Anda di halaman 1dari 20

Nama : Rizky Nur Harun 110 207 007

Pembimbing : Dr. Christa Supervisor : Dr. H. Abdul Wahab, Sp.An

Definisi mengenai nyeri yang diterima secara luas oleh suatu sistem klasifikasi International Association for the Study of Pain Nyeri adalah suatu perasaan dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan potensi kerusakan jaringan atau kerusakan jaringan sesungguhnya yang seperti diungkapkan dalam istilah. Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan dalam beberapa cara dan menyediakan penghilang rasa nyeri yang adekuat yang membentuk suatu bagian vital dalam penanganan awal trauma

Nyeri adalah respon yang bersifat protektif. Refleks ini memiliki efek pada beberapa sistem dalam tubuh. Hal ini mencakup respon stres yang berlebihan, tidak dapat tidur, gangguan hemostasis glukosa, peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, dan gangguan gastrointestinal, renal, dan fungsi endokrin. Respon stress menyebabkan efek terhadap berbagai sistem organ seperti sistem kardiovaskular, imun, endokrin, dan pernapasan. Jadi, respon stres terhadap luka adalah suatu proses hormonal dan neurologik yang kompleks . Respon katabolik utama adalah gangguan homeostasis glukosa yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia dan penurunan pergantian glukosa. Terjadi pula peningkatan produksi glukosa secara endogen.

Jenis Obat Opioid

Mekanisme Kerja

Jalur Pemberian

Obat-Obatan

Keuntungan Spesifik Jalur multipel Pemberian mudah Analgesia yang kuat

Kerugian

Bekerja pada reseptor PO, Subkutan , IV, Morfin opioid (, k, ) Agonis Antagonis Agonis parsial Campuran antagonis IM, IT, bukal, Demerol hidung, Kodein

pemberian Bergantung dari jalur pemberian Depresi pernafasan Ileus Gatal-gatal Hipotensi ketergantungan

inhalasi,

rektal, transmukosal, Fentanyl transdermal, agonis/ dalam luka lokal Hydromorphone Oxycodone Methadone Pentazocine Buprenorphine

Asetaminofen (Parasetamol)

Lacks mechanism

clear PO, rektal suposoria, Dipasarkan cairan suspensi, obat

sebagai Rute multipel atau Memiliki

Tidak tersedia dalam

generik

gambaran bentuk intravena di USA Ceiling effect Hepatotoksik dosis tinggi opioid pada

Inhibisi COX 2 pada intravena*, SSP endotelial Inhibisi mengaktifkan reseptor cannabinoid CB1 COX3 dan sel intramuskular

sebagai Panadol, tylenon,

yang relatif aman Pemberian mudah

Anacin -3, Tempra, Mungkin Datril, dan lain-lain diformulasikan dengan (oxycodone, hydrocodone) propoxyphene atau

(Darvocet)
antipiretik

NSAIDs

Inhibisi COX Inhibisi LOX / COX

PO, IA, IV, IM, Ketorolak Transdermalm intranasal, rektal Diklofenak Ibuprofen Asetaminofen Coxibs

Obat analgesik lini Menurunkan pertama yang kuat pembentukan

Mencegah sensitisasi tulang, sentral Analgesia preemptive Mengurangi pemakaian opioid penyembuhan Ulserasi lambung Disfungsi platelet renal,

Derivat phenycyclidine

Inhibisi NMDA

reseptor IV, IT, IM, rektal

Ketamin

Amnesia Analgesia kuat Stabilitas

Sekresi Agitasi Meningkatkan TIK /

hemodinamik

TIO
Halusinasi

Campuran

Agonis lema Inhibisi

PO,

IV*,

IA, Tramadol

Potensi

penyalah Berinteraksi

dengan

dari epidural*

gunaan rendah

obat antikoagulan /

pengambilan kembali
5HT dan norepinefrin Anastesi lokal Memblok saluran IT, epidural, blok Lidokain

antiepilepsi

Masa kerja singkat / Toksisitas sistemik lama Methemoglobinemia

neuronal sodium

nervus perifer, IV, Bupivakain Subkutan, IA, topikal Ropivakain Prilokain

Antidepresan trisiklik

Menghambat pengambilan kembali dari

PO

Imiprimine Doxepin Desipramine

Nyeri neuropatik Mengurangi pemakaian

Onset tertunda

kerja

opioid Ileus

serotonin,
norepinefrin, histamin, dan kolinergik. NMDA, reseptor

Amitriptyline
Nortriptyline

Mengontrol cemas, Agitasi


stress Antidepresan Hipertensi Aritmia

Antikonvulsan

Hiperpolarisasai Penurunan neuronal Pelepasan P, glutamat substansi aktivitas

PO

Gabapentin Pregabalin

Nyeri neuropatik Mengurangi pemakaian opioid Analgesia preemptive Sinergis COX-2 dengan

Sedasi Pusing Bingung Ataksia

norepinefrin,

Agonis 2

Meningkatkan aktivasi jalur inhibisi Menurunkan pelepasan substansi P

PO, IV*, IT*, IM*, Klonidin transdermal dexmedetomidine

Sinergis dengan opiat Sedasi

Hipotensi Bradikardi Hiperglikemia

Benzodiazepin

Meningkatkan aktivitas GABA Meningkatkan konduksi klorida ion

PO, IV, IM, IT, Diazepam bukkal, Midazolam Lorazepam

Mengurangi pemakaian opioid Sedasi Ansiolisis Jalur multipel pemberian

Depresi pernafasan

reseptor rektal,

nasal, inhalasi

Menghambat
potensial

aksi

Entonox

Tidak jelas

Inhalasi

Gabungan 50:50 dari Sedasi N20 dan O2 Anxiolisis Bekerja cepat

sadar Regurgitasi Mual Dapat dirangsang Peralatan khusus Trauma tertutup Pneumothoraks kepala

OAINS nonselektif adalah inhibitor COX yang kuat dan merupakan terapi lini pertama pada kondisi nyeri yang yang sangat hebat. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis prostaglandin pada sebagian besar daerah perifer dan juga pada sistem saraf pusat (gambar 34.1). Ada beberapa kategori enzim COX. Beberapa mencakup fungsi fisiologik tubuh ketika yang lain dikeluarkan pada permulaan terjadinya luka. Obat yang menghambat enzim jenis ini memegang peranan penting dalam penanganan nyeri. Obat ini efektif pada penanganan nyeri sedang hingga nyeri hebat. Kekurangan utama dari penghambat COX adalah efek pada sistem gastrointestinal, renal, dan fungsi platelet yang berhubungan dengan sifat asam dan ikatan protein plasma yang tinggi. Obat ini juga menghambat proses penyembuhan luka dan fusi tulang, oleh karena itu penggunaannya harus dibatasi.

Penghambat selektif COX-2 (coxib) memberikan keuntungan berupa pereda nyeri dari OAINS nonselektif tetapi dengan efek samping pada gastrointestinal yang lebih kecil. Telah dikemukakan bahwa nyeri postoperatif menjadi lebih baik dengan mencegah perkembangan sensitisasi sentral. Sebagai tambahan selektivitas dari isoenzim COX-2. Perbedaan unik diantara coxib, seperti waktu paruh plasma, mungkin memberi keuntungan klinis tertentu.

Opioid merupakan dasar penanganan nyeri akut selama berabadabad. Obat ini merupakan obat lini pertama yang digunakan untuk analgesia pada situasi trauma. Efek analgesik yang poten berhubungan dengan mekanisme kerja pada reseptor opioid. Reseptor opioid ada dimana-mana. Ada peningkatan ekspresi pada daerah perifer setelah luka. Reseptor ini hadir pada lokasi yang berbeda-beda dalam sistem saraf pusat, vas deferens, saraf spinalis, traktus gastrointestinal, paru-paru, dan sinovium. Ada reseptor sentral dan perifer, walaupun efek pada reseptor perifer belum jelas. Opioid dipikirkan bekerja dalam berbagai cara mulai dari hiperpolarisasi membran hingga voltagegated ion channel untuk memberikan supresi pada adenil-siklase yang diperantarai G-protein.

Ketamin merupakan derivat dari phencyclidine. Obat ini merupakan inhibitor nonkompetitif pada reseptor N-methyl-D-aspartane (NMDA). Obat ini dipikirkan memiliki efek kerja yang agonis dengan reseptor opioid dan antagonis dengan reseptor muskarinik. Keunikannya disebabkan karena obat ini menghasilkan keadaan disosiatif yang menyebabkan amnesia dan analgesia yang kuat dengan melindungi fungsi vital dari batang otak dan stabilitas hemodinamik. Ketamin menghasilkan keadaan klinis dimana respon terhadap nyeri dan stimulus bahaya menjadi berkurang, sementara itu ketamin juga menjaga kestabilan dari fungsi pernafasan dan kardiovaskular. Obat ini dapat menyebabkan amnesia dan analgesia yang dalam. Hal ini telah diperlihatkan dapat mengurangi hiperalgesia yang disebabkan oleh opiat ketika digunakan perioperatif dan juga menurunkan kebutuhan akan opioid. Gabungan propofol dan ketamin 50:50 (ketofol) telah digunakan untuk memberi efek analgesi-sedasi pada prosedur minor penanganan trauma pada departemen kegawatdaruratan.

Obat anestesi lokal bekerja dengan memberikan blokade yang reversibel reversibel terhadap saluran sodium dalam sel saraf. Obat ini menyebabkan hiperpolarisasi dari sel saraf dan mencegah transmisi impuls. Terdapat beragam obat anestesi lokal yang tersedia dengan aksi kerja yang singkat, aksi kerja lama, maupun dengan onset yang sangat cepat. Jalur tersering dari pemberian obat anestesi lokal adalah melalui perifer dan neuraksial. Lidokain intravena telah ditemukan memiliki efek preventif terhadap nyeri post operatif, mengurangi nyeri post-amputasi, dan nyeri visceral, sebaik mengontrol nyeri post-operatif akut yang tidak berkurang. Pemberian sistemik dari lidokain telah digunakan untuk mengurangi nyeri neuropatik baik pada daerah luka maupun pada daerah dibawahnya (bekerja sentral melalui blok saluran sodium).

Obat anestesi lokal sangat bermanfaat dalam perawatan luka bakar dimana penggunaan topikal telah dibuktikan efektif untuk luka bakar superfisial. Obat anestesi topikal yang biasa digunakan membutuhkan waktu 30-60 menit untuk memberikan efek anestesi. Lidokain dosis rendah dengan sistem iontophoresis sedang dievaluasi sebagai obat anestesi onset cepat (10 menit) dalam dosis rendah.

Obat antidepresan trisiklik (TCAs) memiliki sejarah panjang pada penggunaannya dalam kondisi nyeri neuropatik dan dapat mengurangi nyeri, mengurangi depresi, dan memudahkan tidur pada pasien dengan luka trauma. Antidepresan trisiklik bekerja dengan cara mencegah pengambilan neuronal kembali dari serotonin dan norepinefrin. Obat tersebut dipikirkan dapat memodulasi jalur nosispesi ke struktur dibawahnya dan mengurangi nyeri yang disebabkan karena trauma. Obat antidepresan memiliki profil farmakologi klinik yang berbeda ketika digunakan dalam manajemen nyeri, yang bertentangan dengan depresi endogen. Secara acak, beberapa uji coba yang dikontrol memberikan bukti kuat bahwa antidepresan trisiklik dapat mengobati nyeri neuropatik, dengan efek analgesik yang tidak bergantung dari efek kerja antidepresannya.

Obat ini dapat memberi efek hemat opioid dan mengurangi penggunaan opioid. Hal ini dapat menguntungkan pada pasien trauma yang sangat bergantung pada narkotik. Banyak pasien dengan trauma mendapatkan stress psikologik yang hebat dan kecemasan yang dapat mempengaruhi persepsi terhadap nyeri. Kecemasan preoperasi telah digambarkan sebagai suatu faktor tunggal yang berhubungan dengan penggunaan bolus berulang kali dengan PCA; sehingga penting untuk mengontrol kecemasan pada pasien trauma.

Meskipun beberapa obat antikonvulsan merangsang neurotransmitter inhibisi gamma-amino-butyric acid (GABA) yang berperan dalam modulasi nyeri, efek analgesik dari antikonvulsan GABA-ergik seperti benzodiazepin dan barbiturat belum diobservasi. Antikonvulsan gabapentin merupakan struktur yang analog dengan GABA dan berikatan dengan 2 subunit dari saluran kalsium yang bergantung pada energi listrik sehingga mencegah pelepasan neurotransmiter nosiseptif yaitu glutamat, substansi P, dan noradrenalin. Obat ini telah ditunjukkan dapat mengurangi hiperalgesia yang terjadi pada saat injeksi capsaicin.

Tersedia banyak laporan tentang efektivitas gabapentin dan obat sejenisnya yaitu pregabalin. Gabapentin telah ditemukan sangat berhasil dalam menangani nyeri neuropatik dan postoperatif, serta nyeri post-traumatik. Pada trauma, obat ini dapat bermanfaat dalam mengobati atau mencegah nyeri neuropatik. Obat ini memiliki beragam efek samping namun dapat berhubungan dengan sedasi, pusing, sakit kepala, kebingungan, dan ataksia, yang sangat berhubungan dengan dosis pemberian. Induksi enzim hati rendah, sehingga meminimalkan interaksi obat yang signifikan. Analgesia preemptif dengan gabapentin ditemukan dapat menurunkan skor VAS dan penggunaan opioid. Sementara itu, efektivitas dari analgesik dari antikonvulsan yang tersedia saat ini cukup untuk mengurangi kebutuhan terhadap opioid, antikonvulsan dapat seperti NSAID yang menghasilkan efek serupa dengan opioid. Bukti yang tesedia menunjukkan bahwa antikonvulsan dapat menurunkan konsumsi opioid baik dengan menekan mekanisme toleransi atau penarikan obat

Penanganan nyeri memegang peranan yang sangat penting pada penanganan pasien trauma. Target ideal, tujuan yang menyenangkan bagi kebanyakan pasien kelihatannya meminimalkan rasa sakit, mencapai suatu keadaan tidur dengan menghindari sedasi yang berlebihan, dan melakukan evaluasi nyeri dan fungsi neurologik. Telah menjadi jelas bahwa kontrol nyeri yang cepat dan tepat dapat memiliki pengaruh positif pada hasil akhir. Pengukuran mekanik dini seperti fiksasi fraktur dan reposisi dislokasi penting dalam penanganan nyeri. Sementara obat penting dalam penanganan nyeri akut, penenteraman hati, empati, dan penjelasan mengenai kondisinya dan prosedur yang akan dilakukan tidak kalah penting.

Anda mungkin juga menyukai