Anda di halaman 1dari 4

Nama : Rizka Mawaddah

Npm : 176510803
Kelas : 6B
Mapel : Evolusi
Materi: Evolusi Genom

Bukti Evolusi Genom

Dari dulu sampai saat ini masih banyak orang yang memperbincangkan dan
memperdebatkan teori evolusi, baik itu para ahli, ilmuan, sejarawan dan masih banyak lagi.
Evolusi melalui mutasi dan seleksi alam pada saat ini adalah sentral dalam biologi, yaitu
memberikan kerangka penjelasan bagi berbagai fakta dalam catatan fosil, keragaman hayati,
pewarisan sifat, adaptasi, penyebaran, dan anatomi makhluk hidup. Salah satu yang
diperbincangkan dan diperdebatkan ialah evolusi genom pada makhluk hidup.
Berbicara mengenai evolusi genom pada skala waktu evolusi manusia yaitu bukti
untuk evolusi adaptasi terbaru. Jadi sampai sejauh mana konstitusi genetik perubahan
populasi manusia di masa lalu, dan seberapa cepat perubahan evolusioner berlangsung dalam
populasi saat ini ? Hal ini dijelaskan melalui bukti yang tersedia tentang adaptasi genetik
yang berkembang setelah penyebaran manusia modern dari Afrika sekitar 50.000 tahun yang
lalu dan terutama sejak revolusi neolitik dan munculnya peradaban pertama. Bukti untuk
perubahan evolusioner baru-baru ini diperoleh dari studi molekuler gen individu yang telah
atau sedang diseleksi, dan studi genom yang mengidentifikasi daerah genom dibawah evolusi
adaptif terbaru atau yang sedang berlangsung. Adaptasi ini berkembang dalam hal
menanggapi kondisi iklim, perubahan gizi yang disebabkan oleh pengenalan pertanian
menetap, paparan penyakit baru, dan kondisi sosial kehidupan yang beradab.
Menurut pengetahuan sosiobiologis “sifat manusia” berevolusi di “evolusi adaptasi
lingkungan” lebih dari beberapa jutaan tahun, dan tetap tidak berubah sejak munculnya
Homo sapiens modern secara anatomis di Afrika 100.000 tahun yang lalu. Asumsinya adalah
seleksi alam itu tidak dapat menghasilkan perubahan genetik yang substansial dalam waktu
yang singkat. Butuh waktu yang cukup panjang untuk mengalami perubahan. Keyakinan ini
tentunya telah diperkuat oleh teori “punctuated equilibrium” yang mengklaim, berdasarkan
bukti paleontologis, bahwa spesiasi terjadi dalam ledakan cepat yang diikuti oleh periode
statis yang panjang. Hal ini tentunya menggambarkan bahwa Homo sapiens sebagai spesies
yang tetap bertahan selama 100.000 tahun terakhir. Namun, keyakinan ini tidak pernah
didukung dengan bukti yang kuat, ditantang oleh temuan dalam genetika populasi molekuler.
Sebagai contoh adaptasi genetik terhadap tantangan lingkungan baru yang dihadapi oleh
nenek moyang kita setelah penyebaran Afrika baru-baru ini. Tantangan-tantangan ini berupa
adaptasi ke zona iklim yang sebelumnya tidak pernah ditempati oleh manusia modern secara
anatomis. Contohnya di sini adalah gen untuk warna kulit. Leluhur yang hidup di daerah
seperti Afrika yang di sinari matahari sepanjang tahun tentunya memerlukan kulit gelap
untuk kelangsungan hidup yang nyaman di iklim tropis untuk melindungi diri mereka dari
sengatan matahari dan kanker kulit, hal ini tentunya berbeda dengan daerah non tropis yang
memiliki warna kulit lebih terang. Variasi warna kulit ini dapat terjadi karena adanya
aktivitas hormon melanosit. Salah satu gen yang lebih penting, SLC24A5, mengkode protein
membran (mungkin berfungsi sebagai saluran kalsium) dalam membran melanosom. Hampir
semua orang Afrika memiliki alel leluhur gen ini, sementara 99% orang Eropa-Amerika
memiliki alel leluhur yang mengkode protein dengan perubahan asam amino tunggal. Jadi
adaptasi iklim yang mengakibatkan perubahan pada genetik yaitu terjadinya mutasi gen bisa
diwariskan ke generasi berikutnya, dan mengapa bisa demikian ? Karena pada manusia
modern saat ini, orang berkulit gelap dari generasi ke generasi yang pada awalnya tinggal di
daerah tropis kemudian memilih untuk tinggal di daerah non tropis dan memiliki keturunan,
yang mana keturunannya ini tetap mewarisi gen dari orang tuanya yaitu berkulit gelap.
Adaptasi iklim yang dimaksud di sini merupakan adaptasi iklim yang cukup ekstrim
sehingga dapat mempengaruhi materi genetik (terjadinya mutasi). Mutasi yang terjadi karena
agen luar seperti radiasi atau bahan kimia. Mutasi ini disebabkan oleh perubahan acak dalam
DNA di mana semua informasi tentang karakteristik tubuh manusia dikodekan. Kemudian
hasil dari mutasi ini dapat diwariskan kepada generasi berikutnya. Adaptasi atau perubahan
genetik ini hanya dapat memperkuat karakteristik yang dimiliki spesies tertentu dan tidak
akan berevolusi menjadi spesies lain. Selanjutnya ada adaptasi nutrisi. Adaptasi nutrisi ini
berkaitan dengan perbedaan ras pada leluhur, menentukan mutasi yang terjadi dalam sistem
pencernaannya. Dan ada juga adaptasi terhadap penyakit menular.
Selain itu evolusi genom manusia terkait modifikasi kimiawi pada DNA dan histones
yang membatasi evolusi genom manusia. Tubuh manusia mengandung ratusan sel yang
berbeda dengan beragam bentuk dan fungsi, namun setiap sel mengandung (pada dasarnya)
genom yang sama. Pada dekade terakhir terlihat meningkat penghargaan atas peran
modifikasi DNA dan histone, seperti metilasi dan asetilasi, dalam program ekspresi gen
beragam yang diamati di berbagai jenis sel dalam organisasi kompleks. Modifikasi ini dapat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan dalam beberapa kasus diwariskan dari generasi ke
generasi, meskipun luasnya warisan trans-generasi pada manusia ini belum jelas.
Pada hewan, dikatakan bahwa perubahan genetik yang terjadi dalam kehidupan bebas
menunjukkan evolusi perubahan yang dapat diamati secara real time, bahkan tanpa adanya
seleksi yang disengaja. Sebagai contoh dari proses evolusi mikro ini ialah ketika suatu spesies
dimasukkan ke dalam lingkungan yang baru. Misalnya spesies ikan dilepaskan pada
lingkungan yang memiliki kondisi berbeda dengan lingkungan tempat tinggal sebelumnya,
tentunya ikan ini melakukan adaptasi dengan lingkungan barunya secara alami. Bagi mereka
yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya maka merekalah yang akan bertahan. Selain
itu ada juga contoh ukuran tanduk domba bighorn Kanada yang menurun selama 30 tahun
sebagai akibat dari pemburuan trofi yang menargetkan binatang bertanduk besar. Nah dari
kedua contoh ini menjelaskan bahwa mereka yang mampu beradaptasi dan bertahanlah yang
kemudian terus bereproduksi dan mewariskan materi genetik mereka kepada keturunannya
yang eksis sampai saat ini. Mereka dapat meneruskan karakteristik menguntungkan mereka
ke generasi berikutnya.
Sedangkan perubahan genetik pada hewan dalam seleksi buatan merupakan proses
mengubah sifat-sifat yang dipilih secara sengaja oleh manusia, dalam artian yang diharapkan.
Contoh disini adalah proyek Rusia di mana rubah perak dijinakkan. Setelah 30 hingga 35
generasi seleksi intensif di mana hanya 5% jantan dan 20% betina yang dijinakkan untuk
dikembangbiakkan, dan keturunan yang dihasilkan dari spesies buas alami ini adalah jinak.
Contoh ini membuktikan bahwa perubahan genetik pada hewan dapat dilakukan dengan
seleksi buatan yaitu dengan memilih sifat-sifat yang ingin dihasilkan. Hanya saja yang
menjadi pertanyaan adalah sifat-sifat yang dihasilkan dari seleksi ini apakah dapat diwariskan
kepada generasi berikutnya jika rubah hasil seleksi buatan ini dilepaskan ke alam liar dan
berkembangbiak atau malah generasi berikutnya kembali pada sifat aslinya yaitu sebelum
dilakukan seleksi buatan ? Tentu saja hal ini perlu dikaji lagi untuk membuktikan
kebenarannya.
Begitupun pada tumbuhan yaitu pakis evolusi genom telah dianggap relatif statis
dibandingkan dengan angiospermae. Ada juga mengenai duplikasi seluruh genom kuno pada
tumbuhan yang disebut sebagai duplikasi genom utuh (WGD), yang meskipun duplikasi
seluruh genom banyak dianggap sebagai jalan buntu dari evolusi. Mengapa demikian ?
Karena pada tumbuhan baik angiospermae maupun gymnospermae, terjadinya duplikasi
seluruh genom kuno masih diperebutkan dan perlu dikonfirmasi.
Jadi, mengenai teori evolusi untuk evolusi genom (evolusi mikro) bisa saja terjadi,
dan tentunya dipengarungi oleh proses adaptasi, seleksi alam dan mutasi. Ketika suatu
spesies, dalam melakukan adaptasi dengan lingkungannya mengalami mutasi yang terjadi
karena agen luar seperti radiasi atau bahan kimia, dapat mengakibatkan perubahan acak
dalam DNA di mana semua informasi tentang karakteristik tubuh dikodekan. Kemudian
spesies ini bereproduksi dan hasil dari mutasi ini dapat diwariskan kepada generasi
berikutnya. Adaptasi atau perubahan genetik ini hanya dapat memperkuat karakteristik yang
dimiliki spesies tertentu dan tidak akan berevolusi menjadi spesies lain seperti ikan ke bentuk
amfibi. Jadi, “evolusi” yang dimaksud disini adalah kemampuan suatu spesies memperkuat
karakteristiknya, sehingga sifat-sifat inilah yang akan diwariskan kepada generasi berikutnya
yang tetap eksis hingga saat ini.

Anda mungkin juga menyukai