Anda di halaman 1dari 16

OBAT YANG AMAN DAN BERBAHAYA BAGI IBU HAMIL

Ahmad Fudoli, Hakim Tobroni HR, Novia susanti, Rickiy Akbaril Okta

Magister Terapan Keperawatan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan


Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
Email: magisterkeperawatan3@gmail.com

Abstrak : Kehamilan merupakan proses fisiologis yang perlu dipersiapkan oleh


wanita, karena ibu dan janin adalah sebuah unit fungsi yang tak terpisahkan.
Kesehatan ibu hamil adalah prasyarat penting untuk fungsi optimal dan
perkembangan kedua bagian unit fungsi tersebut. Di indonesia sendiri suatu studi
menunjukkan sekitar satu dari setiap lima wanita menggunakan obat setidaknya
satu kali selama kehamilan, dan obat resep yang paling umum dalam kehamilan
adalah antiasmatik, antibiotik, obat anti-inflamasi nonsteroid, antiansietas atau
antidepresan dan kontrasepsi oral. Seperti yang kita ketahui setiap obat yang kita
minum akan menimbulkan efek yang baik maupun efek yang membahayakan ibu
serta janin yang ada di dalam kandungannya sehingga diperlukan strategi dan
control keamanan mengkomsumsi obat saat hamil. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui obat yang tergolong aman dan berbahaya untuk ibu hamil

Kata Kunci : ibu hamil obat aman, obat berbahaya


PENDAHULUAN
Kehamilan merupakan proses fisiologis yang perlu dipersiapkan oleh wanita
dari pasangan yang subur agar dapat melewati masa kehamilan, karena ibu dan
janin adalah sebuah unit fungsi yang tak terpisahkan. Kesehatan ibu hamil adalah
prasyarat penting untuk fungsi optimal dan perkembangan kedua bagian unit
fungsi tersebut.
Seorang ibu hamil, suatu saat pada masa kehamilannya memerlukan terapi
obat karena gangguan yang diderita, baik yang berkaitan maupun yang tidak
berkaitan dengan proses kehamilannya (Yulianti., et al 2009). Pemakaian obat
pada kehamilan merupakan salah satu masalah yang penting untuk diketahui dan
dibahas. Hal ini mengingat bahwa dalam pemakaian obat selama kehamilan, tidak
saja dihadapi berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada ibu, tetapi juga pada
janin. Obat dapat menyebabkan efek yang tidak dikehendaki pada janin selama
masa kehamilan. Selama kehamilan dan menyusui, seorang ibu dapat mengalami
berbagai keluhan atau gangguan kesehatan yang membutuhkan obat. Beberapa
obat dapat memberi resiko bagi kesehatan ibu, dan dapat memberi efek pada janin
juga. Selama trimester pertama, obat dapat menyebabkan cacat lahir
(teratogenesis). Selama trimester kedua dan ketiga, obat dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan secara fungsional pada janin atau dapat memberi
efek buruk pada plasenta. (Abdushshofi, 2016).
Penelitian yang di lakukan oleh Ginting (2015),kategori tertinggi di instalasi
rawat jalan RSU Bunda Thamrin Medan adalah kategori A dengan jumlah 469
obat (52,28%), kategori B dengan jumlah 249 obat (27,75%) dan kategori C
dengan jumlah 177 obat (17,73%). Indonesia masih mengacu pada sistem
klasifikasi yang telah ditetapkan oleh FDA. Beberapa monograf obat di Indonesia
masih menggunakan klasifikasi A,B,C,D dan X, dimana kategori A dianggap
sebagai obat yang paling aman untuk wanita hamil, sedangkan X adalah yang
paling tidak aman dan tidak dianjurkan untuk digunakan pada kehamilan
(Christianty,2012).
Hasil penelitian Chalelgn Kassaw and Nasir Tajure Wabedari National
Center for Biotechnology Information, yang dipublikasikan dalam US National
Library of Medicine pada tahun 2012 lalu dengan judul penelitian “Pregnant
Women and Non-Steroidal Anti- Inflammatory Drugs: Knowledge, Perception
and Drug Consumption Pattern During Pregnancy in Ethiopia” Lebih dari 90%
dari wanita hamil telah mengkomsumsi obat sejak awal kehamilan mereka. Dan
kebanyakan obat-obat yang digunakan adalah obat analgesik dalam bentuk obat
bebas. Lebih lanjut para ilmuwan juga menganjurkan agar wanita yang sedang
hamil sebaiknya tidak mengkonsumsi obat-obatan penahan rasa sakit selama masa
kehamilan mereka. Bila terpaksa harus mengkonsumsinya karena sakit yang
sudah tak tertahankan, sebaiknya gunakan dosis yang paling rendah dan waktu
yang singkat, jangan berlarut-larut. Yang tak kalah penting, konsultasikan dahulu
dengan dokter bila akan mengkonsumsi suatu obat-obatan tertentu.
Dimasa sekarang, banyak ibu hamil yang belum mengerti tentang
penggunaan obat-obatan selama hamil yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu
dan bayinya. Terutama bagi ibu hamil yang baru pertama merasakan yang
namanya kehamilan. Bagi mereka sakit biasapun ujungujungnya mengkomsumsi
Obat-obatan, seperti yang paling sering dikomsumsi Obat pereda nyeri tanpa
mengetahui apa dampak obat tersebut untuk kehamilannya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui obat yang tergolong aman
dan berbahaya untuk ibu hamil.
PEMBAHASAN

Farmakinetik
Kehamilan adalah masa di mana seorang wanita membawa embrio atau
fetus di dalam tubuhnya. Kehamilan manusia terjadi selama 40 minggu antara
waktu menstruasi terakhir dan kelahiran (38 minggu dari pembuahan). Kehamilan
merupakan proses fisiologis yang perlu dipersiapkan oleh wanita dari pasangan
yang subur agar dapat melewati masa kehamilan dengan aman. Selama masa
kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungsi yang tak terpisahkan. Kesehatan ibu
hamil adalah prasyarat penting untuk fungsi optimal dan perkembangan kedua
bagian unit fungsi tersebut.
Perubahan fisiologi selama kehamilan dan menyusui dapat berpengaruh
terhadap kinetika obat dalam ibu hamil dan menyusui yang kemungkinan
berdampak terhadap perubahan respon ibu hamil terhadap obat yang diminum.
Dengan demikian, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa saja yang
relatif tidak aman hingga harus dihindari selama kehamilan ataupun menyusui
agar tidak merugikan ibu dan janin yang dikandung ataupun bayinya (Johanes,
2009).
Selama kehamilan dosis obat yang diberikan harus diusahakan serendah
mungkin untuk meminimalkan potensi efek toksik terhadap janin. Bila
pengobatan harus diberikan, maka penting untuk menurunkan sampai kadar
terendah yang masih efektif sesaat sebelum terjadi konsepsi pada kehamilan yang
direncanakan, atau selama trimester pertama. Bila obat berpotensi menyebabkan
efek putus obat pada janin, dosis dapat diturunkan mencapai akhir masa
kehamilan, contohnya pengobatan dengan anti psikotik dan antidepresan.
Namun, perubahan farmakokinetika selama kehamilan mungkin
memerlukan peningkatan dosis bagi obat-obat tertentu. Pemahaman yang baik
terhadap perubahan ini penting untuk menetukan dosis yang paling tepat bagi
pasien yang sedang hamil.
Farmakodinamik
Efek obat pada jaringan reproduksi, uterus, dan kelenjar susu, pada
kehamilan kadang dipengaruhi oleh hormon-hormon sesuai dengan fase
kehamilan. Efek obat pada jaringan tidak berubah bermakna karena kehamilan
tidak berubah, walau terjadi perubahan misalnya curah jantung, aliran darah
ginjal. Perubahan tersebut kadang menyebabkan wanita hamil membutuhkan obat
yang tidak dibutuhkan pada saat tidak hamil. Contohnya glikosida jantung dan
diuretik yang dibutuhkan pada kehamilan karena peningkatan beban jantung pada
kehamilan. Atau insulin yang dibutuhkan untuk mengontrol glukosa darah pada
diabetes yang diinduksi oleh kehamilan (Johanes, 2009).

Kategori Penggunaan Obat


Dalam upaya mencegah terjadinya yang tidak diharapkan dari obat-obat
yang diberikan selama kehamilan, maka oleh U.S. Food and Drug Administration
(FDA-USA) maupun Australia Drug Evaluation Commitee, obat-obat
dikategorikan sebagai berikut:
1. Kategori A
Yang termasuk dalam kategori ini adalah obat-obat yang telah banyak
digunakan oleh wanita hamil tanpa disertai kenaikan frekuensi malformasi
janin atau pengaruh buruk lainnya. Obat-obat yang termasuk dalam kategori A
antara lain adalah parasetamol, penisilin, eritromisin, glikosida jantung,
isoniazid serta bahan-bahan hemopoetik seperti besi dan asam folat.
2. Kategori B
Obat kategori B meliputi obat-obat yang pengalaman pemakainya pada wanita
hamil masih terbatas, tetapi tidak terbukti meningkatkan frekuensi malformasi
atau pengaruh buruk lainnya pada janin. Mengingat terbatasnya pengalaman
pemakaian pada wanita hamil, maka obat-obat kategori B dibagi lagi
berdasarkan temuan-temuan pada studi toksikologi pada hewan, yaitu:
B1: Dari penelitian pada hewan tidak terbukti meningkatnya kejadian
kerusakan janin (fetal damage). Contoh obat-obat yang termasuk pada
kelompok ini misalnya simetidin, dipiridamol, dan spektinomisin.
B2: Data dari penilitian pada hewan belum memadai, tetapi ada petunjuk tidak
meningkatnya kejadian kerusakan janin, tikarsilin, amfoterisin, dopamin,
asetilkistein, dan alkaloid belladona adalah obat-obat yang masuk dalam
kategori ini.
B3: Penelitian pada hewan menunjukkan peningkatan kejadian kerusakan
janin, tetapi belum tentu bermakna pada manusia. Sebagai contoh adalah
karbamazepin, pirimetamin, griseofulvin, trimetoprim, dan mebendazol.
3. Kategori C
Merupakan obat-obat yang dapat memberi pengaruh buruk pada janin tanpa
disertai malformasi anatomic semata-mata karena efek farmakologiknya.
Umumnya bersifat reversibel (membaik kembali). Sebagai contoh adalah
analgetika-narkotik, fenotiazin, rifampisin, aspirin, antiinflamasi non-steroid
dan diuretika.
4. Kategori D
Obat-obat yang terbukti menyebabkan meningkatnya kejadian malformasi
janin pada manusia atau menyebabkan kerusakan janin yang bersifat
ireversibel (tidak dapat membaik kembali). Obat-obat dalam kategori ini juga
mempunyai efek farmakologik yang merugikan terhadap janin. Misalnya:
androgen, fenitoin, pirimidon, fenobarbiton, kinin, klonazepam, valproat,
steroid anabolik, dan antikoagulansia.
5. Kategori X
Obat-obat yang masuk dalam kategori ini adalah yang telah terbukti
mempunyai risiko tinggi terjadinya pengaruh buruk yang menetap
(irreversibel) pada janin jika diminum pada masa kehamilan. Obat dalam
kategori ini merupakan kontraindikasi mutlak selama kehamilan. Sebagai
contoh adalah isotretionin dan dietilstilbestrol.

Penggolongan Obat yang Aman bagi Ibu Hamil


Wanita hamil sangat diperhatikan penggunaan dan penelitian mengenai
penggunaan obat karena berkaitan dengan perubahan fisiologis dan faktor
transplasenta selama kehamilan (Mazer-Amirshahi, et. al. 2014). Perubahan ini
termasuk perubahan berat badan ibu, volume organ individual dan aliran darah,
laju filtrasi glomerulus, dan beberapa aktivitas enzim metabolisme obat
(Abduljalil K, et al., 2012).
Penggunaan obat-obatan selama kehamilan mempengaruhi dua pasien,
wanita dan janinnya yang sedang berkembang. Penyedia layanan kesehatan dan
ibu hamil sering diminta untuk membuat keputusan perawatan klinis penting
tanpa adanya informasi yang memadai mengenai kemungkinan dampak obat pada
kedua pasien tersebut (Honein,M., et al., 2015). Suatu studi menunjukkan sekitar
satu dari setiap lima wanita menggunakan obat FDA C, D dan X setidaknya satu
kali selama kehamilan, dan obat resep yang paling umum dalam kehamilan adalah
antiasmatik, antibiotik, obat anti-inflamasi nonsteroid, antiansietas atau
antidepresan dan kontrasepsi oral. Dari 18.557 wanita, sebanyak 3604 (19,4%)
menerima obat FDA kategori C, D atau X setidaknya satu kali selama kehamilan.
Tingkat paparan kehamilan masing-masing adalah 15,8, 5,2 dan 3,9% untuk
kategori obat C, D dan X, dan masing-masing 11,2, 7,3 dan 8,2% pada trimester
pertama, kedua dan ketiga. Salbutamol (albuterol), trimetoprim / sulfametoksazol
(kotrimoksazol), ibuprofen, naproxen dan kontrasepsi oral adalah obat C, D, X
yang paling umum digunakan selama kehamilan (Wen, et al., 2008).
Menurut Surani, E (2015) dibawah ini adalah obat yang tergolong aman bagi ibu
hamil, antara lain :
1. Penisilin
Turunan penisilin, termasuk diantaranya amoksisilin dan ampisilin memiliki
batas keamanan yang cukup luas dan toksisitas (keracunan) yang sedikit baik
bagi ibu maupun janin. Penisilin adalah golongan ß-laktam yang menghambat
pembentukan dinding sel bakteri. Penisilin dipakai untuk berbagai macam
infeksi bakteri. Ampisilin dan amoksisilin baik untuk pengobatan infeksi
saluran kemih. Sefalosporin juga aman dan digunakan untuk pengobatan
infeksi saluran kemih, pielonefritis (infeksi ginjal), dan gonorea. Penisilin
aman digunakan selama kehamilan.
2. Trimetoprim-sulfametoksazol
Kombinasi ini (Bactrim) menghambat metabolisme asam folat dan baik untuk
mengobati infeksi saluran kemih. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa
penggunaan bactrim pada triwulan pertama berkaitan dengan sedikit
peningkatan risiko kecacatan pada janin, terutama jantung dan pembuluh
darah. Selain itu, bactrim dapat menyebabkan hiperbilirubinemia
(peningkatan kadar bilirubin pada tubuh) sehingga berakibat kernikterus
(kuning) pada bayi.
3. Antivirus
Acylovir tidak menimbulkan kecacatan pada janin berdasarkan penelitian
pada 601 wanita hamil yang mengkonsumsi acyclovir. The Centers for
Disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan bahwa acyclovir
aman digunakan pada wanita hamil yang mengalami paparan terhadap
penyakit yang disebabkan oleh virus (herpes, hepatitis, varisela <cacar>).
Untuk tatalaksana penyakit HIV/AIDS menggunakan NRTIs (zidovudin) dan
NNRTIs aman dikonsumsi oleh wanita hamil. Sedangkan Protease Inhibitor
(Pis) belum diteliti lebih lanjut.
4. Antihistamin
Antihistamin atau sering dikenal sebagai antialergi aman digunakan selama
kehamilan. Antihistamin yang aman termasuk diantaranya adalah
klorfeniramin, klemastin, difenhidramin, dan doksilamin. Antihistamin
generasi II seperti loratadin, setirizin, astemizol, dan feksofenadin baru
memiliki sedikit data mengenai penggunaannya selama kehamilan
5. Dekongestan
Dekongestan atau obat pelega sumbatan hidung adalah obat yang digunakan
untuk meredakan gejala flu yang terjadi. Dekongestan oral (diminum)
diantaranya adalah pseudoefedrin, fenilpropanolamin,dan fenilepinefrin. Pada
triwulan pertama pemakaian pseudoefedrin berkaitan dengan kejadian
gastroschisis karena itu sebaiknya dipikirkan alternatif penggunaaan
dekongestan topikal (hanya disemprotkan di bagian tertentu tubuh, hidung)
pada triwulan pertama.
6. Pereda Batuk
Kodein dan dekstrometorfan adalah obat pereda batuk yang paling umum
digunakan. Asma merupakan penyakit saluran pernapasan atas yang kronik
(jangka waktu lama) ditandai dengan peradangan pada saluran napas dan
hipereaktivitas dari bronkus (lendir banyak keluar). Terapi asma dimulai
dengan mengurangi paparan terhadap lingkungan yang membuat asma
menjadi kambuh. Semua wanita hamil sebaiknya memperoleh vaksinasi
influenza. Obat-obatan asma diantaranya adalah:
7. Glukokortikoid : Inhalasi glukokortikoid (cara pemasukan obat melalui
pernapasan, diuap) dilaporkan tidak menyebabkan kecacatan dan dapat
digunakan selama menyusui. Glukokortikoid sistemik (diminum dengan
reaksi pada seluruh tubuh) meningkatkan risiko bibir sumbing sebanyak 5
kali dari normal.
a) Teofilin: Tidak menyebabkan kecacatan pada janin dan aman digunakan
selama menyusui
b) Sodium Kromolin: Tidak menyebabkan kecacatan pada janin
Berdasarkan penelitian Vasilakis-scaramozza. C. dkk, mengenai Asthma
drugs and the risk of congenital anomalies menunjukkan bahwa pemakaian
obat anti asma pada trimester awal tidak beresiko terhadap kelainan
congenital.
8. Obat-obatan untuk gangguan saluran pencernaan
Keluhan pada saluran cerna merupakan keluhan yang umum pada wanita
hamil, termasuk diantaranya adalah mual, muntah, hiperemesis gravidarum,
intrahepatik kolestasis dalam kehamilan, dan Inflammatory Bowel Disease.
Terapi menggunakan obat diantaranya adalah :
Agen antidopaminergik : Ini termasuk golongan neuroleptik yang memiliki
efek samping anti emetik seperti proklorperazin, metoklopramid,
klorpromazin, dan haloperidol aman dikonsumsi oleh wanita hamil. Obat-
obatan lain: Antasid, simetidin, dan ranitidin aman dikonsumsi wania hamil
dan menyusui. Penghambat pompa proton tidak direkomendasikan untuk
wanita hamil.
9. Obat-obat gangguan psikiatri
Depresi dan skizofrenia adalah gangguan psikiatri yang dapat ditemukan
selama periode reproduksi. Agen trisiklik seperti amitriptilin, desipramin, dan
imipramin digunakan untuk mengatasi depresi, kecemasan berlebih,
gangguan obsesif-kompulsif, migrain, dan masalah lain. Tidak ada bukti jelas
yang menyatakan adanya efek samping agen trisiklik pada wanita menyusui
dan wanita hamil. The Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs)
termasuk di dalamnya fluoksetin dan fluvoksamin tidak meningkatkan risiko
kecacatan pada janin.
Tidak sedikit pula penggunaan obat herbal pada ibu hamil, namun sayangnya
sedikit yang diketahui tentang penggunaannya dalam kehamilan dan sikap ibu
hamil mengenai keselamatan mereka selama kehamilan. Penelitian terhadap 400
wanita hamil menunjukkan penggunaan obat herbal selama kehamilan positif
pada 22,3% pasien. Mereka mengkonsumsi obat-obatan herbal yang
direkomendasikan oleh dokter (46,1%), pengobatan sendiri (44,9%), atau dengan
saran dari anggota keluarga atau teman (9%). Selain itu, 39,8% percaya bahwa
aman untuk menggunakan obat herbal selama kehamilan, 32,3% percaya bahwa
itu berbahaya bagi ibu dan janin, dan 22% tidak mengetahui apakah itu aman atau
tidak (Sattari, et al., 2012). Di perkuat oleh penelitian Menurut Taiwanese Journal
of Obstetrics & Gynecology (2018) Tingkat pengguna obat yang sedang hamil
meningkat tajam dari 0,46% pada tahun 2008 menjadi 1,28% pada tahun 2015 dan
menurut jounal dari Saudi Pharmaceutical Journal yang melakukan penelitian di
meksiko menyebutkan bahwa Pengobatan pada kehamilan sendiri dipengaruhi
terutama oleh kerabat atau teman, yang merekomendasikan penggunaan obat
herbal / obat allopathic. Dua tanaman obat yang paling umum (arnica dan ruda) di
sini diberitahu dilaporkan menyebabkan aborsi atau toksisitas selama kehamilan.
Temuan menunjukkan bahwa pengobatan sendiri (tanaman obat dan obat
allopathic) adalah praktik umum di kalangan wanita hamil dari Meksiko tengah.
Data berharga dalam praktik sehari-hari yang dapat memperluas
pengetahuan tentang keamanan obat selama kehamilan. Penyedia layanan
kesehatan harus dapat segera merumuskan informasi paling mutakhir untuk
kepentingan rekomendasi pada wanita hamil yang harus menggunakan obat dalam
terapinya (Sinclair, et al., 2016).
Penggunaan obat pada masa kehamilan cenderung membuat ibu lebih
berhati-hati serta lebih selektif, namun penggunaan obat tidak dapat dihindarkan
apabila ibu hamil memiliki riwayat penyakit seperti asma, diabetes maupun
hipertensi. Pada sebuah penelitian didapatkan kesimpulan banyak wanita
menghentikan atau mengurangi pengobatan asma saat mereka hamil sehingga
diperlukan strategi dan control keamanan asma saat hamil (Woude, 2012).

Penggolongan Obat Yang Berbahaya Untuk Ibu Hamil


1. Penggunaan metformin selama kehamilan menjadi tantangan bagi para
peneliti, mengingat saat ini metformin pada kehamilan masih masuk dalam
kategori B. Metfomin merupakan antihiperglikemia oral golongan biguanid
yang dalam penelitian in vivo tidak terbukti mengganggu fertilitas hewan
coba (tikus) baik jantan atau betina dan tidak terbukti teratogeni pada hewan
coba (tikus dan kelinci) hingga dosis 600 mg/ kgBB/hari, yaitu dosis yang
diperkirakan 2 kali dosis maksimum yang direkomendasikan pada manusia
dalam satuan mg per luas permukaan badan. Metformin terlihat cukup baik
mencegah makrosomi fetus pada wanita dengan berat badan normal atau
berlebih dan mengalami diabetes gestasional lambat, sedangkan ibu disertai
obesitas, kadar gula darah puasa tinggi dan memerlukan terapi farmakologi
lebih awal sepertinya akan lebih baik jika mendapatkan insulin (Moore
2010). Metformin aman digunakan pada trimester kehamilan 2 dan 3,
sedangkan pada trimester 1 ditemukan kelainan pada janin.
2. Omeprazol sebaiknya tidak diberikan selama masa kehamilan dan menyusui
kecuali apabila penggunaannya memang dianggap perlu. Studi terhadap
hewan tidak menunjukkan bukti adanya bahaya akibat penggunaan
Omeprazol selama masa kehamilan dan menyusui. Tidak pula dijumpai
keracunan terhadap janin (fetus) atau efek teratogenik. Menurut
Administrasi Makanan dan Obat-obatan Omeprazol diklasifikasikan ke
dalam kategori C pada kehamilan (menunjukkan bahwa studi pada hewan
telah menunjukkan risiko bagi janin tetapi data yang memadai pada manusia
tidak tersedia) karena efek toksik pada embrio hewan dan janin ketika obat
ini diberikan pada dosis tingg. Namun, seperti dengan semua terapi obat,
menghindari omeprazol selama kehamilan, terutama pada trimester 1,
adalah tentu saja yang paling aman. Jika Omeprazol diperlukan atau jika
paparan tidak sengaja terjadi diawal kehamilan, risiko diketahui pada
embrio / janin tampak rendah. Tindak lanjut jangka panjang dari keturunan
yang terkena selama kehamilan dijamin. Antagonis H2-reseptor dalam dosis
terbagi efektif dalam mengobati pasien dengan GERD ringan sampai sedang
(Dipiro., 2008).
3. Asam mefenamat tidak dianjurkan untuk ibu hamil dan anak-anak dibawah
umur 14 tahun. Asam mefenamat termasuk dalam kategori C, tetapi pada
kehamilan trimester ketiga dan menjelang kelahiran masuk dalam kategori
faktor risiko D.
4. Efek samping diklofenak yang lazim adalah mual, gastritis, eritema kulit
dan sakit kepala. Pada penderita tukak lambung, pemakaian harus lebih
berhati-hati. Pemakaian diklofenak selama masa kehamilan tidak
dianjurkan. Dosis pemakaian diklofenak adalah 100-150 mg sehari yang
terbagi dalam dua atau tiga dosis (Wilmana, 2007). Berdasarkan pedoman
pelayanan farmasi untuk ibu hamil dan menyusui yang dikeluarkan oleh
Depkes RI Natrium diklofenak digolongkan pada kategori B untuk ibu
hamil dengan usia kehamilan di trimester ketiga dan kategori D pada ibu
hamil menjelang kelahiran. Semua obat anti radang non – steroid (NSAID)
mengurangi peradangan dengan menghambat sintesis prostaglandin sampai
derajat tertentu. Karena prostaglandin memainkan peran yang sangat besar
pada perkembangan janin. Penghambatan ini menyebabkan berbagai efek
pada ibu, janin, dan neonatus.
5. Indikasi dari ketoprofen adalah untuk menghilangi rasa sakit dan
peradangan ringan pada rematik gangguan penyakit dan muskuloskeletal
lainnya, dan setelah bedah ortopedi; gout akut; dismenorea. Ketoprofen
termasuk dalam faktor risiko kategori B pada trimester pertama dan kedua,
namun pada trimester ketiga dan menjelang kelahiran termasuk dalam
kategori D.
6. Cygest® memiliki kandungan progesteron 400mg. Progesteron dapat
membantu proses terjadinya kehamilan, dan sering diberikan oleh dokter
terhadap pasien yang mempunyai riwayat keguguran pada kehamilan
sebelumnya. Penggunaan progestogen harus ditambahkan untuk
perlindungan endometrium ketika terapi estrogen yang diresepkan. Dengan
demikian, wanita dengan rahim utuh seharusnya tidak menerima estrogen,
sedangkan wanita yang telah menjalani histerektomi selalu harus menerima
estrogen saja tanpa progesteron (Dipiro., 2008).
7. Metilergonovin tidak tampak menjadi teratogen utama pada hewan dan
manusia, tetapi data yang sudah ada terlalu terbatas untuk diambil
kesimpulan apapun. Obat ini kontraindikasi selama kehamilan karena
kecenderungan memberikan efek berkelanjutan, kontraksi uterus tetanik
yang mengakibatkan hipoksia janin. Oleh karena itu, oksitosin digunakan
sebagai obat alternatif pengelolaan tahap III persalinan (yaitu, pengiriman
bayi ke plasenta) dan untuk pengobatan postpartum atau perdarahan aborsi.
Metilergonovin termasuk dalam kategori C. Penggunaan metilergonovin
pada awal kehamilan digunakan sebagai penguat kandungan dan
menghentikan pendarahan.
8. Obat Anti Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)
Penghambat ACE (captopril, enalapril) apabila digunakan pada triwulan
kedua dan ketiga dapat mengakibatkan disfungsi ginjal pada janin dan
oligohidramnion (berkurangnya cairan ketuban). Obat ini tidak dianjurkan
selama kehamilan. Penghambat pompa kalsium (amlodipin, diltiazem,
nifedipin) dapat mengakibatkan hipoksia janin (kekurangan oksigen) yang
berkaitan dengan hipotensi maternal (tekanan darah rendah pada ibu).
Golongan penghambat β (propranolol, labetolol) dapat menyebabkan
bradikardia (denyut jantung melambat) pada janin maupun bayi baru lahir.
Golongan diuretik (asetazolamid) dapat mengakibatkan gangguan elektrolit
pada janin. Golongan ARAs dapat mengakibatkan gangguan sistem renin
angiotensin sehingga menyebabkan kematian pada janin. Berdasarkan
penelitian dengan judul Antihypertensive drugs and the risk of congenital
anomalies yang meneliti sejumlah wanita yang terpapar obat antihipertensi
selama awal kehamilan, menunjukkan bahwa wanita hamil yang
menggunakan ACE inhibitor sejak awal kehamilan mempunyai risiko lebih
tinggi dengan nilai RR 2,5, 95% CI 0,5-13,5. Obat ini harus dihindarkan
pada wanita yang baru berencana untuk hamil.
9. Obat anti kanker
Kanker yang paling sering dialami oleh wanita hamil adalah kanker
payudara. kanker leher rahim, limfoma, melanoma, leukimia (kanker darah),
dan kanker usus besar serta kanker indung telur. Obat kemoterapi seperti
metotreksat dapat memiliki potensi bahaya bagi janin. Obat ini dapat
menyebabkan kecacatan pada janin bila digunakan pada triwulan pertama.
Selain itu, terapi pada wanita hamil dengan kanker harus didiskusikan
dengan tenaga kesehatan masing-masing.
10. Anti Kejang
Epilepsi adalah penyakit gangguan saraf yang dapat terjadi selama
kehamilan. Semua obat antiepilepsi dapat melalui plasenta dan memiliki
potensi teratogen. Penelitian membuktikan bahwa obat antiepilepsi dapat
menyebabkan cacat bawaan. Fenitoin (Dilantin) dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan janin. Karbamazepin dapat meningkatkan risiko
spina bifida. Fenobarbital dapat mengakibatkan kelainan jantung bawaan
dan sumbing orofasial (bibir dan wajah). Asam valproat memiliki risiko
peningkatan 1-2% kelainan spina bifida.

Kesimpulan
Kehamilan merupakan proses fisiologis yang perlu dipersiapkan oleh wanita dari
pasangan yang subur agar dapat melewati masa kehamilan, karena ibu dan janin
adalah sebuah unit fungsi yang tak terpisahkan. Kesehatan ibu hamil adalah
prasyarat penting untuk fungsi optimal dan perkembangan kedua bagian unit
fungsi tersebut. Ketika wanita hamil sering kali juga mengkomsumsi suatu obat
dan seperti yang kita ketahui obat akan menimbulkan efek baik efek positif
maupun efek yang merugikan baik bagi ibu maupun bagi janinnya. Efek yang di
timbulkan suatu obat tergantung dari kandungan obat tersebut. Contoh obat yang
berbahaya bagi ibu hami adalah metformin,omeprazole, asam mefenamat dan
Metilergonovin serta masih banyak lagi yang sebagian besar harus di cermati
dosis dan waktu ketika meminum obat tersebut sehingga sangat diperlukan
diperlukan strategi dan control keamanan mengkomsumsi obat saat hamil oleh
dokter maupun petugas medis lainnya untuk mencegah efek yang tidak di
inginkan untuk ibu dan janinnya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdushshofi, M.F, Ridha Elvina, Yetti Hersunaryati. (2016). Evaluasi Ketepatan


Penggunaan Obat Ibu Hamil Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi
Rumah Sakit “X”. Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi Dan Sains Uhamka
Jakarta
Abduljalil K, Et Al. 2012. Anatomical, Physiological And Metabolic Changes
With Gestational Age During Normal Pregnancy: A Database For
Parameters Required In Physiologically Based Pharmacokinetic Modelling.
Clin Pharmacokinet. 2012;51 (6):365–396.
Christianty, F.M. (2012). Penggunaan Obat Selama Kehamilan Tinjauan Dari
Aspek Risk And Benefit Ratio. Jurnal. Jember Fakultas Farmasi Universitas
Jember, Jember. Hal. 4.
Dipiro, j.t., et.al. 2008. Pharmacotherapy: a Pathophysiologic approach, seventh
Edition. Mc-graw hill.
Ginting, P.A. (2016). Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Ibu Hamil Di
Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan Periode
Januari 2015- Desember 2015.Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Utara. Hal
25,34-36.
Honein, M., Et Al. 2015. The Need For Safer Medication Use In Pregnancy.
Expert Rev Clin Pharmacol. 2013 Sep; 6(5): 453–455.
Johanes, V.R. 2009. Evaluasi Keamanan Penggunaan Obat Pada Ibu Hamil
Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Surakarta Bulan
Maret 2009. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta
Mazer-Amirshahi, Et. Al. 2014. Trends In Pregnancy Labeling And Data Quality
For Us-Approved Pharmaceuticals. Am J Obstet Gynecol. 2014; 211
(6):690.E1–11
Ognjanovic, Blair, Spector, Robison, Roesler, Ross. Analgesic Use During
Pregnancy And Risk Of Infant Leukaemia: A Children's Oncology Group
Study. Br J Cancer. 2011 Feb 1;104(3):532-6
Sattari, Mohammadreza, Et Al. 2012. Selfreported Use And Attitudes Regarding
Herbal Medicine Safety During Pregnancy In Iran. Jundishapur J Nat
Pharm Prod. 2012;7(2):45-49.
Surani, E., Indah, Ri. (2015). The Study Of Multivitamin And Medicine In
Pregnancy. Stikes Muhammadiyah Kudus
Sinclair, Susan M., Et Al. 2016. Medication Safety During Pregnancy: Improving
Evidence-Based Practice. Journal Of Midwifery & Women's Health Volume
61 (1):52–67
Vasilakis-Scaramozza C, Aschengrau A, Cabral Hj, Jick Ss. Antihypertensive
Drugs And The Risk Of Congenital Anomalies. Pharmacotherapy. 2013 Apr
1. Doi: 10.1002/Phar.1212
Wen, S. Et Al. 2008. Patterns Of Pregnancy Exposure To Prescription Fda C, D
And X Drugs In A Canadian Population. Journal Of Perinatology (2008)
28, 324–329;
Wilmana, P.F., Dan Gan, S., 2007. Analgesik-Antipiretik Analgesik Antiinflamasi
Nonsteroid Dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam: Gan, S., Setiabudy,
R., Dan Elysabeth, Eds. Farmakologi Dan Terapi. Edisi 5. Jakarta:
Departemen Farmakologi Dan Terapeutik Fk Ui, Hlm. 237-239.
Yulianti, t. Et al.,. 2009. Evaluasi Penggunaan Obat Pada Ibu Hamil Di Rumah
Sakit X Surakarta. Pharmacon Vol. 10 No1.Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai