Anda di halaman 1dari 3

IDAK dipungkiri bahwa selama kehamilan dan menyusui, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan

atau gangguan kesehatan yang membutuhkan obat. Pemahaman mengenai keamanan penggunaan obat
pada ibu hamil dan menyusui belum dimengerti dengan baik di masyarakat, dalam kalangan tenaga
kesehatan sendiri pun sih belum dapat memaksimalkan pemahaman penggunaan obat bagi ibu hamil
dan menyusui. Secara umum patokan pada penggunaan dan penggolongan keamanan obat pada ibu
hamil dan menyusui masih mengarah pada panduan FDA (Food and Drug Administration) Amerika
Serikat.

Berikut kategori tingkat keamanan penggunaan obat pada ibu hamil dari FDA (Food Drug
Administration) :

Kategori A

Aman untuk janin seperti vitamin C asam folat, vit B6, parasetamol, zinc, dan sebagainya.

Kategori B

Cukup aman untuk janin seperti amoksisilin, ampisilin, azitromisin, bisakodil, cefadroksil, cefepim,
cefixim, cefotaxim, ceftriaxon, cetirizin, klopidogrel, eritromisin, ibuprofen, insulinlansoprazol, loratadin,
me penem, metformin, metildopa, metronidazol, dan sebagainya.

Kategori C

Dapat beresiko, digunakan jika perlu. Obat dianjurkan hanya jika manfaat yang diperoleh oleh ibu atau
janin melebihi resiko yang mungkin tim bul pada janin. Contohnya albendazol, allopurinol, aspirin,
amitriptilin, kalsitriol, kalsium laktat, kloramfe nikol, ciprofloksasin, klonidin, kotrimoksazol, codein +
parasetamo dektrometorfan, digoksin, enalapril, efedrin, flukonazol dan sebagainya.

Kategori D

Ada bukti positif dari resiko, digunakan jika darurat. Pengunaan obat diperlukan untuk mengatasi situasi
yang mengancam jiwa atau penyakit serius dimana obat yang lebih aman tidak efektif atau tidak dapat
diberikan. Contohnya alprazolam, amikasin, amiodaron, carbamazepin, klordiaz epoksid, diazepam,
kanamisin, fenitoin, asam valproat, dan sebagainya.

Kategori X

Kontraindikasi dan sangat berbahaya bagi janin, conhnya (amlodipi atorvastatin), atorvastatin, (kafein +
ergotamin), (desogestrel + etinil es tradiol), ergometrin, estradol, miso prostol, oksitosin, simvastatin,
warfarin.

Efikasi, kemanjuran (benefit) vs resiko (risk) adalah pertimbangan utama menggunakan obat khususnya
untuk A dan B, untuk obat yang masuk kategori C dan D dianjurkan untuk benar-benar melalui
pertimbangan dokter dengan mempertimbangkan manfaat, keselamatan jiwa yang lebih besar
dibandingkan resikonya, untuk obat kategori X tidak boleh digunakan pada masa kehamilan.
Selama kehamilan terjadi perubahan-perubahan fisiologi yang mempengaruhi farmakokinetika obat.
Perubahan fisiologi tersebut misalnya perubahan volume cairan tubuh yang dapat menyebabkan
penurunan kadar puncak obat-obat di serum, terutama obat-obat yang terdistribusi di air dan obat
dengan volume distribusi yang rendah.

Peningkatan cairan tubuh juga menyebabkan pengenceran albumin serum (hipoalbuminemia) yang
menyebabkan penurunan ikatan obat-albumin sehing ga obat bebas banyak terakumulasi dalam darah
dan berpotensi meningkatkan efek yang merugikan. Tetapi hal ini tidak bermakna secara klinis kara
bertambahnya kadar obat dalam bentuk bebas juga akan menyebabkan bertambahnya kecepatan
metabolisme obat.

Masa Menyusui

Banyak ibu yang sedang menyusui menggunakan obat-obatan yang dapat memberikan efek yang tidak
dikehendaki pada bayi yang disusui. Pada umumnya, hampir semua obat yang diminum dapat terdeteksi
dalam ASI, namun dengan konsentrasi yang umumnya rendah. Konsentrsi obat dalam darah ibu
merupakan faktor utama yang berperan dalam proses transfer obat ke ASI. Pada umumnya, kadar
puncak obat di ASI adalah sekitar 1-3 jam sesudah ibu meminum obat. Hal ini mungkin dapat membantu
mempertimbangkan untuk tidak memberikan ASI pada kadar puncak. Bila ibu menyusui tetap harus
meminum obat yang potensial berbahaya terhadap bayinya maka untuk sementara ASI tidak diberikan.
ASI dapat diberikan kembali setelah dapat dikatakan tubuh bersih dari obat dan ini dapat
diperhitungkan setelah 5 kali waktu paruh obat.

Penggunaan obat yang tidak diperlukan harus dihindari, jika pengobatan memang diperlukan,
perbandingan manfaat/resiko harus dipertimbangkan pada ibu maupun bayinya. Pada neonatus (khusus
bayi yang lahir prematur) mempunyai resiko lebih besar terhadap paparan obat melalui ASI.

ilihan obat pada masa kehamilan, Pilih obat dengan manfaat lebih besar daripada risiko pada janin.
Hindari pemakaian obat pada trimester 1. Gunakan obat yang sering dipakai secara luas pada kehamilan.
Gunakan obat pada dosis efektif terkecil & singkat. Hindari polifarmasi (penggunaan banyak obat).

Efek teratogenik, Tragedi thalidomide di awal tahun 1960an. Beberapa penyebab cacat bawaan, di
antaranya: 1) Faktor genetik (kelainan kromosom serta defek gen tunggal). 2) Faktor lingkungan (obat,
toksin, etiologi infeksi, faktor mekanis). 3) Etiologi multifaktor termasuk kombinasi antara faktor
lingkungan dengan faktor genetik. Agen-agen teratogenik menyebabkan sekitar 7% cacat bawaan. Agen
teratogenik adalah obat-obatan yang bisa menyebabkan kecacatan pada janin. Teratogenisitas
tergantung kepada kemampuan agen atau zat untuk melintasi plasenta.

Pilihan Obat Pada Wanita Menyusui, pilih obat dengan mempertimbangkan manfaat/risiko pada ibu
maupun bayinya. Obat yang diberi ijin untuk digunakan pada ibu menyusui umumnya tidak
membahayakan. Neonatus (dan khususnya bayi yang lahir prematur) mempunyai risiko lebih besar
terhadap paparan obat melalui ASI. Harus dipilih rute pemberian dan pembagian obat yang
menghasilkan jumlah kadar obat terkecil yang sampai pada bayi. Hindari atau hentikan sementara
menyusui. Jika suatu obat digunakan selama menyusui, maka bayi harus dipantau secara cermat
terhadap efek samping yang mungkin terjadi. Sebaiknya dihindari obat baru, yang hanya memiliki sedikit
data.

Kiat Minum Obat Saat Menyusui, Minum obat hanya jika memang perlu: Hindari obat-obatan yang
kandungannya berupa kombinasi atau bermacam-macam zat aktif. Tanyakan pada dokter atau apoteker.
Pilih obat yang paling kecil resikonya muncul dalam ASI dan paling singkat keberadaanya dalam ASI
(dosis rendah & sesingkat mungkin). Pilih obat yang mencantumkan aman dikonsumsi oleh ibu hamil
dan ibu menyusui. Atur jadwal minum obat. Minum obat segera setelah selesai menyusui atau sebelum
bayi tidur panjang. Cermati dan waspadai gejala-gejala yang diperlihatkan bayi. Misalnya, bayi jadi
rewel, timbul ruam atau bercak merah/biru, sakit, kejang perut (kolik), atau ada perubahan pada pola
tidur dan makannya. Bila muncul dalah satu gejala ini, segera beritahu dokter. Pelajari cara memerah
dan menyimpan ASI. Bila Anda harus menjalani pengobatan yang tidak bisa dilakukan bersamaan
dengan kegiatan menyususi, maka bayi tetap mendapat ASI.

Untuk info lebih lanjut dapat mengunjungi Instalasi Farmasi RSUP Persahabatan

Anda mungkin juga menyukai