Anda di halaman 1dari 107

TUGAS III

Daftar Undang-Undang
1. ORDONANSI OBAT KERAS
2. UU RI NO. 5 TAHUN 1997
3. UU RI NO. 8 TAHUN 1999
4. UU RI NO. 13 TAHUN 2003
5. UU RI NO. 32 TAHUN 2004
6. UU RI NO. 35 TAHUN 2009
7. UU RI NO. 36 TAHUN 2009
8. UU RI NO. 44 TAHUN 2009
9. UU RI NO. 36 TAHUN 2014

ANATOMI UU OBAT KERAS (St. No. 419 tgl 22 desember 1949)

ASPEK UU OBAT KERAS (St. No. 419 tgl 22 desember 1949)

JUDUL OBAT KERAS

LATAR BELAKANG / Pasal 49 Reglement DVG


ALASAN
DITERBITKAN

DASAR HUKUM UUD 1945 pasal 5 ayat 2

KETENTUAN UMUM Definisi : Obat – Obat Keras, Apoteker, Dokter Pemimpin


Apotek, Dokter – Dokter, Dokter – Dokter Gigi, Dokter – Dokter
Hewan, Pedagang-Pedagang Kecil yang Diakui, Pedagang-
Pedagang Besar yang Diakui, Menyerahkan, Secretarist Van St,
Obat-Obatan G, Obat-Obatan W

TUJUAN -

MATERI MUATAN / Ordonansi pasal I, pasal II, dan pasal III


ASPEK YANG
DIATUR

MATERI FARMASI Penyerahan, Penawaran Untuk Persediaan Obat – Obat Keras,


Pemasukan, Pengeluaran, Pengangkutan Obat – Obat Keras, Ijin
Penjualan / Pengedaran Obat – Obat Keras

SANKSI Sanksi Penjara dan Denda

ATURAN Ordonansi ini mulai berlaku satu hari setelah pengumumannya


PERALIHAN / (22 desember 1949)
PENUTUP
ANATOMI UU RI NO. 5 TAHUN 1997

ASPEK UU No 5 Tahun 1997

JUDUL PSIKOTROPIKA

LATAR BELAKANG 1. Mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata
materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945
2. Perlu dilakukan upaya secara berkelanjutan di segala bidang,
antara lain pembangunan kesehatan rakyat, termasuk
kesehatan, dalam hal ini ketersediaan dan pencegahan
penyalahgunaan obat serta pemberantasan peredaran gelap,
khususnya psikotropika;
3. Psikotropika sangat bermanfaat maka ketersediaannya perlu
dijamin;
4. Penyalahgunaan psikotropika dapat merugikan kehidupan
manusia dan kehidupan bangsa;
5. Menngkatnya peredaran gelap psikotropika yang makin meluas
serta berdimensi Internasional;
6. Perlu menetapkan Undang-undang tentang Psikotropika.
7. Pengesahan Convention on Psychotropic Substances 1971
(KonvensiPsikotropika 1971)
DASAR HUKUM a. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945
b. UU 23/1992 tentang Kesehatan
c. UU 8/1996 tentang Pengesahan Convention on Psychotropic
Substances 1971
KETENTUAN UMUM Definisi Psikotropika, Pabrik Obat, Produksi, Kemasan
Psikotropika, Peredaran, Perdagangan, Pedagang Besar Farmasi,
Pengangkutan, Dokumen pengangkutan, Transito, Penyerahan,
Lembaga Penelitian dan/atau Lembaga Pendidikan, Korporasi,
Menteri

TUJUAN a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan


pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan
b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika
c. Memberantas peredaran gelap psikotropika
MATERI RUANG LINGKUP DAN TUJUAN, PRODUKSI, PEREDARAN
MUATAN/ASPEK (Umum, Penyaluran, Penyerahan), EKSPOR DAN IMPOR (Surat
YANG DIATUR Persetujuan Ekspor dan Impor, Pengangkutan, Transito,
Pemeriksaan), LABEL DAN IKLAN, KEBUTUHAN TAHUNAN
DAN PELAPORAN, PENGGUNAN PSIKOTROPIKA DAN
REHABILITASI, PEMANTAUAN PREKURSOR,
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN, PEMUSNAHAN, PERAN
SERTA MASYARAKAT, PENYIDIKAN, KETENTUAN
PIDANA

MATERI FARMASI RUANG LINGKUP DAN TUJUAN, PRODUKSI, PEREDARAN


(Umum, Penyaluran, Penyerahan), EKSPOR DAN IMPOR (Surat
Persetujuan Ekspor dan Impor, Pengangkutan), LABEL DAN
IKLAN, KEBUTUHAN TAHUNAN DAN PELAPORAN,
PEMUSNAHAN

SANKSI Sanksi administratif, Penjara dan Denda

ATURAN Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur psikotropika


PERALIHAN/PENUTUP masih tetap berlaku selama tidak bertentangan

ANATOMI UU RI NO. 8 TAHUN 1999

ASPEK UU RI NO. 8 TAHUN 1999

JUDUL PERLINDUNGAN KONSUMEN

a. pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu


masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD
1945
b. pembangunan perekonomian nasional harus dapat mendukung
tumbuhnya dunia usaha yang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian atas
barang dan/atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa
mengakibatkan kerugian konsumen
c. menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kepastian
atas mutu, jumlah dan keamanan barang dan/atau jasa yang
LATAR
diperolehnya di pasar;
BELAKANG /
d. untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu
ALASAN
meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan
DITERBITKAN
dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta
menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung
jawab
e. ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen di
Indonesia belum memadai
f. diperlukan perangkat peraturan perundang-undangan untuk
mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen
dan pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat
g. perlu dibentuk Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen;

Pasal 5 Ayat (1), Pasal 21 Ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33 UUD 1945
DASAR HUKUM

Definisi : Perlindungan Konsumen, Konsumen, Pelaku Usaha, Barang,


Jasa, Promosi, Impor Barang, Impor Jasa, Lembaga Perlindungan
KETENTUAN Konsumen Swadaya Masyarakat, Klausua Baku, Badan Penyelesaian
UMUM Sengketa Konsumen, Badan Perlindungan Konsumen Nasional,
Menteri.
a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri;
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau
jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
TUJUAN unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggungjawab dalam berusaha;
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

HAK DAN KEWAJIBAN (Hak dan Kewajiban Konsumen, Hak dan


Kewajiban Pelaku Usaha), PERBUATAN YANG DILARANG BAGI
PELAKU USAHA, KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA
BAKU, TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA, PEMBINAAN
MATERI DAN PENGAWASAN (Pembinaan, Pengawasan), BADAN
MUATAN / PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL (Nama, Kedudukan,
ASPEK YANG Fungsi, dan Tugas; Susunan Organisasi dan Keanggotaan),
DIATUR LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA
MASYARAKAT, PENYELESAIAN SENGKETA (Umum,
Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan, Penyelesaian Sengketa
Melalui Pengadilan), BADAN PENYELESAIAN SENGKETA
KONSUMEN, PENYIDIKAN

MATERI
PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA
FARMASI
Sanksi Administratif dan Sanksi Pidana
SANKSI

ATURAN a. Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan


PERALIHAN / melindungi konsumen yang telah ada pada saat Undang-undang
PENUTUP ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan
b. UU ini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun sejak diundangkan.

ANATOMI UU RI NO. 13 TAHUN 2003


ASPEK UU No. 13 Tahun 2003
JUDUL KETENAGAKERJAAN
a. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
b. Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang
sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan
c. Diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk
LATAR BELAKANG / meningkatkan kualitas tenaga kerja serta peningkatan
ALASAN perlindungan tenaga kerja dan keluarganya
DITERBITKAN d. Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk
menjamin hak hak dasar pekerja/buruh dan menjamin
kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi
untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya
e. UU di bidang ketenagakerjaan dipandang sudah tidak
sesuai lagi
f. Perlu membentuk UU tentang Ketenagakerjaan
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28,
DASAR HUKUM
dan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945
Definisi : Ketenagakerjaan, Tenaga Kerja, Pekerja/Buruh,
Pemberi Kerja, Pengusaha, Perusahaan, Perencanaan Tenaga
Kerja, Informasi Ketenagakerjaan, Pelatihan Kerja, Kompetensi
kerja, Pemagangan, Pelayanan Penampatan Tenaga Kerja,
Tenaga Kerja Asing, Perjanjian Kerja, Hubungan Kerja,
Hubungan Industrial, Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Lembaga
KETENTUAN UMUM
Kerjasama Bipartit, Lembaga Kerjasama Tripartit, Peraturan
Perusahaan, Perjanjian kerja, Perselisihan Hubungan Industrial,
Mogok Kerja, Penutupan Perusahaan, Pemutusan Hubungan
Kerja, Anak, Siang Hari, Satu Hari, Seminggu, Upah,
Kesejateraan Pekerja/Buruh, Pengawasan Ketenagakerjaan,
Menteri.
a. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara
optimal dan manusiawi;
b. mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan
tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan
TUJUAN
nasional dan daerah;
c. memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam
mewujudkan kesejahteraan; dan
d. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN; KESEMPATAN DAN
PERLAKUAN YANG SAMA; PERENCANAAN TENAGA
KERJA DAN INFORMASI KETENAGAKERJAAN;
PELATIHAN KERJA; PENEMPATAN TENAGA KERJA;
PERLUASAN KESEMPATAN KERJA; PENGGUNAAN
MATERI MUATAN /
TENAGA KERJA ASING; HUBUNGAN KERJA;
ASPEK YANG DIATUR
PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN
KESEJAHTERAAN (Perlindungan [Penyandang Cacat, Anak,
Perempuan, Waktu Kerja, Keselamatan dan Kesehatan Kerja],
Pengupahan, Kesejahteraan); HUBUNGAN INDUSTRIAL
(Umum, Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Organisasi Pengusaha,
Lembaga Kerja Sama Bipartit, Lembaga Kerja Sama Tripartit,
Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama, Lembaga
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial [Perselisihan
Hubungan Industrial, Mogok Kerja, Penutupan Perusahaan
(Lock Out)]); PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA;
PEMBINAAN; PENGAWASAN; PENYIDIKAN

MATERI FARMASI -

SANKSI Sanksi Administratif, Penjara dan Denda


1. Semua peraturan pelaksanaan yang mengatur
ketenagakerjaan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
2. Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka:
a. Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk
Melakukan Pekerjaan Di Luar Indonesia (Staatsblad
Tahun 1887 Nomor 8)
b. Ordonansi tanggal 17 Desember 1925 Peraturan tentang
Pembatasan Kerja Anak Dan Kerja Malam Bagi Wanita
(Staatsblad Tahun 1925 Nomor 647);
c. Ordonansi Tahun 1926 Peraturan mengenai Kerja Anak
anak Dan Orang Muda Di Atas Kapal (Staatsblad Tahun
1926 Nomor 87);
d. Ordonansi tanggal 4 Mei 1936 tentang Ordonansi untuk
Mengatur Kegiatan kegiatan Mencari Calon Pekerja
(Staatsblad Tahun 1936 Nomor 208);
e. Ordonansi tentang Pemulangan Buruh Yang Diterima
Atau Dikerahkan Dari Luar Indonesia (Staatsblad Tahun
1939 Nomor 545);
ATURAN PERALIHAN
f. Ordonansi Nomor 9 Tahun 1949 tentang Pembatasan
/ PENUTUP
Kerja Anak anak (Staatsblad Tahun 1949 Nomor 8);
g. UU No 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya
UU Kerja Tahun 1948 Nomor 12 Dari Republik
Indonesia Untuk Seluruh Indonesia;
h. UU No 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan
Antara Serikat Buruh dan Majikan;
i. UU No 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga
Asing;
j. UU No 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja;
k. UU No 7 Pnps Tahun 1963 tentang Pencegahan
Pemogokan dan/atau Penutupan (Lock Out) Di
Perusahaan, Jawatan, dan Badan Yang Vital;
l. UU No 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan ketentuan
Pokok Mengenai Tenaga Kerja;
m. UU No 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan;
n. UU No 11 Tahun 1998 tentang Perubahan Berlakunya
UU No 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan;
o. UU No 28 Tahun 2000 tentang Penetapan PP Pengganti
UU No 3 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No
11 Tahun 1998 tentang Perubahan Berlakunya UU No
25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan Menjadi UU
dinyatakan tidak berlaku lagi.

ANATOMI UU RI NO. 32 TAHUN 2004

ASPEK UU 32 TAHUN 2004


JUDUL PEMERINTAHAN DAERAH
LATAR 1. Penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat
BELAKANG/ALASAN UUD 1945
DITERBITKAN 2. Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintah daerah
perlu ditingkatkan
3. UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah tidak sesuai
dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan
penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti
4. perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah

DASAR HUKUM 1. Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal
20, Pasal 21, Pasal 22D , Pasal 23E ayat (2), Pasal 24A ayat (1),
Pasal 31 ayat (4), Pasal 33, dan Pasal 34 UUD 1945
2. UU No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas dari KKN
3. UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
4. UU No 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,
DPR, DPD dan DPRD
5. UU No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
6. UU No 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Per-UU
7. UU No 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara
KETENTUAN UMUM Definisi: Pemerintah pusat, Pemerintahan daerah, Pemerintah daerah,
DPRD, Otonomi daerah, Daerah, Desentralisasi, Dekonsentrasi,
Tugas pembantuan, Peraturan daerah, Peraturan kepala daerah, Desa,
Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah,
APBD, Pendapatan daerah, Belanja daerah, Pembiayaan, Pinjaman
daerah, Kawasan khusus, pasangan calon, KPUD, PPK, PPS, dan
KPPS, Kampanye
TUJUAN -
MATERI MUATAN / PEMBENTUKAN DAERAH DAN KAWASAN KHUSUS
ASPEK YANG (Pembentukan Daerah, Kawasan Khusus), PEMBAGIAN URUSAN
DIATUR PEMERINTAHAN, PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
(Penyelenggara Pemerintahan, Asas Penyelenggaraan Pemerintahan,
Hak dan Kewajiban Daerah, Pemerintah Daerah [Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah, Tugas dan Wewenang serta Kewajiban Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Larangan bagi Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah, Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah, Tindakan Penyidikan terhadap Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah, Tugas Gubernur sebagai Wakil Pemerintah],
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah [Umum, Kedudukan dan Fungsi,
Tugas dan Wewenang, Hak dan Kewajiban, Alat Kelengkapan
DPRD], Larangan dan Pemberhentian Anggota DPRD, Penggantian
Antarwaktu Anggota DPRD, Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah [Pemilihan, Penetapan Pemilih, Kampanye,
Pemungutan Suara, Penetapan Calon Terpilih dan Pelantikan,
Pemantauan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah,
Ketentuan Pidana Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah], Perangkat Daerah), KEPEGAWAIAN DAERAH,
PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA
DAERAH, PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH,
KEUANGAN DAERAH (Umum; Pendapatan, Belanja, dan
Pembiayaan; Surplus dan Defisit APBD; Pemberian Insentif dan
Kemudahan Investasi; BUMD; APBD; Perubahan APBD;
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD; Evaluasi Rancangan
Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah tentang APBD,
Perubahan APBD dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD;
Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah), KERJA SAMA DAN
PENYELESAIAN PERSELISIHAN, KAWASAN PERKOTAAN,
DESA (Umum, Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa,
Lembaga Lain, Keuangan Desa, Kerja Sama Desa), PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN, PERTIMBANGAN DALAM KEBIJAKAN
OTONOMI DAERAH, KETENTUAN LAIN-LAIN
MATERI FARMASI -

SANKSI -
ATURAN 1. nama, batas, dan ibukota provinsi, daerah khusus, daerah
PERALIHAN/ istimewa, kabupaten, dan kota, tetap berlaku kecuali ditentukan
PENUTUP lain dalam peraturan perundangundangan.
2. Provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan, dan desa yang
ada pada saat diundangkannya Undang-Undang ini tetap
3. Pembentukan daerah provinsi atau kabupaten/kota yang telah
memenuhi seluruh persyaratan pembentukan sesuai peraturan
perundang-undangan tetap diproses
4. Kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2004
sampai dengan bulan Juni 2005 diselenggarakan pemilihan kepala
daerah secara langsung
5. Kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada bulan Januari
2009 sampai dengan bulan Juli 2009 diselenggarakan pemilihan
kepala daerah secara langsung
6. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakhir masa
jabatannya sebelum bulan Juni 2005, sejak masa jabatannya
berakhir diangkat seorang penjabat kepala daerah
7. Penjabat kepala daerah menjalankan tugas sampai berakhir masa
jabatannya.
8. Pendanaan kegiatan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah yang diselenggarakan pada tahun 2005 dibebankan pada
APBN dan APBD.
9. Pemilihan Gubernur dan Bupati/Walikota dalam satu daerah yang
sama yang berakhir masa jabatannya pada bulan dan tahun yang
sama, pemungutan suaranya diselenggarakan pada hari yang sama.
10. Kepala desa dan perangkat desa tetap menjalankan tugas sampai
habis masa jabatannya.
11. Anggota badan perwakilan desa menjalankan tugas sampai habis
masa jabatannya.
12. Semua per-UU terkait dengan daerah otonom wajib
menyesuaikan
13. Semua per-UU terkait pemerintahan daerah tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan
14. Peraturan pelaksanaan ditetapkan selambat-lambatnya 2 (dua)
tahun sejak UU ini ditetapkan
15. UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tidak
berlaku

ANATOMI UU RI NO. 35 TAHUN 2009

ASPEK UU No. 35 Tahun 2009

JUDUL NARKOTIKA

LATAR 1. Mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia dengan meningkatkan derajat


BELAKANG / kesehatan;
ALASAN 2. Meningkatkan pengobatan dan pelayanan kesehatan dengan mengusahakan
DITERBITKAN Narkotika jenis tertentu sebagai obat;
3. Pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika;
4. Tindak pidana Narkotika telah bersifat transnasional sehingga diperlukan
pengawasan yang ketat dan seksama;
5. UU 22/97 tidak sesuai lagi.
DASAR 1. Pasal 5 ayat 1, pasal 20 UUD 1945
HUKUM 2. UU 8/1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta
Protokol Tahun 1972 yang Mengubahnya
3. UU 7/1997 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Illicit Traffic
in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988
KETENTUAN Definisi : Narkotika, Prekursor Narkotika, Produksi, Impor, Ekspor, Peredaran
UMUM Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, Surat Persetujuan Impor, Surat
Persetujuan Ekspor, Pengangkutan, Pedagang Besar Farmasi, Industri Farmasi,
Transito Narkotika, Pecandu Narkotika, Ketergantungan Narkotika, Penyalah
guna, Rehabilitasi Medis, Rehabilitasi Sosial, Permufakatan Jahat, Penyadapan,
Kejahatan Terorganisasi, Korporasi, Menteri.

TUJUAN 1. Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan


dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
2. Mencegah, melindungi dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan Narkotika;
3. Memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
4. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi
Penyalahguna dan pecandu Narkotika.
MATERI DASAR, ASAS, DAN TUJUAN; RUANG LINGKUP; PENGADAAN
MUATAN / (Rencana Kebutuhan Tahunan,Produksi, Narkotika Untuk Ilmu Pengetahuan
ASPEK YANG dan Teknologi, Penyimpanan Dan Pelaporan); IMPOR DAN EKSPOR (Izin
DIATUR Khusus Dan Surat Persetujuan Impor, Ekspor, Pengangkutan, Transito,
Pemeriksaan); PEREDARAN (Umum, Penyaluran, Penyerahan); LABEL DAN
PUBLIKASI, PREKURSOR NARKOTIKA (Tujuan Pengaturan,
Penggolongan Dan Jenis Prekursor Narkotika, Rencana Kebutuhan Tahunan,
Pengadaan); PENGOBATAN DAN REHABILITASI (Pengobatan,
Rehabilitasi); PEMBINAAN DAN PENGAWASAN; PENCEGAHAN DAN
PEMBERANTASAN (Kedudukan Dan Tempat Kedudukan, Pengangkatan Dan
Pemberhentian, Tugas Dan Wewenang); PENYIDIKAN PENUNTUTAN DAN
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN; PERAN SERTA
MASYARAKAT; PENGHARGAAN; KETENTUAN PIDANA

MATERI DASAR, ASAS, DAN TUJUAN; RUANG LINGKUP; PENGADAAN


FARMASI (Rencana Kebutuhan Tahunan,Produksi, Narkotika Untuk Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi, Penyimpanan Dan Pelaporan); IMPOR DAN EKSPOR (Izin
Khusus Dan Surat Persetujuan Impor, Ekspor, Pengangkutan, Transito,
Pemeriksaan); PEREDARAN (Umum, Penyaluran, Penyerahan); LABEL DAN
PUBLIKASI, PREKURSOR NARKOTIKA (Tujuan Pengaturan,
Penggolongan Dan Jenis Prekursor Narkotika, Rencana Kebutuhan Tahunan,
Pengadaan); PENGOBATAN DAN REHABILITASI (Pengobatan,
Rehabilitasi)

SANKSI Pidana Denda, Penjara Dan Mati

ATURAN 1. BNN yang dibentuk berdasarkan PP 83/2007 dinyatakan sebagai BNN,


PERALIHAN / BNN provinsi, dan BNN kabupaten/kota;
PENUTUP 2. Kepala pelaksana harian BNN ditetapkan sebagai kepala BNN;
3. Pejabat dan pegawai di lingkungan BNN berdasarkan PP 83/2007 adalah
pejabat dan pegawai BNN;
4. Struktur organisasi dan tata kerja BNN berdasarkan PP 83/2007 dalam
waktu 6 bulan harus sudah disesuaikan dengan UU ini;
5. Struktur organisasi dan tata kerja BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota
berdasarkan PP 83/2007 dalam waktu 1 tahun harus sudah disesuaikan
dengan UU ini;
6. UU 22/1997 tentang narkotika masih berlaku sepanjang tidak bertentangan;
7. UU 22/1997 tentang narkotika dan lampiran jenis Psikotropika Golongan I
dan II dalam UU 5/1997 tentang Psikotropika dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

ANATOMI UU RI NO. 36 TAHUN 2009

ASPEK UU 36/2009

JUDUL KESEHATAN

LATAR 1. Kesehatan merupakan hak asasi manusia


BELAKANG / 2. setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat
ALASAN kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan
DITERBITKAN prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan
3. Setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada
masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar
4. Setiap upaya pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan
masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua pihak
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum
DASAR
Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) UUD 1945
HUKUM

KETENTUAN Definisi : Kesehatan, Sumber Daya di Bidang Kes., Perbekalan Kes., Sediaan
UMUM Farmasi, Alkes, Tenaga Kes., Fasilitas Pelayanan, Obat, OT, Teknologi Kes.,
Upaya Kes., Pelayanan Kesehatan Promotif, Preventif, Kuratif, Rehabilitatif,
Pelayanan Kes. Tradisional, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Menteri

TUJUAN 1. Meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
2. Investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
sosial dan ekonomis
MATERI HAK DAN KEWAJIBAN, TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH, SUMBER
MUATAN / DAYA DI BIDANG KESEHATAN (Tenaga Kes., Fasilitas Pelayanan Kes.,
ASPEK YANG Perbekalan Kes., Teknologi dan Produk Teknologi), UPAYA KESEHATAN
DIATUR (Pelayanan Kes., Pelayanan Kes. Tradisional, Peningkatan Kes. dan
Pencegahan Penyakit, Penyembuhan Penyakit dan Pemulihan Kes., Kes.
Reproduksi, KB, Kes. Sekolah, Kes. Olahraga, Pelayanan Kes. Pada Bencana,
Pelayanan Darah, Kes. Gigi dan Mulut, Penanggulangan Gangguan Penglihatan
dan Pendengaran, Kes. Matra, Pengamanan dan Penggunaan Sediaan Farmasi
dan Alkes, Pengamanan Makanan dan Minuman, Pengamanan Zat Adiktif,
Bedah Mayat), KESEHATAN IBU, BAYI, ANAK, REMAJA, LANJUT
USIA, DAN PENYANDANG CACAT, GIZI, KES. JIWA, PENYAKIT
MENULAR DAN TIDAK MENULAR, KES. LINGKUNGAN, KES. KERJA,
PENGELOLAAN KES., INFORMASI KES., PEMBIAYAAN KES., PERAN
SERTA MASYARAKAT, BADAN PERTIMBANGAN KES. PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN, PENYIDIKAN, KETENTUAN PIDANA

MATERI SUMBER DAYA DI BIDANG KESEHATAN (Perbekalan Kesehatan),


FARMASI UPAYA KESEHATAN (Pelayanan Kesehatan Tradisional, Pengamanan dan
Penggunaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan)

SANKSI Pidana Penjara dan Pidana Denda

ATURAN 1. Pelaksanaan UU ini ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun


PERALIHAN / 2. Semua peraturan pelaksanaan UU Nomor 23 Tahun 1992 masih tetap berlaku
PENUTUP sepanjang tidak bertentangan
3. UU Nomor 23 Tahun 1992 dicabut

ANATOMI UU RI NOMOR 44 TAHUN 2009


ASPEK UU REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2009

JUDUL RUMAH SAKIT


LATAR 1. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin
BELAKANG / dalam UUD 1945
ALASAN 2. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat
DITERBITKAN dengan karakteristik tersendiri yang harus tetap mampu
meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya;
3. Dalam rangka peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan Rumah
Sakit serta pengaturan hak dan kewajiban masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan, perlu mengatur Rumah Sakit
dengan Undang-Undang;
4. Pengaturan mengenai rumah sakit belum cukup memadai untuk
dijadikan landasan hukum
5. Perlu membentuk UU tentang Rumah Sakit.
DASAR HUKUM Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3)
UUD 1945.

KETENTUAN Definisi : Rumah Sakit, Gawat Darurat, Pelayanan Kesehatan


UMUM Paripurna, Pasien, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Menteri

TUJUAN 1. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan


kesehatan;
2. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien,
masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di
rumah sakit;
3. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan
rumah sakit; dan
4. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber
daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.
MATERI TUGAS DAN FUNGSI, TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAN
MUATAN / PEMERINTAH DAERAH, PERSYARATAN (Umum, Lokasi,
ASPEK YANG Bangunan, Prasarana, Sumber Daya Manusia, Kefarmasian, Peralatan),
DIATUR JENIS DAN KLASIFIKASI (Jenis, Klasifikasi), PERIZINAN,
KEWAJIBAN DAN HAK (Kewajiban, Hak Rumah Sakit, Kewajiban
Pasien, Hak Pasien), PENYELENGGARAAN (Pengorganisasian,
Pengelolaan Klinik, Akreditasi, Jejaring dan Sistem Rujukan,
Keselamatan Pasien, Perlindungan Hukum Rumah Sakit, Tanggung
jawab Hukum, Bentuk), PEMBIAYAAN, PENCATATAN DAN
PELAPORAN, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN (Umum, Dewan
Pengawas Rumah Sakit, Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia)
MATERI PERSYARATAN (Kefarmasian)
FARMASI

SANKSI Sanksi Administratif, Penjara dan Denda

ATURAN 1. Semua Rumah Sakit yang sudah ada harus menyesuaikan dengan
PERALIHAN / ketentuan yang berlaku dalam UU ini, paling lambat dalam jangka
PENUTUP waktu 2 (dua) tahun setelah UU ini diundangkan.
2. Pada saat UU ini berlaku, Izin penyelenggaraan Rumah Sakit
yang telah ada tetap berlaku sampai habis masa berlakunya.
ANATOMI UU RI NO. 36 TAHUN 2014

ASPEK UU 36 TAHUN 2014


JUDUL TENAGA KESEHATAN
LATAR BELAKANG / a. tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk
ALASAN meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal
DITERBITKAN kepada masyarakat sebagai salah satu unsur kesejahteraan
umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD
1945
b. kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan
dalam bentuk pemberian berbagai pelayanan kesehatan
kepada seluruh masyarakat
c. Penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang bertanggung jawab, yang memiliki
etik dan moral yang tinggi, keahlian, dan kewenangan yang
secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya agar
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan
d. Untuk memberikan pelindungan serta kepastian hukum
kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima upaya
pelayanan kesehatan, perlu pengaturan mengenai tenaga
kesehatan terkait dengan perencanaan kebutuhan,
pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan
mutu tenaga kesehatan
e. ketentuan mengenai tenaga kesehatan masih tersebar dalam
berbagai peraturan perundang-undangan, perlu dibentuk
undang-undang tersendiri yang mengatur tenaga kesehatan
secara komprehensif
f. Perlu membentuk Undang-Undang tentang Tenaga
Kesehatan
DASAR HUKUM 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34
ayat (3) UUD 1945;
2. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
KETENTUAN UMUM Definisi : Tenaga Kesehatan, Asisten Tenaga Kesehatan,
Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Upaya Kesehatan, Kompetensi,
Uji Kompetensi, Sertifikat Kompetensi, Sertifikat Profesi,
Registrasi, Surat Tanda Registrasi, Surat Izin Praktik, Standar
Profesi, Standar Pelayanan Profesi, Standar Prosedur
Operasional, Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia, Organisasi
Profesi, Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan,
Penerima Pelayanan Kesehatan, Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Menteri
TUJUAN 1. memenuhi kebutuhan masyarakat akan Tenaga Kesehatan;
2. mendayagunakan Tenaga Kesehatan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat;
3. memberikan pelindungan kepada masyarakat dalam
menerima penyelenggaraan Upaya Kesehatan;
4. mempertahankan dan meningkatkan mutu
penyelenggaraan Upaya Kesehatan yang diberikan oleh
Tenaga Kesehatan;
5.
memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan
Tenaga Kesehatan.
MATERI MUATAN / TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG PEMERINTAH
ASPEK YANG DAN PEMERINTAH DAERAH; KUALIFIKASI DAN
DIATUR PENGELOMPOKAN TENAGA KESEHATAN;
PERENCANAAN,PENGADAAN,DANPENDAYAGUNAAN
(Perencanaan, Pengadaan, Pendayagunaan), KONSIL
TENAGA KESEHATAN INDONESIA; REGISTRASI DAN
PERIZINAN TENAGA KESEHATAN (Registrasi, Perizinan,
Pembinaan Praktik, Penegakan Disiplin Tenaga Kesehatan);
ORGANISASI PROFESI; TENAGA KESEHATAN WARGA
NEGARA INDONESIA LULUSAN LUAR NEGERI DAN
TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING
(Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia Lulusan Luar
Negeri, Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing); HAK DAN
KEWAJIBAN TENAGA KESEHATAN;
PENYELENGGARAAN KEPROFESIAN (Umum;
Kewenangan; Pelimpahan Tindakan; Standar Profesi, Standar
Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional;
Persetujuan Tindakan Tenaga Kesehatan; Rekam Medis;
Rahasia Kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan;
Pelindungan bagi Tenaga Kesehatan dan Penerima
Pelayananan Kesehatan); PENYELESAIAN PERSELISIHAN;
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
MATERI FARMASI KUALIFIKASI DAN PENGELOMPOKAN TENAGA
KESEHATAN, REGISTRASI DAN PERIZINAN TENAGA
KESEHATAN (Registrasi, Perizinan, Pembinaan Praktik,
Penegakan Disiplin Tenaga Kesehatan);
PENYELENGGARAAN KEPROFESIAN (Pelimpahan
Tindakan)
SANKSI Sanksi Administratif, Penjara dan Denda
ATURAN 1. Bukti Registrasi dan perizinan Tenaga Kesehatan yang
PERALIHAN / telah dimiliki oleh Tenaga Kesehatan, dinyatakan masih
PENUTUP tetap berlaku sampai habis masa berlakunya.
2. Tenaga Kesehatan yang belum memiliki bukti Registrasi
dan perizinan wajib menyesuaikan paling lama 2 (dua)
tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
3. Tenaga Kesehatan lulusan pendidikan di bawah D3 yang
telah melakukan praktik sebelum ditetapkan UU ini, tetap
diberikan kewenangan untuk menjalankan praktik untuk
jangka waktu 6 (enam) tahun setelah UU ini diundangkan.
4. Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia dan Komite Farmasi
Nasional sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan tetap melaksanakan fungsi, tugas, dan
wewenangnya sampai terbentuknya Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia.
5. Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi menjadi
bagian dari Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia
6. Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana diatur dalam
UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran tetap
melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya sampai
dengan terbentuknya Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.
7. Sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana
diatur dalam UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran tetap melaksanakan fungsi dan tugasnya
sampai dengan terbentuknya sekretariat Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia
8. Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai Tenaga Kesehatan dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan
9. PP No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
10. Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia harus dibentuk paling
lama 2 (dua) tahun terhitung sejak UU ini diundangkan
11. Pasal 4 ayat (2), Pasal 17, Pasal 20 ayat (4), dan Pasal 21
UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
12. Sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia dalam UU No.
29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menjadi
sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia
13. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus
ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak
Undang-Undang ini diundangkan.
Daftar Peraturan Pemerintah
1. PP NO. 41 TAHUN 1990
2. PP NO. 72 TAHUN 1998
3. PP NO. 59 TAHUN 2001
4. PP NO. 51 TAHUN 2009
5. PP NO. 44 TAHUN 2010

ANATOMI PP NOMOR 41 TAHUN 1990


ASPEK PP NOMOR 41 TAHUN 1990

JUDUL MASA BAKTI DAN IZIN KERJA APOTEKER

LATAR 1. Dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal


BELAKANG / diperlukan langkah-langkah bagi pemerataan, pendayagunaan
ALASAN dan penyebaran tenaga kesehatan khususnya tenaga apoteker
DITERBITKAN secara rasional;
2. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu pengaturan masa bakti,
penyederhanaan pemberian izin kerja dan pembinaan terhadap
tenaga apoteker;
3. PP No 36 Tahun 1964 tentang Pendaftaran Ijazah dan Pemberian
Izin Melaksanakan Pekerjaan Dokter/Dokter Gigi/Apoteker tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan
DASAR HUKUM 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. UU No 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan
3. UU No 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja Sarjana
4. UU No 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan
5. UU No 7 Tahun 1963 tentang Farmasi

KETENTUAN Definisi :Apoteker, Pekerjaan Kefarmasian, Masa Bakti, Surat Izin


UMUM Kerja, Menteri

TUJUAN -

MATERI MUATAN PELAPORAN, MASA BAKTI, IZIN KERJA, PEMBINAAN DAN


/ ASPEK YANG PENGAWASAN
DIATUR

MATERI FARMASI PELAPORAN, MASA BAKTI, IZIN KERJA, PEMBINAAN DAN


PENGAWASAN
SANKSI Sanksi Administratif dan Penjara

ATURAN 1. Semua ketentuan pelaksanaan PP No 36 Tahun 1964 tentang


PERALIHAN / Pendaftaran Ijazah dan Pemberian Izin Menjalankan Pekerjaan
PENUTUP Dokter/Dokter Gigi/Apoteker dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan
2. Surat Izin kerja Sementara dan Surat Izin Kerja yang telah
diberikan berdasarkan PP No 36 Tahun 1964 dinyatakan masih
tetap berlaku
3. PP No 36 Tahun 1964 tentang Pendaftaran Ijazah dan
Pemberian Izin Menjalankan Pekerjaan Dokter/Dokter
Gigi/Apoteker dinyatakan tidak berlaku lagi
4. PP ini mulai berlaku pada tanggal 1 Nopember 1990

ANATOMI PP NO. 72 TAHUN 1998

ASPEK PP NO. 72 TAHUN 1998

JUDUL PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT


KESEHATAN

1. Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilakukan untuk


melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan sediaan farmasi
LATAR dan alat kesehatan yang tidak tepat serta yang tidak memenuhi
BELAKANG / persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan;
ALASAN 2. Sebagai pelaksanaan dari UU 23 / 1992 tentang Kesehatan, perlu
DITERBITKAN menetapkan PP tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan.
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
DASAR HUKUM 2. UU No 5 Tahun 1984 tentang
3. UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

KETENTUAN Definisi : Sediaan farmasi, Alat kesehatan, Produksi, Peredaran,


UMUM Pengangkutan, Kemasan sediaan farmasi dan alat kesehatan, Menteri

-
TUJUAN

PERSYARATAN MUTU KEAMANAN DAN KEMANFAATAN;


PRODUKSI; PEREDARAN (Izin Edar, Pengujian Sediaan Farmasi,
MATERI MUATAN Penyaluran, Penyerahan); PEMASUKAN DAN PENGELUARAN
/ ASPEK YANG SEDIAAN FARMASI DAN ALKES KE DALAM DAN DARI
DIATUR WILAYAH INDONESIA; KEMASAN SEDIAAN FARMASI DAN
ALKES; PENANDAAN DAN IKLAN (Penandaan dan Informasi,
Iklan); PEMELIHARAAN MUTU; PENGUJIAN DAN
PENARIKAN KEMBALI SEDIAAN FARMASI DAN ALKES
DARI PEREDARAN (Pengujian Kembali, Penarikan Kembali);
PEMUSNAHAN; PERAN SERTA MASYARAKAT;
PEMBINAAN; PENGAWASAN (Tanggung Jawab Pengawasan,
Tindakan Administratif )
PRODUKSI; PEREDARAN (Izin Edar, Pengujian Sediaan Farmasi,
Penyaluran, Penyerahan); PEMASUKAN DAN PENGELUARAN
SEDIAAN FARMASI DAN ALKES KE DALAM DAN DARI
WILAYAH INDONESIA; KEMASAN SEDIAAN FARMASI DAN
MATERI ALKES; PENANDAAN DAN IKLAN (Penandaan dan Informasi,
FARMASI Iklan); PEMELIHARAAN MUTU; PENGUJIAN DAN
PENARIKAN KEMBALI SEDIAAN FARMASI DAN ALKES
DARI PEREDARAN (Pengujian Kembali, Penarikan Kembali);
PEMUSNAHAN; PERAN SERTA MASYARAKAT; PEMBINAAN

SANKSI Sanksi Administratif, Penjara dan Denda


1. Upaya pengamanan sediaan farmasi yang berupa obat keras,
sepanjang belum diatur dalam peraturan pelaksanaan Ordonansi
Obat Keras, dilakukan berdasarkan pengamanan sediaan farmasi
dan alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah ini.
2. Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
telah ada, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
ATURAN
3. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka:
PERALIHAN /
a. Pharmaceutissche Stoffen Keurings Verordening (Staatsblad
PENUTUP
Tahun 1938 Nomor 172)
b. Verpakkings Verordening Pharmaceutissche Stoffen Nomor 1
(Staatsblad Tahun 1938 Nomor 173)
c. Verpakkings Verordening Kinine (Staatsblad Tahun 1939
Nomor 210);
dinyatakan tidak berlaku lagi.
4. PP ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

ANATOMI PP NOMOR 59 TAHUN 2001

ASPEK PP NO. 59 TAHUN 2001

JUDUL LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA


MASYARAKAT

untuk melaksanakan Pasal 44 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang


LATAR Perlindungan Konsumen,perlu menetapkan PP tentang Lembaga
BELAKANG / Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
ALASAN
DITERBITKAN

1. Pasal 5 ayat (2) UUD 1945


DASAR HUKUM 2. UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Definisi : Perlindungan Konsumen, Konsumen, Lembaga Perlindungan


KETENTUAN
Konsumen Swadaya Masyarakat, Pemerintah, Menteri
UMUM

-
TUJUAN

MATERI
MUATAN / PENDAFTARAN LPKSM, TUGAS LPKSM, PEMBATALAN
ASPEK YANG PENDAFTARAN LPKSM,
DIATUR

-
MATERI
FARMASI

SANKSI -

ATURAN
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan
PERALIHAN /
PENUTUP

ANATOMI PP NO. 51 TAHUN 2009

ASPEK PP NO. 51 TAHUN 2009

JUDUL PEKERJAAN KEFARMASIAN

LATAR Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63 UU No 23 Tahun 1992


BELAKANG / tentang Kesehatan, perlu menetapkan PP tentang Pekerjaan
ALASAN Kefarmasian
DITERBITKAN

1. Pasal 5 ayat (2) UUD 1945;


DASAR HUKUM 2. UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Definisi : Pekerjaan Kefarmasian, Sediaan Farmasi, Tenaga
KETENTUAN Kefarmasian, Pelayanan Kefarmasian, Apoteker, Tenaga Teknis
UMUM Kefarmasian, Fasilitas Kesehatan, Fasilitas Kefarmasian, Fasilitas
Produksi Farmasi, Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan
Farmasi, Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Pedagang Besar Farmasi
(PBF), Apotek, Toko Obat, Standar Profesi, Standar Prosedur
Operasional (SOP), Standar Kefarmasian, Asosiasi, Organisasi Profesi,
Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA), Surat Tanda Registrasi
Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK), Surat Izin Praktek Apoteker
(SIPA), Surat Izin Kerja (SIK), Rahasia Kedokteran, Rahasia
Kefarmasian, Menteri.

a. Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam


memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa
kefarmasian;
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan
TUJUAN Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundangan-
undangan; dan
c. Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan
Tenaga Kefarmasian.

PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KEFARMASIAN (Umum,


Pekerjaan Kefarmasian Dalam Pengadaan Sediaan Farmasi, Pekerjaan
MATERI Kefarmasian Dalam Produksi Sediaan Farmasi, Pekerjaan Kefarmasian
MUATAN / Dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi, Pelaksanaan
ASPEK YANG Pekerjaan Kefarmasian Pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Rahasia
DIATUR Kedokteran Dan Rahasia Kefarmasian, Kendali Mutu dan Kendali
Biaya), TENAGA KEFARMASIAN, DISIPLIN TENAGA
KEFARMASIAN, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KEFARMASIAN (Umum,


Pekerjaan Kefarmasian Dalam Pengadaan Sediaan Farmasi, Pekerjaan
Kefarmasian Dalam Produksi Sediaan Farmasi, Pekerjaan Kefarmasian
Dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi, Pelaksanaan
MATERI
Pekerjaan Kefarmasian Pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Rahasia
FARMASI
Kedokteran Dan Rahasia Kefarmasian, Kendali Mutu dan Kendali
Biaya), TENAGA KEFARMASIAN, DISIPLIN TENAGA
KEFARMASIAN, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

SANKSI -

1. Apoteker yang telah memiliki Surat Penugasan dan/atau Surat Izin


Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan Pekerjaan
Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun wajib
ATURAN menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.
PERALIHAN / 2. Asisten Apoteker dan Analis Farmasi yang telah memiliki Surat Izin
PENUTUP Asisten Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan Pekerjaan
Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun wajib
menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini
3. Apoteker dan Asisten Apoteker yang dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun belum memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah ini, maka surat izin untuk menjalankan
Pekerjaan Kefarmasian batal demi hukum.
4. Tenaga Teknis Kefarmasian yang menjadi penanggung jawab
Pedagang Besar Farmasi harus menyesuaikan dengan ketentuan
Peraturan Pemerintah ini paling lambat 3 (tiga) tahun sejak
Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
5. PP No. 26 Tahun 1965 tentang Apotik sebagaimana diubah dengan
PP No 25 Tahun 1980 tentang Perubahan PP No 26 Tahun 1965
tentang Apotik dan PP No 41 Tahun 1990 tentang Masa Bakti dan
Izin Kerja Apoteker dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
6. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

ANATOMI PP NOMOR 44 TAHUN 2010

ASPEK PP NOMOR 44 TAHUN 2010

JUDUL PREKURSOR

LATAR Melaksanakan Pasal 44 UU No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika


BELAKANG dan Pasal 52 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, perlu
/ALASAN menetapkan peraturan pemerintah tentang prekursor
DITERBITKAN

DASAR 1. Pasal 5 ayat (2) UUD 1945;


HUKUM 2. UU No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
3. UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
KETENTUAN Definisi : prekursor, narkotika, psikotropika, produksi, peredaran,
UMUM pengangkutan, transito, menteri

a. Melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan prekursor;


b. Mencegah dan memberantas peredaran gelap prekursor;
TUJUAN c. Mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan prekursor; dan
d. Menjamin ketersediaan precursor untuk industri farmasi, industri
non farmasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
MATERI PENGGOLONGAN DAN JENIS PREKURSOR, RENCANA
MUATAN KEBUTUHAN TAHUNAN, PENGADAAN (Produksi,
/ASPEK YANG Penyimpanan), IMPOR DAN EKSPOR, (Surat Persetujuan Impor dan
DIATUR Ekspor, Pengangkutan, Transito), PEREDARAN (Penyaluran,
Penyerahan), PENCATATAN DAN PELAPORAN, PENGAWASAN
PENGGOLONGAN DAN JENIS PREKURSOR, RENCANA
KEBUTUHAN TAHUNAN, PENGADAAN (Produksi,
MATERI
Penyimpanan), IMPOR DAN EKSPOR (Surat Persetujuan Impor dan
FARMASI
Ekspor), PEREDARAN (Penyaluran, Penyerahan), PENCATATAN
DAN PELAPORAN

SANKSI Sanksi Administratif


Industri farmasi, industri non farmasi, Pedagang Besar Bahan Baku
ATURAN
Farmasi, distributor atau importer terdaftar, dan lembaga
PERALIHAN
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyesuaikan dalam
/PENUTUP
jangkawaktu paling lama 1 (satu) tahun

Daftar Permenkes
1. PERMENKES RI NO.3 TAHUN 2015
2. PERMENKES RI NO. 1010 TAHUN 2008
3. PERMENKES RI NO. 1799 TAHUN 2010
4. PERMENKES RI NO.75 TAHUN 2016
5. PERMENKES RI NO. 46 TAHUN 2013
6. PERMENKES RI NO. 889 TAHUN 2011
7. PERMENKES RI NO.1189 TAHUN 2010
8. PERMENKES RI NO. 006 TAHUN 2012
9. PERMENKES RI NO. 007 TAHUN 2012
10. PERMENKES RI NO.34 TAHUN 2017
11. PERMENKES RI NO. 1148 TAHUN 2011
12. PERMENKES RI NO. 1176 TAHUN 2010
13. PERMENKES RI NO.10 TAHUN 2013
14. PERMENKES RI NO.1199 TAHUN 2004
15. PERMENKES RI NO.70 TAHUN 2014

KATALOG PERMENKES RI NO.3 TAHUN 2015

ASPEK PERMENKES RI NO.3 TAHUN 2015

Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, Dan PelaporanNarkotika,


Judul
Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi

1. Penyesuaian dari Permenkes No. 28/1978 tentang


Latar Penyimpangan Narotika, Permenkes No. 688/1997 tentang
Belakang Peredaran Psikotropika, dan Permenkes No. 912/1997
/Alasan tentang Kebutuan Tahunan dan Pelaporan Psikotropika
Diterbitkan 2. Untuk melaksanakan perintah UU no. 35 Th 2009 tentang
Narkotika dan PP No. 44 Tahun 2010 tentang Prekursor
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika
2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Dasar 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Hukum 4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998
tentangPengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
tentangPekerjaan Kefarmasian
7. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang
Prekursor
8. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika
9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144 Tahun2010
tentang Organisasi dan TataKerja Kementerian Kesehatan
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799 Tahun 2010
tentang Industri Farmasi
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148 Tahun 2011
tentang Pedagang Besar Farmasi
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2013
tentang Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014
tentang Klinik
Definisi : Narkotika, Psikotropika, Prekursor Farmasi, Penyaluran,
Penyerahan, Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi (PBF),
Instralasi Farmasi Pemerintah, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
Instalasi Farmasi Klinik, Apotek, Toko Obat, Lembaga Ilmu
Ketentuan Pengetahuan, Importir Terdaftar Psikotropika (IT Psikotropika),
Umum Importir Terdaftar Prekursor Farmasi (IT Prekursor Farmasi),
Kepala Balai, Kepala Badan, Direktur Jenderal, Menteri
Tujuan : Pengaturan dibuat untuk kepentingan pelayanan
kesehatan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Materi 1. Peredaran
Muatan 2. Penyimpanan
/Aspek 3. Pemusnahan
yang 4. Pencatatan dan Pelaporan
Diatur 5. Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 3-7 tentang ketentuan umum peredaran; Pasal 8-9 tentang
ketentuan umum penyaluran; Pasal 10 tentang penyaluran
narkotika golongan I; Pasal 1-13 tentang penyaluran narkotika,
psikotropika dan prekursor farmasi dalam bentuk bahan baku;
Pasal 14-17 tentang penyaluran narkotika, psikotropika dan
Materi prekursor farmasi dalam bentuk obat jadi; Pasal 18 tentang
Farmasi ketentuan umum penyerahan; Pasal 19-21 tentang penyerahan
narkotika dan psikotropika; Pasal 22-23 tentang penyerahan
prekursor farmasi; Pasal 24-27 tentang ketentuan umum
penyimpanan; Pasal 28-34 tentang penyimpanan narkotika atau
psikotropika; Pasal 35-36 tentang penyimpanan prekursor farmasi;
Pasal 37-42 tentang pemusnahan; Pasal 43-44 tentang pencatatan;
Pasal 45 tentang pelaporan; Pasal 46-47 tentang pembinaan dan
pengawasan

Sanksi -

1. Pasal 48 Ketentuan Peralihan (Penyesuaian tehadap


Aturan peraturan dilakukan paling lambat 3 tahun sejak PMK ini
Peralihan berlaku)
/Penutup 2. Pasal 49-50 Ketentuan Penutup (PMK 28/1978, PMK 688/
1997 dan PMK 912/ 1997 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku; peraturan berlaku sejak tanggal diundangkan)

ANATOMI PERMENKES RI NO. 1010/MENKES/PER/XI/2008

ASPEK PERMENKES RI NO. 1010/MENKES/PER/XI/2008

Judul Registrasi Obat

Latar
Belakang / a. bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran
Alasan obat yang tidak memenuhi persyaratan, keamanan, mutu dan
Diterbitkan kemanfaatan perlu dilakukan penilaian melalui mekanisme
registrasi obat;
b. bahwa ketentuan registrasi obat yang telah diataur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/Menkes/Per/VI/2000
perlu disederhanakan dan disesuaikan dengan perkembangan
globalisasi dan kebijakan Pemerintah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan b, perlu mengatur kembali registrasi obat dengan
Peraturan Menteri Kesehatan.

4. Ordonansi Obat Keras (Stbl. 1949 No. 419)


5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3495);
6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
(Lembaran Negara Tahun 1997 No. 10, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3671);
7. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika
(Lembaran Negara Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3698);
8. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3821);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Dasar Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran
Hukum Negara Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3778);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
11. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006;
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan, sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1295/Menkes/Per/XII/2007.

Pasal 1
Ketentuan Definisi : lzin edar, Obat, Produk biologi, Registrasi, Obat kontrak,
Umum Pemberi kontrak, Penerima kontrak, Obat impor, Penandaan, Obat
palsu, Psikotropika, Narkotika, Peredaran, Produk yang dilindungi
paten, Menteri, Kepala Badan.

Pasal 2
1. Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya harus
dilakukan registrasi untuk memperoleh Izin Edar;
2. Izin Edar diberikan oleh Menteri;
3. Menteri melimpahkan pemberian Izin Edar kepada Kepala
Badan;
4. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk:
a. Obat penggunaan khusus atas permintaan dokter;
b. Obat Donasi;
c. Obat untuk Uji Klinik;
d. Obat Sampel untuk Registrasi.

Pasal 3
1. Obat sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (4) dapat
dimasukkan ke wilayah Indonesia melalui Mekanisme Jalur
Khusus.
2. Ketentuan tentang Mekanisme Jalur Khusus ditetapkan oleh
Menteri.

Tujuan -

1. Ketentuan Umum
2. Kriteria
3. Persyaratan Registrasi (Registrasi Obat Produksi dalam Negeri,
Registrasi Obat Narkotika, Registrasi Obat Kontrak, Registrasi
Obat Impor, Registrasi Obat Khusus Ekspor, Registrasi Obat
Materi yang Dilindungi Paten)
Muatan / 4. Tata Cara Memperoleh Izin Edar (Registrasi, Biaya, Evaluasi,
Aspek Pemberian Izin Edar, Peninjauan Kembali, Masa Berlaku Izin
yang Edar)
Diatur 5. Pelaksanaan Izin Edar
6. Evaluasi Kembali
7. Sanksi
8. Ketentuan Peralihan
9. Ketentuan Penutup

1. Ketentuan Umum (Definisi : lzin edar, Obat, Produk biologi,


Materi Registrasi, Obat kontrak, Pemberi kontrak, Penerima kontrak,
Farmasi Obat impor, Penandaan, Obat palsu, Psikotropika, Narkotika,
Peredaran, Produk yang dilindungi paten, Menteri, Kepala
Badan)
2. Kriteria
3. Persyaratan Registrasi (Registrasi Obat Produksi dalam Negeri,
Registrasi Obat Narkotika, Registrasi Obat Kontrak, Registrasi
Obat Impor, Registrasi Obat Khusus Ekspor, Registrasi Obat
yang Dilindungi Paten)
4. Tata Cara Memperoleh Izin Edar (Registrasi, Biaya, Evaluasi,
Pemberian Izin Edar, Peninjauan Kembali, Masa Berlaku Izin
Edar)
5. Pelaksanaan Izin Edar
6. Evaluasi Kembali
7. Sanksi

Pasal 23
Dengan tidak mengurangi ancaman pidana sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Kepala
Badan dapat memberikan sanksi administratif berupa pembatalan izin
edar apabila terjadi salah satu dari hal-hal berikut:
a. Tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam pasal 4
berdasarkan data terkini.
Sanksi b. Penandaan dan promosi menyimpang dari persetujuan izin edar
c. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21.
d. Selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut obat yang
bersangkutan tidak diproduksi, diimpor atau diedarkan.
e. lzin lndustri Farmasi, yang mendaftarkan, memproduksi atau
mengedarkan dicabut.
f. Pemilik izin edar melakukan pelanggaran di bidang produksi
dan/atau peredaran obat.

Pasal 24
1. Bagi yang telah mengajukan permohonan dan melengkapi
dokumen registrasi sebelum diberlakukannya peraturan ini
tetap akan diproses sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 949/MENKES/PER/Vl/2000 tentang Registrasi Obat
Aturan Jadi;
Peralihan / 2. Obat yang telah mendapat izin edar berdasarkan Peraturan
Penutup Menteri Kesehatan Nomor 949/MENKES/PER/Vl/2000
tentang Registrasi Obat Jadi yang habis masa berlakunya
setelah ditetapkannya Peraturan ini, dapat diperpanjang untuk
paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkannya
Peraturan ini.
Pasal 25
Semua ketentuan tentang tata cara registrasi obat jadi yang telah
dikeluarkan sebelum ditetapkannya peraturan ini, masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan ini.

Pasal 26
Dengan berlakunya Peraturan ini, maka Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 949/MENKES/PER/Vl/2000 tentang Registrasi Obat Jadi
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 27
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
.

ANATOMI PERMENKES RI NO. 1799/MENKES/PER/XII/2010

ASPEK PERMENKES RI NO. 1799/MENKES/PER/XII/2010

Judul Industri Farmasi

a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi


yang komprehensif sangat diperlukan dalam
mengantisipasi penerapan perdagangan
internasional di bidang farmasi;
b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
245/Menkes/SK/X/1990 tentang Ketentuan
Latar Belakang / dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin
Alasan Diterbitkan Usaha Industri Farmasi sudah tidak sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksuddalam huruf a dan
huruf b, perlu menetapkan PeraturanMenteri
Kesehatan tentang Industri Farmasi
13. Ordonansi Obat Keras (Stbl. 1949 No. 419)
14. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang
Perindustrian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3274);
15. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika (Lembaran Negara Tahun 1997 No.
10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3671);
16. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara
Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3821);
17. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 tentang perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Dasar Hukum Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
18. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5062);
19. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986
tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan
Pengembangan Industri (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3330);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995
tentang Izin Usaha Industri (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 25,
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara
Nomor 3596);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998
tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3778);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2009
tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada
Departemen Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 26,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4975);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
124, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5044);
25. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010
tentang Prekursor (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 5126);
26. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1987
tentang Penyederhanaan Pemberian Izin Usaha
Industri;
27. Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 64 Tahun 2005 tentang
Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden
Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen;
28. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010
tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Kementerian Negara serta Susunan Organisasi,
Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
29. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/Per/ VIII/2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan;

Pasal 1
Definisi : Obat, Bahan Obat, Industri Farmasi,
Pembuatan Obat, Cara Pembuatan Obat yang Baik
Ketentuan Umum
(CPOB), Farmakogivilans, Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan, Direktur Jenderal, Menteri.
Tujuan -

10. Ketentuan Umum (Definisi : Obat, Bahan Obat,


Industri Farmasi, Pembuatan Obat, Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB),
Farmakogivilans, Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan)
11. Izin Industri Farmasi (Umum, Tata Cara
Materi Muatan / Pemberian Persetujuan Prinsip, Permohonan Izin
Aspek yang Diatur Industri Farmasi)
12. Penyelenggaraan
13. Pelaporan
14. Pembinaan dan Pengawasan
15. Ketentuan Peralihan
16. Ketentuan Penutup

1. Ketentuan Umum
2. Izin Industri Farmasi (Umum, Tata Cara
Pemberian Persetujuan Prinsip, Permohonan Izin
Industri Farmasi)
Materi Farmasi
3. Penyelenggaraan
4. Pelaporan
5. Pembinaan dan Pengawasan

Pasal 26
1. Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan
ini dapat dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan secara tertulis;
b. larangan mengedarkan untuk sementara waktu
dan/atau perintah untuk penarikan kembali obat
atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau
bahan obat yang tidak memenuhi standar dan
Sanksi persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau
mutu;
c. perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika
terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan,
khasiat/kemanfaatan, atau mutu;
d. penghentian sementara kegiatan;
e. pembekuan izin industri farmasi; atau
f. pencabutan izin industri farmasi.
2. Penghentian sementara kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat dikenakan
untuk seluruh kegiatan atau sebagian kegiatan.
3. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d diberikan
oleh Kepala Badan.
4. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e dan huruf f diberikan oleh
Direktur Jenderal atas rekomendasi Kepala
Badan.

Pasal 30
1. Pada saat Peraturan ini mulai berlaku,
persetujuan prinsip yang telah dimiliki tetap
berlaku sebagai salah satu tahap untuk
memperoleh izin Industri farmasi berdasarkan
Peraturan ini.
2. Permohonan izin industri farmasi yang telah
diajukan sebelum berlakunya Peraturan ini tetap
diproses berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 245/Menkes/SK/X/1990
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan
Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi.
3. Izin industri farmasi yang dikeluarkan
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 245/Menkes/SK/X/1990 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian
Aturan Peralihan / Izin Usaha Industri Farmasi dinyatakan masih
Penutup tetap berlaku.
4. Izin industri farmasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) harus diperbaharui sesuai dengan
persyaratan dalam Peraturan ini paling lama 2
(dua) tahun sejak tanggal pengundangan.

Pasal 31
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, semua peraturan
pelaksanaan dari Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
245/Menkes/SK/X/1990 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri
Farmasi dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan ini
dan/atau belum diganti berdasarkan ketentuan Peraturan
ini.
Pasal 32
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 245/Menkes/SK/X/1990
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan
Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 33
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
.

ANATOMI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NO. 75 TAHUN 2016


ASPEK PMK No. 75 Tahun 2016

Judul Penyelenggaraan Mutu Obat Pada Instalasi Farmasi Pemerintahan

Latar Belakang 1. Untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh
/ Alasan obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan,
Diterbitkan khasiat dan mutu pada istalasi farmasi pemerintahan.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 33 Tahun 2016 tentang
Penyelengaraan Uji Mutu Obat Pada Instalasi Farmasi Pemerintahan
perlu disesuaikan dengan kebutuhan hukum dimasyarakat.
3. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Penyelenggaraan Uji Mutu Obat pada Instalasi Farmasi
Pemerintahan.
Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3721);
4. Peraturan Pemberintahan Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5044);

5. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan,


Tugas, Fungsi, Kewanangan Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintahan Non Departemen sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 145 Tahun
2015 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor
103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewanangan
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintahan Non
Kementerian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 32),
6. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang Kementerian
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
59;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1508);

Ketentuan Definisi : Instalasi Farmasi Pemerintahan, Sampel, Uji Mutu, Badan


Umum Pengawasan Obat dan Makanan, Direktur Jendral, Kepala Badan
Pengawasan Obat dan Makanan, Menteri.

Tujuan Mendukung pemastian mutu obat yang diadakan oleh pemerintahan pusat
dan pemerintahan daerah.

Materi Muatan / Definisi : Instalasi Farmasi Pemerintahan, Sampel, Uji Mutu, Badan
Aspek yang Pengawasan Obat dan Makanan, Direktur Jendral, Kepala Badan
Diatur Pengawasan Obat dan Makanan, Menteri.

Materi Farmasi 1. Instalasi Farmasi Pemerintahan (Penyelengaraan Instalasi Farmasi


Pemerintahan berupa, pengambilan sampel, pengujian laboratorium,
dan pelaporan hasil uji).
2. Sampel
3. Uji Mutu

Sanksi -
Aturan -
Peralihan /
Penutup

ANATOMI PERMENKES NO 9 TAHUN 2017

ASPEK PERMENKES No 9 TAHUN 2017


Judul Apotek
Latar Belakang / a. Untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan kualitas
Alasan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat, perlu penataan
Diterbitkan penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Apotek;
b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik perlu disesuaikan
dengan perkembangan dan kebutuhan hukum;
Dasar Hukum 1. Ordonansi Obat Keras (Sterkwerkende Geneesmiddelen Ordonanntie,
Staatsblad 1949:419)
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671);
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
5. UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas
UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
6. UndangUndang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3781);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5044);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5126);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan
UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 96, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5419);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas
Pelayanan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 229, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5942);
12. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang Kementerian
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
59);
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/MENKES/PER/V/2011
tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 322)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 31 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi,
Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1137);
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 50);
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015 tentang
Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekusor Farmasi (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 74);
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1508);
Ketentuan Definisi : Apotek, Fasilitas Kefarmasian, Tenaga Kefarmasian, Apoteker,
Hukum Tenaga Teknis Kefarmasian, Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA),
Surat Izin Apotek (SIA), Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA), Surat Izin
Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian (SIPTTK), Resep, Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, Bahan Medis Habis Pakai, Organisasi Profesi, Kepala
Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan (Kepala Balai POM),
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, Direktur Jenderal, Menteri.
Tujuan 1. Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di Apotek;
2. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kefarmasian di Apotek;
3. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam
memberikan pelayanan kefarmasian di Apotek.
Materi Muatan / 1. Persyaratan Pendirian (Umum, Lokasi, Bangunan, Sarana, Prasarana,
Aspek yang di Dan Peralatan, Ketenagaan)
atur 2. Perizinan (Surat Izin Apotek, Perubahan Izin)
3. Penyelenggaraan
4. Pengalihan Tanggung Jawab
5. Pembinaan Dan Pengawasan
6. Ketentuan Peralihan
Materi Farmasi Apotek, Fasilitas Kefarmasian, Tenaga Kefarmasian, Apoteker, Tenaga
Teknis Kefarmasian, Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA),
Surat Izin Apotek (SIA), Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA), Surat Izin
Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian (SIPTTK), Resep, Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, Bahan Medis Habis Pakai, Organisasi Profesi.
Sanksi Sanksi administratif :
a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara kegiatan;
c. Pencabutan SIA.
Aturan Peralihan 1. Permohonan izin Apotek yang telah diajukan sebelum berlakunya
/ Penutup Peraturan Menteri ini tetap diproses berdasarkan ketentuan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik.
2. Izin Apotek yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian Izin Apotik sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotik dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan
5 (lima) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.
3. Apotek yang telah melakukan pelayanan kefarmasian berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik wajib menyesuaikan
dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lama 2 (dua)
tahun sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku.
4. Apotek rakyat berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
284/MENKES/PER/III/2007 tentang Apotek Rakyat yang telah
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 53 Tahun 2016 tentang Pencabutan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 284/MENKES/PER/III/2007 tentang
Apotek Rakyat harus menyesuaikan diri menjadi Apotek mengikuti
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
5. Dalam hal apotek rakyat tidak menyesuaikan diri menjadi Apotek
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apotek rakyat dapat
menyesuaikan diri menjadi toko obat/pedagang eceran obat mengikuti
ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
167/KAB/B.VIII/1972 tentang Pedagang Eceran Obat sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1331/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 167/KAB/B.VIII/1972 tentang Pedagang
Eceran Obat.
6. Penyesuaian diri apotek rakyat menjadi Apotek atau toko
obat/pedagang eceran obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 53 Tahun 2016 tentang Pencabutan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 284/MENKES/PER/III/2007 tentang
Apotek Rakyat diundangkan.
7. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian Izin Apotik sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotik, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
ANATOMI PERMENKES NO. 46 TAHUN 2013

ASPEK PERMENKES 46 TAHUN 2013


Judul REGISTRASI TENAGA KESEHATAN
Latar Belakang / Alasan Untuk memberikan izin dan meningkatan mutu pelayanan
Diterbitkan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan perlu
mengatur registrasi tenaga kesehatan
Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/
VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan
7. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 36 Tahun 2013 dan
Nomor 1/IV/PB/2013 tentang Uji Kompetensi bagi
Mahasiwa Perguruan Tinggi Bidang Kesehatan.
Ketentuan Umum Definisi : Tenaga Kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
Uji Kompetensi, Sertifikat Kompetensi, Registrasi, Surat
Tanda Registrasi, Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia
(MTKI), Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP),
Tujuan Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
Materi Muatan / Aspek 1. Pelaksanaan Registrasi
yang Diatur 2. MTKI (tugas, fungsi dan wewenang; susunan organisasi
dan keanggotaan)
3. Pendanaan
4. Pembinaan dan Pengawasan
5. Ketentuan Pidana
Materi Farmasi Tenaga Kefarmasian
Sanksi memberikan sanksi administratif dan/atau disiplin keprofesian
kepada Tenaga Kesehatan yang terbukti melakukan
pelanggaran etik, standar kompetensi, dan standar pelayanan
sesuai dengan tingkat pelanggarannya
Aturan Peralihan / 1. Tenaga Kesehatan yang memiliki STR dan/atau SIK/SIP
Penutup dinyatakan telah memiliki STR sampai dengan masa
berlakunya berakhir.
2. Tenaga kesehatan yang pada saat berlakunya Peraturan
Menteri ini belum diatur ketentuan mengenai STR
dan/atau SIK/SIP diberikan STR
3. Tenaga kesehatan yang belum memiliki STR dan/atau
SIK/SIP yang telah lulus ujian program pendidikan
sebelum diberlakukannya Uji Kompetensi diberikan STR
4. Permohonan STR dapat dilakukan secara kolektif melalui
organisasi profesi, institusi pendidikan dan/atau Fasilitas
Pelayanan Kesehatan dimana Tenaga Kesehatan
melakukan pekerjaan/praktiknya kepada MTKI melalui
MTKP.
5. Ketentuan Registrasi Tenaga Kesehatan dalam Peraturan
Menteri ini tidak berlaku bagi tenaga medis dan tenaga
kefarmasian.
6. Berlaku pada tanggal diundangkan
ASPEK PERMENKES RI NO. 889 TAHUN 2011

Judul Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin KerjaTenaga Kefarmasian

Latar
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37 ayat (4), Pasal 42 ayat (4),
Belakang
Pasal 50 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
/Alasan
tentang Pekerjaan Kefarmasian
Diterbitkan

15. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah
16. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
17. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
18. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
TenagaKesehatan
19. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
20. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Dasar Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Hukum Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota
21. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian
22. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta
Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian
Negara
23. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan
TataKerja Kementerian Kesehatan
Definisi : Pekerjaan kefarmasian, Tenaga kefarmasian, Apoteker,
Tenaga Teknis Kefarmasian, Sertifikat kompetensi profesi,
Registrasi, Registrasi ulang, Surat Tanda Registrasi Apoteker, Surat
Ketentuan
Tanda Registrasi Apoteker Khusus, Surat Tanda Registrasi Tenaga
Umum
Teknis Kefarmasian, Surat Izin Praktik Apoteker, Surat Izin Kerja
Apoteker, Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian, Komite
Farmasi Nasional, Organisasi profesi, Direktur Jenderal, Menteri

Materi
Muatan 6. Registrasi
/Aspek 7. Izin Praktik Dan Izin Kerja
yang 8. Komite Farmasi Nasional
Diatur 9. Pembinaan Dan Pengawasan

Materi pasal 2-6 tentang ketentuan umum registrasi. pasal 7-8 tentang
Farmasi persyaratan registrasi. pasal 9-11 tentang sertifikat kompetensi
profesi. pasal 12-14 tentang tata cara memperoleh surat tanda
registrasi. pasal 15 tentang registrasi ulang. pasal 16 tentang
pencabutan STRA dan STRTTK. pasal 17-20 tentang ketentuan
umum izin praktik dan izin kerja. pasal 21-22 tentang tata cara
memperoleh SIPA, SIKA, dan SIKTTK. Pasal 23 tentang pencabutan
izin. Pasal 24 tentang pelaporan. Pasal 25-32 tentang Komite Farmasi
Nasional. Pasal 33-34 tentang pembinaan dan pengawasan.

Sanksi -

Aturan 3. Pasal 35-37 Ketentuan Peralihan


Peralihan 4. Pasal 38-39 Ketentuan Penutup
/Penutup

ANATOMI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NO. 006 TAHUN 2012


TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL
ASPEK PMK 006/2012

Judul Industri dan Usaha Obat Tradisional

Latar Belakang / Alasan a. Bahwa dalam rangka memberikan iklim usaha yang
Diterbitkan kondusif bagi produsen obat tradisional perlu dilakukan
pengaturan industri dan usaha obat tradisional dengan
memperhatikan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu obat
tradisional yang dibuat;
b. Bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional sudah tidak
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kebutuhan hukum;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Industri dan Usaha Obat
Tradisional.
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang
Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
Dasar Hukum 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3274);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang
Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan
Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986
Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3330);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor
138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3781);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2009 tentang Jenis
dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang
Berlaku Pada Departemen Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 26, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4975);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
10. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005;
11. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta
Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara;
12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 381/Menkes/SK/
III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 585);
Definisi : Obat Tradisional, Cara Pembuatan Obat Tradisional
yang baik, Industri Obat Tradisional, Industri Ekstrak Bahan
Ketentuan Umum Alam, Usaha Kecil Obat Tradisional, Usaha Mikro Obat
Tradisional, Usaha Jamu Racikan, Usaha Jamu Gendong,
1. Untuk mengatur iklim usaha yang kondusif bagi produsen
obat tradisional sehingga industri dan usaha obat tradisional
memperhatikan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu obat
tradisional yang dibuat;
Tujuan 2. Untuk memperbaharui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional yang sudah
tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kebutuhan hukum.
1. Bentuk Industri dan Usaha Obat Tradisional
2. Perizinan
a. Umum,
b. Persyaratan dan Tata Cara Pemeberian
Persetujuan Prinsip,
c. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin
1) Izin IOT dan IEBA
2) Izin UKOT
3) Izin UMOT
Materi Muatan / Aspek 3. Penyelenggaraan
yang Diatur 4. Perubahan Status dan Kondisi Sarana
a. Perubahan UKOT menjadi IOT
b. Perubahan Izin Industri dan Usaha
5. Laporan
6. Pembinaan dan Pengawasan
a. Pembinaan
b. Pengawasan
c. Sanksi
Materi Farmasi Definisi : Obat Tradisional, Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang baik, Industri Obat Tradisional, Industri
Ekstrak Bahan Alam, Usaha Kecil Obat Tradisional,
Usaha Mikro Obat Tradisional, Usaha Jamu Racikan,
Usaha Jamu Gendong,
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan
Menteri ini dapat dikenakan sanksi administrasi
berupa:
a. Peringatan;
b. Peringatan keras;
c. Perintah penarikan produk dari peredaran;
d. Penghentian sementara kegiatan; atau
e. Pencabutan izin industri atau izin usaha.
(2) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat dikenakan
untuk seluruh kegiatan atau sebagian kegiatan.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
Sanksi ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d, berkaitan
dengan produk dan penerapan persyaratan CPOTB
diberikan oleh Kepala Badan.
(4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, huruf b, dan huruf d berkaitan dengan
persyaratan administratif diberikan secara
berjenjang oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi,
atau Direktur Jenderal.
(5) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e diberikan oleh pemberi izin.
(6) Pencabutan izin industri atau izin usaha yang
berkaitan dengan pelanggaran terhadap produk dan
penerapan persyaratan CPOTB harus mendapat
rekomendasi dari Kepala Badan.
Pasal 46
(1) Permohonan izin industri dan usaha obat tradisional
yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan
Menteri ini tetap diproses berdasarkan ketentuan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri
Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional.
(2) Izin industri dan usaha obat tradisional yang
dikeluarkan berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang
Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan
Pendaftaran Obat Tradisional dinyatakan masih tetap
berlaku.
(3) Izin industri dan usaha obat tradisional sebagaimana
Aturan Peralihan / dimaksud pada ayat (2) harus diperbaharui sesuai
Penutup dengan persyaratan dalam Peraturan Menteri ini
paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri
ini diundangkan.

Pasal 47
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990
tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan
Pendaftaran Obat Tradisional, sepanjang yang
menyangkut izin dan usaha industri obat tradisional,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 48
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
ANATOMI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NO. 007 TAHUN 2012
TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL
ASPEK PMK 007/2012

Judul Registrasi Obat Tradisional

Latar Belakang / Alasan a. Bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari


Diterbitkan peredaran obat tradisional yang tidak memenuhi
persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu perlu
dilakukan penilaian melalui registrasi obat tradisional
sebelum diedarkan;
b. Bahwa pengaturan pendaftaran obat tradisional dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kebutuhan hukum;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Registrasi Obat Tradisional.
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Dasar Hukum Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, TambahanLembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor
138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3781);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 142, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
5. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden
Nomor 64 Tahun 2005;
6. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta
Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
381/Menkes/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat
Tradisional Nasional;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 585);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 006 Tahun 2012
tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 225).
Definisi : Obat Tradisional, Izin Edar, Registrasi, Importir, Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik, Industri Obat
Tradisional, Usaha Obat Kecil Tradisional, Usaha Mikro Obat
Tradisional, Usaha Jamu Racikan, Usaha Jamu Gendong,
Ketentuan Umum
Simplisia, Sediaan Galenik, Obat Tradisional Produksi dalam
Negeri, Obat Tradisional Kontrak, Obat Tradisional Lisensi,
Obat Tradisional Impor, Pemberi Kontrak, Penerima Kontrak,
Sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.
1. Untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat
tradisional yang tidak memenuhi persyaratan keamanan,
khasiat/manfaat, dan mutu;
2. Untuk memperbaharui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
Tujuan
246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional karena sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta kebutuhan hukum;
7. Izin Edar
8. Persyaratan Registrasi
a. Registrasi Obat Tradisional Produksi dalam Negeri
b. Registrasi Obat Tradisional Kontrak
c. Registrasi Obat Tradisional Lisensi
Materi Muatan / Aspek d. Registrasi Obat Tradisional Impor
yang Diatur e. Registrasi Obat Tradisional Khusus Ekspor
9. Tata Cara Registrasi
a. Umum
b. Evaluasi
c. Pemberian Izin Edar
d. Peninjauan Kembali
e. Pelaksanan Izin Edar
10. Evaluasi Kembali
11. Kewajiban Pemegang Nomor Izin Edar
12. Sanksi
Definisi : Obat Tradisional, Izin Edar, Registrasi, Importir, Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik, Industri Obat
Tradisional, Usaha Obat Kecil Tradisional, Usaha Mikro Obat
Tradisional, Usaha Jamu Racikan, Usaha Jamu Gendong,
Materi Farmasi
Simplisia, Sediaan Galenik, Obat Tradisional Produksi dalam
Negeri, Obat Tradisional Kontrak, Obat Tradisional Lisensi,
Obat Tradisional Impor, Pemberi Kontrak, Penerima Kontrak,
Sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.
(1) Kepala Badan dapat memberikan sanksi administratif
berupa pembatalan izin edar apabila:
a. Obat tradisional tidak memenuhi kriteria sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 berdasarkan data terkini;
b. Obat tradisional mengandung bahan yang dilarang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7;
c. Obat tradisional dibuat dan/atau diedarkan dalam
bentuk sediaan yang dilarang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8;
d. Penandaan dan informasi obat tradisional menyimpang
dari persetujuan izin edar;
e. Pemegang nomor Izin edar tidak melaksanakan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22;
f. Izin IOT, UKOT, UMOT, dan importir OT yang
mendaftarkan, memproduksi atau mengedarkan
dicabut;
Sanksi
g. Pemegang nomor izin edar melakukan pelanggaran di
bidang produksi dan/atau peredaran obat tradisional;
h. Pemegang nomor izin edar memberikan dokumen
registrasi palsu atau yang dipalsukan; atau
i. Terjadi sengketa dan telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
(2) Selain dapat memberikan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Kepala Badan dapat memberikan
sanksi administratif lain berupa perintah penarikan dari
peredaran dan/atau pemusnahan obat tradisional yang tidak
memenuhi standar dan/atau persyaratan.

Pasal 24
(1) Permohonan registrasi yang telah diajukan sebelum
berlakunya Peraturan Menteri ini tetap diproses berdasarkan
Aturan Peralihan / ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
Penutup 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional.
(2) Izin edar obat tradisional yang dikeluarkan berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990
tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran
Obat Tradisional dinyatakan masih tetap berlaku.
(3) Izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
diperbarui sesuai dengan persyaratan dalam Peraturan Menteri
ini paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini
diundangkan.

Pasal 25
Semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri
Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional dinyatakan
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum
diganti berdasarkan Peraturan Menteri ini.

Pasal 26
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
181/Menkes/Per/VII/1976 tentang Pembungkusan dan
Penandaan Obat Tradisional;
b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 230/Menkes/IX/1976
tentang Wajib Daftar Simplisia Impor;
c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional sepanjang
yang mengatur pendaftaran obat tradisional sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Menteri ini;
d. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
661/Menkes/Per/VII/1994 tentang Persyaratan Obat
Tradisional; dan
e. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1297/Menkes/Per/XI/1998 tentang Peredaran Obat
Tradisional Impor; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 27
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

ANATOMI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NO. 34 TAHUN 2017


TENTANG AKREDITASI RUMAH SAKIT
ASPEK PMK 34 / 2017

Judul Akreditasi Rumah Sakit

a. Bahwa untuk melindungi masyarakat terhadap mutu


pelayanan Rumah Sakit dan melaksanakan amanat
ketentuan Pasal 40 ayat (4) Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, diperlukan
penyempurnaan terhadap penyelenggaraan Akreditasi
Rumah Sakit;
b. Bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 012 Tahun
Latar Belakang / Alasan 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit sudah tidak sesuai
Diterbitkan lagi dengan kebutuhan rumah sakit dan pelayanan
kesehatan;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Kesehatan tentang tentang Akreditasi Rumah
Sakit;
Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072);
3. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2015 tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 159);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014
tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1221);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
1508);
Ketentuan Umum Definisi : Akreditasi, Standar Akreditasi, Rumah Sakit

a. Meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit dan


melindungi keselamatan pasien Rumah Sakit;
b. Meningkatkan perlindungan bagi masyarakat, sumber daya
manusia di Rumah Sakit dan Rumah Sakit sebagai institusi;
c. Mendukung program Pemerintah di bidang kesehatan; dan
Tujuan
d. Meningkatkan profesionalisme Rumah Sakit Indonesia di
mata Internasional.
Pasal 3
(1) Setiap Rumah Sakit wajib terakreditasi.
(2) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan secara berkala paling sedikit setiap 3 (tiga)
tahun.
(3) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Rumah Sakit paling lama setelah beroperasi 2 (dua)
tahun sejak memperoleh izin operasional untuk pertama
kali.
Pasal 4
(1) Akreditasi dilaksanakan oleh lembaga independen
penyelenggara Akreditasi yang berasal dari dalam atau luar
negeri.
Materi Muatan / Aspek (2) Lembaga independen penyelenggara Akreditasi
yang Diatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri.
(3) Lembaga independen penyelenggara Akreditasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus telah
terakreditasi oleh lembaga International Society for Quality
in Health Care (ISQua).
(4) Lembaga independen penyelenggara Akreditasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban:
a. Melaksanakan Akreditasi berdasarkan Standar
Akreditasi masing-masing; dan
b. Menyusun tata laksana penyelenggaraan Akreditasi.

Pasal 6
Penyelenggaraan Akreditasi meliputi kegiatan:
a. persiapan Akreditasi;
b. pelaksanaan Akreditasi; dan
c. pascaakreditasi

Materi Farmasi Definisi : Akreditasi, Standar Akreditasi, Rumah Sakit

Pasal 16
Sanksi Setiap orang termasuk badan hukum yang dengan sengaja
mencantumkan status Akreditasi palsu dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 17
Rumah Sakit yang belum terakreditasi harus menyesuaikan
dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lambat 2
(dua) tahun sejak diundangkan.
Aturan Peralihan /
Penutup

Pasal 18
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 012 Tahun 2012 tentang Akreditasi
Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 413), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 19
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

ANATOMI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NO. 1148 TAHUN 2011


TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI
ASPEK PMK 1148/2011
Judul Pedagang Besar Farmasi

a. Bahwa masyarakat perlu dilindungi dari peredaran obat dan


bahan obat yang tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan dan khasiat/manfaat;
b. Bahwa pengaturan Pedagang Besar Farmasi dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 918/Menkes/Per/X/1993 tentang
Pedagang Besar Farmasi sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1191/Menkes/SK/IX/2002 dan pengaturan Pedagang Besar
Farmasi Penyalur Bahan Baku Obat dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 287/MENKES/SK/X/1976
Latar Belakang / Alasan tentang Pengimporan, Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan
Diterbitkan Baku Obat, sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan hukum;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Pedagang Besar Farmasi;

1. Ordonansi Obat Keras (Staatsblad Nomor 419 Tahun 1949);


2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
Dasar Hukum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor
10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3671);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4727);
5. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5062);
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor
138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3781);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang
Prekursor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5126);
11. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005;
12. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta
Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara;
13. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar
Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang
Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal;
14.Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
189/Menkes/SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional;
15.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan;
Ketentuan Umum Definisi : Pedagang Besar Farmasi, PBF Cabang, Obat, Bahan
Obat Cara Distribusi Obat yang Baik.
1. Perlunya masyarakat dilindungi dari peredaran obat dan
bahan obat yang tidak memenuhi persyaratan mutu,
Tujuan keamanan dan khasiat/manfaat;
2. Perlu adanya peraturan yang terbaru tentang Pedagang Besar
Farmasi, karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan
dan kebutuhan hukum;
13. Perizinan
a. Umum
b. Tata Cara Pemberian Izin PBF
c. Tata Cara Pemberian Pengakuan PBF Cabang
Materi Muatan / Aspek
d. Masa Berlaku
yang Diatur
14. Penyelenggaraan
15. Gudang PBF
16. Pelaporan
17. Pembinaan dan Pengawasan

Materi Farmasi Definisi : Pedagang Besar Farmasi, PBF Cabang, Obat, Bahan
Obat Cara Distribusi Obat yang Baik.
Pasal 33
(1) Pelanggaran terhadap semua ketentuan dalam Peraturan
Menteri ini dapat dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa:
a. peringatan;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. pencabutan pengakuan; atau
d. pencabutan izin.
(3) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b berlaku paling lama 21 hari kerja
dan harus dilaporkan kepada Direktur Jenderal.

Pasal 34
(1) Dalam hal PBF atau PBF Cabang diberikan sanksi
administratif berupa penghentian sementara kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf b,
Sanksi pengaktifan kembali izin atau pengakuan dapat dilakukan
jika PBF atau PBF Cabang telah membuktikan pemenuhan
seluruh persyaratan administratif dan teknis sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
(2) Direktur Jenderal berwenang mencabut Izin PBF
berdasarkan rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
dan/atau hasil analisis pengawasan dari Kepala Badan.
(3) Kepala Badan berwenang memberi sanksi administratif
dalam rangka pengawasan berupa Peringatan dan
Penghentian Sementara Kegiatan PBF dan/atau PBF
Cabang.
(4) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi berwenang memberi
sanksi administratif berupa peringatan, penghentian
sementara kegiatan PBF dan/atau PBF Cabang, dan
pencabutan pengakuan PBF Cabang.
(5) Kepala Badan wajib melaporkan pemberian sanksi
administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
(6) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi wajib melaporkan
pemberian sanksi administratif kepada Direktur Jenderal.
Pasal 35
(1) PBF dan PBF Cabang yang telah memiliki izin dan/atau
pengakuan sebelum Peraturan Menteri ini diundangkan, wajib
menyesuaikan perizinan dan penyelenggaraan usahanya paling
lama 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Peraturan Menteri
Aturan Peralihan /
ini.
Penutup
(2) Permohonan Izin PBF dan PBF Cabang yang telah diajukan
sebelum mulai berlakunya Peraturan Menteri ini tetap diproses
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1191/Menkes/SK/IX/2002 atau Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 287/Menkes/SK/X/1976 tentang
Pengimporan, Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan Baku Obat.

Pasal 36
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
918/MENKES/PER/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1191/MENKES/SK/IX/2002 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
918/MENKES/PER/X/1993 tentang Pedagang Besar
Farmasi; dan
b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
287/MENKES/SK/XI/1976 tentang Ketentuan Pengimporan,
Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan Baku; dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 37
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

ANATOMI PERMENKES NO. 10 TAHUN 2013

Aspek PMK No. 10 Tahun 2013

Judul Impor dan Ekspor Narkotik, Psikotropik dan Prekursor Farmasi

Latar 1. pengaturan ekspor impor psikotropika dalam Peraturan


Belakang/Alasan Menteri Kesehatan Nomor 785/Menkes/Per/VII/1997 dan
diterbitkan ekspor impor prekursor farmasi dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 168/Menkes/Per/II/2005
2. Pasal 22 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika
3. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika
4. Pasal 10 ayat (4) huruf a dan huruf c Peraturan
Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor
Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976tentang Pengesahan
Konvensi Tunggal Narkotika
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan
Convention on Psychotropic Substances 1971 (Konvensi
Psikotropika 1971)
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan
United Nations Convention Against Illicit Trafict in Narcotic
Drugs and Psychotropic Substances, 1988
5. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
8. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian
9. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang
Prekursor
10. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan
Ketentuan Umum Definisi : Narkotika, Psikotropika, Prekursor, Prekursor farmasi,
Impor, Ekspor, Surat Persetujuan Impor, Surat Perserujuan
Ekspor, Importir Produsen psikotropik,Importir Produsen
Prekursor Farmasi, Importir Terdaftar Psikotropik, Importir
Terdaftar Prekursor Farmasi, Eksportir Produsen Psikotropik,
Eksportir Produsen Prekursor Farmasi, Eksportir Terdaftar
Psikotropik, Eksportir Terdaftar Prekursor Farmasi, Industri
Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Lembaga Ilmu Pengetahuan,
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Direktur Jendral,
Menteri

Tujuan -

Materi Muatan/Aspek KETENTUAN UMUM, IMPOR NARKOTIK, PSIKOTROPIK,


yang Diatur DAN PREKURSOR FARMASI (Umum, Pelaksanaan Impor,
Persyaratan dan Tata Cara Memperoleh Izin Importir, Persyaratan
dan Tata Cara Memperoleh SPI), EKSPOR NARKOTIKA,
PSIKOTROPIKA DAN PREKURSOR FARMASI (Umum, ,
Pelaksanaan Ekspor, Persyaratan dan Tata Cara Memperoleh Izin
Eksportir, Persyaratan dan Tata Cara Memperoleh Surat
Persetujuan Ekspor), PERUBAHAN SPI/SPE, PENCATATAN
DAN PELAPORAN, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN,
KETENTUAN PERALIHAN, KETENTUAN PENUTUP

Materi Farmasi KETENTUAN UMUM, IMPOR NARKOTIK, PSIKOTROPIK,


DAN PREKURSOR FARMASI (Umum, Pelaksanaan Impor,
Persyaratan dan Tata Cara Memperoleh Izin Importir, Persyaratan
dan Tata Cara Memperoleh SPI), EKSPOR NARKOTIKA,
PSIKOTROPIKA DAN PREKURSOR FARMASI (Umum, ,
Pelaksanaan Ekspor, Persyaratan dan Tata Cara Memperoleh Izin
Eksportir, Persyaratan dan Tata Cara Memperoleh Surat
Persetujuan Ekspor), PERUBAHAN SPI/SPE, PENCATATAN
DAN PELAPORAN, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN,
KETENTUAN PERALIHAN, KETENTUAN PENUTUP

Sanksi Sanksi Administratif, pencabutan izin,

Aturan 1. Permohonan izin sebagai importir/eksportir Psikotropika


Peralihan/Penutup dan/atau Prekursor Farmasi, atau permohonan SPI/SPE
Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi yang
telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap
diproses berdasarkan peraturan atau ketentuan yang
ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini.
2. Izin importir/eksportir atau SPI/SPE yang dikeluarkan
berdasarkan peraturan atau ketentuan yang ditetapkan
sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dinyatakan masih
tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
785/Menkes/Per/VII/1997 tentang Ekspor dan Impor
Psikotropika; danPeraturan Menteri Kesehatan Nomor
168/Menkes/Per/II/2005 tentang Prekursor Farmasi,
sepanjang yang menyangkut Impor dan Ekspor Prekursor
Farmasi; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku

ANATOMI PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT
KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

ASPEK PERMENKES NO. 1190/MENKES/PER/VIII/2010


Judul Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga

Latar Belakang / Alasan Untuk memberi pengamanan dari penggunaan yang


Diterbitkan tidak tepat dan melindungi masyarakat dari peredaran
Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga yang tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan perlu dilakukan penilaian
sebelumdiedarkan
Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi Dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota
6. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2009 tentang
Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kesehatan
7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara
Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon
I KementerianNegara
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1575/Menkes/Per/XII/2005 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Kesehatan

Ketentuan Umum Definisi : Alat kesehatan; Perbekalan Kesehatan


Rumah Tangga; Perusahaan; Penyalur Alat Kesehatan;
Produk rekondisi/Produk remanufacturing;Perusahaan
rumah tangga; Izin edar; Surat keterangan impor; Surat
keterangan izin ekspor; Mutu; Penandaan; Etiket/label;
Pemerintah Pusat; Pemerintah Daerah; Menteri;
Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan

Tujuan Untuk memberi pengamanan dari penggunaan yang


tidak tepat dan melindungi masyarakat dari peredaran
Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga yang tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan perlu dilakukan penilaian
sebelumdiedarkan

Materi Muatan / Aspek yang Diatur 1. Izin Edar Alkes dan PKRT
2. Tata Cara Permohonan Izin Edar
3. Masa Berlaku Izin Edar
4. Perpanjangan Masa Berlauk izin Edar
5. Perubahan Izin Edar
6. Pelaporan
7. Penandaan Alat Kesehatan dan/atau PKRT
8. Iklan Alat Kesehatan dan/atau PKRT
9. Pemeliharaan Mutu
10. Ekspor dan Impor
11. Peselisihan Keagenan
12. Peran Serta Masyarakat
13. Pembinaan dan Pengawasan

Materi Farmasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Peredaran, Izin Edar,


Ekspor dan Impor Sediaan Farmasi dan Alkes,
Kemasan Sediaan Farmasi dan Alkes, Penandaan dan
Iklan Sediaan Farmasi dan Alkes, Pemeliharaan Mutu,
Sanksi sanksi administratif atas pelanggaran terhadap
ketentuan Peraturan ini, dapat berupa:
1. Peringatanlisan;
2. Peringatan tertulis;atau
3. Pencabutanizin

Aturan Peralihan / Penutup Pada saat Peraturan ini mulaiberlaku:


a. izin edar alat kesehatan dan PKRT yang telah
diterbitkan berdasarkan Permenkes No.
1184/MenKes/Per/X/2004 dinyatakan masih tetap
berlaku sampai dengan habis masaberlakunya;
b. permohonan izin edar yang sedang dalam proses
diselesaikan berdasarkan ketentuan Permenkes
No. 1184/MenKes/Per/X/2004.
Penyesuaian terhadap ketentuan Peraturan ini paling
lambat 1 ( satu ) tahun sejak ditetapkannya
Peraturanini

ANATOMI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NO 70 TAHUN 2014

ASPEK PMK NO 70 TAHUN 2014

Judul Perusahaan rumah tangga alat kesehatan dan perbekalan kesehatan


rumah tangga

Latar belakang/ 1. Masyarakat perlu dilindungi kesehatan dan keselamatannya


alasan diterbitkan terhadap kesalahgunaan, penyalahgunaan, dan penggunaan alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang tidak
memenuhi persyaratan dan standar keamanan, mutu, dan manfaat;
2. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1189/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Produksi
Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Perusahaan
Rumah Tangga Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga;
Dasar hukum 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1999
Nomor 42, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia
Nomor 3821);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor
4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaga Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4866);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
5. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 3781);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35
Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 741);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1189/Menkes/Per/VIII/2010
tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 399);
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1190/Menkes/Per/VIII/2010
tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 400);
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1191/Menkes/Per/VIII/2010
tentang Penyaluran Alat Kesehatan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 401);
Ketentuan umum Definisi : perusahaan rumah tangga, produksi, alat kesehatan,
perbekalan kesehatan rumah tangga ( PKRT), sertifikat perusasahaan
rumah tangga, menteri

Tujuan -

Materi muatan/ 1. Alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga tertentu
aspek yang diatur 2. Sertifikat perusahaan rumah tangga
3. Penyelenggaraan
4. Pencatatatan dan pelaporan
5. Pembinaan dan pengawasan
6.
Materi farmasi Perusahaan rumah tangga, kriteria PKRT dan alat kesehatan,

Sanksi -

Aturan 1. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


peralihan/penutup 2. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Daftar Perkabpom :
1. PERKABPOM RI NO.24 TAHUN 2017
2. PERKABPOM RI NO. 12 TAHUN 2015
3. PERKABPOM RI NO. 14 TAHUN 2017
4. PERKABPOM RI NO. 25 TAHUN 2017
5. PERKABPOM RI NO.7 TAHUN 2016
6. PERKABPOM RI NO. 40 TAHUN 2013
7. PERKABPOM RI NO. HK.00.05.1.23.3516
8. PERKABPOM RI NO. 28 TAHUN 2013
9. PERKABPOM RI NO. HK.00.05.41.1384
10. PERKABPOM RI NO. 18 TAHUN 2015
11. PERKABPOM RI NO.21 TAHUN 2002
12. KEP DIRJEN BINA FARMALKES NO. HK.02.03/I/769/2014
13. PERKABPOM RI NO. 8 TAHUN 2017
14. PERKABPOM RI NO.30 TAHUN 2017
15. PERKABPOM RI NO.29 TAHUN 2017
16. PERKABPOM RI NO. HK.00.05.1.23.3516

ANATOMI PERATURAN KEPALA BADAN POM NOMOR 24 TAHUN 2017

ASPEK PERATURAN KA. BPOM NO 24 TAHUN 2017

JUDUL KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT

1. Untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi


LATAR persyaratan khasiat, keamanan, dan mutu perlu dilakukan registrasi sebelum
BELAKANG diedarkan
/ALASAN 2. Penyesuaian terhadap Peraturan Kepala BPOM nomor 08481 tahun 2011 Jo
DITERBITKAN Peraturan Kepala BPOM nomor 17 tahun 2016 tentang kriteria dan tata
laksana registrasi obat
1. Ordonansi Obat Keras
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
4. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
6. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang BPOM
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010 Tahun 2008Jo Permenkes Nomor
1120 Tahun 2008 tentang Registrasi Obat
DASAR 8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799 Tahun 2010 Jo Permenkes Nomor
HUKUM 16 Tahun 2103 tentang Industri Farmasi
9. Peraturan Kepala BPOM HK.03.01.23.12.11.10217 Tahun 2011 tentang Obat
Wajib Uji Ekivalensi
10. Peraturan Kepala BPOM Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang
Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik
11. Peraturan Kepala BPOM Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang
Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik
12. Keputusan Kepala BPOM Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 Jo
Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004 tentang
Organisasi dan Tata Kerja BPOM

Definisi : Registrasi Obat, Obat, Produk Biologi, Kontrasepsi, Narkotika,


Psikotropika, Izin Edar, Pemilik Izin Edar, Label, Ringkasan Karakteristik
Produk/Brosur, Informasi Produk, Informasi Produk untuk Pasien, Pendaftar,
Industri Farmasi, Industri Farmasi Dalam Negeri, Registrasi Baru, Registrasi
Variasi, Registrasi Variasi Major, Registrasi Variasi Minor, Registrasi Variasi
KETENTUAN
Notifikasi, Registrasi Ulang, Produk Biosimilar, Cara Pembuatan Obat yang Baik
UMUM
(CPOB), Zat Aktif, Eksipien, Komposisi, Formula, Obat Baru, Obat Generik
Bermerek, Obat Generik, Obat Generik Pertama, Obat Produksi Dalam Negeri,
Pemberi Kontrak, Obat Impor, Produk Jadi, Produk Ruahan, Obat Kontrak, Obat
Lisensi, Obat yang Dilindungi Paten, Obat Pengembangan Baru, Orphan Drug,
Formulir, Hari, Kepala Badan

MATERI PERSYARATAN DAN KRITERIA, KATEGORI REGISTRASI,


MUATAN PERSYARATAN REGISTRASI, TATA LAKSANA REGISTRASI, EVALUASI
/ASPEK YANG DAN PEMBERIAN KEPUTUSAN, MASA BERLAKU IZIN EDAR,
DIATUR PELAKSANAAN IZIN EDAR, PENILAIAN KEMBALI
Pasal 2-3 tentang persyaratan; Pasal 4 tentang kriteria; Pasal 5 tentang kategori
registrasi; Pasal 6 tentang nama obat; Pasal 7 tentang registrasi; Pasal 8 tentang
registrasi obat produksi dalam negeri; Pasal 9-10 tentang registrasi obat kontrask
produksi dalam negeri; Pasal 11-16 tentang registrasi obat impor; Pasal 17 tentang
registrasi narkotika; Pasal 18 tentang registrasi obat lisensi; Pasal 19 tentang
registrasi obat khusus ekspor; Pasal 20-21 tentang registrasi obat yang dilindungi
paten; Pasal 22 tentang regisstrasi obat pengembangan baru; Pasal 23 tentang
registrasi obat generik; Pasal 24 tentang registrasi orphan drug; Pasal 25-26
MATERI
tentang ketentuan umum tata laksana registrasi; Pasal 27-31 tentang dokumen
FARMASI
registrasi; Pasal 32 tentang tanggung jawab pendaftar; Pasal 33-36 tentang
praregistrasi; Pasal 37 tentang jalur evaluasi; Pasal 38-39 tentang registrasi baru;
Pasal 40-41 tentang registrasi variasi; Pasal 42 tentang registrasi ulang; Pasal 43
tentang contoh obat dan baku pembanding; Pasal 44-48 tentang evaluasi; Pasal 49
tentang pemberian keputusan; Pasal 50-52 tentang persetujuan; Pasal 53 tentang
penolakan; Pasal 54-56 tentang peninjauan kembali; Pasal 57 tentang pengajuan
kembali registrasi; Pasal 58-59 tentang masa berlaku izin edar; Pasal 60-61
tentang pelaksanaan izin edar; Pasal 62 tentang penilaian kembali.

SANKSI Sanksi administratif

1. Pasal 66 Ketentuan Peralihan (registrasi yang diajukan sebelum peraturan ini


ATURAN berlaku tetap diproses sesuai PKaBPOM terdahulu)
PERALIHAN 2. Pasal 67 Ketentuan Penutup (PKaBPOM HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun
/PENUTUP 2011Jo PKaBPOM Nomor 3 Tahun 2013 Jo PKaBPOM Nomor 17 Tahun
2016 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; peraturan berlaku sejak tanggal
diundangkan)

ANATOMI PERKABPOM NO. 12 TAHUN 2015


ASPEK PERKABPOM RI NO. 12 TAHUN 2015

JUDUL PENGAWASAN PEMASUKAN OBAT DAN MAKANAN KE


DALAM WILAYAH INDONESIA

h. bahwa dalam rangka memperlancar arus barang untuk kepentingan


perdagangan (custom clearance dan cargo release) dalam kerangka
Indonesia National Single Window perlu penyempurnaan ketentuan
pengawasan pemasukan Obat dan Makanan;
i. bahwa pengaturan pengawasan pemasukan Obat dan Makanan yang
LATAR telah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
BELAKANG / dan Makanan Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pengawasan
ALASAN Pemasukan Obat dan Makanan ke Dalam Wilayah Indonesia, perlu
DITERBITKAN disesuaikan dengan ketentuan terkini di bidang impor;
j. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan tentang Pengawasan Pemasukan Obat
dan Makanan ke Dalam Wilayah Indonesia;
1. UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
2. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
4. PP Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan
5. PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
6. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan,
Mutu dan Gizi Pangan
7. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada
Badan Pengawas Obat dan Makanan
8. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2012 tentang Perlakuan
Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Tata Laksana Pemasukan
dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Serta Berada di Kawasan yang
Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan
DASAR HUKUM Pelabuhan Bebas
9. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun
2013;
10. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013;
11. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan
Sistem Elektronik dalam Kerangka Indonesia National Single
Window sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 35 Tahun 2012;
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010/Menkes/Per/XI/2008
tentang Registrasi Obat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor …) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1120/Menkes/Per/XII/2008;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1176/Menkes/Per/VIII/2010
Tahun 2010 tentang Notifikasi Kosmetika (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 397);
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010
tentang Industri Farmasi sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2013
15. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.011/2011 Tahun
2011 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan
Pembebanan Tarif Biaya Masuk atas Barang Impor sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 132/PMK.010/2015;
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011
tentang Pedagang Besar Farmasi sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2014
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 007 Tahun 2012 tentang
Registrasi Obat Tradisional
18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 tentang
Bahan Tambahan Pangan
19. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 48/MDAG/PER/7/2015
tentang Ketentuan Umum di BidangImpor;
20. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan MakananNomor
02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasidan Tata Kerja
Badan Pengawas Obat dan Makanansebagaimana telah diubah
dengan Keputusan Kepala BadanPengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.21.4231Tahun 2004.
21. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan MakananNomor
HK.00.05.5.00617 Tahun 2001 tentangPemberlakuan Kodeks
Makanan Indonesia 2001;
22. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan MakananNomor
HK.00.05.23.3644 Tahun 2004 tentang KetentuanPokok
Pengawasan Suplemen Makanan;
23. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan MakananNomor
HK.00.05.41.1381 Tahun 2005 tentang TataLaksana Pendaftaran
Suplemen Makanan;
24. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan MakananNomor
HK.00.05.41.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria danTata Laksana
Pendaftaran Obat Tradisional, Obat HerbalTerstandar dan
Fitofarmaka;
25. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan MakananNomor
HK.00.05.23.4415 Tahun 2008 tentangPemberlakuan Sistem
Elektronik dalam Kerangka IndonesiaNational Single Window di
Lingkungan Badan PengawasObat dan Makanan;
26. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan MakananNomor
HK.03.1.23.12.10.11983 Tahun 2010 tentangKriteria dan Tata
Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika(Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 598)sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Kepala BadanPengawas Obat dan Makanan
Nomor 34 Tahun 2013
27. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan MakananNomor
HK.03.1.23.12.10.12459 Tahun 2010 tentangPersyaratan Teknis
Kosmetika (Berita Negara RepublikIndonesia Tahun 2010 Nomor
653) sebagaimana telahdiubah dengan Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 44 Tahun 2013
28. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.23.12.11.10052 Tahun 2011 tentang Pengawasan
Produksi dan Peredaran Kosmetika
29. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.23.12.11.10719 Tahun 2011 tentang TataCara
Pemusnahan Kosmetika
30. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.23.07.11.6662 Tahun 2011 tentang Persyaratan Cemaran
Mikroba dan Logam Berat dalam Kosmetika
31. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata
Laksana Registrasi Obat sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 3
Tahun 2013
32. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 tentang Pendaftaran Pangan
Olahan
33. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan MakananNomor
HK.03.1.5.12.11.09956 Tahun 2011 tentang TataLaksana
Pendaftaran Pangan Olahan
34. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 4
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan BahanPengkarbonasi
35. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 5
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Humektan
36. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 6
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Pembawa
37. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 7
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Perlakuan Tepung
38. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 8
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan PengaturanKeasaman
39. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Pengeras
40. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 10
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Anti Kempal
41. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 11
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Pengembang
42. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Pelapis
43. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 13
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Anti Buih
44. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 14
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Propelan
45. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 15
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Pengental
46. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 16
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Garam Pengemulsi
47. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 17
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Gas untuk Kemasan
48. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 18
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Sekuestran
49. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 19
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Pembentuk Gel
50. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 20
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Pengemulsi
51. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 21
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Peretensi Warna
52. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 22
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Pembuih
53. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 23
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Penguat Rasa
54. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 24
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Penstabil
55. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 25
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Peningkat Volume
56. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 36
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Pengawet
57. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan MakananNomor 37
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Pewarna
58. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 38
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Antioksidan
59. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 4
Tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Pemanis
60. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12
Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional
61. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 14
Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan
62. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 1
Tahun 2015 tentang Kategori Pangan
Definisi : Obat dan Makanan, Pemasukan Obat dan Makanan, Surat
Keterangan Impor, Pemohon SKI, Pelayanan Prioritas, Service Level
Arrangement, Obat, Produk Biologi, Obat Tradisional, Obat Kuasi,
KETENTUAN
Kosmetika, Suplemen Kesehatan, Pangan Olahan, Izin Edar, Batas
UMUM
Kedaluwarsa, Nomor Aju, Hari, e-payment, Produk Ruahan (bulk),
Kepala Badan, Deputi.

-
TUJUAN

RUANG LINGKUP (persyaratan pemasukan, tata cara permohonan,


persetujuan pemasukan, dokumentasi, biaya, pemasukan kembali,
MATERI sanksi), PERSYARATAN PEMASUKAN, TATA CARA
MUATAN / PERMOHONAN (Pendaftaran Pemohon, Pengajuan Permohonan,
ASPEK YANG Pengajuan Vaksin dan Sera, Pengajuan Permohonan Obat Tradisional,
DIATUR Obat Kuasi, Kosmetika dan Suplemen Kesehatan, Pengajuan
Permohonan Pangan Olahan, Tanggung Jawab Pemohon),
PERSETUJUAN PEMOHON (SKI), DOKUMENTASI,
PEMASUKAN KEMBALI

RUANG LINGKUP (persyaratan pemasukan, tata cara permohonan,


persetujuan pemasukan, dokumentasi, biaya, pemasukan kembali,
sanksi), PERSYARATAN PEMASUKAN, TATA CARA
PERMOHONAN (Pendaftaran Pemohon, Pengajuan Permohonan,
MATERI
Pengajuan Vaksin dan Sera, Pengajuan Permohonan Obat Tradisional,
FARMASI
Obat Kuasi, Kosmetika dan Suplemen Kesehatan, Pengajuan
Permohonan Pangan Olahan, Tanggung Jawab Pemohon),
PERSETUJUAN PEMOHON (SKI), DOKUMENTASI,
PEMASUKAN KEMBALI

SANKSI Sanksi administratif

1. Permohonan SKI tetap diproses berdasarkan Peraturan Kepala


Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 27 Tahun 2013
ATURAN tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke Dalam
PERALIHAN / Wilayah Indonesia dengan batas waktu paling lama 1 (satu) bulan
PENUTUP sejak Peraturan ini diundangkan.
2. Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan pemasukan Obat dan Makanan yang telah ada masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan atau belum diganti
berdasarkan Peraturan ini.
3. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 27
Tahun 2013 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan
ke Dalam Wilayah Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

ANATOMI PERKABPOM RI NO. 14 TAHUN 2017

ASPEK PERKABPOM RI NO. 14 TAHUN 2017

JUDUL PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK

LATAR
BELAKANG / a. bahwa beberapa ketentuan mengenai Dokumen Informasi Produk
ALASAN sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas
DITERBITKAN Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.12.10.12123 Tahun 2010
tentang Pedoman Dokumen Informasi Produk perlu disesuaikan
dengan perkembangan terkini di bidang Kosmetika;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan tentang Pedoman Dokumen Informasi Produk;

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan


Konsumen
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
5. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan
Pengawas Obat dan Makanan
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
DASAR HUKUM 1175/MENKES/PER/VI/2010 Tahun 2010 tentang Izin Produksi
Kosmetika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
396) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 63 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1175/MENKES/PER/VI/2010 Tahun 2010 tentang Izin Produksi
Kosmetika
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1176/MENKES/PER/VIII/2010 Tahun 2010 tentang Notifikasi
Kosmetika
8. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.23.12.10.11983 Tahun 2010 tentang Kriteria dan Tata
Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika
9. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 14
Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis
10. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 18
Tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika
11. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 19
Tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis Kosmetika
12. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah
dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Badan Pengawas Obat dan Makanan
13. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.4.3870 Tahun 2003 tentang Pedoman Cara Pembuatan
Kosmetik yang Baik;
Definisi : Kosmetika, Dokumen Informasi Produk (DIP), Template
KETENTUAN Notifikasi, Pemohon Notifikasi, Pemilik Nomor Notifikasi, Penilai
UMUM Keamanan (Safety Assessor), Petugas, Kepala Badan

-
TUJUAN

MATERI
MUATAN /
ASPEK YANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK, AUDIT DIP
DIATUR

1. Pedoman Dokumen Informasi Produk


a. mengisi data pada Template Notifikasi secara elektronik yang
dapat diakses melalui website BPOM
b. Pemohon Notifikasi harus memiliki DIP untuk setiap
Kosmetika yang akan dinotifikasi
c. DIP : (Bagian I : Dokumen Administrasi; Bagian II : Data
Mutu dan Keamanan Bahan Kosmetika; Bagian III : Data
MATERI Mutu Kosmetika; dan Bagian IV : Data Keamanan dan
FARMASI Kemanfaatan Kosmetika.)
d. DIP harus disimpan paling singkat 6 (enam) tahun terhitung
setelah Kosmetika terakhir diproduksi atau diimpor.
2. Audit DIP
a. Audit DIP rutin (pemberitahuan paling lama 30 (tiga puluh)
hari sebelum pelaksanaan audit)
b. Audit DIP khusus (tanpa pemberitahuan sebelumnya,
dilakukan untuk tindak lanjut hasil pengawasan selama
beredar (post market) dan/atau adanya laporan/pengaduan
masyarakat)
sanksi administratif
SANKSI

1. Pada saat Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku, DIP untuk
Kosmetika yang telah dinotifikasi dan disusun berdasarkan
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.03.1.23.12.10.12123 Tahun 2010 tentang Pedoman
Dokumen Informasi Produk tetap dapat digunakan.
ATURAN 2. Pada saat Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku,
PERALIHAN / Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
PENUTUP HK.03.1.23.12.10.12123 Tahun 2010 tentang Pedoman
Dokumen Informasi Produk, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

ANATOMI PERKABPOM RI NO. 25 TAHUN 2017

ASPEK PERKABPOM RI NO. 25 TAHUN 2017

JUDUL
Tata Cara Sertifikasi Cara Distribusi Obat yang Baik

a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (2)


Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
LATAR HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman
BELAKANG / Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik, perlu menetapkan
ALASAN Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang
DITERBITKAN Tata Cara Sertifikasi Cara Distribusi Obat yang Baik;

1. Ordonansi Obat Keras (Sterkwerkende Geneesmiddelen


Ordonnantie, Staatsblad 1949:419);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3671);
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
DASAR HUKUM (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5062);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781);
6. Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5044);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5419);
8. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan
Pengawas Obat dan Makanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 180);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 Tahun 2011 tentang Pedagang
Besar Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 370) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2014 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 Tahun 2011 tentang Pedagang
Besar Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 1097);
10. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.34.11.1.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis
Cara Distribusi Obat yang Baik (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 1268);
11. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 1714);
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015 tentang
Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 74);
13. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan
Makanan;

KETENTUAN Pasal 1
UMUM
Definisi : Obat, Bahan Obat, Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB),
Pedagang Besar Farmasi (PBF), PBF Cabang, Sertifikast CDOB,
Pemohon, Audit Pemenuhan Persyaratan CDOB (Pemeriksaan),
Corrective Action and Preventive Action (CAPA), Kepala Badan,
Deputi, Direktur, Kepala Balai, Hari.

Pasal 2
PBF atau PBF Cabang dalam menyelenggarakan pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran Obat dan/atau Bahan Obat wajib
menerapkan Pedoman Teknis CDOB sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan

-
TUJUAN

17. Sertifikat CDOB


MATERI 18. Persyaratan
MUATAN / 19. Tata Cara Permohonan (Pendaftaran Pemohon, Permohonan
ASPEK YANG Sertifikat CDOB, Penerbitan Sertifikat CDOB, Perubahan
DIATUR Sertifikat, Resertifikasi, Biaya Permohonan)
20. Sanksi Administratif

1. Sertifikat CDOB
a. diberikan untuk kegiatan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran, obat dan bahan obat. Termasuk produk rantai
dingin (vaksin, produk biologi lainnya, narkotika, psikotropika
dan prekursor)

2. Persyaratan
a. Memiliki izin PBF untuk PBF, dan pengakuan sebagai PBF
Cabang untuk PBF Cabang. diajukan paling lama 12 (dua
belas) bulan terhitung sejak diterbitkan izin PBF atau
pengakuan sebagai PBF Cabang

3. Tata Cara Permohonan


MATERI a. Pendaftaran Pemohon (melakukan pendaftaran untuk
FARMASI mendapatkan nama pengguna (username) dan kata sandi
(password).)
b. Permohonan Sertifikat CDOB (online, syarat dokumen Izin
PBF atau pengakuan sebagai PBF Cabang; Surat Izin
Praktik Apoteker (SIPA) Penanggung Jawab; Denah lokasi
dan tata letak (layout); Daftar produk yang didistribusikan;
Struktur organisasi; Daftar personalia dan uraian kerja
(jobdesk); Daftar peralatan atau perlengkapan; Quality
management system; dan Dokumen self assessment.)
c. Penerbitan Sertifikat CDOB (Sertifikat CDOB berlaku untuk 5
(lima) tahun)
d. Perubahan Sertifikat,
e. Resertifikasi,
f. Biaya Permohonan
4. Sanksi Administratif

Pasal 22
1. Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Kepala Badan
ini dapat dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan secara tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan; dan/atau
c. pencabutan Sertifikat CDOB.

2. PBF atau PBF Cabang dapat dikenai sanksi administratif berupa


penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, apabila PBF atau PBF Cabang memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. telah memiliki izin PBF atau pengakuan sebagai PBF Cabang
lebih dari 12 (dua belas) bulan dan belum mengajukan
permohonan Sertifikat CDOB;
b. permohonan Sertifikat CDOB ditolak;
c. telah mendapatkan persetujuan pembaharuan izin atas
perubahan nama, lokasi dan/atau lingkup kegiatan penyaluran
Obat dan/atau Bahan Obat lebih dari 6 (enam) bulan dan
belum mengajukan permohonan perubahan Sertifikat CDOB;
SANKSI d. telah mendapatkan persetujuan penambahan atau perubahan
gudang lebih dari 6 (enam) bulan dan belum mengajukan
permohonan perubahan Sertifikat CDOB; atau
e. masa berlaku Sertifikat CDOB habis dan belum mengajukan
resertifikasi CDOB.

3. PBF atau PBF Cabang dapat dikenai sanksi administratif berupa


pencabutan Sertifikat CDOB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, apabila PBF atau PBF Cabang memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. terjadi penyimpangan penerapan CDOB yang mengakibatkan
penyalahgunaan pendistribusian Obat dan/atau Bahan Obat;
b. dengan sengaja melakukan tindakan yang mengakibatkan
tidak terlaksanakannya CDOB;
c. tidak melakukan kegiatan pengadaan dan penyaluran selama 6
(enam) bulan berturut-turut; dan/atau
d. izin PBF atau pengakuan sebagai PBF Cabang sudah tidak
berlaku atau dicabut.

4. Dalam hal Sertifikat CDOB dicabut sebagaimana dimaksud pada


ayat (3), PBF dan PBF Cabang dilarang melakukan kegiatan
pengadaan dan penyaluran.

ATURAN
Pasal 23
PERALIHAN /
PENUTUP Sertifikat CDOB yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan
Kepala Badan ini tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa
berlaku Sertifikat CDOB.

Pasal 24
Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

ANATOMI PERATURAN KEPALA BPOM NO 7 Tahun 2016

ASPEK PerKaBPOM No.7 Tahun 2016


JUDUL Pedoman Pengelolaan Obat-ObatTertentu Yang Sering Disalahgunakan
LATAR 1. Melindungi masyarakat daripenyalahgunaan dan penggunaan yang
BELAKANG / salah atas Obat-Obat Tertentu perlu dilakukan pengawasan yang
ALASAN lebihketat;
DITERBITKAN 2. Obat-Obat Tertentu yang sering disalahgunakanperlu dikelola dengan
baik oleh Industri Farmasi,Pedagang Besar Farmasi, Apotek, Instalasi
FarmasiRumah Sakit, dan Instalasi Farmasi Klinik untukmencegah
terjadinya penyimpangan dan kebocoran;
DASAR 1. Ordonansi Obat Keras (Sterkwerkende Geneesmiddelen
HUKUM Ordonnantie; Staatsblad Tahun1949; 419);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3781);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5044);
5. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor
145 Tahun 2015;
6. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013;
7. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/MDag/Per/9/2015
Tentang Angka Pengenal Importir;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010
tentang Industri Farmasi sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2013 (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 442);
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011
tentang Pedagang Besar Farmasi sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2014 (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1097);
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 232);
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1162);
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1223);
14. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah
dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004;
15. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat yang Baik (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 1268);
16. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman
Cara Pembuatan Obat yang Baik (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 122);
17. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat danMakanan Nomor 14
Tahun 2014 tentang Organisasidan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis di LingkunganBadan Pengawas Obat dan Makanan (Berita
NegaraRepublik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1714);
18. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat danMakanan Nomor 12
Tahun 2015 tentang PengawasanPemasukan Obat dan Makanan ke
Dalam WilayahIndonesia (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun2015 Nomor 1373);
19. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat danMakanan Nomor 13
Tahun 2015 tentang PengawasanPemasukan Bahan Obat dan
Makanan ke DalamWilayah Indonesia (Berita Negara Republik
IndonesiaTahun 2015 Nomor 1374);
KETENTUAN Definisi : Obat-Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan, Industri
HUKUM Farmasi, Pedagang Besar Farmasi (PBF), PBF Cabang, Apotek,
Pelayanan Kefarmasian, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi
Farmasi Klinik, Surat Keterangan Impor (SKI), Kepala Badan.
TUJUAN Melindungi masyarakat daripenyalahgunaan dan penggunaan yang salah
atas Obat-Obat Tertentu
MATERI 1. Ruang Lingkup
MUATAN / 2. Pengelolaan
ASPEK YANG 3. Sanksi Administratif
DI ATUR
MATERI Obat-Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan, Industri Farmasi,
FARMASI Pedagang Besar Farmasi (PBF), PBF Cabang, Apotek, Pelayanan
Kefarmasian, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik.
SANKSI Sanksi Administratif dan Sanksi Pidana
ATURAN 1. Pada saat Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku,setiap Industri
PERALIHAN / Farmasi, PBF, Apotek, Instalasi FarmasiRumah Sakit, atau Instalasi
PENUTUP Farmasi Klinik yangmengelola obat dan/atau bahan Obat-Obat
Tertentuwajib menyesuaikan dengan ketentuan sebagaimanadiatur
dalam Peraturan Kepala Badan ini paling lambat 1(satu) tahun
sejakPeraturan Kepala Badan ini mulaiberlaku.
2. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksudpada ayat (1),
untuk kegiatan pemasukan obat ataubahan obat ke dalam wilayah
Indonesia wajibmenyesuaikan dengan ketentuan sebagaimana
diaturdalam Peraturan Kepala Badan ini paling lambat 3 (tiga)bulan
sejak Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku.
3. Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.

KATALOG PERATURAN KEPALA BADAN POM RI NOMOR 40 TAHUN 2013

ASPEK PKaBPOM NOMOR 40 TAHUN 2013


Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi Dan Obat Mengandung
JUDUL
Prekursor Farmasi
1. Perlu adanya perlindungan masyarakat dari bahaya
LATAR penyalahgunaan prekursor farmasi dan obat mengandung
BELAKANG prekursor farmasi
/ALASAN 2. Perlu pengelolaan yang baik terkait Prekursor Farmasi dan
DITERBITKAN obat yang mengandung Prekursor Farmasi di fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas kefarmasian
1. Ordonansi Obat Keras
2. UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
3. UU Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi PP
tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan
Psikotropika, 1988
4. UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
5. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
6. UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
DASAR 7. PP Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
HUKUM Farmasi dan Alat Kesehatan
8. PP Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
9. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
10. Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi,
dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen Jo
Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013
11. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non
Departemen Jo Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013
12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 167/KAB/B.VIII/1972
tentang Pedagang Eceran Obat Jo Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1331/MENKES/SK/X/2002
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek Jo
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1332/Menkes/SK/X/2002
14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1426/SK/Menkes/SK/XI/2002 tentang Pedoman Pengelolaan
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 168/Menkes/Per/II/2005
tentang Prekursor Farmasi
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi
18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2013 tentang
Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor
Farmasi
19. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor
02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan
20. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.35.02771 Tahun 2002 tentang Pemantauan
dan Pengawasan Prekursor
21. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata
Laksana Registrasi Obat Jo Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor 3 Tahun 2013
22. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.04.1.33.12.11.09938 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata
Cara Penarikan Obat yang Tidak Memenuhi Standar dan/atau
Persyaratan
23. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Penerapan
Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik
24. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.33.12.12.8159 Tahun 2012 tentang Penerapan Cara
Pembuatan Obat yang Baik
25. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
32 Tahun 2013 tentang persyaratan dan Tata Cara Permohonan
Analisa Hasil Pengawasan dalam Rangka Impor dan Ekspor
Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi
Definisi : Prekursor Farmasi, Bahan Obat, Produk Antara, Produk
KETENTUAN Ruahan, Obat, Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Apotek,
UMUM Kepala Badan
MATERI 1. Ruang Lingkup
MUATAN 2. Pengelolaan
/ASPEK YANG 3. Sanksi Administratif
DIATUR
Pasal 2 tentang ruang lingkup pengaturan prekursor farmasi dan /atau
MATERI
obat;
FARMASI
Pasal 3-5 tentang Pengelolaan
Pasal 6 Sanksi Administratif (peringatan tertulis, penghentian
SANKSI
sementara kegiatan, rekomendasi pencabutan izin)
1. Pasal 7 tentang Ketentuan Peralihan (Industri farmasi, PBF,
IFRS, apotek dan toko obat berizin wajib melaksanakan
ATURAN pengelolaan Prekursor Farmasi dan/atau Obat mengandung
PERALIHAN Prekursor Farmasi paling lambat 3 (tiga) bulan sejak
/PENUTUP diundangkannya)
2. Pasal 8 tentang Ketentuan Penutup (mulai berlaku pada
tanggal diundangkan)
Anatomi Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia
Nomor Hk.00.05.1.23.3516

ASPEK PER Ka BPOM No. HK.00.05.1.23.3516

JUDUL IZIN EDAR PRODUK OBAT, OBAT TRADISIONAL,


KOSMETIK, SUPLEMEN MAKANAN DAN MAKANAN YANG
BERSUMBER, MENGANDUNG, DARI BAHAN TERTENTU
DAN ATAU MENGANDUNG ALKOHOL
LATAR a) masyarakat perlu dilindungi dari penggunaan obat, obat
BELAKANG/ tradisional, kosmetika, suplemen makanan, dan makanan yang
ALASAN secara ilmiah tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan
DITERBITKAN manfaat;
b) ada produk obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen makanan
dan makanan yang bersumber, mengandung atau berasal dari
bahan tertentu yang secara syariah mengandung unsur bahan tidak
halal dan tidak lazim digunakan oleh masyararakat Indonesia yang
mayoritas beragama Islam;
c) untuk melaksanakan pengawasan obat dan makanan perlu
dilakukan pengaturan izin edar terhadap produk obat, obat
tradisional, kosmetik, suplemen makanan dan makanan yang
bersumber, mengandung atau berasal dari bahan tertentu dan atau
mengandung alkohol;
d) Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.23.0131 Tahun 2003 tentang Pencantuman Asal Bahan
Tertentu, Kandungan Alkohol, dan Batas Kadaluwarsa Pada
Penandaan/Label Obat, Obat Tradisional, Suplemen Makanan, dan
Pangan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga perlu disempurnakan;
DASAR 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
HUKUM 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan
Iklan Pangan
6. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan,
Mutu dan Gizi Pangan
7. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2000 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor
64 Tahun 2005;
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 82/MENKES/SK/I/1996
tentang Pencantuman Tulisan ”Halal” pada Label Makanan;
KETENTUAN Definisi: Izin Edar, Obat, Zat tambahan pada obat, Obat tradisional,
UMUM Kosmetik, Suplemen Makanan, Makanan dan atau minuman, Bahan
Tertentu, Alkohol, Badan, Kepala Badan
TUJUAN -
MATERI Produk Obat, Produk Obat Tradisional, Kosmetik, Dan Suplemen
MUATAN/ Makanan, Produk Makanan Dan Minuman, Sanksi, Ketentuan
ASPEK YANG Peralihan, Ketentuan Penutup
DIATUR
MATERI Definisi Izin Edar, Obat, Zat tambahan pada obat, Obat tradisional,
FARMASI Kosmetik, Suplemen Makanan, Makanan dan atau minuman, Bahan
Tertentu, Alkohol, Badan, Kepala Badan, Produk Obat Tradisional,
Produk Biologi
SANKSI SANSKI ADMINISTRATIF DAN SANKSI PIDANA.
sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali;
b. penghentian sementara kegiatan produksi dan distribusi;
c. pembekuan dan/atau pembatalan Surat Persetujuan;
d. penarikan produk dari peredaran dan pemusnahan.
ATURAN (1) Pada saat Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku, Keputusan
PERALIHAN/ Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
PENUTUP HK.00.05.23.0131 Tahun 2003 dinyatakan dicabut dan tidak
berlaku lagi.
(2) Produk obat, obat tradisional, kosmetika, suplemen makanan dan
makanan yang telah memiliki izin edar dan diproduksi sebelum
peraturan ini ditetapkan, wajib menyesuaikan selambat-lambatnya
1 (satu) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.
(3) Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

ANATOMI PERATURAN KEPALA BPOM NO. 28 TAHUN 2013


TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN BAHAN OBAT, BAHAN OBAT
TRADISIONAL, BAHAN SUPLEMEN KESEHATAN, DAN BAHAN PANGAN
KE DALAM WILAYAH INDONESIA
ASPEK PER KABPOM 28/2013
Judul Pengawasan Pemasukan Bahan Obat, Bahan Obat Tradisional,
Bahan Suplemen Kesehatan, dan Bahan Pangan ke dalam
Wilayah Indonesia
a. Bahwa Bahan Obat, Bahan Obat Tradisional, Bahan
Suplemen Kesehatan, dan Bahan Pangan yang dimasukkan
ke dalam wilayah Indonesia harus memenuhi persyaratan
keamanan, khasiat/manfaat dan mutu, serta memenuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang impor;
b. Bahwa pengaturan pengawasan pemasukan Bahan Obat,
Bahan Obat Tradisional, dan Bahan Pangan yang telah
ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor HK.00.05.23.1455 Tahun 2008
tentang Pengawasan Pemasukan Pangan Olahan, Peraturan
Latar Belakang / Alasan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
Diterbitkan HK.00.05.1.42.0115 Tahun 2009 tentang Pengawasan
Pemasukan Bahan Baku Obat Tradisional, Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.3.12.11.10693 Tahun 2011 tentang Pengawasan
Pemasukan Bahan Obat, perlu disesuaikan dengan
ketentuan terkini di bidang impor;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang
Pengawasan Pemasukan Bahan Obat, Bahan Obat
Tradisional, Bahan Suplemen Kesehatan, dan Bahan
Pangan ke Dalam Wilayah Indonesia.
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Dasar Hukum Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5360);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3781);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4244);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2010 tentang
Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang Berlaku pada Badan Pengawas Obat dan
Makanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5131);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2012 tentang
Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Tata
Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan
Dari Serta Berada di Kawasan yang Telah Ditetapkan
Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5277);
8. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun
2013;
9. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang
Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga
Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden
Nomor 4 Tahun 2013;
10. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Penggunaan Sistem Elektronik dalam Kerangka
Indonesia National Single Window sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun
2012;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi;
12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.011/2011
Tahun 2011 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi
Barang dan Pembebanan Tarif Biaya Masuk atas Barang
Impor;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar
Farmasi;
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012
tentang Bahan Tambahan Pangan;
15. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan
Makanan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.21.4231 Tahun 2004;
16. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.23.4415 Tahun 2008 tentang
Pemberlakuan Sistem Elektronik dalam Kerangka
Indonesia National Single Window di Lingkungan Badan
Pengawas Obat dan Makanan;
17. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.23.4416 Tahun 2008 tentang
Penetapan Tingkat Layanan (Service Level
Arrangement) di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan
Makanan dalam Kerangka Indonesia National Single
Window;
Definisi : Pemasukan Bahan Obat, Bahan Obat Tradisional,
Ketentuan Umum Bahan Suplemen Kesehatan, dan Bahan Pangan, Surat
Keterangan Impor, Surat Keterangan Komoditas Non Obat dan
Makanan, Bahan Obat, Bahan Obat Tradisional, Bahan
Suplemen Kesehatan.
1. Untuk membuat regulasi mengenai Bahan Obat, Bahan Obat
Tradisional, Bahan Suplemen Kesehatan, dan Bahan Pangan
Tujuan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia dan harus
harus memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/manfaat dan
mutu, serta memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang impor.
2. Perlu disesuaikan dengan ketentuan terkini di bidang impor
Bahan Obat, Bahan Obat Tradisional, dan Bahan Pangan;
1. Persyaratan
2. Tata Cara Permohonan
a. Pendaftaran Pemohon
b. Pengajuan Permohonan
c. Pengajuan Permohonan Bahan Obat
Materi Muatan / Aspek d. Pengajuan Permohonan Bahan Obat Tradisional dan
yang Diatur Suplemen Kesehatan
e. Pengajuan Permohonan Bahan Pangan
3. Persetujuan Pemasukan
4. Dokumentasi
5. Biaya
6. Pemasukan Kembali

Definisi : Pemasukan Bahan Obat, Bahan Obat Tradisional,


Bahan Suplemen Kesehatan, dan Bahan Pangan, Surat
Materi Farmasi Keterangan Impor, Surat Keterangan Komoditas Non Obat dan
Makanan, Bahan Obat, Bahan Obat Tradisional, Bahan
Suplemen Kesehatan.
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan ini dapat
dikenai sanksi administratif berupa:
Sanksi a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara kegiatan pemasukan dan/atau
peredaran; dan/atau
c. Pemusnahan/reekspor.
(2) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dikenai sanksi pidana sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 22
(1) Pada saat Peraturan ini berlaku, permohonan SKI yang
sedang diajukan dan belum mendapat persetujuan, tetap
diproses berdasarkan:
a. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.23.1455 Tahun 2008 tentang
Pengawasan Pemasukan Pangan Olahan
b. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.03.1.3.12.11.10693 Tahun 2011 Tentang
Pengawasan Pemasukan Bahan Obat;
c. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Aturan Peralihan / Nomor HK.00.05.1.42.0115 Tahun 2009 tentang
Penutup Pengawasan Pemasukan Bahan Baku Obat Tradisional;
dan
d. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.1.55.1621 Tahun 2008 tentang
Pengawasan Pemasukan Bahan Kemasan Pangan.
(2) Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan pemasukan Bahan Obat, Bahan Obat
Tradisional, Bahan Suplemen Kesehatan, dan Bahan
Pangan yang telah ada masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan atau belum diganti berdasarkan peraturan
ini.

Pasal 23
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku:
a. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.23.1455 Tahun 2008 tentang
Pengawasan Pemasukan Pangan Olahan;
b. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.1.55.1621 Tahun 2008 tentang
Pengawasan Pemasukan Bahan Kemasan Pangan;
c. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.1.42.0115 Tahun 2009 tentang
Pengawasan Pemasukan Bahan Baku Obat Tradisional;
dan
d. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.03.1.3.12.11.10693 Tahun 2011 Tentang
Pengawasan Pemasukan Bahan Obat. dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 24
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

ANATOMI PERATURAN KEPALA BPOM HK.00.05.41.1384


TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENDAFTARAN OBAT
TRADISIONAL, OBAT HERBAL TERSTANDAR DAN FITOFARMAKA

ASPEK PER KABPOM HK.00.05.41.1384


Judul Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat
Herbal Terstandar dan Fitofarmaka
a. Bahwa untuk melindungi masyarakat dari peredaran dan
penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka yang tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan dan khasiat perlu dilakukan evaluasi melalui
pendaftaran sebelum diedarkan;
Latar Belakang / Alasan b. Bahwa proses evaluasi obat tradisional, obat herbal
Diterbitkan terstandar dan fitofarmaka yang meliputi mutu, keamanan
dan khasiat harus mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi;
c. Bahwa sehubungan dengan huruf a dan b perlu menetapkan
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat
Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3495);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2001 tentang Tarif
Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada
Dasar Hukum Badan Pengawas Obat dan Makanan (Lembaran Negara
Tahun 2001 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4087);
4. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Kewenangan, Susunan Organisasi,
Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2005;
5. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 12 Tahun 2005;
6. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan,
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.21.4231
Tahun 2004.
7. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.4.2411 Tahun 2004 tentang Ketentuan
Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam
Indonesia.
Definisi : Obat Tradisional, Jamu, Obat herbal Terstandar,
Ketentuan Umum Fitofarmaka, Sediaan Galenik, Obat Tradisional dalam Negeri,
Obat Tradisional Lisensi, Obat Tradisional Kontrak, Obat
Tradisional Impor, Izin Edar, Pemberi Kontrak, Penerima
Kontrak, Disket, Formulir, Variasi, Komposisi, Formula,
Penandaan, Wadah, Pembungkus, Bets.
1. Untuk menyusun regulasi dalam melindungi masyarakat dari
peredaran dan penggunaan obat tradisional, obat herbal
Tujuan terstandar dan fitofarmaka yang tidak memenuhi persyaratan
mutu, keamanan dan khasiat;
2. Perlu adanya peraturan tentang proses evaluasi obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang
meliputi mutu, keamanan dan khasiat harus mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
7. Persyaratan dan Kriteria
a. Persyaratan
b. Kriteria
8. Pendaftar
a. Pendaftar Obat Tradisional Dalam Negeri, Obat Herbal
Terstandar dan Fitofarmaka
b. Pendaftar Obat Tradisional Impor
c. Pendaftar Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka yang Dilindungi Paten
d. Tanggung Jawab Pendaftar
Materi Muatan / Aspek 9. Kategori Pendaftar
yang Diatur 10. Tata Laksana Memperoleh Izin Edar
a. Pendaftaran
b. Pengisian Formulir
c. Penilaian
d. Pemberian Keputusan
e. Dengar Pendapat
f. Peninjauan Kembali
g. Persetujuan Pendaftaran
11. Pelaksanaan Izin Edar
12. Penilaian Kembali
13. Pembatalan
14. Larangan
15. Sanksi
Definisi : Obat Tradisional, Jamu, Obat herbal Terstandar,
Fitofarmaka, Sediaan Galenik, Obat Tradisional dalam Negeri,
Materi Farmasi Obat Tradisional Lisensi, Obat Tradisional Kontrak, Obat
Tradisional Impor, Izin Edar, Pemberi Kontrak, Penerima
Kontrak, Disket, Formulir, Variasi, Komposisi, Formula,
Penandaan, Wadah, Pembungkus, Bets.
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan ini dapat
dikenai sanksi administratif berupa :
a. Peringatan tertulis;
Sanksi b. Penarikan obat tradisional, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka dari peredaran termasuk penarikan iklan;
c. Penghentian sementara kegiatan pembuatan, distribusi,
penyimpanan, pengangkutan dan penyerahan obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dan
impor obat tradisional;

d. Pembekuan dan atau pencabutan izin edar obat


tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka.
(2) Selain dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dikenai sanksi pidana sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 36
(1) Semua peraturan yang telah dikeluarkan sebelum
ditetapkannya peraturan ini, masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dan atau belum diganti dengan peraturan
Aturan Peralihan / ini.
Penutup (2) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka
yang telah memiliki izin edar sebelum peraturan ini
ditetapkan harus melakukan penyesuaian selambat-
lambatnya 2 (dua) tahun sejak peraturan ini ditetapkan.

Pasal 37
(1) Hal-hal yang bersifat teknis yang belum cukup diatur dalam
peraturan ini akan diatur lebih lanjut.
(2) Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

ANATOMI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN


ALAT KESEHATAN NOMOR HK.02.03/I/769/2014 TENTANG PEDOMAN
PELAYANAN IZIN EDAR PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

ASPEK KEP DIRJEN BINA FARMALKES NO.


HK.02.03/I/769/2014
Judul Pedoman Pelayanan Izin Edar Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga
Latar Belakang / Alasan Dalam rangka menjamin keamanan, mutu dan manfaat
Diterbitkan (safety,quality, and efficacy) produk Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga(PKRT) impor maupun
dalam negeri yang beredar di Indonesia
Dasar Hukum 1. Peraturan Menteri Kesehatan No.
1189/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Produksi
Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga.

2. Peraturan Menteri Kesehatan No.


1190/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Izin Edar
Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga
Ketentuan Umum Definisi : Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Produksi,
Peredaran, Pengangkutan, Kemasan Sediaan Farmasi

Tujuan Untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang


disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang tidak tepat serta yang tidak memenuhi
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan

Materi Muatan / Aspek yang Diatur 1. Izin Edar


2. Jenis Layanan Izin Edar PKRT
3. Tempat Pelayanan Izin Edar PKRT
4. Konsultasi Teknis
5. Asistensi Teknis
6. Waktu dan Biaya
7. Pengambilan Izin Edar
8. Tata Cara Pendaftaran Izin Edar PKRT
9. Persyaratan Pendaftaran Perpanjangan/Perubahan
Izin Edar PKRT
10. Persyaratan Izin Edar PKRT baru
Materi Farmasi PKRT, Izin Edar PKRT
Sanksi -
Aturan Peralihan / Penutup Pelayanan publik yang baik, transparan, dan akuntabel
bagi suatu institusi yang melaksanakan fungsi
pelayanan publik adalah suatu keharusan untuk dapat
memberikan layanan publik yang baik.
ANATOMI PERATURAN KEPALA BPOM NO 8 TAHUN 2017

ASPEK PERKBPOM NO 8 TAHUN 2017


Judul Pedoman Pengawasan Periklanan Obat
Latar Belakang / Masyarakat perlu dilindungi dari informasi yang tidak obyektif dan
Alasan Diterbitkan menyesatkan dalam iklan obat.
1. UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
2. UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran;
3. UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
4. PP No 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan;
5. Keputusan Presiden No 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen;
6. Keputusan Presiden No 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi,
dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen;
7. PerKBPOM No HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 tentang
Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat;
Dasar Hukum
8. PerKBPOM No 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan BPOM;
9. KeMenKes No 386/Men.Kes/SK/IV/1994 tentang Pedoman
Periklanan: Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan,
Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan
Minuman;
10. KepKBPOM No 02001/SK/BPOM Tahun 2001 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan;
11. KepKBPOM No HK.00.05.3.02706 Tahun 2002 tentang Promosi
Obat;
12. KepKBPOM No HK.00.05.4.0155 Tahun 2003 tentang Penandaan
Khusus dan Periklanan Obat Diare.
Definisi: obat, iklan obat, pemilik izin edar, setiap orang, kepala badan,
Ketentuan Umum
hari.
Tujuan Pengawasan Periklanan Obat
Ketentuan umum (Definisi: obat, iklan obat, pemilik izin edar, setiap
orang, kepala badan, hari); ruang lingkup, persyaratan, pengawasan
iklan sebelum dipublikasikan (permohonan persetujuan iklan,
Materi Muatan /
kelengkapan dokumen, biaya evaluasi, evaluasi, jangka waktu
Aspek yang Diatur
penyelesaian, pemberian keputusan, masa berlaku persetujuan iklan,
tanggung jawab, kegiatan yang dilarang); pengawasan iklan sesudah
dipublikasikan; sanksi; ketentuan peralihan; ketentuan penutup.
Materi Farmasi Ketentuan umum (Definisi: obat, iklan obat, pemilik izin edar).
Sanksi Sanksi administratif
1. Permohonan persetujuan Iklan yang telah diajukan sebelum
berlakunya PerKBPOM ini diproses berdasarkan ketentuan
Aturan
peraturan perundang-undangan sebelumnya.
Peralihan/Penutup
2. Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
ANATOMI PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR
29 TAHUN 2017

ASPEK PKa BPOM NO.29 Tahun 2017


Judul PENGAWASAN PEMASUKAN BAHAN OBAT DAN
MAKANAN KE DALAM WILAYAH INDONESIA
Latar Belakang / Alasan a. bahwa dalam rangka memperlancar arus barang untuk
Diterbitkan kepentingan perdagangan (custom clearance dan cargo
release) dalam kerangka Indonesia National Single
Window perlu penyempurnaan ketentuan pengawasan
pemasukan bahan obat dan makanan.
b. bahwa pengaturan pengawasan pemasukan bahan obat
dan makanan sebagaimana telah ditetapkan dengan
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pemasukan
Bahan Obat dan Makanan ke Dalam Wilayah
Indonesia, perlu disesuaikan dengan ketentuan terkini
di bidang impor.

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat
dan Makanan ke Dalam Wilayah Indonesia.
Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821).

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063)

3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang


Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5360)
4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3781).

5. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang


Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 131, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3867).

6. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang


Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 107,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4244).

7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2017 tentang


Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan
Makanan (Lembaran Negara Republik Indoensia tahun
2017 Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara Nomor
6116).
8. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2012 tentang
Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta
Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke
dan dari serta Berada di Kawasan yang Telah
Ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor - 3 - 17, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5277).

9. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 tentang


Penggunaan Sistem Elektronik dalam Kerangka
Indonesia National Single Window sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun
2012 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden
Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem
Elektronik dalam Kerangka Indonesia National Single
Window (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 84).

10. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2014 tentang


Pengelola Portal Indonesia National Single Window
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 165).

11. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang


Badan Pengawas Obat dan Makanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 180)

12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


1010/Menkes/Per/XI/2008 tentang Registrasi Obat
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1120/Menkes/Per/XII/2008 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1010/Menkes/Per/XI/2008 tentang Registrasi Obat.

13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


1176/Menkes/Per/VIII/2010 Tahun 2010 tentang
Notifikasi Kosmetika (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 397).

14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 721) - 4 - sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2013
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri
Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 442).

15. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


Nomor HK.03.1.23.12.10.11983 Tahun 2010 tentang
Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi
Kosmetika sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 34 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.03.1.23.12.10.11983 Tahun 2010 tentang
Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi
Kosmetika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 779).
16. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.03.1.23.07.11.6662 Tahun 2011 tentang
Persyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat
dalam Kosmetika sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 17 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.03.1.23.07.11.6662 Tahun 2011 tentang
Persyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat
dalam Kosmetika (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 60).

21. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 tentang
Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan - 5 -
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 17
Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 tentang Kriteria dan
Tata Laksana Registrasi Obat (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 540).

22. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar
Farmasi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2017 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang
Besar Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2017 Nomor 863)

25. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor


48/MDAG/PER/7/2015 tentang Ketentuan Umum di
Bidang Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1006);
26. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
24/MDAG/PER/4/2016 tentang Standardisasi Bidang
Perdagangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 565);

53. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat
Tradisional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 1200)

54. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas
Obat dan Makanan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 1714)

56. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan
ObatObat Tertentu yang Sering Disalahgunakan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 764)

57. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


Nomor 16 Tahun 2016 tentang Kriteria Mikrobiologi
dalam Pangan Olahan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 1139)

60. Peraturan Menteri Keuangan Nomor


6/PMK.010/2017 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi
Barang dan Pembebanan Tarif Biaya Msuk Atas Biaya
Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 176)

61. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor


26 Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan
Pengawas Obat dan Makanan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 1745)

64. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan


Makanan Nomor HK.00.05.23.4415 Tahun 2008 tentang
Pemberlakuan Sistem Elektronik dalam Kerangka
Indonesia National Single Window di Lingkungan Badan
Pengawas Obat dan Makanan
Ketentuan Umum Definisi : Bahan Obat dan Makanan, Pemasukan Bahan Obat
dan Makanan, Surat Keterangan Impor Border, Surat
Keterangan Impor Post Border, Pelayanan Prioritas, Pemohon
SKI Border, Pemohon SKI Post Border, Service Level
Arrangement, Bahan Obat, Bahan Obat Tertentu yang Sering
Disalahgunakan, Bahan Obat Kuasi, Bahan Obat Tradisional,
Bahan Kosmetika, Bahan Suplemen Kesehatan, Bahan
Pangan, Bahan Tambahan Pangan yang selanjutnya disingkat
BTP, Nomor Aju, e-payment, Kepala Badan, Deputi
Tujuan Sebagai salah satu upayah dalam mengetahui pemasukan
Bahan Obat dan Makanan dilakukan oleh perusahaan atau
importir di bidang Obat dan Makanan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Materi Muatan / Aspek 1. Persyaratan Pemasukan
yang Diatur 2. Tata Cara Permohoan
3. Perstujuan Pemasukan
4. Pelayanan Penerbiatan SKI
5. SKK-NOM
6. Pemasukan Obat Tradisional, Bahan Suplemen Kesehatan,
Bahan Kesehatan, Bahan Kosmetika, dan Bahan Pangan
Oleh Industri Kecil dan Inustri Menengah.
7. Dokumentasi
8. Biaya
9. Pemasukan Kembali
10. Pelaporan Bahan Obat
11. Pengecualian
12. Pengawasan
13. Larangan
14. Saksi
15. Ketentuan Peralihan
Materi Farmasi Bahan obat dan makanan, Pemasukan bahan obat dan
makanan, Persyaratan Pemasukan, Tata cara permohonan SKI
Border atau SKI Post Border,
Sanksi 1.Tindakan administratif :
a. peringatan tertulis
b. penghentian sementara kegiatan pemasukan dan/atau
peredaran; dan/atau.
c. pemusnahan/re-ekspor.

2.Dalam hal diketahui bahwa dokumen permohonan yang


diunggah sebagaimana dimaksud merupakan dokumen diduga
palsu dan/atau dokumen tidak absah maka:
a. permohonan SKI Border dan SKI Post Border ditolak.
b. Pemohon SKI Border dan SKI Post Border tidak dapat
mengajukan permohonan SKI Border dan SKI Post
Border untuk produk yang bersangkutan selama 1 (satu)
tahun.
3. Dalam hal ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal
22 maka Pemohon SKI Border dan SKI Post Border tidak
diberikan pelayanan prioritas selama 2 (dua) tahun.
4.Pelaku Usaha yang tidak melaksanakan kewajiban
pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, dan Pasal
37 dapat dikenai sanksi penghentian sementara kegiatan
pemasukan Bahan Obat dan Makanan.
5.Pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dapat ditembuskan
kepada Kementerian/Lembaga terkait.
Aturan Peralihan / 1. Permohonan SKI yang diajukan sebelum Peraturan Badan
Penutup ini berlaku tetap diproses berdasarkan Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 5 Tahun 2017
tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat dan Makanan
ke Dalam Wilayah Indonesia
2. Seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pemasukan bahan Obat dan Makanan yang telah
ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan Peraturan Badan ini.
3. Peraturan Badan ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Badan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
ANATOMI PKa BPOM No.30 TAHUN 2017

ASPEK PKa BPOM No.30 TAHUN 2017


Judul PENGAWASAN PEMASUKAN OBAT DAN MAKANAN
KE DALAM WILAYAH INDONESIA
Latar Belakang / Alasan a. Idem
Diterbitkan b. bahwa pengaturan pengawasan pemasukan obat dan
makanan sebagaimana telah ditetapkan dengan Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 4
Tahun 2017 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan
Makanan ke Dalam Wilayah Indonesia perlu di sesuikan
dengan perkembangan regulasi terkini di bidang impor;
c. Idem
Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063)

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5360)

3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang


Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor
138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3781)

4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang


Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 131, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3867);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4244);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2012 tentang


Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Tata
Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari
serta Berada di Kawasan yang Telah Ditetapkan sebagai
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5277);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2017 tentang


Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
yang Berlaku pada Badan Pengawas Obat dan Makanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor
198, Tambahan lembaran Negara Republik Nomor 6116);

8. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 tentang


Penggunaan Sistem Elektronik dalam Kerangka Indonesia
National Single Window sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2012 tentang
Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008
tentang Penggunaan Sistem Elektronik dalam Kerangka
Indonesia National Single Window (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 84);

9. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2014 tentang


Pengelola Portal Indonesia National Single Window
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
165);

10. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang


Badan Pengawas Obat dan Makanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 180);

11. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


Nomor HK.00.05.41.1381 Tahun 2005 tentang Tata
Laksana Pendaftaran Suplemen Makanan;

12. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


Nomor HK.00.05.41.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria
dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat
Herbal Terstandar dan Fitofarmaka;

13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


1010/Menkes/Per/XI/2008 tentang Registrasi Obat
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1120/Menkes/Per/XII/2008 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1010/Menkes/Per/XI/2008 tentang Registrasi Obat;

14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


1176/Menkes/Per/VIII/2010 Tahun 2010 tentang
Notifikasi Kosmetika (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 397);

15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
721) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 16 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
442);

16. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


Nomor HK.03.1.23.12.10.11983 Tahun 2010 tentang
Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 34 Tahun 2013
tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.12.10.11983 Tahun
2010 tentang Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi
Kosmetika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 779);

17. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


Nomor HK.03.1.23.12.11.10719 Tahun 2011 tentang Tata
Cara Pemusnahan Kosmetika (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 158);

18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar
Farmasi ( Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 370) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2017 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar
Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 863);

19. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


Nomor HK.03.1.23.07.11.6662 Tahun 2011 tentang
Persyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat dalam
Kosmetika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 438) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 17
Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.23.07.11.6662 Tahun 2011 tentang Persyaratan
Cemaran Mikroba dan Logam Berat dalam Kosmetika
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
60);
20. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.03.1.23.12.11.10052 Tahun 2011 tentang
Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 924);

21. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 tentang
Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 17
Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 tentang Kriteria dan
Tata Laksana Registrasi Obat (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 540);

22. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 007 Tahun 2012


tentang Registrasi Obat Tradisional (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 226);

50. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas
Obat dan Makanan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 1714);

51. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat
Tradisional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 1200);

52. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor


48/MDAG/PER/7/2015 tentang Ketentuan Umum di
Bidang Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1006);

53. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


Nomor 19 Tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis
Kosmetika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
20153 Nomor 1986);

54. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Obat-
Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 764);

58. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor


24/MDAG/PER/4/2016 tentang Standardisasi Bidang
Perdagangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 56)

59. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.010/2017


tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan
Pembebanan Tarif Biaya Masuk atas Biaya Impor (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 176); 60.
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 26
Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan
Pengawas Obat dan Makanan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 1745)

61. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan


Makanan Nomor HK.00.05.5.00617 Tahun 2001 tentang
Pemberlakuan Kodeks Makanan Indonesia 2001;

62. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan


Makanan Nomor HK.00.05.23.3644 Tahun 2004 tentang
Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan;

63. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan


Makanan Nomor HK.00.05.23.4415 Tahun 2008 tentang
Pemberlakuan Sistem Elektronik dalam Kerangka
Indonesia National Single Window di Lingkungan Badan
Pengawas Obat dan Makanan;
Ketentuan Umum Definisi : Bahan Obat dan Makanan, Pemasukan Bahan Obat
dan Makanan, Surat Keterangan Impor Border, Surat
Keterangan Impor Post Border, Pelayanan Prioritas, Pemohon
SKI Border, Pemohon SKI Post Border, Service Level
Arrangement, Obat, Produk Biologi, Obat Tradisioanal, Obat
kuasai, Kosmetik, Supleman Kesehaan, Pangan Olahan, Izin
Edar, Batas Kadaluwarsa, Nomor Aju,
Hari, E-payment, Produk Ruahan, Kepala Badan, Deputi
Tujuan Untuk membatasi obat dan makanan yang masuk ke dalam
Indonesia terutama obat dan makanan yang masuk secara
illegal, dan membantu industri menangah dan idustri kecil
untuk lebih maju bersaing dnegan pasar pasar internasional.
Materi Muatan / Aspek 1. Persyaratan Pemasukan
yang Diatur 2. Tata Cara Permohoan
3. Perstujuan Pemasukan
4. Dokumentasi
5. Biaya
6. Pemasukan Kembali
7. Pelaporan Bahan Obat
8. Pengecualian
9. Pengawasan
10. Larangan
11. Saksi
12. Ketentuan Peralihan Kriteria

Materi Farmasi Persyatan Pemasukan obat dan makanan, Tata cara permohan
Pendaftaran Pemohon SKI Border atau SKI Post Border,
Pengajuan Permohonan Obat Tradisional, Obat Kuasi,
Kosmetika, dan Suplemen Kesehatan, Pengajuan Permohonan
Vaksin dan Sera, Dokumentasi obat dan makanan, Biaya
untuk pendaftaran pemohon SKI Border atau SKI Post
Border, Pengawasan Pemasukan obat dan makanan.
Sanksi 1. sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis
b. penghentian sementara kegiatan pemasukan dan/atau
peredaran; c. pemusnahan atau pengiriman kembali ke
negara asal re-ekspor
d. pembekuan izin edar; dan/atau
e. pencabutan izin edar.

2. Dalam hal diketahui bahwa dokumen permohonan yang


diunggah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10,
Pasal 15, Pasal 16 merupakan dokumen diduga palsu dan/atau
dokumen tidak absah Kepala Badan dapat memberikan sanksi
berupa:
a. permohonan SKI Border ditolak
b. permohonan SKI Post Border ditolak dan dilakukan
pemeriksaan setempat; dan/atau
c. Pemohon SKI Border atau SKI Post Border tidak dapat
mengajukan permohonan SKI Border atau SKI Post Border
untuk produk yang bersangkutan selama 1 (satu) tahun.
Aturan Peralihan / 1. Permohonan SKI yang telah diajukan sebelum
Penutup Peraturan Badan ini berlaku tetap diproses berdasarkan
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 4 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pemasukan
Obat dan Makanan ke Dalam Wilayah Indonesia
2. Seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pemasukan bahan Obat dan Makanan yang
telah ada masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Badan ini.
3. Pada saat Peraturan Badan ini mulai berlaku, Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 4
Tahun 2017 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2017 Nomor 377) tentang Pengawasan Pemasukan
Obat dan Makanan ke Dalam Wilayah Indonesia,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
ANATOMI PERATURAN Ka BPOM HK.00.05.1.23.3516

ASPEK Per Ka BPOM HK.00.05.1.23.3516

Judul Produk Obat, Obat Tradisional, Kosmetik, Suplemen Makanan


Dan Makanan Yang Bersumber, Mengandung, Dari Bahan
Tertentu Dan Atau Mengandung Alkohol
Latar belakang/ a. Masyarakat perlu dilindungi dari penggunaan obat, obat tradisional,
alasan diterbitkan kosmetika, suplemen makanan, dan makanan yang secara ilmiah
tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat;
b. Bahwa ada produk obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen
makanan dan makanan yang bersumber,mengandung atau berasal
dari bahan tertentu yang secara syariah mengandung unsur bahan
tidak halal dan tidak lazim digunakan oleh masyararakat Indonesia
yang mayoritas beragama Islam;
c. Melaksanakan pengawasan obat dan makanan perlu dilakukan
pengaturan izin edar terhadap produk obat, obat tradisional,
kosmetik, suplemen makanan dan makanan yang bersumber,
mengandung atau berasal dari bahan tertentu dan atau mengandung
alkohol;
d. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.23.0131 Tahun 2003 tentang Pencantuman Asal Bahan
Tertentu, Kandungan Alkohol, dan Batas Kadaluwarsa Pada
Penandaan/Label Obat, Obat Tradisional, Suplemen Makanan, dan
Pangan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga perlu disempurnakan;
e. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Izin Edar Produk Obat,
Obat Tradisional, Kosmetik, Suplemen Makanan, dan Makanan
yang Bersumber, Mengandung, dari Bahan Tertentu dan atau
Mengandung Alkohol;
Dasar hukum 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1992 Nomor 100,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3656);
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821 );
4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3781);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan
Iklan Pangan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 131 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3867);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan,
Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 107
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424);
7. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2000 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun
2005;
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 82/MENKES/SK/I/1996
tentang Pencantuman Tulisan ”Halal” pada Label Makanan;
Ketentuan umum Definisi : izin edar, obat , zat tambahan pada obat, obat tradisional,
kosmetik, suplemen makanan, makanan dan atau minuman, bahan
tertentu, alkohol, badan, kepala
Tujuan -
Materi muatan/ 1. Produk obat
aspek yang diatur 2. Produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan
3. Produk makanan dan minuman
Materi farmasi 1. Produk obat yang bersumber, mengandung atau dalam proses
pembuatannya bersinggungan dengan bahan tertentu dapat
diberikan izin edar jika bersifat kedaruratan (pasal 3 ayat 1)
2. Produk obat yang mengandung alkohol harus mencantumkan
kadar alkohol pada komposisi penandaan/label (pasal 3 ayat 5)
3. Kadar alkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
dicantumkan dalam persentase (pasal 3 ayat 6)
4. Produk obat dan produk biologi yang bersumber babi/porcine
dicantumkan informasi “Bersumber Babi” di dalam kotak
dengan warna merah (pasal 3 ayat 7)
5. Produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan yang
mengandung alkohol yang tidak termasuk dalam ketentuan
sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2) harus mencantumkan
kadar alkohol pada komposisi penandaan/label (pasal 5 ayat 1)
Sanksi 1. Pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan ini dapat
dikenai sanksiadministratif berupa:
a. peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali;
b. penghentian sementara kegiatan produksi dan distribusi;
c. pembekuan dan/atau pembatalan Surat Persetujuan
d. penarikan produk dari peredaran dan pemusnahan.
2. Selain dapat dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat pula dikenai sanksi pidana sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yangberlaku.
Aturan 1. Pada saat Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku, Keputusan
peralihan/penutup Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.23.0131 Tahun 2003 dinyatakan dicabut dan tidak
berlaku lagi.
2. Produk obat, obat tradisional, kosmetika, suplemen makanan
dan makanan yang telah memiliki izin edar dan diproduksi
sebelum peraturan ini ditetapkan, wajib menyesuaikan
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Peraturan ini
ditetapkan.

ASPEK KKBPOM HK.04.1.23.04.16.1769 tahun 2016

Judul STANDAR PELAYANAN MINIMAL UNIT LAYANAN


PENGADUAN KONSUMEN DI LINGKUNGAN BADAN
PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
Latar belakang/ a. dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pengaduan dan
alasan diterbitkan informasi konsumen sebagaimana telah diatur dalam Per
KaBPOM No. 39/2013 diperlukan Standar Pelayanan Minimal
Unit Layanan Pengaduan Konsumen di Lingkungan Badan
Pengawas Obat dan Makanan
b. perlu menetapkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan tentang Standar Pelayanan Minimal Unit Layanan
Pengaduan Konsumen di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan
Makanan
Dasar hukum 1. UU Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen
2. UU Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik
3. PP Nomor 96/2012 tentang Pelaksanaan UU Nomor 25/2009
tentang Pelayanan Publik
4. Kepres Nomor 103/2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan PP Nomor 3/2013
5. Kepres Nomor 110/2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon
I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan PP Nomor 4/2013;
6. KKBPOM Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja BPOM, sebagaimana telah diubah
dengan KKBPOM No. HK.00.05.21.4231 Tahun 2004
7. Per KaBPOM Nomor 39/2013 tentang Standar Pelayanan Publik di
Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan
Ketentuan umum Definisi : izin edar, obat , zat tambahan pada obat, obat tradisional,
kosmetik, suplemen makanan, makanan dan atau minuman, bahan
tertentu, alkohol, badan, kepala
Tujuan -
Materi muatan/ 4. Produk obat
aspek yang diatur 5. Produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan
6. Produk makanan dan minuman
Materi farmasi 6. Produk obat yang bersumber, mengandung atau dalam proses
pembuatannya bersinggungan dengan bahan tertentu dapat
diberikan izin edar jika bersifat kedaruratan (pasal 3 ayat 1)
7. Produk obat yang mengandung alkohol harus mencantumkan
kadar alkohol pada komposisi penandaan/label (pasal 3 ayat 5)
8. Kadar alkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
dicantumkan dalam persentase (pasal 3 ayat 6)
9. Produk obat dan produk biologi yang bersumber babi/porcine
dicantumkan informasi “Bersumber Babi” di dalam kotak
dengan warna merah (pasal 3 ayat 7)
10. Produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan yang
mengandung alkohol yang tidak termasuk dalam ketentuan
sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2) harus mencantumkan
kadar alkohol pada komposisi penandaan/label (pasal 5 ayat 1)
Sanksi 3. Pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan ini dapat
dikenai sanksiadministratif berupa:
e. peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali;
f. penghentian sementara kegiatan produksi dan distribusi;
g. pembekuan dan/atau pembatalan Surat Persetujuan
h. penarikan produk dari peredaran dan pemusnahan.
4. Selain dapat dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat pula dikenai sanksi pidana sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yangberlaku.
Aturan 3. Pada saat Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku, Keputusan
peralihan/penutup Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.23.0131 Tahun 2003 dinyatakan dicabut dan tidak
berlaku lagi.
4. Produk obat, obat tradisional, kosmetika, suplemen makanan
dan makanan yang telah memiliki izin edar dan diproduksi
sebelum peraturan ini ditetapkan, wajib menyesuaikan
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Peraturan ini
ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai