FARMAKOLOGI DASAR
“PENGARUH RUTE PEMBERIAN TERHADAP EFEK FARMAKOLOGI”
OLEH
KELOMPOK : V (LIMA)
KELAS : B-D3 FARMASI 2022
ASISTEN : SUNARYO DJIBU A.MD. FARM
FARMAKOLOGI DASAR
“PENGARUH RUTE PEMBERIAN TERHADAP EFEK FARMAKOLOGI”
OLEH
KELOMPOK: V (LIMA)
1
faktor yang memengaruhi pemberian obat ini juga sangat penting bergantung pada
kondisi individu, jenis kelamin, dan spesies hewan laboratorium.
Secara definitif hewan percobaan adalah digunakan sebagai alat penilaian
atau merupakan “modal hidup” dalam suatu penelitian atau pemeriksaan
laboratorium secara invivo. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis atau
keturunan, lingkungan yang memadai, disamping faktor ekonomis mudah tidaknya
diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada
manusia (Michael Neal, 2005).
Tidak semua hewan coba dapat digunakan dalam suatu penelitian, harus
dipilih mana yang sesuai dan dapat memberikan gambaran tujuan yang akan
dicapai. Beberapa hewan uji coba yang sering dipakai dalam penelitian maupun
praktek yaitu kelinci (Oryctolagus cuniculus) Marmut (Cavia parcellus), tikus
(Rattus novergicus), Mencit (Mus musculus).
Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia yang mempunyai ciri
fisiologi dan biokomia yang hampir menyerupai manusia. Mencit memiliki
kemampuan fisik yang khas/unik, kemampuan tersebut yaitu meloncat, mencit
dapat meloncat vertikal hingga 25 cm. Mencit banyak digunakan sebagai hewan uji
karena hewan ini memiliki sistem reproduksi, pernapasan, dan peredaran darah
yang menyerupai manusia. Salah satu keuntungan penggunaan mencit sebagai
hewan uji karena mencit memiliki sistem reproduksi yang singkat dan keturunan
yang dihasilkan banyak (Oktiansyah, 2015).
Berdasarkan uraian diatas maka tujuan dilakukannya praktikum ini untuk
diharapkan mampu memegang, memberikan perlakuan dan mengambil sampel
cairan dari hewan uji mencit (Mus musculus) dengan benar.
1.2 Tujuan Percobaan
Agar mahasiswa mampu memegang, memberikan perlakuan dan mengambil
sampel cairan dari hewan uji mencit (Mus musculus) dengan benar.
1.3 Rumusan masalah
Bagaimana cara memegang, memberikan perlakuan dan mengambil sampel
cairan dari hewan uji mencit (Mus musculus) dengan benar.
2
1.4 Manfaat percobaan
Untuk dapat memegang, memberikan perlakuan dan mengambil sampel
cairan dari hewan uji mencit (Mus musculus) dengan benar.
1.5 Prinsip Percobaan
Pada prinsipnya untuk mengetahui cara memegang, memberikan perlakuan
dan mengambil sampel cairan dari hewan uji mencit (Mus musculus) dengan
menggunakan metode Rute pemerian obat (Routies of administration).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Rute pemberian obat (Routes of Administration) merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi
dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini
berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah
fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan
bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan
berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzug, B.G, 2019).
Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya
serta kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah
seperti berikut :
a. Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik
b. Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama
c. Stabilitas obat di dalam lambung atau usus
d. Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute
e. Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter
f. Harga obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam
macam rute
g. Kemampuan pasien menelan obat melalui oral.
Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya
obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan
efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat member efek obat secara local atau
sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar keseluruh tubuh melalui
peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat
misalnya salep (Anief, 2019)..
Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara:
a. Oral melalui saluran gastrointestinal atau rectal
b. Parenteral dengan cara intravena, intra muskuler dan subkutan
c. Inhalasi langsung kedalam paru-paru.
Efek local dapat diperoleh dengan cara:
a. Intraokular, intranasal, aural, dengan jalan diteteskan ada mata, hidung,
telinga
b. Intrarespiratoral, berupa gas masuk paru-paru
c. Rektal, uretral dan vaginal, dengan jalan dimasukkan ke dalam dubur, saluran
kencing dan kemaluan wanita, obat meleleh atau larut pada keringat badan
atau larut dalam cairan badan
2.1.1 Cara Pemberian Obat
A. Oral
1. Pemberian obat dilakukan dengan menggunakan jarum suntik yang ujungnya
tumpul.
2. Memegang mencit dengan menjepit bagian tekuk menggunakan ibu jari dan
jari telunjuk, dan ekornya dijepit diantara jari manis dan kelingking.
3. Sebelum measukkan sande oral, posisi kepala dan keadaan mulut harus
diperhatikan. Ketika hewan dipegang dengan posisi terbalik pastikan posisi
kepala menengadah atau posisi dagu sejajar dengan tubuh dan mulut terbuka
sedikit.
B. Intra muscular
1. Pemberian obat dilakukan dengan menggunakan jarum suntik yang ujungnya
runcing.
2. Memegang mencit dengan menjepit bagian tekuk menggunakan ibu jari dan
jari telunjuk, dan ekornya dijepit diantara jari manis dan kelingking.
3. posisi hewan harus terbalik dan kaki agak ditarik keluar agar paha bagian
belakang terlihat.
4. posisi jarum sejajar dengan tubuh/abdomen.
5. suntikkan pada otot paha bagian belakang.
6. suntikan tidak boleh terlalu dalam agar tidak terkena pembuluh darah.
7. sebelum melakukan suntikan, bersihkan daerah kulit dengan alcohol 70%
C. Subkutan
1. Pemberian obatdilakukan dengan menggunakan jarum suntik yang ujungnya
runcing.
2. Memegang mencit dengan menjepit bagian tekuk menggunakan ibu jari dan
jari telunjuk, dan ekornya dijepit diantara jari manis dan kelingking.
3. Posisi hewan tetap mengarah kebawah (tidak terbalik).
4. Arah suntikan dari depan.
5. Usahakan lokasi suntikan pada daerah kulit tipis dengan terlebih dahulu
membersihkannya dengan alkohol 70%.
6. Melakukan suntikan dengan cepat agar tidak terjadi pendarahan.
D. Intrapetioneal.
1. Pemberian obat dilakukan dengan menggunakan jarum suntik yang ujungnya
runcing.
2. Memegang mencit dengan menjepit bagian tekuk menggunakan ibu jari dan
jari telunjuk, dan ekornya dijepit diantara jari manis dan kelingking.
3. Posisi hewan terbalik, kepala lebih rendah daripada abdomen.
4. Posisi jarum suntik sepuluh derajatdari abdomen berlawanan arah dengan
kepala arah jarum kebagian perut.
5. Lokasi suntikan pada bagiantengah abdomen, pada daerah yang sedikit
menepi dari garis tengah agar jarum suntik tidak terkena kandung kemih dan
tidak terlalu tinggi agar tidak terkena penyuntikan pada hati.
6. Suntikan di bawah kulit dengan terlebih dahulu membersihkan lokasi
suntikan dengan alkohol 70%.
Masing-masing cara pemberianm ini mempunyai keuntungan dan manfaat
tertentu. Suatu senyawa obat mungkin efektif bila diberikan dengan cara lain.
Perbedaan ini salah satunya disebabkan oleh adanya perbedaan dalam hal kecepatan
absorbs dari berbagai cara pemberian, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap
efek dan aktivitas farmakologinya.
Pemberian obat di bawah lidah hanya untuk obat yang sangat larut dalam
lemak, karena luas permukaan absorpsinya kecil, sehingga obat harus melarut dan
diabsorpsi dengan sangat cepat, misalnya nitrogliserin. Karena darah dari mulut
langsung ke vena kava superior dan tidak melalui vena porta, makaobat yang
diberikan melalui sublingual ini tidak mengalami metabolism lintas pertama oleh
hati.
Kerugian pemberian per oral adalah banyak faktor dapat mempengaruhi
bioavaibilitas obat. Karena ada obat-obat yang tidak semua yang diabsorpsi dari
tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik. Sebagian akan dimetabolisme
oleh enzim di dinding usus dan atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-
organ tersebut (metabolism atau eliminasi lintas pertama). Eliminasi lintas pertama
obat dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral, sublingual,
rektal, atau memberikannya bersama makanan.
Selain itu, kerugian pemberian melalui oral yang lain adalah ada obat yang
dapat mengiritasi saluran cerna, dan perlu kerjasama dengan penderita, dan tidak
bisa dilakukan saat pasien koma.
Pada pemberian obat melalui rektal, misalnya untuk pasien yang tidak sadar
atau muntah, hanya 50% darah dari rektum yang melalui vena porta, sehingga
eliminasi lintas pertama oleh hati juga hanya 50%. Akan tetapi, absorpsi obat
melalui mukosa rectum sering kali tidak teratur dan tidak lengkap, dan banyak obat
menyebabkan iritasi mukosa rektum.
Waktu yang diperlukan suatu obat mulai dari diberikan sampai menimbulkan
efek meliputi:
a. Onset
Adalah waktu yang diperlukan
mulai dari obat diberikan sampai dengan obat menimbulkan efek.
b. Durasi
Adalah waktu yang diperlukan mulai dari obat menimbulkan efek sampai
dengan obat tersebut tidak berefek lagi.
2.1.2 Absorbsi Obat.
Absorbsi didefinisikan sebagai tempat masuknya obat dari tempat
pemberiannya kedalam plasma, kecuali pemberian intravena. Oleh karena itu, obat
harus mengalami absorbs terlebih dahulu. Absorbsi sebagian besar obat terjadi
secara difusi pasif, maka sebagai barrier adalah membrane epital saluran cerna yang
seperti halnya semua membrane sel ditubuh kita, terdiri dari lapisan lipid bilayer.
Dengan demikian, agar dapat melintasi membrane sel tersebut molekul obat harus
memiliki kelarutan dalam lemak (Farmakologi dan Terapi edisi V, 2007).
Absorbsi sistemik suatu obat dari saluran cerna atau tempat ekstravaskuler
yang lain bergantung pada bentuk sediaan, anatomi dan fisiologi tempat absorbsi.
Faktor – faktor seperti luas permukaan dinding usus, kecepatan penggosongan
lambung, pergerakan saluran cerna dan aliran darah ketempat absorbsi, semuanya
mempengaruhi laju dan jumlah absorbsi obat (Shargel, 2005)
Obat – obat yang kecil, tidak terionisasi, larut dalam lemak menembus
membran plasma paling mudah. Faktor-faktor terkait pasien yang mempengaruhi
absorbs obat tergantung pada cara pemberiannya. Sebagai contoh, adanya makanan
dalam saluran pencernaan, keasaman lambung, dan aliran darah kesaluran
pencernaan mempengaruhi absorbs obat-obatan oral.
Untuk mencapai efek farmakologi sesuai yang diinginkan, obat diberikan
dengan berbagai macam cara. Cara pemberian obat dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya bentuk sediaan. Bentuk sediaan ini disebut sebagai salah satu
faktor karena dengan bentuk sediaan obat tersebut akan menentukan bagaimana
cara pemberian obat apakah melalui oral, intravena, intramuscular, maupun
intraperitonial
Selain topikal, untuk memberikan efek lokal pada kulit atau membrane
mukosa, penggunaan suatu obat hampir selalu melibatkan transfer obat kedalam
cairan darah. Tetapi, meskipun tempat kerja obat tersebut berbeda-beda, namun bisa
saja terja diabsorbsi kedalam aliran darah dan dapat menimbulkan efek yang tidak
diinginkan. Absorbsi kedalam darah dipengaruhi secara bermakna oleh pemberian.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses absorbsi obat pada saluran
cerna antara lain:
1. BentukSediaan
Terutama berpengaruh terhadap kecepatan absorbs obat, yang secara tidak
langsung dapat mempengaruhi intensitas respon biologi sobat. Dalam bentuk
sediaan yang berbeda, maka proses absorpsi obat memerlukan waktu yang berbeda-
beda dan jumlah ketersediaan hayati kemungkinan juga berlainan.
2. Sifat Kimia dan Fisika Obat
Bentuk asam, ester, garam, kompleks atau hidrat dari bahan obat dapat
mempengaruhi kekuatan dan proses absorpsi obat. Selain itu bentuk Kristal atau
polimorfi, kelarutan dalam lemak atau air, dan derajat ionisasi juga mempengaruhi
proses absorpsi. Absorpsi lebih mudah terjadi bila obat dalam bentuk non-ion dan
mudah larut dalam lemak.
3. Faktor Biologis
Antara lain adalah pH saluran cerna, sekresi cairan lambung, gerakan saluran
cerna, waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus, serta banyaknya
pembuluh darah pada tempat absorpsi.
4. Faktor Lain
Antara lain umur, makanan, adanya interaksi obat dengan senyawa lain dan
adanya penyakit tertentu.
Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang
kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model
atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara
lain persyaratan genetis / keturunan dan lingkungan yang memadai dalam
pengelolaannya, disamping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta
mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia
(Tjay,T.H dan Rahardja,K, 2002).
Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula
diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-
beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta
tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips
ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan
atau pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang memegangnya
(Katzug, B.G, 2019).
Fenobarbital, asam 5,5-fenil-etil barbiturate merupakan senyawa organik
pertama yang digunakan dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanya membatasi
penjalaran aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Efek utama
barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai mulai dari sedasi,
hipnosis, berbagai tingkat anesthesia, koma, sampai dengan kematian. Efek
hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik.
Tidurnya merupakan tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu
(Ganiswara, 2015).
Barbiturat secara oral diabsorbsi cepat dan sempurna. Bentuk garam natrium
lebih cepat diabsorbsi dari bentuk asamnya. Mula kerja bervariasi antara 10-60
menit, bergantung kepada zat serta formula sediaan dan dihambat oleh adanya
makanan didalam lambung. Barbiturat didistribusi secara luas dan dapat lewat
plasenta, ikatan dengan PP sesuai dengan kelarutannya dalam lemak, thiopental
yang terbesar, terikat lebih dari 65%. Kira-kira 25% fenobarbital dan hampir semua
aprobarbital diekskresi kedalam urin dalam bentuk utuh (Ganiswara, 2015).
Resorpinya di usus baik (70-90%) dan lebih kurang 50% terikat pada protein;
plasma-t ½-nya panjang, lebih kurang 3-4 hari, maka dosisnya dapat diberikan
sehari sekaligus. Kurang lebih 50% dipecah menjadi p-hidrokdifenobarbitat yang
diekskresikan lewat urin dan hanya 10-30% dalam kedaan utuh. Efek sampingnya
berkaitan dengan efek sedasinya, yakni pusing, mengantuk, ataksia dan pada anak-
anak mudah terangsang. Bersifat menginduksi enzim dan antara lain mempercepat
penguraian kalsiferol (vitamin D2) dengan kemungkinan timbulnya rachitis pada
anak kecil. Pengunaannya bersama valproat harus hati-hati, karena kadar darah
fenobarbital dapat ditingkatkan. Di lain pihak kadar darah fenitoin dan
karbamazepin serta efeknya dapat diturunkan oleh fenobarbital. Dosisnya 1-2 dd
30-125 mg, maksimal 400 mg (dalam 2 kali); pada anak-anak 2-12 bulan 4mg/kg
berat badan sehari pada status epilepticus dewasa 200-300 mg (Tjay dan Rahardja,
2006).
2.2 Uraian Hewan
2.2.1 Klasifikasi Mencit (Mus Muculus) Menurut Noengton,2000
Kingdom : Hewan
Filum : Chordata
Sub Filum : Vetebrata
Ordo : Rotentia
Sub Ordo : Nyomorphlu
Gambar 2.3
Familia : Muridae
Mencit (mus musculus)
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
2.3 Uraian Bahan
2.3.1 Alkohol Menurut (Farmakope Indonesia Edisi III, 1979)
Nama Resmi : Aethanolum
Nama Lain : Alkohol, etanol, ethyl alkohol
Rumus Molekul : C2H60
Rumus Struktur :
5. 23 gr p.o - - 1 ml
4.2 Pembahasan
Rute pemberian obat merupakan faktor yang sangat penting dalam
pencapaian efek dari suatu obat. Rute pemberian obat berpengaruh pada onset of
action dan duration of action suatu obat. Rute pemberian obat dibagi dua, yaitu
intravaskular dan ekstravaskular
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk membahas tentang rute pemberian
obat pada hewan uji (mencit) secara oral, intravena, intramuskular, intraperitonial,
dan secara subcutan. Mencit dipilih sebagai hewan uji karena metabolisme dalam
tubuhnya berlangsung cepat sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai objek
pengamatan.
Dari percobaan ini diharapkan dapat diketahui pengaruh cara pemberian
obat terhadap daya absobsinya yang selanjutnya akan berpengaruh pada efek
farmakologi obat. Waktu pemberian obat merupakan salah satu faktor kecepatan
absorpsi suatu obat. Waktu yang diperlukan suatu obat untuk bekerja sampai
dengan menimbulkan efek ada dua, yaitu onset dan durasi. Absorbsi suatu obat
merupakan proses perpindahan obat dari tempat aplikasi menuju sirkulasi sistemik.
Pada praktikum kali ini, obat yang kami berikan pada hewan uji (mencit) yaitu obat
Diazepam.
Pada pemberian obat secara oral dilakukan dengan cara memberikan obat
melalui mulut dan masuk ke saluran intestinal dengan menggunakan sonde oral agar
tidak membahayakan bagi hewan uji (mencit) dan untuk meminimalisir terjadinya
luka atau cedera ketika mencit akan diberikan obat. Kemudian dimasukkan alat
suntik yang berisi obat diazepam pelan-pelan ke dalam mulut mencit melalui langit-
langit kearah belakang esophagus. Apabila jarum sudah masuk melalui esophagus
mencit, kemudian jarum didiamkan tanpa ditekan maka akan masuk sendiri sampai
hampir seluruh jarum masuk dalam mulut mencit. Setelah jarum benar-benar masuk
esophagus mencit, kemudian cairan dimasukkan sampai larutan dalam jarum suntik
habis. Jangan dipaksakan masuk, karena akan menyebabkan luka pada mencit dan
dapat mempengaruhi hasil percobaan.
Berdasarkan percobaan tersebut, kondisi mencit sebelum diinjeksi sehat dan
aktif, setelah diberikan obat mencit menjadi lemas dan reflek balik badannya hilang.
Hilangnya reflek balik badan tersebut ditandai dengan hilangnya kemampuan
hewan uji untuk membalikkan badan dari keadaan terlentang. Kemudian dihitung
onset dan durasi, onset dihitung dari saat pemberian obat hingga timbulnya
efek. Durasi dihitung dari saat muncul efek obat sampai obat tidak berefek.