Disusun oleh :
kelompok 2
1. Rosiyana (20344004)
2. Febi Ramadona (20344005)
3. Muhammad Fermadianto (20344006)
KELOMPOK 9
1. Rina Josia Kristiani Aruan (20344027)
2. Egya Ryan Prasadhana (20344028)
3. Aldhi Noerfaizi (20344029)
4. Okta Asri Naimah (20344030)
Kelas : D
UUD 1945
DASAR
Perka BPOM No 26 Tahun 2018
Tentang
INDUSTRI FARMASI
Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi Secara Elektronik
Sektor Obat Dan Makanan KEDUANYA
INDUSTRI KOSMETIK
1. RANGKUMAN PER-UU-AN INDUSTRI FARMASI / OBAT DAN INDUSTRI KOSMETIK
Pasal 2 Ayat 2
Pasal 2 Ayat 3
Pasal 8 Pasal 8
Pasal 10 Pasal 10
Pasal 3 Ayat 2
Pasal 3 Ayat 3
Pasal 32 Pasal 32
Sediaan farmasi yang berupa obat Sediaan farmasi yang berupa obat
untuk pelayanan kesehatan yang untuk pelayanan kesehatan yang
penyerahannya dilakukan berdasarkan penyerahannya dilakukan berdasarkan
resep dokter hanya dapat diiklankan resep dokter hanya dapat diiklankan
pada media cetak ilmiah kedokteran pada media cetak ilmiah kedokteran
atau media cetak ilmiah farmasi atau media cetak ilmiah farmasi
Pasal 33 Pasal 33
Iklan mengenai sediaan farmasi dan Iklan mengenai sediaan farmasi dan
alat kesehatan pada media apapun alat kesehatan pada media apapun
yang dipergunakan untuk yang dipergunakan untuk
menyebarkan iklan dilaksanakan menyebarkan iklan dilaksanakan
dengan memperhatikan etika dengan memperhatikan etika
periklanan periklanan
Pemelihar UU No. 36 Pasal 99 Ayat 3 UU No. 36 Tahun 2009 Pasal 99 Ayat 3
aan Mutu Tahun 2009 tentang Kesehatan
tentang Pemerintah menjamin pengembangan Pemerintah menjamin pengembangan
Kesehatan dan pemeliharaan sediaan farmasi dan pemeliharaan sediaan farmasi
PP No. 72 Pasal 34 Ayat 1 PP No. 72 Tahun 1998 Pasal 34 Ayat 1
Tahun 1998 tentang Pengamanan
tentang Dalam rangka menjamin sediaan Sediaan Farmasi dan Alat Dalam rangka menjamin sediaan
Pengamanan farmasi dan alat kesehatan yang Kesehatan farmasi dan alat kesehatan yang
Sediaan memenuhi persyaratan mutu, memenuhi persyaratan mutu,
Farmasi dan keamanan dan kemanfaatan keamanan dan kemanfaatan
Alat Kesehatan diselenggarakan upaya pemeliharaan diselenggarakan upaya pemeliharaan
mutu sediaan farmasi dan alat mutu sediaan farmasi dan alat
kesehatan kesehatan
Pasal 3
(1) Pemenuhan penerapan
CPKB sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2
dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Industri Kosmetika yang
menerima kontrak produksi
dibuktikan dengan
Sertifikat CPKB;
b. Industri Kosmetika yang
tidak menerima kontrak
produksi dapat dibuktikan
dengan :
1. Sertifikat CPKB; atau
2. Rekomendasi penerapan
CPKB.
(2) Rekomendasi Penerapan
CPKB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf b angka 2 diterbitkan
dalam bentuk Surat
Keterangan Penerapan
CPKB.
Pasal 4
(1) Sertifikat CPKB
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) huruf
b berlaku 5 (lima) tahun
terhitung sejak tanggal
diterbitkan.
(2) Surat Keterangan
Penerapan CPKB
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2)
berlaku 5 tahun terhitung
sejak tanggal diterbitkan.
Pasal 5
(1) Permohonan sertifikasi
CPKB yang telah diajukan
sebelum berlakunya
Peraturan Badan ini, tetap
diproses berdasarkan
Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan
Makanan Nomor
HK.00.05.4.3870 Tahun
2003 tentang Pedoman Cara
Pembuatan Kosmetik yang
Baik.
(2) Sertifikat CPKB yang
diterbitkan sebelum
berlakunya peraturan Badan
ini tetap diakui dan
digunakan sebagai bukti
telah memenuhi dan
menerapkan CPKB.
(3) Sertifikat CPKB
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berlaku
sampai dengan 5 (lima)
tahun terhitung sejak
tanggal diterbitkan.
Obat Baru adalah Obat dengan zat aktif baru, bentuk sediaan
baru, kekuatan baru atau kombinasi baru yang belum pernah
disetujui di Indonesia
Obat Pengembangan Baru adalah Obat atau bahan Obat
berupa molekul baru atau formula baru, produk
biologi/bioteknologi yang sedang dikembangkan dan dibuat
oleh institusi riset atau Industri Farmasi di Indonesia
dan/atau di luar negeri untuk digunakan dalam tahapan uji
nonklinik dan/atau uji klinik di Indonesia dengan tujuan
untuk mendapatkan Izin Edar di Indonesia
Pasal 3
(1) Industri Farmasi dapat melakukan kegiatan proses
pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk:
a. semua tahapan; dan/atau
b. sebagian tahapan.
(2) Industri Farmasi yang melakukan kegiatan proses
pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk sebagian tahapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus
berdasarkan penelitian dan pengembangan yang menyangkut
produk sebagai hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
(3) Produk hasil penelitian dan pengembangan sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) dapat dilakukan proses pembuatan sebagian tahapan oleh
Industri Farmasi di Indonesia.
Pasal 4
(1) Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin
industri farmasi dari Direktur Jenderal.
(2) Industri Farmasi yang membuat obat dan/atau bahan obat
yang termasuk dalam golongan narkotika wajib memperoleh
izin khusus untuk memproduksi narkotika sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 5 permenkes no 26 thn 2018 Sertifikat Produksi Kosmetika
Persyaratan untuk memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi Pasal 13 permenkes no 26 thn 2018
4. dan Izin Usaha Industri Farmasi Bahan Obat sebagaimana (1) Sertifikat Produksi Kosmetika diajukan oleh Industri
PERSYARATAN dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan huruf b yaitu Kosmetika.
& PROSES Sertifikat Produksi Industri Farmasi atau Sertifikat Produksi (2) Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Produksi Kosmetika
REGISTRASI Industri Farmasi Bahan Obat golongan A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf h
Pasal 6 ayat 1 permenkes no 26 thn 2018 terdiri atas:
Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Produksi Industri a. Rencana Produksi Kosmetika; dan
Farmasi dan Sertifikat Produksi Industri Farmasi Bahan b. memiliki paling rendah 1 (satu) orang apoteker
Obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) terdiri berkewarganegaraan Indonesia sebagai penanggung jawab teknis;
atas: (3) Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Produksi Kosmetika
a. Rencana Produksi Industri Farmasi atau Rencana Produksi golongan B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf h
Industri Farmasi Bahan Obat; dan terdiri atas:
b. memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang a. Rencana Produksi Kosmetika; dan
apoteker berkewarganegaraan Indonesia b. memiliki paling rendah 1 (satu) orang tenaga teknis kefarmasian
berkewarganegaraan Indonesia sebagai penanggung jawab teknis.
Pasal 56 permenkes no 26 thn 2018
(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Pasal 63 permenkes no 26 thn 2018
Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- (1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi
undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
elektronik, wajib memenuhi Komitmen Izin Usaha Industri undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara
Farmasi atau Izin Usaha Industri Farmasi Bahan Obat. elektronik, wajib memenuhi Komitmen Sertifikat Produksi
Kosmetika.
(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana (2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling lama 4 (empat) tahun. dimaksud pada ayat (1) paling lama 6 (enam) bulan.
(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud (3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada
pada ayat (1), Pelaku Usaha melalui ayat (1), Pelaku Usaha melalui www.elic.binfar.kemkes.go.id yang
www.elic.binfar.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan terintegrasi dengan sistem OSS menyampaikan:
sistem OSS menyampaikan:
a. Rencana Produksi Kosmetika; dan
a. Rencana Produksi Industri Farmasi atau Rencana Produksi
Industri Farmasi Bahan Obat; dan b. data apoteker/tenaga teknis kefarmasian penanggung jawab,
yang meliputi Kartu Tanda Penduduk, ijazah, surat tanda
b. data apoteker penanggung jawab produksi, apoteker registrasi, surat pernyataan sanggup bekerja penuh waktu, dan
penanggung jawab pemastian mutu, dan apoteker surat perjanjian kerja sama apoteker/tenaga teknis kefarmasian
penanggung jawab pengawasan mutu, yang meliputi Kartu penanggung jawab dengan Pelaku Usaha.
Tanda Penduduk, ijazah, STRA, surat pernyataan sanggup
bekerja penuh waktu, dan surat perjanjian kerja sama (4) Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi dan verifikasi
masing-masing apoteker penanggung jawab dengan Pelaku paling lama 3 (tiga) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan
Usaha. pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(4) Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi dan (5) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat
verifikasi paling lama 3 (tiga) Hari sejak Pelaku Usaha perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi
menyampaikan pemenuhan Komitmen sebagaimana pemenuhan Komitmen Sertifikat Produksi Kosmetika paling lama
dimaksud pada ayat (3). 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.
(5) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat (6) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
perbaikan, Kementerian Kesehatan menerbitkan Sertifikat terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan hasil
Produksi Industri Farmasi atau Sertifikat Produksi Industri evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.
Farmasi Bahan Obat paling lama 1 (satu) hari melalui sistem
(7) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan
OSS.
kepada Kementerian Kesehatan melalui
(6) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada www.elic.binfar.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem
ayat (4) terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan OSS paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diterimanya hasil
menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui evaluasi.
sistem OSS.
(8) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha
(7) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan dinyatakan tidak terdapat
menyampaikan kepada Kementerian Kesehatan melalui perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi
www.elic.binfar.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan pemenuhan Komitmen Sertifikat Produksi Kosmetika paling lama
sistem OSS paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diterimanya 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.
hasil evaluasi. (9) Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat
(8) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Produksi Kosmetika sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau
Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan dinyatakan ayat (8) merupakan pemenuhan Komitmen Sertifikat Produksi
tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan Kosmetika.
menerbitkan Sertifikat Produksi Industri Farmasi atau (10) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku
Sertifikat Produksi Industri Farmasi Bahan Obat paling lama Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada
1 (satu) hari melalui sistem OSS. ayat (1), Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi
(9) Penerbitan Sertifikat Produksi Industri Farmasi atau penolakan melalui sistem OSS.
Sertifikat Produksi Industri Farmasi Bahan Obat
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (8) PASAL 2 PP 72 THUN 98
merupakan pemenuhan Komitmen Izin Usaha Industri sediaan farmasi yang berupa kosmetika sesuai dengan persyaratan
Farmasi atau Izin Usaha Industri Farmasi Bahan Obat. dalam buku Kodeks Kosmetika Indonesia yang ditetapkan oleh
(10) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Menteri
Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Kementerian Kesehatan PERMENKES NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 Pasal 3
menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS. Pembuatan kosmetika hanya dapat dilakukan oleh industri
kosmetika.
Pasal 30A PERMENKES NO 16 TAHUN 2013 Pasal 4
(1) Permohonan pembaharuan izin industri farmasi (1) Industri kosmetika yang akan membuat kosmetika harus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4) harus memiliki izin produksi.
diajukan oleh pemohon dengan kelengkapan sebagai berikut: (2) Izin produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
a. surat permohonan kepada Direktur Jenderal yang oleh Direktur Jenderal.
ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung Pasal 5
jawab pemastian mutu; Izin produksi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat
b. surat izin industri farmasi sebelumnya yang asli; diperpanjang selama memenuhi ketentuan yang berlaku.
c. fotokopi sertifikat CPOB berdasarkan bentuk sediaan; Pasal 6
d. daftar kapasitas produksi pertahun dan bentuk sediaan (1) Izin produksi kosmetika diberikan sesuai bentuk dan jenis
yang diproduksi; sediaan kosmetika yang akan dibuat.
(2) Izin produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan
e. surat persetujuan penanaman modal untuk Industri
atas 2 (dua) golongan sebagai berikut:
Farmasi dalam rangka Penanaman Modal Asing atau
a. golongan A yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang
Penanaman Modal Dalam Negeri;
dapat membuat semua bentuk dan jenis sediaan kosmetika;
f. daftar peralatan dan mesin yang digunakan; b. golongan B yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang
g. daftar dan jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya; dapat membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu
h. fotokopi sertifikat izin lingkungan sesuai ketentuan dengan menggunakan teknologi sederhana.
peraturan perundang-undangan; (3) Bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu sebagaimana
i. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan oleh Kepala Badan.
j. rekomendasi pembaharuan izin dari Kepala Dinas Pasal 7
Kesehatan Provinsi; (1) Industri kosmetika dalam membuat kosmetika wajib
menerapkan CPKB.
k. daftar pustaka wajib antara lain Farmakope Indonesia
(2) CPKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
edisi terakhir;
Menteri.
l. surat pernyataan yang asli mengenai kesediaan bekerja (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penerapan CPKB
penuh dari masing-masing apoteker penanggung jawab ditetapkan oleh Kepala Badan
produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu,
dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu;
m. fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing
apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung
jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab
pemastian mutu dari pimpinan perusahaan;
n. fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker
(STRA) dari masing-masing apoteker penanggung jawab
produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu,
dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu; dan
o. surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah
terlibat baik langsung atau tidak langsung dalam
pelanggaran perundang-undangan di bidang kefarmasian.
(2) Paling lama dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja
sejak diterimanya permohonan pembaharuan izin industri
farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dinyatakan
lengkap, Direktur Jenderal menerbitkan izin industri farmasi
PASAL 2 PP 72 THUN 98
Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diproduksi dan/atau
diedarkan harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan.
(2) Persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk:
a. sediaan farmasi yang berupa bahan obat dan obat sesuai
dengan persyaratan dalam buku Farmakope atau buku
standar lainnya yang ditetapkan oleh Menteri;
Pasal 6 ayat 2 PERMENKES NO 26 THN 2018 Pasal 13 PERMENKES NO 26 THN 2018
memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Penanggung jawab kosmetik golongan A adalah apoteker dan
5. SDM YANG berkewarganegaraan Indonesia masing-masing sebagai kosmetik golongan B adalah tenaga teknis kefarmasian
DIPERLUKAN penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan
pengawasan mutu.