dapat memberi pengaruh buruk atau mungkin tidak sama sekali. Jika terjadi pengaruh buruk
2. Fase embional atau organogenesis, yaitu pada umur kehamilan antara 4-8 minggu. Pada
Berbagai pengaruh buruk yang mungkin terjadi pada fase ini antara lain,
- Gangguan fungsional atau metabolik yang permanen yang biasanya baru muncul
kemudian, jadi tidak timbul secara langsung pada saat kehamilan. Misalnya pemakaian
hormon dietilstilbestrol pada trimester pertama kehamilan terbukti berkaitan dengan terjadinya
adenokarsinoma vagina pada anak perempuan di kemudian hari (pada saat mereka sudah
dewasa).
- pengaruh sub-letal, yang biasanya dalam bentuk malformasi anatomis pertumbuhan organ,
3. Fase fetal, yaitu pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Dalam fase ini terjadi
maturasi dan pertumbuhan lebih lanjut dari janin. Pengaruh buruk senyawa asing terhadap janin
pada fase ini tidak berupa malformasi anatomik lagi. tetapi mungkin dapat berupa gangguan
pula pengaruh obat yang dialami ibu dapat pula dialami janin, meskipun mungkin dalam derajat
yang berbeda. Sebagai contoh adalah terjadinya depresi pernafasan neonatus karena selama
masa akhir kehamilan, ibu mengkonsumsi obat- obat seperti analgetika-narkotik; atau
terjadinya efek samping pada sistem ekstrapiramidal setelah pemakaian fenotiazin.
ftruktural maupun fungsional (misalnya fungsi otak). Manifestasi yang khas dari leratogenesis
berupa pertumbuhan yang terhambat atau kematian dari janin, karsitiogenesis dan malformasi
Merupakan pedoman emas bahwa semua obat harus dihindarkan selama kehamilan,
terkecuali ada sebab-sebab yang mendesak untuk penggunaannya. Dalam hal ini harus
dipertimbangkan dengan seksama benefitnya bagi ibu terhadap risiko potensial bagi janin.
Lagipula keamanan dari kebanyakan obat belum dapat dipastikan secara mutlak, karena
efeknya mungkin baru tampak setelah beberapa tahun setelah kelahiran. Oleh karena ini
penelitian-penelitian jangka panjang semakin penting, karena ternyata bahwa efek jangka
dapat lebih parah daripada kelainan-kelainan strukrural. Dalam hal ini dapat disebut beberapa
Pada ibu hamil progesteron meningkat, motilin menurun, dan motilitas usus menurun
meningkat.
Aliran darah ke kulit meningkat sehingga asorbsi obat secara topikal meningkat.
Cardiac output meningkat sehingga volume darah enibgkat dan distribusi obat juga akan
meningkat.
Jumlah lemak dalam tubuh meningkat seingga distribusi obat lipid solubel juga akan
meningkat.
Albumin menurun sehingga ikatan obat dengan protein menurun dan kadar obat bebas
meningkat.
Penongkatan cairan tubuh ( 60% diplasenta dan janin, 40% di jaringan ibu) sehingga
terjadi penurunan kadar puncak obat dalam darah (obat terdistribusi dalam air, obat
Tiap tahun banyak sekali obat baru disalurkan ke pasaran, tetapi data mengenai efek-
efeknya terhadap janin pada umumnya masih sangat terbatas pada saat pemasaran. Pedoman
pertama yang dipegang adalah penelitian terhadap binatang percobaan. Ternyata bahwa obat-
obat yang memiliki sifat teratogen pada manusia dapat menyebabkan efek-efek teratogen yang
sama pada hewan percobaan. Tetapi ada pula obat-obat yang memiliki efek teratogen pada
hewan bila diberikan dalam dosis tinggi, tetapi tidak bersifat teratogen pada manusia bila di-
berikan dalam dosis klinis. Dalam peristiwa talidomid justru terjadi kebalikannya, yakni hanya
dosis tinggi bersifat teratogen pada hewan, sedangkan pada manusia ternyata dosis rendah
pun
sudah menimbulkan cacat pada janin. Dosis tinggi dari glukokortikoid atau benzodiazepin
dapat mengakibatkan bibir sumbing pada hewan, tetapi dalam dosis klinis tidak memberikan
efek demikian pada manusia. Juga senyawa salisilat dapat mengakibatkan malformasi pada
hewan tetapi tidak pada manusia. Dari peristiwa-peristiwa ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
penelitian pada hewan dapat mendeteksi efek teratogen, tetapi sulit untuk mengekstrapolasi
efek-efek ini pada manusia. Di samping percobaan pada hewan beberapa usaha lain ditempuh
untuk mengidentifikasi kemungkinan sifat teratogen, antara lain dengan menelaah hasil-hasil
monitoring obat (case reports dan penelitian-penelitian epidemiologis). Untuk ini telah
dibentuk suatu jenis pelayanan yang disebut International Development of Teratology-
information Services.
Ø Sebelum memakai obat, atasi gejala penyakit dengan banyak beristirahat dan makan
makanan bergizi. Terutama pada trisemester pertama kehamilan yang sangat rentan terhadap
efek samping obat-obatan. Kalau pun harus mengonsumsi obat, dapatkan dengan resep dokter.
Ø Selama hamil, hindari penggunaan obat polifarmasi yaitu gabungan lebih dari empat
Ø Cari tahu apakah obat yang akan dikonsumsi aman bagi ibu hamil dan janin lewat catatan
penggunaan produk yang dilampirkan dalam kemasan. Kalau keterangan itu tidak ditemukan,
mintalah keterangan dari apoteker atau konsultasikan kepada dokter kebidanan dan kandungan.
E. Kategori tingkat keamanan penggunaan obat pada ibu hamil dari FDA (Food Drug Administration) :
Kategori A
Aman untuk janin seperti vitamin C asam folat, vit B6, parasetamol, zinc, dan sebagainya.
Kategori B
Cukup aman untuk janin seperti amoksisilin, ampisilin, azitromisin, bisakodil, cefadroksil,
cefepim, cefixim, cefotaxim, ceftriaxon, cetirizin, klopidogrel, eritromisin, ibuprofen,
insulinlansoprazol, loratadin, me penem, metformin, metildopa, metronidazol, dan sebagainya.
Kategori C
Dapat beresiko, digunakan jika perlu. Obat dianjurkan hanya jika manfaat yang diperoleh oleh
ibu atau janin melebihi resiko yang mungkin tim bul pada janin. Contohnya albendazol,
allopurinol, aspirin, amitriptilin, kalsitriol, kalsium laktat, kloramfe nikol, ciprofloksasin, klonidin,
kotrimoksazol, codein + parasetamo dektrometorfan, digoksin, enalapril, efedrin, flukonazol dan
sebagainya.
Kategori D
Ada bukti positif dari resiko, digunakan jika darurat. Pengunaan obat diperlukan untuk
mengatasi situasi yang mengancam jiwa atau penyakit serius dimana obat yang lebih aman tidak
efektif atau tidak dapat diberikan. Contohnya alprazolam, amikasin, amiodaron, carbamazepin,
klordiaz epoksid, diazepam, kanamisin, fenitoin, asam valproat, dan sebagainya.
Kategori X
Kontraindikasi dan sangat berbahaya bagi janin, conhnya (amlodipi atorvastatin), atorvastatin,
(kafein + ergotamin), (desogestrel + etinil es tradiol), ergometrin, estradol, miso prostol,
oksitosin, simvastatin, warfarin
1. Pereda Nyeri dan Demam: Obat parasetamol termasuk obat yang aman mengatasi nyeri atau
demam, untuk sakit kepala, lain dengan mengkonsumsi parasetamol juga bisa diatasi dengan
kompres dingin dan beristirahat. Untuk demam, bisa dibantu mengatasinya dengan kompres air
hangat.
2. Batuk Pilek : Obat batuk pilek yang banyak dijual bebas biasanya berupa kombinasi sebaiknya
dihindari pada saat hamil.
Dekongestan adalah obat yang berfungsi mengatasi hidung tersumbat seperti phenylephrine
dan pseudoe fedrin. Pada saat hamil harus dihindari penggunaan dekongestan oral (minum). Ibu
hamil yang membutuhkan dekongestan sebaiknya disarankan menggunakan semprot (spray).
Obat dekongestan semprot lebih aman karena mekanisme kerja secara lokal di area hidung,
dosis rendah serta paparan obat dengan tubuh lebih singkat, seperti penggunaan tetes hidung
saline.
Obat batuk pada ibu hamil pili pertama adalah dektrometorphan (untuk mengatasi batuk
kering), un tuk batuk berdahak bisa menggunakan asetilsistein. Hindari sediaan obat batuk yang
mengandung alkohol. Selain obat, bisa mengkonsumsi air lemon, maupun air madu.
4. Alergi: Bagi ibu hamil yang mengalami alergi bisa menggunakan obat cetirizin yang aman bagi
ibu hamil.