Anda di halaman 1dari 10

ROSASEA I.

DEFINISI Rosasea adalah penyakit kulit kronis pada daerah sentral wajah (yang menonjol/cembung) yang ditandai dengan kemerahan dan telangiektasi pada kulit yang bersifat persisten selama beberapa bulan atau lebih disertai episode peradangan yang ditandai dengan adanya pembengkakan, papul, dan pustul. Daerah cembung dari hidung, leher, dagu, dan dahi merupakan daerah distrubisi kelainan kulit tersering pada penderita rosasea.(1,2) Rosasea sering diderita pada umur 30-50 tahun yang puncak insidensnya antara usia 40-50 tahun, namun dapat pula terjadi pada anak-anak, remaja, dewasa muda maupun orangtua. Umumnya wanita lebih sering terkena dari pria, tetapi komplikasi dari rosasea berupa rinofima lebih sering didapatkan pada laki-laki. Ras kulit putih (Kaukasia) lebih banyak terkena dbandingkan ras kulit hitam (Negro) atau berwarna (Polinesia), dan di negara barat lebih sering ditemukan pada mereka yang bertaraf sosio-ekonomi rendah.(1,2,3,4,5) II. ETIOLOGI Etiologi dari rosasea tidak diketahui. Kebanyakan pasien memiliki respon vasomotor yang abnormal terhadap suhu dan stimulus yang lainnya. Hal-hal yang dapat menginduksi terjadinya rosasea adalah paparan faktor pencetus yang berulang dan kronik, yakni suhu/cuaca yang panas atau dingin, sinar matahari, angin, minuman panas, latihan, makanan pedas, alkohol, emosi dan stres, kosmetik, iritasi bahan topikal, infeksi Demodex folliculorum, menopause dan obat-obatan. Kopi dan produk lain yang mengandung kafein adalah produk makanan yang harus dihindari untuk mencegah timbulnya rosasea. Yang perlu dihindari dari jenis minuman ini adalah penyajiannya dalam suhu hangat, bukan kandungan kafein yang terdapat dalam minuman tersebut. Terdapat pula jenis obat-obatan yang dapat menginduksi terjadinya reaksi kemerahan (flushing) seperti obat-obat vasidilator, calsium channel blocker, niasin, morfin, amil dan butil nitrat, obat-obat kolonergik, bromokriptin, pelepas hormon tiroid, tamoxifen, steroid sistemik, dan cyclosporine.(1,2,5,6)

III. PATOGENESIS Karena perbedaan variasi klinik yang menonjol pada setiap sub-tipe dari rosasea, maka terbentuklah hipotesa yang menyatakan bahwa etiologi dan patofisiologi dari berbagai sub-tipe rosasea berbeda satu sama lain. Beberapa perbedaan tersebut mencakup reaktivitas vaskular pada daerah wajah, komposisi atau struktur jaringan penyambung kulit, komposisi matriks, struktur pilosebasea, atau kombinasi antara respon jaringan kutan terhadap berbagai faktor pencetus rosasea. Baik mekanisme neural maupun humoral

menimbulkan reaksi kemerahan yang hanya terbatas pada area wajah. Hal ini disebabkan karena aliran darah pada bagian bawah wajah lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya. Selain itu vaskularisasi lapisan kutaneus wajah terletak lebih superfisial dan terdiri atas pembuluh darah yang lebih besar dan lebih banyak dibandingkan dengan area tubuh yang lain.(2) Gambaran histologi dari spesimen rosasea memperlihatkan adanya degenerasi matriks kulit dan kerusakan endotel. Faktor-faktor yang berkontribusi dalam degenerasi matriks yakni berbagai faktor yang mempengaruhi permeabilitas vaskuler dan atau keterlambatan pembersihan jaringan dari mediator inflamasi dan produk sisa metabolisme. Kerusakan jaringan konektif akibat cahaya dapat mempengaruhi struktur pembuluh darah dan limfatik yang berada pada lapisan dermis. Pada kasus yang berbeda, inflamasi kronis dan persisten pada dermis dapat timbul dan menyebabkan eritema pada bagian wajah yang cembung pada individu yang memiliki faktor predisposisi.(2) Kerusakan akibat sinar matahari berkontribusi sebagai faktor penyebab rosasea, disamping faktor-faktor penyebab lain. Namun, prevalensi rosasea didapatkan tidak meningkat pada pekerja di lapangan, kerusakan akibat sinar matahari pada lokasi selain wajah tidak berkembang menjadi rosasea, dan provokasi cahaya terhadap pasien rosasea, pada suatu penelitian, tidak memperlihatkan peningkatkan sensitivitas jaringan kutan terhadap paparan ultraviolet yang bersifat akut.(2)

Demodex folliculorum adalah kutu yang hidup pada lumen folikel sebaceous pada area kepala dan diduga dapat menyebabkan rosasea dalam berapa dekade, tetapi kebenarannya mesti dikaji lebih dalam. Kutu Demodex hidup pada sebagian besar folikel sebasea pada area tengah wajah dan lebih banyak didapatkan pada pasien rosasea dibandingkan dengan individu normal. Folikel yang didiami oleh Demodex menunjukkan respons inflamasi di sekitarnya. Akan tetapi, masalah-masalah yang menyangkut teori ini termasuk kesulitan dalam pengambilan sampel folikel dan perlunya penjelasan mengapa sebagian besar pengobatan rosasea memberikan perubahan yang nyata namun tidak memberikan efek terhadap kutu tersebut.(7) IV. GAMBARAN KLINIS Tempat predileksi rosasea adalah di sentral wajah, yaitu hidung, pipi, dagu, kening, dan alis. Kadang-kadang meluas ke leher bahkan pergelangan tangan atau kaki. Lesi umumnya simetris.(1) Gejala utama rosasea adalah eritemaa, telangiektasi, papul, edema, dan pustul. Komedo tak ditemukan dan bila ada mungkin kombinasi dengan akne (komedo solaris, akne kosmetika). Adanya eritemaa dan telangiektasia adalah persisten pada setiap episode dan merupakan gejala khas rosasea. Papul kemerahan pada rosasea tidak nyeri, berbeda dengan akne vulgaris, dan hemisferikal. Pustul hanya ditemukan pada 20% penderita, sedang edema dapat menghilang atau menetap antara episode rosasea.(1) Meskipun gejala klinis dari rosasea sangat bervariasi, National Rosacea Society (NRS) Expert Committee pada tahun 2002 telah membagi rosasea menjadi empat sub-tipe, yakni: eritemaatotelangiektasis (sub-tipe 1),

papulopustular (sub-tipe 2), phymatosa (sub-tipe 3), dan okuler (sub-tipe 4) dengan tingkat keparahan dari setiap derajat sub-tipe sebagai derajat 1 (ringan), derajat 2 (sedang), atau derajat 3 (berat). Terdapat beberapa varian rosasea, yakni granulomatosa, periorifisial dermatitis dan pioderma fasialis.(2,7,8)

1. Erythematotelangiectatic Rosacea (ETR) Fase paling awal dari sub-tipe ini adalah kemerahan yang bersifat rekuren akibat berbagai macam stimulus seperti stres emosional, minuman panas, alkohol, makanan pedas, latihan fisik, dan cuaca panas atau dingin. Seiring berjalannya waktu, kemerahan akan timbul dalam durasi yang lebih lama hingga akhirnya menjadi permanen. Timbul rasa terbakar dan menyengat, edema pada area wajah yang berbentuk cembung, dan kadang disertai pengelupasan. Telangiektasis akan terbentuk pertama kali di alae nasi, kemudian pada hidung dan pipi. Pada beberapa individu, dapat ditemukan spider angioma atau papular angioma yang berukuran lebih besar. Perpanjangan episode atau memberatnya gejala kemerahan yang diikuti gejala sistemik seperti diare, wheezing, nyeri kepala, palpitasi, atau kelemahan mengindikasikan diperlukannya investigasi untuk menyingkirkan keadaan yang jarang terjadi yang mungkin memberikan gejala berupa kemerahan seperti sindrom karsinoid, feokromositoma, atau mastositosis.(2,5,7,8)

Gambar 1. A. Sub-tipe eritemaatetolangiektasis. B. Pembesaran gambar menunjukkan kulit merah akibat telangiektasis. Tampak adanya beberapa pustul. (2)

2. Papulopustular Rosacea (PPR) Sub-tipe ini bermanifestasi sebagai eritemaa yang persisten pada daerah sentral wajah dengan papul dan pustul yang dominan pada area wajah yang berbentuk cembung. Berkaca pada teori vasoreaktivitas pada pasien-pasien rosasea, papul-papul yang nampak berwarna merah lebih gelap dibandingkan dengan lesi yang sama pada akne. Derajat sub-tipe ini juga dibagi menjadi derajat ringan, sedang, dan berat. Rasa terbakar dan menyengat pada wajah juga ditemukan pada sub-tipe ini, tetapi tidak seberat pada sub-tipe eritemaatotelangiektasis. Pada kedua sub-tipe ini (ETR dan PPR), eritema dapat menyebar sampai pada area periorbital. Edema dapat bersifat ringan atau berat. Edema yang berat dapat memberikan gambaran morfologi berupa plak yang padat pada wajah.(2,7)

Gambar 2. A. Tipe papulopustul. Terdapat eritemaa persisten dengan papul dan pustul yang kecil. B. Tipe papulopustul yang berat.(2)

3. Phymatosa Rosasea phymatosa memiliki karakteristik yakni adanya orifisium folikuler yang patulosa, penebalan kulit, nodul-nodul, kontur permukaan yang ireguler pada area wajah yang cembung. Phyma sering muncul pada hidung (rhinophyma), tetapi dapat juga terbentuk pada dagu (gnathophyma), dahi (metaphyma), kelopak mata (blepharophyma), dan telinga (otophyma). Pada

wanita yang menderita rosasea tidak terbentuk phyma. Hal ini mungkin disebabkan karena alasan hormonal, tetapi hal tersebut dapat bermanifestasi pada kelenjar atau glandula sebasea berupa penebalan kulit dan orifisium folikuler yang besar.(2)

Gambar 3. Tipe phymatosa tipe moderat dengan gambaran lubang folikuler, penebalan kulit, dan nodul-nodul pada hidung dan pipi.B. Rinofima yang berat.(2)

4. Ocular Rosacea Rosasea okuler dapat muncul sebelum gejala-gejala kutaneus pada 20% kasus rosasea. Separuh jumlah pasien baru mendapatkan gejala okuler setelah muncul gejala pada kulit. Gejala pada kulit dan mata timbul secara simultan pada sejumlah kecil kasus. Derajat keparahan rosasea okuler tidak berkaitan dengan rosasea pada kulit. Manifestasi dari rosasea okuler adalah blefaritis, konjungtivitis, iritis, skleritis, hipopion, keratitis, neovaskularisasi pada kornea, ulserasi kornea dan sampai pada ruptur kornea. Blefaritis adalah manifestasi klinis yang sering ditemukan, ditandai dengan eritemaa pada tepi kelopak mata, terkelupas, dan terbentuk krusta, dan pada beberapa kasus ditemukan kalazion dan infeksi stafilokokus karena adanya disfungsi glandula meibom. Gejalagejala lain yang dapat ditemukan adalah fotofobia, nyeri, rasa terbakar, gatal, dan sensasi adanya benda asing dalam mata. Pada kasus yang berat, keratitis rosasea dapat menyebabkan kebutaan.(2,7)

Gambar 4. Blepharitis, kalazion yang berulang, dan konjungtifitis dapat terlihat pada rosasea okuler.(5)

V. DIAGNOSIS Diagnosis rosasea ditegakkan berdasarkan adanya satu atau lebih gambaran klinis. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk mengkonfirmasi adanya rosasea. Pemeriksaan biopsi dilakukan hanya untuk menyingkirkan diagnosa alternatif, namun gambaran histopatologi yang didapat tidak bersifat diagnostik.(8)
Pedoman Diagnosis Rosasea Gambaran Primer (terdapat satu atau lebih) Kemerahan (eritemaa yang bersifat sementara) Eritemaa yang tidak bersifat sementara Papul dan pustul Telangiektasi Gambaran Sekunder (terdapat satu atau lebih) Terbakar atau menyengat Plak Kering Edema Gejala pada mata Lokasi perifer Perubahan phymatosa
Diadaptasi dari Wilkin J, et al: J Am Acad Dermatol 2002; 46:584

Tabel 1. Pedoman diagnosis rosasea(6)

VI. DIAGNOSIS BANDING 1. Akne Vulgaris Akne vulgaris muncul pada kelompok usia muda dan memiliki gambaran klinis berupa kulit seborhoe, adanya komedo (tertutup atau terbuka) yang meradang, papul, pustul, nodus, dan kista.Tempat predileksi muka, leher, bahu, dada, dan punggung bagian atas. Tidak ada telangiektasia. Pasien pada kelompok umur 20 dan 30 tahun dapat memiliki kedua penyakit ini secara bersamaan.(1,7) 2. Dermatitis Seboroik Penyakit ini biasanya terjadi bersamaan dengan rosasea dan perbedaan yang paling mencolok antara keduanya adalah adanya skuama berminyak yang agak gatal pada lipatan nasolabialis, kanal telinga bagian luar dan area sentral alis mata. (1,7) 3. Lupus Eritemaatosus Malar yang ada pada lupus eritemaatous dapat sulit dibedakan dengan rosasea dan banyak pasien lupus juga menderita rosasea yang muncul saat dosis kortikosteroid sistemik diturunkan secara bertahap. Diagnosis rosasea dapat ditegakkan dengan adanya pustul dan papul atau blefaritis, sedangkan diagnosis lupus dapat ditegakkan dengan ditemukannya pengelupasan, perubahan pigmen, pengisian folikuler, eritema dan atrofi pada pipi dan hidung dengan batas tegas dan berbentuk kupu-kupu. (1,7) VII. PENATALAKSANAAN Sebelum melakukan terapi, faktor pemicu spesifik timbulnya rosasea harus diidentifikasi. Pasien diberikan edukasi untuk menghindari faktor pemicu. Selain itu untuk pencegahan, penting dilakukan hal-hal seperti penggunaan tabir surya spektrum luas terhadap ultraviolet A dan ultraviolet B, penggunaan topi, dan menghindari matahari saat tengah hari. Bahan kimia dari tabir surya yang paling baik ditoleransi oleh kulit adalah berbahan silicon seperti dimethicone dan Cyclomethicone.(1,2)

Menghindari produk kosmetik yang sifatnya keras seperti astringent, toner, mentol, camphor, dan sodium lauryl sulfat, terutama pada wajah yang sensitif. Pemakaian bahan pelindung seperti emolien yang lembut dapat dipakai satu atau dua kali sehari sebelum memakai produk lainnya.(1,2) 1. Terapi Topikal Tetrasiklin, klindamisin, eritromisin dalam salep 0.5 2.0%. eritomisin lebih baik hasilnya dibandingkan lainnya. Metronidazol gel atau krim 2% efektif untuk lesi papul dan pustul. Imidasol sendiri atau dapat dikombinasi dengan ketokonazol atau sulfur 2-5%. Isotretinoin krim 0.2 % Antiparasit untuk membunuh D. folikulorum, misalnya lindane, krotamiton, atau bensoil bensoat. Kortikosteroid potensi lemah seperti hidrokortison 1%, hanya dianjurkan penggunaannnya pada stadium berat. 2. Terapi sistemik Terapi topikal pada rosasea bersifat nyata dan secara umum memiliki banyak pilihan, terkhusus mengingat perihal resistensi antibiotik dan risiko yang berhubungan dengan penggunaan jangka panjang dari antibiotik oral. Adapun jenis obat oral yang dapat dipakai terdiri atas: (1,2) Tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin, minosiklin dengan dosis yang sama yang digunakan pada terapi akne vulgaris beradang memberikan hasil yang baik karena efek antimikroba dan anti inflamasinya. Dosis kemudian diturunkan bila lesi membaik. Isotretinoin (13 cis retinoat) 10-60 mg /hari atau 0.5 to 1 mg/kg/hari dapat digunakan kecuali bila ada rosasea pada mata. Penggunaannya harus diamati secara ketat. Metronidazol 2 x 500 mg/hari efektif baik pada stadium awal maupun stadium lanjut.

3. Terapi Laser dan Sinar Terapi laser dan cahaya dapat digunakan sebagai terapi alternatif pada Rosasea yaitu vascular laser dan intense pulsed light (IPL). Digunakan sebagai terapi adjuvant pada terapi topikal dan oral yang bertujuan untuk mempercepat dan memberikan perbaikan yang nyata. Modalitas non-ablatif ini dapat menghilangkan telangiektasis, mengurangi atau menghilangkan eritemaa, papul dan pustul dan mempercepat penyembuhan. Kelemahan dari terapi ini adalah biayanya yang mahal.(2) 4. Terapi pada Phyma Isotretinoin oral monoterapi bermanfaat pada fase awal sampai sedang dari perubahan phymatosa. Pengobatan lanjutan terhadap phyma dilakukan dengan terapi bedah atau kombinasi dari terapi bedah yang diikuti dengan terapi isotretinoin. Terapi bedah digunakan untuk mengubah bentuk rhinophyma termasuk di dalamnya eksisi tangensial skapel dingin, eksisi skapel panas, elektrokauter, dermabrasi, ablasi laser, radiofrequency electrosurgery, atau kombinasi dari beberapa teknik terapi yang ada.(2) 5. Terapi pada Rosasea Okuler Pemeriksaan mata perlu dilakukan pada pasien dengan keluhan penglihatan. Untuk blefaritis ringan, dapat digunakan secara hati-hati sodium sulfacetamide/pembersih belerang yang dapat digunakan satu sampai dua kali sehari sebagai terapi awal. Sodium sulfacetamide 10 % sebagai salep mata juga efektif untuk mengontrol blepharitis. Ketika pengobatan topikal tidak memadai, oral tetrasiklin 1 g/hari atau doksisiklin 100 mg/hari umumnya efektif.(2,4) VIII. PROGNOSIS Lamanya penyakit dan hasil akhir dari rosasea ini sangat bervariasi dan sulit untuk diprediksi. Rosasea umumnya persisten, berangsur bertambah berat melalui episode akut. Namun adapula yang remisi secara spontan.(1,4)

10

Anda mungkin juga menyukai