Anda di halaman 1dari 5

A.

Penggunaan obat pada ibu hamil

a.pengaruh obat pada masa kehamilan

 Berdasarkan perkembangan janin


1. Fase implantasi, yaitu pada umur kehamilan kurang dari 3 minggu. Pada fase ini obat

dapat memberi pengaruh buruk atau mungkin tidak sama sekali. Jika terjadi pengaruh buruk

biasanya menyebabkan kematian embrio atau berakhirnya kehamilan (abortus).

2. Fase embional atau organogenesis, yaitu pada umur kehamilan antara 4-8 minggu. Pada

fase ini terjadi

diferensiasi pertumbuhan untuk terjadinya malformasi anatomik (pengaruh teratogenik).

Berbagai pengaruh buruk yang mungkin terjadi pada fase ini antara lain,

- Gangguan fungsional atau metabolik yang permanen yang biasanya baru muncul

kemudian, jadi tidak timbul secara langsung pada saat kehamilan. Misalnya pemakaian

hormon dietilstilbestrol pada trimester pertama kehamilan terbukti berkaitan dengan terjadinya

adenokarsinoma vagina pada anak perempuan di kemudian hari (pada saat mereka sudah

dewasa).

- pengaruh letal, berupa kematian janin atau terjadinya abortus.

- pengaruh sub-letal, yang biasanya dalam bentuk malformasi anatomis pertumbuhan organ,

seperti misalnya fokolemia karena talidomid.

3. Fase fetal, yaitu pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Dalam fase ini terjadi

maturasi dan pertumbuhan lebih lanjut dari janin. Pengaruh buruk senyawa asing terhadap janin

pada fase ini tidak berupa malformasi anatomik lagi. tetapi mungkin dapat berupa gangguan

pertumbuhan, baik terhadap fungsi-fungsi fisiologik atau biokimiawi organ-organ. Demikian

pula pengaruh obat yang dialami ibu dapat pula dialami janin, meskipun mungkin dalam derajat

yang berbeda. Sebagai contoh adalah terjadinya depresi pernafasan neonatus karena selama

masa akhir kehamilan, ibu mengkonsumsi obat- obat seperti analgetika-narkotik; atau
terjadinya efek samping pada sistem ekstrapiramidal setelah pemakaian fenotiazin.

B. Teratogenesis pada wanita hamil

Didefinisikan sebagai disgenesis (pembentukan keliru) dari organ-organ janin secara

ftruktural maupun fungsional (misalnya fungsi otak). Manifestasi yang khas dari leratogenesis

berupa pertumbuhan yang terhambat atau kematian dari janin, karsitiogenesis dan malformasi

struktur organ maupun fungsinya.

Merupakan pedoman emas bahwa semua obat harus dihindarkan selama kehamilan,

terkecuali ada sebab-sebab yang mendesak untuk penggunaannya. Dalam hal ini harus

dipertimbangkan dengan seksama benefitnya bagi ibu terhadap risiko potensial bagi janin.

Lagipula keamanan dari kebanyakan obat belum dapat dipastikan secara mutlak, karena

efeknya mungkin baru tampak setelah beberapa tahun setelah kelahiran. Oleh karena ini

penelitian-penelitian jangka panjang semakin penting, karena ternyata bahwa efek jangka

panjang dari obat-obat teratogen terhadap perkembangan saraf (neurobehavioral development)

dapat lebih parah daripada kelainan-kelainan strukrural. Dalam hal ini dapat disebut beberapa

obat yang mempengaruhi perkembangan otak seperti karbamazepin, isotretinoin, fenitoin,

asam valproat dan warfarin (Tabel A).

Farmakokinetika pada ibu hamil :

 Pada ibu hamil progesteron meningkat, motilin menurun, dan motilitas usus menurun

sehingga akan memperpanjang waktu pengosongan lambung dan absorbsi obat

meningkat.

 Aliran darah ke kulit meningkat sehingga asorbsi obat secara topikal meningkat.

 Cardiac output meningkat sehingga volume darah enibgkat dan distribusi obat juga akan

meningkat.

 Jumlah lemak dalam tubuh meningkat seingga distribusi obat lipid solubel juga akan

meningkat.
 Albumin menurun sehingga ikatan obat dengan protein menurun dan kadar obat bebas

meningkat.

 Penongkatan cairan tubuh ( 60% diplasenta dan janin, 40% di jaringan ibu) sehingga

terjadi penurunan kadar puncak obat dalam darah (obat terdistribusi dalam air, obat

dengan volume distribusi rendah).

 Kadar estrogen dan progesteron meningkat sehingga menginduksi metabolise.

 Peningkatan aliran darah ke ginjal sehingga klirens obat meningkat.

C. Proses untuk menentukan keamanan obat selama kehamilan

Tiap tahun banyak sekali obat baru disalurkan ke pasaran, tetapi data mengenai efek-

efeknya terhadap janin pada umumnya masih sangat terbatas pada saat pemasaran. Pedoman

pertama yang dipegang adalah penelitian terhadap binatang percobaan. Ternyata bahwa obat-

obat yang memiliki sifat teratogen pada manusia dapat menyebabkan efek-efek teratogen yang

sama pada hewan percobaan. Tetapi ada pula obat-obat yang memiliki efek teratogen pada

hewan bila diberikan dalam dosis tinggi, tetapi tidak bersifat teratogen pada manusia bila di-

berikan dalam dosis klinis. Dalam peristiwa talidomid justru terjadi kebalikannya, yakni hanya

dosis tinggi bersifat teratogen pada hewan, sedangkan pada manusia ternyata dosis rendah
pun

sudah menimbulkan cacat pada janin. Dosis tinggi dari glukokortikoid atau benzodiazepin

dapat mengakibatkan bibir sumbing pada hewan, tetapi dalam dosis klinis tidak memberikan

efek demikian pada manusia. Juga senyawa salisilat dapat mengakibatkan malformasi pada

hewan tetapi tidak pada manusia. Dari peristiwa-peristiwa ini dapat ditarik kesimpulan bahwa

penelitian pada hewan dapat mendeteksi efek teratogen, tetapi sulit untuk mengekstrapolasi

efek-efek ini pada manusia. Di samping percobaan pada hewan beberapa usaha lain ditempuh

untuk mengidentifikasi kemungkinan sifat teratogen, antara lain dengan menelaah hasil-hasil

monitoring obat (case reports dan penelitian-penelitian epidemiologis). Untuk ini telah
dibentuk suatu jenis pelayanan yang disebut International Development of Teratology-

information Services.

D. Aturan pemakaian obat pada ibu hamil

Ø Sebelum memakai obat, atasi gejala penyakit dengan banyak beristirahat dan makan

makanan bergizi. Terutama pada trisemester pertama kehamilan yang sangat rentan terhadap

efek samping obat-obatan. Kalau pun harus mengonsumsi obat, dapatkan dengan resep dokter.

Ø Selama hamil, hindari penggunaan obat polifarmasi yaitu gabungan lebih dari empat

macam obat dalam satu racikan.

Ø Cari tahu apakah obat yang akan dikonsumsi aman bagi ibu hamil dan janin lewat catatan

penggunaan produk yang dilampirkan dalam kemasan. Kalau keterangan itu tidak ditemukan,

mintalah keterangan dari apoteker atau konsultasikan kepada dokter kebidanan dan kandungan.

E. Kategori tingkat keamanan penggunaan obat pada ibu hamil dari FDA (Food Drug Administration) :

 Kategori A
Aman untuk janin seperti vitamin C asam folat, vit B6, parasetamol, zinc, dan sebagainya.

 Kategori B
Cukup aman untuk janin seperti amoksisilin, ampisilin, azitromisin, bisakodil, cefadroksil,
cefepim, cefixim, cefotaxim, ceftriaxon, cetirizin, klopidogrel, eritromisin, ibuprofen,
insulinlansoprazol, loratadin, me penem, metformin, metildopa, metronidazol, dan sebagainya.

 Kategori C
Dapat beresiko, digunakan jika perlu. Obat dianjurkan hanya jika manfaat yang diperoleh oleh
ibu atau janin melebihi resiko yang mungkin tim bul pada janin. Contohnya albendazol,
allopurinol, aspirin, amitriptilin, kalsitriol, kalsium laktat, kloramfe nikol, ciprofloksasin, klonidin,
kotrimoksazol, codein + parasetamo dektrometorfan, digoksin, enalapril, efedrin, flukonazol dan
sebagainya.

 Kategori D
Ada bukti positif dari resiko, digunakan jika darurat. Pengunaan obat diperlukan untuk
mengatasi situasi yang mengancam jiwa atau penyakit serius dimana obat yang lebih aman tidak
efektif atau tidak dapat diberikan. Contohnya alprazolam, amikasin, amiodaron, carbamazepin,
klordiaz epoksid, diazepam, kanamisin, fenitoin, asam valproat, dan sebagainya.
 Kategori X
Kontraindikasi dan sangat berbahaya bagi janin, conhnya (amlodipi atorvastatin), atorvastatin,
(kafein + ergotamin), (desogestrel + etinil es tradiol), ergometrin, estradol, miso prostol,
oksitosin, simvastatin, warfarin

F. obat yang dapat digunakan pada masa kehamilan :

1. Pereda Nyeri dan Demam: Obat parasetamol termasuk obat yang aman mengatasi nyeri atau
demam, untuk sakit kepala, lain dengan mengkonsumsi parasetamol juga bisa diatasi dengan
kompres dingin dan beristirahat. Untuk demam, bisa dibantu mengatasinya dengan kompres air
hangat.

2. Batuk Pilek : Obat batuk pilek yang banyak dijual bebas biasanya berupa kombinasi sebaiknya
dihindari pada saat hamil.
Dekongestan adalah obat yang berfungsi mengatasi hidung tersumbat seperti phenylephrine
dan pseudoe fedrin. Pada saat hamil harus dihindari penggunaan dekongestan oral (minum). Ibu
hamil yang membutuhkan dekongestan sebaiknya disarankan menggunakan semprot (spray).
Obat dekongestan semprot lebih aman karena mekanisme kerja secara lokal di area hidung,
dosis rendah serta paparan obat dengan tubuh lebih singkat, seperti penggunaan tetes hidung
saline.
Obat batuk pada ibu hamil pili pertama adalah dektrometorphan (untuk mengatasi batuk
kering), un tuk batuk berdahak bisa menggunakan asetilsistein. Hindari sediaan obat batuk yang
mengandung alkohol. Selain obat, bisa mengkonsumsi air lemon, maupun air madu.

3. Sembelit dan Diare: Bisa menggunakan obat laksatif atau metilselulosa.


Sementara untuk diare, bisa menggunakan obat loperamid. Untuk menggantikan cairan
elektrolit tubuh yang hilang bisa diganti dengan oralit. Sembelit juga bisa diatasi dengan
konsumsi makanan tinggi serat dan cukup cairan. Olahraga ringan, seperti berenang atau jalan
kaki, dapat membantu mengatasi sembelit karena dapat meningkatkan sirkulasi yang dapat
merangsang sistem pencernaan.

4. Alergi: Bagi ibu hamil yang mengalami alergi bisa menggunakan obat cetirizin yang aman bagi
ibu hamil.

Anda mungkin juga menyukai