Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan panik merupakan suatu permasalahan kesehatan masyarakat yang
berkelanjutan (Busch, et al, 2007). Gangguan panik merupakan suatu pengalaman
serangan panik yang tidak diharapkan yang diikuti oleh ketakutan yang menetap
tentang kemungkinan berulangnya serangan atau perubahan perilaku dalam
kehidupan sehari-hari sebagai akibat dari serangan tersebut (Martin, 2007).
Gangguan panik ditunjukkan oleh adanya episode kecemasan yang sangat,
durasinya pendek, berulang, dan tidak dapat diprediksi, yang diikuti oleh manifestasi
klinis yang khas. Agorafobia, perasaan takut berada pada tempat dimana melarikan
diri sulit, seperti tempat terbuka atau area publik, dapat juga hadir. Tanda dan gejala
yang memberatkan seperti sesak napas, takikardi, berdebar-debar, sakit kepala,
pusing, lemas, tersedak, mual dan kembung dikaitkan dengan perasaan adanya
bahaya (respon alarm). Serangan panik ketika tidur yang berulang (bukan mimpi
buruk) terjadi pada 30% kasus. Kecemasan untuk mengantisipasi (anticipatory
anxiety) berkembang pada semua pasien dan lebih lanjut akan membatasi kehidupan
pasien sehari-hari. Gangguan panik cenderung diturutkan dengan onset biasanya
dibawah usia 25 tahun; mempengaruhi 3-5% populasi, dan rasio wanita dibanding
laki-laki sebesar 2:1 (McPhee SJ, 2008).

Jenis obat yang banyak digunakan untuk gangguan kecemasan adalah dari
golongan benzodiazepine . Penanganan deperesi umumnya menggunakan
benzodiazepin atau buspiron dengan jangka waktu lebih dari 4 minggu, mungkin
lebih cocok menggunakan antidepresan sebelum menggunakan benzodiazepine
(PIONAS B.POM, 2013). Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek
farmakologi sekaligus, yakni anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui
medulla spinalis, dan amnesia retrograde.

1
2

Benzodiazepin banyak digunakan dalam praktik klinik. Keunggulan


benzodiazepin dari barbiturat yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi
penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat
dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepine telah banyak
digunakan sebagai pengganti barbiturate sebagai pramedikasi dan menimbulkan
sedasi pada pasien dalam monitoring anestesi (Arsyawina, 2014).
Benzodiazepin adalah molekul kecil yang relative larut lemak, yang siap
diabsorbsi secara oral dan dengan cepat melewati SSP. Midazolam harus melewati
hepar dulu sehingga hanya sekitar 50% dari dosis oral yang sampai ke sirkulasi
sistemik. Setelah pemberian bolus intravena, penghentian aksi obat terjadi secara
lebih luas dengan proses redistribusi. Golongan benzodiazepin sering diresepkan
untuk pasien depresi di banyak negara. Ada beberapa jenis obat golongan
benzodiazepine yaitu diantaranya seperti diazepam, alprazolam, lorazepam dan
chlobazam (Nugroho, 2012).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di negara-negara asia, 54% dari pasien
depresi berat menerima benzodiazepin (BDZ) sebagai terapi adjuvan terutama
diazepam. Diazepam memiliki efek hipnotik, ansietas, antikonvulsan, myorelaxant
dan amnestik yang dapat digunakan untuk berbagai kondisi (Tor et al, 2011).
Salah satu jenis golongan obat benzodiazepin yang sering diberikan pada
pasien depresi adalah Alprazolam, hal ini dikarenakan alprazolam sangat efektif
digunakan pada terapi gangguan panik dan agoraphobia, dan tampak lebih selektif
pada kondisi ini daripada obat-obat lainnya dalam golongan benzodiazepine
(Katzung, 2006). Alprazolam merupakan derivatif benzodiazepine, struktur
alprazolam mencakup cincin triazol pada posisi 1,2-dan obat-obat itu disebut
triazololobenzodiazepin. Oleh karena itu alprazolam sering disebut sebagai 1,4-
triazolo benzodiazepine analog (Depkes, RI, 2012).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di salah satu apotek di
Kota Bandung didapatkan hasil bahwa pada bulan Januari sampai dengan November
tahun 2018, jumlah resep obat alprazolam yang masuk cukup tinggi yaitu sebanyak
3

1005 resep. Dengan distribusi obat yang diperuntukkan pasien gangguan panik yaitu
sebanyak 732 pasien.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang Evaluasi Penggunaan Obat Penenang Alprazolam Pada Pasien dengan
Gangguan Panik Di Salah Satu Apotek Kota Bandung.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah penggunaan obat penenang alprazolam pada pasien dengan gangguan
panik di salah satu apotek Kota Bandung sudah tepat indikasi, tepat pasien dan tepat
dosis?.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dalam penelitian ini yaitu melakukan evaluasi penggunaan obat
penenang alprazolam pada pasien dengan gangguan panik di salah satu apotek Kota
Bandung sudah tepat indikasi, tepat pasien dan tepat dosis.

1.4 Manfaat penelitian


Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian tersebut ialah sebagai berikut:
a. Mafaat Teoritis
Memberikan informasi ilmiah mengenai gambaran penggunaan obat
alprazolam pada pasien yang menderita panic

b. Manfaat praktis
1. Untuk Penulis
● Untuk memenuhi dan melengkapi salah satu syarat dalam menempuh
ujian diploma (D3) farmasi.
● Menambah wawasan penulis tentang penggunaan obat penenang
alprazolam pada pasien dengan gangguan panik.
4

2. Untuk Pembaca
Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan,untuk dijadikan
rujukan dan sumber informasi untuk penelitian sejenis.
3. Untuk institusi
Sebagai bahan masukan untuk lebih meningkatkan serta mengoptimalkan
kinerja di institusi terkait.

Anda mungkin juga menyukai