Disusun Oleh:
2017
BAB I
PENDAHUUAN
A. LATAR BELAKANG
khusus dengan farmasi yaitu, ilmu cara membuat, menformulasi, menyimpan dan
menyediakan obat.
Pada percobaan kali ini kami melakakuan penanganan hewan coba pada
mencit (Mus musculus).
2
B. TUJUAN
C. MANFAAT
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hewan mencit atau Mus musculus adalah tikus rumah biasa termasuk ke
dalam ordo rodentia dan family Muridae. Mencit dewasa biasa memilliki berat
antara 25-40 gram dan mempunyai berbagai macam warna. Mayoritas mencit
laboratorium adalah strain albino yang mempunyai warna bulu putih dan mata
merah muda (Hrapkiewicz et al, 1998). Mencit merupakan hewan yang tidak
mempunyai kelenjar keringat, jantung terdiri dari empat ruang dengan dinding
atrium yang tipis dan dinding ventrikel yang lebih tebal. Percobaan dalam
menangani hewan yang akan diuji cenderung memiliki karakteristik yang berbeda,
seperti mencit lebih penakut dan fotofobik, cenderung sembunyi dan berkumpul
dengan sesama, mudah ditangani, lebih aktif pada malam hari ( nocturnal ), aktifitas
aktifi tas
terganggu dengan adanya manusia, suhu normal 37,4°C, laju respirasi 163/menit
sedangkan pada hewan tikus sangat cerdas, mudah ditangani, tidak bersifat
fotofobik, lebih resisten terhadap infeksi, kecenderungan berkumpul dengan
sesama sangat kurang atau diperlakukan secara kasar akan menjadi liar dan galak,
suhu normal 37,5°C, laju respirasi 210/menit pada mencit dan tikus persamaannya
gigi seri pada keduanya sering digunakan untuk mengerat / menggigit benda-benda
yang keras. Dengan mengetahui sifat-sifat karakteristik hewan yang akan diuji
diharapkan lebih menyesuaikan dan tidak diperlakukan tidak wajar. Didalam suatu
dosis yang dipakai untuk penggunaan suatu obat harus sesuai
ses uai dengan data mengenai
penggunaan dosis secara kuantitatif, dikarenakan bila obat
obat itu diaplikasikan kepada
manusia dilakukan perbandingan luas permukaan tubuh.
Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang
kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai
model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu, antara lain persyaratan genetis / keturunan dan lingkungan yang
memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor ekonomis, mudah tidaknya
diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya
pada manusia. Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya
perlu pula diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan
4
adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau
kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan
kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam
melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang
yang memegangnya (Katzug, B.G, 1989).
1989).
5
dengan panjang 0,5cm dan disuntikkan pada vena lateralis ekor, cara ini tidak
dapat dilakukan karena ada kulit mencit yang berpigmen jadi venanya kecil dan
sukar dilihat walaupun mencit berwarna putih. Cara intraperitoneal hampir sama
dengan IM, suntikkan dilakukan di daerah abdomen diantara cartilage xiphoidea
dan symphysis pubis.
Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya
serta kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah
seperti berikut:
peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat
misalnya salep (Anief, 1990). Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara:
6
a. Intraokular, intranasal, aural, dengan jalan diteteskan ada mata,
hidung, telinga
b. Intrarespiratoral, berupa gas masuk paru-paru
c. Rektal, uretral dan vaginal, dengan jalan dimasukkan ke dalam
dubur, saluran kencing dan kemaluan wanita, obat meleleh atau larut
pada keringat badan atau larut dalam cairan badan
Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah), rektal
(dubur) dan parenteral tertentu, seperti melalui intradermal, intramuskular,
subkutan, dan intraperitonial, melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-
beda. Pemberian secara parenteral yang lain, seperti melalui intravena, intra-
arteri, intraspinal dan intraseberal, tidak melibatkan proses penyerapan, obat
langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menuju sisi reseptor (receptor
site) cara pemberian yang lain adalah inhalasi melalui hidung dan secara
setempat melalui kulit atau mata. Proses penyerapan dasar penting dalam
menentukan aktifitas farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama
proses penyerapan akan memperngaruhi aktifitas obat dan menyebabkan
kegagalan pengobatan ( Siswandono dan Soekardjo, B., 1995).
7
Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7-
kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on. Merupakan
senyawa Kristal tidak berwarna atau agak kekuningan yang tidak larut dalam air.
Diazepam termasuk golongan benzodiazepine yang long acting dengan waktu
paruh lebih dari 24 jam.
8
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. ALAT
Jarum suntik
Jarum oral
Spidol
Stopwatch
B. BAHAN
C. PROSEDUR KERJA
Prosedur :
Pegang mencit pada bagian tengkuknya jarum oral yang telah diisi
dimasukkan ke mulut mencit melalui langit-langit masuk esofagus
Dorong larutan tersebut ke dalam esofagus.
9
Rute pemberian obat secara intra peritoneal
10
BAB IV
A. HASIL
Lemas
2. 0,023 Intra Subcutan 0,12 ml 00:00:04
11
B. PEMBAHASAN
mudah, aman, dan murah. Namun kerugiannya ialah banyak faktor yang dapat
mempengaruhi bioavailabilitasnya sehingga waktu onset yang didapat cukup lama.
Sedangkan pemberian secara suntikan yaitu pemberian intravena, memiliki
keuntungan karena efek yang timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan
pemberian secara oral karena tidak mengalami tahap absorpsi maka kadar obat
dalam darah diperoleh secara cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan
respons penderita. Sedangkan rute pemberian yang cukup efektif adalah intra
peritoneal (i.p.) karena memberikan hasil kedua paling cepat setelah intravena.
Namun suntikan i.p. tidak dilakukan pada manusia karena
karena bahaya injeksi dan adhesi
12
diberikan dalam kondisi sadar atau tidak sadar, sedangkan kerugiannya dalam
pemberian obat perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi lokal ditempat
injeksi.
Keempat dengan cara intraperitoneal (injeksi yang dilakukan pada rongga
perut). Cara ini jarang digunakan karena rentan menyebabkan
menyebabkan infeksi. Keuntungan
adalah obat yang disuntikkan dalam rongga peritonium akan diabsorpsi cepat,
sehingga reaksi obat akan cepat terlihat.
kelima atau yang terakhir adalah dengan cara intramuscular yaitu dengan
menyuntikkan obat pada daerah yang berotot seperti paha atau lengan atas.
Keuntungan pemberian obat dengan cara ini, absorpsi berlangsung dengan cepat,
dapat diberikan pada pasien sadar atau tidak sadar, sedangkan kerugiannya dalam
pemberiannya perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi ditempat injeksi.
13
sangat keras. Efek berlangsung cukup lama karena mencit masih
masi h belum aktif hingga
menit ke 38.15.
Selanjutnya secara intra peritoneal mencit langsung terlihat tenang
kemudian terdiam lalu tertidur. Tidak tegak meski diberi rangsangan dan belum
aktif hingga menit ke 34.00 karena efek obat belum habis.
Pada intra muscular mencit baru merasa lemas dan terdiam di menit ke
02.05 akibat kesalahan dalam penyuntikan dan kemudian aktif kembali di menit ke
08.35.
BAB V
14
PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
15
Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI : Jakarta
Ansel, Howard.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.
Farmasi. Universitas
Indonesia Press : Jakarta
Katzung, Bertram G., Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.
Ganiswara, Sulistia G (Ed), 1995, Farmakologi dan Terapi,
Terapi, Edisi IV. Balai Penerbit
Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Siswandono dan Soekardjo, B, 1995, Kimia Medisinal, Airlangga Press, Surabaya
Tanu, Ian. (2007). Farmakologi dan Terapi, Edisi Kelima. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam, Cetakan Pertama.
Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
Darmono, Syamsudin. 2011. Farmakologi eksperimental. Jakarta. UI-Press
GAMBAR
16
1. Cara memberikan obat secara oral
17
4. Cara memberikan obat secara intra muscular
18