DISUSUN OLEH: 1. DINA MAILANA (G1F011064) 2. AYNITA KURNIAWAN S. (G1F011066) 3. INTAN HANIFIANI (G1F011068) 4. FACHRI ADITIYA (G1F011072)
JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2014 I. JUDUL Konseling Apoteker kepada pasien ibu hamil.
II. TUJUAN Mampu melakukan konseling kepada pasien ibu hamil.
III. TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN MASALAH Kepatuhan pasien berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pengobatan. Hasil terapi tidak akan mencapai tingkat optimal tanpa adanya kesadaran dari pasien itu sendiri, bahkan dapat menyebabkan kegagalan terapi, serta dapat pula menimbulkan komplikasi yang sangat merugikan dan pada akhirnya akan berakibat fatal. Terapi obat yang aman dan efektif akan terjadi apabila pasien diberi informasi yang cukup tentang obat-obat dan penggunaannya (Cipolle, Strand & Morley, 2004). Pada pemberian informasi obat ini terjadi suatu komunikasi antara apoteker dengan pasien dan merupakan salah satu bentuk implementasi dari Pharmaceutical Care yang dinamakan dengan konseling (Jepson, 1990; Rantucci, 2007). Konseling berasal dari kata counsel yang artinya memberikan saran, melakukan diskusi dan pertukaran pendapat. Konseling adalah suatu kegiatan bertemu dan berdiskusinya seseorang yang membutuhkan (klien) dan seseorang yang memberikan (konselor) dukungan dan dorongan sedemikian rupa sehingga klien memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam pemecahan masalah. Konseling pasien merupakan bagian tidak terpisahkan dan elemen kunci dari pelayanan kefarmasian, karena Apoteker sekarang ini tidak hanya melakukan kegiatan compounding dan dispensing saja, tetapi juga harus berinteraksi dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya dimana dijelaskan dalam konsep Pharmaceutical Care (Binfar, 2007). Peranan penting konseling pasien adalah memperbaiki kualitas hidup pasien dan menyediakan pelayanan yang bermutu untuk pasien. Dari segi etimologi pediatric berarti cabang ilmu kedokteran yang mempelajari penyakit anak dan pengobatannya. Kehamilan merupakan suatu kondisi yang sangat mempengaruhi keadaan fisik dan psikologis ibu, maka konselor harus banyak mendengarkan keluhan klien berbeda pada umumnya dan banyak melaksanakan dialog dan sedikit menggunakan nasihat. Ibu hamil merupakan individu yang cukup unik karena pada ibu hamil di semua trimester akan mengalami perubahan psikologi dan perubahan emosi, sehingga diperlukan teknik tertentu dalam melakukan komunikasi terapeutik (Wahyuningrum, 2010). Yang harus ditekankan dalam pemberian penyuluhan tentang penggunaan obat pada wanita hamil adalah manfat pengobatan pada wanita hamil harus lebih besar daripada risiko jika tidak diberikan pengobatan. Cara yang perlu diterapkan saat melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien ibu hamil, antara lain: 1. Mendorong pasien untuk bercerita mengenai keluhannya. 2. Menanyakan mengenai kehamilannya. 3. Memberikan informasi yang dibutuhkan oleh ibu hamil, seperti perubahan fisik dan psikologi yang kerap terjadi semasa kehamilan. 4. Mengarahkan pada pokok permasalahan. 5. Mendengarkan. 6. Bersikap empati dan perhatian. 7. Meyakinkan dan memecahkan masalah pasien (Priyanto, 2009) Pada ibu hamil, penggunaan obat-obatan harus sangat diperhatikan karena dapat berpengaruh terhadap janin. Pengaruh buruk obat terhadap janin, secara umum dapat bersifat toksik, teratogenik, maupun letal tergantung pada sifat obat dan umur kehamilan pada saat minum obat. Pengaruh toksik adalah jika obat yang diminum selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologik atau biokimiawi dari janin yang dikandung, dan biasanya gejalanya baru muncul beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat bersifat teratogenik, jika menyebabkan terjadinya malformasi anatomic (kelainan/kekurangan organ tubuh) pada pertumbuhan organ janin. Pengaruh teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis subletal. Sedangkan pengaruh obat yang bersifat letal adalah yang mengakibatkan kematian janin dalam kandungan. Sehingga pemberian konseling dan edukasi tentang pengobatan harus diberikan dengan tegas dan jelas. Hal yang harus ditekankan dalam pemberian penyuluhan tentang penggunaan obat pada wanita hamil adalah manfat pengobatan pada wanita hamil harus lebih besar daripada risiko jika tidak diberikan pengobatan (Manuaba, 2008). Untuk mengetahui obat-obatan yang aman di konsumsi oleh ibu hamil, Food and Drug Administration (FDA) di Amerika membuat 5 kategori obat- obatan berdasarkan keamanannya terhadap kehamilan, yaitu: Kategori A: Studi terkontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya resiko bagi janin pada trisemester pertama kehamilan. Dan tidak ada bukti mengenai resiko pada trisemester ke dua dan ketiga. Kemungkinan adanya bahaya terhadap janin sangat rendah. Contoh: parasetamol, penisilin, eritromisin, glikosida jantung, isoniazid serta bahan-bahan hemopoetik seperti besi dan asam folat. Kategori B: Studi terhadap reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya resiko terhadap janin tetapi belum ada studi terkontrol pada ibu hamil atau sistem reproduksi binatang percobaan yang menunjukkan efek samping ( selain penurunan tingkat kesuburan), yang juga tidak diperoleh pada studi terkontrol pada trisemester 1 dan tidak terdapat bukti adanya resiko pada trisemester selanjutnya. B1 : Dari penelitian pada hewan tidak terbukti meningkatnya kejadian kerusakan janin (fetal damage). Contoh: simetidin, dipiridamol, dan spektinomisin. B2 : Data dari penilitian pada hewan belum memadai, tetapi ada petunjuk tidak meningkatnya kejadian kerusakan janin. Contoh: ikarsilin, amfoterisin, dopamin, asetilkistein, dan alkaloid belladonna. B3 : Penelitian pada hewan menunjukkan peningkatan kejadian kerusakan janin, tetapi belum tentu bermakna pada manusia. Contoh: karbamazepin, pirimetamin, griseofulvin, trimetoprim, dan mebendazol. Kategori C: Studi pada binatang percobaan menunjukkan adanya efek samping pada janin (teratogenik) dan tidak ada studi terkontrol pada wanita. Atau studi pada wanita maupun binatang percobaan tidak tersedia. Obat dalam kategori ini hanya boleh diberikan kepada ibu hamil jika manfaat yang diperoleh lebih besar dari resiko yang mungkin terjadi pada janin. Contoh: analgetik-narkotik, fenotiazin, rifampisin, aspirin, antiinflamasi non- steroid dan diuretika. Kategori D: Terdapat bukti adanya resiko terhadap janin manusia. Obat ini hanya diberikan bila manfaat pemberian jauh lebih besar dibandingkan resiko yang akan terjadi. (terjadi situasi yang dapat mengancam jiwa ibu hamil, dalam hal mana obat lain tidak dapat digunakan/ tidak efektif). Contoh: androgen, fenitoin, pirimidon, fenobarbiton, kinin, klonazepam, valproat, steroid anabolik, dan antikoagulansia. Kategori X: Studi pada binatang percobaan atau manusia telah memperlihatkan adanya kelainan janin (abnormalitas) atau terbukti beresiko terhadap janin. Resiko penggunaan obat pada wanita hamil jelas lebih besar dari manfaat yang diperoleh. Obat kategori X merupakan kontra indikasi bagi wanita hamil atau memiliki kemungkinan untuk hamil. Contoh: isotretionin, dietilstilbestrol, thalidomide, salisilat, dan asprin. (Cuningham, 2010) Obat-obatan yang termasuk dalam kategori A dan B aman untuk dikonsumsi ibu hamil. Jika sedang berobat ke dokter, selalu beritahu dokter jika sedang hamil agar obat-obatan diganti dengan yang aman terhadap janin.Jika terpaksa membeli obat sendiri, selalu lihat kategori kehamilan obat tersebut apakah aman atau tidak terhadap janin. Obat-obatan yang termasuk dalam kategori C dan D bisa berbahaya bagi janin dan hanya digunakan jika mengancam nyawa ibu. Digunakan oleh dokter dalam kondisi darurat dan dalam pengawasan.Obat-obatan yang termasuk dalam kategori X sangat berbahaya bagi janindan tidak pernah digunakan pada ibu hamil (Cuningham, 2010). Hal-hal penting dalam konseling untuk Ibu Hamil yaitu : 1. Pengkajian Peresepan (SkriningResep) 2. Pemantauan Penggunaan Obat 3. Pemberian Informasi dan Edukasi (Rantucci, 2007) Menurut Dr. dr. Dwiana Ocviyanti, Sp.OG dari Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM Jakarta, seorang wanita lebih rentan mengalami keputihan pada saat hamil karena pada saat hamil terjadi perubahan hormonal yang salah satu dampaknya adalah peningkatan jumlah produksi cairan dan penurunan keasaman vagina serta terjadi pula perubahan pada kondisi pencernaan. Semua ini berpengaruh terhadap peningkatan risiko terjadinya keputihan, khususnya yang disebabkan oleh infeksi jamur dan infeksi genital non spesifik. Jenis jamur tersebut,yaitu Kandidiasis vulvovaginalis (KVV), Trikomoniasis, Vaginosis bacterial (Manuaba, 2008).
Kasus untuk Pasien Ibu Hamil: Ny. Ayu, seorang ibu hamil bulan ke 7 mengeluh keputihan, yang disertai gatal-gatal didaerah kewanitaan. Ny. Ayu memiliki riwayat penyakit gatal-gatal, tidak pernah menderita DM maupun HT. TD 120/100 mmHg. Kepada Apoteker, ibu Ayu mengatakan bahwa memiliki alergi terhadap Amoxicillin tapi bu Ayu lupa mengatakan hal tersebut kepada dokter. Ibu Ayu datang bersama suaminya.
R/ Deksametason 0,75mg tab No X S3dd1 R/ Amoxicillin 500mg tab No. X S3dd1 R/ Kalk tab No. X S1dd1 R/ Metronidazol 500mg tab No XV S1dd1
Pro : Ny. Ayu (25th)
Rumusan Masalah: 1. Bagaimana cara mengawali konseling dengan pasien ibu hamil dalam kasus tersebut ? 2. Bagaimana cara yang baik dalam mendengarkan keluhan pasien ? 3. Apa saja hal-hal yang harus digali untuk memperoleh informasi mengenai permasalahan pasien terkait penyakit (keputihan) yang diderita? 4. Bagaimana menjelaskan tentang penyakit (keputihan) yang diderita pasien ? 5. Sudah aman dan tepatkah obat yang diresepkan oleh dokter ? Bagaimana menjelaskan dan meminta persetujuan kepada pasien dan dokter jika ada obat yang dirubah atau ditambahkan ? 6. Bagaimana menjelaskan tentang obat-obat yang diterima oleh pasien, termasuk indikasi, aturan pakai, kontraindikasi, interaksi, efek samping, dan hal-hal yang perlu dihindari sehubungan dengan pemakaian obat?
IV. PEMECAHAN MASALAH 1. Mengawali Pembicaraan Konseling dengan Pasien Hal pertama yang dilakukan adalah menyapa ketika pasien dan keluarga yang mendampingi datang ke apotek, kemudian mempersilahkan masuk keruangan dan mempersilahkannya duduk lalu apoteker memperkenalkan diri dan menanyakan nama pasien maupun keluarga yang mendampingi(suami pasien). Setelah itu, apoteker menanyakan dengan baik-baik dan sopan apa keperluan pasien datang ke apotek. Kemudian ditanyakan apakah pasien maupun suami pasien memiliki waktu, jika memiliki waktu maka konseling dapat dilakukan.
2. Cara yang Baik Mendengarkan Keluhan Pasien Cara yang baik ketika berhadapan dengan pasien ibu hamil adalah menjadi pendengar yang baik, murah senyum, lemah lembut, ramah, serta menunjukkan rasa simpati dan empati.
3. Hal-hal yang Harus Digali Untuk Memperoleh Informasi Mengenai Permasalahan Pasien Terkait Penyakit Batuk dan Pilek yang Diderita Apoteker akan memperoleh informasi dari pasien maupun suami pasien. Hal-hal yang harus ditanyakan oleh Apoteker yaitu: Sejak kapan keputihan tersebut muncul Tahukah pasien mengenai penyebabnya Ada atau tidaknya riwayat penyakit lain yang dideritanya Apakah pasien memiliki alergi atau tidak
4. Penjelasan Penyakit Keputihan yang Diderita Pasien Penyampaian informasi dilakukan menggunaan bahasa yang sopan dan mudah dipahami oleh pasien agar tidak terjadi kesalah pahaman. Dalam menyampaikan informasi jangan sampai membuat pasien merasa semakin takut dan khawatir terhadap penyakit yang dialaminya. Hal ini bertujuan agar pasien tidak stress yang nantinya justru akan mengganggu kondisi psikologis dan kehamilannya. a. Keputihan Keputihan adalah cairan yang keluar dari vagina yang berwarna putih yang biasanya keluar menjelang haid atau pada masa kehamilan. Keputihan biasanya terjadi menjelang ovulasi, badan lelah atau akibat rangsangan seksual (Purwantyastuti, 2004). Keputihan dapat bersifat normal (fisiologis) dan tidak normal (patologis). Dalam keadaan normal, cairan yang keluar cenderung jernih atau sedikit kekuningan dan kental seperti lendir serta tidak disertai bau atau rasa gatal. Namun bila cairan yang keluar disertai bau, rasa gatal, nyeri saat buang air kecil atau warnanya sudah kehijauan atau bercampur darah, maka ini dapat dikategorikan tidak normal (Manuaba, 2008).
Penyebab Penyebab keputihan dapat digolongkan pada dua golongan besar, yaitu fisiologis dan patologis. Pada keadaan fisiologis, keputihan dapat terjadi pada saat hamil, sebelum dan sesudah haid, saat mendapat rangsang seksual, saat banyak melakukan aktivitas fisik yang kesemuanya tidak menimbulkan keluhan tambahan seperti bau, gatal, dan perubahan warna (Purwantyastuti, 2004). Sedangkan keputihan patologis disebabkan oleh infeksi mikroorganisma seperti virus, bakteri, jamur, dan parasit bersel satu Trichomonas vaginalis. Dapat pula disebabkan oleh iritasi karena berbagai sebab seperti iritasi akibat bahan pembersih vagina, iritasi saat berhubungan seksual, penggunaan tampon, dan alat kontrasepsi (Purwantyastuti, 2004). 1. Vaginitis Penyebabnya adalah pertumbuhan bakteri normal yang berlebihan pada vagina. Dengan gejala cairan vagina encer, berwana kuning kehijauan, berbusa dan bebau busuk, vulva agak bengkak dan kemerahan, gatal, terasa tidak nyaman serta nyeri saat berhubungan seksual dan saat kencing. Vaginosis bakterialis merupakan sindrom klinik akibat pergantian Bacillus Duoderlin yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi seperti Bacteroides Spp, Mobiluncus Sp, Peptostreptococcus Sp dan Gardnerella vaginalis (Endang, 2003). 2. Candidiasis Umumnya penyebab keputihan tersering pada wanita hamil adalah infeksi jamur Candida sp. Wanita hamil dapat terkena keputihan sejak awal kehamilan hingga trimester akhir menjelang persalinan. Namun pada keputihan karena infeksi jamur, akan lebih berat terjadi pada bulan-bulan terakhir kehamilan karena pada saat tersebut kelembaban vagina paling tinggi. Gejalanya adalah keputihan berwarna putih susu, begumpal seperti susu basi, disertai rasa gatal dan kemerahan pada kelamin dan disekitarnya (Manuaba, 1998). 3. Trichomoniasis Berasal dari parasit yang disebut Trichomonas vaginalis. Gejalanya keputihan berwarna kuning atau kehijauan, berbau dan berbusa, kecoklatan seperti susu ovaltin, biasanya disertai dengan gejala gatal dibagian labia mayora, nyeri saat kencing dan terkadang sakit pinggang. Trichomoniasis merupakan penyakit infeksi protozoa yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, biasanya ditularkan melalui hubungan seksual dan sering menyerang traktus urogenitalis bagian bawah. Pada wanita sering tidak menunjukan keluhan, bila ada biasanya berupa duh tubuh vagina yang banyak, berwarna kehijauan dan berbusa yang patognomonic (bersifat khas) untuk penyakit ini (Endang, 2003). 4. Adanya benda asing dan penyebab lain Infeksi ini timbul jika penyebab infeksi (bakteri atau organisme lain) Masuk melalui prosedur medis, saperti; haid, abortus yang disengaja, insersi IUD, saat melahirkan, infeksi pada saluran reproduksi bagian bawah yang terdorong sampai ke serviks atau sampai pada saluran reproduksi bagian atas (Endang, 2003).
Gejala Keputihan normal mempunyai cirri-ciri sebagai berikut: Cairan yang keluar encer, berwarna bening atau krem, tidak berbau, tidak gatal, dan jumlahnya sedikit. Keputihan tidak normal mempunyai cirri-ciri sebagai berikut: Cairan yang keluar bersifat kental, berwarna putih susu, kuning atau hijau, terasa gatal, berbau tidak sedap, menyisakan bercak pada pakaian dalam, dan jumlahnya banyak. (Dalimartha, 1999)
Terapi farmakologi Keputihan yang dikategorikan normal tidak perlu ada terapi khusus, yang penting adalah membersihkan organ intim secara benar dan teratur. Umumnya cukup dengan sabun khusus vagina dan air bersih serta menjaga agar pakaian dalam tetap kering dan bersih setiap saat. Sedangkan pada keputihan yang tidak normal sesuai dengan penyebabnya, harus segera mendapatkan pengobatan medis. Demikian pula untuk keputihan yang terjadi pada masa kehamilan (Suryana, 2009). Penanganan atau pengobatan untuk keputihan pada ibu hamil tergantung penyebab keputihan itu sendiri. Misalnya penyebab yang tersering yaitu infeksi jamur Candida sp, pengobatan yang paling aman pada perempuan hamil adalah pengobatan lokal dengan krim atau sejenis kapsul yang dimasukkan ke dalam vagina. Pada infeksi bakteri yang paling sering menyebabkan persalinan prematur ada obat-obat minum dalam bentuk kapsul atau tablet yang aman dikonsumsi ibu hamil. Pada infeksi Neiserrea gonorrhoeae ada suntikan atau obat yang diminum dalam bentuk kapsul yang juga aman untuk ibu hamil (Suryana, 2009). Pengobatan keputihan yang disebabkan oleh Candidiasis dapat diobati dengan anti jamur atau krim. Biasanya jenis obat anti jamur yang sering digunakan adalah Imidazol yang disemprotkan dalam vagina sebanyak 1 atau 3 ml. Ada juga obat oral anti jamur yaitu ketocinazole dengan dosis 2x1 hari selama 5 hari. Apabila ada keluhan gatal dapat dioleskan salep anti jamur (Jones, 2005). Pengobatan Fluor albus yang disebabkan oleh Trichomoniasis mudah dan efektif yaitu setelah dilakukan pemeriksaan dapat diberikan tablet metronidazol (Flagy) atau tablet besar Tinidazol (fasigin) dengan dosis 3x1 hari selama 7-10 hari. Pengobatan keputihan (Fluor albus) yang disebabkan oleh vaginitis sama dengan pengobatan infeksi Trichomoniasis. yaitu dengan memberikan Metronidazol atau Tinidazol dengan dosis 3x1 selama 7- 10 hari. Pengobatan kandidiasis vagina dapat dilakukan secara topikal maupun sistemik. Obat anti jamur tersedia dalam berbagai bentuk yaitu : gel, krim, losion, tablet vagina, suppositoria dan tablet oral.
5. Menjelaskan dan Meminta Persetujuan Kepada Pasien dan Dokter Jika Ada Obat yang Dirubah Atau Ditambahkan Cara menyampaikan penggantian obat kepada dokter penulis resep yaitu dengan menjelaskan kondisi pasien yang memiliki alergi terhadap salah satu obat yaitu amoksisilin sehingga penggunaan amoksisilin harus dihilangkan. Kemudian penggunaan dexamethason harus diganti dengan yang lebih aman karena dexamethason merupakan kategori C bagi ibu hamil yang dapat membahayakan janin. Penggantian sediaan dexametason menjadi cetirizine karena citirizine termasuk kategori B yang aman untuk ibu hamil dan merupakan antihistamin potensial yang memiliki efek sedasi (kantuk) ringan dengan sifat tambahan anti alergi. Antihistamin masih menjadi pilihan pertama pengobatan alergi. Cetirizine adalah obat antialergi generasi terbaru dengan bahan aktif Cetirizine Dihidroklorida terbukti lebih nyaman dan menguntungkan karena tak menimbulkan efek mengantuk sehingga tak mengganggu aktivitas pasien, tidak menimbulkan rasa berdebar-debar dan penggunaannya cukup sekali sehari (Anonim, 2012).
6. Menjelaskan Mengenai Obat-obat yang Diterima Pasien, Termasuk Indikasi, Aturan Pakai, Kontraindikasi, Interaksi, Efek Samping, dan Hal-Hal yang Perlu Dihindari Sehubungan dengan Pemakaian Obat a. Cetirizine Tablet 10 mg Komposisi Cetrizine diHCl 10 mg Harga Rp 13.365,- (ktk 3x10 tablet) Indikasi Terapi alergi Cara Pakai Dikonsumsi bersamaan dengan atau tanpa makanan Aturan Pakai 1 kapsul 10 mg / hari Kontraindikasi Penderita dengan pengalaman hipersensitif pada Cetirizine, pada ibu menyusui karena diekskresi pada air susu ibu, ginjal berat. Interaksi Alkohol Efek Samping Sakit kepala, pusing, mengantuk, agitasi, mulut kering, gangguan gastro intestinal, reaksi kulit, angioedema. Hal-hal yang Perlu di Perhatikan Selama penggunaan, tidak boleh mengemudi atau menjalankan mesin yang memerlukan ke-awas-an tinggi.. Penderita mempunyai gangguan ginjal atau hati. Penyimpanan Simpan obat pada suhu ruang antara 25-30 derajat celcius, terlindung dari cahaya, jangan simpan obat di kamar mandi, hindari dari jangkaun anak-anak dan bintang (Anonim, 2011)
b. Metronidazol Tablet 500 mg Komposisi Tiap tablet Metronidazol 500 mg berisi Metronidazole 500 mg Harga Rp 29.700,- (ktk 10x10 tablet) Indikasi Pengobatan seperti vaginitis dan uretritis yang disebabkan oleh trichomonas atau candida, amoebiasis seperti amebiasis intestinal dan amebiasis hepatic yang disebabkan oleh E. histolytica, dan giardiasis ; Pengobatan infeksi - infeksi serius bakteri anaerob. Cara Pakai Dikonsumsi bersamaan dengan atau tanpa makanan Aturan Pakai 1 tablet 500 mg / hari Kontraindikasi Diketahui sensitif terhadap metronidazole atau turunan nitroimidazole; Penggunaan bersama dengan ethyl alcohol; Penderita dengan sejarah penyakit neurologi serius; Kegagalan ginjal yang berat; Kehamilan trimester pertama. Interaksi Metronidazole menghambat metabolisme warfarin dan dosis antikoagulan kumarin lainnya harus dikurangi. Pemberian alkohol selama terapi dengan metronidazole dapat menimbulkan gejala seperti pada disulfiram yaitu mual, muntah, sakit perut dan sakit kepala. Dengan obat-obat yang menekan aktivitas enzim mikrosomal hati seperti simetidina, akan memperpanjang waktu paruh metronidazole. Efek Samping Mual, sakit kepala, anoreksia, diare, nyeri epigastrum dan konstlpasi. Hal-hal yang Perlu di Perhatikan Metronidazole tidak dianjurkan untuk penderita dengan gangguan pada susunan saraf pusat, diskrasia darah, kerusakan hati, ibu menyusui dan dalam masa kehamilan trimester II dan III. Pada terapi ulang atau pemakaian lebih dari 7 hari diperlukan pemeriksaan sel darah putih. Penyimpanan Simpan di tempat sejuk dan kering, teriindung dari cahaya. (Anonim, 2006)
c. Kalk Komposisi Tablet Kalsium Laktat / Calcium Lactate 500 mg Harga Rp 70.200,- per 1000 tablet Indikasi Kalsium tambahan pada masa pertumbuhan, masa hamil, menyusui, & untuk pertumbuhan tulang & gigi. Juga sebagai antasida. Cara Pakai Dikonsumsi bersamaan dengan makanan (meningkatkan absorpsi kalsium) Aturan Pakai 1 tablet 500 mg / hari Kontraindikasi Diketahui mengalami gangguan ginjal berat dan Hiperkalsemia. Interaksi Tetrasiklin, antasid, penyekat H2 Diet tinggi serat dapat menurunkan absorpsi kalsium karena mempercepat waktu pengosongan lambung dan terjadi kompleks serat-kalsium Efek Samping Hiperkalsemia, bradikardi, aritmia, anoreksia, lemas, mual, muntah, polidipsia, poliuria Hal-hal yang Perlu di Perhatikan Insufisiensi ginjal atau yang menderita batu ginjal. Penyimpanan Simpan obat pada suhu ruang antara 25-30 derajat celcius (Mehta, D. K., 2006 dan McEvoy, G. K., 2004)
Terapi Non Farmakologi Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan untuk mengatasi keputihan antara lain dapat dilakukan pencegahan yaitu : 1. Membersihkan organ intim dengan pembersih yang tidak mengganggu kestabilan pH di sekitar vagina. Salah satunya produk pembersih yang terbuat dari bahan dasar susu. Produk seperti ini mampu menjaga seimbangan pH sekaligus meningkatkan pertumbuhan flora normal dan menekan pertumbuhan bakteri yang tak bersahabat. Sabun antiseptik biasa umumnya bersifat keras dan dapat flora normal di vgina. Ini tidak menguntungkan bagi kesehatan vgina dalam jangka panjang. 2. Menghindari pemakaian bedak pada organ kewanitaan dengan tujuan agar vagina harum dan kering sepanjang hari. Bedak memiliki partikel-partikel halus yang mudah terselip disana-sini dan akhirnya mengundang jamur dan bakteri bersarang di tempat itu. 3. Memperhatikan personal hygiene terutama pada bagian alat kelamin sangat membantu penyembuhan,dan menjaga tetap bersih dan kering, seperti penggunaan tisu basah atau produk panty liner harus betul- betul steril. Bahkan, kemasannya pun harus diperhatikan. Jangan sampai menyimpan sembarangan, misalnya tanpa kemasan ditaruh dalam tas bercampur dengan barang lainnya. Karena bila dalam keadaan terbuka, bisa saja panty liner atau tisu basah tersebut sudah terkontaminasi. Memperhatikan kebersihan setelah buang air besar atau kecil. Setelah bersih, mengeringkan dengan tisu kering atau handuk khusus. Alat kelamin jangan dibiarkan dalam keadaan lembab. 4. Perubahan Tingkah Laku Keputihan (Fluor albus) yang disebabkan oleh jamur lebih cepat berkembang di lingkungan yang hangat dan basah maka untuk membantu penyembuhan menjaga kebersihan alat kelamin dan sebaiknya menggunakan pakaian dalam yang terbuat dari katun serta tidak menggunakan pakaian dalam yang ketat. Celana dari bahan satin atau bahan sintetik lain membuat suasana disekitar organ intim panas dan lembab. 5. Menggunakan celana dalam yang kering. Seandainya basah atau lembab, usahakan cepat mengganti dengan yang bersih dan belum dipakai. 6. Pakaian luar juga perlu diperhatikan. Celana jeans tidak dianjurkan karena pori-porinya sangat rapat. (Jones, 2005) 7. Menghindari beraktivitas yang terlalu lelah, panas dan keringat yang berlebih. 8. Mengurangi dan menghindari stress karena stress merupakan suatu faktor timbulnya keputihan. 9. Selain pengobatan medis, biasanya orang akan menggunakan daun sirih untuk mengurangi keputihan. Caranya, dengan meminum air daun sirih yang telah direbus terlebih dahulu. Cara ini cukup aman untuk ibu hamil dan bayinya (Suryana, 2009)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006, Metronidazol, http://www.ptphapros.co.id. Diakses tanggal 29 Mei 2014. Anonim, 2011, Cetirizine Tablet 10 mg, http://mac.promomedika.com. Diakses tanggal 29 Mei 2014. Anonim, 2012, Terapi Alergi Cetirizine, http://allergycliniconline.com. Diakses tanggal 29 Mei 2014. Binfar, 2007, Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian Di Sarana Kesehatan, Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Cipolle, RJ., Strand, LM., Morley, PC, 2004, Pharmaceutical Care Practice : The Clinicans Guide (2th Ed), The McGraw Hill Co., New York. Cuningham, F Gary. Et Al, 2010, Williams Obstetrics 23rd edition. Section 3: Antepartum, Chapter 8: Prenatal Care, McGraw Hill, United States. Dalimartha, S. dan Soedibyo, M., 1999, Awet Muda Dengan Tumbuhan Obat dan Diet Suplemen, Trubus Agriwidya, Jakarta. Endang, H., 2003, Komplikasi Keputihan Pada Wanita Indonesia, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta. Jepson, M.H., 1990, Patient Compliance and Conselling, Diana M., Aulton, ME. (Editor), Pharmaceutical Practice, Churscill Livingstone, London. Jones, 2005, Buku Ajar Konsep Kebidanan, Penerbit EGC, Jakarta. Mansjoer, Arif, dkk., 2001, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica Aesculpalus, FKUI, Jakarta. Manuaba, IBG., 2008, Gawat Darurat Obstetric-Ginekologi dan Obstetric- Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan, EGC, Jakarta. McEvoy, G. K., 2004, AHFS Drug Information, American Society of Health System Pharmacists, Bethesda. Mehta, D. K., 2006, British National Formulary, 52nd Edition, British Medical Association and Royal Pharmaceutical Society of Great Britain, London. Priyanto, Agus, 2009, Komunikasi dan Konseling, Salemba Medika, Jakarta. Purwantiastuti, 2004, Penyakit Terapi dan Obatnya, Intisari Mediatama. Rantucci, M.J., 2007, Komunikasi Apoteker-Pasien (Edisi 2), Penerjemah : A. N. Sani. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Suryana, Hadi, 2009, Keputihan dapat Sebabkan Keputihan, http://lifesyle.okezone.com. Diakses tanggal 29 Mei 2014. Wahyuningrum, Erma, 2010, Buku Saku Komunikasi dan Konseling dalam Praktik Kebidanan, Trans Infomedia, Jakarta.