Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

“RUTE PEMBERIAN OBAT ”

Disusun Oleh:

Ibrahim Salim 1704019007

Nur Anna Mitra 1504015278

Rizky Tanzil Liamali 1704019010

Wahyu Widiasih 1504015427

Yusri Fajriyah 1504015448

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA

2017
BAB I

PENDAHUUAN

A. LATAR BELAKANG

Sebagai mahasiswa farmasi, sudah seharusnya kita mengetahui hal-hal yang


berkaitan dengan obat,
obat, baik dari segi farmasetik, farmakodinamik, farmakokinetik,
dan juga
juga dari segi farmakologi dan toksikologinya.
toksikologinya. Farmakologi sebagai ilmu
yang berbeda dari ilmu lain secara umum pada keterkaitannya yang erat dengan
ilmu dasar maupun ilmu klinik sangat sulit mengerti farmakologi tanpa
pengetahuan tentang fisiologi tubuh, biokimia, dan ilmu kedokteran klinik.
kli nik. Jadi,
farmakologi adalah ilmu yang mengintegrasikan ilmu kedokteran dasar dan
menjembatani ilmu praklinik dan klinik. Farmakologi mempunyai keterkaitan

khusus dengan farmasi yaitu, ilmu cara membuat, menformulasi, menyimpan dan
menyediakan obat.

Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah berjalan


sejak puluhan tahun lalu. Agar mengetahui bagaimana
bagaimana cara kita sebagai mahasiswa
maupun sebagai seorang peneliti dalam hal ini mengetahui tentang kemampuan
obat pada seluruh aspeknya yang berhubungan dengan efek toksiknya maupun efek
sampingnya tentunya kita membutuhkan hewan uji atau hewan percobaan. Hewan
coba adalah hewan yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologis.
Hewan laboratorium tersebut di gunakan sebagai uji praktek untuk
untuk penelitian
pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Beberapa jenis hewan yang sering
dipakai dalam penelitian maupun praktek yaitu
yaitu : Kelinci (Oryctolagus
(Oryctolagus cuniculus)
Marmut (Cavia parcellus), Mencit (Mus musculus), Tikus (Rattus novergicus)

Pada percobaan kali ini kami melakakuan penanganan hewan coba pada
mencit (Mus musculus).

2
B. TUJUAN

Setelah menyelesaikan praktikum ini, mhasiswa diharapkan :

 Mengenal teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian


obat.
 Mengevaluasi efek yang timbul akibat pemberian obat yang sama melalui
rute yang berbeda.
 Dapat menyatakan beberapa konsekuensi praktis dari pengaruh rute
pemberian obat terhadap efeknya.
 Mengenal manifestasi berbagai obat yang diberikan.

C. MANFAAT

Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui teknik pemberian melalui berbagai


rute serta mengetahui lama waktu dan respon dari hewan percobaan akibat
pengaruh obat.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Hewan mencit atau Mus musculus adalah tikus rumah biasa termasuk ke
dalam ordo rodentia dan family Muridae. Mencit dewasa biasa memilliki berat
antara 25-40 gram dan mempunyai berbagai macam warna. Mayoritas mencit
laboratorium adalah strain albino yang mempunyai warna bulu putih dan mata
merah muda (Hrapkiewicz et al, 1998). Mencit merupakan hewan yang tidak
mempunyai kelenjar keringat, jantung terdiri dari empat ruang dengan dinding
atrium yang tipis dan dinding ventrikel yang lebih tebal. Percobaan dalam
menangani hewan yang akan diuji cenderung memiliki karakteristik yang berbeda,
seperti mencit lebih penakut dan fotofobik, cenderung sembunyi dan berkumpul
dengan sesama, mudah ditangani, lebih aktif pada malam hari ( nocturnal ), aktifitas
aktifi tas
terganggu dengan adanya manusia, suhu normal 37,4°C, laju respirasi 163/menit
sedangkan pada hewan tikus sangat cerdas, mudah ditangani, tidak bersifat
fotofobik, lebih resisten terhadap infeksi, kecenderungan berkumpul dengan
sesama sangat kurang atau diperlakukan secara kasar akan menjadi liar dan galak,
suhu normal 37,5°C, laju respirasi 210/menit pada mencit dan tikus persamaannya
gigi seri pada keduanya sering digunakan untuk mengerat / menggigit benda-benda
yang keras. Dengan mengetahui sifat-sifat karakteristik hewan yang akan diuji
diharapkan lebih menyesuaikan dan tidak diperlakukan tidak wajar. Didalam suatu
dosis yang dipakai untuk penggunaan suatu obat harus sesuai
ses uai dengan data mengenai
penggunaan dosis secara kuantitatif, dikarenakan bila obat
obat itu diaplikasikan kepada
manusia dilakukan perbandingan luas permukaan tubuh.
Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang
kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai
model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu, antara lain persyaratan genetis / keturunan dan lingkungan yang
memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor ekonomis, mudah tidaknya
diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya
pada manusia. Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya
perlu pula diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan

4
adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau
kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan
kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam
melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang
yang memegangnya (Katzug, B.G, 1989).

Rute pemberian obat ( Routes of Administration ) merupakan salah satu


faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik
kar akteristik lingkungan fisiologis
anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh
karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim
dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal
ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam
waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzug, B.G,

1989).

Rute pemberian obat, dapat diberikan secara peroral, subkutan,


intramuscular, intravena dan intraperitonial. Rute peroral dapat diberikan dengan
mencampurkan obat bersama makanan, bisa pula dengan jarum khusus ukuran
20 dan panjang kira-kira 5cm untuk memasukkan senyawa langsung ke dalam
lambung melalui esophagus, jarum ini ujungnya bulat dan berlubang ke
samping. Rute subkutan paling mudah dilakukan pada mencit. Obat obat dapat
diberikan kepada mencit dengan jarum yang panjangnya 0,5-1,0 cm dengan
ukuran 22-24 (22-24 gauge). Obat bisa disuntikkan dibawah kulit di daerah
punggung atau didaerah
didaerah perut. Kekurangan dari rute ini adalah obat harus dapat
larut dalam cairan hingga dapat disuntikkan. Rute pemberian obat secara
intramuscular lebih sulit karena otot mencit sangat kecil, obat bisa disuntikkan
ke otot paha bagian belakang dengan jarum panjang 0,5-2,0 cm dengan ukuran
24 gauge, suntikkan tidak boleh terlalu dalam agar tidak terkena pembuluh
darah. Rute pemberian obat secara intravena haruslah dalam keadaan mencit
tidak dapat bergerak ini dapat dilakukan dengan mencit dimasukkan ke dalam
tabung plastic cukup besar agar mencit tidak dapat berputar ke belakang dan
supaya ekornya keluar dari tabung, jarum yang digunakan berukuran 28 gauge

5
dengan panjang 0,5cm dan disuntikkan pada vena lateralis ekor, cara ini tidak
dapat dilakukan karena ada kulit mencit yang berpigmen jadi venanya kecil dan
sukar dilihat walaupun mencit berwarna putih. Cara intraperitoneal hampir sama
dengan IM, suntikkan dilakukan di daerah abdomen diantara cartilage xiphoidea
dan symphysis pubis.

Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya
serta kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah
seperti berikut:

a. Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik


b. Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa
kerjanya lama
c. Stabilitas obat di dalam lambung atau usus
d. Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute
e. Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter
f. Harga obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui
bermacam-macam rute.
g. Kemampuan pasien menelan obat melalui oral.

Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya


besar nya
obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan
efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau
sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui

peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat
misalnya salep (Anief, 1990). Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara:

a. Oral melalui saluran gastrointestinal atau rectal

b. Parenteral dengan cara intravena, intra muskuler dan subkutan


subkutan

c. Inhalasi langsung ke dalam paru-paru.

Efek lokal dapat diperoleh dengan cara:

6
a. Intraokular, intranasal, aural, dengan jalan diteteskan ada mata,
hidung, telinga
b. Intrarespiratoral, berupa gas masuk paru-paru
c. Rektal, uretral dan vaginal, dengan jalan dimasukkan ke dalam
dubur, saluran kencing dan kemaluan wanita, obat meleleh atau larut
pada keringat badan atau larut dalam cairan badan

Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah), rektal
(dubur) dan parenteral tertentu, seperti melalui intradermal, intramuskular,
subkutan, dan intraperitonial, melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-
beda. Pemberian secara parenteral yang lain, seperti melalui intravena, intra-
arteri, intraspinal dan intraseberal, tidak melibatkan proses penyerapan, obat
langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menuju sisi reseptor (receptor
site) cara pemberian yang lain adalah inhalasi melalui hidung dan secara

setempat melalui kulit atau mata. Proses penyerapan dasar penting dalam
menentukan aktifitas farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama
proses penyerapan akan memperngaruhi aktifitas obat dan menyebabkan
kegagalan pengobatan ( Siswandono dan Soekardjo, B., 1995).

Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil percobaan ialah


faktor internal dan faktor eksterna, adapun faktor internal yang dapat
mempengaruhi hasil percobaan meliputi variasi biologik (usia, jenis kelamin)
pada usia hewan semakin
s emakin muda maka semakin cepat reaksi yang ditimbulkan,
ras dan sifat genetic, status kesehatan dan nutrisi, bobot tubuh, luas permukaan
tubuh.

Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan meliputi suplai


oksigen, pemeliharaan lingkungan fisiologik (keadaan kandang, suasana asing
atau baru, pengalaman hewan dalam penerimaan obat keadaan ruangan tempat
hidup seperti suhu, kelembaban, ventilaasi, cahaya, kebisingan serta penempatan
hewan), pemeliharaan keutuhan struktur ketika menyiapkan
me nyiapkan jaringan atau organ
untuk percobaan.

7
Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7-
kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on. Merupakan
senyawa Kristal tidak berwarna atau agak kekuningan yang tidak larut dalam air.
Diazepam termasuk golongan benzodiazepine yang long acting dengan waktu
paruh lebih dari 24 jam.

Diazepam di samping khasiatnya sebagai anksiolitis, relaksasi otot, hipnotik


dan sedativa juga berdaya sebagai antikonvulsi. Berdasarakan khasiat
antikonvulsi ini diazepam
diazepam digunakan dalam bentuk injeksi
injeksi i.v terhadap status
epilepticus. Pada penggunaan oral dan dalam klisma (rectiole
( rectiole)) , resorpsinya baik
dan cepat tetapi dalam bentuk suppositoria lambat dan tidak sempurna. K.I. 97-
99% diikat pada protein plasma.

Didalam hati diazepam di biotransformasi menjadi antara lain N-


desmethyldiazepam yang juga aktif dengan plasma-t ½ panjang, antara 42-120
jam. Plasma-t ½ diazepam sendiri berkisar antara 20-54 jam. Toleransi dapat
terjadi terhadap efek antikonvulsinya, sama terhadap efek hipnotiknya.

Efek sampingnya adalah lazim bagi kelompok benzodiazepin, yakni


mengantuk, termenung-menung, pusing dan kelemahan otot.

Dosis : 2-4 dd 2-10mg dan i.v 5-10mg dengan perlahan-lahan (1 – 2 menit),


bila perlu diulang setelah 30 menit ; Pada anak-anak 2-5mg. Pada status
epilepticus dewasa dan anak di ats usia 5 tahun 10mg ( rectiole) ; pada anak-
anak dibawah 5 tahun 5mg sekali. Pada konvulsi demam : anak-anak 0,25mg-
0,5mg/kg BB ( rectiole ), bayi dan anakanak di bawah 5 tahun 5mg, setelah
5tahun 10mg, juga secara preventf pada demam ( tinggi ). (Tjay,T.H dan
Rahardja,K, 2007)

8
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. ALAT

 Jarum suntik
 Jarum oral
 Spidol
 Stopwatch

B. BAHAN

 Hewan percobaan : Mencit jantan 5 ekor


 Obat yang diberikan : Diazepam
Diaz epam 25mg / kgbb
 Kepekaan larutan obat : 3,5%

C. PROSEDUR KERJA

Rute pemberian obat secara oral

Prosedur :

Pegang mencit pada bagian tengkuknya jarum oral yang telah diisi
dimasukkan ke mulut mencit melalui langit-langit masuk esofagus
Dorong larutan tersebut ke dalam esofagus.

Rute pemberian secara intra vena

Penyuntikan dilakukan pada vena ekor. Letakkan hewan pada


wadah tertutup sedemikian rupa sehingga mencit tidak leluasa untuk
bergerak-gerak dengan ekor menjulur keluar. Pijat-pijat ekor mencit agar
pembuluh darahnya melebar. Pegang ujung ekor dengan tangan satu dan
suntik dengan tangan yang lain.

9
Rute pemberian obat secara intra peritoneal

Penyuntikkan dilakukan pada perut sebelah kanan garis tengah,


jangan terlalu tinggi agar tidak mengenai hati dan kandung kemih. Hewan
dipegang pada punggung sehingga kulit abdomen menjadi tegang. Pada saat

penyuntikan posisi kepala lebih rendah dari abdomen. Suntikan jarum


menembus kulit dan otot masuk ke rongga peritoneal.

Rute pemberian obat secara intra muscular

Penyuntikan dilakukan pada otot gluteus maximus atau bisep


femoris atau semi tendinosus paha belakang.

10
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Mencit BB (kg) Rute Pemberian Dosis t ( waktu ) Respon


(VAO)
1. 0,024 Oral 0,12 ml 00:00:09 Lemas

00:00:18 Aktif kembali

Lemas
2. 0,023 Intra Subcutan 0,12 ml 00:00:04

00:30:00 Aktif kembali

3. 0,026 Intra Vena 0,13 ml 00:03:50 lemas

00:38:15 Belum aktif

4. 0,028 Intra 0,14 ml 00:00:53 Langsung


perinatoneal diam
00:34:00 Belum aktif
kembali
5. 0,032 Intra muscular 0,16 ml 00:02:05 Lemas

00:08:05 aktif kembali

11
B. PEMBAHASAN

Praktikum kali ini mempelajari tentang pengaruh cara pemberian obat


terhadap absorbsi obat dalam tubuh. Pada dasarnya rute pemberian obat
menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk kedalam tubuh, sehingga

merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek yang


merugikan. Dalam hal ini, alat uji yang
yang digunakan adalah tub
tubuh
uh hewan (uji in vivo).
Mencit dipilih sebagai hewan uji karena metabolisme dalam tubuhnya
t ubuhnya berlangsung
cepat sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai objek pengamatan.
Pemberian obat pada hewan uji pada percobaan ini dilakukan melalui cara
oral, intravena, subkutan, intraperitoneal, dan intramuscular. Pertama, Dengan cara
oral (pemberian obat melalui mulut masuk kesaluran intestinal) digunakan jarum
injeksi yang berujung tumpul agar tidak membahayakan bagi hewan uji. Pemberian
obat secara oral merupakan cara pemberian obat yang umum dilakukan karena

mudah, aman, dan murah. Namun kerugiannya ialah banyak faktor yang dapat
mempengaruhi bioavailabilitasnya sehingga waktu onset yang didapat cukup lama.
Sedangkan pemberian secara suntikan yaitu pemberian intravena, memiliki
keuntungan karena efek yang timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan
pemberian secara oral karena tidak mengalami tahap absorpsi maka kadar obat
dalam darah diperoleh secara cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan
respons penderita. Sedangkan rute pemberian yang cukup efektif adalah intra
peritoneal (i.p.) karena memberikan hasil kedua paling cepat setelah intravena.
Namun suntikan i.p. tidak dilakukan pada manusia karena
karena bahaya injeksi dan adhesi

terlalu besar (Setiawati, A. dan F.D. Suyatna, 1995).

Kedua, pemberian obat dilakukan dengan cara intravena yaitu dengan


menyuntikkan obat pada daerah ekor (terdapat vena lateralis yang mudah dilihat
dan dapat membuat obat langsung
l angsung masuk kepembuluh darah). Keuntungannya obat
cepat masuk dan bioavailabilitas 100%, sedangkan kerugiannya perlu prosedur
steril, sakit, dapat terjadi iritasi ditempat injeksi, resiko terjadi kadar obat yang
tinggi kalau diberikan terlalu cepat.
Ketiga, yaitu dengan cara subkutan (cara injeksi obat melalui tengkuk
hewan uji tepatnya injeksi dilakukan dibawah kulit). Keuntungannya obat dapat

12
diberikan dalam kondisi sadar atau tidak sadar, sedangkan kerugiannya dalam
pemberian obat perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi lokal ditempat
injeksi.
Keempat dengan cara intraperitoneal (injeksi yang dilakukan pada rongga
perut). Cara ini jarang digunakan karena rentan menyebabkan
menyebabkan infeksi. Keuntungan
adalah obat yang disuntikkan dalam rongga peritonium akan diabsorpsi cepat,
sehingga reaksi obat akan cepat terlihat.
kelima atau yang terakhir adalah dengan cara intramuscular yaitu dengan
menyuntikkan obat pada daerah yang berotot seperti paha atau lengan atas.
Keuntungan pemberian obat dengan cara ini, absorpsi berlangsung dengan cepat,
dapat diberikan pada pasien sadar atau tidak sadar, sedangkan kerugiannya dalam
pemberiannya perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi ditempat injeksi.

Pada percobaan ini, kelompok kami menggunakan lima ekor mencit.


Masing-masing mencit diberikan rute pemberian obat berbeda-beda. Banyaknya
volume obat yang akan diinjeksi utuk mencit tergantung dengan berat badan mencit
dengan menggunakan rumus VAO. Data yang dihasilkan untuk volume
injeksi mencit berdasarkan
berdasarkan berat badan

Berdasarkan hasil pengamatan yang


yang kami lakukan pemberian obat secara
oral, memberikan efek aktif kembali lebih cepat dari pada obat lain, hal ini
menyimpang dari literature karena seharusnya pemberian obat secara oral
memberikan efek lebih lama di bandingkan rute lain, hal ini disebabkan obat tidak

masuk seluruhnya ke tubuh mencit sehingga dosis berkurang dan berpengaruh


terhadap efek obatya.
Pada pemberian subkutan, ketika disuntikan diazepam mencit langsung
terlihat tenang pada detik ke empat menimbulkan efek tidur, tidak tegak walaupun
di beri rangsangan nyeri. Mencit masih belum aktif pada menit ke 30.
Sedangkan pada pemberian obat dengan cara intravena, yang menurut
literatur reaksi obatnya akan berlangsung dengan cepat. Tapi pada saat praktikum
mecit baru memberikan respon di menit ke 03.50, hal ini dikarenakan obat tidak
masuk semua akibat jarum suntik mengalami patah yang disebabkan ekor mencit

13
sangat keras. Efek berlangsung cukup lama karena mencit masih
masi h belum aktif hingga
menit ke 38.15.
Selanjutnya secara intra peritoneal mencit langsung terlihat tenang
kemudian terdiam lalu tertidur. Tidak tegak meski diberi rangsangan dan belum
aktif hingga menit ke 34.00 karena efek obat belum habis.
Pada intra muscular mencit baru merasa lemas dan terdiam di menit ke
02.05 akibat kesalahan dalam penyuntikan dan kemudian aktif kembali di menit ke
08.35.

BAB V

14
PENUTUP

KESIMPULAN

 Pada penandaan hewan percobaan dibuat pada ekor dengan garis-garis


garis -garis yang
disesuaikan dengan urutan mencit.
 Dari hasil praktikum Onset of action dari rute pemberian obat secara IP
lebih cepat diperoleh dari pada rute pemberian obat secara IV.
 Hampir semua efek benzodiazepine merupakan hasil kerja golongan ini
pada system saraf pusat dengan efek utama: sedasi, hypnosis,
hypnosis, pengeurangan
pengeurangan
tehadap rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot, dan anti konvulsi.

DAFTAR PUSTAKA

15
Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI : Jakarta
Ansel, Howard.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.
Farmasi. Universitas
Indonesia Press : Jakarta
Katzung, Bertram G., Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.
Ganiswara, Sulistia G (Ed), 1995, Farmakologi dan Terapi,
Terapi, Edisi IV. Balai Penerbit
Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Siswandono dan Soekardjo, B, 1995, Kimia Medisinal, Airlangga Press, Surabaya
Tanu, Ian. (2007). Farmakologi dan Terapi, Edisi Kelima. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam, Cetakan Pertama.
Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
Darmono, Syamsudin. 2011. Farmakologi eksperimental. Jakarta. UI-Press

GAMBAR

16
1. Cara memberikan obat secara oral

2. Cara memberikan obat secara subcutan

3. Cara memberikan obat secara intra vena

17
4. Cara memberikan obat secara intra muscular

5. Cara memberikan obat secara intra peritoneal

18

Anda mungkin juga menyukai