Daftar Undang-Undang
1. ORDONANSI OBAT KERAS
2. UU RI NO. 5 TAHUN 1997
3. UU RI NO. 8 TAHUN 1999
4. UU RI NO. 13 TAHUN 2003
5. UU RI NO. 32 TAHUN 2004
6. UU RI NO. 35 TAHUN 2009
7. UU RI NO. 36 TAHUN 2009
8. UU RI NO. 44 TAHUN 2009
9. UU RI NO. 36 TAHUN 2014
TUJUAN -
JUDUL PSIKOTROPIKA
LATAR BELAKANG 1. Mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata
materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945
2. Perlu dilakukan upaya secara berkelanjutan di segala bidang,
antara lain pembangunan kesehatan rakyat, termasuk
kesehatan, dalam hal ini ketersediaan dan pencegahan
penyalahgunaan obat serta pemberantasan peredaran gelap,
khususnya psikotropika;
3. Psikotropika sangat bermanfaat maka ketersediaannya perlu
dijamin;
4. Penyalahgunaan psikotropika dapat merugikan kehidupan
manusia dan kehidupan bangsa;
5. Menngkatnya peredaran gelap psikotropika yang makin meluas
serta berdimensi Internasional;
6. Perlu menetapkan Undang-undang tentang Psikotropika.
7. Pengesahan Convention on Psychotropic Substances 1971
(KonvensiPsikotropika 1971)
DASAR HUKUM a. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945
b. UU 23/1992 tentang Kesehatan
c. UU 8/1996 tentang Pengesahan Convention on Psychotropic
Substances 1971
KETENTUAN UMUM Definisi Psikotropika, Pabrik Obat, Produksi, Kemasan
Psikotropika, Peredaran, Perdagangan, Pedagang Besar Farmasi,
Pengangkutan, Dokumen pengangkutan, Transito, Penyerahan,
Lembaga Penelitian dan/atau Lembaga Pendidikan, Korporasi,
Menteri
Pasal 5 Ayat (1), Pasal 21 Ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33 UUD 1945
DASAR HUKUM
MATERI
PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA
FARMASI
Sanksi Administratif dan Sanksi Pidana
SANKSI
MATERI FARMASI -
DASAR HUKUM 1. Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal
20, Pasal 21, Pasal 22D , Pasal 23E ayat (2), Pasal 24A ayat (1),
Pasal 31 ayat (4), Pasal 33, dan Pasal 34 UUD 1945
2. UU No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas dari KKN
3. UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
4. UU No 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,
DPR, DPD dan DPRD
5. UU No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
6. UU No 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Per-UU
7. UU No 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara
KETENTUAN UMUM Definisi: Pemerintah pusat, Pemerintahan daerah, Pemerintah daerah,
DPRD, Otonomi daerah, Daerah, Desentralisasi, Dekonsentrasi,
Tugas pembantuan, Peraturan daerah, Peraturan kepala daerah, Desa,
Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah,
APBD, Pendapatan daerah, Belanja daerah, Pembiayaan, Pinjaman
daerah, Kawasan khusus, pasangan calon, KPUD, PPK, PPS, dan
KPPS, Kampanye
TUJUAN -
MATERI MUATAN / PEMBENTUKAN DAERAH DAN KAWASAN KHUSUS
ASPEK YANG (Pembentukan Daerah, Kawasan Khusus), PEMBAGIAN URUSAN
DIATUR PEMERINTAHAN, PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
(Penyelenggara Pemerintahan, Asas Penyelenggaraan Pemerintahan,
Hak dan Kewajiban Daerah, Pemerintah Daerah [Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah, Tugas dan Wewenang serta Kewajiban Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Larangan bagi Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah, Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah, Tindakan Penyidikan terhadap Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah, Tugas Gubernur sebagai Wakil Pemerintah],
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah [Umum, Kedudukan dan Fungsi,
Tugas dan Wewenang, Hak dan Kewajiban, Alat Kelengkapan
DPRD], Larangan dan Pemberhentian Anggota DPRD, Penggantian
Antarwaktu Anggota DPRD, Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah [Pemilihan, Penetapan Pemilih, Kampanye,
Pemungutan Suara, Penetapan Calon Terpilih dan Pelantikan,
Pemantauan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah,
Ketentuan Pidana Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah], Perangkat Daerah), KEPEGAWAIAN DAERAH,
PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA
DAERAH, PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH,
KEUANGAN DAERAH (Umum; Pendapatan, Belanja, dan
Pembiayaan; Surplus dan Defisit APBD; Pemberian Insentif dan
Kemudahan Investasi; BUMD; APBD; Perubahan APBD;
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD; Evaluasi Rancangan
Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah tentang APBD,
Perubahan APBD dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD;
Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah), KERJA SAMA DAN
PENYELESAIAN PERSELISIHAN, KAWASAN PERKOTAAN,
DESA (Umum, Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa,
Lembaga Lain, Keuangan Desa, Kerja Sama Desa), PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN, PERTIMBANGAN DALAM KEBIJAKAN
OTONOMI DAERAH, KETENTUAN LAIN-LAIN
MATERI FARMASI -
SANKSI -
ATURAN 1. nama, batas, dan ibukota provinsi, daerah khusus, daerah
PERALIHAN/ istimewa, kabupaten, dan kota, tetap berlaku kecuali ditentukan
PENUTUP lain dalam peraturan perundangundangan.
2. Provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan, dan desa yang
ada pada saat diundangkannya Undang-Undang ini tetap
3. Pembentukan daerah provinsi atau kabupaten/kota yang telah
memenuhi seluruh persyaratan pembentukan sesuai peraturan
perundang-undangan tetap diproses
4. Kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2004
sampai dengan bulan Juni 2005 diselenggarakan pemilihan kepala
daerah secara langsung
5. Kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada bulan Januari
2009 sampai dengan bulan Juli 2009 diselenggarakan pemilihan
kepala daerah secara langsung
6. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakhir masa
jabatannya sebelum bulan Juni 2005, sejak masa jabatannya
berakhir diangkat seorang penjabat kepala daerah
7. Penjabat kepala daerah menjalankan tugas sampai berakhir masa
jabatannya.
8. Pendanaan kegiatan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah yang diselenggarakan pada tahun 2005 dibebankan pada
APBN dan APBD.
9. Pemilihan Gubernur dan Bupati/Walikota dalam satu daerah yang
sama yang berakhir masa jabatannya pada bulan dan tahun yang
sama, pemungutan suaranya diselenggarakan pada hari yang sama.
10. Kepala desa dan perangkat desa tetap menjalankan tugas sampai
habis masa jabatannya.
11. Anggota badan perwakilan desa menjalankan tugas sampai habis
masa jabatannya.
12. Semua per-UU terkait dengan daerah otonom wajib
menyesuaikan
13. Semua per-UU terkait pemerintahan daerah tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan
14. Peraturan pelaksanaan ditetapkan selambat-lambatnya 2 (dua)
tahun sejak UU ini ditetapkan
15. UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tidak
berlaku
JUDUL NARKOTIKA
ASPEK UU 36/2009
JUDUL KESEHATAN
KETENTUAN Definisi : Kesehatan, Sumber Daya di Bidang Kes., Perbekalan Kes., Sediaan
UMUM Farmasi, Alkes, Tenaga Kes., Fasilitas Pelayanan, Obat, OT, Teknologi Kes.,
Upaya Kes., Pelayanan Kesehatan Promotif, Preventif, Kuratif, Rehabilitatif,
Pelayanan Kes. Tradisional, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Menteri
TUJUAN 1. Meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
2. Investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
sosial dan ekonomis
MATERI HAK DAN KEWAJIBAN, TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH, SUMBER
MUATAN / DAYA DI BIDANG KESEHATAN (Tenaga Kes., Fasilitas Pelayanan Kes.,
ASPEK YANG Perbekalan Kes., Teknologi dan Produk Teknologi), UPAYA KESEHATAN
DIATUR (Pelayanan Kes., Pelayanan Kes. Tradisional, Peningkatan Kes. dan
Pencegahan Penyakit, Penyembuhan Penyakit dan Pemulihan Kes., Kes.
Reproduksi, KB, Kes. Sekolah, Kes. Olahraga, Pelayanan Kes. Pada Bencana,
Pelayanan Darah, Kes. Gigi dan Mulut, Penanggulangan Gangguan Penglihatan
dan Pendengaran, Kes. Matra, Pengamanan dan Penggunaan Sediaan Farmasi
dan Alkes, Pengamanan Makanan dan Minuman, Pengamanan Zat Adiktif,
Bedah Mayat), KESEHATAN IBU, BAYI, ANAK, REMAJA, LANJUT
USIA, DAN PENYANDANG CACAT, GIZI, KES. JIWA, PENYAKIT
MENULAR DAN TIDAK MENULAR, KES. LINGKUNGAN, KES. KERJA,
PENGELOLAAN KES., INFORMASI KES., PEMBIAYAAN KES., PERAN
SERTA MASYARAKAT, BADAN PERTIMBANGAN KES. PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN, PENYIDIKAN, KETENTUAN PIDANA
ATURAN 1. Semua Rumah Sakit yang sudah ada harus menyesuaikan dengan
PERALIHAN / ketentuan yang berlaku dalam UU ini, paling lambat dalam jangka
PENUTUP waktu 2 (dua) tahun setelah UU ini diundangkan.
2. Pada saat UU ini berlaku, Izin penyelenggaraan Rumah Sakit
yang telah ada tetap berlaku sampai habis masa berlakunya.
ANATOMI UU RI NO. 36 TAHUN 2014
TUJUAN -
-
TUJUAN
-
TUJUAN
MATERI
MUATAN / PENDAFTARAN LPKSM, TUGAS LPKSM, PEMBATALAN
ASPEK YANG PENDAFTARAN LPKSM,
DIATUR
-
MATERI
FARMASI
SANKSI -
ATURAN
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan
PERALIHAN /
PENUTUP
SANKSI -
JUDUL PREKURSOR
Daftar Permenkes
1. PERMENKES RI NO.3 TAHUN 2015
2. PERMENKES RI NO. 1010 TAHUN 2008
3. PERMENKES RI NO. 1799 TAHUN 2010
4. PERMENKES RI NO.75 TAHUN 2016
5. PERMENKES RI NO. 46 TAHUN 2013
6. PERMENKES RI NO. 889 TAHUN 2011
7. PERMENKES RI NO.1189 TAHUN 2010
8. PERMENKES RI NO. 006 TAHUN 2012
9. PERMENKES RI NO. 007 TAHUN 2012
10. PERMENKES RI NO.34 TAHUN 2017
11. PERMENKES RI NO. 1148 TAHUN 2011
12. PERMENKES RI NO. 1176 TAHUN 2010
13. PERMENKES RI NO.10 TAHUN 2013
14. PERMENKES RI NO.1199 TAHUN 2004
15. PERMENKES RI NO.70 TAHUN 2014
Materi 1. Peredaran
Muatan 2. Penyimpanan
/Aspek 3. Pemusnahan
yang 4. Pencatatan dan Pelaporan
Diatur 5. Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 3-7 tentang ketentuan umum peredaran; Pasal 8-9 tentang
ketentuan umum penyaluran; Pasal 10 tentang penyaluran
narkotika golongan I; Pasal 1-13 tentang penyaluran narkotika,
psikotropika dan prekursor farmasi dalam bentuk bahan baku;
Pasal 14-17 tentang penyaluran narkotika, psikotropika dan
Materi prekursor farmasi dalam bentuk obat jadi; Pasal 18 tentang
Farmasi ketentuan umum penyerahan; Pasal 19-21 tentang penyerahan
narkotika dan psikotropika; Pasal 22-23 tentang penyerahan
prekursor farmasi; Pasal 24-27 tentang ketentuan umum
penyimpanan; Pasal 28-34 tentang penyimpanan narkotika atau
psikotropika; Pasal 35-36 tentang penyimpanan prekursor farmasi;
Pasal 37-42 tentang pemusnahan; Pasal 43-44 tentang pencatatan;
Pasal 45 tentang pelaporan; Pasal 46-47 tentang pembinaan dan
pengawasan
Sanksi -
Latar
Belakang / a. bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran
Alasan obat yang tidak memenuhi persyaratan, keamanan, mutu dan
Diterbitkan kemanfaatan perlu dilakukan penilaian melalui mekanisme
registrasi obat;
b. bahwa ketentuan registrasi obat yang telah diataur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/Menkes/Per/VI/2000
perlu disederhanakan dan disesuaikan dengan perkembangan
globalisasi dan kebijakan Pemerintah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan b, perlu mengatur kembali registrasi obat dengan
Peraturan Menteri Kesehatan.
Pasal 1
Ketentuan Definisi : lzin edar, Obat, Produk biologi, Registrasi, Obat kontrak,
Umum Pemberi kontrak, Penerima kontrak, Obat impor, Penandaan, Obat
palsu, Psikotropika, Narkotika, Peredaran, Produk yang dilindungi
paten, Menteri, Kepala Badan.
Pasal 2
1. Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya harus
dilakukan registrasi untuk memperoleh Izin Edar;
2. Izin Edar diberikan oleh Menteri;
3. Menteri melimpahkan pemberian Izin Edar kepada Kepala
Badan;
4. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk:
a. Obat penggunaan khusus atas permintaan dokter;
b. Obat Donasi;
c. Obat untuk Uji Klinik;
d. Obat Sampel untuk Registrasi.
Pasal 3
1. Obat sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (4) dapat
dimasukkan ke wilayah Indonesia melalui Mekanisme Jalur
Khusus.
2. Ketentuan tentang Mekanisme Jalur Khusus ditetapkan oleh
Menteri.
Tujuan -
1. Ketentuan Umum
2. Kriteria
3. Persyaratan Registrasi (Registrasi Obat Produksi dalam Negeri,
Registrasi Obat Narkotika, Registrasi Obat Kontrak, Registrasi
Obat Impor, Registrasi Obat Khusus Ekspor, Registrasi Obat
Materi yang Dilindungi Paten)
Muatan / 4. Tata Cara Memperoleh Izin Edar (Registrasi, Biaya, Evaluasi,
Aspek Pemberian Izin Edar, Peninjauan Kembali, Masa Berlaku Izin
yang Edar)
Diatur 5. Pelaksanaan Izin Edar
6. Evaluasi Kembali
7. Sanksi
8. Ketentuan Peralihan
9. Ketentuan Penutup
Pasal 23
Dengan tidak mengurangi ancaman pidana sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Kepala
Badan dapat memberikan sanksi administratif berupa pembatalan izin
edar apabila terjadi salah satu dari hal-hal berikut:
a. Tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam pasal 4
berdasarkan data terkini.
Sanksi b. Penandaan dan promosi menyimpang dari persetujuan izin edar
c. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21.
d. Selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut obat yang
bersangkutan tidak diproduksi, diimpor atau diedarkan.
e. lzin lndustri Farmasi, yang mendaftarkan, memproduksi atau
mengedarkan dicabut.
f. Pemilik izin edar melakukan pelanggaran di bidang produksi
dan/atau peredaran obat.
Pasal 24
1. Bagi yang telah mengajukan permohonan dan melengkapi
dokumen registrasi sebelum diberlakukannya peraturan ini
tetap akan diproses sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 949/MENKES/PER/Vl/2000 tentang Registrasi Obat
Aturan Jadi;
Peralihan / 2. Obat yang telah mendapat izin edar berdasarkan Peraturan
Penutup Menteri Kesehatan Nomor 949/MENKES/PER/Vl/2000
tentang Registrasi Obat Jadi yang habis masa berlakunya
setelah ditetapkannya Peraturan ini, dapat diperpanjang untuk
paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkannya
Peraturan ini.
Pasal 25
Semua ketentuan tentang tata cara registrasi obat jadi yang telah
dikeluarkan sebelum ditetapkannya peraturan ini, masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan ini.
Pasal 26
Dengan berlakunya Peraturan ini, maka Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 949/MENKES/PER/Vl/2000 tentang Registrasi Obat Jadi
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 27
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
.
Pasal 1
Definisi : Obat, Bahan Obat, Industri Farmasi,
Pembuatan Obat, Cara Pembuatan Obat yang Baik
Ketentuan Umum
(CPOB), Farmakogivilans, Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan, Direktur Jenderal, Menteri.
Tujuan -
1. Ketentuan Umum
2. Izin Industri Farmasi (Umum, Tata Cara
Pemberian Persetujuan Prinsip, Permohonan Izin
Industri Farmasi)
Materi Farmasi
3. Penyelenggaraan
4. Pelaporan
5. Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 26
1. Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan
ini dapat dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan secara tertulis;
b. larangan mengedarkan untuk sementara waktu
dan/atau perintah untuk penarikan kembali obat
atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau
bahan obat yang tidak memenuhi standar dan
Sanksi persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau
mutu;
c. perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika
terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan,
khasiat/kemanfaatan, atau mutu;
d. penghentian sementara kegiatan;
e. pembekuan izin industri farmasi; atau
f. pencabutan izin industri farmasi.
2. Penghentian sementara kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat dikenakan
untuk seluruh kegiatan atau sebagian kegiatan.
3. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d diberikan
oleh Kepala Badan.
4. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e dan huruf f diberikan oleh
Direktur Jenderal atas rekomendasi Kepala
Badan.
Pasal 30
1. Pada saat Peraturan ini mulai berlaku,
persetujuan prinsip yang telah dimiliki tetap
berlaku sebagai salah satu tahap untuk
memperoleh izin Industri farmasi berdasarkan
Peraturan ini.
2. Permohonan izin industri farmasi yang telah
diajukan sebelum berlakunya Peraturan ini tetap
diproses berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 245/Menkes/SK/X/1990
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan
Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi.
3. Izin industri farmasi yang dikeluarkan
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 245/Menkes/SK/X/1990 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian
Aturan Peralihan / Izin Usaha Industri Farmasi dinyatakan masih
Penutup tetap berlaku.
4. Izin industri farmasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) harus diperbaharui sesuai dengan
persyaratan dalam Peraturan ini paling lama 2
(dua) tahun sejak tanggal pengundangan.
Pasal 31
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, semua peraturan
pelaksanaan dari Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
245/Menkes/SK/X/1990 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri
Farmasi dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan ini
dan/atau belum diganti berdasarkan ketentuan Peraturan
ini.
Pasal 32
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 245/Menkes/SK/X/1990
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan
Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 33
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
.
Latar Belakang 1. Untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh
/ Alasan obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan,
Diterbitkan khasiat dan mutu pada istalasi farmasi pemerintahan.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 33 Tahun 2016 tentang
Penyelengaraan Uji Mutu Obat Pada Instalasi Farmasi Pemerintahan
perlu disesuaikan dengan kebutuhan hukum dimasyarakat.
3. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Penyelenggaraan Uji Mutu Obat pada Instalasi Farmasi
Pemerintahan.
Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3721);
4. Peraturan Pemberintahan Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5044);
Tujuan Mendukung pemastian mutu obat yang diadakan oleh pemerintahan pusat
dan pemerintahan daerah.
Materi Muatan / Definisi : Instalasi Farmasi Pemerintahan, Sampel, Uji Mutu, Badan
Aspek yang Pengawasan Obat dan Makanan, Direktur Jendral, Kepala Badan
Diatur Pengawasan Obat dan Makanan, Menteri.
Sanksi -
Aturan -
Peralihan /
Penutup
Latar
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37 ayat (4), Pasal 42 ayat (4),
Belakang
Pasal 50 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
/Alasan
tentang Pekerjaan Kefarmasian
Diterbitkan
Materi
Muatan 6. Registrasi
/Aspek 7. Izin Praktik Dan Izin Kerja
yang 8. Komite Farmasi Nasional
Diatur 9. Pembinaan Dan Pengawasan
Materi pasal 2-6 tentang ketentuan umum registrasi. pasal 7-8 tentang
Farmasi persyaratan registrasi. pasal 9-11 tentang sertifikat kompetensi
profesi. pasal 12-14 tentang tata cara memperoleh surat tanda
registrasi. pasal 15 tentang registrasi ulang. pasal 16 tentang
pencabutan STRA dan STRTTK. pasal 17-20 tentang ketentuan
umum izin praktik dan izin kerja. pasal 21-22 tentang tata cara
memperoleh SIPA, SIKA, dan SIKTTK. Pasal 23 tentang pencabutan
izin. Pasal 24 tentang pelaporan. Pasal 25-32 tentang Komite Farmasi
Nasional. Pasal 33-34 tentang pembinaan dan pengawasan.
Sanksi -
Latar Belakang / Alasan a. Bahwa dalam rangka memberikan iklim usaha yang
Diterbitkan kondusif bagi produsen obat tradisional perlu dilakukan
pengaturan industri dan usaha obat tradisional dengan
memperhatikan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu obat
tradisional yang dibuat;
b. Bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional sudah tidak
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kebutuhan hukum;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Industri dan Usaha Obat
Tradisional.
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang
Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
Dasar Hukum 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3274);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang
Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan
Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986
Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3330);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor
138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3781);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2009 tentang Jenis
dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang
Berlaku Pada Departemen Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 26, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4975);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
10. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005;
11. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta
Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara;
12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 381/Menkes/SK/
III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 585);
Definisi : Obat Tradisional, Cara Pembuatan Obat Tradisional
yang baik, Industri Obat Tradisional, Industri Ekstrak Bahan
Ketentuan Umum Alam, Usaha Kecil Obat Tradisional, Usaha Mikro Obat
Tradisional, Usaha Jamu Racikan, Usaha Jamu Gendong,
1. Untuk mengatur iklim usaha yang kondusif bagi produsen
obat tradisional sehingga industri dan usaha obat tradisional
memperhatikan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu obat
tradisional yang dibuat;
Tujuan 2. Untuk memperbaharui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional yang sudah
tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kebutuhan hukum.
1. Bentuk Industri dan Usaha Obat Tradisional
2. Perizinan
a. Umum,
b. Persyaratan dan Tata Cara Pemeberian
Persetujuan Prinsip,
c. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin
1) Izin IOT dan IEBA
2) Izin UKOT
3) Izin UMOT
Materi Muatan / Aspek 3. Penyelenggaraan
yang Diatur 4. Perubahan Status dan Kondisi Sarana
a. Perubahan UKOT menjadi IOT
b. Perubahan Izin Industri dan Usaha
5. Laporan
6. Pembinaan dan Pengawasan
a. Pembinaan
b. Pengawasan
c. Sanksi
Materi Farmasi Definisi : Obat Tradisional, Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang baik, Industri Obat Tradisional, Industri
Ekstrak Bahan Alam, Usaha Kecil Obat Tradisional,
Usaha Mikro Obat Tradisional, Usaha Jamu Racikan,
Usaha Jamu Gendong,
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan
Menteri ini dapat dikenakan sanksi administrasi
berupa:
a. Peringatan;
b. Peringatan keras;
c. Perintah penarikan produk dari peredaran;
d. Penghentian sementara kegiatan; atau
e. Pencabutan izin industri atau izin usaha.
(2) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat dikenakan
untuk seluruh kegiatan atau sebagian kegiatan.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
Sanksi ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d, berkaitan
dengan produk dan penerapan persyaratan CPOTB
diberikan oleh Kepala Badan.
(4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, huruf b, dan huruf d berkaitan dengan
persyaratan administratif diberikan secara
berjenjang oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi,
atau Direktur Jenderal.
(5) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e diberikan oleh pemberi izin.
(6) Pencabutan izin industri atau izin usaha yang
berkaitan dengan pelanggaran terhadap produk dan
penerapan persyaratan CPOTB harus mendapat
rekomendasi dari Kepala Badan.
Pasal 46
(1) Permohonan izin industri dan usaha obat tradisional
yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan
Menteri ini tetap diproses berdasarkan ketentuan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri
Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional.
(2) Izin industri dan usaha obat tradisional yang
dikeluarkan berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang
Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan
Pendaftaran Obat Tradisional dinyatakan masih tetap
berlaku.
(3) Izin industri dan usaha obat tradisional sebagaimana
Aturan Peralihan / dimaksud pada ayat (2) harus diperbaharui sesuai
Penutup dengan persyaratan dalam Peraturan Menteri ini
paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri
ini diundangkan.
Pasal 47
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990
tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan
Pendaftaran Obat Tradisional, sepanjang yang
menyangkut izin dan usaha industri obat tradisional,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 48
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
ANATOMI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NO. 007 TAHUN 2012
TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL
ASPEK PMK 007/2012
Pasal 24
(1) Permohonan registrasi yang telah diajukan sebelum
berlakunya Peraturan Menteri ini tetap diproses berdasarkan
Aturan Peralihan / ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
Penutup 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional.
(2) Izin edar obat tradisional yang dikeluarkan berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990
tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran
Obat Tradisional dinyatakan masih tetap berlaku.
(3) Izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
diperbarui sesuai dengan persyaratan dalam Peraturan Menteri
ini paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini
diundangkan.
Pasal 25
Semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri
Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional dinyatakan
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum
diganti berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Pasal 26
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
181/Menkes/Per/VII/1976 tentang Pembungkusan dan
Penandaan Obat Tradisional;
b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 230/Menkes/IX/1976
tentang Wajib Daftar Simplisia Impor;
c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional sepanjang
yang mengatur pendaftaran obat tradisional sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Menteri ini;
d. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
661/Menkes/Per/VII/1994 tentang Persyaratan Obat
Tradisional; dan
e. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1297/Menkes/Per/XI/1998 tentang Peredaran Obat
Tradisional Impor; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 27
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Pasal 6
Penyelenggaraan Akreditasi meliputi kegiatan:
a. persiapan Akreditasi;
b. pelaksanaan Akreditasi; dan
c. pascaakreditasi
Pasal 16
Sanksi Setiap orang termasuk badan hukum yang dengan sengaja
mencantumkan status Akreditasi palsu dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 17
Rumah Sakit yang belum terakreditasi harus menyesuaikan
dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lambat 2
(dua) tahun sejak diundangkan.
Aturan Peralihan /
Penutup
Pasal 18
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 012 Tahun 2012 tentang Akreditasi
Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 413), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 19
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Materi Farmasi Definisi : Pedagang Besar Farmasi, PBF Cabang, Obat, Bahan
Obat Cara Distribusi Obat yang Baik.
Pasal 33
(1) Pelanggaran terhadap semua ketentuan dalam Peraturan
Menteri ini dapat dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa:
a. peringatan;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. pencabutan pengakuan; atau
d. pencabutan izin.
(3) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b berlaku paling lama 21 hari kerja
dan harus dilaporkan kepada Direktur Jenderal.
Pasal 34
(1) Dalam hal PBF atau PBF Cabang diberikan sanksi
administratif berupa penghentian sementara kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf b,
Sanksi pengaktifan kembali izin atau pengakuan dapat dilakukan
jika PBF atau PBF Cabang telah membuktikan pemenuhan
seluruh persyaratan administratif dan teknis sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
(2) Direktur Jenderal berwenang mencabut Izin PBF
berdasarkan rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
dan/atau hasil analisis pengawasan dari Kepala Badan.
(3) Kepala Badan berwenang memberi sanksi administratif
dalam rangka pengawasan berupa Peringatan dan
Penghentian Sementara Kegiatan PBF dan/atau PBF
Cabang.
(4) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi berwenang memberi
sanksi administratif berupa peringatan, penghentian
sementara kegiatan PBF dan/atau PBF Cabang, dan
pencabutan pengakuan PBF Cabang.
(5) Kepala Badan wajib melaporkan pemberian sanksi
administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
(6) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi wajib melaporkan
pemberian sanksi administratif kepada Direktur Jenderal.
Pasal 35
(1) PBF dan PBF Cabang yang telah memiliki izin dan/atau
pengakuan sebelum Peraturan Menteri ini diundangkan, wajib
menyesuaikan perizinan dan penyelenggaraan usahanya paling
lama 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Peraturan Menteri
Aturan Peralihan /
ini.
Penutup
(2) Permohonan Izin PBF dan PBF Cabang yang telah diajukan
sebelum mulai berlakunya Peraturan Menteri ini tetap diproses
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1191/Menkes/SK/IX/2002 atau Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 287/Menkes/SK/X/1976 tentang
Pengimporan, Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan Baku Obat.
Pasal 36
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
918/MENKES/PER/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1191/MENKES/SK/IX/2002 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
918/MENKES/PER/X/1993 tentang Pedagang Besar
Farmasi; dan
b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
287/MENKES/SK/XI/1976 tentang Ketentuan Pengimporan,
Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan Baku; dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 37
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Tujuan -
Materi Muatan / Aspek yang Diatur 1. Izin Edar Alkes dan PKRT
2. Tata Cara Permohonan Izin Edar
3. Masa Berlaku Izin Edar
4. Perpanjangan Masa Berlauk izin Edar
5. Perubahan Izin Edar
6. Pelaporan
7. Penandaan Alat Kesehatan dan/atau PKRT
8. Iklan Alat Kesehatan dan/atau PKRT
9. Pemeliharaan Mutu
10. Ekspor dan Impor
11. Peselisihan Keagenan
12. Peran Serta Masyarakat
13. Pembinaan dan Pengawasan
Tujuan -
Materi muatan/ 1. Alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga tertentu
aspek yang diatur 2. Sertifikat perusahaan rumah tangga
3. Penyelenggaraan
4. Pencatatatan dan pelaporan
5. Pembinaan dan pengawasan
6.
Materi farmasi Perusahaan rumah tangga, kriteria PKRT dan alat kesehatan,
Sanksi -
-
TUJUAN
LATAR
BELAKANG / a. bahwa beberapa ketentuan mengenai Dokumen Informasi Produk
ALASAN sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas
DITERBITKAN Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.12.10.12123 Tahun 2010
tentang Pedoman Dokumen Informasi Produk perlu disesuaikan
dengan perkembangan terkini di bidang Kosmetika;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan tentang Pedoman Dokumen Informasi Produk;
-
TUJUAN
MATERI
MUATAN /
ASPEK YANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK, AUDIT DIP
DIATUR
1. Pada saat Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku, DIP untuk
Kosmetika yang telah dinotifikasi dan disusun berdasarkan
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.03.1.23.12.10.12123 Tahun 2010 tentang Pedoman
Dokumen Informasi Produk tetap dapat digunakan.
ATURAN 2. Pada saat Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku,
PERALIHAN / Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
PENUTUP HK.03.1.23.12.10.12123 Tahun 2010 tentang Pedoman
Dokumen Informasi Produk, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
JUDUL
Tata Cara Sertifikasi Cara Distribusi Obat yang Baik
KETENTUAN Pasal 1
UMUM
Definisi : Obat, Bahan Obat, Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB),
Pedagang Besar Farmasi (PBF), PBF Cabang, Sertifikast CDOB,
Pemohon, Audit Pemenuhan Persyaratan CDOB (Pemeriksaan),
Corrective Action and Preventive Action (CAPA), Kepala Badan,
Deputi, Direktur, Kepala Balai, Hari.
Pasal 2
PBF atau PBF Cabang dalam menyelenggarakan pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran Obat dan/atau Bahan Obat wajib
menerapkan Pedoman Teknis CDOB sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
-
TUJUAN
1. Sertifikat CDOB
a. diberikan untuk kegiatan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran, obat dan bahan obat. Termasuk produk rantai
dingin (vaksin, produk biologi lainnya, narkotika, psikotropika
dan prekursor)
2. Persyaratan
a. Memiliki izin PBF untuk PBF, dan pengakuan sebagai PBF
Cabang untuk PBF Cabang. diajukan paling lama 12 (dua
belas) bulan terhitung sejak diterbitkan izin PBF atau
pengakuan sebagai PBF Cabang
Pasal 22
1. Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Kepala Badan
ini dapat dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan secara tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan; dan/atau
c. pencabutan Sertifikat CDOB.
ATURAN
Pasal 23
PERALIHAN /
PENUTUP Sertifikat CDOB yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan
Kepala Badan ini tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa
berlaku Sertifikat CDOB.
Pasal 24
Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Pasal 23
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku:
a. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.23.1455 Tahun 2008 tentang
Pengawasan Pemasukan Pangan Olahan;
b. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.1.55.1621 Tahun 2008 tentang
Pengawasan Pemasukan Bahan Kemasan Pangan;
c. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.1.42.0115 Tahun 2009 tentang
Pengawasan Pemasukan Bahan Baku Obat Tradisional;
dan
d. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.03.1.3.12.11.10693 Tahun 2011 Tentang
Pengawasan Pemasukan Bahan Obat. dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 24
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Pasal 36
(1) Semua peraturan yang telah dikeluarkan sebelum
ditetapkannya peraturan ini, masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dan atau belum diganti dengan peraturan
Aturan Peralihan / ini.
Penutup (2) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka
yang telah memiliki izin edar sebelum peraturan ini
ditetapkan harus melakukan penyesuaian selambat-
lambatnya 2 (dua) tahun sejak peraturan ini ditetapkan.
Pasal 37
(1) Hal-hal yang bersifat teknis yang belum cukup diatur dalam
peraturan ini akan diatur lebih lanjut.
(2) Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Materi Farmasi Persyatan Pemasukan obat dan makanan, Tata cara permohan
Pendaftaran Pemohon SKI Border atau SKI Post Border,
Pengajuan Permohonan Obat Tradisional, Obat Kuasi,
Kosmetika, dan Suplemen Kesehatan, Pengajuan Permohonan
Vaksin dan Sera, Dokumentasi obat dan makanan, Biaya
untuk pendaftaran pemohon SKI Border atau SKI Post
Border, Pengawasan Pemasukan obat dan makanan.
Sanksi 1. sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis
b. penghentian sementara kegiatan pemasukan dan/atau
peredaran; c. pemusnahan atau pengiriman kembali ke
negara asal re-ekspor
d. pembekuan izin edar; dan/atau
e. pencabutan izin edar.