmetika Golongan A diberikan
persyaratan CPOB Kosmetika dengan persyaratan:
(2) Pemenuhan persyaratan CPOB a. memiliki apoteker sebagai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penanggung jawab;
dibuktikan dengan sertifikat CPOB. b. memiliki fasilitas produksi
(3).Sertifikat CPOB berlaku selama 5 tahun sesuai dengan produk yang akan
sepanjang memenuhi persyaratan. dibuat;
c. memiliki fasilitas
PerKaBPOM nomor Pasal 7 laboratorium; dan
HK.04.1.33.12.11.09937 d. wajib menerapkan CPKB.
Tahun 2011 tentang Tata Cara Sertifikat CPOB diterbitkan berdasarkan (2) Izin produksi industri
Sertifikasi Cara Pembuatan permohonan tertulis kepada kepala badan kosmetika Golongan B diberikan
Obat yang Baik dengan mengisi formulir seperti yang dengan persyaratan:
terlampir pada lampiran 3 (memuat status, a. memiliki sekurang-kurangnya
nama, alamat, no telp, personil, no telp tenaga teknis kefarmasian
personil, jenis sertifikat CPOB yang sebagai penanggung jawab;
diajukan, jumlah dan nama sertifikat yang b. memiliki fasilitas produksi
diajukan) dan dengan melampirkan dokumen dengan teknologi sederhana
RIP (Rencana Induk Pembangunan), sesuai produk yang akan dibuat;
Rancangan AHS (Air Handling System). dan
c. mampu menerapkan higiene
sanitasi dan dokumentasi sesuai
CPKB.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai persyaratan izin
produksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan oleh Direktur
Jenderal.
Izin edar UU 36 Tahun 2009 tentang Pasal 106 Peraturan BPOM no. 26 Pasal 13
Kesehatan tahun 2018 tentang (1) Pelaku Usaha sebagaimana
Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dimaksud dalam Pasal 12 untuk
Pelayanan Perizinan
dapat diedarkan setelah mendapat izin edar. memperoleh Izin Edar Kosmetika
Berusaha Terintegrasi
harus memenuhi persyaratan
Pasal 9 Secara Elektronik Sektor sebagai berikut:
Obat. a. data formula kualitatif dan
PP 72 Tahun 1998 tentang Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya kuantitatif.
Pengamanan Sediaan Farmasi dapat diedarkan setelahmemperolah izin edar b. Dokumen Informasi Produk
dan Alat Kesehatan dari Menteri. c. data pendukung keamanan
bahan kosmetik
Pasal 10
d. data pendukung klaim;
(1) Izin edar sediaan farmasi dan alat dan/atau
kesehatan diberikan atas dasar permohonan e. contoh produk jika diperlukan.
secara tertulis kepada Menteri.
(2) Selain harus memenuhi
(2)Permohonan secara tertulis sebagaimana persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan dimaksud pada ayat (1), untuk
keterangan dan/atau data mengenai sediaan memperoleh Izin Edar Kosmetika
farmasi dan alat kesehatan yang dimohonkan dalam negeri, Pelaku Usaha
untuk memperoleh izin edar serta contoh sebagaimana dimaksud dalam
sediaan farmasi dan alat kesehatan Pasal 12 juga harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. sertifikat CPKB yang masih
Pasal 3 berlaku sesuai dengan bentuk dan
Industri Farmasi yang menghasilkan obat jenis sediaan yang dinotifikasi
dapat mendistribusikan atau menyalurkan atau rekomendasi penerapan
hasil produksinya langsung kepada pedagang CPKB; dan
b. surat penunjukan atau
PMK 1799 Tahun besar farmasi, apotek, instalasi farmasi
persetujuan dari perusahaan
2010tentang Industri Farmasi rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, pemberi lisensi yang
klinik, dantoko obat sesuai dengan ketentuan mencantumkan merek dan/atau
peraturan perundang-undangan. nama kosmetika (kosmetika
lisensi).
Pasal 3
Obat yang dapat memiliki izin edar harus (3) Selain harus memenuhi
memenuhi kriteria : persyaratan sebagaimana
- Khasiat dan keamanan melalui uji klinik dimaksud pada ayat (1), untuk
maupun praklinik. memperoleh Izin Edar Kosmetika
-Sesuai CPOB kontrak, Pelaku Usaha
PerkaBPOM -Penandaan dan informasi lengkap sebagaimanadimaksud dalam
HK.03.1.23.10.11. 08481 -Sesuai dengan kebutuhan masyarakat Pasal 12 juga harus memenuhi
tentang kriteria dan tata -Untuk psikotropik harus mempunyai persyaratan sebagai berikut:
laksana registrasi obat keunggulan dibandingkan dengan obat lain a. surat perjanjian kerjasama
yang sudah beredar di Indonesia. kontrak antara pemberi kontrak
dengan penerima kontrak
Pasal 23 produksi yang disahkan oleh
notaris dan mencantumkan merek
Dokumen yang diperlukan : dan/atau nama kosmetika serta
- Dokumen administrasi, informasi produk tanggal masa berlaku perjanjian;
dan penandaan dan
- Dokumen mutu b. sertifikat CPKB yang masih
- Dokumen non klinik berlaku sesuai dengan bentuk dan
- Dokumen klinik jenis sediaan yang dinotifikasi
dari industri penerima kontrak.
(4) Selain harus memenuhi
persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), untuk
memperoleh Izin Edar Kosmetika
impor, Pelaku Usaha
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 juga harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. surat penunjukan keagenan
yang masih berlaku yang dibuat
dalam bahasa Indonesia dan/atau
bahasa Inggris dan paling sedikit
mencantumkan:
1. nama dan alamat
produsen/principal negara asal
2. nama importir
3. nama produk/merek kosmetika
4. tanggal diterbitkan
5. masa berlaku penunjukan
keagenan
6. hak untuk melakukan
notifikasi, impor, dan distribusi
dari produsen/principal negara
asal
7. nama dan tanda tangan
direktur/pimpinan
produsen/principal negara asal

b. surat perjanjian kerjasama


kontrak antara pemohon
notifikasi dengan penerima
kontrak produksi yang disahkan
oleh notaris dan mencantumkan
merek dan/atau nama kosmetika
serta tanggal masa berlaku
perjanjian, untuk usaha
perorangan/badan usaha yang
melakukan kontrak produksi
dengan industri kosmetika di luar
wilayah Indonesia.

c. certificate of free sale untuk


kosmetika impor yang berasal
dari negara di luar ASEAN yang
dikeluarkan pejabat berwenang di
negara asal yang dilegalisir oleh
Kedutaan Besar/Konsulat
Jenderal Republik Indonesia
setempat, dikecualikan untuk
Kosmetika Kontrak yang
diproduksi di luar wilayah
Indonesia.

d. sertifikat good manufacturing


practice atau surat pernyataan
penerapan good manufacturing
practice untuk industri yang
berlokasi di negara ASEAN.

e. sertifikat good manufacturing


practice untuk industri kosmetika
yang berlokasi di luar negara
ASEAN dan industri kosmetika
di luar wilayah Indonesia yang
menerima kontrak produksi
dengan ketentuan sebagai
berikut: 1. diterbitkan oleh
pejabat pemeTrintah yang
berwenang atau lembaga yang
diakui di negara asal.
2. dilegalisir oleh Kedutaan
Besar/Konsulat Jenderal
Republik Indonesia setempat.
3. mencantumkan masa berlaku.

(5) Dalam hal sertifikat good


manufacturing practice
sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) huruf e tidak mencantumkan
masa berlaku, sertifikat good
manufacturing practice
dinyatakan berlaku selama 5
(lima) tahun.
Pelaksana PP 51 Tahun 2009 tentang Pasal 7 PK BPOM Nomor Pasal 12
Izin Praktik pekerjaan kefarmasian HK.3.1.23.12.11.10052
(1) Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi (1) Importir yang bergerak di
Tahun 2011
Sediaan Farmasi harus memiliki Apoteker bidang Kosmetika, wajib
penanggung jawab. memiliki penanggung jawab
teknis paling rendah sarjana
(2) Apoteker penanggung jawab strata 1 (satu) di bidang.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat a. ilmu farmasi
dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau b. ilmu kedokteran
Tenaga Teknis Kefarmasian. c. ilmu biologi
d. ilmu kimia.
Pasal 9 (2) Usaha perorangan/badan
usaha di bidang Kosmetika yang
Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) melakukan kontrak Produksi,
orang apoteker sebagai penanggung jawab wajib memiliki penanggung
masing-masing pada bidang pemastian mutu, jawab teknis paling rendah
produksi dan pengawasan mutu setiap tenaga teknis kefarmasian.
produksi sediaan farmasi.
Fungsi atau Kegiatan yang ada di Industri

Aspek Obat Kosmetik


Peraturan Isi Peraturan Isi
Produksi
- Wewenang UU No. 36 Pasal 98 ayat 3 PMK No. Pasal 16
Pelaksana Tahun 2009 1175/MenKes/Per/VII/2010 Industri kosmetika tidak
Produksi tentang Setiap orang yang tidak memiliki tentang Izin Produksi diperbolehkan membuat kosmetika
Kesehatan keahlian dan kewenangan dilarang Kosmetika dengan menggunakan
mengadakan,menyimpan, mengolah, bahan kosmetika yang dilarang sesuai
mempromosikan,dan mengedarkan dengan ketentuan peraturan
obat dan bahan yang berkhasiat obat perundangundangan.
Pasal 17
(1) Direktur Jenderal dapat
mewajibkan industri kosmetika
memberikan laporan
produksi sesuai kebutuhan.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang
laporan produksi sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan oleh Direktur Jendera
PMK No. Pasal 2 Ayat 1
1799/MenKes/
Per/XII/2010 Proses pembuatan obat dan/atau bahan
tentang Industri obat hanya dapat dilakukan oleh
Farmasi Industri Farmasi

Pasal 2 Ayat 2

Selain Industri Farmasi sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), Instalasi
Farmasi Rumah Sakit dapat melakukan
proses pembuatan obat untuk
keperluan pelaksanaan pelayanan
kesehatan di rumah sakit yang
bersangkutan

Pasal 2 Ayat 3

Instalasi Farmasi Rumah Sakit


sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus
terlebih dahulu memenuhi persyaratan
CPOB yang
dibuktikan dengan
sertifikat CPOB
Sarana PP No. 72 Pasal 1 PP No. 72 Tahun 1998 Pasal 1
dan Proses Tahun 1998 tentang Pengamanan
Produksi tentang Ayat 1 Sediaan Farmasi dan Alat Ayat 1
Pengamanan Sediaan farmasi adalah obat, bahan Kesehatan Sediaan farmasi adalah obat, bahan
Sediaan obat, obat tradisional dan kosmetika. obat, obat tradisional dan kosmetika.
Farmasi dan Ayat 2 Ayat 2
Alat Kesehatan Produksi adalah kegiatan atau proses Produksi adalah kegiatan atau proses
menghasilkan, menyiapkan, mengolah, menghasilkan, menyiapkan,
membentuk, mengemas, dan/atau mengolah, membentuk, mengemas,
mengubah bentuk sediaan farmasi dan dan/atau mengubah bentuk sediaan
alat kesehatan farmasi dan alat kesehatan
PP Nomor 72 Pasal 5 ayat 1 Pasal 5 ayat 1
Tahun 1998
tentang Produksi sediaan farmasi dan alat Produksi sediaan farmasi dan alat
Pengamanan kesehatan harus dilakukan dengan cara kesehatan harus dilakukan dengan
Sediaan produksi yang baik. cara produksi yang baik.
Farmasi dan
Alat Kesehatan
PP 51 Tahun Pasal 6 Pasal 6
2009 tentang
Pekerjaan Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan
Kefarmasian pada fasilitas produksi, fasilitas pada fasilitas produksi, fasilitas
distribusi atau penyaluran dan fasilitas distribusi atau penyaluran dan fasilitas
pelayanan sediaan farmasi pelayanan sediaan farmasi

Pasal 8 Pasal 8

Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi


dapat berupa industri farmasi obat, dapat berupa industri farmasi obat,
industri bahan baku obat, industri industri bahan baku obat, industri
obattradisional, dan pabrik kosmetika obattradisional, dan pabrik kosmetika

Pasal 10 Pasal 10

Pekerjaan Kefarmasian dalam Pekerjaan Kefarmasian dalam


Produksi Sediaan Farmasi Produksi Sediaan Farmasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
harus memenuhi ketentuan Cara harus memenuhi ketentuan Cara
Pembuatan yang Baik yang ditetapkan Pembuatan yang Baik yang ditetapkan
oleh Menteri oleh Menteri
PMK No. Pasal 3 Ayat 1
1799/MenKes/
Per/XII/2010 Industri Farmasi dapat melakukan
tentang Industri kegiatan proses pembuatan obat
Farmasi dan/atau
bahan obat untuk:
a. Semua tahapan; dan/atau
b. Sebagian tahapan

Pasal 3 Ayat 2

Industri Farmasi yang melakukan


kegiatan proses pembuatan obat
dan/atau bahan obat untuk sebagian
tahapan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b harus berdasarkan
penelitian dan pengembangan yang
menyangkut produk sebagai hasil
kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi

Pasal 3 Ayat 3

Produk hasil penelitian dan


pengembangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat dilakukan proses
pembuatan sebagian tahapan oleh
Industri Farmasi di Indonesia
PMK No. Pasal 8
1799/MENKES
/PER/XII/2010 Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi
Tentang dapat berupa industri farmasi obat,
Industri industri bahan baku obat, industri obat
Farmasi tradisional, dan pabrik kosmetika
Kemasan PP No. 72 Pasal 1 Ayat 6 PP No. 72 Tahun 1998 Pasal 1 Ayat 6
Tahun 1998 tentang Pengamanan
tentang Kemasan sediaan farmasi dan alat Sediaan Farmasi dan Alat Kemasan sediaan farmasi dan alat
Pengamanan kesehatan adalah bahan yang Kesehatan kesehatan adalah bahan yang
Sediaan digunakan untuk mewadahi dan/atau digunakan untuk mewadahi dan/atau
Farmasi dan membungkus sediaan farmasi dan alat membungkus sediaan farmasi dan alat
Alat Kesehatan kesehatan baik yang bersentuhan kesehatan baik yang bersentuhan
langsung maupun tidak langsung maupun tidak

PP No. 72 Pasal 24 Ayat 1 PP No. 72 Tahun 1998 Pasal 24 Ayat 1


Tahun 1998 tentang Pengamanan
tentang Pengemasan sediaan farmasi dan alat Sediaan Farmasi dan Alat Pengemasan sediaan farmasi dan alat
Pengamanan kesehatan dilaksanakan dengan Kesehatan kesehatan dilaksanakan dengan
Sediaan menggunakan bahan kemasan yang menggunakan bahan kemasan yang
Farmasi dan tidak membahayakan kesehatan tidak membahayakan kesehatan
Alat Kesehatan manusia dan/atau dapat mempengaruhi manusia dan/atau dapat
berubahnya persyaratan mutu, mempengaruhi berubahnya
keamanan dan kemanfaatan sediaan persyaratan mutu, keamanan dan
farmasi dan alat kesehatan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat
kesehatan
Penandaa UU No. 36 Pasal 106 Ayat 2 Pasal 106 Ayat 2
n dan Tahun 2009 Penandaan dan informasi sediaan
Iklan tentang Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus
Kesehatan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi persyaratan objektivitas
memenuhi persyaratan objektivitas dan dan kelengkapan serta tidak
kelengkapan serta tidak menyesatkan menyesatkan
PP No. 72 Pasal 26 Ayat 1 PP No. 72 Tahun 1998 Pasal 26 Ayat 1
Tahun 1998 tentang Pengamanan
tentang Penandaan dan informasi sediaan Sediaan Farmasi dan Alat Penandaan dan informasi sediaan
Pengamanan farmasi dan alat kesehatan Kesehatan farmasi dan alat kesehatan
Sediaan dilaksanakan untuk melindungi dilaksanakan untuk melindungi
Farmasi dan masyarakat dari informasi sediaan masyarakat dari informasi sediaan
Alat Kesehatan farmasi dan alat kesehatan yang tidak farmasi dan alat kesehatan yang tidak
objektif, tidak lengkap serta objektif, tidak lengkap serta
menyesatkan menyesatkan

Pasal 26 Ayat 2 Pasal 26 Ayat 2

Penandaan dan informasi sediaan Penandaan dan informasi sediaan


farmasi dan alat kesehatan dapat farmasi dan alat kesehatan dapat
berbentuk gambar, warna, tulisan atau berbentuk gambar, warna, tulisan atau
kombinasi antara atau ketiganya atau kombinasi antara atau ketiganya atau
bentuk lainnya yang disertakan pada bentuk lainnya yang disertakan pada
kemasan atau dimasukkan dalam kemasan atau dimasukkan dalam
kemasan, atau merupakan bagian dari kemasan, atau merupakan bagian dari
wadah dan/atau kemasannya wadah dan/atau kemasannya
PP No. 72 Pasal 31 Pasal 31
Tahun 1998
tentang Iklan sediaan farmasi dan alat Iklan sediaan farmasi dan alat
Pengamanan kesehatan yang diedarkan harus kesehatan yang diedarkan harus
Sediaan memuat keterangan mengenai memuat keterangan mengenai
Farmasi dan sediaan farmasi dan alat kesehatan sediaan farmasi dan alat kesehatan
Alat Kesehatan secara objektif, lengkap dan tidak secara objektif, lengkap dan tidak
menyesatkan menyesatkan

Pasal 32 Pasal 32

Sediaan farmasi yang berupa obat Sediaan farmasi yang berupa obat
untuk pelayanan kesehatan yang untuk pelayanan kesehatan yang
penyerahannya dilakukan berdasarkan penyerahannya dilakukan berdasarkan
resep dokter hanya dapat diiklankan resep dokter hanya dapat diiklankan
pada media cetak ilmiah kedokteran pada media cetak ilmiah kedokteran
atau media cetak ilmiah farmasi atau media cetak ilmiah farmasi

Pasal 33 Pasal 33

Iklan mengenai sediaan farmasi dan Iklan mengenai sediaan farmasi dan
alat kesehatan pada media apapun alat kesehatan pada media apapun
yang dipergunakan untuk yang dipergunakan untuk
menyebarkan iklan dilaksanakan menyebarkan iklan dilaksanakan
dengan memperhatikan etika dengan memperhatikan etika
periklanan periklanan
Pemelihar UU No. 36 Pasal 99 Ayat 3 UU No. 36 Tahun 2009 Pasal 99 Ayat 3
aan Mutu Tahun 2009 tentang Kesehatan
tentang Pemerintah menjamin pengembangan Pemerintah menjamin pengembangan
Kesehatan dan pemeliharaan sediaan farmasi dan pemeliharaan sediaan farmasi
PP No. 72 Pasal 34 Ayat 1 PP No. 72 Tahun 1998 Pasal 34 Ayat 1
Tahun 1998 tentang Pengamanan
tentang Dalam rangka menjamin sediaan Sediaan Farmasi dan Alat Dalam rangka menjamin sediaan
Pengamanan farmasi dan alat kesehatan yang Kesehatan farmasi dan alat kesehatan yang
Sediaan memenuhi persyaratan mutu, memenuhi persyaratan mutu,
Farmasi dan keamanan dan kemanfaatan keamanan dan kemanfaatan
Alat Kesehatan diselenggarakan upaya pemeliharaan diselenggarakan upaya pemeliharaan
mutu sediaan farmasi dan alat mutu sediaan farmasi dan alat
kesehatan kesehatan

Pasal 34 Ayat2 Pasal 34 Ayat2

Penyelenggaraan upaya pemeliharaan Penyelenggaraan upaya pemeliharaan


mutu sediaan farmasi dan alat mutu sediaan farmasi dan alat
kesehatan sebagaimana dimaksud kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan sejak dalam ayat (1) dilakukan sejak
kegiatan produksi sampai dengan kegiatan produksi sampai dengan
peredaran sediaan farmasi dan alat peredaran sediaan farmasi dan alat
kesehatan kesehatan
PP No. 72 Pasal 35 Ayat 1 PP No. 72 Tahun 1998 Pasal 35 Ayat 1
Tahun 1998 tentang Pengamanan
tentang Dalam rangka pelaksanaan upaya Sediaan Farmasi dan Alat Dalam rangka pelaksanaan upaya
Pengamanan pemeliharaan mutu sediaan farmasi Kesehatan pemeliharaan mutu sediaan farmasi
Sediaan dan alat kesehatan, Menteri dan alat kesehatan, Menteri
Farmasi dan melakukan: penetapan persyaratan melakukan: penetapan persyaratan
Alat Kesehatan pemeliharaan mutu sediaan farmasi pemeliharaan mutu sediaan farmasi
dan alat kesehatan; pembinaan dan dan alat kesehatan; pembinaan dan
pengawasan pelaksanaan pemeliharaan pengawasan pelaksanaan
mutu sediaan farmasi dan alat pemeliharaan mutu sediaan farmasi
kesehatan dan alat kesehatan

Pasal 35 Ayat 2 Pasal 35 Ayat 2

Pelaksanaan ketentuan sebagaimana Pelaksanaan ketentuan sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut oleh Menteri lanjut oleh Menteri
PerKaBPOM Pasal 3
HK.04.1.33.12.
11.09938 Standar dan/atau persyaratan mutu
Tentang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
Kriteria dan termasuk namun tidak terbatas pada:
Tata Cara a. Pemerian
Penarikan Obat b. Sterilitas
yang Tidak c. Uji disolusi
Memenuhi d. Uji potensi
Standar e. Kadar
dan/atau f. Keseragaman sediaan (keseragaman
Persyaratan kandungan dan keragaman bobot)
g. pH
h. Label tidak sesuai dengan
kandungan dan atau kekuatan zat aktif
i. (Mislabel)
j. Kadar air
k. Ketidaksesuaian penandaan dengan
yang disetujui
l. Keseragaman bobot
m. Volume terpindahkan
n. Isi minimum
o. Waktu hancur
CARA PEMBUATAN YANG BAIK

Aspek Obat Kosmetik


Yang diatur Peraturan Isi Peraturan Isi
Ketentuan umum PerKa. BPOM No. 34 tahun Pasal ayat 1 KK BPOM RI NO : 1. Audit Internal : adalah
2018 tentang Pedoman CPOB HK.00.05.4.3870 kegiatan yang dilakukan
Cara Pembuatan Obat yang untuk menilai semua aspek,
Baik yang selanjutnya mulai pengadaan bahan
disingkat CPOB adalah cara sampai pengemasan dan
pembuatan obat dan/atau penetapan tindakan
bahan obat yang bertujuan perbaikan yang dilakukan
untuk memastikan agar sehingga seluruh aspek
mutu obat dan/atau bahan produksi tersebut selalu
obat yang dihasilkan sesuai memenuhi Cara Pembuatan
dengan persyaratan dan Kosmetik yang Baik.
tujuan penggunaan. 2. . Bahan Awal : Bahan
baku dan bahan pengemas
yang digunakan dalam
pembuatan suatu produk.
3. Bahan Baku : Semua
bahan utama dan bahan
tambahan yang digunakan
dalam pembuatan produk
kosmetik
4. Bahan Pengemas : Suatu
bahan yang digunakan
dalam pengemasan produk
ruahan untuk menjadi
produk jadi
5. Bahan Pengawet : Bahan
yang ditambahkan pada
produk dengan tujuan untuk
menghambat pertumbuhan
jasad renik..
6. Bets : Sejumlah produk
kosmetik yang diproduksi
dalam satu siklus
pembuatan yang
mempunyai sifat dan mutu
yang seragam.
7. Dokumentasi : Seluruh
prosedur tertulis, instruksi,
dan catatan yang terkait
dalam pembuatan dan
pemeriksaan mutu produk.
8. Kalibrasi : Kombinasi
pemeriksaan dan penyetelan
suatu instrumen untuk
menjadikannya memenuhi
syarat batas keakuratan
menurut standar yang
diakui..
9. Karantina : Status suatu
bahan atau produk yang
dipisahkan baik secara fisik
maupun secara sistem,
sementara menunggu
keputusan pelulusan atau
penolakan untuk diproses,
dikemas atau
didistribusikan .
10. Nomor Bets : Suatu
rancangan nomor dan atau
huruf atau kombinasi
keduanya yang menjadi
tanda riwayat suatu bets
secara lengkap, termasuk
pemeriksaan mutu dan
pendistribusiannya..
11. Pelulusan (released) :
Status bahan atau produk
yang boleh digunakan untuk
diproses, dikemas atau
didistribusikan.
12. Pembuatan : Satu
rangkaian kegiatan untuk
membuat produk, meliputi
kegiatan pengadaan bahan
awal, pengolahan dan
pengawasan mutu serta
pelulusan produk jadi.
13. Pengawasan Dalam
Proses : Pemeriksaan dan
pengujian yang ditetapkan
dan dilakukan dalam suatu
rangkaian pembuatan
produk termasuk
pemeriksaan dan pengujian
yang dilakukan terhadap
lingkungan dan peralatan
dalam rangka menjamin
bahwa produk akhir (jadi)
memenuhi spesifikasinya.
14. Pengawasan Mutu
(Quality Control) : Semua
upaya yang diambil selama
pembuatan untuk menjamin
kesesuaian produk yang
dihasilkan terhadap
spesifikasi yang ditetapkan
15. Pengemasan : Adalah
bagian dari siklus produksi
yang dilakukan terhadap
produk ruahan untuk
menjadi produk jadi
16. Pengolahan : Bagian
dari siklus produksi dimulai
dari penimbangan bahan
baku sampai dengan
menjadi produk ruahan.
17. Penolakan (rejected) :
Status bahan atau produk
yang tidak boleh digunakan
untuk diolah, dikemas atau
didistribusikan..
18. Produk (kosmetik) :
Suatu bahan atau sediaan
yang dimaksud untuk
digunakan pada berbagai
bagian dari badan
(epidermis, rambut, kuku,
bibir, dan organ genital
kesternal) atau atau gigi dan
selaput lendir di rongga
mulut dengan maksud untuk
membersihkannya,
membuat wangi atau
melindungi supaya tetap
dalam keadaan baik,
mengubah penampakan
atau memperbaiki bau
badan..
19. Produksi : Semua
kegiatan dimulai dari
pengolahan sampai dengan
pengemasan untuk menjadi
produk jadi.
20. Produk Antara : Suatu
bahan atau campuran bahan
yang telah melalui satu atau
lebih tahap pengolahan
namun masih membutuhkan
tahap selanjutnya.
21. Produk Jadi : Suatu
produk yang telah melalui
semua tahap proses
pembuatan.
22. Produk Kembalian
(returned): Produk jadi yang
dikirim kembali kepada
produsen..
23. Produk Ruahan : Suatu
produk yang sudah melalui
proses pengolahan dan
sedang menanti
pelaksanaan pengemasan
untuk menjadi produk jadi.
24. Sanitasi : Kontrol
kebersihan terhadap sarana
pembuatan, personil,
peralatan dan bahan yang
ditangani.
25. Spesifikasi Bahan :
Deskripsi bahan atau
produk yang meliputi sifat
fisik kimiawi dan biologik
yang menggambarkan
standar dan penyimpangan
yang ditoleransi.
26. Tanggal Pembuatan :
Adalah tanggal pembuatan
suatu bets produk tertentu
Standar produksi PerKa. BPOM No. 34 tahun Pasal 2 ayat 1
2018 tentang Pedoman CPOB
Pedoman CPOB wajib
menjadi acuan bagi industri
farmasi dan sarana yang
melakukan kegiatan
pembuatan obat dan bahan
obat
Pasal 2 ayat 2

Pedoman CPOB meliputi ;


a. Sistem mutu industri
farmasi;
b. Personalia;
c. Bangunan-fasilitas;
d. Peralatan;
e. Produksi;
f. Cara penyimpanan
dan pengiriman obat
yang baik;
g. Pengawasan mutu;
h. Inspeksi diri;
i. Keluhan dan
penarikan produk;
j. Dokumentasi;
k. Kegiatan alih daya;
l. Kualifikasi dan
validasi;
m. Pembuatan produk
steril;
n. Pembuatan bahan
dan produk biologi
untuk penggunaan
manusia;
o. Pembuatan gas
medisinal;
p. Pembuatan inhalasi
dosis terukur
bertekanan;
q. Pembuatan produk
darah;pembuatan
obat uji klinik;
r. System
komputerisasi;
s. Cara pembuatan
bahan baku aktif
obat yang baik;
t. Pembuatan
radiofarmaka;
u. Penggunaan radiasi
pengion dalam
pembuatan obat;
v. Sampel pembanding
dan sampel
pertinggal;
w. Pelulusan real time
dan pelulusan
parametis; dan
x. Manajemen resiko
mutu
Sertifikasi PerKa. BPOM No. 34 tahun Pasal 4 ayat 1 Per BPOM No. 26 Tahun Pasal 31
2018 tentang Pedoman CPOB 2018 Tentang Pelayanan (1) Sertifikat CPKB
Penerapan pedoman CPOB Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud Terintegrasi secara dalam Pasal 3 ayat (1) huruf
dalam pasal 2 dibuktikan elektronik sektor obat dan k diajukan oleh Industri
dengan sertifikat CPOB makanan Kosmetik sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.

(2) Selain sertifikat CPKB


sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Industri
Kosmetik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) juga
dapat mengajukan
permohonan untuk
memperoleh:
a. persetujuan denah
bangunan industri
kosmetik; dan/atau
b. persetujuan penggunaan
fasilitas produksi Kosmetik
bersama Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga.

KepKe BPOM No. Pasal 2


HK.00.05.4.3870 Tahun (1) Industri Kosmetika
2003 tentang Pedoman Cara wajib menerapkan CPKB.
Pembuatan Kosmetik yang
(2) CPKB sebagaimana
Baik.
dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari
Peraturan Badan ini.

Pasal 3
(1) Pemenuhan penerapan
CPKB sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2
dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Industri Kosmetika yang
menerima kontrak produksi
dibuktikan dengan
Sertifikat CPKB;
b. Industri Kosmetika yang
tidak menerima kontrak
produksi dapat dibuktikan
dengan :
1. Sertifikat CPKB; atau
2. Rekomendasi penerapan
CPKB.
(2) Rekomendasi Penerapan
CPKB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf b angka 2 diterbitkan
dalam bentuk Surat
Keterangan Penerapan
CPKB.

(3) Sertifikat CPKB


sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b angka
1 (satu) atau Surat
Keterangan Penerapan
CPKB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf b angka 2 diterbitkan
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan

Pasal 4
(1) Sertifikat CPKB
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) huruf
b berlaku 5 (lima) tahun
terhitung sejak tanggal
diterbitkan.
(2) Surat Keterangan
Penerapan CPKB
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2)
berlaku 5 tahun terhitung
sejak tanggal diterbitkan.

Pasal 5
(1) Permohonan sertifikasi
CPKB yang telah diajukan
sebelum berlakunya
Peraturan Badan ini, tetap
diproses berdasarkan
Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan
Makanan Nomor
HK.00.05.4.3870 Tahun
2003 tentang Pedoman Cara
Pembuatan Kosmetik yang
Baik.
(2) Sertifikat CPKB yang
diterbitkan sebelum
berlakunya peraturan Badan
ini tetap diakui dan
digunakan sebagai bukti
telah memenuhi dan
menerapkan CPKB.
(3) Sertifikat CPKB
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berlaku
sampai dengan 5 (lima)
tahun terhitung sejak
tanggal diterbitkan.

PerKa. BPOM No. Pasal 5 ayat 1


HK.04.1.33.12.11.09937
tahun 2011 tentang Tata Cara Sertifikat CPOB diberikan
Sertifikasi Cara Pembuatan untuk setiap unit bangunan
Obat Yang Baik sesuai dengan bentuk
sediaan dan proses
pembuatan yang dilakukan
untuk semua tahapan atau
sebagian tahapan
Resertifikasi PerKa. BPOM No. Pasal 15 ayat 1
HK.04.1.33.12.11.09937
tahun 2011 tentang Tata Cara Pemegang sertifikat wajib
Sertifikasi Cara Pembuatan mengajukan permohonan
Obat Yang Baik resertifikasi dalam waktu 6
(enam) bulan sebelum masa
berlaku sertifikat berakhir
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Aspek Yang Diatur Obat Kosmetik


Peraturan Isi Peraturan Isi
Produksi PMK 1799 Tahun 2010 PERMENKES Pasal 16
Pasal 23 No 1 NOMOR Industri kosmetika tidak diperbolehkan
1175/MENKES/ membuat kosmetika dengan
Industri Farmasi wajib menyampaikan PER/VIII/2010 menggunakan
laporan industri secara berkala bahan kosmetika yang dilarang sesuai
mengenai kegiatan usahanya: dengan ketentuan peraturan
a. sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi perundangundangan.
jumlah dan nilai produksi setiap obat Pasal 17
atau bahan obat yang dihasilkan dengan (1) Direktur Jenderal dapat mewajibkan
menggunakan contoh industri kosmetika memberikan laporan
sebagaimana tercantum dalam Formulir produksi sesuai kebutuhan.
13 (2) Ketentuan lebih lanjut tentang
laporan produksi sebagaimana dimaksud
pada ayat
(1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Kemungkinan Pelanggaran dan Sanksi

Aspek Yang Diatur Obat Kosmetik


Peraturan Isi Peraturan Isi
Pelanggaran PerKa. BPOM No. 34 tahun Pasal 2 ayat 4 PERMENKES NOMOR PASAL 23
2018 tentang Pedoman CPOB 1175/MENKES/PER/VIII/2010 Pelanggaran terhadap
Industri farmasi dan sarana ketentuan dalam Peraturan
yang tidak mengikuti acuan ini dapat dikenakan sanksi
Pedoman CPOB sebagaimana administratif berupa:
dimaksud pada ayat (1), dikenai a. peringatan secara tertulis;
sanksi administratif sebagai b. larangan mengedarkan
berikut : untuk sementara waktu
a. Peringatan; dan/atau perintah untuk
b. Peringatan keras ; penarikan kembali produk
c. Penghentian sementara dari peredaran bagi
kegiatan; kosmetika yang tidak
d. Pembekuan Sertifikat memenuhi
CPOB ; standar dan persyaratan
e. Pencabutan Sertifikat mutu, keamanan, dan
CPOB; dan/atau kemanfaatan;
f. Rekomendasi c. perintah pemusnahan
pencabutan izin industri produk, jika terbukti tidak
farmasi. memenuhi persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan;
d. penghentian sementara
kegiatan;
e. pembekuan izin produksi;
atau
f. pencabutan izin produksi.
(2) Sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf c
dan huruf d diberikan oleh
Kepala Badan.
(3) Sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e dan huruf f
diberikan oleh Direktur
Jenderal atas rekomendasi
Kepala Badan atau Kepala
Dinas setempat.
Reserifikasi PerKa. BPOM No. Pasal 15 ayat 4 KepKe BPOM No. Pelanggaran terhadap
HK.04.1.33.12.11.09937 HK.00.05.4.3870 Tahun 2003 ketentuan dalam Peraturan
tahun 2011 tentang Tata Cara Pelanggaran terhadap tentang Pedoman Cara Pembuatan Badan ini dapat dikenai
Sertifikasi Cara Pembuatan kewajiban melakukan Kosmetik yang Baik. sanksi administratif berupa:
Obat Yang Baik resertifikasi dikenai sanki 1. peringatan tertulis;
administratif berupa 2. penghentian sementara
penghentian sementara kegiatan produksi paling
kegiatan. lama 1 (satu) tahun;
3. Pembekuan sertifikat
CPKB.
4. pencabutan Sertifikat
CPKB atau Surat Keterangan
Penerapan CPKB.
5. penutupan sementara
akses daring (online)
pengajuan permohoan
notifikasi paling lama 1
(satu) tahun
Izin Edar UU Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 197 PERMENKES RI No. Pasal 23
tentang Kesehatan 1175/MENKES/PER/VIII/2010
Bila memproduksi dan/atau Tentang Izin Produksi Kosmetika (1) Pelanggaran terhadap
mengedarkan sediaan farmasi ketentuan dalam Peraturan
yang tidak memiliki izin edar, ini dapat dikenakan sanksi
dipidana paling lama 15 tahun administratif berupa:
penjara dan denda paling a. peringatan secara tertulis.
banyak Rp 1.500.000.000,00. b. larangan mengedarkan
untuk sementara waktu
dan/atau perintah untuk
penarikan kembali produk
dari peredaran bagi
kosmetika yang tidak
memenuhi standar dan
persyaratan mutu, keamanan,
dan kemanfaatan.
c. perintah pemusnahan
produk, jika terbukti tidak
memenuhi persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan.
d. penghentian sementara
kegiatan.
e. pembekuan izin produksi;
atau f. pencabutan izin
produksi.
(2) Sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf c dan huruf d diberikan
oleh Kepala Badan.
(3) Sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e dan huruf f
diberikan oleh Direktur
Jenderal atas rekomendasi
Kepala Badan atau Kepala
Dinas setempat.
PP Nomor 72 Tahun 1998 Pasal 72
tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan Tindakan administratif
berupa:
a. Peringatan secara tertulis
b. Larangan mengedarkan
untuk sementara waktu
dan/atau perintah untuk
menarik produk sediaan
farmasi dari peredaran
c. Perintah pemusnahan sediaan
farmasi
d. Pencabutan sementara atau
pencabutan tetap izin usaha
industri, izin edar sediaan
farmasi,serta izin lain yang
diberikan.
Pasal 75

Bila mengedarkan tanpa izin


edar, dipidana paling lama 7
tahun penjara dan/atau denda
paling banyak Rp
140.000.000,00.

PerMenKes Nomor Pasal 23


1010/Menkes/Per/XI/2008
tentang Registrasi Obat Sanksi administratif berupa
pembatalan izin edar.

PerKa BPOM Nomor Pasal 56


HK.03.1.23.10.11.08481 Peringatan tertulis; pembatalan
Tahun 2011 proses registrasi obat;
tentang Kriteria dan Tata pembekuan izin edar;
Laksana Registrasi Obat pembatalan izin edar; sanksi
administratif.
Penandaan dan PP Nomor 72 Tahun 1998 Pasal 77 PP Nomor 72 Tahun 1998 Pasal 77
Iklan tentang Pengamanan Sediaan tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan Bila mengedarkan sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Bila mengedarkan sediaan
farmasi yang tidak farmasi yang tidak
mencantumkan penandaan mencantumkan penandaan
dan informasi dipidana paling dan informasi dipidana
lama 5 tahun penjara dan/atau paling lama 5 tahun penjara
denda paling banyak Rp. dan/atau denda paling
100.000.000,00. banyak Rp. 100.000.000,00.
Pemeliharaan UU Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 106 UU Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 106
Mutu tentang Kesehatan tentang Kesehatan
Bila sediaanfarmasi dan alat Bila sediaanfarmasi dan alat
kesehatan yang telah kesehatan yang telah
memperoleh izin edar, yang memperoleh izin edar, yang
kemudian terbukti tidak kemudian terbukti tidak
memenuhi memenuhi
persyaratan mutu dan/atau persyaratan mutu dan/atau
keamanan dan/atau keamanan dan/atau
kemanfaatan, dapat disita dan kemanfaatan, dapat disita
dimusnahkan serta dicabut dan dimusnahkan serta
izin edar dan dicabut izin edar dan
ditarik dari peredaran. ditarik dari peredaran.

Pasal 196 Pasal 196

Bila memproduksi atau Bila memproduksi atau


mengedarkan sediaan farmasi mengedarkan sediaan
dan/atau alat kesehatan yang farmasi dan/atau alat
tidak memenuhi standar kesehatan yang tidak
dan/atau persyaratan memenuhi standar dan/atau
keamanan, khasiat atau persyaratan keamanan,
kemanfaatan, dan khasiat atau kemanfaatan,
mutudipidana paling lama 10 dan mutudipidana paling
tahun penjara dan denda lama 10 tahun penjara dan
paling banyak denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00. Rp1.000.000.000,00.
PP Nomor 72 Tahun 1998 Pasal 39 PP Nomor 72 Tahun 1998 Pasal 39
tentang Pengamanan Sediaan tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan Apabila hasil pengujian Farmasi dan Alat Kesehatan Apabila hasil pengujian
kembali menunjukkan sediaan kembali menunjukkan
farmasi yang bersangkutan sediaan farmasi yang
tidak memenuhi persyaratan bersangkutan tidak
mutu, keamanan dan memenuhi persyaratan
kemanfaatan atau dapat mutu, keamanan dan
menimbulkan bahaya kemanfaatan atau dapat
kesehatan bagi manusia, menimbulkan bahaya
sediaan farmasi yang kesehatan bagi manusia,
bersangkutan dicabut izin sediaan farmasi yang
edarnya. bersangkutan dicabut izin
edarnya.
Pasal 74
Pasal 74
Bila memproduksi dan/atau
mengedarkan sediaan farmasi Bila memproduksi dan/atau
yang tidak memenuhi mengedarkan sediaan
persyaratan dipidana paling farmasi yang tidak
lama 15 tahun penjara dan memenuhi persyaratan
denda paling banyak Rp dipidana paling lama 15
300.000.000,00. tahun penjara dan denda
paling banyak Rp
300.000.000,00.
2. RANGKUMAN PERBANDINGAN PER-UU-AN INDUSTRI FARMASI / OBAT DENGAN INDUSTRI KOSMETIK

INDUSTRI OBAT INDUSTRI KOSMETIK


PP No 72 Tahun 1998 PP No 72 Tahun 1998
1. PER-UU-AN / PERMENKES NOMOR 16 TAHUN 2013 PERMENKES NO 26 TAHUN 2018
REFERENSI YG PERMENKES NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 PERMENKES NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010
DIPAKAI PERMENKES NO 16 TAHUN 2013 PERKA BPOM NO 26 TAHUN 2018
PERKA BPOM NO 26 TAHUN 2018
PASAL 1 PASAL 1 PERMENKES NO 26 TAHUN 2018
PERMENKES NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut,
biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam mukosa mulut terutama untuk membersihkan mewangikan,
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
manusia
PASAL 1 PERKA BPOM NO 26 TAHUN 2018
PASAL 1 PERKA BPOM NO 26 TAHUN 2018 Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk
Obat adalah obat jadi termasuk produk biologi, yang digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut,
merupakan bahan atau paduan bahan digunakan untuk kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran
2. DEFINISI mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau mukosa mulut terutama untuk membersihkan mewangikan,
KATA KUNCI keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, mengubah penampilan, dan/atau memperbaiki bau badan atau
pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik
kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia

Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak


berkhasisat yang digunakan dalam pengelolaan obat dengan
standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi

Obat Baru adalah Obat dengan zat aktif baru, bentuk sediaan
baru, kekuatan baru atau kombinasi baru yang belum pernah
disetujui di Indonesia
Obat Pengembangan Baru adalah Obat atau bahan Obat
berupa molekul baru atau formula baru, produk
biologi/bioteknologi yang sedang dikembangkan dan dibuat
oleh institusi riset atau Industri Farmasi di Indonesia
dan/atau di luar negeri untuk digunakan dalam tahapan uji
nonklinik dan/atau uji klinik di Indonesia dengan tujuan
untuk mendapatkan Izin Edar di Indonesia

Obat Generik Pertama adalah obat generik yang pertama


didaftarkan di indonesia dengan zat aktif sama dengan Obat
originator yang disetujui di Indonesia

PASAL 1 PERMENKES NO 26 TAHUN 2018


Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana
terlampir dalam Undang-Undang tentang Narkotika

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun


sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku

Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan


kimia yang dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong
untuk keperluan proses produksi industri farmasi atau
produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang
mengandung efedrin, pseudoefedrin,
norefedrin/fenilpropanolamin, ergotamin, ergometrin, atau
potassium permanganat.
PASAL 1 PERMENKES NO 26 TAHUN 2018 PASAL 1 PERMENKES NO 26 TAHUN 2018
Industri Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum Industri Kosmetika adalah industri yang memproduksi kosmetika
yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan produksi atau yang telah memiliki Izin Usaha industri sesuai dengan ketentuan
pemanfaatan sumber daya produksi, penyaluran obat, bahan peraturan perundang-undangan
obat, dan fitofarmaka, melaksanakan pendidikan dan
pelatihan, dan/atau penelitian dan pengembangan. PASAL 1 PERKA BPOM NO 26 TAHUN 2018
Industri Kosmetika adalah industri yang memproduksi kosmetika
PASAL 1 PERKA BPOM NO 26 TAHUN 2018 yang telah memiliki izin usaha industri atau tanda daftar industri
Industri Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan produksi atau
pemanfaatan sumber daya produksi, penyaluran obat, bahan
obat, dan fitofarmaka, melaksanakan pendidikan dan
pelatihan, dan/atau penelitian dan pengembangan
PASAL 1 PERMENKES NO 26 TAHUN 2018 PASAL 1 PERMENKES NO 26 TAHUN 2018
Sertifikat Produksi Industri Farmasi adalah persetujuan Sertifikat Produksi Kosmetika adalah persetujuan untuk
untuk melakukan produksi, pengembangan produk dan melakukan produksi atau pemanfaatan sumber daya produksi,
sarana produksi dan/atau riset yang digunakan untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan, dan/atau penelitian dan
pelaksanaan percepatan pengembangan Industri Farmasi pengembangan sesuai dengan rencana produksi yang digunakan
untuk pelaksanaan percepatan pengembangan Industri Kosmetika.
PASAL 1 PERMENKES NO 26 TAHUN 2018 PASAL 1 PERMENKES NO 26 TAHUN 2018
Rencana Produksi Industri Farmasi atau Rencana Produksi Rencana Produksi Kosmetika adalah dokumen yang diajukan oleh
Industri Farmasi Bahan Obat adalah dokumen yang diajukan Pelaku Usaha yang berisi antara lain penjabaran dari produk dan
oleh Pelaku Usaha yang berisi antara lain penjabaran dari pengembangan, sarana produksi, serta kegiatan penyelenggaraan
produk dan pengembangan, sarana produksi, serta kegiatan Industri Kosmetika
penyelenggaraan Industri Farmasi atau Industri Farmasi
bahan obat

PASAL 2 Pasal 6 PERMENKES NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010


(1) Proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya dapat Izin produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan atas
3. JENIS / dilakukan oleh Industri Farmasi. 2 (dua) golongan sebagai berikut:
KATEGORI (2) Selain Industri Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat a. golongan A yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang
PRODUK (1), Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat melakukan proses dapat membuat semua bentuk dan jenis sediaan kosmetika;
pembuatan obat untuk keperluan pelaksanaan pelayanan b. golongan B yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang
kesehatan di rumah sakit yang bersangkutan. dapat membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu
(3) Instalasi Farmasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dengan menggunakan teknologi sederhana.
pada ayat (2) harus terlebih dahulu memenuhi persyaratan
CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB.

Pasal 3
(1) Industri Farmasi dapat melakukan kegiatan proses
pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk:
a. semua tahapan; dan/atau
b. sebagian tahapan.
(2) Industri Farmasi yang melakukan kegiatan proses
pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk sebagian tahapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus
berdasarkan penelitian dan pengembangan yang menyangkut
produk sebagai hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
(3) Produk hasil penelitian dan pengembangan sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) dapat dilakukan proses pembuatan sebagian tahapan oleh
Industri Farmasi di Indonesia.
Pasal 4
(1) Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin
industri farmasi dari Direktur Jenderal.
(2) Industri Farmasi yang membuat obat dan/atau bahan obat
yang termasuk dalam golongan narkotika wajib memperoleh
izin khusus untuk memproduksi narkotika sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 5 permenkes no 26 thn 2018 Sertifikat Produksi Kosmetika
Persyaratan untuk memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi Pasal 13 permenkes no 26 thn 2018
4. dan Izin Usaha Industri Farmasi Bahan Obat sebagaimana (1) Sertifikat Produksi Kosmetika diajukan oleh Industri
PERSYARATAN dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan huruf b yaitu Kosmetika.
& PROSES Sertifikat Produksi Industri Farmasi atau Sertifikat Produksi (2) Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Produksi Kosmetika
REGISTRASI Industri Farmasi Bahan Obat golongan A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf h
Pasal 6 ayat 1 permenkes no 26 thn 2018 terdiri atas:
Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Produksi Industri a. Rencana Produksi Kosmetika; dan
Farmasi dan Sertifikat Produksi Industri Farmasi Bahan b. memiliki paling rendah 1 (satu) orang apoteker
Obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) terdiri berkewarganegaraan Indonesia sebagai penanggung jawab teknis;
atas: (3) Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Produksi Kosmetika
a. Rencana Produksi Industri Farmasi atau Rencana Produksi golongan B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf h
Industri Farmasi Bahan Obat; dan terdiri atas:
b. memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang a. Rencana Produksi Kosmetika; dan
apoteker berkewarganegaraan Indonesia b. memiliki paling rendah 1 (satu) orang tenaga teknis kefarmasian
berkewarganegaraan Indonesia sebagai penanggung jawab teknis.
Pasal 56 permenkes no 26 thn 2018
(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Pasal 63 permenkes no 26 thn 2018
Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- (1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi
undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
elektronik, wajib memenuhi Komitmen Izin Usaha Industri undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara
Farmasi atau Izin Usaha Industri Farmasi Bahan Obat. elektronik, wajib memenuhi Komitmen Sertifikat Produksi
Kosmetika.
(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana (2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling lama 4 (empat) tahun. dimaksud pada ayat (1) paling lama 6 (enam) bulan.
(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud (3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada
pada ayat (1), Pelaku Usaha melalui ayat (1), Pelaku Usaha melalui www.elic.binfar.kemkes.go.id yang
www.elic.binfar.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan terintegrasi dengan sistem OSS menyampaikan:
sistem OSS menyampaikan:
a. Rencana Produksi Kosmetika; dan
a. Rencana Produksi Industri Farmasi atau Rencana Produksi
Industri Farmasi Bahan Obat; dan b. data apoteker/tenaga teknis kefarmasian penanggung jawab,
yang meliputi Kartu Tanda Penduduk, ijazah, surat tanda
b. data apoteker penanggung jawab produksi, apoteker registrasi, surat pernyataan sanggup bekerja penuh waktu, dan
penanggung jawab pemastian mutu, dan apoteker surat perjanjian kerja sama apoteker/tenaga teknis kefarmasian
penanggung jawab pengawasan mutu, yang meliputi Kartu penanggung jawab dengan Pelaku Usaha.
Tanda Penduduk, ijazah, STRA, surat pernyataan sanggup
bekerja penuh waktu, dan surat perjanjian kerja sama (4) Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi dan verifikasi
masing-masing apoteker penanggung jawab dengan Pelaku paling lama 3 (tiga) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan
Usaha. pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(4) Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi dan (5) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat
verifikasi paling lama 3 (tiga) Hari sejak Pelaku Usaha perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi
menyampaikan pemenuhan Komitmen sebagaimana pemenuhan Komitmen Sertifikat Produksi Kosmetika paling lama
dimaksud pada ayat (3). 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.
(5) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat (6) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
perbaikan, Kementerian Kesehatan menerbitkan Sertifikat terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan hasil
Produksi Industri Farmasi atau Sertifikat Produksi Industri evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.
Farmasi Bahan Obat paling lama 1 (satu) hari melalui sistem
(7) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan
OSS.
kepada Kementerian Kesehatan melalui
(6) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada www.elic.binfar.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem
ayat (4) terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan OSS paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diterimanya hasil
menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui evaluasi.
sistem OSS.
(8) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha
(7) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan dinyatakan tidak terdapat
menyampaikan kepada Kementerian Kesehatan melalui perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi
www.elic.binfar.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan pemenuhan Komitmen Sertifikat Produksi Kosmetika paling lama
sistem OSS paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diterimanya 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.
hasil evaluasi. (9) Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat
(8) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Produksi Kosmetika sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau
Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan dinyatakan ayat (8) merupakan pemenuhan Komitmen Sertifikat Produksi
tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan Kosmetika.
menerbitkan Sertifikat Produksi Industri Farmasi atau (10) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku
Sertifikat Produksi Industri Farmasi Bahan Obat paling lama Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada
1 (satu) hari melalui sistem OSS. ayat (1), Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi
(9) Penerbitan Sertifikat Produksi Industri Farmasi atau penolakan melalui sistem OSS.
Sertifikat Produksi Industri Farmasi Bahan Obat
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (8) PASAL 2 PP 72 THUN 98
merupakan pemenuhan Komitmen Izin Usaha Industri sediaan farmasi yang berupa kosmetika sesuai dengan persyaratan
Farmasi atau Izin Usaha Industri Farmasi Bahan Obat. dalam buku Kodeks Kosmetika Indonesia yang ditetapkan oleh
(10) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Menteri
Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Kementerian Kesehatan PERMENKES NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 Pasal 3
menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS. Pembuatan kosmetika hanya dapat dilakukan oleh industri
kosmetika.
Pasal 30A PERMENKES NO 16 TAHUN 2013 Pasal 4
(1) Permohonan pembaharuan izin industri farmasi (1) Industri kosmetika yang akan membuat kosmetika harus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4) harus memiliki izin produksi.
diajukan oleh pemohon dengan kelengkapan sebagai berikut: (2) Izin produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
a. surat permohonan kepada Direktur Jenderal yang oleh Direktur Jenderal.
ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung Pasal 5
jawab pemastian mutu; Izin produksi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat
b. surat izin industri farmasi sebelumnya yang asli; diperpanjang selama memenuhi ketentuan yang berlaku.
c. fotokopi sertifikat CPOB berdasarkan bentuk sediaan; Pasal 6
d. daftar kapasitas produksi pertahun dan bentuk sediaan (1) Izin produksi kosmetika diberikan sesuai bentuk dan jenis
yang diproduksi; sediaan kosmetika yang akan dibuat.
(2) Izin produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan
e. surat persetujuan penanaman modal untuk Industri
atas 2 (dua) golongan sebagai berikut:
Farmasi dalam rangka Penanaman Modal Asing atau
a. golongan A yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang
Penanaman Modal Dalam Negeri;
dapat membuat semua bentuk dan jenis sediaan kosmetika;
f. daftar peralatan dan mesin yang digunakan; b. golongan B yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang
g. daftar dan jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya; dapat membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu
h. fotokopi sertifikat izin lingkungan sesuai ketentuan dengan menggunakan teknologi sederhana.
peraturan perundang-undangan; (3) Bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu sebagaimana
i. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan oleh Kepala Badan.
j. rekomendasi pembaharuan izin dari Kepala Dinas Pasal 7
Kesehatan Provinsi; (1) Industri kosmetika dalam membuat kosmetika wajib
menerapkan CPKB.
k. daftar pustaka wajib antara lain Farmakope Indonesia
(2) CPKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
edisi terakhir;
Menteri.
l. surat pernyataan yang asli mengenai kesediaan bekerja (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penerapan CPKB
penuh dari masing-masing apoteker penanggung jawab ditetapkan oleh Kepala Badan
produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu,
dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu;
m. fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing
apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung
jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab
pemastian mutu dari pimpinan perusahaan;
n. fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker
(STRA) dari masing-masing apoteker penanggung jawab
produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu,
dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu; dan
o. surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah
terlibat baik langsung atau tidak langsung dalam
pelanggaran perundang-undangan di bidang kefarmasian.
(2) Paling lama dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja
sejak diterimanya permohonan pembaharuan izin industri
farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dinyatakan
lengkap, Direktur Jenderal menerbitkan izin industri farmasi

PASAL 2 PP 72 THUN 98
Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diproduksi dan/atau
diedarkan harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan.
(2) Persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk:
a. sediaan farmasi yang berupa bahan obat dan obat sesuai
dengan persyaratan dalam buku Farmakope atau buku
standar lainnya yang ditetapkan oleh Menteri;
Pasal 6 ayat 2 PERMENKES NO 26 THN 2018 Pasal 13 PERMENKES NO 26 THN 2018
memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Penanggung jawab kosmetik golongan A adalah apoteker dan
5. SDM YANG berkewarganegaraan Indonesia masing-masing sebagai kosmetik golongan B adalah tenaga teknis kefarmasian
DIPERLUKAN penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan
pengawasan mutu.

Permohonan Izin Industri Farmasi Pasal 9 PERMENKES NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010


Pasal 13 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Permohonan izin produksi industri kosmetika golongan A diajukan
Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 dengan kelengkapan sebagai berikut:
(1) Pemohon yang telah selesai melaksanakan tahap a. surat permohonan;
6. DOKUMEN YG persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 b. fotokopi izin usaha industri atau tanda daftar industri yang telah
DIPERLUKAN dapat mengajukan permohonan izin industri farmasi. dilegalisir;
(2) Surat permohonan izin industri farmasi harus c. nama direktur/pengurus;
ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung d. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) direksi
jawab pemastian mutu dengan kelengkapan sebagai berikut: perusahaan/pengurus;
a. fotokopi persetujuan prinsip Industri Farmasi; e. susunan direksi/pengurus;
b. surat Persetujuan Penanaman Modal untuk Industri f. surat pernyataan direksi/pengurus tidak terlibat dalam
Farmasi dalam rangka Penanaman Modal Asing atau pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;
Penanaman Modal Dalam Negeri; g. fotokopi akta notaris pendirian perusahaan yang telah disahkan
c. daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan; sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya; h. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
e. fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan dan i. denah bangunan yang disahkah oleh Kepala Badan;
Upaya Pemantauan Lingkungan /Analisis Mengenai j. bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang dibuat;
Dampak Lingkungan; k. daftar peralatan yang tersedia;
f. rekomendasi kelengkapan administratif izin industri l. surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai apoteker penanggung
farmasi dari kepala dinas kesehatan provinsi; jawab; dan
g. rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari Kepala m. fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
Badan; penanggung jawab yang telah dilegalisir.
h. daftar pustaka wajib seperti Farmakope Indonesia edisi
terakhir; (2) Permohonan izin produksi industri kosmetika golongan B
i. asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing- diajukan dengan kelengkapan sebagai berikut:
masing a. surat permohonan;
apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung b. fotokopi izin usaha industri atau tanda daftar industri yang telah
jawab dilegalisir; www.djpp.depkumham.go.id
pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab c. nama direktur/pengurus;
pemastian mutu; d. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) direksi
j. fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker perusahaan/pengurus;
penanggung e. susunan direksi/pengurus ;
jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan f. surat pernyataan direksi/pengurus tidak terlibat dalam
mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;
pimpinan perusahaan; g. fotokopi akta notaris pendirian perusahaan yang telah disahkan
k. fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sepanjang
(STRA) dari masing masing apoteker penanggung jawab pemohon berbentuk badan usaha;
produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu h. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu; dan i. denah bangunan yang disahkah oleh Kepala Badan;
l. Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah j. bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang dibuat;
terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam k. daftar peralatan yang tersedia;
pelanggaran perundang-undangan di bidang kefarmasian. l. surat pernyataan kesediaan bekerja penanggung jawab; dan
(3) Permohonan izin industri farmasi sebagaimana dimaksud m. fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi penanggung jawab
pada ayat (1) diajukan kepada Direktur Jenderal dengan yang telah dilegalisir.
tembusan kepada Kepala Badan dan kepala dinas kesehatan
provinsi setempat dengan menggunakan contoh sebagaimana
tercantum dalam Formulir 7 terlampir.
(4) Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak
diterimanya tembusan permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), Kepala Badan melakukan audit pemenuhan
persyaratan CPOB.
(5) Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak
diterimanya tembusan permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), kepala dinas
kesehatan provinsi melakukan verifikasi kelengkapan
persyaratan administratif.
(6) Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak
dinyatakan memenuhi persyaratan CPOB, Kepala Badan
mengeluarkan rekomendasi pemenuhan
persyaratan CPOB kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan
pemohon dengan menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 8 terlampir.
(7) Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak
dinyatakan memenuhi kelengkapan persyaratan
administratif, kepala dinas kesehatan provinsi
mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan
administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Badan dan pemohon dengan menggunakan
contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 9
terlampir.
(8) Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah
menerima rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
dan ayat (7) serta persyaratan lainnya, Direktur Jenderal
menerbitkan izin industri farmasi dengan menggunakan
contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 10 terlampir.
Pasal 14
(1) Terhadap permohonan persetujuan prinsip sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), pemberian persetujuan
Rencana Induk Pembangunan (RIP) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (2), dan Permohonan izin industri
farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)
dikenai biaya sebagai penerimaan negara bukan pajak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal permohonan atau persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditolak, maka biaya yang telah
dibayarkan tidak dapat ditarik kembali.
PERMENKES NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 PASAL 10
Pasal 7 PERMENKES NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010
Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memenuhi ketentuan (1) Permohonan izin produksi diajukan oleh pemohon kepada
sebagaimana diatur Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan,
dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang Kepala Dinas, dan Kepala Balai setempat dengan
dan lingkungan hidup. menggunakan contoh Formulir 1 sebagaimana terlampir.
(2) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima tembusan
Pasal 8 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas setempat
(1) Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB. melakukan evaluasi terhadap pemenuhan persyaratan
(2) Pemenuhan persyaratan CPOB sebagaimana dimaksud administratif.
pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat CPOB. (3) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima tembusan
7. RINCIAN
(3) Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Balai setempat
TAHAPAN
memenuhi persyaratan. melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan/pemenuhan CPKB
KEGIATAN
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata untuk izin produksi industri kosmetika Golongan A dan
YANG ADA
cara sertifikasi CPOB diatur oleh Kepala Badan. kesiapan pemenuhan higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai
Pasal 9 CPKB untuk izin produksi industri kosmetika Golongan B.
(1) Selain wajib memenuhi ketentuan sebagaimana (4) Paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah evaluasi
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Industri Farmasi wajib terhadap pemenuhan persyaratan administratif sebagaimana
melakukan farmakovigilans. dimaksud pada ayat (2) dinyatakan lengkap, Kepala Dinas
(2) Apabila dalam melakukan farmakovigilans sebagaimana setempat wajib menyampaikan rekomendasi kepada Direktur
dimaksud pada ayat (1) Industri Farmasi menemukan obat Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dengan
dan/atau bahan obat hasil produksinya yang tidak memenuhi menggunakan contoh Formulir 2 sebagaimana terlampir.
standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan (5) Paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah pemeriksaan
dan mutu, Industri Farmasi wajib melaporkan hal terhadap kesiapan/pemenuhan CPKB sebagaimana dimaksud
tersebut kepada Kepala Badan. pada ayat (2) dinyatakan selesai, Kepala Balai setempat wajib
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai farmakovigilans diatur menyampaikan analisis hasil pemeriksaan kepada Kepala
oleh Kepala Badan. Badan dengan tembusan kepada Kepala Dinas dan Direktur
Pasal 10 Jenderal dengan menggunakan contoh Formulir 3
(1) Pembuatan sediaan radiofarmaka hanya dapat dilakukan sebagaimana terlampir.
oleh Industri (6) Paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima analisis hasil
Farmasi dan/atau lembaga setelah mendapat pertimbangan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Kepala
dari lembaga yang berwenang di bidang atom. Badan memberikan rekomendasi kepada Direktur Jenderal
(2) Pembuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dengan menggunakan contoh Formulir 4 sebagaimana
memenuhi persyaratan CPOB. terlampir. www.djpp.depkumham.go.id
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembuatan sediaan (7) Apabila dalam 30 (tigapuluh) hari kerja setelah tembusan
radiofarmaka diatur oleh Menteri. surat permohonan diterima oleh Kepala Balai dan Kepala
Dinas setempat, tidak dilakukan pemeriksaan/evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pemohon
dapat membuat surat pernyataan siap berproduksi Kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan,
Kepala Dinas setempat dan Kepala Balai setempat dengan
menggunakan contoh Formulir 5 sebagaimana terlampir
(8) Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah
menerima rekomendasi dari Kepala Dinas dan Kepala Badan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (6) atau setelah
menerima surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat
(7), Direktur Jenderal menyetujui, menunda atau menolak
Izin Produksi dengan menggunakan contoh Formulir 6,
Formulir 7 atau Formulir 8 sebagaimana terlampir.
Industri kosmetika dalam membuat kosmetika wajib menerapkan
8. ASPEK YANG Industri farmasi dalam membuat kosmetika wajib
CPKB
BERBEDA & menerapkan CPOB
Penanggung jawab untuk golongan A apoteker dan golongan b
PENJELASAN Penanggung jawab adalah apoteker
adalah tenaga teknis kefarmasian
9. ASPEK YANG
Proses perizinan / pemenuhan komitmen dilakukan secara Proses perizinan / pemenuhan komitmen dilakukan secara online
SAMA DAN
online di www.elic.binfar.kemkes.go.id yg terintegrasi OSS di www.elic.binfar.kemkes.go.id yg terintegrasi OSS
PENJELASAN

Anda mungkin juga menyukai