PENDAHULUAN
Penggunaan obat selama kehamilan dan menyusui merupakan hal yang
hampir tidak bisa dihindari. Beberapa obat dapat memiliki efek buruk pada bayi
bila terpapar. Oleh karena itu penting bagi dokter untuk menyadari perubahan
farmakokinetik dan farmakodinamik selama kehamilan. Pengetahuan tentang
pengenalan obat teratogenik dan obat yang aman untuk digunakan selama
kehamilan sangat penting. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kandungan
obat masuk ke dalam ASI dan dengan demikian mempengaruhi anak dalam
beberapa kasus. Sehingga beberapa obat dapat mempengaruhi laktasi. Semua data
ini harus secara hati-hati dipelajari oleh dokter.1,2
Di Amerika Serikat, diperkirakan 3 persen bayi memiliki malformasi
struktur mayor yang terdeteksi saat lahir. Pada usia 5 tahun, sekitar 3 persen
lainnya telah didiagnosa dengan sebuah malformasi, dan sekitar 8 sampai 10
persen
ditemukan
memiliki
satu
atau
lebih
kelainan
fungsional
atau
BAB II
PEMBAHASAN
1.
TAHAPAN ORGANOGENESIS
sempurna. Jari-jari tangan dan jari-jari kaki mulai ada dan lengan menekuk di
siku. Bibir atas telah sempurna dan telinga luar membentuk ketinggian definitif di
kedua sisi kepala. Gangguan atau teratogen akan mempunyai dampak yang berat
apabila terjadi pada gestasi kurang dari 12 minggu, terlebih pada minggu ketiga.3
Menghindari
pengobatan
farmakologis
pada
kehamilan
tidak
macam kategori penggunaan obat dalam kehamilan yang biasa digunakan, yaitu
berdasarkan FDA & ADEC.6
A. Kategori obat dalam kehamilan berdasarkan FDA
Untuk memberi tuntunan terapi, Food and Drug Administration (1979)
membuat suatu sistem untuk menentukan peringkat keamanan obat pada
kehamilan. Sistem ini dirancang untuk membantu dokter menyederhanakan
informasi manfaat-risiko dengan kategori-kategori yang dinyatakan dengan hurufhuruf. Kesepakatan umum menyatakan bahwa sistem ini tidaklah ideal. Banyak
peringkat obat didasarkan pada data hewan, laporan kasus, dan data manusia yang
terbatas atau tidak ada, dengan informasi yang jarang diperbaharui. Karena
produsen juga membuat peringkat, yang sering terjadi ketidaksesuaian.
Kekurangan lain adalah bahwa adanya kategori-kategori ini menimbulkan kesan
bahwa obat-obat dalam satu kategori memiliki risiko yang setara, yang sebenarnya
tidak.1,3
Kategori
PEMBAHASAN
Studi studi pada wanita hamil belum memperlihatkan adanya risiko
kelainan janin jika diberikan selama trimester pertama (kedua, ketiga,
atau semuanya), dan kemungkinan bahaya bagi janin manusia
tampaknya terkontrol.
Studi-studi reproduksi pada hewan telah dilakukan dan tidak
memperlihatkan adanya bukti gangguan fertilitas atau bahaya bagi janin.
Informasi peresepan perlu memperjelas jenis hewan dan bagaimana
belum ada studi reproduksi pada hewan dan belum ada studi terkontrol
dan adekuat pada manusia.
Obat ini dapat membahayakan janin jika diberikan kepada wanita hamil.
Jika obat ini digunakan selama kehamilan atau jika seorang wanita
ini maka ia perlu diberi tahu tentang kemungkinan bahaya bagi janinnya
Tabel 2 - Kategori FDA Untuk Obat Pada Kehamilan (dikutip dari kepustakaan 3)
B. Kategori obat dalam kehamilan berdasarkan Australian Drug Evaluation
Committee (ADEC)
Sistem kategorisasi Australia berbeda dari kategorisasi FDA. Kategorisasi
obat-obatan untuk digunakan dalam kehamilan tidak mengikuti struktur hierarki.
Data manusia masih kurang atau tidak memadai untuk obat kategori B1, B2 dan
B3. Subkategorisasi dari kategori B berdasarkan data hewan. Kategori B tidak
berarti lebih aman daripada kategori C. Obat dalam kategori D tidak benar-benar
dikontraindikasikan selama kehamilan (agen anti konvulsan). Untuk produk
farmasi yang mengandung dua atau lebih bahan aktif, kategorisasi kombinasi
didasarkan pada bahan aktif dengan kategorisasi kehamilan paling bersifat
membatasi.7
Kategori
PEMBAHASAN
Obat yang telah banyak digunakan oleh ibu hamil maupun wanita
usia produktif tanpa disertai bukti peningkatan frekuensi terjadinya
malformasi ataupun efek lain yang membahayakan janin yang diteliti
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Obat yang digunakan hanya sejumlah kecil ibu hamil maupun wanita
usia reproduktif tanpa disertai bukti peningkatan kejadian malformasi
B1
B2
4. TERATOGEN
Teratogenik adalah disgenesis organ janin baik secara struktural maupun
fungsi. Teratogenesis bermanifestasi sebagai gangguan pertumbuhan, kematian
janin,
pertumbuhan
karsinogenesis, dan
malformasi. Teratogenesis
atau
Gambar 2 - Sindrom Janin Hidantoin. Atas: fitur wajah termasuk hidung yang
menengadah, hipoplasia ringan pertengahan wajah, dan bibir atas yang panjang
dengan batas merah terang yang tipis. Bawah: hipoplasi jari-jari distal. (Dikutip
dari kepustakaan 3)
Kategori
Obat
obat
Efek
dalam
kehamila
n
Defek
Valproat
neural-tube,
CLP,
Fenitoin
1-2% monoterapi,
9-12% politerapi
kraniofasial,
keterlambatan
perkembangan,
5-11%
1-2%
10-20%
kelainan jantung.
Karbamazepin
Fenobarbital
Spina bifida
CLP,
anomali
jantung,
10
Beberapa
Topiramate
penelitian
2%
dengan CLP
Berhubungan
Levetiracetam
abnormalitas
dengan
tulang
pada
Sangat
sedikit
kasus
yang
dilaporkan
monoterapi,
CLP
kali
lipat
10
pada
politerapi
Tabel 4 - Efek teratogenik yang dapat ditimbulkan oleh beberapa obat
antikonvulsan (dikutip dari kepustakaan 3)
B. Antibiotik
Penisilin
Penisilin dan derivat-derivatnya, termasuk amoksisilin dan ampisilin,
mempunyai batas keamanan yang lebar dan tingkat toksisitas yang rendah untuk
wanita dan janinnya. Penisilin adalah golongan -laktam yang bekerja dengan
menghambat sintesis dinding bakteri dan dapat diberikan secara oral,
intramuskular, dan intravena. Golongan obat ini merupakan obat pilihan utama
untuk mengobati infeksi bakteri dengan cakupan jenis bakteri yang luas, termasuk
bakteri streptokokus grup A penyebab faringitis, otitis media, dan pneumonia yang
diakibatkan oleh Streptococcus pneumoniae. Penisilin merupakan obat pilihan
utama untuk mengobati sifilis. Ampisilin dan amoksisilin merupakan pilihan yang
baik untuk infeksi saluran kemih akibat bakteri enterokokus, tetapi banyak bakteri
lain yang sudah resisten, oleh karena itu penggunaannya harus digunakan secara
selektif.
Amoksisilan-klavulanat
merupakan
kombinasi
-laktam
dengan
11
tersebut. Kombinasi ini dapat digunakan untuk sinusitis dan infeksi saluran kemih.
Penisilin dapat digunakan secara aman selama masa menyusui.9
Tetrasiklin
Tetrasiklin dapat menyebabkan pewarnaan kuning coklat gigi desidua atau
mengendap di tulang panjang janin jika digunakan setelah 25 minggu. Namun
risiko karies gigi pada anak yang terpajan tidak meningkat. Salah satu pengobatan
yang menggunakan obat ini adalah dalam pengobatan sifilis pada ibu hamil
dengan alergi penisilin.3,9
Aminoglikosida
Pemberian obat ini kepada ibu hamil dapat menyebabkan keadaan toksik
darah janin, tetapi hal ini dapat dihindari dengan memberikan dosis yang lebih
rendah secara terbagi (Regev, dkk., 2000). Meskipun baik nefrotoksisitas dan
ototoksisitas pernah dilaporkan terjadi pada neonatus kurang bulan dan orang
dewasa yang diberi gentamisin atau streptomisin, cacat konginetal akibat pajanan
prenatal belum pernah dilaporkan.3,9
Secara klinis aminoglikosida sering digunakan untuk terapi infeksi yang
disebabkan oleh kuman Gram positif dan Gram negatif termasuk Mycobacterium
tuberculosis, baik dalam bentuk sediaan tunggal maupun kombinasi dengan
antibiotika lain. Aminoglikosida merupakan antibiotik utama untuk pengobatan
infeksi serius yang disebabkan gram negatif.3,9
Kloramfenikol
Obat ini mudah menembus plasenta dan mencapai darah dalam jumlah
yang signifikan, biasa digunakan pada penyakit seperti ISK, tifoid dan pada
infeksi mata. Insiden anomali kongenital tampaknya tidak meningkat pada janin
yang terpajan pada obat ini. Jika diberikan pada neonatus kurang bulan, obat ini
dapat menyebabkan gray baby syndrome. Keadaan ini bermanifestasi sebagai
sianosis, kolaps vaskular, dan kematian. Kecil kemungkinan bahwa kadar dalam
serum yang berasal dari pemberian kepada ibu dapat menyebabkan sindrom
tersebut.3,9
Sulfonamid
12
Obat
Kategori
Penisilin, Ampisilin, Amoxicilin
B
Aminoglikosida
Eritromisin
B
Amikasin
C/D
Gentamisin
C
Streptomisin
D
Tetrasiklin
D
B/D jika digunakan menjelang kelahiran
Sulfonamid
Sefalosporin
B
Metronidazole
B
Tabel 5 - Antibiotik dan Kategorinya (dikutip dari kepustakaan 6)
C.
Analgetik-Antipiretik
Peresepan analgesik sangat sering dilakukan pada ibu hamil. Pembagian
kategori dari analgesik pada dasarnya terbagi dua yaitu anti inflamasi non-steroid
dan golongan opioid.9
NSAID
Obat ini tidak dianggap teratogenik, tetapi dapat menimbulkan efek
merugikan jika digunakan pada trimester ketiga. Indometasin dan ibuprofen
13
14
Golongan opioid seperti kodein, meperidin, dan oxycodone aman digunakan pada
saat kehamilan dan menyusui.9
Obat
Kategori
NSAID
Parasetamol
Asam Mefenamat
Ibuprofen
Indometasin
Asetaminofen
Fenasetin
Aspirin
Opioid
B
B
D
D
B
B
C
B/D (Digunakan dalam dosis tinggi atau
waktu yang lama.
Tabel 6 - Analgesik dan Kategorinya (dikutip dari kepustakaan 6)
15
pertama
kita
dapat
menggunakan
alternatif
pengobatan
lain
16
teratogenitas pada obat golongan ini, obat ini juga aman digunakan saat menyusui.
Pada pengobatan jangka panjang seperti pada penggunaan salmoterol obat juga
aman digunakan.3,8,9,13
Kortikosteroid
Kortikosteroid inhalan juga merapakan pengobatan asma lini pertama.
Cara kerja obat ini adalah dengan mereduksi inflamasi. Obat-obatan termasuk
beclomethasone, fluticasone dan lain-lain terbukti aman digunakan selama
kehamilan dan menyusui. Kortokosteroid sistemik juga dapat digunakan pada
pengobatan asma akut akan tetapi menurut penelitian dapat meningkatkan resiko
bibir dan langit-langit sumbing sampai lima kali lipat.3,8,9,12,13
Teofilin
Teofilin memang bukan pengobatan lini pertama pada asma,akan tetapi
pada kasus emergensi dan alergi terhadap obat lini pertama obat ini sering
digunakan. Obat ini dapat digunakan secara intravena maupun oral. Penggunaan
teofilin tidak menunjukan bukti adanya kejadian malformasi.1,9
F. Imunosupresan
Kortikosteroid
Hidrokortison, prednison, dan kortikosteroid lain sering digunakan untuk
mengobati penyakit medis serius, misalnya asma dan penyakit autoimun. Dalam
studi hewan, obat golongan ini dilaporkan berkaitan dengan langin-langit
sumbing. Dalam sebuah studi prospektif 10 tahun oleh Motherisk Program and
University of Toronto, pajanan kortikosteroid tidak berkaitan dengan peningkatan
risiko malformasi mayor. Namun, suatu meta-analisis oleh para peneliti yang
sama memperlihatkan adanya peningkatan insiden bibir sumbing. Odds ratio
untuk bibir sumbing dalam penelitian-penelitian kasus-kelola meningkat sekitar
tiga kali lipat-risiko absolut adalah 3/1000. Berdasarkan temuan-temuan ini,
kortikosteroid sistemik berada dalam kategori D jika digunakan pada trimester
pertama, tetapi obat ini tidak dianggap memiliki risiko teratogenik mayor.3,9
G. Anti Jamur
Anti jamur biasanya digunakan pada penyakit kulit dan keputihan yang
disebabkan oleh jamur. Terdapat beberapa laporan terkait malformasi kongenital
yang berhubungan dengan penggunaan flukonazol. Didapatkan abnormalitas
tulang, bibir sumbing dan kelainan bahu lainnya. Terdapat juga laporan hubungan
17
acetate
yang
diberikan
sebagai
depot
kontrasepsi
kontrasepsi
progesteron
saja/bukan
pil
kombinasi),
diperkirakan
Kategori
X
X
18
Progestogen
Hydroxyprogestrone
Medroxyprogestrone
Norethindrone
Norgestrel
X
Tabel 9 - Hormon dan Kategorinya (dikutip dari kepustakaan 6)
6.
janin
(berdasarkan
pemeriksaan glukosa atau adanya janin yang besar) atau perempuan yang
mempunyai konsentrasi gula darah yang tinggi harus dirawat lebih seksama dan
biasanya diberi insulin. Terapi insulin dapat menurunkan kejadian makrosomia
janin dan morbiditas perinatal.1,3
Dosis insulin yang diberikan sangat individual. Pemberian insulin
ditujukan untuk mencapai konsentrasi gula darah pascaprandial kurang dari 140
mg/dl sampai mencapai kadar glikemi di bawah rata-rata dan hasil perinatak yang
lebih baik, ketimbang dilakukannya upaya mempertahankan konsentrasi gula
darah praprandial kurang dari 105 mg/dl, tetapi keadaan janin tidak
diperhatikan.1,3
Kejadian makrosomia dapat diturunkan dengan cara pemberian insulin
untuk mencapai konsentrasi gula darah praprandial kurang lebih 80 mg/dl (4,4
mmol/l). Oleh karena itu, dalam merancang penatalaksanaan pemberian insulin
harus dipertimbangkan ketepatan waktu pengukuran gula darah, konsentrasi target
glukosa, dan karakteristik pertumbuhan janin.1,3
B. Penyakit Kelenjar Tiroid dalam Kehamilan
Tirotoksikosis yang terjadi selama kehamilan hampir selalu dapat
dikontrol dengan obat-obatan jenis thiomide. Beberapa klinis memilih
propylthiouracil (PTU) karena obat ini sebagian menghambat perubahan T4
menjadi T3 dan lebih sedikit melewati sawar plasenta bila dibandingkan dengan
methimazole. Kedua obat ini efektif dan cukup aman untuk digunakan dalam
terapi tirotoksiskosis. Walaupun jarang dan belum terbukti, penggunaan
19
disebabkan oleh semua spesies Plasmodium yang sensitif. Untuk wanita dengan
infeksi malaria yang resisten terhadap Chloroquine, yang umumnya terjadi pada
jenis falciparum, kuinin ditambah dengan klindamisin dapat direkomendasikan
untuk digunakan. Kuinin dapat menyebabkan terjadinya hiperinsulinemia yang
dapat berakibat terjadinya hipoglikemia pada ibu dan janin. Mefloquine atau
atovaquoneproguanil
kehamilan,
tidak
meskipun
direkomendasikan
mefloquine
tetap
untuk
pengobatan
direkomendasikan
selama
sebagai
21
BAB III
KESIMPULAN
Selain risiko yang terkait dengan paparan janin terhadap obat-obatan
teratogenik, terdapat pula sebuah risiko terkait dengan informasi yang salah
tentang teratogenitas dari obat-obatan, yang mana hal tersebut dapat menyebabkan
aborsi yang tidak perlu terjadi atau menghindari obat-obatan tertentu terkait
dengan terapi penyakit yang dibutuhkan. Komunitas medis dan produsenprodusen obat harus membuat sebuah upaya terpadu untuk melindungi perempuan
dan bayi mereka yang belum lahir dari kedua risiko tersebut.8
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadi L. Obat Pada Perempuan Hamil dan Janinnya. In: Saifuddin AB, editor.
Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi keempat. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009. p. 67-80.
2. Shaikh AK, Kulkarni MD. Drugs in Pregnancy and Lactation. Int J Basic Clin
Pharmacol. 2013;2(2):130-5.
3. Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. Teratology and
Medication That Affect The Fetus. Williams Obstetrics. 23rd ed. United States
of America: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2010.
4. Pernoll Martin L. Development and Maldevelopment. Benson & Pernolls
handbook of obstetrics & gynecology. Tenth edition. United States of America:
The McGraw-Hill Companies, Inc; 2001.
5. Gelder MMHJv, Rooij IALMv, Miller RK, Zielhuis GA, Berg LTWdJ-vd,
Roeleveld N. Teratogenic Mechanisms of Medical Drugs. Oxford Medical
Press. 2010;16(4):378-94.
6. Sachdeva P, Patel BG, Patel BK. Drug Use in Pregnancy; a Point to Ponder.
Indian J Pharm Sci. 2009;71(1):1-7.
7. Health AGDo. Australian Categorisation System for Prescribing Medicines in
Pregnancy. Australia: Australian Government; 2011. p. 1-3. [Online] 2011
[cited January 19 2014] Available from http://www.tga.gov. au/hp/medicinespregnancy-categorisation.htm#.UxPPDmOzyE8
8. Koren G, Pastuszak A, Ito S. Drugs in Pregnancy. N Engl J Med.
1998;338(16):1128-37.
9. Yankowitz J. Drugs in Pregnancy. In: Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF,
Nygaard I, editors. Danforth's Obstetrics and Gynecology. Tenth ed.
Balrimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2008. p. 122-36.
10. Holmes LB. The Teratogenicity of Anticonvulsant Drugs: A Progress Report.
J Med Genet. 2002;39:245-7.
11. Holmes LB, Harvey EA, Coull BA, Huntington KB, Khoshbin S, Hayes AM,
et al. The Teratogenicity of Anticonvulsant Drugs. N Engl J Med.
2001;344(15):1132-8.
12. Black Ronald A., Hill D. Ashley. Over the counter medications in pregnancy.
American Academy of Family Physician. 2003;67(12):2517-24
24
13. Yawn Barbara, Knudtson Mary. Treating asthma and comorbid allergic rhinitis
25